• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Frozen shoulder. a. Definisi. Frozen shouolder adalah gangguan umum dalam kasus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. A. Kajian Teori. 1. Frozen shoulder. a. Definisi. Frozen shouolder adalah gangguan umum dalam kasus"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI A. Kajian Teori

1. Frozen shoulder a. Definisi

Frozen shouolder adalah gangguan umum dalam kasus ortopedi yang ditandai dengan rasa sakit di bahu dan keterbatasan gerak sendi Glenohumeral (Tamai, 2013). Frozen shoulder atau disebut juga capsulitis adhesive merupakan manifestasi musculoskeletal yang mengacu pada kekakuan sendi glenohumeral akibat penebalan dan kontraksi kapsul sendi yang menyebabkan penurunan cukup besar pada kapasitas volume kapsul (Sibarani, 2015).

Pada kasus frozen shoulder terjadinya peradangan, nyeri, perlengketan, atropi dan pemendekan kapsul sendi sehingga terjadi keterbatasan sendi bahu. Serangan umumnya bersifat unilateral, lebih banyak pada wanita dibandingkan laki–laki dan lebih sering terjadi pada usia 45–60 tahun (Siegel, 2015). Penyebabnya penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap rusaknya jaringan lokal (Appley, 2012). Hal yang mendasari terjadinya frozen shoulder adalah immobilisasi yang lama pada daerah bahu, adanya fraktur pada bagian bahu. Biasanya keluhan penderita frozen shoulder pada dasarnya adalah kesulitan dalam membentuk

(2)

gerakan fleksi, abduksi, adduksi, eksternal rotasi dan internal rotasi (Chou, 2009).

Frozen shoulder memiliki tingkatan keparahan yang bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai berat dan tingkatan keterbatasan seberapa besar terhadap gerakan sendi glenohumeral.

(Mound, 2012).

Menurut Sunoko R (2008) Nyeri yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico thoracal akibat frozen shoulder dapat menyebabkan terbentuknya “vicious circle of reflexes” yang mengakibatkan medula spinalis membangkitkan aktivitas efferent sistem simpatis, sehingga dapat menyebabkan spasme pada pembuluh darah kapiler sehingga akan kekurangan cairan dan jaringan otot dan kulit menjadi kurang nutrisi.

b. Prevalensi

Kasus frozen shoulder terjadi 2–3% dari populasi umum dan sering terjadi pada yang berusia lebih dari 40 tahun. Pada wanita berusia 50 tahun didapatkan sebanyak 15% mengalami frozen shoulder bilateral (Siegel, 2015). Di Indonesia Prevalensi dari frozen shoulder pada populasi umum dilaporkan sekitar 2%, dengan prevalensi 11% pada penderita diabetes (Sylvia, 2012).

Hasil penelitian RSUP dr. Kariadi Semarang di dapatkan hasil bahwa frozen shoulder berdasarkan usia dapat diketahui bahwa responden sebagian besar adalah lansia akhir berjumlah 13 orang (52%), perempuan berjumlah 17 orang (68%), anak SMA

(3)

berjumlah 11 orang (44%), serta menderita frozen sholder < 6 bulan berjumlah 24 orang (96%) (Mutaqin, 2016).

Frozen shoulder dapat mengenai pada kedua bahu, baik secara bersamaan atau berurutan, pada sebanyak 16% pasien.

Jumlah pasien frozen shoulder bilateral lebih banyak terjadi pada pasien dengan diabetes dari pada yang tidak. Pada 14% pasien yang mengalami frozen shoulder pada suatu bahu, maka bahu kontralateral/ bahu lainnya juga terpengaruh. Frozen shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun onset penyakit (Sylvia, 2012).

Secara epidemiologi frozen shoulder terjadi sekitar usia 40- 65 tahun. Dari 2-5 % populasi sekitar 60 % dari kasus frozen shoulder lebih banyak mengenai perempuan dibanding laki-laki.

Frozen shoulder juga terjadi pada 10-20 % dari penderita diabetus mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko frozen shoulder (Sylvia, 2012).

