4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Analisa Profil Responden
Profil responden dalam penelitian ini disusun berdasarkan kategori jenis kelamin, usia, pekerjaan responden, rata-rata pendapatan, dan respon dari responden saat mengetahui ada makanan yang baru muncul di Surabaya. Hasil data profil responden yang disebarkan peneliti diolah peneliti dan akan dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Profil Responden
Kategori Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
Pria 107 56%
Wanita 83 44%
Usia
< 17 Tahun 0 0%
17-20 Tahun 36 19%
21-30 Tahun 108 57%
31-40 Tahun 37 19%
41-50 Tahun 8 4,5%
> 50 Tahun 1 0.5%
Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa 75 39%
Karyawan Swasta 48 25,5%
Wiraswasta/wirausaha 18 9%
Pegawai Negeri 15 8%
Profesional 12 6%
Pensiunan 1 0.5%
Ibu Rumah Tangga 11 6%
Lain-lain 10 6%
Pendapatan per Bulan
< Rp. 3.000.000 52 27%
Rp 3.000.00-Rp 4.999.999 58 31%
Rp 5.000.000-Rp 9.999.999 55 29%
Rp 10.000.000-Rp 14.999.999 19 10%
> Rp 15.000.000 6 3%
Respon saat mendengar ada makanan baru
Menjadi yang pertama 16 8%
Membeli setelah sedikit orang 81 43%
Membeli setelah banyak orang 87 46%
Tidak akan pernah 6 3%
Berdasarkan dengan data tabel diatas dari 190 responden mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pria (56%), mayoritas usia responden adalah 21 – 30 tahun (57%) dimana mayoritas responden merupakan
pelajar/mahasiswa (39%), mayoritas pendapat responden dalam penelitian ini adalah bekisar Rp. 3.000.000 – Rp. 4.999.999 (31%), dari 190 responden terdapat 97 responden Innovator (51%) dan 93 responden Non-Innovator (49%).
4.2. Analisa Statistik Deskriptif
Untuk menemukan perbedaan sikap antara konsumen Innovator dan Non-Innovator terhadap makanan di Surabaya dari responden berdasarkan profil responden, yang meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, rata-rata pendapatan, dan respon responden saat mengetahui ada makanan baru di Surabaya dan berdasar beberapa faktor yang ada, yaitu Opinion Leadership, Advertising Influence, Health Concerns, Price Influence, Product Loyalty, Promotional Impact, Taste Concerns, Shopping Convenience, Shopping Preference, Food Seeking, dan Social Influence.
Peneliti telah mengkategorikan mean yang dibagi dalam 7 kelas berdasarkan hasil nilai maksimal dikurang nilai minimal dibagi jumlah kelas menjadi (7-1/7). Didapatkan interval 0.86 yang dibedakan menjadi beberapa kelas:
• Nilai 6,14 < x < 7.00 = Sangat Tinggi Sekali (STS)
• Nilai 5,28 < x < 6,14 = Sangat Tinggi (ST)
• Nilai 4,42 < x < 5,28 = Tinggi (T)
• Nilai 3,56 < x < 4,42 = Antara Tinggi atau Tidak Tinggi(ATTT)
• Nilai 2,70 < x < 3,56 = Tidak Tinggi(TT)
• Nilai 1,84 < x < 2,70 = Sangat Tidak Tinggi (STT)
• Nilai 0,98 < x < 1,84 = Sangat Tidak Tinggi Sekali (STTS) Berikut ini adalah deskripsi sikap masyarakat Surabaya terhadap makanan dimana I adalah Innovator, NI adalah Non-Innovator, dan K adalah keseluruhan:
Tabel 4.2. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel opinion leadership
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
A. Opinion Leadership I NI K I NI K
1. Anda Suka Melakukan
Kegiatan Memasak 4,95 4,67 4,81 1,46 1,74 1,61 T
Tabel 4.2. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel opinion leadership (sambungan)
2.
Anda sering memasak untuk tamu yang datang
kerumah
4,11 3,97 4,04 1,51 1,67 1,59 ATTT
3. Anda senang mengoleksi
resep makanan 4,26 4,39 4,32 1,62 1,82 1,72 ATTT 4.
Anda senang memperkenalkan makanan
baru kepada teman anda
5,51 5,19 5,35 1,22 1,06 1,15 ST
Rata-rata opinion
leadership 4,71 4,55 4.63 T
Berdasarkan tabel diatas secara keseluruhan, dalam opinion leadership masyarakat Surabaya cenderung senang untuk memperkenalkan makanan baru kepada teman-teman, dan sedikit responden yang memasak untuk tamu yang datang kerumah responden. Kesimpulan tersebut juga dapat diambil dikarenakan mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pelajar/mahasiswa dimana senang menceritakan pengalaman yang di alami setelah mencoba makanan baru, dan mayoritas untuk memasak bagi tamu yang datang kerumah umumnya dilakukan oleh orang tua dari responden yang mayoritas merupakan pelajar/mahasiswa. Berdasar tabel dapat disimpulkan juga masyarakat Surabaya cukup senang melakukan kegiatan memasak, akan tetapi kurang senang untuk mengumpulkan resep makanan.
Tabel 4.3. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel advertising influence
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
B. Advertising Influence I NI K I NI K
5.
Anda sering membaca iklan mengenai makanan
dimajalah atau koran
3,95 4,39 4,16 1,00 1,73 1,71 ATTT
6.
Anda sering menonton iklan mengenai makanan di
televisi
5,06 5,06 5,06 1,37 1,24 1,04 T
7.
Anda sering mendengarkan iklan mengenai makanan
melalui radio
3,82 4,10 3,96 1,70 1,57 1,64 ATTT
8.
Iklan sering menjadi alasan anda kenapa anda membeli/mencoba makanan baru
4,07 4,42 4,45 0,81 1,54 1,45 T
9.
Anda sering melihat iklan mengenai makanan melalui
media sosial (ex.
