Safira Ramadita Nugroho Yuda Putri
Bahasa Indonesia 26 November 2010
Statement of Intent
Andrea Hirata, seorang penulis asal Belitong, telah menyelesaikan jenjang pendidikan hingga S2: bermula dari Universitas Indonesia, Universete de Paris, dan dilanjutkan di Sheffield Hallam University serta lulus dengan predikat cum laude. Akademisi sekaligus backpacker ini mulai dikenal publik ketika tetralogi novel Laskar Pelangi dirilis dan menjadi national best seller.
Adapun tetralogi tersebut terdiri dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Dalam novel kedua, Sang Pemimpi, diceritakan perjalanan seorang pemuda dari Belitong, Ikal, dan saudara sepupunya, Arai, dalam meraih impian untuk bersekolah di Perancis. Ikal digambarkan sebagai anak dari salah seorang buruh PN Timah di Belitong yang bersekolah di SMA Negeri Bukan Main. Sementara itu, Arai diceritakan sebagai simpai keramat, orang terakhir yang tersisa dari suatu klan, yang kemudian diangkat menjadi anak oleh keluarga Ikal. Mereka merupakan dua insan yang berbeda, namun mereka hidup dalam tujuan yang sama, yaitu untuk menjunjung pendidikan yang lebih tinggi di Sorbonne, Perancis, meraih cita-cita, dan kembali ke Belitong setelah meraih gelar sarjana.
Perjalanan Ikal dan Arai akan dibahas lebih lanjut dalam format sebuah artikel koran.
Pemilihan format artikel ini dikarenakan oleh niat untuk memberi motivasi lebih pada para pemuda di Indonesia, khususnya di Belitong, berdasarkan pengalaman Ikal dan Arai dalam meraih impian ke Paris.
Pembahasan berikut ini akan ditulis dengan menggunakan bahasa formal dari sudut pandang seorang wartawan; dimulai dari latar belakang Ikal dan Arai secara umum, perjalanan hidup Ikal,
serta Arai. Artikel inipun akan diawali dengan judul, tanggal penerbitan, dan nama wartawan;
kemudian ditutup dengan pesan moral dari pembahasan sebelumnya.
Kisah Hidup Sang Pemimpi Dari Belitong
15 November 2010 Safira Ramadita Nugroho
Dua pemuda asal Belitong, dikenal sebagai Ikal dan Arai, telah sukses merantau ke kota Metropolitan untuk memenuhi tantangan Ibu Muslimah, guru SD mereka, untuk tidak kembali sebelum meraih gelar sarjana. Dikabarkan bahwa kedua pemuda ini sampai di Jakarta setelah menumpangi kapal lima hari lamanya. Perjalanan mereka ke ibukota disertai dengan impian untuk menjunjung pendidikan lebih tinggi di Sorbonne, Perancis. Impian-impian tersebut terinspirasi dari perkataan salah seorang pendidik mereka, Drs. Julian Ichsan Balia, bahwa hidup adalah sebuah mozaik, dan gunakan setiap kesempatan untuk menjelajahi dunia untuk menemukan potongan- potongannya. Pria yang akrab dipanggil Pak Balia tersebut menunjukkan pula gambar seorang pelukis dengan kanvasnya membelakangi Sungai Seine yang berada di kaki menara Eiffel. Sejak saat itu, Ikal dan Arai hidup dalam tujuan yang sama, untuk bersekolah di Perancis dan melangkahkan kaki di altar suci almamater Sorbonne.
Jenjang pendidikan Ikal dimulai dari Sekolah Dasar Muhammadiyah, hingga Sekolah Menengah Atas Bukan Main. Ayahnya bekerja sebagai buruh PN Timah, bangun pagi setiap hari dengan harapan agar nasib anaknya beribu kali lebih baik daripada dirinya. Beliau menjunjung tinggi pendidikan anaknya, karena itu, beliau biasa melakukan persiapan untuk hari pengambilan rapor mulai dari dua hari sebelumnya. Perjalanan ke sekolahpun memakan waktu yang cukup lama, namun seluruh keringat untuk persiapan tersebut terbayar dengan setimpal, karena Ikal hampir selalu memperoleh peringkat 10 besar.