Frozen shoulder jarang terlihat pada pasien di bawah usia 40 tahun. Wanita lebih terpengaruh daripada pria. Mereka yang terelahir kembar memiliki risiko 2-3 kali lipat lebih tinggi begitu salah satu dari mereka mengalami frozen shoulder. Tidak ada kecenderungan genetik yang diketahui. Lengan non-dominan sedikit lebih terpengaruh daripada lengan dominan. (Margaretha, 2014)

(4)

Setelah pasien mengalami episode frozen shoulder, risiko kekambuhan pada sisi kontralateral adalah 6% - 17% dalam 5 tahun. Kekambuhan pada bahu yang sama jarang terjadi. Tidak ada bukti dalam literatur bahwa subkelompok spesifik dalam populasi akan memiliki peningkatan risiko mengembangkan frozen shoulder dibandingkan dengan yang lain. (Margaretha, 2014)

c. Etiologi

Penyebab dari frozen shoulder belum diketahui pasti.

Adapun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit frozen shoulder yaitu immobilisasi yang lama, dampak trauma, over use (digunakan berlebihan), cidera atau operasi pada sendi. Walaupun banyak peneliti sependapat bahwa immobilisasi merupakan faktor penting dari penyebab frozen shoulder sendi glenohumeral (Miharjanto, 2010). Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang membungkus sendi bahu menjadi memendek dan mengerut dan terbentuk jaringan parut. Kondisi ini dikenal sebagai adhesive capsulitis yang menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi bahu sehingga lama-kelamaan bahu menjadi sulit untuk digerakkan (Hand, 2008)

American Shoulder dan Elbow Surgeons mendefinisikan frozen shoulder sebagai kondisi etiologi yang ditandai dengan keterbatasan yang signifikan dari gerak aktif dan pasif bahu yang terjadi karena kerusakan jaringan dalam (Varcin, 2013).

(5)

Tabel 2.1. Faktor penyebab frozen shoulder

No. Faktor Penyebab Keterangan

1. Usia Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang yang berusia antara 40–60 tahun

2. Jenis kelamin biasanya wanita lebih banyak daripada pria.

3. Gangguan endokrin

Penderita diabetes militus berisiko tinggi mengalami frozen shoulder.

Gangguan endokrin yang lain misalnya masalah thyroid dapat juga mencetuskan kondisi ini.

4. Trauma sendi bahu Pasien yang mengalami cedera atau menjalani operasi pada bahu dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu lama akan berisiko tinggi mengalami frozen shoulder.

5. Diabetes melitus Pasien denga riwayat diabetes melitus memiliki risiko lebih besar mengalami keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada sendi lainnya.

Penggunaan insulin juga memperbesar risiko kekakuan sendi. (Viale, 2014)

(6)

6. Operasi Kekakuan juga dapat terjadi pasca operasi yang dapat menjadikan terjadinya frozen shoulder.

7. Immobilisasi Sejumlah besar rujukan untuk kekakuan bahu setelah masa istirahat yang sering direkomendasikan oleh dokter.

8. Penyakit Diskus Cervical

Degeneratif pada C5-C6 dan C6-C7 menjadi faktor umum kekakuan bahu.

Pasien dengan radikulopati cervical dan sakit bahu mengalami kecenderungan kekakuan bahu.

9. Gangguan Tyroid Kondisi hipertiroid atau hipotiroid sering menyebabkan kondisi frozen shoulder bilateral.

10. Gangguan Paru Frozen shoulder juga sering terjadi pada pasien emfisema dan bronkitis kronis, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi dengan keparahan atau durasi penyakit.

11. Gangguan Neoplastik

Karsinoma bronkogenik dan tumor pada paru-paru dapat menyebabkan

(7)

frozen shoulder.

12. Kondisi Neurologis

Insiden frozen shoulder pada pasien parkinson secara signifikan lebih tinggi. Pasien dengan hemiplegi mengeluhkan nyeri bahu dan rentan mengalami kekakuan sendi bahu.

Sindrom tangan dan bahu banyak terjadi pada pasien stoke.

13. Genetika Keturunan berpengaruh lebih dari 40%

pada kasus frozen shoulder, namun tidak ditemukan gen tertentu yang telah diidentifikasikan

Sumber: National institiut (2000)

d. Patofisiologi

Frozen Shoulder dapat terjadi karena penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon dan biasanya menyebar menuju ruang bawah bursa sub deltoideus sehingga terjadi radang bursa. Radang bursa terjadi berulang-ulang karena adanya penekanan yang terus menerus

(8)

dapat menyebabkan penebalan dinding dasar dengan bursa akhirnya terjadi perikapsulitis adhesiva (Kuntono, 2004).

