BAB V INDIKASI
PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI
5.1. Area beresiko Tinggi dan Permasalahan Utamanya
Area beresiko tinggi merupakan area yang harus menjadi prioritas penanganan permasalahan sanitasi. Untuk menentukan area prioritas
ini adalah dengan memberikan bobot pada variable-variabel yang
dapat menggambarkan kondisi umum sanitasi diarea tersebut dimana
kondisi umum tersebut merupakan hasil dari analisis dan intepretasi
data sekunder yang ada namun mencakup keseluruhan sector sanitasi dari sector air limbah, persampahan, drainase lingkungan hingga air
minum terhadap 68 kelurahan di Kota Bogor.
Variabel variable yang digunakan dalam penilaian ini ditentukan
oleh kesepakatan POKJA Sanitasi Kota Bogor dimana variable-variabel
tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Tingkat kepemilikan jamban keluarga.
b. Cakupan pelayanan persampahan.
c. Kerawanan genangan dan atau banjir.
d. Cakupan pelayanan air minum
e. Tingkat kesejahteraan penduduk.
Dengan mengacu pada data sekunder tersedia yang kemudian
dilakukan overlay terhadap data dari berbagai variable tersebut setelah dilakukan pembobotan dan dituangkan dalam overlay peta
tematik dalam tingkat kedalaman wilayah administrasi secara rinci
5.1.2. Berdasarkan Hasil Studi EHRA
EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi singkat yang bertujuan
untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang
memiliki risiko pada kesehatan warga. Fasilitas sanitasi yang diteliti
mencakup, kondisi kesehatan yang mencakup sistem penyediaan air
bersih, layanan pembuangan sampah, ketersediaan jamban dan saluran pembuangan air limbah. Untuk perilaku dengan higenitas dan
sanitasi, antara lain; cuci tangan pakai sabun, buang air besar,
pembuangan kotoran anak, dan pembuangan sampah.
Studi EHRA di Kota Bogor dilakukan terhadap 68 kelurahan dan
diharapkan dengan 2978 sample/responden dapat diperoleh penilaian hingga ke tingkat kelurahan.
5.1.2.1. Penilaian sektor air limbah
Untuk menilai cakupan pelayanan dalam sector air limbah
secara komperhensif harus dipandang baik dari sisi jumlah (kuantitas) maupun sisi kelayakan teknisnya (kualitas). Berikut tingkat kepemilikan
dan jenis prasarana limbah domestik hasil studi EHRA Tahun 2010 :
Tabel 5.1
Jenis dan Kondisi Prasarana Air Limbah Domestik (Jamban)
Frekuensi Prosentase
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sewerage 11 0,4
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik 1935 69,2
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk 15 0,5
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian 1 0,0
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit 584 20,9
Jamban siram/kekolam 6 0,2
Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana 3 0,1
Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik 11 0,4
Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk 2 0,1
Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit 63 2,3
Jamban nonsiram/ke Kolam 1 0,0
Gantung di atas sungai/ kolam 19 0,7
Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got 91 3,3
Di tempat Ibadah 1 0,0
Di fasilitas jamban umum lain 41 1,5
Lainnya 14 0,5
Tidak tahu 0 0
Total 2798 100,0
Untuk ukuran tingkat Kota Bogor secara keseluruhan cakupan
pelayanan air limbah omestic baru mencapai 69,5%, dimana beberapa kelurahan tercatat masih sangat memprihatinkan
diantaranya Kel. Gudang 19,2%, Kel. Babakan Pasar 21,1%, Kel.
Bondongan 35,0%, Kel. Pakuan 39,3% dan Kel. Katulampa 36,7%.
Kelima kelurahan tersebut dalam penilaian kondisi pelayanan air
limbah domestiknya masih dibawah 40%, dimana kondisi ini belum ternilai secara kualitas. Sehingga area/kelurahan ini harus menjadi
prioritas penanganan. Di Kota Bogor juga masih banyak terdapat
pembuangan limbah domestik yang disalurkan langsung ke sungai baik
dengan jamban siram dan non-siram serta langsung di sungai yang
jumlahnya mencapai 26,5% dimana perilaku ini tentu semakin menyebabkan kualitas air sungai yang semakin buruk akibat
pencemaran bakteri e-coli pada air sungai, kondisi ini dijuga semakin
diperburuk dengan situasi dimana 8,9% masyarakat di Kota Bogor
belum memiliki fasilitas jamban siram leher angsa sama sekali
tentunya kondisi ini ikut menurunkan derajat kesehatan masyarakat.
