BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Zeolit
Zeolit merupakan material yang memiliki banyak kegunaan. Zeolit telah banyak diaplikasikan sebagai adsorben, penukar ion, dan sebagai
katalis. Zeolit adalah mineral kristal alumina silikat tetrahidrat berpori yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi, terbentuk oleh tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5- yang saling terhubungkan oleh atom-atom oksigen
sedemikian rupa, sehingga membentuk kerangka tiga dimensi terbuka yang mengandung kanal-kanal dan rongga-rongga, yang didalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya adalah logam-logam alkali atau alkali tanah dan
molekul air yang dapat bergerak bebas. (Lestari. 2010)
Proses terbentuknya zeolit alam karena adanya proses kimia dan fisika
yang kompleks dari batu –batuan yang mengalami berbagai macam perubahan di alam. Para ahli geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolite merupakan produk gunung berapi yang membeku menjadi batuan
vulkanik, batuan sedimen dan batuan metamorfosa yang selanjutnya mengalami proses pelapukan karena pengaruh panas dan dingin sehingga
akhirnya terbentuk mineral-mineral zeolit. Anggapan lain menyatakan proses terjadinya zeolit berawal dari debu-debu gunung berapi yang beterbangan kemudian mengendap di dasar danau dan dasar lautan. Debu-debu vulkanik
tersebut selanjutnya mengalami berbagai macam perubahan oleh air danau atau air laut sehingga terbentuk sedimen-sedimen yang mengandung zeolit di
Jenis zeolit alam dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
a. Zeolit yang terdapat di antara celah-celah batuan atau di antara lapisan.
Batuan zeolit jenisini biasanya terdiri dari beberapa jenis mineral zeolit bersama-sama dengan mineral lain seperti kalsit, kwarsa, renit, klorit,
fluorit dan mineral sulfida.
b. Zeolit yang berupa batuan : hanya sedikit jenis zeolit yang berbentuk batuan, diantaranya adalah: klinoptilolit, analsim, laumontit, mordenit,
filipsit, erionit, kabasit dan heulandit (Lestari. 2010).
Telah disebutkan (dalam Eddy. 2010) bahwa molekul air terdapat
pada zeolit sifatnya labil sehingga dengan cara pemanasan diatas 100 oC, air pori tersebut dapat diusir sehingga terbentuk pori-pori zeolit yang dapat memungkinkan zeolit dapat menyerap molekul-molekul yang mempunyai
garis tengah lebih kecil dari pori-pori zeolit tersebut.
Aktivasi zeolit alam dapat dilakukan baik secara fisika maupun secara
kimia. Aktivasi secara fisika dilakukan melalui pengecilan ukuran butir, pengayakan, dan pemanasan pada suhu tinggi, tujuannya untuk menghilangkan pengotor pengotor organik, memperbesar pori, dan
memperluas permukaan. Sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan melalui pengasaman. Tujuannya untuk menghilangkan pengotor anorganik.
Kualitas zeolite berdasarkan Kapasitas Tukar Kation (KTK)nya dapat ditingkatkan dengan cara pengaktifan. Cara pengaktifan ini dilakukan antara
lain :
1. Dengan pemanasan pada suhu 300 °C selama kurun waktu 2 sampai 4
jam.
2. Dengan cara kimia menggunakan asamsulfat H2SO4. Konsentrasi H2SO4
0,2 N dan konsistensi zeolit 12,5 % dengan waktu pengaktifan 1,0 sampai
1,5 jam. Setelah pengaktifan zeolite dicuci kembali dengan air sampai netral. Dengan cara kimia basah menggunakan kostik soda atau natrium
hidroksida (NaOH). Konsentrasi NaOH 0,5 N dan konsistensi zeolit 12,5 % dengan waktu pengaktifan antara 2 sampai 3 jam. Setelah pengaktifan, zeolite dicuci kembali dengan air. (Eddy. 2012)
Beberapa sifat unik dari zeolit antara lain : a. Sebagai penyaring molekul
Zeolit memiliki kemampuan untuk menerima molekul – molekul dengan ukuran tertentu untuk diasorbsi, sementara menolak molekul – molekul lain yang ukurannya lebih besar, sehingga zeolit sering dikenal sebagai
penyaring dan digunakan dalam banyak hal untuk memanfaatkan sifat penyaring tersebut.
