• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kisah-kisah dari Al-Qur’an yang ditinjau dari sisi kesusastran sebahagian telah di bahas dan diteliti oleh Mahasiswa Departemen Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dalam bentuk skripsi diantaranya adalah “Kisah Nabi Musa Versus Fir’aun” oleh Ahmad Zubeir nim 040708040, mengkaji tentang kisah-kisah nabi khususnya kisah Nabi Musa a.s dengan Firaun. “Analisis Pesan Moral pada Kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Al-Qur’an” oleh Farida Hanum Pasaribu nim 040704004, mengkaji kisah Nabi Sulaiman a.s dalam Al-Qur’an khusus pada pesan moral, dan “Analisis Pesan dan Peristiwa Kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an” oleh Rejeyanti nim 050704012, menganalisis pesan dan peristiwa kisah Nabi Nuh a.s dalam Al-Qur’an. Karya tulis di atas ini menjadi bandingan bagi penulis dalam menguraikan proposal ini. Penulis membahas tentang “ Analisis Pesan Moral dan Konflik Kisah Nabi Musa a.s dan Khidir a.s pada Surah al-Kahfi ayat 60-82 dalam Al-Qur’an” melalui pendekatan sosiologi sastra.

Sastra merupakan ungkapan yang penyampaiannya ditujukan dalam mempengaruhi perasaan, emosi para pembacanya atau para pendengar, baik itu yang berupa syair ataupun prosa. Sastra ataupun kesusastraan merupakan karya tulis yang memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan isi dan ungkapannya, jika dibandingkan dengan karya tulis lain (Suprapto,1993 : 77).

Sastra dalam arti yang lebih luas adalah seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra suatu komunikasi seni yang hidup bersama bahasa. tanpa bahasa, sastra tidak mungkin ada, melalui bahasa ia dapat mewujudkan dirinya berupa sastra lisan dan tertulis (Aftaruddin dalam Jamaluddin, 2003: 31).

Karya sastra itu dapat menimbulkan rasa keindahan baik bagi penulis dan pembaca, baik dari segi bahasa maupun isinya. Sedangkan sastra dalam bahasa

(2)

Arab di kenal dengan (

ﺏﺩﻷﺍ

) /al-adab/ menurut ahli sastra Arab Muhammad Abdul Fauzi Hasan.

Menurut Abdul Aziz dalam (Muzakki, 2006:32) sastra dalam bahasa Arab adalah

ﺏﺩﻵﺍ

ﻝﻛ

ﻭﺃﺭﻌﺷ

ﺭﺛﻧ

ﺭﺛﺅﻳ

ﻲﻓ

ﺱﻔﻧﻟﺍ

ﺏﺫﻬﻳﻭ

ﻕﻠﺧﻟﺍ

ﻭﻋﺩﻳﻭ

ﻰﻟﺍ

ﺔﻠﻳﺿﻔﻟﺍ

ﺩﻌﺑﻳﻭ

ﻥﻋ

ﺔﻠﻳﺫﺭﻟﺍ

ﺏﻭﻠﺳﺎﺑ

ﻝﻳﻣﺟ

/Al-adabu kullu syi’rin aw naśrin yua ‘śśiru fī al-nafsi wa yuhżżibu al -khuluqa wa yad’ū ilā al-fadīlati wa yub’idu ‘an al-rażīlati bi uslūbin jamīlīn/. ‘Sastra adalah setiap puisi atau prosa yang memberi pengaruh kepada kejiwaan, mendidik budi pekerti dan mengajak kepada akhlak yang mulia serta menjauhkan perbuatan yang tercela dengan menggunakan gaya bahasa yang indah’.

Menurut Al Hamid (1994: 15), memberikan makna sastra dalam bahasa Arab menjadi dua bagian, yaitu secara umum dan khusus:

ﺏﺩﻶﻟ

ﻥﺎﻳﻧﻌﻣ

:

ﻡﺎﻌﻟﺍ

ﻊﺗﻣﺗﻟﺍﻭﻫﻭ

ﻕﻼﺧﻷﺎﺑ

ﺔﻣﻳﺭﻛﻟﺍ

ﻕﺩﺻﻟﺎﻛ

ﺔﻧﺎﻣﻷﺍﻭ

.