FaceBook. Instagram, dll)
6,04 5,47 5,76 1,69 1,18 1,12 ST
Rata-rata advertising
influence 4,67 4,69 4,68 T
Dalam advertising influence masyarakat Surabaya cenderung melihat iklan melalui media sosial seperti facebook atau instagram dimana hampir seluruh masyarakat memiliki kedua media sosial tersebut, dan sedikit responden yang mendengarkan iklan mengenai makanan melalui koran, majalah, atau radio. Mayoritas masyarakat menggunakan facebook, instagram, atau media sosial lainnya untuk melihat iklan mengenai makanan, karena media sosial memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mencari informasi mengenai makanan yang ingin diketahui, perusahaan saat ini juga menggunakan media sosial sebagai alat untuk mempromosikan produk yang dimiliki perusahaan, dan sangat sedikit masyarakat Surabaya yang mencari iklan mengenai makanan melalui media tulis seperti koran/majalah dimana dari segi efisiensi lebih mudah untuk membaca melalui media sosial, masyarakat Surabaya cenderung juga melihat iklan mengenai makanan melalui televisi yang umumnya muncul saat iklan.
Tidak semua masyarakat Surabaya menjadikan iklan sebagai alasan untuk membeli makanan, akan tetapi beberapa responden menyatakan terkadang jika iklan mengenai makanan tersebut menjadi sesuatu yang viral dan sedang menjadi tren responden akan mencoba makanan tersebut dimana peneliti mengambil kesimpulan dimana responden dapat membeli makanan dalam iklan tersebut jika iklan tersebut dapat membuat responden merasa cukup tertarik.
Tabel 4.4. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel health concerns
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
C. Health Concerns I NI K I NI K
10.
Anda selalu mengecek nilai nutrisi terlebih dahulu sebelum membeli makanan
4,28 3,88 4,08 1,75 1,86 1,81 ATTT
11.
Anda lebih memilih untuk membeli makanan segar
dibandingkan makanan olahan/kalengan
5,75 5,34 5,55 1,09 1,19 1,16 ST
12.
Saat membeli makanan anda mempertimbangkan nilai gizi dalam makanan
4,90 4,44 4,67 1,53 1,52 1,53 T
Tabel 4.4. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel health concerns (sambungan)
13.
Anda lebih memilih makanan olahan yang tidak
mengandung pengawet/bahan tambahan
dan lainnya
5,55 5,24 5,39 1,21 1,31 1,27 ST
Rata-rata health concerns 5,12 4,73 4,93 T
Dalam Health Concerns masyarakat Surabaya cenderung memilih untuk membeli makanan yang dibuat dengan menggunakanan bahan segar dibandingkan dengan makanan olahan/kaleng, dan sedikit masyarakat Surabaya yang selalu memeriksa nilai nutrisi sebelum membeli makanan. Kita dapat mengetahui dari hasil penelitian menunjukan masyarakat mulai memilih untuk menggunakan bahan makanan yang segar untuk memasak atau untuk dikonsumsi yang menunjukan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dari makanan.
Tabel 4.5. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel price influence
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
D. Price Influence I NI K I NI K
14.
Anda selalu memeriksa harga makanan bahkan untuk barang-barang yang
sudah tergolong murah
5,37 5,43 5,40 1,09 1,13 1,11 ST
15.
Anda berhati-hati terhadap jumlah pengeluaran untuk
membeli makanan
5,48 5,70 5,59 1,14 0,89 1,03 ST
16.
Anda membeli makanan dalam jumlah banyak untuk mendapatkan harga
yang murah
4,94 5,15 5,04 1,42 1,27 1,35 T
Rata-rata price influence 5,27 5,43 5,34 0,97 0,81 0,90 ST
Dalam Price Influence masyarakat Surabaya cenderung selalu berhati- hati terhadap pengeluaran yang dilakukan untuk membeli makanan, sedikit masyarakat Surabaya yang membeli makanan dalam jumlah banyak untuk mendapatkan harga yang murah. Kesimpulan ini dapat diambil juga berdasarkan hasil analisa responden dimana mayoritas pendapatan masyarakat Surabaya adalah Rp. 3.000.000 – Rp. 4.999.999 dimana jumlah pendapat tersebut tidak tergolong tinggi dimana gaji UMR tertinggi masyarakat Surabaya 2019 adalah Rp. 3.870.000 (Soekarwao, 2019), hal ini dapat disimpulkan masyarakat Surabaya sangat berhati-hati terhadap jumlah pengeluaran yang
dikeluarkan untuk membeli makanan dimana masyarakat Surabaya juga tetap akan memeriksa harga makanan yang termasuk dalam barang yang tergolong murah, masyarakat Surabaya juga tidak membeli makanan dalam jumlah banyak untuk mendapat harga yang murah karena ada kemungkinan responden merasa kebutuhan terhadap makanan sudah terpenuhi dengan membeli dalam jumlah yang secukupnya bagi responden yang membuat responden mengambil keputusan untuk tidak membeli dalam jumlah banyak meskipun untuk mendapatkan harga yang murah, karena tidak semua bahan makanan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Tabel 4.6. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel product loyalty
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
E. Product Loyalty I NI K I NI K
17. Anda selalu membeli
makanan yang sama 4,79 5,19 4,99 1,31 1,27 1,30 T
18.
Meskipun satu makanan memiliki berbagai macam
varian rasa anda selalu membeli satu rasa yang
sama
4,78 4,83 4,81 1,30 1,29 1,29 T
19.
Jika anda menyukai satu merk makanan, anda akan
sangat susah untuk berpindah ke merk lain untuk mencoba sesuatu
yang berbeda
5,03 4,84 4,94 1,33 1,25 1,29 T
Rata-rata product loyalty 4,87 4,95 4,91 T
Dalam Product Loyalty masyarakat Surabaya cenderung membeli jenis makanan dan rasa yang sama, dengan sedikitnya perbedaan hasil dari jumlah terbanyak 4,99 dan terdikit adalah 4,81, peneliti masyarakat Surabaya cenderung membeli sesuatu yang sudah pernah dicoba sebelumnya. Peneliti juga menyimpulkan alasan dimana konsumen selalu membeli produk yang sama dikarenakan makanan baru sangat jarang muncul terutama makanan baru yang dapat disukai oleh masyarakat Surabaya sehingga konsumen mengambil keputusan untuk membeli makanan yang sama pada saat berkunjung ditempat makan karena tidak menemukan sesuatu yang baru. Peneliti menemukan masyarakat Surabaya juga cukup susah untuk dapat berpindah merk saat telah menyukai suatu merk.
