• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kharisma misioner Kongregasi SSpS untuk pendampingan religiositas anak-anak jalanan di rumah singgah Sekar Surabaya - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kharisma misioner Kongregasi SSpS untuk pendampingan religiositas anak-anak jalanan di rumah singgah Sekar Surabaya - USD Repository"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Ismiati NIM: 041124012

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Para Suster Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus

“Maria Bunda Allah”

(5)

v

“Hari ini adalah hari untuk memberi terang kepada hidup orang lain dengan jalan meneguhkan dan meringankan bebannya, walau hanya dengan sapaan yang ramah.”

( Beata Josepha Hendrina Stenmanns SSpS)

” Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya, sampai Ia menjadikan hukum itu menang. ”

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 21 Juli 2008 Penulis,

(7)

vii

Judul skripsi ini adalah “KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA”. Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh karya pelayanan para postulan dan suster SSpS yang terlibat kepada anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya. Pada saat ini perkembangan jaman yang semakin maju berpengaruh dalam setiap aspek kehidupan masyarakat. Salah satu pengaruh itu ialah munculnya fenomena anak jalanan. Permasalahan-permasalahan kehidupan yang mereka hadapi tidak dibarengi dengan perhatian dan pendampingan dari masyarakat.

Menanggapi situasi tersebut di atas penulis melihat pentingnya suatu pendampingan bagi mereka. Agama yang mereka anut berbeda-beda maka pendampingan di sini lebih ditekankan pada pendampingan religiositas yang didasari oleh semangat Kharisma Misioner Kongregasi SSpS. Oleh karena itu, penulis mengadakan studi pustaka tentang pendampingan religiositas terhadap anak-anak jalanan. Penulis juga melakukan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana para postulan dan suster SSpS yang terlibat dalam karya pelayanan ini disemangati oleh kharisma misioner kongregasi. Selain itu wawancara ini juga untuk mengetahui masih relevan atau tidak pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan pada jaman ini. Hasil wawancara menunjukan bahwa mereka sudah disemangati oleh Kharisma Misioner Kongregasi, namun masih harus ditingkatkan dan mereka juga melihat bahwa pendampingan religiositas pada jaman ini masih sangat relevan. Dengan pendampingan religiositas diharapkan dapat membantu anak-anak jalanan bertumbuh dam berkembang dalam kualitas hidup khususnya dalam tantangan jaman ini. Pendampingan religiositas membantu mereka untuk semakin dapat menghargai dan menerapkan nilai-nilai kehidupan dalam hidup bermasyarakat.

(8)

viii

The title of this thesis is “THE MISSIONER CHARISMA OF CONGREGATION OF THE HOLY SPIRIT SISTER FOR GUIDANCE OF RELIGIOSITY FOR HOMELESS AT RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA.” The writing process of this thesis was, intrinsically, based on the tangible experience of Holy Spirit Sisters and the postulants, who have been playing a part in the apostolic work for the homeless at RUMAH SINGGAH SEKAR in Surabaya. Nowadays, the more sophisticated growth of period has a solid impact on every aspects of societies’ life. One of the enormous influences is the appearance of drifters’ phenomena. The problems of life faced do not go along with a high-quality of society’s care and guidance.

In order to respond to the above situation, the writer then perceives that it is important to carry out a particular guidance for the homeless. Since the background of their religions is diverse, the guidance is more focused on the religiosity guidance, which is based on the basic vision of the charisma of the Holy Spirit Sister. The writer, therefore, conducted a detail literary study dealing with the guidance of religiosity toward the homeless. The writer also made an interview aimed at knowing how far the sisters and the postulants of the Holy Spirit Sister have involved into this apostolic work inspired by the charisma of congregation. Moreover, this interview is intended to know whether it is still relevant to current homeless or not. The outcome of interview pointed out that they had been inspired by the charisma of congregation; however, it must still be constantly developed and they also realized that the guidance of religiosity was still extremely relevant at the present time. By means of the religiosity guidance, it is expected that the approaches used should be able to assist the growth and development of homeless into a highly quality of life, particularly in facing the current challenge helping them to appreciate and implement the values of life in the society existence.

