MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IVA SDN Tunjung 1
Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan)
Prayitno
Pengembangan karakter merupakan bagian proses yang tidak terpisahkan dari pembelajaran. Karakter peduli dan tanggung jawab siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan, belum berkembang dan membudaya. Mengatasi rendahnya karakter tersebut, dimplementasikan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), dengan tujuan menggambarkan secara mendalam kondisi awal, perencanaan, implementasi, evaluasi, kendala, upaya dan mengeksplorasi dampaknya. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data diperoleh melalui pedoman observasi, dokumentasi, catatan lapangan, wawancara, dan penilaian diri. Perencanaan dimulai dengan membedah KI dan KD, menyusun silabus dan RPP serta memilih bahan ajar yang sesuai. Implementasi pada siklus I model VCT analisis gambar, siklus II VCT daftar nilai dan siklus III VCT games. Evaluasi untuk mengetahui tahap pengetahuan (kognitif), internalisasi dalam sikap dan perilaku. Pengetahuan dan internalisasi karakter peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab sebelum implementasi model VCT belum membudaya (MK). Diakhir siklus III pembudayaan (MK) pengetahuan karakter peduli lingkungan 64,86%, karakter peduli sosial 64,86%, dan karakter tanggung jawab 64,86%. Internalisasi pembudayaan (MK) diakhir siklus III karakter peduli 64,86%, karakter peduli sosial 64,86%, dan karakter tanggung jawab 70,27%. Kendalanya antara lain sulit memilih bahan ajar kontekstual, menentukan alat penilaian, menjaga kesinambungan, menerapkan pada mata pelajaran lain. Upaya yang dapat ditempuh yaitu mencari bahan ajar sekurang-kurangnya peristiwa pernah didengar, skor maksimal lalu mengurangi sesuai kriteria, mengawasi, memberi tauladan, memilih model pembelajaran lain. Kesimpulannya melalui implementasi model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn, karakter peduli dan tanggung jawab siswa berkembang membudaya, bisa mengambil keputusan baik dan buruk sesuai pengetahuan, kebiasaan bersikap dan berperilaku sehari-hari baik.
Kata Kunci: Karakter, Peduli, Tanggung jawab, Penelitian Tindakan Kelas, Value Clarification Technique.
ABSTRACT
DEVELOPING THE CHARACTER TRAITS OF CARING AND RESPONSIBILITY THROUGH THE IMPLEMENTATION OF VALUE
Prayitno
Character development is an inseparable part of learning process. The character traits of caring and responsibility among students of class IVA of SDN (State Primary School) Tunjung 1 Burneh District, Bangkalan Regency, have not been developed and cultivated. To solve the issue, Value Clarification Technique (VCT) learning model was implemented in the subject of Pancasila (the Five Principles of Indonesia) and Citizenship Education (PPKn), aimed to describe in-depth the initial condition, planning, implementation, evaluation, obstacles, efforts, and their impacts. The research used Classroom Action Research method. Data were obtained through observation, documentation, field notes, interview, and self-assessment. Planning was initiated by exploring core competences and basic competences, making syllabus and lesson plans, and selecting appropriate teaching materials. The implementation in cycle I was done through VCT with picture analysis, cycle II VCT with a list of values, and cycle III VCT with games. The evaluation was conducted to find the cognitive stage and internalization into attitude and behaviors. It was found that the knowledge and internalization of green character (caring for the environment), social care and responsibility before the implementation of VCT model were not cultivated. At the end of cycle III, the cultivation of the knowledge of green character was 64.86%, the character of social care 64.86%, and the character of responsibility 64.86%. The internalization and cultivation at the end of cycle III for the character of caring was 64.86%, social care 64.86%, and responsibility 70.72%. The obstacles met were, among others, difficulties in selecting contextual teaching materials, determining assessment instrument, maintaining continuity, and implementing the model in other subjects. The efforts to tackle these problems are searching for teaching materials at least from familiar events, reducing the maximum scores according to the criteria, supervising, providing examples, and selecting other learning models. It is concluded that through the implementation of VCT learning model in the subject of PPKn, the character traits of caring and responsibility of students develop and become cultivated; the students become able to distinguish good from bad based on their knowledge, and show good attitude and behaviors in daily life.
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian ini memuat: 1) Latar belakang; 2) Identifikasi masalah; 3)
Rumusan masalah; 4) Tujuan penelitian; 5) Kegunaan hasil penelitian; dan 6)
Struktur organisasi tesis.
1.1. Latar Belakang
Pendidikan karakter merupakan bagian proses yang tiada henti dan tak
terpisahkan dari proses pembelajaran. Tiada henti artinya dilakukan sepanjang
hayat sepanjang keberadaan manusia masih eksis. Tak terpisahkan artinya selama
manusia belajar selama itu pula pendidikan karakter harus tetap berlangsung,
karena manusia akan selalu berkembang dan tumbuh dari masa ke masa, dari
generasi ke generasi. Dalam usaha membentuk karakter anak sebagai modal dasar
keluarga dan bangsa menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah,
dan lingkungan, dengan harapan hasil pendidikan karakter dapat dinikmati oleh
semua.
Peristiwa contek masal di SD Gadel II Surabaya, bentrokan siswa SD
Banjarsari dengan SD Merdeka Bandung, pelecehan seksual siswa SD di
Banyuwangi terhadapa siswi SMP, dan masih banyak lagi perkelaian siswa
sekolah dasar lainnya menunjukkan adanya kegagalan proses pembelajaran di
sekolah dasar dalam membentuk karakter yang luhur secara luas. Pendidikan
karakter sudah ramai di pasaran, menggaung keseluruh pelosok negeri, tetapi
sepi pembeli, mengering terkena panasnya isu globalisasi, hasilnya belum sesuai
dengan yang diharapkan oleh semua sekolah sebagaimana harapan masyarakat,
bangsa dan negara. Masih banyak siswa yang rendah berkarakter, seperti yang
telah diterangkan di muka.
Demikian juga dengan karakter siswa di SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh
Kabupaten Bangkalan, pembudayaan karakter belum membudaya. Menurut hasil
pengamatan, bincang-bincang dengan teman sejawat, laporan masyarakat sekitar,
karakter siswa masih rendah, contoh: a) membuang sampah sembarangan,
piket kelas; c) datang terlambat; d) enggan menyirami tanaman yang ada di depan
kelasnya bahkan cenderung merusak dengan cara menendangnya dengan bola; e)
membiarkan tanaman yang layu tetap layu; f) terlambat saat upacara bendera hari
senin; g) tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka; h) membiarkan
temannya sendirian menunggu jemputan; i) tidak membantu temannya yang
kesulitan belajar; j) tidak menengok temannya yang sakit; k) tidak memakai helm
saat berkendaraan bermotor; l) enggan untuk memberi makan dan minum hewan
piaraannya; m) menyirami halaman rumah saat musim kemarau sehingga debu
menjadi beterbangan membentuk polusi udara dan masih banyak lagi hal-hal yang
belum baik lainnya.
Hal ini terjadi karena pembelajaran disekolah tidak memperhatikan hal-hal
seperti itu, menurut anggapan beberapa orang yang kurang peduli bukan sesuatu
yang penting dan tidak mengkhawatirkan, menganggap wajar karena mereka
masih anak-anak, belum saatnya untuk belajar tertib, peduli dan
bertanggungjawab.
