• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi - INDA GALUH LESTARI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi - INDA GALUH LESTARI BAB II"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah masalah kesehatan ditandai oleh tekanan darah sistolik persisten di atas 140 mmhg dan tekanan darah diastolik di atas 85 mmhg (Brooker chris, 2009 dalam Nisfiani A, 2014). Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO (Worlth Health Organization), tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg, dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg. Sedangkan klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik (Martuti, 2009: 4) dalam Nawangsari S & Fitria (2012), yaitu:

a. Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95 – 109 mmHg. b. Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110 – 119 mmHg. c. Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120

(2)

Menurut kutipan Brunner & Suddarth’s (2013) pada individu

lansia,diagnosis hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Hipertensi sistolik saja dimana tekanan sistolik terukur melebihi 160 mmHg, dengan tekanan diastolik normal atau mendekati normal (di bawah 90 mmHg)

b. Hipertensi esensial dimana diastoliknya lebih besar atau sama dengan 90 mmHg berapapun tekanan sistoliknya

c. Hipertensi sekunder atau hipertensi yang dapat disebabkan oleh penyebab yang mendasarinya

Kriteria untuk menilai apakah seseorang itu menderita penyakit hipertensi atau tidak haruslah ada suatu standar nilai ukur dari tensi atau tekanan darah. berbagai macam klasifikasi hipertensi yang digunakan di masing-masing negara seperti klasifikasi menurut Joint National Committee 7 (JNC 7) yang digunakan di negara Amerika Serikat, klasifikasi menurut Chinese Hypertension Society yang digunakan di Cina, Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH) yang digunakan negara-negara di Eropa, Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blacks (ISHIB) yang khusus digunakan untuk warga keturunan Afrika yang tinggal di Amerika.

(3)

mengancam nyawa seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal, hingga kematian jika tidak dideteksi dini dan diterapi dengan tepat, dirasakan perlu untuk terus menggali strategi tatalaksana yang efektif dan efisien, dengan begitu, terapi yang dijalankan diharapkan dapat memberikan dampak maksimal.

Tabel. 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 8

Klasifikasi Tekanan Sistolik

3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Hipertensi

a. Hipertensi primer/ esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya diantaranya adalah genetik, jenis kelamin dan usia, konsumsi diit tinggi garam dan lemak, berat badan (Obesitas atau >25 % diatas BB ideal), gaya hidup seringnya merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah (Udjianti, 2010).

b. Hipertensi sekunder misalnya dalam penggunaan kontrasepsi oral, neurogenik (tumor otak, gangguan psikiatris), kehamilan dan stres (Udjianti, 2010).

(4)

seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan usia. Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu obesitas, kurang olah raga atau aktivitas, merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress, pekerjaan, pendidikan dan pola makan (Suhadak, 2010 dalam Andria K, 2013).

4. Penyebab

Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui pasti disebut dengan hipertensi primer atau esensial. Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi primer/esensial yaitu asupan natrium yang meningkat dan asupan kalium yang menurun, factor genetic, stress psikologis, pengaturan abnormal terhadap norepineprin, dan hipersensitivitas. Sedangkan 7% disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal dan penyebab lain (Arif Muttaqin,2014).

5. Manifestasi Klinis

(5)

Hipertensi yang berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti berikut :

a. Sakit kepala b. Kelelahan c. Mual

d. Gelisah/cemas e. Muntah f. Sesak nafas

g. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak (Lily I . Rilantono, 2013).

6. Patofisiologi

(6)

reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

(7)

penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. (Bianti Nuraini, 2015).

7. Manajemen Hipertensi

(8)

hipertensi terdiri dari 2 bagian utama, terapi farmakologi dan modifikasi gaya hidup.

a. Terapi farmakologis

Terapi farmakologis adalah terapi untuk mengobati tekanan darah tinggi yang dapat membantu mencegah yang lebih serius, bahkan mengancam kehidupan komplikasi. Jenis utama dari obat yang digunakan untuk kontrol tekanan darah tinggi termasuk obat diuretik, dikombinasikan alpha dan beta blocker, Beta-blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor, angiotensin receptor II Blocker, antagonis kalsium, dan vasodilator. (smeltzer & bare, 2004 dalam Akhter, N;2010)

b. Modifikasi Gaya Hidup

(9)

hipertensi, meliputi: obesitas; kurangnya olahraga aerobik yang teratur; asupan alkohol setiap hari melebihi 1 oz etanol secara teratur; asupan natrium yang berlebihan; dan gaya hidup stres. Selain itu perawat dapat membantu klien untuk mengidentifikasi bagaimana dia / dia bisa membuat perubahan yang sesuai gaya hidup untuk memodifikasi faktor di atas. Modifikasi gaya hidup untuk penderita hipertensi meliputi penurunan berat badan, manajemen diet, pembatasan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, manajmen stress, dan kepatuhan pengobatan biasa.

1) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan penting bagi pasien yang indeks massa tubuhnya yang ≥ 25. Penurunan berat badan membantu dalam

(10)

Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan menyeimbangkan diet,mengurangi asupan garam, dan melakukan olahraga teratur. 2) Manajemen diet

Pengaturan pola makan dapat mengurangi keparahan hipertensi dan dalam beberapa kasus, mengurangi kebutuhan untuk obat-obatan. Orang-orang dengan hipertensi harus makan diet rendah garam, kalori, kolesterol, dan lemak jenuh. Orang dengan hipertensi harus makan lebih banyak buah, sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan dibandingkan dengan lemak. Sebagai tambahan, mereka harus mengganti daging sapi dalam diet mereka dengan alternatif seperti ikan atau ayam. Hal ini juga menyarankan bahwa makanan panggang atau rebus lebih baik daripada digoreng. The Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) menunjukkan bahwa modifikasi diet dapat membantu dalam mengontrol tekanan darah. DASH yang direkomendasikan pola makan sehat untuk mengontrol hipertensi (Chen, Litvak, Howe, Parvez, 2006 dalam Akhter,N; 2010)

3) Pembatasan natrium

(11)

Sodium merupakan bahan yang tersembunyi di banyak makanan olahan. Secara umum, rata-rata orang dewasa asupan garam 5 sampai 15 gram/hari, tetapi efek terapi pengurangan sodium pada tekanan darah tidak terjadi sampai asupan garam dikurangi menjadi 6 gram / hari atau lebih rendah (Black & Hawks,2005 dalam Akhter,N; 2010).