(9)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Ismiati

Nomor Mahasiswa : 041124012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 5 Agustus 2008

Yang menyatakan

(10)

ix

Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal Yang Maha Kudus, atas rahmat kasih dan bimbingan-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Allah begitu setia membimbing, mendampingi dan memberi terang Roh Kudus serta menguatkan penulis. Meskipun dalam proses, banyak kesulitan dan hambatan yang penulis alami dan rasakan, tetapi semuanya dapat dilalui dengan sikap tenang dan sabar. Bimbingan dan kekuatan Allah Roh Kudus sungguh nyata dalam setiap orang yang hadir membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA”. Penulis bermaksud memberikan sumbangan pemikiran bagi Kongregasi SSpS dalam karya pelayanan terhadap kaum miskin terutama anak-anak jalanan yang disemangati Kharisma Misioner Kongregasi.

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan perhatian berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, dari hati yang tulus penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada :

(11)

x

membimbing penulis mulai dari penyusunan hingga pertanggungjawaban skripsi ini.

3. Drs. Y.a.C.H. Mardiraharja., selaku dosen pembimbing akademik dan penguji II, yang dengan sabar dan setia membimbing penulis selama masa studi sampai pada penyusunan skripsi dan penyelesaiannya.

4. F.X. Dapiyanta, SFK., M.Pd., yang dengan terbuka hati telah menyumbangkan gagasan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini. 5. Keluarga besar IPPAK yang telah membekali penulis dengan berbagai

pengetahuan dan pengalaman serta penyediaan semua fasilitas pendukung demi memperlancar studi penulis.

6. Kongregasi SSpS, secara khusus Tim Pimpinan Provinsi Maria Bunda Allah Jawa, yang memberi kepercayaan, dukungan baik spiritual, moril maupun finansial kepada penulis untuk studi di IPPAK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

7. Setiap suster di setiap komunitas yang telah memberi dukungan spiritual, moril maupun finansial kepada penulis selama masa studi dan penulisan skripsi di IPPAK Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(12)

xi

ketebukaan hati dalam mengungkapkan pengalaman hidupnya yang konkrit sehingga dapat membantu penulis dalam proses penyusunan tulisan ini. 10.Para pendamping di rumah singgah SEKAR Surabaya dan anak-anak di

rumah singgah yang dengan terbuka menerima, mendukung gagasan penulisan skripsi ini.

11.Rekan-rekan mahasiswa, khususnya angkatan 2004, yang dengan caranya masing-masing telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

berperan dalam proses studi, khususnya dalam penyelesaian skripsi ini. 13.Romo Drs. H.J. Suhardiyanto SJ., selaku kaprodi yang baru yang telah

mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari banyak kekurangan. Oleh karena itu dengan rendah hati dan terbuka, penulis menerima kritik dan saran yang sekiranya dapat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembaca, khususnya para postulan, suster dan pendamping bagi kaum miskin terutama anak-anak jalanan.

Yogyakarta, 14 Juli 2008 Penulis

(13)

xii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERRSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. KHARISMA KONGREGASI SUSTER MISI ABDI ROH KUDUS DAN KARYA PELAYANAN TERHADAP KAUM MISKIN ... 11

A. Kharisma Misioner Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus ... 11

1. Identitas Kongregasi SSpS ... 11

2. Kharisma Kongregasi SSpS ... 13

a. Arti Kharisma ... 13

b. Kharisma Misioner Kongregasi SSpS ... 13

B. Kelompok Sasaran Kaum Miskin ... 18

1. Kaum Miskin Dalam Perjanjian Lama ... 19

(14)