Gambar 5.6
Diagram Cakupan Pengelolaan Septik Tank Masyarakat
Melaporkan menggunakan tangki septik (70%)
Dibangun kurang dari 2 thn lalu (4,2%) atau antara 2 – 5 tahun lalu (14,2%)
Dibangun lebih dari 5 tahun lalu (46,2%) Tidak pernah dikosongkan
(57,4%) Pernah dikosongkan
(7,9%)
Diikosongkan 2–5 thn lalu (33,2%)
Dikosongkan 2 thn lalu atau kurang (40%) Dikosongkan 5 thn lalu
(24,5%) N = 1957
Suspek cubluk Tidak bisa dispesifikasikan Suspek tangki septik
Suspek cubluk Suspek tangki septik
N=220 N= 1957
Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010
Ditinjau dari sisi kualitasnya hampir sebesar 57,4% dari jumlah
tangki septic yang berumur lebih dari 5 tahun, terindikasi suspek
cubluk atau kondisi ini menggambarkan kualitas tangki septik yang tidak layak kesehatan dan teknis.
5.1.2.2. Penilaian Sektor Persampahan
Berdasarkan hasil data primer yang diperoleh dari studi EHRA
apabila cakupan pelayanan diukur dari jumlah sampah rumah tangga terangkut ternyata Kota Bogor baru mencapai 50,6% rumah tangga
yang sampahnya diangkut oleh petugas.
Tabel 5.2
Karakteristik Cara Pembuangan Sampah di Kota Bogor
Frekuensi Prosentase
Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas pemda/ kelurahan 887 31,7
Dikumpulkan di tempat bersama, diangkut petugas 316 11,3
Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dikubur 31 1,1
Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dibakar 242 8,6
Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu didiamkan 18 0,6
Dibuang di hlm rumah: Tidak ada lubang ditumpuk & didiamkan 8 0,3
Dibuang di hlm rumah: tidak ada lubang lalu dibakar 153 5,5
Ke Kolong Rumah 4 0,1
Dibuang di luar hlm rumah: ke TPS/Depo 213 7,6
Dibuang di luar hlm rumah: ke lubang/ tempat sampah 97 3,5
Dibuang ke luar rumah: kali/ sungai kecil 455 16,3
Dibuang di luar rumah: selokan/ parit 18 0,6
Dibuang di luar rumah: lub galian/ kolam ikan/ tambak 29 1,0
Dibuang di luar rumah: ke ruang lubang terbuka 171 6,1
Dibuang di luar rumah: tidak tahu ke mana 0 0,0
Langsung dibakar 131 4,7
Langsung dikubur 2 0,1
Lainnya 23 0,8
Tidak tahu 0
Total 2798 100,0
Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010
Gambar 5.7
Grafik Cakupan Pelayanan Persampahan
Dari hasil studi EHRA Tahun 2010 tersebut (Tabel 5.2 & Gambar 5.7)
penduduk yang belum mendapatkan pelayanan persampahan yang
baik yaitu sekitar 49,4% dimana penduduk yang belum mendapatkan pelayanan tersebut mengatasinya dengan cara dibakar dan dibuang ke
sungai/kali tentunya hal ini menyebabkan pencemaran udara dan juga
pencemaran air permukaan. Masyarakat yang belum terlayani dalam
pengangkutan sampah tersebut tersebar pada beberapa kelurahan
diantaranya yang kondisinya paling buruk yaitu pada Kelurahan Bojong Kerta, Rancamaya, Genteng, Kertamaya, Harjasari, Pamoyanan,
Kencana, Situ Gede, Mekarwangi, Bubulak, Kayumanis dan Katulampa
serta sejumlah kelurahan lainnya yang cakupan pelayanannya tidak
mencapai 50%.
Gambar 5.8
Grafik Tingkat Perilaku Pemilahan Sampah
Dari gambar grafik di atas terlihat bahwa meskipun kesadaran
masyarakat dalam pemilahan sampah masih sangat rendah sebesar
11,0% tapi ini merupakan potensi, bahwa sebenarnya masyarakat tersebut masih memiliki kesadaran dalam kepengelolaan sampah.