4) Modifikasi diet lemak

Modifikasi asupan makanan lemak dengan mengurangi fraksi/tingkatan lemak jenuh dan meningkatkan lemak tak jenuh ganda mengarah ke penurunan kadar tekanan darah dan kolesterol secara signifikan. Karena dislipidemia merupakan faktor risiko utama dalam perkembangan penyakit arteri koroner, terapi diet bertujuan mengurangi lipid dalam total rejimen diet (Black & Hawks, 2005 dalam Nargis Akhter,2010).

5) Suplemen kalium

(12)

mereka dikontrak baik intraseluler dan ekstraseluler kompartemen, sehingga rendering menurunkan tekanan darah (Adrogue & Madias, 2007 dalam Akhter,N; 2010).

6) Pembatasan alkohol

Konsumsi lebih dari 1 ons alkohol/hari dikaitkan dengan prevalensi lebih tinggi hipertensi dan ketidakpatuhan terhadap terapi antihipertensi (Black & Hawks, 2005). Selain mekanisme yang terlibat, masalah yang belum terselesaikan tentang hubungan tekanan darah dengan alkohol termasuk apakah ada ambang batas dosis alkohol untuk asosiasi dengan hipertensi, alkohol terkait hipertensi dan peran interaksi dengan jenis kelamin, suku, ciri-ciri gaya hidup lainnya, pola minum, dan pilihan minuman (Klatsky & Gunderson, 2008 dalam Akhter,N; 2010).

7) Berhenti merokok

(13)

8) Olahraga

(14)

dalam Akhter,N; 2010). Berjalan, berenang, bersepeda dan berlatih yoga juga dianjurkan.

9) Manajemen stress

Berbagai terapi relaksasi, termasuk meditasi, yoga, musik, istirahat dan psikoterapi dapat mengurangi tekanan darah. Relaksasi sangat bermanfaat jika dipraktekkan secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Teknik yang melibatkan relaksasi secara luas digunakan oleh orang-orang untuk mengurangi kecemasan dan mengatasi masalah yang berhubungan dengan stres. Prosedur relaksasi adalah bentuk aktif dan pendidikan terapi yang dapat menurunkan terjadinya ketegangan dan gangguan kecemasan (Schneider, Staggers, Alexander,Sheppard, Rainforth, Kondwani, et al., 1995). 10) Kepatuhan pasien dalam pengobatan

Hipertensi merupakan penyakit kronis yang membutuhkan seseorang untuk mematuhi pengobatan dan perawatan. Orang dengan hipertensi harus minum obat sebagai ditentukan dan harus melakukan kunjungan rutin ke dokter untuk membuat janji untuk pemantauan tekanan darah mereka.

(15)

De Monaco dan Hippel (2007) mendefinisikan manajemen diri sebagai perilaku seseorang dalam : 1) terlibat dalam kegiatan yang melindungi dan meningkatkan kesehatan; 2) pemantauan dan mengelola gejala dan tanda penyakit; 3) mengelola dampak penyakit pada fungsi, emosi, dan hubungan interpersonal; dan 4) mengikuti rejimen pengobatan.

Lin, KW (2006) mendefinisikan penyakit manajemen diri yang kronis sebagai intervensi penyakit sistemik yang melibatkan pemantauan diri dan partisipasi dalam pengambilan keputusan, atau keduanya.

Menurut teori self-regulatory atau regulasi diri istilah manajemen diri adalah, proses reaktif aktif menetapkan tujuan, memilih strategi, mengamati diri sendiri, membuat penilaian berdasarkan pengamatan, dan bereaksi dengan tepat dan jelas dalam salah satu strategi (Bartholomew, Parcel, Kok, & Gottliels, 2006). Kesimpulannya, manajemen diri adalah kemampuan atau kesediaan pasien untuk mengubah dan mempertahankan perilaku tertentu yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan.

B. Tinjauan Umum Tentang Lansia

1. Definisi Lansia

(16)

diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Constantinides, 1994., Martono, H. Hadi & Kris Pranaka, Edisi ke-4, 2011).

Lanjut usia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anakanak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir. Seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap pada masa ini (Azizah, 2011 dalam Anni Sinaga, 2015).

(17)

2. Proses Menua

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2012 dalam Taufik Nugroho, 2014).

Toeri-teori proses menua ( Siti Bandiyah, 2009) diantaranya : a. Teori-teori Biologi

1) Teori genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)

(18)

2) Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai)

3) Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu fungsi sel itu sendiri

4) Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan

5) Tidak ada perlindungan terhadap radiadi, penyakit dan kekurangan gizi

6) Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut GOLDTERIS & BROCKLEHURST, 1989 dalam Siti Bandiyah, 2009).

(19)

8) Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Rgenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.