xiii

a. Kaum Perempuan ... 22

b. Anak-anak dan Kaum Muda ... 23

c. Kaum Pinggiran ... 23

d. Keluarga ... 23

e. Orang Sakit, Lanjut Usia dan Menghadapi Ajal ... 24

2. Karya Pelayanan Para Suster SSpS Provinsi Jawa ... 26

D. Anak-Anak Jalanan Sebagai Kelompok Kaum Miskin ... 27

1. Pengertian Anak Jalanan ... 27

2. Ciri-Ciri Anak Jalanan ... 28

3. Kekuatan Anak-anak Sebagai Peluang ... 29

BAB III. PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA ... 30

A. Pendampingan Religiositas di Rumah singgah SEKAR Surabaya ... 31

1. Rumah Singgah SEKAR Surabaya ... 31

2. Pendampingan Religiositas ... 33

a. Pengertian Umum Tentang Pendampingan ... 33

(15)

xiv

b. Permasalahan Penelitian ... 46

c. Tujuan Penelitian... 46

d. Manfaat Penelitian... 47

2. Metodologi Penelitian ... 47

a. Pendekatan penelitian ... 47

b. Tempat Penelitian ... 48

c. Responden Penelitian ... 48

d. Teknik Penelitian dan Instrumen Penelitian... 48

e. Teknik Analisa Data ... 49

f. Keabsahan Data ... 49

3. Laporan Hasil Penelitian ... 49

4. Pembahasan Peneltian ... 60

5. Kesimpulan... 61

BAB IV. EVALUASI KRITIS TERHADAP PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA ... 63

A. Evaluasi Kritis ... 64

1. Hal-Hal Yang Sudah Baik ... 64

(16)

xv

2. Model Pendampingan yang terjadi ... 69

C. Pelayanan Pendampingan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus terhadap Anak Jalanan ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A.Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(17)

xvi Art : Artikel

DepSos : Departemen Sosial EN : Evangelii Nuntiandi

HIV/AIDS : Human Immunedeficiency Virus (Autoimmune Deficiency Syndrome) IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

JPIC : Justice Peace and Integrity of Creation Kol : Kolose

Konst : Konstitusi I Kor : I Korintus

KPKC : Keadilan Perdamaian & Keutuhan Ciptaan LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

Mat : Matius

ODHA : Orang Dengan HIV/AID PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa I Sam : I Samuel

SD : Sekolah Dasar

SEKAR : Sekolah Anak Rakyat

SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

(18)

xvii

Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi) SVD : Societas Verbi Divini

UU RI : Undang-Undang Republik Indonesia

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara yang sangat majemuk, karena mempunyai beragam budaya, etnis dan agama. Hal itu sangat membanggakan bagi bangsa Indonesia. Kekayaan alam yang begitu melimpah menjadikan bangsa Indonesia dapat dikatakan bangsa yang kaya dan subur. Pembangunan diberbagai sektor kehidupan masyarakat sangat nampak dengan banyaknya kemajuan yang dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah tidak seluruhnya berdampak baik bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu dampak nyata yang kurang baik dapat dirasakan masyarakat Indonesia adalah adanya kesenjangan dalam kehidupan sosial-ekonomi.

(20)

kemiskinan. Mereka hidup serba kekurangan, bahkan untuk bertahan hidup saja mereka mengalami kesulitan.

Dengan adanya kesenjangan sosial-ekonomi tersebut, maka muncullah permasalahan-permasalahan yang ada dalam masyarakat. Permasalahan-permasalahan tersebut banyak ditemukan di kota-kota besar, misalnya: Jakarta, Medan, Yogyakarta dan Surabaya. Surabaya sebagai kota industri dan berpenduduk sangat padat tidak menutup kemungkinan muncul masalah-masalah yang kompleks. Dari banyaknya masalah yang ada muncul fenomena anak jalanan yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Permasalahan anak jalanan bisa berkembang tidak hanya di dalam lingkungan anak jalanan itu sendiri tetapi akan menimbulkan permasalahan di dalam masyarakat sekitar bahkan aparat pemerintahan daerah.