Menurut Suharti (2018), terdapat beberapa tanda-tanda klinik yang terjadi pada kasus frozen shoulder diantaranya:

Tabel 2.2. Tanda klinik frozen shoulder

No. Tanda-tanda

1. Pasien berumur 40-60 tahun

2. Memiliki riwayat trauma, sering kali ringan,diikuti sakit pada bahu dan lengan.

3. Nyeri berangsur-angsur bertambah berat

4. Pasien sering tak dapat tidur pada sisi yang terkena

5. Setelah beberapa bulan nyeri mulai berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin menjadi, berlanjut hingga 6-12 bulan setelah nyeri menghilang

6. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal

Sumber: Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder (2018) Pada frozen shoulder terdapat beberapa fase antara lain: (1) fase nyeri (painful), (2) fase kaku (freezing), (3) fase kaku (frozen), (4) fase mencair (thawing) yaitu:

Fase Freezing

Terjadi selama 2-9 bulan yaitu rasa nyeri pada bahu yang memburuk pada malam hari dan semakin bertambahnya kekakuan otot sehingga menyebabkan kehilangan fungsi gerak bahu.

(9)

Fase Frozen

Selama 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan dalam beraktifitas namun sakit mulai menurun walaupun masih terdapat kekakuan otot.

Fase Thawing

Merupakan masa pemulihan pada 2-24 bulan fungsi bahu kembali atau mendekati normal.

Menurut Charles (2009) Pada frozen shoulder patofisiologinya terjadi kekakuan pada capsul sendinya. Dimana bila terjadi gangguan pada kapsul sendinya maka keterbatasan gerak yang terjadi adalah pola kapsuler. Pola kapsuler pada bahu adalah external rotasi lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi.

Pada kasus frozen shoulder kapsul Artikularis glenohumeral mengalami perubahan : mengalami synovitis atau peradangan maupun degenerasi pada cairan synovium pada sekitar kapsul sendi dan mengakibatkan reaksi fibrosus, kontraktur ligamen coracohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen inferior glenohumeral, peningkatan pada ressesus axilaris, dan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur sehingga yang khas pada kasus frozen shoulder adalah pola kapsuler.

Perubahan patologi tersebut dikarenakan rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi

(10)

glenohumeral yang membuat formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi glenohumeral.

Gambar 3. Patologi dan patogenesis primer FS. (sumber:

https://www.semanticscholar.org/paper/Primary-frozen-shoulder)

e. Tanda gejala

Ciri khas dari frozen shoulder adalah berkembang secara lambat dan terdiri atas 3 fase, masing-masing fase dapat berlangsung berbulan- bulan yaitu:

Fase yang pertama adalah fase nyeri, nyeri terjadi pada semua gerakan bahu dan gerakan bahu mulai terbatas.

Fase kedua adalah fase kekakuan dengan tanda-tanda nyeri mulai berkurang, tetapi bahu menjadi kaku dan pergerakan berkurang. Gerakan berlebihan harus dihindari karena menyebabkan nyeri, tetapi bahu masih dapat digunakan dengan normal.

Fase ketiga adalah fase penyembuhan yaitu saat pergerakan bahu mulai membaik.

(11)

2. Nyeri a. Definisi

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan.

b. Klasifikasi Nyeri Akut

Nyeri akut biasanya mulainya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.

Nyeri kronik

Adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri akut dapat menjadi

(12)

signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.

3. Disabilitas a. Definisi

Ragam dari penyandang disabilitas diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, yaitu: Penyandang disabilitas fisik, adalah adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke, akibat kusta, dan orang kecil.

Kecacatan adalah kehilangan atau keterbatasan kesempatan untuk mengambil bagian dalam kehidupan normal masyarakat pada tingkat yang sama dengan yang lain karena hambatan fisik dan sosial. Kecacatan mencontohkan hubungan yang berkelanjutan antara individu yang mengalami gangguan fisik dan lingkungan sosial mereka, sehingga mereka cacat di beberapa waktu dan di bawah kondisi, tetapi dapat berfungsi sebagai warga negara biasa di waktu lain dan kondisi lainnya ( Smith, 2009).

Disabilitas bukan merupakan kecacatan semata namun merupakan hasil interaksi dari keterbatasan yang dialami seseorang dengan lingkungannya, bukan hanya fisik atau jiwa, namun merupakan fenomena multi dimensi yang terdiri dari fungsi tubuh, keterbatasan aktivitas, hambatan partisipasi dan faktor lingkungan (kumar, 2016).

(13)

Disabilitas mencakup kondisi yang luas dan kompleks sehingga tidak mudah untuk menentukan jumlah atau prevalensinya. Pendekatan dalam menghitung jumlah atau prevalensi penyandang disabilitas antara lain dipengaruhi oleh tujuan/pemanfaatan datanya, konsep dan definisi disabilitas yang digunakan, aspek disabilitas yang dinilai (keterbatasan aktifitas, keterbatasan partisipasi, kondisi kesehatan yang terkait, faktor lingkungan) dan sumber datanya (kumar, 2016).