9) Teori Radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dindalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan proteon. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

10) Teori Rantai Silang

Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis kekacauan dan hilangnya fungsi. 11) Teori Program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

b. Teori kejiwaan Sosial

1) Akitivitas atau kegiatan (Activity Theory) 2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory) 3) Teori pembebasan (Didengagement Theory)

(20)

b) Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)

c) Berkurangnya komitmen (Reuced commitment to Social Mores and Values)

3. Batasan Usia Lanjut

Batasan usia lanjut didasarkan atas Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 adalah 60 tahun. Namun,berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam program kesehatan usia lanjut. Departemen kesehatan membuat pengelompokan seperti dibawah ini :

a. Kelompokan Pertengahan Umur

Kelompokan usia dalam masa verilitas,yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

b. Kelompok Usia Lanjut Dini

Kelompok dalam masa prasenium,yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun)

c. Kelompok Usia Lanjut

Kelompok dalam masa Senium (65 tahun keatas) d. Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi

(21)

Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Notoatmodjo (2011) lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun . b. Usia Lanjut (elderly) adalah kelompo usia 60-70 tahun.

c. Usia Lanjut Tua (old) adalah kelompok usia antara 70-90 tahun d. Usia Sangat Tua (very old) adalah kelompok usia diantara 90 tahun. 4. Klasifikasi Lansia

Menurut Maryam (2008) dalam Wulandari D (2015) klasifikasi lansia dibagi lima, yaitu :

a. Pralansia (prasenelis), yaitu seseorang yang berusia antara 45 sampai 59 tahun.

b. Lansia yaitu, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan. d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan

atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak bisa mencari nafkah, sehingga hidup bergantung pada orang lain.

5. Tipe Lansia

(22)

a. Tipe mandiri

Lansia tersebut bisa mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat bergaul dengan teman.

b. Tipe arif bijaksana

Lansia tersebut bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, dermawan, dan menjadi panutan.

c. Tipe pasrah

Lansia tersebut hanya menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

d. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

e. Tipe bingung

Lansia biasanya suka kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

(23)

1) Perubahan pada system kardiovaskuler

Perubahan struktural yang terjadi akibat penuaan pada jantung dan system karidovaskular mengakibatkan penurunan curah jantung, penurunan kemampuan merespons stress; frekuensi jantung dan volume sekuncup tidak meningkat dengan kebutuhan maksimal; kecepatan pemulihan jantung lebih lambat; peningkatan tekanan darah. Seperti, keluhan keletihan dengan peningkatan aktivitas. 2) Perubahan system pernapasan

Perubahan system respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi; peningkatan diameter anterioposterior dada, kolpas osteoporotik vertebra yang mengakibatkan peningkatan kurvatura konveks tulang belakang, penurunan mobilitas kosta dan penurunan efisiensi otot pernapasan, peningkatan volume residual paru; penurunan gas dan kapasitas difusi membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi respirasi. Seperti, keletihan dan sesak napas setelah beraktivitas; kesulitan membatukkan sekret.

3) Perubahan system integument

(24)

penurunan suplai darah, penurunan perlindungan terhadap trauma dan pajanan matahari; penurunan perlindungan terhadap suhu yang ekstrim; berkurangnya sekresi minyak alami dan keringat. Seperti, kulit Nampak tipis dan keriput; keluhan cedera; memar dan terbakar matahari, dan lain-lain.

4) Perubahan system reproduksi

Produksi estrogen dan progesterone oleh ovarium menurun saat menopause. Perubahan yang terjadi pada system reproduksi wanita meliputi penipisan dinding vagina dengan pengecilan ukuran dan hilangnya elastisitas; penurunan ssekresi vagina, mengakibatkan kekeringan, gatal, dan menurunnya keasaman vagina; involusi (atropi) uterus dan ovarium; dan penurunan tonus muskulus pubokoksigeus, mengakibatkan lemasnya vagina dan perineum. Perubahan tersebut berakibat perdarahan vagina dan nyeri saat bersenggama. Pada pria lansia, penis dan testis menurun ukurannya dan kadar androgen berkurang. Seperti, wanita; nyeri saat beruhubungan kelamin, pria; ereksi dan pencapaian orgasme melambat.

5) Perubahan system musculoskeletal

(25)

punggung; kehilangan kekuatan; fleksibilitas dan ketahanan serta nyeri sendi.

6) Perubahan system genitourinarius

Pada system ini, tetap berfungsi secara adekuat pada individu lansia, meskipun terjadi penurunan massa ginjal akibat kehilangan primer beberapa nefron. Perubahan fungsi ginjal meliputi penurunan laju filtrasi; penurunan fungsi tubuler dengan penurunan efisiensi dalam resorbsi dan pemekatan urin, dan perlambatan restorasi keseimbangan asam basa terhadap stres. Pria dan Wanita; kapasitas kandung kemih menurun, keterlambatan rasa ingin berkemih. Pria; hiperplasi prostat jinak, wanita; otot dasar panggul melemah. Seperti, retensi urin, kesulitan berkemih, urgensi, frekuensi dan inkontinensia urin.

7) Perubahan system gastrointestinal

(26)

8) Perubahan system saraf

Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa otak progresif akibat berkurangnya sel saraf yang tidak bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis dan metabolisme neurotransmitter utama. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk merespons dan bereaksi. Kinerja system saraf otonom berkurang efisiennya, dan hipotensi postural, yang menyebabkan seseorang merasa pusing saat berdiri dengan cepat, dapat terjadi. Iskemia serebral dengan pusing akan mempengaruhi mobilitas dan keamanan. Homeostasis lebih sulit dijaga, namun bila tanpa perubahan patologis, seorang lansia dapat berfungsi dengan adekuat dan mempertahankan kemampuan kognitif dan intelektual. Bersama dengan perubahan system saraf adalah penurunan aliran darah otak. Seperti, respons dan reaksi melambat; keluhan pingsan dan sering jatuh. Namun, dalam kondisi normal, pasokan glukosa dan oksigen masih mencukupi.