Tabel 4.7. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel promotional impact
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
F. Promotional Impact I NI K I NI K Ket.
20.
Hadiah gratis itu penting saat anda
mempertimbangkan untuk mencoba makanan baru
4,35 5,25 4,79 1,76 1,51 1,70 T
21.
Contoh makanan (sampel/tester) gratis itu
penting sebelum anda mencoba makanan baru
5,30 5,32 5,31 1,24 1,08 1,16 ST
Rata-rata promotional
impact 4,82 5,28 5,05 T
Dalam Promotional Impact mayoritas responden setuju dengan adanya sampel/tester makanan gratis saat perusahaan mengeluarkan makanan baru dan sedikit yang setuju dengan adanya hadiah gratis saat ditawarkan untuk mencoba makanan baru.
Masyarakat Surabaya lebih memiliki keinginan untuk mencoba makanan baru saat ditawarkan contoh makanan gratis karena tidak semua masyarakat Surabaya yang mau mengambil resiko untuk mengeluarkan biaya untuk mencoba sesuatu yang baru disaat belum pasti makanan baru tersebut akan disukai oleh responden atau tidak, meskipun tidak semua responden setuju jika ditawari hadiah gratis untuk mencoba makanan baru, akan tetapi non- innovator merasa sangat setuju untuk mendapatkan hadiah gratis saat ditawarkan untuk mencoba makanan baru dimana responden berpikir hadiah gratis tersebut dapat berupa peralatan rumah tangga seperti peralatan makanan, dan keperluan rumah tangga yang dapat disimpan dan digunakan saat responden merasa perlu. Kesimpulan secara keseluruhan bagi masyarakat Surabaya sesuatu yang gratis sangat mempengaruhi sikap masyarakat Surabaya terhadap makanan.
Tabel 4.8. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel taste concerns
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
G. Taste Concerns I NI K I NI K Ket
22.
Saat anda membeli makanan, rasa lebih penting dibandingkan
harga
5,82 5,30 5,57 0,90 0,89 0,93 ST
23.
Makanan harus terlihat menarik dimata setara dengan rasanya yang enak
5,36 5,10 5,24 1,01 1,16 1,09 T
24.
Sangat tidak sebanding(worth) membeli
makanan yang tidak enak meskipun harganya murah
5,85 5,20 5,53 1,07 1,36 1,26 ST
Rata-rata taste concerns 5,68 5,20 5,45 0,67 0,85 0,80 ST
Dalam Taste Concerns mayoritas masyarakat mengutamakan rasa dibandingkan dengan harga dan masyarakat Surabaya tidak setuju jika makanan harus memiliki penampilan yang menarik sesuai dengan rasa masakan.
Masyarakat selalu mencari makanan yang memiliki cita rasa yang dapat memuaskan masyarakat dimana meskipun masyarakat Surabaya berhati-hati dalam jumlah pengeluaran untuk makanan tidak berarti masyarakat Surabaya mengabaikan rasa makanan yang akan dikonsumsi, dan dalam hal penampilan ada berbagai macam cara pandang penampilan, dimana saat ini dunia makanan mulai meningkat dan ilmu pengetahuan mengenai makanan mulai tersebar pada masyarakat Surabaya bisa jadi masyarakat Surabaya menyimpulkan penampilan makanan yang menarik harus menyerupai makanan ‘fine dining’
sedangkan makanan Surabaya meskipun memiliki penampilan yang bercampur-campur akan tetapi cita rasa makanan tetap disenangi oleh masyarakat Surabaya. Masyarakat Surabaya tidak memiliki keinginan untuk membeli makanan yang tidak enak meskipun memiliki harga yang murah.
Tabel 4.9. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel shopping convenience
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
H. Shopping Convenience I NI K I NI K
25.
Anda tidak pernah menghabiskan waktu anda
untuk berkeliling mencari makanan baru
3,50 4,16 3,83 1,47 1,51 1,52 ATTT
Tabel 4.9. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel shopping convenience (sambungan)
26.
Membeli makanan baru membuat anda merasa tidak nyaman karena anda
harus menghabiskan banyak waktu dan tenaga
untuk mencarinya
4,23 4,76 4,49 1,28 1,36 1,34 T
Rata-rata shopping
convenience 3,87 4,46 4,16 ATTT
Dalam Shopping Convenience dapat disimpulkan mayoritas masyarakat Surabaya merasa cukup nyaman untuk mencoba makanan baru, meskipun beberapa masyarakat merasa tidak nyaman akan tetapi berdasarkan hasil mayoritas masyarakat Surabaya memiliki niat untuk mencari makanan baru yang tinggi meskipun dapat menghabiskan waktu masyarakat dan merasa cukup nyaman untuk pada keputusan dimana konsumen harus mengorbankan waktu yang dimiliki untuk menemukan sesuatu yang belum dicoba dan berkeinginan untuk membagikan pengalaman yang dialami kepada teman/keluarga masyarakat.
Tabel 4.10. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel shopping preference
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
I. Shopping Preference I NI K I NI K
27.
Anda sering makan ditempat yang memiliki
karyawan yang ramah
5,66 5,65 5,65 0,85 1,17 1,02 ST
28.
Anda suka makan ditempat yang membuat anda merasa seperti dirumah
5,57 5,63 5,60 0,91 1,07 1,00 ST
29.
Anda hanya membeli makanan baru ditempat yang biasanya anda beli
4,71 5,14 4,92 1,13 1,10 1,13 T
Rata-rata shopping
preference 5,31 5,47 5,39 ST
Dalam Shopping Preference dapat disimpulkan mayoritas masyarakat Surabaya memilih untuk membeli makanan ditempat yang memiliki karyawan yang rama, tempat yang seperti dirumah yang membuat nyaman, dan masyarakat Surabaya rata-rata membeli makanan yang sama ditempat yang biasanya responden beli. Dalam hal ini sangat jelas masyarakat Surabaya tentu menginginkan pengalaman pelayanan yang tidak akan merusak hari-hari yang
dijalankan konsumen dan mencari tempat yang memiliki tim yang ramah dan membuat responden merasa nyaman saat membeli makanan, masyarakat Surabaya juga memutuskan untuk membeli makanan baru ditempat yang biasanya karena masyarakat telah menaruh rasa kepercayaan pada tempat itu, bisa juga karena tempat ini tidak memiliki banyak cabang hingga masyarakat mengambil keputusan tersebut karena memiliki lokasi yang dekat dengan responden.