b. Mudah dimodifikasi
c. Dapat dipergunakan kembali
d. Tidak beracun sehingga aman dipergunakan, bahkan untuk proses
Kegunaan zeolit seperti yang disebutkan (dalam Eddy. 2010) antara lain : dapat dipergunakan untuk berbagai macam keperluan, baik dalam
bidang industri, pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, lingkungan, pengolahan air dan keperluan lainnya. Penggunaan zeolit untuk berbagai
keperluan tesebut harus memenuhi spesifikasi yang telah baku dan butuh pengolahan yang benar agar dapat dipergunakan sesuai yang dibutuhkan. Mutu zeolit dapat diketahui atau dikaji berdasarkan hasil uji laboratorium,
yang meliputi antara lain analisis mineralogi, analisis butir/ayak, analisis kimia, analisis difraksi sinar X (XRD) dan petrografi serta pertukaran ion atau
harga kapasitas tukar kation (KTK)nya, baik sebelum maupun sesudah diaktifasi. (Dalam Eddy. 2010) menyebutkan bahwa sifat zeolit yang penting dalam penggunaannya, antara lain pertukaran ion, adsorpsi/desorpsi air,
adsorpsi gas dan bobot isi ruah (density) serta porositas. A. Pertukaran Ion
Disebutkan dalam penelitian “Potensi dan Pemanfaatan Zeolit di Provinsi Jawa Barat dan Banten” oleh Eddy. 2010 bahwa Zeolit mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) selektif yang tinggi yang membuatnya cocok
untuk pemakaian yang beragam. Penggunaan zeolit yang didasarkan atas sifat KTK antara lain pengolahan limbah nuklir, pengolahan limbah metalurgi,
budidaya air, makanan tambahan untuk ternak, penghilang bau, pemindahan tanah (soil amendment). KTK bergantung pada beberapa faktor antara lain a) sifat kation antara lain ukuran, muatan, b) suhu, c) konsentrasi jenis kation
dengan memperkecil ukuran partikel yaitu bila zeolit terdapat sebagai kristal besar (dalam order mm atau cm) atau bila bahan berzeolit bersifat pejal atau
tak berpori. Perlu diketahui bahwa dalam penentuan KTK untuk suatu contoh yang sama dapat menghasilkan angka yang sama sekali berbeda untuk
laboratorium yang berbeda. Hal ini bergantung pada metode dan peralatan yng digunakan, dan banyaknya percobaan. Parameter yang dapat menyebabkan perbedaan hasil KTK antara lain kation penukar dan
konsentrasinya, waktu dan suhu pertukaran, kesempurnaan pencampuran selama pertukaran, apakah contoh telah mengalami perlakuan sebelumnya
dengan pemanasan, penukaran ion, atau pengatusan (leaching), dan apakah contoh yang digunakan berbeda ukuran partikelnya. Oleh karena itu dalam hal ini perlu adanya standarisasi metode pengujian secara internasional dan
material zeolit untuk acuan. Kualitas zeolit berdasarkan Kapasitas Tukar Kation (KTK)nya dapat ditingkatkan dengan cara pengaktifan.
B. Adsorpsi / Desorpsi Air
Adsorpsi didefinisikan sebagai proses melekatnya molekul atau zat pada permukaan padatan atau cairan. Gejala adsorpsi timbul sebagai akibat
hasil gaya permukaan pada padatan, gas, uap, cairan atau larutan, dan material tersuspensi atau koloid. Kira-kira20 % sampai 50 % volume total
kristal zeolit terdiri dari ruang terbuka yaitu dari kerangka struktur aluminosilikat dan rongga antar kristal. Struktur dalam ini bersifat sangat lekat air (hydrophilic), biasanya penuh dengan air. Bila air ini dikeluarkan
dehidrasi menjadi adsorben air yang baik sekali. Bila zeolit dehidrat kena udara ia akan dengan cepat menjerap air lembab. Maka dari itu zeolit dehidrat
terutama efektif untuk mengatur tingkat kelembaban dalam kondisi kelembaban rendah. Sifat zeolit yang dapat dehidrasi/rehidrasi dapat juga
digunakan untuk alat pendingin. (Eddy. 2010) C. Bobot Isi Ruah (Bulk Density) dan Porositas
Bobot isi ruah adalah berat kering suatu volume bahan dalam keadaan
utuh dinyatakan dalam g/cm3, sehingga volume bahan disini merupakan volume padatan dan isi ruang diantaranya (ruang pori). Sehingga semakin
besar volume padatan dan ruang pori semakin kecil densitas (bobot isi ruah) dan sebaliknya. Bobot isi mineral zeolit umumnya cukup rendah, berkisar antara 2,1 sampai 2,2 g/cm3. Bobot isi batuan berkadar zeolit tinggi
cenderung mempunyai bobot isi yang lebih rendah (2,1 – 2,2 g/cm3) dibandingkan dengan batuan yang mengandung mineral ikutan lainnya (± 2,5
g/cm3). Bobot isi yang relatif rendah dari batuan berkadar zeolit tinggi ini memberi gambaran mengenai keberadaan mineral zeolit, mineral massa dasar batuan, dan porositas. Batuan berkadar zeolit tinggi cenderung mempunyai
porositas yang tinggi (10-20%) pada pemanasan 50°C. Porositas bisa ditentukan dengan pemanasan zeolit pada suhu tertentu dan pengamatan
penyerapan air dalam vakum. Pada pemanasan 50°C, air yang terjerap pada mineral dan pori-pori batuan akan menguap, sedangkan pada pemanasan sampai 200°C batuan berkadar zeolit tinggi mengalami kenaikan porositas.
