• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III STUDI KASUS. A. Identitas Pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III STUDI KASUS. A. Identitas Pasien"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III STUDI KASUS

A. Identitas Pasien

Pasien dengan inisial nama An. P.A.J berjenis kelamin laki-laki. Saat ini umurnya 5 tahun 2 bulan. Ia lahir pada tanggal 21 September 2015 dan merupakan anak tunggal. An. P.A.J tinggal di JL.hasannudin IV Rt.03/13 Brengosa, Surakarta, anak tersebut beragama Islam, sisi dominan kanan, An. P.A.J didiagnosis medis Autisme sedangkan diangnosis topis, diagnosis kausatif tidak diketahui dan saat ini An. P.A.J masih terapi diklinik Mutiara Center Surakarta.

Riwayat kondisi dahulu, Ibu saat mengandung An.P.A.J dalam kondisi normal pada umur 33 tahun. Dikehamilan dan partus pertamanya, persalinan beliau cesar dan dibantu oleh dokter di rumah sakit. Saat lahir berat badan An. P.A.J 2,5 kg.

Riwayat kondisi sekarang, An. P.A.J didiagnosis Autisme dan telah mendapatkan intervensi okupasi terapi, dan terapi wicara. Saat ini An. P.A.J belum mampu berinteraksi sosial sama orang lain dan anak masih aktif. Harapan pasien, Orangtua anak berharap An. P.A.J dapat berintraksi sosial, berbicara dengan lancar, mengurangi hiperaktivitas dan menghilangkan maladaptif (melihat kipas angin).

B. Data Subjektif

1. Initial Assesment

Berdasarkan hasil interview pada tanggal 06 November 2020 terhadap orang tua anak diperoleh informasi bahwa anak kondisi anak hiperaktivitas seperti lari-lari, lompat-lompat, cenderung melihat kipas angin, terburu-buru melakukan aktivitas, kesulitan berinteraksi sosial dan atensinya masih kurang.

Kemampuan sensori anak cukup baik, anak dapat merasakan rangsangan dari luar dan berespon positif yang menandakan sistemnya berfungsi dengan baik.

Atensi dan konsentrasi anak yang dimiliki belum cukup baik, sehingga mudah teralihkan kepada orang lain atau lingkungan sekitar. Saat latihan

(2)

berkomunikasi dengan orang lain, anak masih dibantu oleh terapis dan orang tua. Anak memiliki riwayat kondisi lahir dengan berat 2,5 kg lahir dengan persalinan cesar usia kandungan 10 bulan lebih 1 minggu. Pada saat usia 9 bulan anak penah mengalami sakit campak. Waktu kecil anak pernah jatuh dari kasur, anak takut dengan mainan yang menimbulkan suara keras dan ada lampu respon anak ketika melihat mainan tersebut anak akan menangis dan teriak.

Namun orang tua merasa khawatir dengan perilaku anak dan akhirnya orang tua membawa anak untuk diperiksa ke psikolog dan disana mendapatkan hasil anak terdiagnosis Autime. Sebelum terapi di Klinik Mutiara Center pada tahun 2019, anak pernah mengikuti terapi di tempat lain selama 1 tahun. Alasan orang tua pasien datang ke unit Okupasi Terapi yaitu orang tua ingin anak dapat berinteraksi sosial dengan orang lain, mengurangi hiperaktivitas anak dengan gangguan atensi dan konsentrasi agar anak bisa mengikuti bermain di lingkungan dengan teman-temannya yang lain.

2. Observasi Klinis

Berdasarkan hasil observasi klinis yang dilakukan pada tanggal 06 November 2020 dapat diketahui bahwa anak berpenampilan rapi dan bersih.