5.1.2.3. Penilaian sektor drainase lingkungan
Untuk menilai kondisi drainase lingkungan di Kota Bogor dalam
study EHRA dapat dilihat dari faktor variabel kunci utama yaitu pengalaman menderita banjir dan keberadaan Saluran Pengaliran Air
Hujan (SPAH), akan tetapi perlu dibedakan antara drainase lingkungan
dan lingkup drainase makro. Hal ini sangat penting karena tidak semua
permasalahan banjir merupakan permasalahan drainase lingkungan
tetapi juga dapat merupakan akibat pengelolaan sumber daya air yang dan drainase makro yang kurang baik.
Gambar 5.9
Grafik Prosentase Jumlah Rumah Tangga Pernah Mengalami Banjir
Gambar 5.10
Dari gambar 5.9 dan gambar 5.10 dapat diketahui prosentase
masyarakat yang sering mengalami banjir sebesar 33,5% dari yang pernah mengalami banjir sebesar 5,9% sehingga mereka yang
mengalami banjir secara rutin terdapat sebesar 1,98%. Sementara
ditinjau dari aspek keberadaan saluran pengaliran air hujan baru
berkisar 41,8% saja rumah tangga yang memiliki SPAH. Kondisi
tersebut tentunya perlu mendapat perhatian khusus untuk dapat meningkatkan cakupan pelayanan drainase lingkungan. Diantara area
yang rawan terhadap banjir dan permasalahan drainase lingkunan
antara lain adalah Kelurahan Kedung jaya, Pasirjaya, Cibuluh,
Tegallega, Sempur, Sindang Barang, Kebon Pedes, Babakan Pasar,
Rangga Mekar, Cimahpar, Kedung Waringin, Bondongan, Cikaret, Panaragan, Cibogor dan Kedung Halang serta area kelurahan lainnya
yang SPAHnya belum mencapai 50%.
Gambar 5.11
Grafik Prosentase Keberadaan SPAH
Kondisi tersebut diatas juga semakin terpuruk karena masih terdapat
6,2% SPAH tersebut tidak mengalir dan 19,1% dari SPAH tersebut
19,1%.
Gambar 5.12
Grafik Kondisi Aliran Saluran
5.1.2.4. Penilaian sektor pengelolaan air minum/air bersih Dengan melihat sumber-sumber air yang aman yang
dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Bogor maka dapat dinilai bahwa
cakupan pelayanan air bersih di Kota Bogor sudah mencapai 88,9%,
dengan cakupan pelayanan air minum telah mencapai 56% dimana
sumber air minum PDAM memiliki cakupan pelayanan sebesar 43,4% dan sisanya adalah penyediaan air minum non-PDAM yang berasal dari
sumber-sumber air aman dan terlindungi.
Sumber Air Minum Masyarakat Kota Bogor
Frekuensi Prosentase
Air Ledeng/ PDAM: sampai di dalam rumah 1190 42,5 %
Air Ledeng/ PDAM: sampai di halaman/ gedung 22 0,8 %
Air Ledeng/ PDAM: Umum/ Hidran 3 0,1 %
Ledeng dari tetangga 9 0,3 %
Sumur bor (pompa tangan, mesin) 273 9,8 %
Sumur gali terlindungi 392 14,0 %
Sumur gali tidak terlindungi 90 2,1 %
Sanyo 530 18,9 %
Mata air terlindungi 68 2,4 %
Mata air tidak terlindungi 25 1,0 %
Air hujan 187 6,7 %
Penjual air: Isi ulang 1 0
Penjual air: Kereta/ gerobak 34 1,2 %
Air botol kemasan 1 0
Lainnya (catat) 2 0,1 %
Total 2798 100 %
Meskipun tingkat cakupan pelayanan air minum dan air bersih di Kota
Bogor sudah relative jauh lebih baik dari daerah-daerah lainnya,
namun pencapaian tersebut masih jauh dari target MDG’s dan disisi
lain juga masih banyak area area yang rawan dalam pemenuhan kebutuhan air minum maupun air bersihnya diantaranya adalah daerah
Kelurahan Kedung Halang, Ciparigi, Cilendek Barat, Cilendek Timur,
Tajur, Ciluar, Sindang Sari, Bojong Kerta dan Curug Induk.