ﻟﺍﻭ

ﺹﺎﺧ

ﻭﻫﻭ

ﻡﻼﻛﻟﺍ

ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ

ﻎﻳﻠﺑﻟﺍ

ﺭﺛﻭﻣﻟﺍ

ﻲﻓ

ﺱﻔﻧﻟﺍ

.

/Lil ādabi ma’nayāni: al-‘āmmu wa huwa al-tamattu ‘u bi akhlaqi al-karimati ka aş-şidqi wa al-amānati. Wa al-khāşşu wa huwa al-kalāmu al -jamilu al-balīgu al-mu’asiru fī al-nafsi/. ‘Makna sastra dalam bahasa Arab terbagi dua, yaitu: makna umum adalah menggambarkan akhlak yang baik seperti sifat jujur dan amanah. Makna khusus adalah perkataan yang indah yang memberi pengaruh pada jiwa manusia’.

Secara umum, mengklasifikasikan sastra dalam bahasa Arab Menurut Al-Hamid (1994: 16) menjadi dua bagian yaitu:

ﺏﺩﻷﺍ

ﻥﺎﻋﻭﻧ

) :

۱

(

ﻡﻼﻛﻟﺍﻭﻫﻭﺭﺛﻧ

ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ

ﻱﺫﻟﺍ

ﺱﻳﻟ

ﻪﻟ

ﻥﺯﻭ

ﺔﻳﻓﺎﻗﻻﻭ

)

۲

(

ﻡﻼﻛﻟﺍﻭﻫﻭﺭﻌﺷﻭ

ﻝﻳﻣﺟﻟﺍ

ﻱﺫﻟﺍ

ﻪﻟ

ﻥﺯﻭ

ﺔﻳﻓﺎﻗﻭ

.

(3)

/Al-ādabu nau’āni: (1) naśrun wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al-lażī laisa lahū waznun wa lā qāfiatun. (2) wa syi’ru wa huwa al-kalāmu al-jamīlu al-lazī lahū waznun wa qafiatun/. ‘Sastra dalam bahasa Arab terbagi menjadi dua bagian yaitu: (1) Prosa adalah kata-kata yang indah yang tidak terikat dengan wazan/pola irama maupun qafiyah/sajak. (2) Syair adalah kata-kata yang terikat pada wazan/pola irama maupun qafiyah/sajak’.

Di dalam karya sastra terdapat unsur-unsur pembangun yang membentuk sebuah totalitas karya sastra. Selain unsur bahasa, masih ada unsur-unsur pembagian karya sastra yang lain. Pembagian unsur karya sastra yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Unsur intrinsik

ﺔﻴﻠﺧﺍﻠﻟﺍﺮﺻ

ﻨﺎ

ﻌﻟﺍ

/al-‘anāşiru addākhiliyyatu/ adalah unsur-unsur yang membangun dan menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik merupakan yang secara langsung turut serta membangun

cerita, seperti: peristiwa

ﺔﺛﺩﺎﺤﻟﺍ

/al-hādisatu/, cerita

ﺔﻳﺎﻜﺤﻟﺍ

/al-hikāyatu/, plot

ﺔﻜﺒﺤﻟﺍ

/al-habkatu/, penokohan

ﺔﻴﺼﺨﺸﻟﺍ

/as-sakhsīyyatu/, tema

ﻉﻮﺿﻮﻤﻟﺍ

/al-maudū'u/, Latar

ﻥﺎﻣﺰﻟﺍ ﻭ ﻥﺎﻜﻤﻟﺍ

/al-makānu wa az-zamānu/, sudut pandang

ﺮﻈﻧ ﺔﻬﺟﻭ

/wijhatu nazrin/, bahasa atau gaya bahasa

ﺏﻮﻠﺳﻷﺍ

/

al-uslub/, dan pesan moral

ﺔﻧﺎﻣﺃ

/’amā’nah/.

Menurut Khalafullah (2002: 19) penggunaan metode pendekatan sastra dalam menafsirkan kisah-kisah Al-Qur’an masih tergolong baru. Melalui pendekatan metodologis semacam ini akan banyak terungkap dimensi seni dan sastra yang dimiliki Al-Qur’an sebagai salah satu bukti kemukjizatannya.