9) Perubahan system indera khusus

(27)

diantaranya : penglihatan; berkurangnya kemampuan memusatkan pada benda dekat, ketidakmampuan menerima cahaya yang menyilaukan, kesulitan menyesuaiakan terhadap perubahan intensitas cahaya; penurunan kemampuan membedakan warna. Seperti, pegang benda jauh dari wajah, keluhan silau dan lain-lain. Pada indera pendengaran; penurunan kemampuan untuk mendengar suara dengan frekuensi yang tinggi, seperti : memberikan respons yang tidak sesuai, minta individu mengulang kta-kata. Pada indera kecap dan penghidu ; penurunan kemampuan terhadap pengecapan dan penciuman. Seperti, menggunakan gula dan garam yang berlebihan.

b. Menurut Nugroho, ( 2008) dalam Wulandari D (2015) ada tiga perubahan yang terjadi pada lansia, yaitu :

1) Perubahan atau kemunduran biologis

a) Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi, fungsi kulit sebagai penyekat suhu tubuh lingkungan terhadap masuknya kuman.

b) Rambut rontok, berwarna putih kering, dan tidak mengkilat. Hal ini berkaitan dengan perubahan degenerative kulit.

c) Gigi mulai habis.

d) Penglihatan dan pendengaran berkurang.

(28)

f) Kerampingan tubuh menghilang terjadi timbunan lemak terutama di bagian perut dan panggul.

g) Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsi dan kekuatan menurun atau berkurang.

h) Berbagai pembuluh darah sangat penting, khususnya di jantung dan otak yang mengalami kekakuan. Lapisan intim menjadi kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolesterol tinggi dan lain-lain yang memudahkan timbulnya penggumpalan darah dan thrombosis.

i) Tulang pada proses menua pada kapur (kalsium) menurun akibat tulang menjadi kropos dan mudah patah.

j) Seks yaitu produksi hormone testoteron pada pria dan hormone progesterone dan estrogen wanita menurun dengan bertambahnya umur.

2) Perubahan atau kemunduran kognitif

a) Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.

b) Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang terjadi pada masa tuanya.

(29)

d) Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai dalam test-test intelegensi menjadi lebih rendah sehingga lansia tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru.

3) Perubahan-perubahan psikososial

a) Pensiun, merupakan produktifitas selain itu identitas pensiun dikaitkan dengan peranan dalam sebuah pekerjaan.

b) Merasakan atau sadar akan kematian.

c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak yang lebih sempit.

d) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.

e) Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial. f) Gangguan syaraf panca indra.

g) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

h) Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dan teman maupun family.

i) Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik.

j) Perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

C. Tinjauan Umum Tentang Tekanan Darah Pada Lansia

1. Definisi Tekanan Darah

(30)

Hipertensi pada lanjut usia adalah pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan/atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 90 mmHg (Darmojo, 2006).

Pada tahap awal, ganngguan dari dinding pembuluh darah yang menyebabkan elastisitasnya bekurang akan memacu jantung bekerja lebih keras, karena terjadi hipertensi. Selanjutnya, bila terjadi sumbatan maka jaringan akan dialiri zat asam oleh pembuluh darah ini kan rusak dan mati, hal inilah yang disebut infark. Bila terjadi dijantung, dapat saja menyebebkan infark jantung, atau infark miokard, atau bila masih lebih ringan dapat tejadi angina pictoris dan gangguan koroner lainnya (Stanley 2006).

Pada lanjut usia, tekanan darah akan naik secara bertahap. Elastisitas Jantung pada orang berusia 70 tahun menurun sekitar 50% disbanding orang berusia 20 tahun, maka dari itu tekanan darah wanita dan pria tua itu relative tinggi.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi Pada Lansia

Menurut Darmojo (2006) dalam Zuliani & Yani (2014), faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia adalah :

a. Renin : Tingginya kadar renin menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan volume darah (akibat meningkatnya retensi garam dan cairan pada ginjal), mengakibatkan tingginya kadar tekanan darah. b. Peningkatan sensitivitas terhadap asupan garam : Dengan bertambahnya

(31)

natrium. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

c. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer : Akibat proses menua akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.

d. Perubahan ateromatous : Akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan substansi kimiawi lain yang kemudian menyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

3. Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.2 : Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO Tahun 1999

Kategori Tekanan sistolik

Tensi normal tinggi 130-139 85-89

Tingkat 1 : hipertensi ringan 140-159 90-99

Subgroup: batas 140-149 90-94

Tingkat 2 : hipertensi sedang 160-179 100-109 Tingkat 3 : hipertensi berat 180-209 110-119 Hipertensi sistolik isolasi > 140 < 90

Subgroup: batas 140-149 < 90

Tingkat 4 : hipertensi maligna > 210 > 120

Sumber : Junaidi 2010

(32)

terutama pada perbedaan usia dan jenis kelamin masing-masing orang. Kaplan membuat ketentuan semacam ini :

a. Seorang pria yang berusia < 45 tahun dapat dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya pada waktu istirahat > 130/90 mmHg.

b. Seorang pria berusia > 45 tahun juga dapat dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.

c. Bagi seorang wanita yang tekanan darahnya > 160/95 mmHg, maka dinyatakan hipertensi (Santoso, 2010) dalam Zuliani & Yani (2014). 4. Komplikasi Hipertensi

Adapun komplikasi hipertensi di antanya: Menyebabkan aterosklersis sehingga mempercepat terjadinya penyakit jantung iskemik; Gagal jantung; System saraf menyebabkan perdarahan intraserebral; Ginjal menyebabkan glomerulu atau nekrosis, proteinuria; Gangguan penglihatan; Gangguan neurology; Gagal jantung; Gangguan fungsi ginjal; Gangguan serebral; Tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara.

D. Tinjauan Umum Tentang Self-Management

1. Pengertian Self management

(33)

Self-management didefinisikan dalam cara yang berbeda-beda, tetapi secara umum hal ini dideskripsikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur gejala-gejala, pengobatan, kensekuensi fisik dan psikis, dan perubahan gaya hidup yang melekat pada kehidupan seseorang dengan penyakit kronis ( Barlow et al., 2002 dalam Lennon et al, 2013 dan Brilliati P, 2016).