Saat diajak berkomunikasi terdapat kontak mata, mampu menjawab dan mampu berkomunikasi dua arah. Mampu mengikuti instruksi sederhana dari terapis, kontrol kepala anak belum cukup stabil. Ketahanan atensi dan konsentrasi anak saat melakukan aktivitas pada level sedang (mudah terdistraksi) dengan kisaran waktu kurang lebih 5 menit. Mobilitas jalan secara mandiri, anak hiperaktif, gembira, mampu merespon jika dipanggil dan kooperatif.

3. Screening Test

Berdasarkan hasil screening tes pada 06 November 2020 dengan mama An. P.A.J didapatkan hasil bahwa anak lahir pada usia kehamilan 10 bulan 1 minggu dengan persalinan cesar dibantu dengan dokter. Keluhan utama orang tua anak adalah anak belum mampu bermain dengan teman sebayanya dan anak belum mampu berinteraksi sosial dengan orang lain. Kehidupan sehari-hari masih membutuhkan bantuan. Harapan dari orang tua anak yaitu anak mampu

(3)

bermain dengan teman sebayanya, mengurangi hiperaktif dan berinteraksi dengan orang lain. Anak mulai masuk di Klinik Mutia Center usia kurang lebih 4 tahun. Sebelum mengikuti terapi di Klinik Mutiara Center, anak sebelumnya menjalankan terapi okupasi di tempat terapi lain selama 1 tahun.

4. Model Treatment/Kerangka Acuan

Model treatment yang digunakan adalah kerangka acuan sensory integrasi karena kerangka acuan ini diterapkan dengan tujuan melatih anak untuk proses mengenal, mengubah, dan membedakan sensasi dari sistem sensori untuk menghasilkan suatu respon berupa “perilaku adaptif bertujuan” (Waiman, 2011).

Harapan menggunakan kerangka acuan Sensory Integrasi karena anak mengalami gangguan pada proprioseptive anak masih hiperaktivitas maka, untuk mencapai tujuan terapi dilakukan pelaksanaan terapi terdiri dari adjunctive, enabling, purposefull.

C. Data Objektif

Data objektif didapat dari Pemeriksaan Short Sensory Profile, pemeriksaan dengan Blangko Gars, pemeriksaan Motorik Halus, dan pemeriksaaan Motorik Kasar:

1. Short Sensory Profile

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blangko pemeriksaan dengan Blangko Pemeriksaan Short Sensory Profile, 11 November 2020 diperoleh hasil pada tactile sensitivity (sensitivitas taktil) memperoleh skor 27/35, taste/smell (sensitivitas bau) memperoleh skor 20/20, movement sensitivity (senitivitas gerakan) memperoleh skor 12/15, underresponsive/seeks sensation (tidak responsif/mencari sensori tertentu) memperoleh skor 22/35, audiotory filtering (penyaringan suara) memperoleh skor 13/30, low energy (lemah/kurang berenergi) memperoleh skor 30/30, visual/audiotory sensivity (sensitivitas penglihatan/pendengaran) memperoleh skor 24/25. Dari penilaian di atas dapat disimpulkan anak mengalami masalah pada low energy (lemah/kurang berenergi). Total dari keseluruhan skor adalah 148/190 yang berarti probable difference ( mungkin bermasalah).

(4)

2. Blangko Gilliam Autisme Rating Scale (GARS)

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan Blangko pemeriksaan Gars yang dilakukan pada Rabu, 11 November 2020 diperoleh hasil pada subtes perilaku stereotip memperoleh skor 11, komunikasi memperoleh skor 22, interaksi sosial memperoleh skor 17 dan gangguan perkembangan memperoleh skor 7. Total nilai standard scores (SS) 34 yang menunjukkan Autisme Quotient dengan nilai 90 yang berarti memiliki tingkat Autisme rata- rata yang artinya tidak terlalu parah, tetapi masih naik turun emosinya.