5.1.3 Area Beresiko Sanitasi
Area beresiko sanitasi ini diidentifikasi dengan melihat parameter
ukur dari setiap sub-sektor yang dikelompokkan seperti cakupan
pelayanan air minum, air limbah, persampahan dan drainase
lingkungan. Dari peng-identifikasian tersebut dapat diketahui sejumlah
5.2. Kajian dan Opsi Partisipasi Masyarakat dan Jender di Area Prioritas
Untuk hasil kajian dan Opsi partisipasi Masyakat dan Jender di
Area Prioritas belum dilakukan secara kongkrit namun salah satu peran
serta aktif masyarakat adalah realisasi CSR untuk air minum, kemudian
bentuk partisipasi masyarakat yang lainnya seperti pada saat
pelaksanaan pengelolaan sampah (3R) dan pada kegiatan sanitasi berbasis lingkungan. Akan tetapi untuk mengkaji lebih jelas lagi harus
5.3. Komunikasi untuk Peningkatan Kepedulian Sanitasi
Secara umum, saluran komunikasi yang digunakan untuk meningkatkan kepedulian sanitasi mencakup lima bagian. Pemangku
kepentingan, media massa, media komunikasi, potensi kemitraan, dan
kegiatan tradisional adalah ke lima saluran tradisional yang dimaksud.
Ke lima saluran komunikasi itu memiliki peran, tanggung jawab, dan
karakteristik yang berbeda dalam menunjang upaya peningkatan kepedulian sanitasi Kota Bogor.
Keterpaduan saluran komunikasi dan ketepatan memilih saluran
komunikasi adalah kunci keberhasilan dalam meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap kondisi sanitasi Kota Bogor.
A. Peranan Pemangku Kepentingan
Pada aspek pemangku kepentingan mulai dari Walikota dan Wakil
Walikota, unsur Muspida seperti Kapolresta, Dandim 0606, Kajari;
kepala SKPD, para camat, para lurah, dan tokoh masyarakat, dapat
berperan sebagai juru bicara sekaligus brand ambassador untuk
mengkampanyekan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap masalah sanitasi.
Keterlibatan mereka tidak hanya dikaitkan peran mereka untuk
menyampaikan pesan-pesan kepedulian terhadap sanitasi. Tetapi juga,
harapan agar isu sanitasi dapat menjadi isu daerah, sehingga sanitasi
turut menjadi bagian dalam program terpadu P2WKSS dan Kelurahan Siaga.
Peran pemangku kepentingan terbilang besar, terutama dalam
menjangkau masyarakat yang menjadi sasaran kampanye sanitasi
yaitu masyarakat menengah ke bawah. Dalam konteks masyarakat
menengah ke bawah, para pemangku kepentingan seperti kepala daerah dan tokoh masyarakat adalah patron mereka dalam bertindak
dan perilaku. Tak terkecuali dalam masalah kepedulian terhadap
kondisi sanitasi. Secara khusus, tokoh masyarakat yang diharapkan
berperan besar adalah tokoh-tokoh agama yang dapat memanfaatkan
media-media dakwah mereka untuk menyampaikan pesan-pesan tentang sanitasi.
Pemangku kepentingan lain yang diharapkan mampu berperan
TP Penggerak PKK, para kader sangat diharapkan menjadi juru bicara
ke tingkat masyarakat paling bawah. Selama ini, kader-kader PKK telah banyak berperan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat di
Kota Bogor.
B. Peranan Media Massa
Perkembangan media lokal di Kota Bogor berkembang relatif
pesat dalam beberapa tahun terakhir. Radio adalah media pertama yang memiliki keterikatan secara lokal. RRI, Lesmana, Kissi,
Megaswara, El Nuri, dan Elpas adalah radio-radio yang telah sejak lama
menjadi bagian masyarakat Kota Bogor. Dalam perkembangan
selanjutnya, potensi ekonomi Kota Bogor telah menarik beberapa grup
media besar untuk membuka anak perusahaannya.
Sebut saja Grup Jawa Pos yang kemudian menghadirkan Radar
Bogor. Selang beberapa waktu kemudian, grup Jurnal Nasional
membuka Jurnal Bogor sebagai bagian untuk memperluas akses
masyarakat Kota Bogor terhadap informasi. Selain itu, kehadiran
Pakuan Rakyat yang awalnya menjadi bagian dari Grup Pikiran Rakyat, turut memperkuat tiga harian lokal Kota Bogor.