(34)

2. Teori-teori Self Management

Menurut Boger (2014) dalam Brilliati P (2016) teori-teori yang menonjol yang mungkin menopang keberhasilan self-management adalah sebagai berikut :

a. Model Perawatan Kronik ( The Chronic Care Model)

Model perawaatan kronik menyatakan bahwa ada 6 elemen yang berpengauh pada peningkatan kualitas klinis seseorang, yaitu komunitas, sistem kesehatan, dukungan self-management, delivery system design, dukungan keputusan, dan informasi klinis ( Wagner, 1998;1999 dalm Boger, 2014 dan Brillianti P 2016)

b. Perceived Control

Kontrol perasaan didefinisikan sebagai keyakinan bahwa seseorang dapat menentukan keadaan internal dan kebiasaan mereka sendiri, mempengaruhi lingkungannya, dan/atau tujuan yang diharapkan (Wallston et al.,1987 dalam Booger, 2014 dan Brilianti P, 2016)

c. Locus of control

(35)

keberuntungan, atau kesempatan. Namun banyak keterbatasan dalam teori ini dalam penerapan self-management.

d. The Transtheoretical Of Change

Teori ini dalam hal perubahan kebiasaan digunakan untuk mengklasifikasikan tingkatan-tingkatan yang berbeda atas kesiapan motivasi untuk berubah (Prochaska et al., 1992 dalam Booger 2014 dan Brilianti P 2016), The Transtheoretical Of Change berakar dari tugas seputar kecanduan, namun diaplikasikan pada sejumlah kebiasaan yang relevan pada self-management seperti peningkatan aktifias fisik, kontrol berat badan, dan diet (Sarkin et al., 2001 dalam Booger, 2014 dan Brilianti P, 2016), dan kepatuhan pengobatan pada kondisi seseorang dengan penyakit kronis (Willey et al., 2003 dalam Booger, 2014 dan Brillianti, 2016).

e. Self-efficacy

(36)

dari ligkungannya (Bandura, 2011 dalam Booger, 2014 dan Brillianti P, 2016).

3. Self- management dengan Hipertensi

Perspektif manajemen diri adalah yang menerima perhatian meningkat dalam literatur penyakit kronis. Beberapa program manajemen diri telah dikembangkan untuk mendukung pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung dan lupus erythomatus sistemik. Program manajemen diri muncul untuk meningkatkan parameter klinis yang signifikan pada pasien dengan diabetes dan hipertensi (Lin, KW;2006).

Program manajemen diri bertujuan untuk:

a. Membantu klien untuk memperoleh interpersonal lebih efektif, kognitif, dan perilaku emosional;

b. Untuk mengubah persepsi klien dan sikap evaluasi situasi bermasalah; dan

c. Mengubah lingkungan stres yang merangsang atau tidak bersahabat atau belajar untuk mengatasinya dengan menerima bahwa tidak dapat dihindari (Kanfer & Gaelick-Buys, 1991).

(37)

Manajemen diri untuk pasien diabetes terdiri dari 5 komponen. Yang meliputi : Integrasi diri; Regulasi diri; interaksi dengan tenaga kesehatan profesional dan lain-lain yang signifikan; pemantauan diri; dan kepatuhan terhadap rejimen direkomendasikan.

Integrasi diri mengacu pada kemampuan pasien untuk mengintegrasikan layanan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari mereka melalui kegiatan seperti diet yang tepat, olahraga, dan kontrol berat badan. Penderita hipertensi harus mampu 1) mengatur porsi makan dan pilihan ketika makan di luar; 2) makan lebih banyak buah, sayuran, biji-bijian dan kacang-kacangan; 3) menurunkan tingkatan lemak jenuh; 4) mempertimbangkan efek pada tekanan darah ketika membuat pilihan makanan; 5) menghindari/ mengurangi minum alkohol (kurang dari 1 ons per hari); 6) mengurangi garam sekitar 6 gram / hari atau lebih rendah dalam makanan; 7) menurunkan berat badan secara efektif; 8) mengelola pilihan makanan untuk mengontrol tekanan darah; 9) olahraga untuk mengontrol tekanan darah dan berat badan dengan berjalan, jogging atau bersepeda berlangsung 30-60 menit per hari; 10) menggabungkan hipertensi dalam kehidupan sehari-hari; 11) melakukan rutinitas hipertensi untuk menyesuaikan situasi baru; 12) berhenti merokok; dan 13) stres kontrol dengan mendengarkan musik, istirahat, dan berbicara dengan anggota keluarga.

(38)

mengidentifikasi situasi kehidupan dan penyebab terkait dengan perubahan tekanan darah dan mengambil tindakan berdasarkan pada pengamatan ini/ regulasi diri). Perilaku regulasi diri mencakup: 1) memahami alasan untuk perubahan tingkat tekanan darah; 2) mengenali tanda-tanda dan gejala tekanan darah tinggi dan rendah; 3) bertindak dalam menanggapi gejala; 4) mengenal gejala tekanan darah tinggi dan rendah; 5) mengobati reaksi tekanan darah rendah; 6) membuat keputusan berdasarkan pengalaman; 7) mengenali untuk situasi yang dapat mempengaruhi tingkat darah tekanan; dan 8) membandingkan perbedaan antara tingkat tekanan darah saat ini dan sasaran.

(39)

lain untuk membantu terkait tekanan darah tinggi; 8) meminta orang lain untuk membantu dalam mengontrol tekanan darah; dan 9) nyaman meminta orang lain untuk teknik manajemen tekanan darah tinggi.

Pemantauan diri berkaitan dengan monitoring tekanan darah untuk mendeteksi tingkat tekanan darah dalam rangka untuk menyesuaikan aktivitas perawatan diri. Perilaku pemantauan diri meliputi: 1) memeriksa tekanan darah saat merasa sakit; 2) memeriksa tekanan darah ketika mengalami gejala tekanan darah rendah; dan 3) memeriksa tekanan darah untuk membantu membuat keputusan perawatan diri hipertensi.