Pembudayaan nilai-moral (Hakam, 2012:87) harus dilakukan secara dini, dan
usia SD merupakan periode kehidupan yang sangat penting untuk pembinaan
moral secara individual. Permasalahan di atas terjadi karena penerapan model
pembelajaran yang diterapkan kurang ada modifikasi yang sesuai dengan situasi
dan kondisi mental dan pola pikir siswa. Penerapan model pembelajaran antara
siswa sekolah dasar dan sekolah lanjutan pola pelaksanaannya disamakan.
Pembelajaran hanya dijadikan rutinitas biasa, sekedar menggugurkan kewajiban,
siswa tidak melakukan, dan tidak menggugah permasalahan, tanpa menyentuh roh
pembelajaran. Pembelajaran yang dapat mengembangkan karakter siswa bukan
menjadi tujuan utama. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai inti
mata pelajaran pembentuk karakter tidak dapat menusuk membekas pada diri
siswa.
Selama ini sesuai dengan pengalaman dan pengamatan baik di SDN Tunjung
1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur, maupun di
kritis dan pemikiran jernih anak, tidak mengembangkan kerjasama antar siswa
dalam kelompok kecil maupun kelompok kelas, lebih banyak menonjolkan
kemampuan dan kebanggaan individual.
Permasalahan-permasalahan seperti di atas perlu segera diperbaharui. Bila
hal-hal yang dianggap kecil ini tidak segera diperbaiki akan berakibat yang tidak
baik di masa yang akan datang. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya
terdekat (karakter) maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia
tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa (Depdiknas, 2010; 5).
Salah satu satu usaha yang dapat dilakukan adalah melalui penerapan model
pembelajaran yang hasil yang lebih menjanjikan, dengan meperhatikan teknik
pembelajaran, sarana prasarana, langkah-langkah, kesesuaian materi dengan
model/metode, media, alat evaluasi dan sumber-sumber belajar yang lain.
Sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna, memiliki roh belajar untuk
belajar dan belajar sebagai proses untuk belajar sepanjang hayat (learning to live
together).
Pendidikan karakter perlu diberikan kepada siswa sekolah dasar sesuai
dengan pola pikirnya bukan sesuai dengan pola pikir orang dewasa. Pola pikir
seusia siswa sekolah dasar sangat unik dan bersifat kontektual. Perkembangan
berpikir sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, sifat-sifatnya yang
suka bermain dengan kesenangan mereka. Anak-anak yang hidup dengan
rendahnya kesadaran moral kini mulai bermunculan, guru-guru mereka
mengatakan bahwa mereka berasal dari keluarga yang bermasalah. Tentu saja
kurangnya perhatian orang tua menjadi alasan utama bagi sekolah untuk secara
sadar maupun secara terpaksa harus terlibat dalam pendidikan moral.
Pendidikan ini menjadi perhatian semua pihak, baik sekolah, masyarakat dan
dunia usaha. Pendidikan karakter harus dijadikan pendidikan sepanjang hayat,
sebagai proses perkembangan ke arah manusia paripurna, memerlukan
keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa, tak ubahnya dengan
mengukir, memberikan sentuhan agar barang tersebut memiliki nilai lebih. Di
harus dilakukan sejak sekarang, dan sebaik-baik bekal yang diberikan bagi
generasi mendatang adalah pendidikan karakter.
Saat ini bangsa Indonesia dalam posisi perubahan menuju puncak peradaban
dunia. Dalam proses perubahan ini, pendidikan karakter merupakan sebuah
keniscayaan. Sebab, hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu
mencapai puncak perdaban dunia. Pendidikan pembinaan dan pengembangan
karakter, sebuah proses berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending
process) selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap ada. Pendidikan karakter menjadi bagian terpadu dari pendidikan generasi muda agar menjadi generasi
paripurna. Proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek
perkembangan peserta didik, seperti afektif (afektive value), kognitif (knowledge)
dan psikomotorik (skill) sebagai satu kesatuan dalam kontek budaya (kultural).
Karakter tidak bisa dibentuk (character building) dalam perilaku yang bisa
dilombakan (olympiade). Pengembangan dan pembinaan karakter harus menyatu
dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan
pendidikan, dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan
bukan instruksional, serta dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap
perkembangan peserta didik.
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yang beriman, bertaqwa, dan beraklak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan
beradap berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
Pasal 3 Undang-Undang RI no.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), secara imperatif digariskan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan
bertanggungjawab.
Pendidikan nasional, sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang
selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu manusia
terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan nasional harus
berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam pembangunan bangsa dan
karakter. Pembentukan watak atau karakter dan peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, menjadikan warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab, merupakan misi suci (mission
sacre) dari pendidikan karakter.(Winataputra, 2012: 167-168).
Undang-undang Republik Indonesia NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional: Pasal 38 ayat 2 “Kurikulum pendidikan dasar dan menengah
dikembangkan sesuai relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan
dan komite sekolah/madarasah di bawah koordinasi dan supervise dinas
pendidikan atau kantor departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan
dasar dan Propinsi untuk pendidika menengah.” Pasal 51 ayat 1 “Pengelolaan
satuan Pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip mamajemen berbasis sekolah/madarasah.”
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
Berdasarkan penelitian sejarah dari seluruh negara yang ada di dunia ini pada
dasarnya pendidikan memiliki dua tujuan, yaitu membimbing para generasi muda
untuk menjadi cerdas dan memiliki perilaku berbudi (Lickona, 2012b: 7). Tujuan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Mengembangkan potensi kalbu/nurani/
afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa; Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta
didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religius; Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik; Mengembangkan kemampuan peserta didik; dan Mengembangkan
lingkungan kehidupan sekolah, untuk itu guru sebagai pengemban dalam
pembinaan karakter, sudah selayaknya melaksanakan sesuai dengan pola
pikirnya, sehingga pendidikan yang diberikan dapat terserap dan terterapkan.
Telah banyak penelitian tentang penerapan teknik dan model pembelajaran dalam
rangka pendidikan karakter, baik di sekolah dasar, sekolah menengah pertama,
dan sekolah menengah atas. Hasil penelitian menunjukkan dapat meningkatkan
hasil studi, kualitas karakter peserta didik, persepsi mengenai suasana sekolah
yang kondusif, serta kualitas kepemimpinan kepala sekolah, telah mampu
menimbulkan atmosfer pembelajaran yang lebih kondusif dan baik dalam
menumbuhkembangkan nilai karakter bangsa daripada pembelajaran
konvensional.
Dalam filosofi lahirnya kurikulum 2013, dewasa ini, kecenderungan
menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering
muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya
pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa
kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan
dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah
keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang
menantang peserta didik.
Berdasarkan sudut pandang psikologis, tingkat perkembangan peserta didik
tidak cukup abstrak untuk memahami konten mata pelajaran secara terpisah-pisah.
Pandangan psikologi perkembangan dan Gestalt memberi dasar yang kuat untuk
integrasi KD yang diorganisasikan dalam pembelajaran tematik. Dari sudut
pandang transdisciplinarity maka pengotakan konten kurikulum secara terpisah
ketat tidak memberikan keuntungan bagi kemampuan berpikir selanjutnya. Dalam
kurikulum ini pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline)
menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak (multidisciplines).
Masa usia anak sekolah dasar (6-12 tahun) merupakan masa perkembangan
yang penting dan fundamental bagi kesuksesan menghadapi tugas perkembangan
selanjutnya. Piaget, Vigotski, dan Bruner (dalam Kurniawan, 2011; 71)
menjelaskan bahwa ciri-ciri belajarnya adalah sebagai berikut: a) secara alamiah
memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik terhadap dunia sekitar yang ada di
sekelilingnya, b) senang barmain dan gembira, c) suka mengatur dirinya sendiri
untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencoba
usaha-usaha baru, d) memiliki perasaan dan dorongan untuk berprestasi dan tidak suka
terhadap ketidakpuasan dan kegagalan, e) melakukan belajar secara efektif ketika
merasa puas dengan situasi yang terjadi, dan f) belajar dengan cara bekerja,
mengobservasi, berinisiatif, mengajar anak temannya yang sebaya (Basset et.al;
Sumantri dan Permana, 1999).