Sementara itu, radio lokal juga mengalami perkembangan yang
pesat. Selain daya jangkau beberapa radio Jakarta yang mudah diakses
di Kota Bogor, tahun 2010 pun ditandai dengan kehadiran radio baru
yang memiliki potensi pendengar besar, yaitu Nagaswara FM.
Untuk televisi, kekuatan daya jangkau dan keterikatan warga Kota
Bogor dengan TV nasional masih relatif besar. Penjelasan itu pula yang
membuat perkembangan TV lokal di Kota Bogor tidak relatif pesat.
Maka, di saat beberapa TV lokal di daerah lain berkembang cukup
pesat, di Kota Bogor baru muncul satu TV lokal, yaitu Megaswara TV. Selain media-media di atas, akses masyarakat Kota Bogor
terhadap internet juga sangat terbuka luas. Ini yang juga berperan
besar memberikan kemudahan bagi warga Kota Bogor untuk
mengakses informasi.
Semua media yang di Kota Bogor tersebut memiliki kekuatan
dalam mengakses masing-masing segmennya. Di luar kekuatan TV nasional yang memiliki share besar di Kota Bogor, keberadaan radio
lokal dan koran lokal merupakan dua media yang juga memiliki
kedekatan emosional dan mengakar di Kota Bogor.
Koran lokal misalnya. Berdasarkan data AC Nielsen (lembaga riset
yang berperan menghitung tingkat penonton TV atau pembaca koran) menyebutkan dua harian lokal yang terbit di area Bogor mengakar
cukup kuat. Dari tingkat readership (jumlah pembaca-red), Radar Bogor
berada di peringkat delapan harian untuk wilayah Jabodetabek.
Peringkatnya lebih baik dibandingkan penetrasi harian Pikiran Rakyat di
wilayah yang sama.
Sedangkan Jurnal Bogor menurut hasil survei yang sama, berada
di peringkat 21 untuk jumlah pembaca di Jabodetabek. Dengan kata
lain, di tengah serbuan media nasional, dua koran lokal ini
menunjukkan jati diri dan kekhasannya. Dari segmen pembaca, ke dua
media hampir menyasar segmen yang sama yaitu pembaca dari berbagai strata ekonomi. Tetapi, dari segi penampilan Jurnal Bogor
coba memposisikan diri sebagai bacaan warga Bogor menengah atas.
Secara khusus, ke dua harian lokal ini pun telah menjadi media
pegangan bagi para pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan
sebuah kebijakan.
Begitu juga untuk radio. Radio-radio lokal di Bogor telah menjadi
keseharian masyarakat Bogor sesuai segmen masing-masing. RRI Pro1,
Megaswara, Elpas, El Nury, atau Sipatahunan hampir bisa dikatakan
sebagai radio dengan segmentasi pendengar yang sama. Segmentasi
radio-radio ini menyasar semua kelompok umur dengan proporsi terbesar pada kelompok usia 25 tahun ke atas. Sedangkan dari strata
ekonomi, ke lima radio ini membidik sosio ekonomi menengah ke
bawah. Dari sisi perhatian para pengambil kebijakan, Megaswara dan
RRI Pro1 berada di posisi atas dibandingkan radio-radio lainnya.
Sedangkan Kissi FM secara khusus berada di jalur radio anak muda dengan sasaran utama pendengar adalah mereka yang berada
di rentang usia 20 tahun ke bawah. Dari stata ekonomi, Kissi FM
ke atas. Tetapi, secara empiris belum dikuatkan dengan data. Terlebih
lagi, penetrasi radio-radio Jakarta yang menyasar anak muda Bogor dari strata ekonomi menengah atas, cukup besar.
Lesmana, RRI Pro2 FM, dan Nagaswara, berada pada ceruk
pendengar yang hampir sama yaitu dewasa muda atau pendengar
dengan rentang usia 20 sampai 35 tahun. Hanya saja, pada beberapa
acara tertentu, Lesmana FM berada pada segmentasi pendengar yang hampir sama dengan Kissi FM, yaitu pendengar dengan rentang 20
tahun ke bawah. Strata ekonomi yang coba diakses tiga radio ini
adalah pendengar dari kelas ekonomi A dan B atau menengah atas.