3. Pemeriksaan Motorik Halus

Berdasarkan blangko pemeriksaan motorik halus pada senin, 9 November 2020 diperoleh hasil bahwa anak memiliki sisi dominan kanan, anak mampu mengenggam benda kecil maupun besar, mampu meraih, melepas maupun menempatkan benda. Pada aktivitas membangun menara anak sudah mampu membangun 12 balok sesuai dengan usia anak 5 tahun dan anak sudah mampu melakukan aktivitas meronce baik memasang maupun melepas. anak sudah mampu mengimitasi dan mengkopi garis lurus, garis miring, lingkaran, tanda plus (+), kotak segitiga dan silang. Anak sudah mampu menggunting garis lurus, namun masih perlu arahan dari terapis.

Anak belum mampu mengunting bentu kotak dan lingkaran.

4. Pemeriksaan Motorik Kasar

Berdasarkan blangko pemeriksaan motorik kasar pada senin, 9 November 2020 diperoleh hasil bahwa anak dapat menggunakan dan menggerakkan anggota tubuh dengan baik. Pada aktivitas berjalan anak mampu berjalan kedepan, anak belum mampu berjalan kebelakang karena cenderung menyeret kaki kebelakang. Anak sudah mampu melakukan aktivitas meniti ke depan dipapan titian, anak mampu naik tangga, anak mampu turun tangga. Anak sudah mampu melompat 2 kaki kedepan, anak mampu berlari. Anak sudah mampu melakukan aktivitas lempar tangkap bola namun tidak konsisten. Anak sudah mampu menendang bola ke sasaran dan memutar bola dengan telapak kaki namun, anak belum mampu menendang bola ke arah belakang. Anak belum mampu menahan selama 10 detik saat

(5)

berdiri dengan satu kaki, anak belum mampu melompati benda 72 cm dengan kedua kaki bersamaan. anak belum mampu berjalan kebelakang karena cenderung menyeret kaki kebelakang.

D. PENGKAJIAN DATA

1. Rangkuman Data Subjektif dan Data Objektif

Berdasarkan Data Subjektif dan Data Objektif dapat disimpulkan sebagai berikut An. P.A.J di diagnosis Autisme mempunyai kemampuan kognitif yang baik, anak hiperaktivitas, anak sudah mampu membaca satu kata, mampu menulis nama, angka dan berhitung 1-10, anak mampu mengidentifikasi dan menyebutkan fungsi tubuh, anak sangat kooperatif rapi dan bersih.

Kemampuan motorik halus anak belum optimal pada aktivitas anak belum mampu mengunting bentu kotak dan lingkaran. Untuk aktivitas ADL anak mampu melakukan beberapa aktivitas dengan supervise. Kemampuan motorik kasar anak belum mampu menendang bola ke arah belakang. Anak belum mampu menahan selama 10 detik saat berdiri dengan satu kaki, anak belum mampu melompati benda 72 cm dengan kedua kaki bersamaan. anak belum mampu berjalan kebelakang karena cenderung menyeret kaki kebelakang.

2. Aset

Aset yang dimiliki An. P.A.J adalah anak memiliki keterampilan kognitif baik, anak sudah mampu membaca satu kata, mampu menulis nama, angka dan berhitung 1-10, anak mampu mengidentifikasi dan menyebutkan fungsi tubuh, anak sangat kooperatif saat melakukan aktivitas, pada aktivitas ADL anak mampu melakukan beberapa aktivitas dengan supervisi.

3. Limitasi

Limitasi yang dimiliki anak adalah atensi hanya bertahan pada durasi 3 menit, kontak mata, rentan konsentrasi kurang, anak masih hiperaktif, cenderung melihat kipas angin, belum bisa berinteraksi dengan orang lain secara mandiri. Pada motorik halus Anak belum mampu mengunting bentuk

(6)

kotak dan lingkaran. Kemampuan motorik kasar anak masih belum optimal, anak belum mampu menendang bola ke arah belakang. Anak belum mampu menahan selama 10 detik saat berdiri dengan satu kaki, anak belum mampu melompati benda 72 cm dengan kedua kaki bersamaan. Anak belum mampu berjalan kebelakang karena cenderung menyeret kaki kebelakang.