Selama ini telah banyak diterapkan model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT) di berbagai sekolah khususnya di sekolah lanjutan, baik SMP maupun SMA, dalam usaha menanamkan karakter bangsa. Dari berbagai
penelitian yang ada nampaknya Value Clarification Technique (VCT) ini cukup
berhasil. Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ini didesain
khusus untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga penerapan
model pembelajaran sangat cocok dengan pendekatan mata pelajaran seperti yang
Pendekatan model pembelajaran yang berlaku di sekolah dasar, sesuai dengan
kurikulum KTSP pada kelas rendah adalah dengan menggunakan pendekatan
tematik, sedang pada kelas tinggi menggunakan pendekatan mata pelajaran.
Kurikulum 2013 ini semua pndekatan yang berlaku di sekolah dasar adalah
dengan menggunakan pendekatan tematik integratif. Pendidikan karakter menjadi
pokok bahasan utama dalam kurikulum 2013 ini. Dengan demikian model
pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) amat memungkinkan untuk
diterapkan di sekolah dasar dalam usaha membentuk karakter, karena model
pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) ini didesain untuk pendekatan
mata pelajaran, sedangkan pendekatan pembelajaran yang berlaku di dekolah
dasar adalah dengan tematik integratif, maka penerapannya perlu penyesuaian
dengan pendekatan tematik integratif. Melihat dari itu semua maka peneliti
terdorong mengimplementasikan model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT) ini di sekolah dasar, dengan harapan dan keyakinan bahwa dengan jalan ini karakter siswa sekolah dasar akan berkembang.
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
efisien dan menyenangkan. Keberhasilan sebuah pembelajaran dapat diketahui
dengan baik apabila diadakan penelitian. Penelitian yang tepat dalam sebuah
pembelajaran adalah dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dalam
pelaksanaan penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique
(VCT) di SDN Tunjung 1 ini menggunakan teknik Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) sebagai metode penelitiannya. Langkah ini diambil karena Penelitian
Kindakan kelas (PTK) bersifat emansipatoris dan membebaskan karena penelitian
ini mendorong kebebasan berpikir dan berargumen pada pihak siswa, dan
mendorong guru untuk bereksperimen, meneliti, dan menggunakan kearifan
dalam mengambil keputusan atau judgment (Hopkins dalam Wiriaadmadja, 2006:
25). Dengan demikian hal ini cocok dalam usaha menanamkan karakter siswa
untuk berpikir cerdas dan berargumen yang santun, berdasar, sehingga pada
gilirannya siswa akan paham bagaimana belajar yang benar-benarnya belajar,
pembelajaran yang berujung pada peningkatan mutu pendidikan dan
profesionalisme guru.
Berdasar pada latar belakang permasalahan di atas maka peneliti memutuskan
judul tesis ini dengan “PENGEMBANGAN KARAKTER PEDULI DAN
TANGGUNG JAWAB MELALUI IMPLEMENTASI MODEL
PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) (Penelitian
Tindakan Kelas di Kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten
Bangkalan)
1.2. Identifikasi Masalah
Penelitian diperlukan apabila terdapat kesenjangan antara teori, praktek dan
harapan. Permasalahan yang terjadi di kelas IVA SDN Tunjung1 Kecamatan
Burneh Kabupaten Bangkalan dalam hal pengembangan karakter peduli dan
tanggungjawab adalah:
1. Kesenjangan pembinaan karakter bangsa dalam pembelajaran. Pembelajaran
dengan penekanan pada pembinaan karakter bangsa sebenarnya sudah
diinstruksikan kepada semua pendidik dalam hal ini guru pada semua jenjang
pendidikan. Namun instruksi ini hanya sekadar instruksi, tidak diikuti dengan
pelatihan-pelatihan kepada guru-guru. Perlu diketahui bahwa guru sebenarnya
menyambut ini dengan senang hati. Dalam penerapannya pada akhirnya guru
hanya belajar sendiri baik melalui pemahaman sendiri, dari bincang-bincang
teman sejawat melalui kelompok kerja. Pembinaan kompetensi guru dalam
usaha menerapkan pembelajaran berkarakter jarang diterima, apabila ada guru
yang paham tentang karakter bangsa lebih dikarenakan guru secara individu
rajin belajar. Dengan segala keterbatasan pemahaman maka tidak jarang yang
salah arah dalam penerapannya, ditambah lagi dengan tidak dipentingkannya
karakter dalam penentuan kelulusan maupun kenaikan kelas pada siswa. Perlu
diketahui bahwa dalam sistem belajar tuntas (mastery learning) yang dipahami
selama ini, juga berdasarkan doktrinasi yang diterima guru di sekolah tidak
diperkenankan ada siswa yang tinggal kelas dan tidak lulus ujian. Tuntas
berdasarkan ketuntasan minimal yang ditentukan sekolah. Ketuntasan ini
ditandai dengan keberhasilan siswa menyelesaikan kompetensi dasar pada
ranah kognitif saja. Bila siswa secara kognitif pandai maka anak itu dianggap
tuntas, tanpa melihat perilaku sehari-hari siswa, bahkan dalam sistem peringkat
saja tidak menempatkan sikap pada posisi menentukan. Permasalahan di atas
menjadi tugas guru yang tidak terselesaikan sampai kini. Pembelajaran dan
pembinaan karakter bangsa hanya sampai pada tahap perbincangan tidak
sampai pada penerapan. Tanggungjawab dan rasa kepedulian siswa bukan
menjadi fokus utama. Ditambah lagi keberadaan mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang notabene menjadi mata pelajaran
pembinaan karakter bangsa menjadi matapelajaran yang tidak begitu penting.
Matapelajaran ini hanya menjadi mata pelajaran yang hanya cukup menghafal
pasal-pasal dan peraturan-peraturan tanpa penerapan.
2. Model pembelajaran kurang sesuai perkembangan siswa. Selama ini
pembelajaran menurut pengalaman peneliti selama ini yang tidak sesuai
dengan kondisi siswa misalnya menerima materi pelajaran sesuai dengan
materi yang diterima guru saat guru tersebut menjadi siswa, guru mengajar
sama dengan saat guru tersebut menerima pelajaran dari gurunya, memberi
contoh dalam perilaku tidak sesuai dengan kondisi sekitar tempat tinggalnya,
serta tidak melibatkan siswa dalam menganalisa masalah, tidak
membangkitkan cara berpikir kritis dan tidak melibatkan dalam mengambil
kesimpulan. Kecenderungan guru menganggap bahwa siswa adalah botol
kosong yang mana guru wajib mengisinya dengan cara yang disukai, tidak
menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang kosong walaupun tak kelihatan,
misalnya botol nampak kosong namun sebenarnya botol tersebut berisi udara.
Bertitik dari analogi botol yang berisi udara tersebut maka sebenarnya siswa
sudah memiliki modal dasar yang kuat yang dibawa dari diri siswa tersebut,
walaupun tak nampak jelas misalnya tata cara bertutur kata yang diajarkan oleh
orang tuanya, bersikap saat bertemu dengan guru, temannya dan lain
dalam kamar belajar, mendatangi/mengundang guru les berbagai pelajaran,
dengan harapan siswanya menguasai ilmu tertentu dengan harapan siswa
tersebut menjadi juara dalam perlombaan tertentu sehingga siswa tersebut
dapat mengangkat nama sekolah tersebut dimata masyarakat dan pemerintah,
walaupun sebenarnya menjerumuskan siswa dalam kebohongan yang besar dan
tanpa sadar telah merampas hak anak untuk bermain dengan teman sebayanya.