Setelah lulus dari SMA Bukan Main, Ikal serta saudara sepupunya, Arai, merantau ke ibukota sambil menggenggam harapan warga Belitong untuk membawa pulang masa depan yang lebih cerah. Kegiatan Ikal di Jakarta sangatlah mandiri, salah satunya adalah kuliah tanpa kiriman wessel sepeserpun. Ia membiayai kehidupannya dengan mencari penghasilan sendiri, dimulai dari bekerja sebagai salesman, kemudian beralih ke pabrik tali, lalu tukang fotokopi. Jenjang karirnya
pun berlanjut seiring beralihnya Ikal dari tukang fotokopi ke juru sortir. Mulai dari situlah Ikal mempunyai pekerjaan tetap dan mampu untuk membiayai kuliahnya di Universitas Indonesia.
Setelah berhasil meraih gelar sarjana di Universitas Indonesia, jenjang pendidikan Ikal tidak berhenti sampai disitu. Teori short term equilibrium dalam proposal penelitian yang Ikal ajukan pada program beasiswa Uni Eropa diterima dan Ikal diberi kesempatan untuk melanjutkan sekolah di Universete de Paris, Perancis. Setelah ditelaah, ternyata teori dalam ilmu ekonomi mikro tersebut belum pernah dikembangkan untuk lebih dari 200 tahun.
Perjalanan meraih impian tersebut tidak Ikal lakukan sendirian, melainkan bersama dengan saudaranya, Arai. Simpai keramat ini bersekolah di SMA yang sama dengan Ikal, serta merupakan anak angkat dari keluarga Ikal. Meskipun telah kehilangan orangtua dan keluarga dekat serta menjadi seorang simpai keramat, Arai memiliki prestasi tinggi di sekolah. Ia tidak pernah berada dibawah peringkat 10, bahkan 5. Walau bukan anak kandung, Arai diperlakukan seperti anak sendiri oleh ayah dan ibu Ikal.
Kehidupan Arai setelah lulus dari SMA Bukan Main tidak jauh berbeda dengan Ikal. Ia kemudian merantau ke Jakarta untuk meraih masa depan yang lebih cerah. Seperti yang dituliskan sebelumnya, Araipun hidup sangat mandiri di Jakarta, karena situasi ekonomi keluarga di kampung halaman tidak lebih baik daripada mereka yang di Jakarta. Jenjang karir Araipun serupa dengan Ikal, hingga akhirnya ketika Ikal ditawarkan sebuah pekerjaan sebagai juru sortir, iapun pergi bekerja di Kalimantan sebagai tukang gosok batu akik. Sebab itu, Arai memperoleh gelar sarjananya dari universitas yang berbeda dari Ikal, yaitu Universitas Mulawarman, juga dengan predikat cum laude.
Ikal dan Arai sudah menjalani hidup bersama sejak pertama kali mereka menginjakkan kaki di Jakarta, hingga akhirnya Ikal harus mengikuti pelatihan militer untuk melamar kerja di sebuah kantor pos. Sebulan penuh lamanya Ikal dikarantina, dan Arai pun memutuskan untuk kembali mengadu nasib di Kalimantan. Ikal dan Arai menyelesaikan kuliahnya masing-masing di tempat yang berbeda, namun tanpa disangka, mereka kembali bertemu di kantor wawancara beasiswa Uni
Eropa. Rupanya ia mengajukan proposal penelitian biologi dengan perspektif religi. Proposal tersebutpun diterima dan Arai diberikan kesempatan untuk berkuliah di perguruan tinggi yang sama dengan Ikal, Universite de Paris, Perancis.
Perjalanan Ikal dan Arai mengadu nasib tidaklah sia-sia. Mereka telah berhasil memenuhi tantangan Ibu Muslimah sebelumnya, yaitu membawa pulang gelar sarjana ke Belitong. Anak dari seorang buruh dan seorang simpai keramat telah berhasil meraih mimpi untuk bersekolah di Perancis. Kisah hidup meraih mimpi tersebut membuktikan bahwa dengan niat dan motivasi yang kuat, mimpi apapun dapat diraih. Dalam perjalanan, Ikal dan Arai terpacu kepada satu hal, yaitu untuk membawa pulang gelar sarjana dan masa depan yang lebih cerah ke Belitong. Karena itu, temukan inspirasi dan mulailah perjalananmu dalam meraih mimpi!