(21)

cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi (UU RI tentang Perlindungan Anak, 37). Kehadiran UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak diharapkan dapat berguna untuk membangun tatanan masyarakat yang lebih peduli bagi anak (Komisi Nasional Perlindungan Anak, Sekapur Sirih). UNICEF diberi mandat oleh General Assembly PBB untuk bekerja bagi perlindungan hak asasi anak, untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan dasar dan untuk memperluas peluang mencapai potensi mereka yang utuh. Anak-anak yang terlantar dan negara-negara yang sangat membutuhkan menjadi prioritas utama (Tillman, 2004:41).

Ada begitu banyak alasan mengapa mereka menjadi anak jalanan, antara lain karena keadaan ekonomi keluarga yang berkekurangan, karena disiksa di rumah, atau karena mereka hanya dimanfaatkan oleh orang tuanya untuk mencari uang artinya bahwa orang tua mereka hanya tinggal diam di rumah sedangkan anak-anak mereka yang harus mencari uang di jalanan. Dengan kemampuan atau ketrampilan yang terbatas mereka menerima tugas tersebut. Tidak ada lagi waktu untuk bermain ataupun belajar. Hak mereka telah dirampas untuk bekerja demi kelangsungan hidup. Namun masih ada sebagian dari anak jalanan tersebut yang mendapatkan kesempatan belajar di bangku sekolah. Keterlibatan anak jalanan dalam ikut kegiatan ekonomi akan berdampak kurang baik bagi perkembangan dan masa depan anak-anak itu sendiri, tidak hanya berdampak pada fisik namun juga psikologinya.

(22)

suatu barang yang mahal yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang berkecukupan saja. Pendidikan adalah harta yang terpendam dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah pembebasan masyarakat dari kebodohan, kemiskinan dan penderitaan. Persoalan anak jalanan di Surabaya begitu kompleks dan pelik untuk didekati kasus perkasus. Pendekatan komprehensif terhadap persoalan yang dihadapi anak jalanan amat diperlukan dalam usaha mengatasi persoalan yang tengah mereka hadapi.

Anak-anak jalanan yang kurang mendapatkan perhatian dan perlindungan hukum negara, hidup bagaikan di tengah-tengah kehidupan normal, namun realitas mereka itu tidak diperhatikan, kecuali oleh beberapa lembaga sosial masyarakat atau institusi yang mempunyai kepekaan sosial khusus kepada mereka. Realitas anak jalanan tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Mereka adalah seperti manusia lainnya, hanya mereka hidup atau terpaksa hidup dan bahkan mereka dipaksa hidup di jalanan.

(23)

imannya. Dengan pendampingan diharapkan dari hari ke hari hidup mereka semakin dapat dimaknai dan tetap menjunjung nilai-nilai kehidupan. Usaha ini kiranya dapat sedikit menepis anggapan masyarakat umum bahwa anak jalanan kurang mempunyai sopan-santun, hidup tidak teratur, kurang bermoral karena hidup bebas, bahkan mereka dianggap sampah masyarakat.

Fenomena anak jalanan menjadi perhatian tersendiri bagi para suster-suster Abdi Roh Kudus di Surabaya. Dilandasi semangat pendiri Santo Arnoldus Janssen yang selalu ingin membantu sesama yang menderita dan miskin, maka para suster SSpS Provinsi Jawa berani bergerak kepada anak-anak jalanan. Hal ini dipertegas lagi dalam Kapitel Jenderal ke-XII ”bahwa sebagai SSpS dipanggil untuk memperhatikan mereka yang paling menderita karena pengaruh pasaran ekonomi adalah mereka yang secara sosial disingkirkan seperti para migran/pendatang, pengungsi, nara pidana, pencari suaka, tuna wisma, anak jalanan, dan para tahanan. Perdagangan perempuan, pelacuran dan tersebarnya HIV/AIDS adalah gejala trend pasaran ekonomi yang paling sering disebut” (Kapitel Umum XII, 2002:26). Diharapkan pula sebagai Suster Misi Abdi Roh Kudus semakin tanggap dengan kebutuhan gereja lokal dan situasi setempat misalnya terlibat aktif dalam pelayanan Pastoral dan pendampingan anak jalanan (Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi XVIII, 2007:38).