Perbincangan peneliti dengan Endang Wijayanti seorang sarjana pendidikan
biologi, guru biologi SMA 15 Yogyakarta, selama ia menjadi siswa dari SD,
SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, selalu bergelut dengan buku di dalam
kamar karena tuntutan juara dan juara; juga perbincangan oleh peneliti dari
para juara-juara lainnya setelah dewasa, hasilnya sangat berbeda dengan
anggapan peneliti selama ini. Para juara tersebut sekarang tidak sedikit yang
mengalami kejenuhan intelektual, menumpuk semua buku-buku, mengikat,
menaruh di pojok ruangan, lalu dia tinggalkan. Mereka merindukan masa
lalunya yang terbuang oleh tekanan belajar saat kecil, seperti bermain
layang-layang, bermain gundu, bermain engklek, petak umpet dan lainnya yang tidak
akan terulang. Sebenarnya menurut hemat peneliti bukan masalah belajarnya
yang salah tetapi cara dia belajar yang salah. Cara siswa belajar tidak dapat
disalahkan pula tetapi cara guru mengajar yang perlu diperbincangkan. Proses
pengajaran dapat terselenggara dengan lancar, efisien, dan efektif bila adanya
interaksi yang positif, konstruktif, dan produktif antara beberapa komponen
yang terkandung dalam sistem pembelajaran tersebut.
3. Penerapan model kurang modivikasi dan pengembangan. Pembelajaran selama
ini lebih banyak berupa pembelajaran langsung (direct instruction) yang kaku.
Model ini ada baiknya pada materi-materi tertentu, tetapi kurang tepat untuk
materi-materi tertentu pula. Banyak guru masih merasa takut untuk
mengembangkan inovasi tertentu karena kekawatiran salah sasaran/terapan.
Guru terbelenggu dengan model pembelajaran yang sudah biasa dia lakukan,
sudah terbiasa dengan zona aman (status quo) cara mengajar sehingga tidak
ada lompatan jenius cara belajar mengajar. Belum dikatakan mengajar apabila
tidak duduk tenang, tangan dilipat di atas meja, menatap pandangan guru
dengan seksama, melihat guru kemanapun dia bergerak, dan celakanya lagi
guru belum menganggap dia berhasil apabila sikap dan pengetahuan siswa
tidak seperti gurunya. Inovasi pengembangan pembelajaran masih sangat
sedikit setiap tahunnya.
4. Tidak ada kesesuaian antara materi dengan model, media, alat evaluasi. Untuk
menunjang sekolah masa depan diperlukan juga teknik pembelajaran cepat
terpadu dengan (integrated learning), rahasianya adalah setiap mata pelajaran
dipadukan dengan pelajaran lain. Pelajaran fisika dipadukan dengan musik,
seni dan drama, sehingga suasana belajar benar-benar menyenangkan, tidak
kaku. Kesesuaian antara materi, model, dan media, serta alat evaluasi
merupakan hal yang tak dapat disepelakan untuk mendapatkan hasil belajar
yang maksimal. Materi sebagai bahan kajian, model sebagai cara olah jalan
menuju materi, media sebagai alat/kendaraan untuk menuju materi, serta
evaluasi sebagai tolok ukur dan alat untuk mengukur ketercapaian proses
pembelajaran. Hal-hal inilah yang belum banyak dilakukan guru dalam usaha
pembentukan karakter siswa sekolah dasar, ini dikarenakan masih banyak
kekurangan pengetahuan dan mungkin kurangnya bimbingan dari pengawas
sekolah sebagai dokter education guru.
1.3. Rumusan Masalah
Dalam rencana penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang dapat
diajukan antara lain:
1. Masalah Umum:
Bagaimana pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa
sekolah dasar melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT)? 2. Masalah Khusus:
a. Bagaimana kondisi awal siswa dalam pelembagaan karakter peduli dan
b. Bagaimana merencanakan pembelajaran dalam pengembangan karakter
peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1
Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan?
c. Bagaimana penerapan pembelajaran dalam pengembangan karakter peduli
dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan
Burneh Kabupaten Bangkalan?
d. Bagaimana kendala dan upaya pengembangan karakter peduli dan
tanggungjawab melalui penerapan model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT) pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan?
e. Apakah nilai tambah penerapan model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT) dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten
Bangkalan?
1.4.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran secara
mendalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab melalui
penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada
siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.
2. Tujuan Khusus:
a. Memperoleh gambaran tentang kondisi awal siswa dalam pelembagaan
karakter peduli dan tanggungjawab di kelas IVA SDN Tunjung 1
Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.
b. Mengkaji perencanaan pembelajaran dalam pengembangan karakter
peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1
Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan.
c. Mengevaluasi penerapan pembelajaran dalam pengembangan karakter
peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1
d. Mengkaji kendala dan upaya penerapan model pembelajaran Value
Clarification Technique (VCT) dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IVA SDN Tunjung 1 Kecamatan
Burneh Kabupaten Bangkalan.
e. Mengeksplorasi dampak penerapan model pembelajaran Value
Clarification Technique (VCT) dalam pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab pada siswa kelas IV SDN Tunjung 1 Kecamatan
Burneh Kabupaten Bangkalan.
1.5. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Manfaat teoritis : diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan
kajian teori penerapan model pembelajaran di sekolah dasar khususnya dalam
upaya pengembangan karakter bangsa yang lainnya untuk mewujudkan anak
bangsa yang baik dan cerdas, pada penelitian selanjutnya.
2. Manfaat dari segi kebijakan: hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam
pengambilan kebijakan dalam menerapkan pembelajaran di dalam kelas baik
bagi guru pemula maupun dalam pembagian tugas mengajar di sekolah. Selain
itu dari hasil penelitian ini pula dapat dijadikan rujukan dalam memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan belajar siswa, karena
tidak jarang guru keliru dalam menentukan atau memilih model pembelajaran
karena kurang referensi.
3. Manfaat praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pembentukan karakter siswa sekolah dasar, peningkatan mutu
pembelajaran, dan peningkatan profesionalisme guru. Hal ini dalam penelitian
ini peneliti menggunakan kajian pustaka dari berbagai bidang keilmuan baik
dari segi teori pembelajaran mauapun hasil praktik pembelajaran. Dari segi
pengembangan karakter bangsa di dalam dikupas berbagai teori karakter yang
cukup. Dalam bidang peningkatan mutu pembelajaran, hasil penelitian ini yang
notabene penelitian praktik di lapangan dapat dijadikan gambaran umum
guru sebagai pengemban kode etik guru yaitu melakukan penelitian sederhana
maka dari penlitian ini guru dapat memperoleh gambaran secara mendalam
tentang penelitian tindakan kelas, sehingga pada gilirannya nanti PTK bukan
menjadi tugas yang menakutkan bagi guru tetapi justru menjadi sebuah
kegiatan yang mengasyikkan.