Dalam menyampaikan sebuah kisah, Al-Qur’an menggunakan metode gaya bahasa dan deskripsi tersendiri. Kejadian kisah dalam Al-Qur’an merupakan deskripsi sastra yang memiliki nuansa batin, dengan kesimpulan yang disusun atas dasar kekuatan perasaan yang mampu menggugah dan menarik perhatian,

(4)

sehingga kisah Al-Qur’an diharapkan dapat menggugah jiwa pembaca dan pendengarnya sehingga mau berfikir dan memahami kebesaran Allah SWT.

Menurut Hafist (1990: 13) kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim adalah peristiwa-peristiwa nyata yang diceritakan kembali untuk mengarahkan manusia mengambil pelajaran darinya sekaligus member perumpamaan bagi manusia serta menjelaskan perihal orang-orang sesat dan tempat yang akan mereka huni dan perihal orang-orang yang mendapat petunjuk serta ganjaran yang akan diterima, selain itu kisah dalam Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan perjuangan para nabi dan dilanjutkan oleh para da’i yang menyeru kepada jalan kebenaran.

Salah satu dari unsur terpenting dalam kisah adalah tokoh. Tokoh-tokoh yang dimaksudkan dalam kisah sastra bukanlah tokoh-tokoh yang berwujud manusia saja, akan tetapi lebih luas. Artinya setiap tokoh dalam kisah Al-Qur’an adalah peran utama kisah di mana semua pembicaraan, peristiwa, dan pemikiran hal-hal yang terjadi dalam kisah dan berputar pada dirinya. Bila demikian halnya, maka tokoh-tokoh kisah Al-Qur’an adalah para malaikat, jin, dan berbagai jenis hewan seperti burung dan hewan melata, baru tokoh manusia baik laki-laki maupun perempuan (Khalafullah, 2002:207). Dalam penelitian ini tokoh-tokoh yang dimaksud pada surah al-Khafi ayat 60-82 adalah Nabi Musa as, Khidir as, Yusa’ nun, ikan, masyarakat yang zalim (perompak laut), orang yang baik hidupnya (orang yang punya kapal), dan seorang ayah yang meninggalkan harta untuk kehidupan anaknya.

2.1 Pesan Moral

Pesan moral adalah bagian dari unsur intrinsik diantara unsur-unsur lainnya yang telak dikemukakan sebelumnya. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh tersebut pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan diamanatkan (Nurgiyantoro, 19555: 322).

Moral berasal dari Bahasa Latin yakni Mores. Mores berasal dari kata mos

yang berarti kesusilaan, tabiat atau kelakukan. Dengan demikian, moral juga dapat diartikan dengan kesusilaan memuat ajaran tentang baik-buruknya perbuatan. Jadi, karena perbuatan itu dinilai dua sisi sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Dan moral juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mencari keselarasan perbuatan-perbuatan manusia (tindakan insani) dengan dasar yang sedalam-dalamnya yang diperoleh dengan akal budi manusia. Perkataan susila atau kesusilaan dapat berarti adab atau kelakuan yang baik, harus sesuai dengan kaidah-kaidah, norma-norma atau peraturan kehidupan yang telah ada. Dalam

(5)

Agama Islam istilah etika merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas yaitu meliputi bidang akidah, ibadah dan syariah (farida Hanum, 2008: 7).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 654) moral adalah ajaran baik buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak, kewajiban dan sebagainya). Sesuai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengerjakan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk dalam hubungannya dengan Sang Pencipta, sesama manusia dan lingkungannya sesuai dengan nilai-nilai moral.

Menurut Khalafullah (2002: 93), Al-Qur’an memiliki metode tersendiri dalam menyampaikan pesan-pesan moral. Suatu saat Al-Qur’an dengan tegas melarang suatu perbuatan. Metode ini diterapkan pada kondisi tertentu, ketika hal-hal yang dilarang tersebut telah mengakar pada satu masyarakat dan menjadi kebiasaan yang susah dihilangkan, berkenaan dengan satu perbuatan yang berangkat dari hawa nafsu, ungkapan keheranan atau pertanyaan pengingkaran atas suatu perbuatan yang dilakukan suatu kaum, dan taraf kehidupan (ekonomi) juga berpengaruh dalam kontra perselisihan.