Berdasarkan WHO (2007) terdapat dalam Klasifikasi Internasional tentang Fungsi, Disabilitas, dan Kesehatan.

Disabilitas dianggap sebagai istilah umum untuk pelemahan, pembatasan aktivitas, atau pembatasan partisipasi.

b. Prevalensi

Susenas (2012) mendapatkan penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45%. Peningkatan dan penurunan persentase penyandang disabilitas yang terlihat pada gambar di bawah ini, dipengaruhi adanya perubahan konsep dan definisi pada Susenas 2003 dan 2009 yang masih menggunakan konsep kecacatan, sedangkan Susenas 2006 dan 2012 telah memasukkan konsep disabilitas. Walaupun demikian, jika kita bandingkan antara Susenas 2003 dengan 2009 dan Susenas 2006 dengan 2012 terjadi peningkatan prevalensi.

(14)

Berdasarkan data Susenas (2012) penyandang disabilitas terbanyak adalah penyandang yang mengalami lebih dari satu jenis keterbatasan, yaitu sebesar 39,97%, diikuti keterbatasan melihat, dan berjalan atau naik tangga seperti pada gambar di bawah ini.

c. Patofisiologi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecacatan, terlepas dari definisi WHO, pendefinisian kompleks kecacatan • Batasan- batasan setiap individu dapat dipengaruhi oleh tingkat yang berbeda dengan hal-hal berikut: - Sikap masyarakat yang positif atau negatif tentang dan perlakuan terhadap para penyandang cacat - Ada atau tidak adanya hambatan lingkungan - Luasnya layanan pendukung –Faktor ekonomi positif atau negatif –Luasnya peluang kerja– Ada atau tidak adanya perlindungan hukum

B. Penelitian yang Relevan

Ditemukan penelitian tentang tingkat nyeri yang dialami pasien frozen shoulder menggunakan instrumen pemeriksaan SPADI, menurut penelitian Graaf (2017) menunjukkan bahwa instrumen SPADI bersifat responsif untuk menilai kecacatan fungsional dalam suatu studi longitudinal. Namun pengukuran harus dipertimbangkan ketika membuat keputusan pada masing-masing pasien.

Menurut penelitian dari Kelley (2013), ditemukan bahwa pemeriksaan menggunakan SPADI pada pasien frozen shoulder mengalami perubahan setelah mendapat perlakuan berupa peningkatan LGS dalam waktu 6 minggu.

(15)

C. Kerangka Teori

D. Kerangka Berpikir

Frozen shoulder

Mengalami gangguan LGS

Mengalami rasa nyeri Mengalami

gangguan fungsional/

disabilitas

Terjadi perubahan fisiologis pada capsul sendi

Menginterpretasikan tingkat nyeri dan disabilitas

Pasien dengan kondisi frozen shoulder

Nyeri dan disabilitas pasien frozen shoulder

Pemeriksaan tingkat nyeri dan disabilitas menggunakan instrumen Shoulder pain and

disability index (SPADI)

(16)

E. Hipotesis penelitian -

1. Gambaran tingkat nyeri dan disabilitas pasien frozen shoulder menggunakan instrumen SPADI

2. Gambaran tingkat nyeri dan disabilitas berdasarkan usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan

Gambar

Gambar 3. Patologi dan patogenesis primer FS. (sumber:

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Perilaku Konsumen dalam Proses Keputusan Pembelian (Studi Kasus: Dapur Geulis). Dibimbing oleh MA’MUN SARMA. Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayahNya sehingga penulis memperoleh kekuatan, semangat dan

Tujuh nilai ciri morfologi yang digunakan adalah area, diameter, perimeter, smooth factor , form factor , rasio perimeter dan diameter, serta rasio panjang dan lebar

Di gambar 2.2 menjelaskan proses prediksi banjir menggunakan metode RBF, tahap yang dilakukan adalah pencarian dan pengumpulan data sensor water level, debit aliran sungai

Akhir kata, peneliti berharap agar hasil dari analisis pada penelitian tugas akhir ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi peneliti khususnya, namun gelanggang olahraga

Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari metabolik pada lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan

2. Kerjasama adalah kesepakatan antara perguruan tinggi dengan perguruan tinggi atau lembaga lain dalam bentuk kesepakatan bersama dan / atau perjanjian kerjasama. MoU