4. Manfaat dari segi isu serta aksi sosial: isu plagiaresme dan pembajakan
penelitian tindakan kelas, isu adanya konveksi PTK menjadi kabar yang
mengerikan. Untuk itu dengan membaca hasil penelitian ini dapat mendukung
aksi pemberantasan pembajakan PTK, karena sebenarnya peneletian tindakan
kelas adalah mudah dan mengasyikka bila dilandasi dengan perasaan ingin
maju, sabar, mau menerima kritik, dan bekerjasama. Dengan adanya penelitian
tindakan kelas yang banyak dari para guru maka sudah dapat dipastikan mutu
pembelajaran meningkat, dengan meningkatnya mutu pembelajaran dapat
dipastikan mutu pendidikan meningkat, mutu pendidikan meningkat pasti
bangsa maju.
1.6. Struktur Organisasi Tesis
Dalam usaha mempermudah penulisan tesis ini, peneliti menyusun
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I tentang pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan menjadi beberapa sub
bab antara lain; 1) latar belakang, 2) identifikasi masalah, 3) rumusan masalah, 4)
tujuan penelitian, 5) kegunaan hasil penelitian, dan 6) struktur organisasi tesis.
Bab II membahas kajian pustaka, kerangka pemikiran, dan hipotesa
penelitian. Dalam sub bab kajian pustaka membahas kajian pustaka tesis ini terdiri
anak sub bab antara lain: 1) paradigma pembelajaran; 2) hakikat belajar dan
pembelajaran; 3) model pembelajaran; 4) model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT); 5) proses pembelajaran yang relevan dengan sifat belajar anak; 6) pembelajaran tematik; 7) integrasi matapelajaran kurikulum 2013; 8) hakikat,
pengertian, dan tujuan pendidikan kewarganegaraan; 8) pendidikan Pancasila dan
tanggungjawab; 11) penilaian dan 12) penelitian terdahulu. Sub selajutnya antara
lain: kerangka pemikiran dan hipotesa penelitian.
Bab III tentang metode penelitian. Dalam bab ini membahas antara lain: 1)
lokasi penelitian; 2) desain penelitian; 3) metode penelitian; 4) definisi
operasional; 5) instrumen penelitian; 6) proses pengembangan instrumen; 7
teknik pengumpulan data; dan 8) analisa data.
Bab IV memuat hasil penelitian dan pembahasan. Sub bab hasil penelitian
memuat hasil penelitian siklus 1 sampai 3. Setiap siklus membahas perencanaan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Sub bab pembahasan memuat hasil
pembahasan dari setiap siklus penelitian.
Bab V : berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran berdasarkan hasil
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bagian ini memuat tentang metode penelitian. Dalam bab ini membahas
antara lain: 1) lokasi penelitian; 2) desain penelitian; 3) metode penelitian; 4)
definisi operasional; 5) instrumen penelitian; 6) proses pengembangan instrumen;
7) teknik pengumpulan data; dan 8) analisa data.
3.1. Lokasi Penelitian
3.1.1. Lokasi Penelitian
Nasution (2003: 43) lokasi penelitian adalah lokasi situasi sosial yang
mengandung tiga unsur, yakni tempat, pelaku dan kegiatan. Tempat adalah tiap
lokasi di mana manusia melakukan sesuatu, pelaku adalah semua orang yang
terdapat di lokasi tersebut, sedangkan kegiatan adalah apa yang dilakukan dalam
situasi sosial tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa
lokasi penelitian adalah tempat di mana seseorang atau kelompok melakukan
suatu kegiatan sosial yang dibatasi oleh wilayah baik dalam ruangan maupun di
luar ruangan.
Lokasi penelitian ini di kelas IV SDN Tunjung 1 Kecamatan Burneh
Kabupaten Bangkalan, Jl. Raya Tunjung No 18 Kelurahan Tunjung Kecamatan
Burneh Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur Telp. (031) 3061081 Kode
Pos 69171.
Gambar 3.1
Peta Kabupaten Bangkalan
Sumber: Atlas Provinsi Jawa Timur 2012.
3.1.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas IV A semester genap
tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah siswa 37 siswa yang terdiri dari 18 siswa
perempuan dan 19 siswa laki-laki. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas IVA
karena karakter peduli dan tanggungjawab rendah. Penelitian ini dilakukan oleh
Prayitno, S.Pd. Penelitian ini dibantu oleh Lilik Sulistyaningrum, S.Pd dan Juni
Prabudi, S.Pd sebagai mitra.
3.2. Desain Penelitian
Penelitian ini diawali dengan orientasi lapangan guna mendapatkan data
awal tentang karakter peduli dan tanggungjawab, pengamatan proses
pembelajaran melaui observasi dokumen rencana pelaksanaan pembelajaran,
media dan hal-hal lain pendukung proses pembinaan karakter bangsa yang
lengkap sebagai dasar menyusun rancangan tindakan.
Dari hasil oriesntasi tersebut selanjutnya penelitian (PTK) ini dirancang.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam penelitian ini dilakukan
sebanyak tiga siklus. Tiap-tipa siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Setiap
pertemuan terdiri dari dua jam pelajaran yang masing-masing pelajaran terdiri dari
35 menit. Tahapan-tahapan setiap siklusnya terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan
tindakan bersama-sama dengan pengamatan, kemudian diakhiri dengan refleksi.
Siklus pertama perencanaan tindakan didasarkan pada hasil orientasi lapangan
sebagaimana diterangkan di atas. Sebagai gambaran secara singkat sesuai dengan
Gambar 3.2
Desain PTK Model Kurt Lewin
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
Sumber: Depdikbud; 1999: 20
Orientasi
Perencanaan
Tindakan
Observasi Refleksi
Perencanaan
Tindakan
Tindakan
Observasi
Observasi Refleksi
Refleksi Perencanaan
Berikut ini penjelasan rinci dari masing-masing tahapan sebagaimana pada
gambar di atas.
a. Tahapan Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini peneliti menyiapkan perangkat penelitian antara
lain: Perencanaan pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, dan Lembar Kerja Sisiwa, lembar pengamatan. Sebagai awal dari
penelitian ini perangkat tersebut dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dari
Universitas Pendidikan Indonesia. Setelah mendapatkan persetujuan dengan
pembimbing peneliti menyosialisasikan dengan calon kolaborator kemudian
menentukan waktu pelaksanaan tindakan dengan memperhatikan jadwal pelajaran
dan waktu yang dimiliki oleh kolaborator.
b. Tahapan Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2013-2014,
yang dilaksanakan selama 4 jam pelajaran yang dibagi menjadi 2 kali pertemuan,
setiap pertemuan 2 x 35 menit. Indikator keberhasilan pada pelaksanaan tahap ini
apabila ada perkembangan baik proses maupun hasil.
c. Tahap Pengamatan
Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Pengamatan dilakukan oleh guru pengajar sebagai peneliti dan oleh pengamat atau
kolaborator. Pengamatan yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk
mengetahui perilaku siswa saat pembelajaran berlangsung, sedangkan
pengamatan yang dilakukan oleh pengamat dengan tujuan untuk mengamati
perilaku siswa dan guru saat pembelajaran berlangsung. Pengamatan yang
dilakukan oleh guru pengajar adalah menggunakan format pengamatan kegiatan
siswa. Pengamatan yang dilakukan oleh kolaborator menggunakan format
pengamatan guru dalam mengajar dan format pengamatan kegiatan siswa.
Pengamatan yang dilakukan oleh siswa menggunakan format wawancara
tersetruktur. Untuk mendukung proses pengamatan dalam pelaksanaan ini juga di
d. Tahap refleksi
Refleksi dilakukan pada saat akhir siklus. Refleksi dilakukan dengan tujuan
untuk memperoleh data. Baik data dari guru pengajar, observer, dan siswa. Dalam
refleksi ini juga diputarkan hasil perekaman kamera digital, sehingga diperoleh
data yang sesuai dengan apa adanya, tidak ada bias apapun. Hasil refleksi siklus 1
digunakan sebagai dasar perencanaan tindakan pada siklus 2. Hasil refleksi siklus
2 digunakan sebagai dasar perencanaan siklus 3, sedangkan pada fefleksi tindakan
siklus 3 digunakan sebagai bahan untuk menarik kesimpulan penelitian tindakan
kelas (PTK) ini.