zeolit menguap. Batuan berkadar zeolit rendah menunjukkan porositas yang
sama pada pemanasan 50°C dan 200°C. (Eddy. 2010)
2.2Teknologi membran
Prinsip operasi pemisahan dengan membran adalah memisahkan satu atau lebih komponen dari suatu aliran fluida. Secara umum proses ini
digunakan untuk memisahkan makro molekul, substansi biologi, komponen yang tidak terlarut (suspensi dan koloid) serta partikel lain yang tidak
dikehendaki dalam suatu cairan. Parameter utama yang digunakan dalam penilaian kinerja membran filtrasi adalah fluks dan rejeksi (Yuliani, dkk.
2008).
Kinerja membran dapat menurun dengan semakin panjang waktu filtrasi yang ditunjukkan dengan penurunan fluks. Penurunan fluks dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain polarisasi konsentrasi,adsorbsi, pembentukan lapisan gel dan penyumbatan pada membran yang disebut
fouling (Yuliani, dkk. 2008). Fouling dapat diatasi dengan pencucian hidrolik
yang dikenal dengan back pulsing atau backflushing. Metode ini pada prinsipnya membalikkan aliran permeat melalui membran dalam periode
waktu yang sangat pendek dan frekuensi yang tinggi untuk mengangkat atau mengeluarkan partikel - partikel pengotor dari permukaan atau pori membran.
Backflushing efektif dalam mengurangi fouling dan dapat menjaga fluks tetap
Beberapa parameter utama dalam proses pemisahan menggunakan membran yaitu Permeabilitas dan Permselektivitas.
Permeabilitas
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu
spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi dari fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satuan luas
membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan. Secara sistematis fluks dirumuskan sebagai
(Notodarmojo,dkk. 2004) :
dimana :
J = Fluks (l/m2.jam) V = Volume permeat (ml)
A = Luas permukaan membran (m2) t = Waktu ( jam)
Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu akibat adanya polarisasi konsentrasi, fouling dan scaling. Secara berkala dilakukan pencucian dengan air, ataupun dengan zat kimia (chemical washing) seperti
Permselektivitas
Permselektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu
membran untuk menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu. Parameter yang digunakan untuk menggambarkan permselektivitas membran
adalah koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut (Notodarmojo. 2004)
dimana :
R = Koefisien rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan. Porositas
Porositas merupakan banyaknya ruang kosong antar bulir pada
struktur mikro material. (Prihatin, Tri Joko. 2011) Porositas dirumuskan sebagai :
dimana :
Densitas
Densitas adalah pengukuran massa per satuan volume. Semakin tinggi
densitas (massa jenis), maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Kerapatan atau densitas membran dirumuskan sebagai berikut : (Prihatin, Tri Joko. 2011)
Dengan :
= massa jenis objek (gr/cm3)
m = massa total objek (gr) V = volume total objek (cm3)
Membran diklasifikasikan kedalam beberapa jenis berdasarkan ukuran
partikel yang dapat dipisahkan. Jenis – jenis membran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mikrofiltrasi
Ukuran pori : 0.05 – 10 µm Driving force : Tekanan < 2 bar
Aplikasi : Aplikasi analitis, sterilisasi (pangan, minuman, farmasi, klarifikasi minuman (juice, bir, wine), pemisahan sel /
biomassa/bioreaktor, air ultra – bersih, recovery metas sebagai oksida atau hidroksida koloid, fermentasi kontinyu, pemisahan emulsi air – minyak,
waste water treatment, plasma pheresis.
2. Ultrafiltrasi
Ukuran pori : 1 – 100 nm
Driving force : Tekanan 1 – 10 bar
Aplikasi : industri susu, industri pangan (pati, protein), klarifikasi minuman, pemisahan emulsi minyak – air, recovery electropaint dan
produk – produk samping, farmasi (enzym, antibiotik, pyrogen), waste water treatment, daur ulang air, disinfeksi, penghilangan minyak,
membran bio – reaktor.
3. Nanofiltrasi
Ukuran Pori : < 2 nm
Driving force : Tekanan (10 – 25 bar)
Aplikasi : desalinasi air payau, penyisihan mikropolutan, pelunakan air, waste water treatment, retensi pewarna (industri tekstil).
4. Reverse osmosis Ukuran pori : < 2 nm
Driving force : tekanan air payau 15 – 25 bar, air laut 40 – 80 bar
Aplikasi : Desalinasi air payau/air laut, produksi air ultra bersih (industri elektronik), pengkonsentrasian jus atau gula, penyisihan
mikropolutan, waste water treatment.