Tabel 4.11. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel food seeking
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
J. Food Seeking I NI K I NI K
30.
Saat makan keluar(eating out), anda suka mencoba
menu paling jarang disajikan restoran, meskipun anda tidak yakin
anda akan menyukainya atau tidak
5,04 3,94 4,50 1,18 1,82 1,62 T
31.
Anda membeli merk yang tidak anda kenal agar mendapatkan variasi yang
beragam
4,55 4,01 4,28 1,50 1,60 1,57 ATTT
32.
Saat anda kerestoran, anda merasa lebih nyaman untuk
membeli makanan yang anda kenali
5,33 5,60 5,46 0,93 1,05 1,00 ST
Rata-rata food seeking 4,97 4,51 4,75 T
Dalam Food Seeking masyarakat Surabaya merasa untuk membeli makanan yang sama saat direstoran, dan tidak semua masyarakat Surabaya mau memilih untuk mencoba makanan yang jarang disajikan direstoran dan membeli merk yang tidak dikenal oleh responden.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan responden alasan responden makan direstoran umumnya untuk berkumpul dengan keluarga atau teman-teman sehingga saat berada direstoran responden memilih untuk membeli makanan yang sudah pernah dicobanya karena sudah cukup mengenal makanan tersebut dan dapat menawarkan kepada keluarga/teman untuk mencoba makanan yang responden pesan agar dapat membagikan pengalaman saat menikmati makanan tersebut, dan masyarakat Surabaya tidak memilih menu yang jarang disajikan dan merk yang tidak dikenal karena adanya ketidaknyamanan saat mencoba sesuatu yang baru atau tidak dikenal. Dapat
dilihat juga terdapat perbedaan pendapat dimana konsumen innovator lebih memilih untuk mencoba menu yang jarang ditawarkan direstoran dibandingkan konsumen non-innovator.
Tabel 4.12. Statistik Sikap Masyarakat Surabaya pada variabel social influence
No. Pertanyaan Mean SD Ket.
K. Social Influence I NI K I NI K
33.
Anda sering mendengarkan saran teman anda saat membeli makanan baru
5,95 5,47 5,72 1,08 1,17 1,15 ST
34.
Anda akan membeli makanan baru yang anda
dengar enak dari teman/keluarga anda
6,04 5,63 5,84 0,91 1,10 1,03 ST
35.
Sebelum anda membeli makanan baru, anda mempertimbangkan bagaimana pendapat teman
anda
5,77 5,40 5,59 1,25 1,27 1,14 ST
Rata-rata social influence 5,92 5,50 5,72 ST
Dalam Social Influence dapat disimpulkan bahwa masyarakat Surabaya selalu mempertimbangkan pendapat dari teman/keluarga bahkan selalu mempertimbangkan pendapat teman/keluarga saat mengambil keputusan untuk mencoba makanan baru. Dimana masyarakat Surabaya selalu mencari informasi mengenai makanan melalui teman/keluarga dari responden yang mungkin telah mencoba makanan baru tersebut sebelumnya.
4.3.Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan syarat untuk data penelitian dapat diolah lebih lanjut dalam penelitian. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Z. Bila hasil probabilitas > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal, jika hasil probabilitas < 0,05, maka data tersebut tidak berdistribusi normal
Tabel 4.13. Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov Z Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MEAN .062 190 .074 .981 190 .010
a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan hasil uji normalitas diatas, dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov Z memiliki nilai lebih besar dari nilai probabilitas 0,05 yaitu, 0,074. Berdasarkan hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z dapat diketahui data berdistribusi normal, data dalam penelitian telah memenuhi syarat uji normalitas untuk dapat diolah lebih lanjut dalam perhitungan analisa independent sample T-test.
4.4. Uji Hipotesa
Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan menggunakan uji beda yaitu, independent sample T-test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara dua kelompok sampel. Sampel dikategorikan dalam dua kelompok yaitu, 97 responden Innovator dan 93 responden Non-Innovator. Berikut adalah hasil dari pengolahan data dengan menggunakan independent sample T-test:
Tabel 4.14. Hasil uji independent sample T-test
Kategori Mean SD T` Sig. Ket
Opinion Leadership Innovator 4,71 1,20 0,82 0,41
Tidak berbeda signifikan Non-Innovator 4,55 1,35
Advertising Influence Innovator 4,67 0,89 -0,13 0,90
Tidak berbeda signifikan Non-Innovator 4,69 1,01
Health Concerns Innovator 5,12 1,08 2,42 0,02
Berbeda signifikan Non-Innovator 4,73 1,15
Price Influence Innovator 5,26 0,97 -1,25 0,21
Tidak berbeda signifikan Non-Innovator 5,43 0,81
Product Loyalty Innovator 4,90 1,04 -0,54 0,59
Tidak berbeda signifikan Non-Innovator 4,95 1,09
Promotional Impact Innovator 4,82 1,30 -2,57 0,01
Berbeda signifikan Non-Innovator 5,28 1,17
Taste Concerns Innovator 5,68 0,67 4,23 0,00
Berbeda signifikan Non-Innovator 5,20 0,85
Shopping Convenience Innovator 3,87 1,00 -3,60 0,00
Berbeda signifikan Non-Innovator 4,46 1,26
Shopping Preference Innovator 5,31 0,67 -1,49 0,14
Tidak berbeda signifikan Non-Innovator 5,47 0,81
Tabel 4.14. Hasil uji independent sample T-test (sambungan)
Food Seeking Innovator 4,97 0,86 3,19 0,02
Berbeda signifikan Non-Innovator 4,51 1,09
Social Influence Innovator 5,92 0,92 2,89 0,04
Berbeda signifikan Non-Innovator 5,50 1,08
Uji beda Independet sample T-test memiliki aturan dimana jika nilai signifikansi < 0,05 maka dinyatakan variabel tersebut ada perbedaan yang signifikan, jika nilai signifikansi > 0,05 maka dinyatakan variabel tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Berdasarkan tabel diatas pada opinion leadership dan advertising influence memiliki sig. > 0,05 yaitu, 0,41 dan 0,90, maka dapat diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan hasil uji health concerns memiliki nilai sig. < 0,05 yaitu, 0,02 ditemukan terdapat perbedaan signifikan antara innovator dan non-innovator dimana innovator lebih memperhatikan kandungan nutrisi dalam makanan dan pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsikan oleh konsumen lebih memilih pada bahan yang segar dibanding makanan olahan/kalengan atau mengandung pengawet dan bahan tambahan lainnya.