Kepatuhan terhadap rejimen direkomendasikan mengacu ke pasien, kepatuhan terhadap ditentukan obat hipertensi dan klinik kunjungan. Dimensi ini juga melibatkan mengambil jumlah yang ditentukan obat, minum obat jumlah yang ditentukan kali, dan melihat dokter setiap 1-3 bulan.

4. Faktor-Faktor Terkait Dengan Self-Manajemen Pada Pasien Dengan Hipertensi

Banyak faktor yang mempengaruhi manajemen diri hipertensi. Meliputi : a. Usia.

(40)

Bayer, 2000) dan kemampuan mereka untuk membuat keputusan sehari-hari (Dickson, Tkacs & Riegel, 2007)

b. Jenis kelamin.

Ditemukan bahwa pasien perempuan memiliki perilaku perawatan diri / self-management yang lebih baik daripada pasien laki-laki. Chung et al. (2006) menemukan bahwa wanita memiliki lebih banyak pengetahuan tentang penyakit dibandingkan laki-laki, karena itu mereka mungkin lebih mampu beradaptasi makanan untuk diet sodium dibatasi karena mereka bertanggung jawab untuk menyiapkan makanan. Selain itu, Yount, Setuju, dan rebellon (2004) menemukan bahwa wanita melaporkan mengunjungi penyedia dan menggunakan obat lebih sering daripada pria.

c. Pendapatan.

Penghasilan memiliki efek pada manajemen diri. Pasien berpenghasilan rendah tidak mampu membeli makanan sehat dan obat secara teratur, sehingga mereka tidak dapat melakukan manajemen diri hipertensi.

d. Pendidikan.

(41)

e. Komorbiditas/penyakit penyerta.

Hipertensi merupakan penyakit yang memiliki hubungan dengan beberapa kondisi penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, stroke, penyakit ginjal kronis, dan penyakit jantung koroner. Komorbiditas/ penyakit penyerta merupakan salah satu faktor pasien-spesifik yang mempengaruhi kontrol hipertensi (Naik, Kallen, Walder, Street, 2008). Kondisi komorbiditas ini mempengaruhi pengelolaan diri dalam hipertensi. Pasien stroke mengalami penurunan kapasitas kognitif karena kerusakan neurologis dan mereka dapat mengembangkan demensia, sehingga pasien tidak dapat melakukan kerja normal (Kim & Kang, 2007). Ditemukan bahwa komorbiditas kardiovaskuler mengurangi manajemen diri pada hipertensi (Polijicanin, Ajdukovic, Sekerija, Pibernik-Okanovic, Metelko, Mavrinac, 2010).

f. Lokasi residensi.

(42)

g. Waktu sejak didiagnosis.

Waktu sejak diagnosis atau durasi sejak didiagnosa dengan hipertensi memiliki efek pada manajemen diri. Beberapa pasien yang serangan yang lebih lama mengelola lebih baik dari pasien baru karena mereka telah mengalami faktor risiko hipertensi. Mereka tahu tanda-tanda dan gejala dan telah digunakan antihipertensi obat. Lee et al. (2010) menemukan hubungan positif antara tahun hipertensi dan perawatan diri perilaku. Mereka menyatakan bahwa orang-orang dengan waktu yang lebih lama terkena hipertensi mungkin punya kesempatan belajar lebih untuk mereka.

5. Teori Self Care t-Dorothea E. Orem

a. Konsep Self Care Dorothea Orem

Selama tahun 1958-1959 Dorothea Orem sebagai seorang konsultan pada bagian pendidikan Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan dan berpartisipasi dalam suatu proyek pelatihan peningkatan praktek perawat (vokasional). Ide inilah yang kemudian dikembangkan dalam konsep keperawatannya “Self Care”. Pada tahun

(43)

Orem Kemudian mengembangkan konsep keperawatanya “self care” dan pada tahun 1971 dipublikasikan Nursing; Concepts of

Practice. Pada edisi pertama fokusnya terhadap individu, sedangkan edisi kedua (1980), menjadi lebih luas lagi meliputi multi person unit (keluarga, kelompok dan masyarakat).

Orem mengembangkan teori Self Care Deficit meliputi 3 teori yang berkaitan yaitu : 1). Self Care, 2). Self care defisit dan 3) nursing system. Ketiga teori tersebut dihubungkan oleh enam konsep sentral yaitu; self care, self care agency, kebutuhan self care therapeutik, self care defisit, nursing agency, dan nursing system, serta satu konsep perifer yaitu basic conditioning factor (faktor kondisi dasar).

Postulat self care teori mengatakan bahwa self care tergantung dari prilaku yang telah dipelajari, individu berinisiatif dan membentuk sendiri untuk memelihara kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya. 1) Teori Self Care

(44)

Self care agency adalah kemampuan manusia atau kekuatan untuk melakukan self care. Kemampuan individu untuk melakukan self care dipengaruhi oleh basic conditioning factors seperti; umur, jenis kelamin, status perkembangan, status kesehatan, orientasi sosial budaya, sistem perawatan kesehatan (diagnostik, penatalaksanaan modalitas), sistem keluarga, pola kehidupan, lingkungan serta ketersediaan sumber.

Kebutuhan self care therapeutic (Therapeutic self acre demand) adalah merupakan totalitas dari tindakan self care yang diinisiatif dan dibentuk untuk memenuhi kebutuhan self care dengan menggunakan metode yang valid yang berhubungan dengan tindakan yang akan dilakukan. Konsep lain yang berhubungan dengan teori self care adalah self care requisite. Orem mengidentifikasikan tiga katagori self care requisite :

a)Universal meliputi; udara, air makanan dan eliminasi, aktifitas dan istirahat, solitude dan interaksi sosial, pencegahan kerusakan hidup, kesejahteraan dan peningkatan fungsi manusia.

b)Developmental, lebih khusus dari universal dihubungkan dengan kondisi yang meningkatkan proses pengembangan siklus kehidupan seperti; pekerjaan baru, perubahan struktur tubuh dan kehilangan rambut.