3.3. Metode Penelitian
3.3.1. Pengertian Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan. Penelitian tindakan
memiliki fokus penerapan. Penelitian tindakan memiliki kemiripan dengan
metode penelitian campuran, penelitian tindakan menggunakan pengumpulan data
berdasarkan metode kualitatif, kuantitatif maupun campuran antara kualitatif dan
kuantitatif. Yang membedakan penelitian tindakan adalah dalam pembahasan
masalah, penelitian tindakan secara spesifik praktis berusaha untuk menemukan
solusi dari masalah yang ditelitinya.
Dengan demikian desain penelitian tindakan merupakan prosedur yang
sistematis yang dilakukan oleh guru kepala sekolah, penyuluh sekolah, atau pihak
lain dalam lingkungan belajar-mengajar, untuk mengumpulkan berbagai informasi
seputar operasi sekolah; bagaimana guru mengajar, dan bagaimana siswa belajar
Pendidik bermaksud untuk meningkatkan kualitas praktek pendidikan dengan cara
mempelajari masalah dan isu yang mereka hadapi. Pendidik menggambarkan
masalah tersebut kemudian mengumpulkan dan menganalisis data selanjutnya
menerapkan perubahan berdasarkan temuan mereka.
Penelitian tindakan digunakan ketika pendidik memiliki masalah, terutama
masalah pendidikan. Penelitian tindakan memberikan kesempatan bagi pendidik
merefleksikan pembelajaran yang telah mereka praktekan. Dalam lingkup
sekolah, penelitian tindakan merupakan salah satu sarana untuk pengembangan
mengatasi masalah yang terjadi di sekolah. Bahkan ruang lingkup penelitian
tindakan menjadi sarana bagi guru atau pendidik di sekolah untuk meningkatkan
kualitas kependidikannya dalam hal tindakan apa yang harus mereka lakukan
ketika terjadi masalah di dalam penelitian.
Secara lebih terperinci, Creswell (2012: 605-609) mengidentifikasi enam
karaktaristik penelitian tindakan: 1) penelitian tindakan terfokus pada tujuan
praktis, dalam pengertian diarahkan untuk mengidentifikasi dan memecahkan
masalah aktual yang spesifik. Dengan demikian, penelitian tindakan digunakan
peneliti untuk memperolah manfaat langsung bagi dirinya dan pihak lain yang
tarlibat dalam penelitian tersebut; 2) Penelitian tindakan merupakan penelitian
yang reflektif-mandiri (self-reflective). Dalam konteks ini, peneliti (atau kelompok
peneliti)mengkaji praktik yang dia/mereka lakukan bukan praktik orang lain untuk
melihat apa yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki praktik tersebut; 3)
Penelitian tindakan bersifat kolaboratif karena dilaksanakan oleh individu dangan
bantuan orang lain(minimal sabagai observer) atau oleh sekelompok kolega,
praktisi (guru) atau paneliti; 4) penelitian tindakan merupakan sebuah proses
yang dinamis dan fleksibel yang melibatkan pengulangan-pengulangan aktivitas
(sehingga membentuk pola spiral) yang maju-mundur diantara refleksi,
panjaringan data, dan tindakan; 5) penelitian tindakan merupakan suatu rancana
tindakan. Meskipun merupakan proses yang dinamis dan fleksibel, sebagai sabuah
metode penelitian, penelitian tindakan harus dirancang secara sistematis yang
memanuhi pola umum prosedur penelitian tindakan merupakan penelitian
kebersamaan (sharing research).
Berbeda dengan hasil penelitian tradisional yang biasanya langsung
dipublikasikan dalam jurnal atau buku, peneliti penelitian tindakan biasanya
mendistribusikan laporan panelitiannya kapada teman sajawat yang mungkin
dapat memakai temuan tersebut meskipun saat ini laporan penelitian tindakan
juga sudah dipublikasikan malalui jurnal, biasanya para peneliti penelitian
tindakan lebih cenderung untuk membagikan informasi tarsebut dengan berbagai
masing-Penelitian tindakan (Depdikbud, 1999) adalah penelitian tentang, untuk, dan
oleh masyarakat/kelompok sasaran, dengan memanfaatkan interaksi, partisipasi
dan kolaborasi antara peneliti dengan kelompok sasaran. Penelitian tindakan
adalah salah satu strategi pemecahan maslah yang memanfaatkan tindakan nyata
dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama
lain, dilengkapi dengan fakta-fakta, dan mengemabngkan kemampuan analisis.
Dalam prakteknya, penelitian menggabungkan tindakan bermakna dengan
prosedur penelitian. Ini adalah suatu upaya memecahkan masalah sekaligus
mencari dukungan ilmiahnya. Pihak yang terlibat (guru, widyaiswara, instruktur,
kepala sekolah, dan warga masyarakat) mencoba dengan sadar merumuskan suatu
tindakan atau intervenasi yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau
memperbaiki sesuatu dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaanya
untuk memahami tingkat keberhasilannya.
Sesuai dengan konteks dan latar belakang di atas maka penelitian tindakan
kelas (PTK) dipilih sebagai metode penelitian. Penelitian tindakan kelas (PTK)
dalam konteks ini adalah sebuah bentuk kegiatan penelitian sistematis yang
dilakukan oleh guru dalam usaha memperbaiki proses dan hasil pengembangan
karakter peduli dan tanggungjawab melalui penerapan model pembelajaran
penerapan model pembelajaran value clarification technique (VCT). Proses dan
hasil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses dan hasil pembeniaan
karakter bangsa pada matapelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Fokus karakter pembinaan karakter bangsa di teliti secara mendalam adalah
karakter peduli dan tanggungjawab.
3.3.2. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas dipilih dalam penelitian ini karena
pengembangan karakter tidak cukup dijadikan wacana saja. Sekolah belum
memiliki rencana aksi yang nyata dalam usaha pengembangan karater bangsa,
apabila sekolahpun telah memiliki rencana aksi belum menjadikan kegiatan yang
efeltif. Kelas merupakan tempat yang paling lama didiami oleh siswa. Kelas pula
situ mendapat pencerahan, maka kelas dan pembelajaran adalah sarana yang
manjur untuk pengembangan karakter peduli.
Penelitaian Tindakan Kelas (PTK) adalah penelitian (research) berupa
tindakan (action) di dalam kelas (classroom) dengan tujuan untuk memperbaiki
mutu pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Aqib (2006:13) mendefiniskan
penelitian tindakan kelas adalah merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan
yang disengaja dimunculkan, dan terjadi dalam sebuah kelas.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pengkajian masalah situasional pada perlakuan seseorang atau kelompok.