Hanya saja, bauran pendengar dari beberapa acara tertentu masih
sering kali terjadi.
Media lain yang cukup efektif menjangkau generasi muda adalah
internet dengan keberadaan beberapa jejaring sosialnya. Internet
dipandang efektif karena sebagian besar pengguna internet adalah
para generasi muda. Kondisi ini diimbangi dengan up date generasi
muda terhadap perkembangan internet relatif lebih besar dibandingkan kalangan orang tua. Untuk itu, keberadaan jejaring social seperti
facebook atau twitter dan blog dapat dimanfaatkan secara efektif
untuk menjaring partisipasi aktif para generasi muda Kota Bogor untuk
terlibat dalam penanganan masalah sanitasi.
C. Media Komunikasi
Akses masyarakat terhadap informasi sanitasi pun dapat
ditunjang dengan keberadaan beragam jenis media komunikasi seperti
baliho, spanduk, leaflet, pamflet, atau ILM tentang sanitasi. Sebagai
media satu arah, keefektifannya akan tergantung kekuatan bahasa,
frekuensi, dan lay out design media tersebut.
Maka, yang perlu dipikirkan dalam menentukan media ini adalah
kedekatan bahasa yang digunakan dengan target masyarakat yang
hendak dituju dan design yang menarik agar masyarakat tertarik untuk
membaca dan memahaminya. Khusus ILM, penting untuk menampilkannya secara singkat dan menghindarkan kesan menggurui.
Kota Bogor dikenal dengan beberapa industri besarnya seperti PT
Goodyear, PT Nutrifood, atau PT Unitex. Belum lagi, industri jasa yang ditandai dengan keberadaan mall-mall besar seperti Botani Square
atau Ekalokasari Plasa, pusat-pusat hiburan keluarga seperti The
Jungle, dan keberadaan café dan restoran. Keberadaan mereka adalah
potensi yang besar untuk turut berkontribusi mensukseskan kampanye
sanitasi. Atau bahkan berpartisipasi aktif secara langsung dalam upaya penanggulangan masalah sanitasi.
Potensi itu terutama dengan keberadaan program Coorporate
Social Respontibility (CSR) yang dimiliki perusahaan-perusahaan
tersebut. Tinggal sejauhmana upaya meyakinkan kalangan swasta
untuk terlibat secara aktif dalam kampanye sanitasi. E. Peranan Kegiatan Tradisional
Salah satu kegiatan tradisional di Kota Bogor yang setiap tahun
berhasil mengundang banyak orang adalah rangkaian Hari Jadi Bogor.
Hampir semua kegiatan seperti Rapat Paripurna Istimewa atau Istana
Open, telah mendapat tempat di hati masyarakat. Istana Open tahun 2010 misalnya, jumlah pengunjungnya telah mencapai 54.970 orang.
Jumlah ini meningkat dari tahun lalu yang baru mencapai 46.700 orang
lebih.
Jumlah masyarakat yang terhimpun sebesar itu menjadi potensi
yang besar pula untuk menebar pesan-pesan perbaikan sanitasi, sehingga semakin besar pula yang memiliki kesadaran terhadap
perbaikan sanitasi.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif studi EHRA Kota Bogor Tahun
2010 sumber saluran media komunikasi yang biasa dipergunakan dan
dikonsumsi oleh masyarakat Kota Bogor secara umum adalah sebagai berikut :
a. Untuk sumber informasi
Gambar 5.14
Grafik Prosentase Sumber Informasi
Kebanyakan masyarakat Kota Bogor mengandalkan media
6,1% saja yang memanfaatkan surat kabar sebagai media
sumber informasi.
b. Saluran TV
c. Program Acara
5.4. Keterlibatan Sektor Swasta dalam Layanan Sanitasi
Meskipun belum sepenuhnya teridentifikasi dan terdata dengan baik namun sebenarnya sector swasta di Kota Bogor telah ikut berperan
juga dalam bidang pelayanan sanitasi ini meskipun jumlahnya masih
sangat sedikit. Peran swasta dalam ini sangat nyata dan memiliki
keterlibatan secara langsung diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan Sedot WC/Tinja oleh badan usaha swasta. 2. Penyediaan MCK oleh swasta.
3. Pengusaha barang bekas, rongsokan dan atau daur ulang
sampah tertentu.
4. Pengembang perumahan.
5. Produsen Kompos