Price influence dan product loyalty dalam penelitian ini memiliki sig. > 0,05 yaitu, 0,21 dan 0,59 yang berarti tidak memiliki perbedaan signifikan, kedua kategori memiliki pandangan yang sama mengenai pengeluaran yang dilakukan setiap saat membeli makanan dan kebiasan membeli produk yang loyal dimana kedua kategori selalu membeli makanan yang sama dengan rasa yang sama, dan susah untuk berganti merk disaat sudah menyukai satu merk tertentu.
Berdasarkan hasil uji promotional impact memiliki nilai sig. < 0,05 yaitu, 0,01 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kategori innovator dan non-innovator, terutama pada jenis hadiah yang diterima konsumen saat hendak mencoba makanan baru. Non-Innovator merasa dimana jika perusahaan menawarkan hadiah gratis saat menjual makanan baru akan mempengaruhi keputusan masyarakat saat membentuk sikap terhadap makanan, sedangkan innovator tidak terlalu mempengaruhi sikap masyarakat pada saat ditawarkan hadiah gratis untuk mencoba makanan baru. Kedua kategori
memiliki kesamaan dimana masyarakat memiliki kemudahan untuk membentuk sikap terhadap makanan apabila perusahaan menyediakan contoh makanan dari makanan baru tersebut pada masyarakat secara gratis.
Berdasarkan taste concerns memiliki nilai sig. < 0,05 yaitu, 0,00 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara innovator dan non- innovator terutama mengenai pandangan apakah rasa itu lebih penting dibanding dengan harga dan sebanding atau tidaknya untuk mengambil keputusan membeli makanan yang tidak enak meskipun memiliki harga yang murah, innovator lebih memperhatikan kedua hal tersebut saat membeli makanan yang dapat disimpulkan innvator lebih mementingkan rasa dibanding harga dan merasa tidaklah menguntungkan bagi konsumen untuk membeli makanan yang tidak enak meskipun dengan harga yang murah, sedangkan untuk pendapat mengenai makanan harus terlihat menarik dimata setara dengan rasa makanan yang enak, kedua kategori memiliki kesamaan pendapat dan setuju akan pendapat tersebut.
Berdasarkan faktor shopping convenience memiliki nilai sig. < 0,05 yaitu 0,00 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara innovator dan non-innovator dimana konsumen innovator lebih sering untuk menghabiskan waktu untuk mencari makanan baru dibandingkan non-innovator yang selalu merasa tidak nyaman saat harus berusaha dan menghabiskan waktu dan tenaga konsumen untuk mencari sesuatu yang baru.
Berdasarkan faktor shopping preference memiliki nilai sig. > 0,05 yaitu, 0,14 yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara innovator dan non-innovator terutama dalam hal pelayanan dan atmosfer dari tempat responden membeli makanan dimana responden mayoritas mencari pelayanan yang ramah dan tempat yang membuat responden merasa nyaman saat membeli/mengkonsumsi makanan ditempat itu, ada sedikit perbedaan dimana innovator tidak selalu membeli makanan baru ditempat yang umumnya responden beli dan memilih tempat lain untuk membeli makanan baru dikarena rasa ingin tau yang tinggi dari pelayanan dan atmosfer tempat lain.
Berdasarkan faktor food seeking memiliki nilai sig. < 0,05 yaitu 0,02 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara innovator dan non-
innovator dimana innovator lebih sering memilih menu yang belum pernah dicoba/jarang keluar direstoran dan memutuskan untuk membeli makanan dengan merk yang tidak dikenal untuk menambah varian belanja dimana responden dapat mencoba sesuatu yang baru yang memiliki kemungkinan sesuatu yang belum pernah dialami oleh responden, dan non-innovator lebih sering memesan makanan yang dikenali responden pada saat pergi makan di restoran.
Berdasarkan faktor social influence memiliki nilai sig. < 0,05 yaitu, 0,04 yang berarti terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara innovator dan non-innovator dimana innovator lebih sering mencari informasi, mendengarkan saran dari teman/keluarga mengenai makanan, dan mulai membentuk sikap pada makanan baru tersebut serta mempertimbangkan pendapat dari teman/keluarga responden saat hendak mencoba makanan baru, dimana dalam penelitian ini responden lebih sering mendengar informasi dari teman/keluarga setelah mencoba makanan baru tersebut dan membagikan pengalaman yang dialami kepada responden.
Berdasarkan hasil uji independent sample T-test ditemukan dalam sampel Innovator dan Innovator memiliki perbedaan yang signifikan dalam membentuk karakteristik sikap terhadap makanan di Surabaya yaitu, Health Concerns, Promotional Impact, Taste Concerns, Shopping Convenience, Food Seeking, dan Social Influence. Sedangkan faktor Opinion Leadership, Advertising Influence, Price Influence, Product Loyalty, dan Shopping Preference ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan dari Innovator dan Non-Innovator. Berdasarkan hasil uji ini, dapat disimpulkan bahwa H1 diterima karena menyatakan ada perbedaan karakteristik sikap konsumen Surabaya antara Innovator dan Non-Innovator terhadap makanan.
4.5. Pembahasan
Menurut hasil penelitian profil responden dari jenis kelamin dalam penelitian ini memiliki mayoritas responden pria sebanyak 107 responden, berdasarkan usia mayoritas responden berusia 21-30tahun sebanyak 108 responden, profil responden dalam penelitian berdasarkan pekerjaan mayoritas adalah, pelajar/mahasiswa sebanyak 75 responden, profil responden berdasarkan pendapatan dalam penelitian ini mayoritas memiliki pendapatan sebesar Rp. 3.000.000 – Rp. 4.999.999 sebanyak 58 responden. Mayoritas seluruh responden adalah masyarakat Surabaya, dimana dari 200 kuesioner yang dibagikan ada 10 responden bukan masyarakat Surabaya dimana data 10 responden tidak akan diolah oleh peneliti.