Artinya solusi terhadap masalah-masalah yang digarap di dalam suatu kegiatan
pengembangan karakter peduli dan tanggungjawab tidak untuk digeralisasi
secara langsung.
b. Ada tindakan perbedaan yang mencolok antara sebelum penerapan model
pembelajaran value clarification technique (VCT) dengan saat dan sesudah
penerapan model terhadap karakter peduli dan tanggungjawab.
c. Penelaahan terhadap tindakan. Selain adanya tindakan, dalam penelitian ini,
tindakan yang dilakukan ditelaah kelebihan dan kekurangannya,
pelaksanaanya, kesesuaiannya dengan tujuan semula, penyimpangan yang
terjadi selama pelaksanaan, dan argumen-argumen yang muncul selama
pelaksanaan.
d. Pengkajian dampak tindakan. Dampak dari tindakan penerapan model
pembelajaran value clarification technique (VCT) yang dilakukan dikaji
apakah sesuai dengan tujuan, apakah memberi dampak positif lain yang tidak
diduga sebelumnya, atau bahkan menimbulkan dampak negatif yang
merugikan siswa.
e. Dilakukan secara kolaboratif. Mengingat kompleksitas pelaksanaan penerapan
model pembelajaran value clarification technique (VCT) untuk mengembangkan karakter peduli dan tanggungjawab ini, maka penelitian ini
dilaksanakan secara kolaborasi. Kolaborasi dilaksanakan antara guru dengan
f. Refleksi. Kegiatan penting lainnya dalam pelaksanaan penelitian tindakan
kelas adalah adanya refleksi. Dalam refleksi ini ada banyak hal yang dilakukan
yaitu mengevaluasi tindakan sampai dengan memutuskan apakah masalah ini
tuntas atau perlu tindakan lainnya dalam siklus berikutnya.
Dalam penelitian ini dipilih bentuk penelitian tindakan kelas kolaborasi
patisipatoris. Kolaborasi antara guru dengan guru lain dalam satu sekolah. Peneliti
sebagai guru membuat rancangan penelitian tindakan kelas sedangkan guru lain
sebagai observer. Peneliti sebagai guru pengajar secara bersama-sama melakukan
tindakan kelas. Observer mengamati kegiatan guru dan kegiatan siswa dengan
menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan, selanjutnya peneliti bersama
observer mengadakan diskusi merefleksi kegiatan yang telah dilaksanakan
kemudian bersama-sama membuat keputusan apakah cukup apakah perlu
dilanjutkan pada siklus berikutnya.
3.4. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini bidang kajian operasionalnya berfokus pada
pendidikan karakter peduli dan tanggungjawab. Karakter adalah cara berpikir dan
bertindak yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama
dalam hidup di rumah, lingkungan sekitar, masayarakat, bangsa dan negara.
Karakter yang diharapkan di sini masuk dalam empat kelompok besar yakni
siswa yang cerdas, jujur, peduli dan tangguh, sehingga siswa mampu bersikap dan
bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya.
3.4.1. Karakter Peduli
Peduli dalam kerangka pendidikan karakter ada dua kategori yaitu karakter
peduli lingkungan dan peduli sosial, yang keduanya tidak dapat dipisahkan satu
dengan lainnya. Peduli lingkungan indikatornya adalah sikap dan tindakan yang
selalu berupaya mencegah kerusakan lingkungan alam sekitarnya dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah
terjadi. Indikatornya adalah dapat merencanakan dan mencegah tindakan yang
dapat merusak lingkungan. Dengan harapan dapat melahirkan warganegara muda
yang memiliki pengetahuan tentang lingkungan biofisik dan masalah yang
menuju pembangunan masa depan yang lebih baik, dapat dihuni dan
membangkitkan motivasi untuk mengerjakannyan (James & Stapp, dalam
Khanafiyah dan Yulianti, 2013: 36).
Indikator peduli lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian
tindakan kelas (PTK) ini antara lain:
a. Pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan sekitar rumah
dan sekolah.
b. Pembiasaan membuang sampah dan cuci tangan pada tempatnya.
c. Pembiasaan menempatkan peralatan kebersihan dengan rapi.
d. Membuat slogan cinta bersih lingkungan.
e. Memelihara lingkungan kelas.
Peduli sosial adalah minat atau ketertarikan untuk membantu orang lain.
Peduli sosial itu bukan hanya sebatas pemikiran atau perasaan, tetapi sebuah
tindakan, tidak hanya tahu tenang sesuatu yang salah atau benar, tapi ada kemauan
melakukan gerakan sekecil apapun. Peduli sosial adalah perilaku warga bangsa
untuk dapat melakukan perbuatan baik terhadap sesama yaitu berbagi, membantu,
dan atau mempermudah pihak lain dalam melakukan urusannya (urusan yang
benar dan baik) yang dilakukan tanpa harus orang lain mengetahuinya baik dalam
bentuk terbuka maupun tersembunyi.
Indikator peduli sosial sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian
tindakan kelas (PTK) ini antara lain :
a. Pembiasaan memfasilitasi kegiatan bersifat sosial.
b. Melakukan aksi sosial.
c. Senantiasa mengadakan hubungan dengan sesamanya.
d. Memiliki sikap positif.
e. Mengurangi sifat egois.
f. Memiliki tingkat kesosialan tinggi ( tidak apatis ).
g. Terwujudnya sikap hidup gotong royong.
h. Terjalinya hubungan batin yang akrab.
k. Pembiasaan mendoakan orang lain.
3.4.2. Karakter Tanggungjawab
Setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak lepas dari
tanggung jawab. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang mampu
melaksanakan hak dan kewajibannya. Kewajiban pada dasarnya adalah
kebaikan yang dibebanan pada kehendak individu untuk dilaksanakan.
Tanggung jawab (responsibility) menyangkut hubungan manusia dengan sang
pencipta, manusia dengan lingkungan ataupun hubungan manusia dengan
manusia. Dalam hubungan tersebut terdapat pemenuhan hak dan kewajiban.
Bertanggung jawab berarti orang mengerti perbuatannya. Dia berhadapan
dengan perbuatannya, sebelum berbuat, selama berbuat dan sesudah berbuat.
Dia mengalami diri sebagai subjek yang berbuat dan mengalami perbuatannya
sebagai objek yang dibuat, sehingga ia mengerti apakah perbuatannya wajar atau
tidak.
Siswa yang diharapakan dalam penelitian ini adalah siswa yang
bertanggung jawab karena ada kesadaran atas segala perbuatan dan akibatnya
bagi diri sendiri dan bagi pihak lain, bagi lingkungan. timbulnya kesadaran
bertanggung jawab karena siswa hidup bermasyarakat dan hidup dalam
lingkungan alam atau dapat dikatakan siswa yang bertangung jawab adalah yang
mampu menghormati, mengerjakan apa yang dikatakannya dan berani mengakui
kesalahan yang telah dilakukannya.
Indikator tanggungjawab sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian
tindakan kelas ini antara lain:
a. Melakukan tugas rutin tanpa harus diberitahu.
b. Dapat menjelaskan apa yang dilakukannya.
c. Tidak menyalahkan orang lain yang berlebihan.
d. Mampu menentukan pilihan dari beberapa alternatif.
e. Bisa bermain atau bekerja sendiri dengan senang hati.
f. Melaksanakan keputusan bersama secara individu, kelompok, maupun dalam
kelas.
h. Menghormati dan mentati aturan.
i. Dapat berkonsentrasi pada tugas-tugas.
j. Mengakui kesalahan tanpa mengajukan alasan yang dibuat-buat.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri yang menjadi instrumen utama (human instrument)
yang turun ke lapangan (kelas) untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
Sugiyono (2005: 59) Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research)
yang bersifat kualitatif, cara kerjanya tidak lepas dari karakteristik penelitian
kualitatif. Menurut Creswell (2012: 16) adalah sebagai berikut:
“Setting alami (terfokus data lapangan) sebagai sumber data, peneliti sebagai
instrumen utama dalam pengumpulan data, pengumpulan data berupa kata-kata dan gambar-gambar, mengutamakan proses dari pada hasil, analisis data bersifat induktif, perhatian diarahkan pada hal-hal tertentu yang bermakna,
menggunakan bahasa ekspresif, perkataannya persuasif”.