Adapun teori Burhan Nurgiyantoro tentang pesan moral sebagai berikut: 1. Pengertian dan Hakikat Pesan Moral

Pesan moral seperti halnya tema, dilihat dari segi dikhotomi bentuk isi karya sastra merupakan unsur isi, yang merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya sastra, makna yang disarankan lewat cerita. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 1995: 321-322).

Pesan moral atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak demikian.

Jenis dan wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan tergantung pada keyakinan, keinginan dan interes pengarang yang bersangkutan.

(6)

Jenis dan wujud pesan moral mencakup seluruh persoalan kehidupan, serta menyangkut harkat dan martabat manusia. Persoalan kehidupan manusia tersebut dapat dibedakan ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhannya.

Contoh pesan moral terdapat pada Surah al-Maa’idah ayat 13, yakni:



































































/fabimā naqdihimmīsāqahum la’annāhum waja’alnā qulūbahum qāsiyatan yuharrifūna al-kalima ‘ammawādi’ihi wanasū hażżan mimmā dzukkirūbihi walā tażālu taťťoli’u ‘alā khā’inatimminhum ‘illa qalīlān minhum fa’fu ‘anhum waşfah ‘innallaha yuhibbu al-muhsinīn/ ‘(tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik’.

(7)

Pesan moralnya adalah kita sebagai manusia tidak boleh melanggar janji. Karena Allah tidak suka dengan manusia yang bersikap tidak baik, padahal manusia tersebut sudah diperingatkan oleh Allah SWT. Maka berbuat baiklah karena Allah SWT menyukai tindakan yang baik.

2. Pesan Religius dan Kritik sosial

Pesan moral berwujud pesan moral religius, termasuk didalamnya yang bersifat keagamaan dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre sastra yang lain.

a. Pesan Religius dan Keagamaan

Kehadiran unsur religius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan, sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius. Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan, berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya menyarankan pada makna yang berbeda. Religius bersifat mengatasi lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. Sedangkan agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi.

Contoh pesan religius terdapat pada Surah al-A’raaf ayat 85, yakni:





















































(8)

























/Wa’ilā madyana ‘akhahum syu’aybān qalā yāqawmi’budū Allaha

mālakummīn ‘ilāhin gayruhu, qad jā’atkum bayyinahummīrrabbikum

fa’aw fū al-kayla walmīżāna walā tabkhasū annāsa ‘asyyā ‘ahum walā

tufsidū fī al-‘ardi ba’da ‘işlāhihā dzālikum khayrullakum

‘inkuntummu’minīn/‘dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan[552] saudara mereka, Syu'aib. ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".’

Pesan religiusnya adalah Nabi Syu’aib a.s menyuruh penduduk Madyan untuk menyembah hanya kepada Allah SWT. Dan jangan membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya.

b. Kritik Sosial

Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Banyak karya sastra yang bernilai tinggi yang didalamnya menampilkan kritik sosial. Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan dikarenakan kritik sosial, melainkan lebih ditentukan oleh koherensi semua unsur intrinsiknya.

Sastra yang mengandung kritik dapat disebut juga sebagai sastra kritik. Biasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat.

(9)









































Wa’iżi’tadzal tumūhum wamā ya’budūna ‘illāllaha fa’wu ‘ilalkahfi yansyur lakum rabbukummirrahmatihi, wayuhayyī’ lakummin ‘amrikummirfaqān/ ‘dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu’.

Kritik sosialnya adalah para pemuda Ashabul Kahfi menyepikan diri dari orang-orang yang kafir dan Raja yang hendak membunuh mereka. Hidup menyepi dalam arti bersembunyi dari kejahatan dan kebajikan yang tidak dapat diperbaiki adalah berbahaya, maka tindakan menyepi atau menghindar dibenarkan.