Berdasarkan respon dari responden mengenai pandangan terhadap makanan baru di Surabaya dapat disimpulkan dalam penelitian ini mayoritas masyarakat Surabaya adalah Innovator dengan 97 responden. Dalam kuesioner yang dibagikan peneliti mengenai respon terhadap makanan ada berbagai macam alasan dimana responden membentuk sikap saat mendengar ada makanan baru di Surabaya, berdasarkan jawaban dari responden peneliti menyimpulkan mayoritas masyarakat Surabaya mengandalkan faktor Social Influence dimana responden selalu menanyakan/melihat pendapat orang lain terlebih dahulu, sebelum mengambil keputusan untuk mencoba makanan baru tersebut, dimana kesimpulan ini diambil berdasarkan data yang dikumpulkan peneliti dimana Social Influence memiliki nilai rata-rata tertinggi dibandingkan dengan faktor lainnya sebesar 5,72.
4.5.1. Karakteristik Sikap Masyarakat Surabaya terhadap makanan Tabel. 4.15. karakteristik sikap masyarakat Surabaya terhadap makanan
No. Variabel Rata-rata Ket.
1 Social Influence 5,72 ST
2 Taste Concerns 5,45 ST
3 Shopping Preference 5,39 ST
4 Price Influence 5,34 ST
5 Promotional Impact 5,05 T
6 Health Concerns 4,93 T
7 Product Loyalty 4,91 T
8 Food Seeking 4,75 T
Tabel. 4.15. karakteristik sikap masyarakat Surabaya terhadap makanan (sambungan)
9 Advertising Influence 4,68 T
10 Opinion Leadership 4,63 T
11 Shopping Convenience 4,16 ATTT
Berdasarkan opinion leadership dapat dilihat berdasarkan data yang dikumpul bagaimana sikap masyarakat Surabaya terhadap makanan, mayoritas masyarakat Surabaya cenderung membagikan informasi mengenai makanan baru yang dicoba oleh masyarakat Surabaya kepada teman/keluarga, dimana mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pelajar/mahasiswa yang mayoritas membagikan informasi tersebut.
Berdasarkan advertising influence mayoritas masyarakat Surabaya terus mengikuti perubahan teknologi dimana mayoritas responden memiliki akun media sosial sehingga mayoritas masyarakat Surabaya cenderung melihat/mencari iklan mengenai makanan, dengan mengandalkan media sosial seperti facebook atau instagram yang lebih mudah bagi masyarakat Surabaya dibandingkan dengan media lainnya.
Dalam health concerns mayoritas masyarakat Surabaya mulai memperhatikan dari mana bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Surabaya, dimana masyarakat Surabaya lebih memilih untuk mengkonsumsi makanan yang menggunakan bahan yang segar dibandingkan dengan makanan olahan/kalengan. Meskipun terdapat kesadaran mengenai bahanan makanan yang segar akan tetapi masyarakat Surabaya kurang memperhatikan tingkat nutrisi dari makanan atau kebutuhan nutrisi yang dipertimbangkan konsumen sebelum membeli makanan.
Dalam price influence seluruh mayoritas masyarakat Surabaya sangat berhati-hati terhadap jumlah pengeluaran untuk membeli makanan, dimana hal ini dapat disimpulkan karena dalam penelitian ini mayoritas responden memiliki rata-rata pendapatan diantara UMR Surabaya, yaitu sebesar Rp. 3.870.000 (Soekarwo, 2019)
Dalam product loyalty rata-rata masyarakat Surabaya selalu membeli jenis makanan atau rasa makanan yang sama ditempat yang umumnya dibeli oleh masyarakat Surabaya, dan juga mayoritas masyarakat Surabaya akan membeli makanan baru apabila mendengar hal tersebut dari teman/keluarga yang telah mencoba makanan baru tersebut atau merasa tertarik untuk mencoba makanan baru tersebut.
Dalam promotional impact ditemukan dalam penelitian ini merupakan faktor yang sangat mempengaruhi masyarakat Surabaya dimana masyarakat Surabaya mengambil keputusan untuk mencoba makanan baru tersebut apa bila ditawarkan contoh makanan (sampler/tester), dan apabila ditawarkan adanya kesempatan untuk mendapatkan hadiah gratis jika mencoba makanan baru.
Dalam taste concerns mayoritas masyarakat Surabaya mayoritas cenderung mementingkan rasa makanan dibandingkan dengan pengeluaran untuk membeli makanan, dan masyarakat Surabaya merasa sangat tidak sebanding (worth) untuk membeli makanan yang tidak enak meskipun memiliki harga yang murah.
Dalam shopping convenience rata-rata masyarakat Surabaya mau meluangkan waktu untuk mencari makanan baru, dimana masyarakat Surabaya merasa tidak ada masalah untuk mencoba makanan baru, dan merasa cukup nyaman akan keputusan yang diambil.
Dalam shopping preference mayoritas masyarakat Surabaya selalu mencari tempat makan yang memiliki karyawan yang ramah dan membuat masyarakat Surabaya merasa nyaman untuk berbelanja ditempat tersebut, rata-rata tidak semua masyarakat Surabaya memilih untuk membeli ditempat yang sama dikarenakan bergantung pada lokasi dari masyarakat Surabaya saat itu dimana masyarakat Surabaya cenderung untuk memilih lokasi terdekat untuk membeli makanan atau berbelanja.
Dalam food seeking rata-rata masyarakat Surabaya lebih nyaman untuk membeli makanan yang sama saat berada direstoran dan tidak memilih untuk mencoba makanan yang belum dikenal, hal ini dapat disimpulkan karena masyarakat Surabaya berkeinginan untuk membagikan pengalaman makanan yang baik direstoran tersebut dimana rata-rata masyarakat Surabaya berkumpul direstoran bersama dengan teman/keluarga dimana masyarakat Surabaya lebih merekomendasikan makanan yang sudah pernah dipesan oleh masyarakat Surabaya.