(45)

integritas individu untuk melakukan self care akibat suatu penyakit atau injury.

2) Teori Self Care Deficit

Merupakan hal utama dari teori general keperawatan menurut Orem. Dalam teori ini keperawatan diberikan jika seorang dewasa (atau pada kasus ketergantungan) tidak mampu atau terbatas dalam melakukan self care secara efektif. Keperawatan diberikan jika kemampuan merawat berkurang atau tidak dapat terpenuhi atau adanya ketergantungan. Orem mengidentifikasi lima metode yang dapat digunakan dalam membantu self care:

a) Tindakan untuk atau lakukan untuk orang lain. b) Memberikan petunjuk dan pengarahan.

c) Memberikan dukungan fisik dan psychologis.

d) Memberikan dan memelihara lingkungan yang mendukung pengembangan personal.

e) Pendidikan.

(46)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual untuk Keperawatan

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa jika kebutuhan lebih banyak dari kemampuan, maka keperawatan akan dibutuhkan. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat pada saat memberikan pelayanan keperawatan dapat digambarkan sebagi domain keperawatan. Orem (1991) mengidentifikasikan lima area aktifitas keperawatan yaitu:

a) Masuk kedalam dan memelihara hubungan perawat klien dengan individu, keluarga, kelompok sampai pasien dapat melegitimasi perencanaan keperawatan.

b) Menentukan jika dan bagaimana pasien dapat dibantu melalui keperawatan.

c) Bertanggungjawab terhadap permintaan pasien, keinginan dan Nursing

agency deficit

Self-care demands Self-care

agency

(47)

d) Menjelaskan, memberikan dan melindungi klien secara langsung dalam bentuk keperawatan.

e) Mengkoordinasikan dan mengintegrasi keperawatan dengan kehidupan sehari-hari klien, atau perawatan kesehatan lain jika dibutuhkan serta pelayanan sosial dan edukasional yang dibutuhkan atau yang akan diterima.

3) TeoryNursing System

Nursing system didesain oleh perawat didasarkan pada kebutuhan self care dan kemampuan pasien melakukan self care. Jika ada self care defisit, self care agency dan kebutuhan self care therapeutik maka keperawatan akan diberikan. Nursing agency adalah suatu properti atau atribut yang lengkap diberikan untuk orang-orang yang telah didik dan dilatih sebagai perawat yang dapat melakukan, mengetahui dan membantu orang lain untuk menemukan kebutuhan self care terapeutik mereka, melalui pelatihan dan pengembangan self care agency.

(48)

WHOLLY COMPENSATORY SYSTEM

PARTLY COMPENSATORY SYSTEM

SUPPORTIVE - EDUCATIVE SYSTEM

Gambar 2.2 Sistem Keperawatan Dasar(Basic Nursing Systems)

a) Wholly Compensatory system

Suatu situasi dimana individu tidak dapat melakukan tindakan self care, dan menerima self care secara langsung serta ambulasi harus dikontrol dan pergerakan dimanipulatif atau adanya alasan-alasan medis tertentu. Ada tiga kondisi yang termasuk dalam kategori ini yaitu; tidak dapat melakukan tindakan self care misalnya koma, dapat membuat keputusan,

Pendukung dan melindungi klien

Kompensasi ketidakmampuan untuk self care Menyelesaikan therapeutik self care klien

Tindakan Perawat

Tindakan pasien

Menerima asuhan dan bantuan nurse Mengatur kemampuan self care Menjalankan self care measure Membantu klien sesuai kebutuhan

Kompensasi keterbatasan klien untuk self care Pendukung dan

Menjalankan beberapa kegiatan self care

(49)

observasi atau pilihan tentang self care tetapi tidak dapat melakukan ambulasi dan pergerakan manipulatif, tidak mampu membuat keputusan yang tepat tentang self carenya.

b) Partly compensatory nursing system

Suatu situasi dimana antara perawat dan klien melakukan perawatan atau tindakan lain dan perawat atau pasien mempunyai peran yang besar untuk mengukur kemampuan melakukan self care.

c) Supportive educative system

Pada sistem ini orang dapat membentuk atau dapat belajar membentuk internal atau external self care tetapi tidak dapat melakukannya tanpa bantuan. Hal ini juga dikenal dengan supportivedevelopmental system.

6. Manajemen Diri Dan Edukasi Pasien

(50)

7. Mendukung Manajemen Diri (Self Management)

Pada komponen ini, pasien yang berperan utama dalam menjaga kesehatannya yang bertujuan untuk menekan biaya pengobatan. Pasien diajarkan dan dilengkapi dengan peralatan yang diperlukan untuk memantau dan menjaga kesehatannya seperti memantau tekanan darah dan kadar gula darah secara rutin. Ketaatan pasien untuk melakukan serangkaian perawatan, serta teratur meminum obat sangat diperlukan untuk menjalankan komponen ini.

Hipertensi atau yang lebih sering dikenal dengan tekanan darah tinggi yang terjadi pada arteri. Tekanan darah adalah pengukuran terhadap dinding arteri saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh (US National Library of Medicine [NLM], 2010). Hipertensi merupakan kondisi serius yang dapat menjadi penyebab beberapa masalah kesehatan.

Tekanan darah diukur dengan menggunakan dua buah angka yang mereprensentasikan sistol dan diastol. Tekanan darah manusia pada umumnya adalah 120/80 mmHg. Angka 120 merepresentasikan tekanan sistol dimana tekanan yang terjadi selama jantung berdetak. Sedangkan angka 80 merepresentasikan tekanan diastol dimana tekanan yang terjadi ketika jantung beristirahat berdetak. Alat pengukur tekanan darah disebut sphygmomanometer.