4. Prioritas Masalah

Sesuai dengan kondisi anak serta mempertimbangkan aset dan limitasinya maka prioritas masalah yang didapat pada area produktivitas yaitu hiperaktivitas (lari-lari, lompat-lompat, terburu-buru melakukan aktivitas) saat melakukan aktivitas sangat terbatas. Karena anak mengalami gangguan proprioseptive.

5. Diagnosis OT

Diagnosis OT anak mengalami kesulitan pada area produktivitas yaitu gangguan proprioseptive sehingga anak diberikan aktivitas bermain puzzle untuk mendapatkan input proprioseptive dan untuk mengurangi hiperaktivitas anak.

E. PERENCANAAN TRAPI

1. Tujuan Jangka Panjang atau Long Time Goal (LTG)

Anak mampu menyelesaikan puzzle 10 keping dengan durasi 15 menit tanpa menunjukan hiperaktivitas secara mandiri dalam 10 kali sesi terapi.

2. Tujuan Jangka Pendek atau Short Time Goal (STG)

a. Anak mampu menyusun puzzle 2-3 keping dengan durasi 5 menit tanpa menunjukan hiperaktivitas secara mandiri dalam 2 kali sesi terapi.

b. Anak mampu menyusun puzzle 3-5 keping dengan durasi 5 menit tanpa menunjukan hiperaktivitas secara mandiri dalam 3 kali sesi terapi.

c. Anak mampu menyusun puzzle 5-10 keping dengan durasi 5 menit tanpa menunjukan hiperaktivitas secara mandiri dalam 4 kali sesi terapi.

3. Strategi / Teknik

Strategi yang digunakan pada kasus ini adalah strategi for specific problem untuk memberikan pengalaman input sensori pada komponen

(7)

vestibular, proprioseptive pada anak, sensory diet, untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan, dan strategi active engagement dengan pemberian aktivitas yang menyenangkan untuk anak.

4. Frekuensi

Frekuensi yang dilakukan untuk melaksanakan program terapi yaitu 3 kali dalam seminggu.

5. Durasi

Durasi tiap satu kali sesi terapi yaitu 60 menit.

6. Media Terapi

Media terapi yang digunakan untuk menunjang tercapainya tujuan terapi diatas antara lain:

a. Papan titian

b. Papan keseimbangan c. Puzzle

d. Bowling e. Bola basket

f. Tangga dan prosotan 7. Home Terapi

Home program yang dapat diberikan pada pasien yaitu meminta orang tua atau keluarga pasien untuk mengulangi kembali aktivitas yang dilakukan saat sesi terapi setiap hari setidaknya selama 30 menit.

F. PELAKSANAAN TERAPI

Dalam sub bab pelaksanaan terapi akan memuat informasi tentang tahapan- tahapan yang akan dilakukan melalui Adjunctive Activitity, Enabling Activitity, Purposeful Activitity, yang akan dibahas satu persatu sebagai berikut:

1. Adjunctive Activitity

(8)

Adjunctive activity ialah aktivitas yang memiliki tujuan mempersiapkan anak untuk melakukan aktivitas sesi terapi seperti, teknik fasilitasi, pemposisian dan stimulasi sensorik (Coppard, 2014).

a. Posisi

Anak diminta duduk di kursi menghadap meja atau terapis, pada tahap ini tanya jawab sosial seperti menanyakan kabar. Melabel fungsi bodypart dan benda disekitar bertujuan agar meningkatkan keakraban antar terapis dan anak, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

b. Anak diberi kesempatan untuk memilih mainan sendiri

Pada tahap ini terapis mengajak anak untuk memilih mainan yang diinginkan, aktivitas ini bertujuan untuk meningkatkan keakraban dan rasa nyaman anak dengan terapis. Safety Precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu selalu mengasi anak saat bermain, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