Selain peneliti sendiri sebagai instrumen utama, penelitian ini juga akan
menggunakan instrumen bantu berupa catatan lapangan (field notes), lembar
panduan observasi, dokumen sekolah, foto, dan alat perekam.
Instrumen penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain:
1. Penilaian diri. Penilaian diri siswa dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
awal dan kondisi akhir karakter peduli dan tanggungjawab siswa sebelum dan
sesudah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT).
2. Dokumen. Dokumen yang diamati pada penelitian tindakan kelas ini antara
lain: dokumen silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
tujuan sebuah tindakan akan diketahui dari rencana tindakan. Rencana tindakan
dalam sebuah pembelajaran tidak akan dapat dilepaskan dari kurikulum yang
selanjutnya dijabarkan ke dalam silabus dan RPP.
3. Pedoman Observsi. Pedoman observasi untuk mengetahui keterlaksanaan
penelitian tindakan kelas, baik dari segi guru peneliti sebagai subjek maupun
dari segi siswa sebagai objek penelitian.
sebelumnya hal tersebut tidak diprediksi bahkan tidak diharapkan. Sesuatu
yang muncul diluar dugaan ini dicatat guna untuk memperbaiki pada
oerencanaan dan tindakan selanjutnya. Mungkin juga dicatatan lapangan ini
akan muncul catatan yang menuliskan perilaku siswa/karakter positif yang
muncul dari nilai tambah penerapan model pembelajaran Value Clarification
Technique (VCT). Selain itu juga untuk mencatat strategi/pendekatan pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran, keterlibatan
siswa, penilaian hasil belajar, dan penggunaan bahasa pengantar.
5. Pedoman wawancara. Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui
tanggapan siswa maupun guru observer atau lainnya baik tanggapan baik
maupun tanggapan buruk sekalipun.
3.6. Proses Pengembangan Instrumen
Instrumen perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mendapatkan pengujian
validasi yang benar. Tahap pengujian validasi dalam penelitian ini sperti yang
tergambar sebagai berikut.
Gambar. 3.3
Gambar komponen analisa data
1. Kategori data dan konstruksi data.
Kategori pada 5 aspek yaitu:
a. Kondisi awal karakter siswa
b. Perencanaan model pembelajaran VCT
c. Penerapan model pembelajaran VCT.
d. Kendala dan upaya penerapan model pembelajaran VCT.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Kesimpulan:
Penarikan/verifikasi
e. Nilai tambah penerapan model pembelajaran VCT.
2. Validasi data.
Perolehan data yang aktual dan absah yang diperoleh melalui penilaian diri,
pedoman observasi, dokumen, wawancara, dan catatan lapangan (field notes).
Kredibilitas data diperiksa melalui:
a. Memperpanjang waktu keikutsertaa kolaborator.
b. Melakukan pengamatan secara seksama, terus menerus.
c. Melalui triangulasi data.
3. Mengupayakan referensi yang cukup melalui membaca buku-buku referensi
yang relevan.
4. Expert opinion.
Kegiatan ini untuk mengkonsultasikan hasil temuan atau meminta pendapat
kepada para ahli. Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti
mengkonsultasikan hasil temuan penelitian kepada dosen pembimbing I. Prof.
Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si dan dosen pembimbing II. Dr. Kokom
Komalasai, M.Pd untuk memperoleh arahan dan masukannya berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan dalam penelitian. Perbaikan, modifikasi atau
penghalusan berdasarkan arahan dari pembimbing akan dapat meningkatkan
derajat kepercayaan sehingga validitas temuan penelitian dapat
dipertanggungjawabkan (Wiriaatmaja, 2005: 171).
3.7. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Creswell prosedur pengumpulan data dalam penelitian kualitatif
terdiri dari 4 tipe dasar penelitian: observasi, wawancara, dokumentasi dan audio
visual. Selanjutnya masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
1. Pedoman observasi. Pedoman observasi digunakan untuk memotred sesuatu
yang perlu dipotret dalam penelitian agar tidak salah dalam memilih hal-hal
yang perlu diobservasi atau diamati yakni guru dan murid. Metode penelitian
kualitatif secara metodologi menggunakan pengamatan dengan
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
maupun tidak sadar sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.Data yang diperoleh adalah a) data hasil observasi aktifitas
kegiatan guru dalam pembelajaran VCT, b) data aktifitas kegiatan siswa dalam
pembelajaran. Data ini diperoleh dari a) pengamat (observer), b) guru peneliti,
dan c) siswa.
2. Dokumentasi. Dokumen diperoleh dari guru peneliti dan guru pengamat berupa
silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan catatan lain dari pengamat.
3. Catatan Lapangan (field notes). Catatan lapangan digunakan untuk mencatat
hal-hal yang sebelumnya tidak terprediksi, pendekatan/strategi pembelajaran,
pemanfaatan media/sumber belajar, keterlibatan siswa, penilaian proses dan
hasil belajar, dan penggunaan bahasa pengantar. Data didapat dari guru
pengamat dan guru peneliti. Sasaran dari filed notes guru peneliti dan siswa
4. Wawancara. Wawancara dimaksudkan untuk mendapat tanggapan dari guru
pengamat dan siswa dalam kesempatan yang tidak direncanakan guna
mendapatkan komentar secara lisan. Agar wawancara dapat bergerak apa
adanya digunakan alat perekam tersembunyi. Data yang diperoleh berupa data
hasil wawancara dari guru dan siswa.
5. Penilaian Diri. Penilaian ini berupa lembar angkat urutan kegiatan siswa yang
dibuat oleh guru. Siswa mengurutkan kegiatan sesuai dengan yang biasa siswa
lakukan dan menambah hal-hal yang belum ada dalam daftar dan mencoret
daftar yang tidak biasa dilakukan. Data yang diperoleh berupa lembar penilaian
diri siswa. Data ini digunakan untuk mengetahui penerapan pengembangan
karakter atau internaliasasi pengembangan karakter bangsa.
3.8. Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian sebagaimana yang dimaksud dalam
penelitian tindakan kelas ini menggunakan analisis data kualitatif dan data
kuantitatif. Data-data kualitatif dioleh dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mendokumentasi dan mengolah data.
Meneliti kembali semua data yang terkumpul dan termasuk mensortir data
keperluan tabulasi dan analisis. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
pemahaman terhadap data yang telah terkumpul aspek apa yang direduksi.
b. Mentabulasi data untuk dianalisis.
Menata data dalam bentuk tabel. Pada tahapan ini dilakukan pemberian skor,
pengubahan jenis data, dan lain-lain yang diperlukan sesuai tujuan penelitian.
Hal ini dilakukan untuk mengajukan data secara jelas dan singkat untuk
memudahkan memahami gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti, baik
secara keseluruhan maupun bagian demi bagian..
c. Menganalisis dan menginterpertasi data sesuai tujuan.
Melakukan pengujian dengan menggunakan penyajian data dalam bentuk
deskripsi dan interpretasi sesuai dengan data yang diperoleh.
Prosedur kategorisasi data dalam penelitian tindakan kelas ini difokuskan
pada aspek:
a. Kondisi awal dan akhir karakter siswa
b. Perencanaan pembelajaran.
c. Penerapan model pembelajaran.
d. Kendala dan upaya
e. Nilai tambah penerapan model pembelajaran.
Data kuantitatif diperoleh dari data penilaian diri sendiri siswa. Data
tersebut selanjutnya dioleh dengan teknik statistik deskriftif prosentase. Dengan
rumus
100
% X