2.2Bentuk Penyampaian Pesan Moral

Terdapat dua bentuk penyampaian pesan moral menurut Burhan Nurgiyantoro adalah sebagai berikut:

1) Bentuk Penyampaian Langsung

Penyampaian moral secara langsung disebut komunikatif, artinya pembaca memang secara mudah dapat memahami apa yang dimaksudkan. Karena pengarang dalam hal ini, tampak bersifat menggurui pembaca secara langsung memberikan nasihat dan petuahnya. Hubungan komunikasi yang terjadi antara pengarang (addresser) dengan pembaca (addresse) pada penyampaian moral dengan cara ini adalah hubungan langsung.

(10)

Gambar di atas mengandaikan pesan yang ingin disampaikan kurang adanya hubungan cerita, jadi ia lebih merupakan sesuatu yang sebenarnya berada di luar unsur cerita itu sendiri.

Pesan langsung dapat juga terlibat atau dilibatkan dengan cerita, tokoh-tokoh cerita, dan pengaluran cerita. Artinya kita hadapi memang cerita, namun isi ceritanya sendiri sngat terasa tendesius dan pembaca dengan mudah dapat memahami pesan tersebut.

Hubungan langsung tersebut dapat kita lihat dari gambar dibawah ini:

Contoh bentuk penyampaian pesan moral langsung terdapat pada Surah An- Naml ayat 17 sebagai berikut:

Pengarang (Addresser) Amanat (Message) Pembaca (Addresse)

Pengarang Amanat Pembaca

Amanat TEKS Amanat dituangkan ke dalam ditafsirkan oleh

(11)





















/wahusyira lisulaymāna junūduhu, minaljinni wal’insi wattayri fahum yūża ‘ūna/ ‘dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan)’.

Ayat ini menjelaskan bahwa, Allah SWT telah menghimpunkan untuk Nabi Sulaiman a.s rakyat yang terdiri dari manusia, jin dan burung. Serta dapat mengetahui dan menggabungkan rakyatnya dalam satu kesatuan seperti dalam barisan. Dari makna diatas termasuk dalam klasifikasi penyampaian pesan moral secara langsung.

2) Bentuk Penyampaian Tidak Langsung

Penyampaian pesan moral tak langsung, hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain. Dilihat dari pembaca, jika ingin memahami dan menafsirkan pesan itu haruslah melakukannya berdasarkan cerita, sikap, dan tingkah laku para tokoh tersebut. Dilihat dari pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan pandangannya, cara ini kurang komunikatif. Artinya pembaca belum tentu dapat menangkap apa sesungguhnya maksud pengarang. Hubungan yang terjadi antara pengarang dan pembaca adalah hubungan tak langsung dan tersirat.

Keadaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengarang Pembaca

Amanat

ditafsirkan

(12)

Contoh bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung terdapat pada Surah al-Anbiya’ ayat 79 yakni:































/Fafahhamnāhā sulaymāna wakullān ‘ātaynā hukmān wa’ilmān wasahkharnā ma’adāwu, daljibāla yusabbihna waťťayra wakunnā fā’ilīn/

‘Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan Hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. dan kamilah yang melakukannya’.

Ayat ini menjelaskan bahwa, Allah SWT telah memberi kelebihan kepada Nabi Daud a.s dan anaknya Nabi Sulaiman a.s. dengan kelebihan tersebut, bumi beserta isinya tunduk dan patuh kepada mereka. Ditinjau dari makna di atas, merupakan bentuk penyampaian pesan moral secara tidak langsung.

Sedangkan unsur ekstrinsik

ﺔﻴﺟﺭﺎﺨﻟﺍ

ﺮﺻﺎﻨﻌﻟﺍ

/ al-‘anāşiru al -khārijiyyatu/ menurut Nurgiyantoro (1995 : 23) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau

TEKS

Amanat dituangkan

(13)

sistem organisme karya sastra, missalnya sosiologi sastra, psikologi sastra, antropologi sastra dan lain-lain.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa salah satu pendekatan dalam telaah unsur ekstrinsik adalah pendekatan sosiologi sastra. Menurut Wellek dan Warren (1995: 111-112) ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan sosiologi dengan sastra antara lain:

1. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan pengarang sebagai penulis

2. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan dalam karya sastra itu sendiri dan berkaitan dengan masalah sosial

3. Memahami unsur-unsur kemasyarakatan pembaca dan dampak sosial karya sastra.

Pada dasarnya sosiologi sastra memberi perhatian pada masalah yang kedua, yaitu dalam memahami unsur-unsur kemasyarakatan yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri.