(24)

tugas Gereja berdasarkan perintah Ilahi, tetap ada kewajiban untuk pergi ke seluruh dunia dan mewartakan Injil kepada segala mahluk. Dalam Dekrit tentang kegiatan Misioner gereja dikatakan :”...seluruh gereja adalah Misioner, dan karya evangelisasi merupakan salah satu tugas mendasar dari umat Allah” (EN, art. 59). Gereja memberi kepada Kongregasi SSpS perutusan Misioner yang nyata seturut mandat dan petunjuk-petunjuknya. Intisari mandat ini adalah pewartaan Sabda. Maka, manusia perlu mendengarkan Sabda Allah agar dapat menanggapi situasi ketidakadilan secara efektif (Schultheis, 1988:87). Santo Arnoldus Janssen menginginkan supaya para suster bekerja di daerah misi dimana ada pelayanan sebagai perempuan dalam bidang kesehatan, sosial, pastoral, pembinaan rohani, pelayanan terhadap orang kecil, tertindas dan tersisih. Pelayanan pendampingan terhadap anak-anak jalanan nyata dalam kehadiran para suster di rumah singgah SEKAR Surabaya. Pendampingan tidak hanya dilakukan yang tinggal di rumah singgah saja, namun juga ketika di sela-sela waktu mereka sedang berusaha mencari uang di perempatan jalan di sudut-sudut kota Surabaya.

(25)

ditinjau kembali sejauh mana Kharisma Misioner Kongregasi menyemangati para suster dalam tugas pelayanan pendampingan terhadap anak-anak jalanan. Untuk tetap mampu menjaga nyala api semangat misioner tersebut maka setiap saat perlu disegarkan lagi dengan menggali dan mendalami kembali Kharisma Misioner yang termuat dalam Konstitusi Kongregasi SSpS.

Dengan melihat kenyataan dan pemikiran di atas, maka penulis memilih judul skripsi:” KHARISMA MISIONER KONGREGASI SSpS UNTUK PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA.” Penulis berharap melalui pemaparan skripsi ini para postulan dan para suster SSpS serta sesama Tim pendamping SEKAR semakin bersemangat dalam pelayanan pendampingan terhadap anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.

B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang di atas maka permasalahan yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Kharisma Misioner Kongregasi SSpS? 2. Apa yang dimaksud dengan pendampingan religiositas?

3. Bagaimana pendampingan religiositas bagi anak- anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya?

(26)

C. Tujuan Penulisan

1. Mendeskripsikan tentang Kharisma Misioner Kongregasi SSpS.. 2. Mendeskripsikan tentang pendampingan religiositas.

3. Mengetahui bentuk atau usaha para suster SSpS dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.

4. Mengetahui seberapa besar pelayanan para suster SSpS dalam melayani pendampingan terhadap anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya bersemangatkan Kharisma Misioner Kongregasi SSpS.

D. Manfaat Penulisan

1. Memberi sumbangan pemikiran bagi para postulan dan para suster SSpS serta tim pendamping SEKAR dalam pendampingan anak-anak jalanan melalui pendampingan religiositas.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dalam pelayanan pendampingan khususnya bagi mereka yang miskin dan tersisihkan.

3. Mendorong para postulan dan suster SSpS untuk semakin bersemangat dalam pelayanan yang berakar pada Kharisma Misioner Kongregasi.