Dalam social influence mayoritas masyarakat Surabaya selalu mengandalkan teman/keluarga untuk mengumpulkan informasi mengenai makanan baru, masyarakat Surabaya sangat mempertimbangkan pendapat dari teman/keluarga masyarakat Surabaya dan umumnya selalu menanyakan dan mempertimbangkan pendapat dari teman/keluarga masyarakat Surabaya sebelum membeli makanan baru.
Berikut merupakan tabel variabel beserta mean masyarakat Surabaya:
4.5.2. Karakteristik Sikap Innovator terhadap Makanan Tabel. 4.16. karakteristik sikap Innovator terhadap makanan
No. Variabel Rata-rata Ket.
1 Social Influence 5,92 ST
2 Taste Concerns 5,68 ST
3 Shopping Preference 5,31 ST
4 Price Influence 5,27 T
5 Health Concerns 5,12 T
6 Food Seeking 4,97 T
7 Product Loyalty 4,87 T
8 Promotional Impact 4,82 T
9 Opinion Leadership 4,71 T
10 Advertising Influence 4,67 T 11 Shopping Convenience 3,87 ATTT
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui karakteristik sikap innovator cenderung mendengarkan pendapat dari teman/keluarga, mengutamakan rasa dibandingkan dengan harga dimana hal ini mendukung pendapat Kim pada tahun 2017 dimana konsumen memilih untuk membayar lebih untuk mendapatkan nilai yang
sesuai dengan harga makanan tersebut, innovator cenderung mencari tempat makan yang memiliki karyawan yang ramah dan tempat makan yang nyaman, berhati-hati dalam jumlah pengeluaran untuk membeli makanan, memperhatikan tingkat kesegaran bahan makanan dimana hal ini didukung oleh Chen, 2009, yang mendukung bahwa tingkat kesegaran makanan dapat membentuk sikap terhadap makanan, innovator cenderung bersifat sebagai risk taker yang mau mencoba makanan yang belum pernah dipesan/jarang dipesan yang sesuai dengan salah satu hierarki dalam membentuk sikap, yaitu experimental hierarchy dimana innovator dapat membentuk sikap setelah mencobai makanan baru tersebut.
Innovator cenderung susah untuk mengganti merk dan cenderung membeli jenis/rasa makanan yang sama, berniat untuk mencoba makanan jika terdapat contoh makanan, berperan dalam memperkenalkan makanan baru yang dicoba kepada orang lain, menggunakan medial sosial sebagai alat untuk mencari informasi mengenai makanan, dan mau menggunakan waktu yang dimiliki untuk mencari makanan baru.
4.5.3. Karakteristik Sikap Non-innovator terhadap makanan Tabel. 4.17. karakteristik sikap non-innovator terhadap makanan
No. Variabel Rata-rata Ket.
1 Social Influence 5,50 ST
2 Shopping Preference 5,47 ST
3 Price Influence 5,43 ST
4 Promotional Impact 5,28 ST
5 Taste Concerns 5,20 T
6 Product Loyalty 4,95 T
7 Health Concerns 4,73 T
8 Advertising Influence 4,69 T
9 Opinion Leadership 4,55 T
10 Food Seeking 4,51 T
11 Shopping Convenience 4,46 T
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui karakteristik sikap non-innovator cenderung mendengarkan dan mempertimbangkan pendapat teman/keluarga mengenai makanan baru, cenderung senang mencari tempat makan ditempat yang nyaman dan berniat untuk membeli ditempat yang sama, selalu memeriksa harga
makanan dan berhati-hati pada pengeluaran untuk membeli makanan, berkeinginan untuk membeli makanan jika mendapatkan hadiah gratis/contoh makanan, memperhatikan rasa dengan harga, dan cenderung tidak membeli makanan yang tidak enak meskipun memiliki harga yang murah.
Non-innovator cenderung membeli jenis/rasa makanan yang sama, cenderung tidak memeriksa nilai nutrisi/mempertimbangkan nilai gizi, cenderung mencari informasi mengenai makanan melalui media sosial dan iklan dapat mempengaruhi keinginan untuk membeli/mencoba makanan baru, dimana hal ini didukung oleh Liu dan Mattila pada tahun 2017, yang menyatakan bahwa iklan yang disebarkan menggunakan online advertising akan memberikan dampak yang efektif. Non-innovator cenderung senang membagikan informasi mengenai makanan baru, cenderung memesan makanan yang sama saat berada direstoran dan jarang memesan makanan yang tidak pernah dicoba, dan cenderung kurang meluangkan waktu untuk mencari makanan baru dimana dalam hal ini non-innovator mengambil hierarki the low-effort hierarchy of effect dimana konsumen hanya membentuk sikap terhadap makanan berdasar pengamatan singkat dan cenderung tidak berusaha untuk mencari informasi mengenai makanan.
4.5.4. Perbedaan Karakteristik Sikap Innovator dan non-innovator Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian yang dilakukan peneliti terdahulu oleh Ling, Pysarchik, dan Choo pada tahun 2004 peneliti menggunakan responden masyarakat India dan berdasarkan hasil penelitian peneliti menemukan dimana tidak ada perbedaan yang signifikan dalam price consideration/price influence antara innovator dan non-innovator. Dalam variabel health concerns ditemukan hasil yang menyerupa antara innovator dan non- innovator. Hasil penelitian menemukan dimana innovator dan non- innovator lebih berkeinginan untuk mencoba produk baru saat dipromosikan dengan makanan gratis (sampler/tester), dan
menemukan dari penelitian yang menyimpulkan lebih mudah untuk mempromosikan produk baru kepada innovator dibandingkan kepada non-innovator, hal ini dapat terjadi karena bagi non- innovator teknik promosi tersebut tidak cukup atraktif atau hadiah yang ditawarkan kurang menarik. Dalam penelitian sebelumnya menemukan sikap dalam mencari informasi mengenai makanan melalui iklan innovator/early adopters lebih aktif dibandingkan dengan non-innovator, dan innovator lebih berperan dalam opinion leadership dan lebih memilih untuk membeli jenis produk yang berbeda-beda seperti merk dan rasa yang baru dibandingkan dengan non-innovator.