2. Enabling Activitity

Enabling activitity merupakan aktivitas yang bertujuan untuk melatih koordinasi mata tangan kaki, manipulasi jari-jari, memperkuat otot pada jari-jari kaki, serta melibatkan suatu tugas simulasi yang mempersiapkan anak berpartisipasi dalam aktivitas (Coppard, 2014).

a. Lempar Tangkap Bola

Anak diminta untuk berdiri tegak menghadap terapis. Lalu terapis menginstruksikan pada anak untuk menangkap dan lempar bola ke terapis. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih anak dalam koordinasi mata tangan kaki, memperkuat otot-otot pada jari- jari. Dalam aktivitas ini menggunakan strategi active engagement yaitu dengan permainan.

(9)

Gambar 3.1: Aktivitas Lempar Tangkap Bola

Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensori propioceptive dan vestibular. Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu bola agar tidak mengenai kepala anak, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

b. Berdiri 1 kaki kanan dan kiri

Anak diminta untuk berdiri satu kaki secara bergantian sesuai dengan instruksi terapis. Aktivitas ini bertujuan untuk menurunkan hiperaktivitas anak. Strategi yang digunakan ialah specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensori propioceptive dan vestibular.

Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu resiko jatuh dan terluka pada anak saat melakukan aktivitas.

aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

Gambar 3.2: Aktivitas Berdiri Satu Kaki

(10)

c. Menendang Bola

Anak diminta untuk berdiri tegak menghadap terapis. Lalu terapis menginstruksikan pada anak untuk tendang bola ke terapis atau ke sasaran. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih anak dalam koordinasi mata tangan kaki, memperkuat otot-otot pada jari- jari. Dalam aktivitas ini menggunakan strategi active engagement dengan permainan dengan permainan. Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensori propioceptive dan vestibular. Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan.

Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu bola agar tidak mengenai kepala anak, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

3. Purposeful Activitity

Purposeful activitity adalah tahapan terapi meliputi aktivitas yang bertujuan ke arah okupasi yang relevan dan memiliki arti bagi anak (Coppard, 2014).

Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan memiliki tujuan, relevan dan bermakna bagi anak yang merupakan bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari. Anak masih diberikan tugas menyusun puzzle sesuai dengan bentuk dan ukuran dilakukan dengan posisi duduk. Pada tahap ini diterapkan strategi dimana pada saat menyusun puzzle dengan melewati halang-rintang sesuai dengan intruksi terapis kemuian, anak akan diberikan tingkat level kesulitannya yaitu dari 3 keping, 5 keping dan 10 keping.

Tujuan dilakukan aktivitas menyusun puzzle yaitu agar menurukan hiperaktivitas anak.

a. Rintangan

Aktivitas ini yang bertujuan untuk menurunkan hiperaktivitas pada anak.

Pada tahap ini anak diminta untuk memasang puzzle tapi dengan melewati rambu-rambu yang akan diinstruksikan dari terapis seperti

“ambil puzzle lalu melompat 1 kaki dengan membawa puzzle, lalu jalan zig-zag, kemudian naik papan keseimbangan dengan membawa puzzle,

(11)

naik tangga lalu turun diprosotan dengan membawa puzzle, lalu anak diminta jalan kepting kemudian duduk tertib lalu memasangkan puzzle, lalu anak di instruksikan naik papan titian”. Setelah itu anak diminta untuk bermain lempar tangkap bola. Anak berdiri tegak menghadap terapis. Lalu anak diinstruksikan untuk menangkap, melempar bola dari anak ke terapis. Aktivitas tersebut dapat melatih koordinasi mata tangan kaki, manipulasi jari-jari, memperkuat otot pada jari-jari, dan motor planning. Dalam tahapan ini strategi active engagement dengan permainan dengan permainan. Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensory propioceptive dan vestibular.

Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu resiko jatuh dan terluka pada anak saat melakukan aktivitas, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

1) Aktivitas Mengambil Puzzle

Anak diminta untuk mengambil puzzle. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih anak dalam koordinasi mata tangan kaki, memperkuat otot- otot pada jari- jari. Dalam aktivitas ini menggunakan Strategi yang diguanakan ialah strategi active engagement dengan permainan dengan permainan. Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensory propioceptive dan vestibular. Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu selalu mengasi anak saat mengambil puzzle dan pastikan benda tersebut tidak membahayakan buat anak, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

(12)

Gambar 3.3: Aktivitas Mengambil Puzzle 2) Melompat satu kaki

Anak diminta untuk berdiri satu kaki dan melompat kedepan sesuai dengan instruksi terapis. Aktivitas ini bertujuan untuk menurunkan hiperaktivitas anak. Strategi yang digunakan ialah sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu resiko jatuh dan terluka pada anak saat melakukan aktivitas.

aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

Gambar 3.4: Aktivitas Lompat Satu Kaki 3) Jalan Pola Zig-Zag

Anak diminta untuk berdiri lalu jalan melewati bowling. Aktivitas ini bertujuan untuk koordinasi mata dan menurunkan hiperaktivitas anak. Strategi yang digunakan ialah sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu resiko jatuh dan terluka pada anak saat melakukan aktivitas. aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

(13)

Gambar 3.5: Aktivitas Jalan Zig-Zag 4) Aktivitas Naik Tangga-Turun Prosotan

Anak diminta posisi berdiri lalu naik anak tangga dan turun prosotan sesuai dengan instruksi terapis. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih koordinasi mata, tangan, kaki dan bisa memberikan input proprioseptif, tactile dan vestibular pada anak untuk menurunkan hiperaktivitas anak. Strategi yang diberikan ialah Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensory propioceptive dan vestibular. Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution anak selalu diawasi oleh terapis agar tidak terjatuh dan dijauhkan dari benda yang memiliki sisi tajam dan tumpul.

(a) (b)

Gambar 3.6: (a) Aktivitas Naik Tangga, (b) Aktivitas Turun Prosotan 5) Duduk dan Berdiri Di Papan Vestibular (Keseimbangan)

Anak diminta posisi berdiri lalu duduk di papan vestibular sesuai dengan instruksi terapis. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih

(14)

koordinasi mata, tangan, kaki, melatih keseimbangan tubuh dan bisa memberikan input proprioseptif, dan vestibular pada anak untuk menurunkan hiperaktivitas anak. Strategi yang diberikan ialah Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensori propioceptive dan vestibular. Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan.

Safety precaution anak selalu diawasi oleh terapis agar tidak terjatuh dan dijauhkan dari benda yang memiliki sisi tajam dan tumpul.

Gambar 3.7: Duduk dan Berdiri Di Papan Vestibular 6) Jalan Kepiting

Anak diminta posisi jongkok lalu jalan mundur sesuai dengan instruksi terapis. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih koordinasi mata, tangan, kaki dan bisa memberikan input proprioseptif, dan vestibular pada anak untuk menurnkan hiperaktivitas anak. Strategi yang diberikan ialah Specific problem yaitu dengan memberikan kebutuhan input sensori propioceptive dan vestibular. Sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution anak selalu diawasi oleh terapis agar tidak terjatuh dan memperhatikan resiko terluka pada saat melakukan aktivitas.

(15)

Gambar 3.8: Aktivitas Jalan Kepiting 7) Aktivitas Memasang Puzzle

Anak diminta untuk memasang Puzzle. Aktivitas ini bertujuan untuk melatih anak dalam koordinasi mata tangan kaki, memperkuat otot- otot pada jari- jari. Dalam aktivitas ini strategi yang diberikan ialah sensory diet untuk memenuhi kehidupan sensorik anak dengan aktivitas yang telah direncanakan. Safety precaution yang perlu diperhatikan oleh terapis yaitu selalu mengawasi anak saat memasang puzzle dan pastikan benda tersebut tidak membahayakan buat anak, aktivitas ini dilakukan pada setiap pertemuan.