Teori-teori sosiologi yang dapat menopang analisis sosiologi sastra adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai system komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti konflik (Ratna: 2003: 8).

a. Konflik

Konflik (conflict), yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting (jadi, ia akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau kernel). Kemampuan pengarang untuk memilih dan membangun konflik melalui berbagai peristiwa (baik aksi maupun kejadian) akan sangat menentukan kadar kemenarikan, kadar

suspense, cerita yang dihasilkan. Misalnya peristiwa-peristiwa manusiawi yang seru, yang sensasional, yang saling berkaitan satu dengan yang laindan menyebabkan munculnya konflik-konflik yang kompleks, terutama peristiwa-peristiwa konflik, konflik yang semakin memuncak, klimaks, dan kemudian penyelesaian (Nurgiantoro 1995 : 122).

Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan terjadi dan atau dialami oleh tokoh cerita, yang jika

(14)

tokoh-tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memilih peristiwa itu menimpah dirinya (Meredith & Fitzgerald 1072 : 27 dalam Nurgiantoro 1995: 122).

Menurut Wellek & Warren (dalam Nurgiantoro 1995: 122) konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan reaksi.

Menurut Nurgiyantoro (1995: 124) konflik adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan antar manusia, seperti: masalah perburuhan, penindasan, percecokan, peperangan, atau kasus-kasus hubungan sosial lainnya.

Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yakni konflik internal dan eksternal. Konflik internal (batin) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Jadi merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri. Sedangkan eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam ataupun dengan lingkungan manusia. Dengan demikian konflik eksternal dapat dibedakan ke dalam dua kategori yaitu konflik fisik

(physical conflict) dan konflik social (social conflict) (Nurgiyantoro 1995:124). Contoh bentuk konflik terdapat pada Surah al_Kahfi ayat 60:





























/waidz qola mūsā lifatāhu lā ‘abrohu hattā ‘ablugha majma’al bahroyni ‘aw ‘amdiyahukuban/ ‘Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".’

Bentuk konflik yang terdapat dalam ayat ini adalah konflik internal, hal ini dikarenakan adanya pergejolakan dalam diri Nabi Musa as, bahwa tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun, untuk bertemu dengan Khidir as.

Gambar

Gambar di atas mengandaikan pesan yang ingin disampaikan kurang  adanya hubungan cerita, jadi ia lebih merupakan sesuatu yang sebenarnya berada  di luar unsur cerita itu sendiri

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat kita ketahui bahwa ada kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar testosteron maka risiko kejadian AV derajat berat akan

Pola motif awal pada birama 24-26 adalah melodi unison yang dimainkan oleh vibraphone dan kolintang sopran, sedangkan gitar bas memainkan harmoni dengan progresi

a) Sosialisasi tentang pentingnya terumbu karang dan beberapa alat tangkap yang dapat merusak sumber daya laut dan terumbu karang perlu lebih digalakkan. Sosialisasi ini

Dimensi sumberdaya KPID Sulawesi Tengah dalam implementasi kebijakan, dapat dilihat dari sumberdaya manusia yakni penguasaan literasi media oleh anggota komisioner

PENGARUH PEMBERIAN Nigella sativa TERHADAP KADAR IGE, IL-6 PLASMA SERTA SKOR ASTHMA CONTROL TEST PADA ANAK ASMA RINGAN DAN SEDANG.. Fadilah Mutaqin*  , Wisnu Barlianto**,

satu jenis rematik) menjadi tanda sudah ada perubahan sendi tulang-tulang kaki. Jika clavus terjadi pada orang diabetes yang sudah mengalami gangguan saraf tepi Jika clavus terjadi

Untuk menentukan jenis peptida yang terbentuk pada selada, dilakukan dengan menghitung perbandingan komposisi asam amino.. Hasil perhitungan perbandingan asam amino

6 Dari teori ini, peneliti kemudian mencoba mendeskripsikan akulturasi budaya Islam dengan lokal yang ada pada pelaksanaan tradisi Menepas di dalam perkawinan