2.3Membran keramik dan pembuatannya
padatan non logam.Unsur lainnya dapat berupa logam atau unsur non logam lainnya (Sunaryo, dalam Barsom, 1997).
Membran keramik merupakan sebuah media selektif permeable yang mempunyai pori dengan diameter tertentu, sedangkan factor
permeabilitas dan separasi merupakan indicator – indicator yang paling penting dalam menentukan performanya. Ciri – ciri membran keramik berpori yaitu dilihat dari ketebalan, ukuran pori dan permukaan porositas dari
membran.(Sunaryo, dalam Li,2007).
Membran keramik kebanyakan dibuat dalam dua bentuk geometri
utama yaitu tubular dan flat. Kelebihan membran keramik terletak pada stabilitas termalnya yang baik, memiliki ketahanan terhadap senyawa kimia dan degradasi biologis ataupun mikroba, dan relatif mudah untuk dibersihkan
dengan cleaning agent. Saat ini implementasi membran keramik juga banyak dijumpai pada industri kimia (untuk pemisahan produk dan pembersihan),
industri logam (daur ulang dan pembuangan zat zat penghilang minyak dan lemak, recovery logam berat),industri tekstil (penghilangan zat warna), makanan dan minuman (penjernihan jus dan bir, sterilisasi susu dan whey
(Nasir, 2013).
Umumnya, proses fabrikasi membran keramik berpori terdiri atas
tiga tahapan yaitu 1) pembentukan suspensi partikel, 2) pembuatan suspensi partikel menjadi prekursor membran dengan bentuk tertentu seperti flat-sheet, monolith atau tubular dan 3) konsolidasi membran keramik dengan perlakuan
2.4Penelitian sebelumnya terkait tentang pembuatan membran keramik P. Hristov, dkk (2012), melakukan penelitian yang bertujuan untuk
mempelajari pembuatan membran keramik interlayer dan top layer pada support berpori menggunakan proses dip coating dari zeolite alam.
Dilanjutkan dengan melakukan karakterisasi dari membran keramik yang sudah dipanaskan pada suhu yang berbeda.
Proses preparasinya meliputi sedimentasi powder zeolite, semi dry
pressing, seintering pada bagian support dan juga membran layer, proses dip coating. Bagian support berporidicetak dengan menggunakan semi dry
pressing dalam disk berdiameter 30 mm dan ketebalan 4 mm dari powder zeolite yang memiliki ukuran partikel rata rata < 20 µm dan suhu sintering dari 800oC, 850oC, 900oC dan 1000oC. Kemudian dilakukan analisis terhadap
physical – mechanical propertisnya.
Lapisan membran disiapkan pada support dengan proses dip coating
diikuti drying dan sintering pada suhu 800oC. Sebagai coating pada support menggunakan 8% powder zeolite (untuk interlayer menggunakan ukuran partikel <10µm dan bagian top layer dengan ukuran partikel < 5µm), air
suling 0,75% defloculant dolapix P67 dan 1 % PVA (Optapix PAF)
Hasil penelitian menunjukan dengan kenaikan suhu sintering, porositas
membran menurun dan pada suhu 1000oC porositasnya nol. Untuk support membran dibutuhkan porositas besar yang dihasilkan pada suhu sintering 800oC yaitu 38%. Pada suhu ini juga membran multilayer tidak ditemukan
Penelitian lain mengenai teknologi membran antara lain :“ Pengembangan Bahan Membran Keramik Untuk Peningkatan Kualitas Air
Minum “ (Sunaryo. 2010) ,Pada penelitian tersebut dilakukan pembuatan membran keramik berbahan dasar zeolit serta batu bara sebagai aditif.
Selanjutnya dilakukan pembakaran pada suhu 870 oC. Kesimpulan dari penelitian tersebut “dengan penambahan batu bara semakin banyak maka debit
dan permeabilitas membran semakin besar”. Selain untuk pemurnian air
membran keramik juga dapat digunakan sebagai adsorben gas emisi seperti CO, Nox, dan CO2 seperti penelitian yang dilakukan oleh (Supriyatna, dkk.
2011). Dalam penelitian tersebut “digunakan zeolit yang lolos ayakan mesh 80 serta ditambahkan TiO2 dengan variasi yang berbeda. Pemanasan dilakukan pada suhu 200 oC selama 2 jam untuk mengaktifkannya”. Hasil penelitian
tersebut menunjukan hasil yang positif dengan pemakaian membran keramik dapat menurunkan gas emisi.
Selanjutnya membran keramik juga dapat digunakan untuk peningkatan kualitas bahan bakar biogas berdasarkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurkholis, dkk. 2011. Dalam penelitian tersebut “digunakan