Gambar 3.9: Aktivitas Memasang Puzzle

G. Re-Evaluasi

1. Reevaluasi Data Subjektif

Dari hasil interview pada Rabu tanggal 03 Februari 2021 diperoleh informasi bahwa setelah menjalani 10 kali sesi terapi anak sudah ada perubahan. Anak mampu berjalan pelan-pelan. Anak sudah menurun tingkat

(16)

hiperaktifnya dan anak sudah mampu fokus dalam melakukan tugasnya meskipun belum mampu untuk konsisten. Pada saat melakukan tugas dari terapis, anak mampu duduk dengan tenang selama 15 menit.

Pemeriksaan, diperoleh bahwa anak mengalami penurunan pada level hyperactivity namun anak mengalami penurunan pada item berlari-lari, kesulitan untuk duduk tenang. Penurunan ini terjadi karena anak diberikan aktivitas sensory integration dan aktivitas table top yaitu menyusun puzzle yang dapat membuat anak tertarik, sehingga anak diajak untuk fokus pada tugas yang diberikan dan mampu patuh untuk menyelsaikan tugas sampai selesai. Dengan demikian, anak akan berkurang hiperaktivitas dan lebih mudah untuk duduk tenang.

2. Reevaluasi Data Objektif

Reevaluasi data objektif merupakan ringkasan dari blangko-blangko pemeriksaan reevaluasi yang dilakukan pada anak meliputi pemeriksaan short sensory profile, pemeriksaan dengan blangko GARS, pemeriksaan motorik halus, periksaan motorik kasar.

a) Short Sensory Profile

Berdasarkan pemeriksaan menggunakan blangko pemeriksaan short sensory profile yang dilakukan pada Senin, 18 Januari 2021 di peroleh hasil tactile sensitivity (sensitivitas taktil) memperoleh skor 27/35, taste/smell (sensitivitas bau) memperoleh skor 20/20, movement sensitivity (senitivitas gerakan) memperoleh skor 12/15, underresponsive/seeks sensation (tidak responsif/mencari sensori tertentu) memperoleh skor 22/35, audiotory filtering (penyaringan suara) memperoleh skor 25/30, low energy (lemah/kurang berenergi) memperoleh skor 30/30, visual/audiotory sensivity (sensitivitas penglihatan/pendengaran) memperoleh skor 24/25. Dari penilaian di atas dapat ditarik kesimpulan anak mengalami peningkatan pada audiotory filtering (penyaringan suara).

Total dari keseluruhan skor adalah 160/190 yang berarti Typical Performance (kinerja khas).

(17)

b) Pemeriksaan GARS (Gilliam Autisme Rating Scale)

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada Senin 18 Januari 2021 diperoleh hasil pada subtes perilaku stereotip memperoleh skor 3, komunikasi memperoleh skor 6, interaksi sosial memperoleh skor 1, dan gangguan perkembangan memperoleh skor 4 sehingga total Standard Score (SS) 14 yang menunjukkan Autisme Quotient 57 yang berarti memiliki tingkat keparahan yang rendah. Dari hasil test ini dapat di simpulkan anak mengalami peningkatan pada sub test interaksi sosial.

c) Pemeriksaan Motorik Halus

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada Rabu, 10 Febuari 2021 kemampuan anak mengalami peningkatan antara lain anak mampu meronce dengan manik-manik kecil, menarik kertas tanpa hambatan, menggunting sesuai pola lingkaran, kotak, dan segitiga dengan kontrol gerakan tangan yang stabil dan cara menggenggam kertas yang menyesuaikan pola. Dalam aktivitas pre-writing skill anak mampu mengkopi dan mengimitasi bentuk segitiga, kotak, dan lingkaran.

d) Pemeriksaan Motorik Kasar

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada Rabu, 10 Febuari 2021 kemampuan motorik kasar anak mengalami peningkatan antara lain anak mampu berdiri dengan satu kaki selama 10 detik dan sambal berhitung, anak mampu melompati benda dengan tinggi 70 cm dengan kaki bersamaan.