Tabel 4.18. Perbedaan Karakteristik Sikap innovator dan non- innovator
Variabel Hasil Peneliti Hasil Ling, Pysarchik, Choo
Opinion Leadership X √
Advertising Influence X √
Health Concerns √ X
Price Influence X X
Product Loyalty X √
Promotional Impact √ -
Taste Concerns √ -
Shopping Convenience √ -
Shopping Preference X -
Food Seeking √ -
Social Influence √ -
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui ada perbedaan dari kedua hasil penelitian, innovator pada penelitian ini dan penelitian Ling, Pysarchik, & Choo memiliki perbedaan dimana innovator India lebih berperan dalam beropini dibandingkan dengan innovator Surabaya. Innovator India cenderung India signifikan lebih aktif mencari informasi makanan dibandingkan non-innovator India, sedangkan innovator/non-innovator Surabaya cenderung mencari informasi, dimana kedua penelitan memiliki perbedaan dalam media yang digunakan untuk mencari informasi mengenai makanan.
Berdasarkan hasil penelitian, innovator/non-innovator India cenderung tidak memperhatikan kesehatan saat mengkonsumsi makanan dikarenakan cenderung makanan India mengandung banyak lemak, sedangkan innovator Surabaya cenderung memperhatikan tingkat kesegaran bahan makanan, dan hasil kedua penelitian memiliki kesamaan dalam hal price influence.
Innovator India memiliki keinginan untuk mencoba jenis/rasa makanan baru, sedangkan innovator/non-innovator Surabaya cenderung selalu membeli jenis/rasa makanan yang sama.
Berdasarkan tabel diatas ditemukan innovator India memiliki keinginan untuk mencoba jenis/rasa makanan yang baru dibanding non-innovator, sedangkan innovator/non-innovator Surabaya memiliki kecenderungan yang sama untuk tetap membeli jenis/rasa makanan yang sama.
Pada faktor price influence ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua hasil penelitian dimana innovator/non-innovator memperhatikan jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk membeli makanan dan memperhatikan harga sebelum membeli makanan.
Dalam penelitian yang dilakukan Ling, Pysarchik, dan Choo hanya menggunakan 6 variabel diatas dalam pengolahan data dan menghapus 5variabel tersisa dikarena tidak memenuhi uji reabilitas, yang kemudian pembahasan akan dilanjutkan dengan perbandingan innovator dan non-innovator.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti Innovator memiliki pendapat yang berbeda terhadap taste concerns dimana innovator lebih mengutamakan rasa dibandingkan dengan harga dan merasa tidak mendapatkan keuntungan saat membeli makanan yang tidak enak meskipun mendapatkannya dengan harga yang murah, dan innovator/non-innovator memiliki kesamaan pada pendapat mengenai makanan harus memiliki penampilan yang menarik dan harus memiliki rasa yang enak, innovator/non-
innovator setuju akan pendapat ini dimana saat ini bisnis makanan mulai meningkat sehingga perusahaan tidak diminta hanya menjual makanan dengan rasa yang enak, akan tetapi juga berdasarkan dengan penampilan makanan tersebut harus menarik mata para responden.
Berdasarkan hasil uji data pada faktor shopping convenience konsumen Non-Innovator mayoritas tidak akan menghabiskan waktu untuk mencari makanan baru atau merasa lebih tidak nyaman saat mencoba sesuatu yang belum pernah dicoba, hal ini dapat terjadi karena berbagai macam faktor bisa jadi faktor keuangan responden, atau susahnya responden untuk mengganti merk yang sudah disukai responden sehingga tidak mau mencoba sesuatu yang baru, sangat berbeda dengan innovator yang berkeinginan untuk mencari makanan baru meskipun harus menghabiskan waktu dan tenaga dan merasa cukup nyaman untuk mencoba makanan baru tersebut dengan tujuan untuk menceritakan apa yang dirasakan responden saat mencoba makanan baru tersebut ke teman/keluarga responden.
Faktor shopping preference tidak memiliki perbedaan signifikan dimana innovator/non-innovator memiliki sikap yang tidak jauh berbeda mengenai kenyamanan konsumen dalam berbelanja dan ekspektasi terhadap pelayanan yang diterima oleh masyarakat, akan tetapi innovator memiliki keinginan untuk membeli makanan baru tidak hanya ditempat yang sama dimana innovator mau mendapatkan pengalaman dari pelayanan yang baru, suasana yang baru mungkin membuat konsumen merasa lebih nyaman dibandingkan berada dirumah.
Berdasarkan hasil uji data pada faktor food seeking terdapat perbedaan yang sangat signifikan, dimana innovator lebih sering untuk mencoba sesuatu yang belum pernah dicoba/jarang disajikan direstoran dengan alasan rasa penasaran dan keingintahuan innovator terahadap makanan yang belum pernah dicoba konsumen
sebelumnya dimana hal ini didukung oleh Alshammari dan Kim, 2019 dimana keinginan untuk mencoba makanan berasal dari konsumen sendiri untuk memenuhi rasa ingin tau terhadap makanan baru.
Non-innovator lebih cenderung untuk membeli makanan yang sama/sudah pernah dicoba saat makan direstoran, akan tetapi innovator juga memiliki keinginan untuk membeli makanan yang tidak dikenal dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu yang mungkin tidak dapat dibayangkan oleh konsumen, sesuatu yang baru dimana konsumen belum pernah mengalaminya saat memakan sesuatu yang sudah sering dimakan.
Pada faktor social influence terdapat perbedaan signifikan dimana innovator lebih sering untuk mendengarkan pendapat dari teman, keluarga, dan mempertimbangkan keputusan untuk mencoba sesuatu bersama dengan teman-temannya dibandingkan dengan konsumen non-innovator. Innovator dan non-innovator sangat setuju akan mempertimbangkan pendapat, informasi, atau pengalaman dari teman/keluarga dimana saat itulah mayoritas masyarakat Surabaya dapat mengetahui gambaran mengenai makanan baru tersebut, pada penelitian ini mayoritas responden yang diwawancara oleh peneliti selalu menyebut satu hal yang sama dimana responden selalu bergantung pada pendapat dari teman/keluarga responden saat memutuskan untuk membeli makanan baru atau tidak dan menjadi alasan bagi responden setelah mengambil keputusan membeli atau tidak membeli.