Tekanan darah diklasifikasikan sebagai berikut:

(51)

b. Prehipertensi adalah kondisi dimana nilai sistol berada di antara 120 – 139 mmHg atau diastol 80 - 89 mmHg.

c. Hipertensi tahap 1 adalah kondisi dimana nilai sistol berada di antara 140 - 159 mmHg atau diastol 90 - 99 mmHg.

d. Hipertensi tahap 2 adalah kondisi dimana nilai sistol diatas 160 mmHg atau diastol diatas 100 mmHg.

Hasil pengukuran tekanan sistol dan diastol ini yang akan menjadi input parameter dalam sistem dismen. Sehingga karyawan yang diduga terkena hipertensi dapat dipantau tekanan darahnya agar tidak bertambah parah.

a. Standar Perawatan Hipertensi

Sama halnya dengan diabetes, manajemen perawatan penderita hipertensi bertujuan untuk memcapai hasil yang baik dimana keadaan pasien stabil atau lebih baik. Tujuan dari evaluasi pasien hipertensi adalah untuk menilai gaya hidup pasien dan mengidentifikasi faktor risiko cardiovascular; untuk mengetahui penyebab tingginya tekanan darah (blood pressure/BP); dan untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan organ dan CVD (cardiovascular disease) (American Heart Association, 2003).

Perawatan yang dilakukan untuk manajemen hipertensi adalah : 1) Kontrol Tekanan Darah.

(52)

hal-hal tersebut tidak tepat maka tentunya mengakibatkan hasil tekanan darah yang tidak terkontrol. Terapi antihipertensi dilakukan untuk mengurangi gangguan cardiovascular dan ginjal serta kematian. Target perawatan hipertensi adalah agar penderita hipertensi mencapai tekanan darah (BP) < 140 / 90 mmHg atau BP < 130 / 80 mmHg untuk pasien penderita diabetes atau penyakit ginjal kronis. 2) Modifikasi Pola Hidup

a) Mengurangi berat badan

Rekomendasi : Menjaga berat badan normal ( body mass index (BMI) 18.5 -24.9 kg/m2).

b) Perencanaan pola makan (Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH))

Rekomendasi : Mengadopsi diet buah-buahan, sayuran, dan susu rendah lemak.

c) Diet natrium

Rekomendasi : Mengurangi asupan natrium < 100 mmol per hari (2,4 g natrium atau 6 gram natrium klorida).

d) Aktivitas fisik

Rekomendasi : Aktifitas fisik teratur (misalnya jalan cepat) minimal 30 menit per hari.

e) Konsumsi alkohol

(53)

Keterangan : 1 x minum = 1 / 2 oz atau 15 mL etanol (misalnya, 12 bir oz, 5 oz anggur, 1.5 oz 80 wiski).

3) Obat

Pemberian obat dilakukan ketika pendekatan modifikasi pola hidup tidak menghasilkan tekanan darah pasien sesuai dengan target Disman.

4) Follow-Up dan Monitoring

Pasien harus ditindak-lanjuti dan melakukan pengobatan untuk interval waktu tertentu (bulanan atau kurang dari sebuan) sampai tujuan BP tercapai ketika terapi obat antihipertensi dimulai. Konsultasi akan perlu untuk sering dilakukan untuk pasien hipertensi stadium 2 atau dengan komlikasi lainnya. Serum potassium dan creatinine harus dipantau minimal 1 atau 2 kali dalam setahun. setelah BP mencapai target dan stabil, konsultasi dilakukan 3-6 bulan sekali. Penentuan interval konsultasi juga tergantung pada faktor adanya penyakit lain misalnya diabetes. Pemberitahuan untuk tidak mengkonsumsi rokok (tembakau) harus selalu diberikan.

E. Kerangka Teori

Penjelasan Kerangka Teori

(54)
(55)

Keterangan :

: Diteliti : Tidak diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Teori ( Menurut modifikasi dari Udjianti., Suhadak.,

& Nargis Akhter,2010)

Kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan dan gejala Hipertensi, kemampuan membuat Faktor-faktor resiko pada hipertensi :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) : keturunan, jenis kelamin, ras dan usia.

2. Faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu: obesitas, kurang olah raga atau aktivitas,

merokok, minum kopi, sensitivitas natrium, kadar kalium rendah, alkoholisme, stress,

(56)

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

G. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang kebenarannya perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis pada penelitian ini adalah :

Ha : Ada pengaruh self management terhadap tekanan darah lansia yang mengalami hipertensi.

H0 : Tidak ada pengaruh self management terhadap tekanan darah lansia yang mengalami hipertensi.

Hipertensi pada Lansia

Self- Management

 Integrasi diri  Regulasi diri

 Interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya  Pemantauan tekanan darah  Kepatuhan terhadap aturan

Gambar

Tabel. 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC 8
Tabel 2.2 : Klasifikasi Hipertensi pada Orang Dewasa Menurut
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual untuk Keperawatan
Gambar 2.2 Sistem Keperawatan Dasar(Basic Nursing Systems)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Sujud dan puji syukur kehadirat Allah SWT penulis haturkan, karena dengan limpahan rahmat, bimbingan dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Dengan penjabaran makna dari ayat 177 surat al-Baqarah dalam yang terdapat dalam tafsir al-Mishbah diharapkan dapat menjadi materi dakwah yang baik bagi para

lembaran plastik dengan cara dilakukan pemanasan terlebih dahulu terhadap lembaran plastik yang kemudian dilakukan pembentukan lembaran plastik dengan cara vacuum

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Peran dan Fungsi Tenaga Kesehatan Pada Home Care.. Kondisi

Tahun 2015 KN PRBBK XI mengangkat tema “Membangun Ketangguhan Komunitas dalam Me reduksi Bencana Lingkungan dan Industri” telah menjadi media untuk memperkuat