Dalam keterampilan bermain bola anak menunjukkan peningkatan seperti bola yang dilempar anak dapat melambung sampai ke terapis, anak mampu menangkap bola dengan siku menekuk.

3. Re-Evaluasi Hasil Terapi/Perencanaan

Aktivitas bermain puzzle bertujuan untuk menurunan hiperaktivitas pada anak yang dilakukan selama 10 kali sesi terapi, maka diketahui bahwa LTG yang disusun sudah tercapai. Dalam pelaksanaan terapi bahwa STG 1 sudah tercapai anak mampu menyusun puzzle 2-3 keping dengan durasi 5 menit secara mandiri dengan melewati halang rintang dengan tidak buru-buru sesuai dengan perintah

(18)

terapis. STG II sudah tercapai anak mampu menyusun puzzle 5-5 keping dengan durasi 5 menit secara mandiri.dengan melewati rintangan yang diberikan terapis dengan tidak buru-buru sesuai dengan perintah terapis. STG III sudah tercapai anak mampu menyusun puzzle 5-10 keping dengan durasi 5 menit secara mandiri, dengan melewati rintangan yang diberikan terapis dengan tidak buru- buru sesuai dengan perintah terapis.

H. Follow Up

Berdasarakan hasil reevaluasi yang sudah dilakukan maka, untuk tindakan selanjutnya, terapis memberikan rekomendasi kepada keluarganya.

rekomendasi tersebut kami berikan kepada An. P.A.J yaitu dengan memberikan aktivitas bermain puzzle yang melibatkan posisi duduk tenang dan anak dapat menyelesaikan aktivitas sampai selesai tanpa hiperaktivitas dan terdistraksi dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya. Serta membimbing dan memerikan motivasi kepada anak.

Gambar

Gambar 3.1: Aktivitas Lempar Tangkap Bola
Gambar 3.3: Aktivitas Mengambil Puzzle  2) Melompat satu kaki
Gambar 3.5: Aktivitas Jalan Zig-Zag  4)  Aktivitas Naik Tangga-Turun Prosotan
Gambar 3.7: Duduk dan Berdiri Di Papan Vestibular  6) Jalan Kepiting

Referensi

Dokumen terkait

Roland reads on, finds Ellen admiringly describing The Fairy Melusina as truly original, etc., an unexpected attitude regarding a woman who may have been RHA's mistress..

Kinerja sasaran ini rata-rata mencapai 100% dalam usaha mencapai sasaran, Pemerintah Kabupaten Pekalongan menetapkan dalam 1 program dan 2 (dua) kegiatan dengan

100.. Kredit dan NPL Bank Umum Kepada Pihak Ketiga Bukan Bank Berdasarkan Lapangan Usaha dan Bukan Lapangan Usaha Per Lokasi Dati I Bank Penyalur Kredit - November 2013. Credit and NPL

41 / 1999 dan mengetahui sejauh mana tingkat bahaya partikel udara (PM 10 / PM 2,5 dan TSP) terhadap kesehatan masyarakat, serta memperkirakan deposisi partikel udara ke

Proses fitoremediasi pada penelitian ini dilakukan secara batch menggunakan dua variasi kombinasi jumlah tanaman kayu apu dan papyrus serta variasi waktu

Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar peserta didik untuk kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran dengan

Dari hasil analisis kadar oksalat pada kerupuk puli mentah dan kerupuk puli goreng penambahan gel porang 5% dapat dikatakan mendekati aman dikonsumsi karena

The factors that make the second semester students difficult in writing narrative paragraph of English Education Study Program of STAIN Palangka Raya in academic