E. Metode Penulisan

(27)

mendapatkan sejauh mana pelayanan pendampingan religiositas para postulan dan suster SSpS terhadap anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi yang dipilih penulis adalah ” Kharisma Misioner Kongregasi SSpS Untuk Pendampingan Religiositas Anak-anak Jalanan di Rumah Singgah SEKAR Surabaya.” Judul ini penulis bahas dalam lima bab, yang akan diuraikan sebagai berikut:

Bab I: Pada bab ini diuraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II: Bab ini akan menguraikan Kharisma Kongregasi SSpS yang meliputi: Identitas Kongregasi SSpS dan Kharisma Kongregasi SSpS. Kedua menguraikan tentang kelompok sasaran kaum miskin yang meliputi: kaum miskin dalam Perjanjian Lama dan Yesus dan kaum miskin dalam Perjanjian Baru. Ketiga menguraikan tentang gambaran orang miskin menurut SSpS yang meliputi: gambaran umum dan karya pelayanan para suster SSpS Provinsi Jawa. Keempat menguraikan tentang anak jalanan sebagai kelompok kaum miskin yang meliputi pengertian anak jalanan, ciri-ciri anak jalanan, dan kekuatan anak jalanan sebagai peluang.

(28)

miskin dan pokok-pokok yang harus ada dalam pendampingan. Religiositas akan diuarikan menjadi tiga bagian yaitu arti religiositas, menumbuhkan sikap religius anak-anak, dan pendidikan religiositas sebagai komunikasi iman. Kedua mengenai kenyataan di lapangan yang dilakukan melalui penelitian yang meliputi: tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, dan instrumen pengumpulan data. Kedua mengenai laporan hasil penelitian yang meliputi: hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan penelitian. Bab IV: Dalam bab ini akan diuraikan tentang evaluasi kritis atas semua yang sudah dilaksanakan selama ini, dan akan dibagi menjadi tiga bagian.. Pertama evaluasi kritis yang meliputi: hal-hal apa saja yang sudah baik, hal-hal yang dilihat dan dirasa masih kurang dan perlu di tingkatkan kembali. Kedua dampak dari pendampingan itu sendiri yang meliputi pendampingan sebagai proses pembelajaran dan model pendampingan yang terjadi. Ketiga pelayanan pendampingan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus terhadap anak jalanan.

(29)

BAB II

KHARISMA KONGREGASI SUSTER MISI ABDI ROH KUDUS

DAN KARYA PELAYANAN TERHADAP KAUM MISKIN

Bab II ini berupa kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam empat bagian. Pertama, tentang Kongregasi SSpS yang meliputi: Identitas Kongregasi SSpS, Kharisma Kongregasi SSpS. Kedua, kelompok sasaran kaum miskin yang meliputi: kaum miskin dalam Perjanjian Lama, Yesus dan kaum miskin dalam Perjanjian Baru. Ketiga, tentang gambaran kaum miskin menurut SSpS yang meliputi: gambaran umum dan karya pelayanan para suster SSpS Provinsi Jawa. Keempat, tentang Anak jalanan sebagai kelompok kaum miskin yang meliputi pengertian anak jalanan, ciri-ciri anak jalanan dan kekuatan anak jalanan sebagai peluang.

A. Kharisma Misioner Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus

1. Identitas Kongregasi SSpS

(30)

disebut Suster-suster Misi Abdi Roh Kudus.. Seorang Abdi Roh Kudus dipanggil oleh Kristus untuk menghayati pengabdian kepada Roh Kudus (Mchug, 1978:8). Kongregasi ini menyerahkan diri hanya penyebaran kepada Kabar Gembira di daerah-daerah misi lewat pelayanan yang dijalankan oleh para anggotanya dengan kerajinan yang besar dan kerelaan di bidang pendidikan, karya amal, dan lewat bantuan rohani (Konstitusi 1984:9)

Kongregasi SSpS adalah Kongregasi Internasional yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, bangsa, dan budaya. Dalam keanekaragaman tersebut tetap disatukan oleh Roh Kudus dan bersumber pada relasi cinta Allah Tritunggal. Pusat Kongregasi SSpS berada di Roma, Italia. Kongregasi SSpS berkarya di 5 benua atau hampir di seluruh negara. Benua Afrika meliputi Angola, Botswana, Bolivia, Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo, dan Zambia. Benua Amerika meliputi Argentina, Bolivia, Brasil, Chile, Mexico dan Kuba, Paraguay, USA, Antiqua dan Barbuba. Benua Asia meliputi: Cina, India, Indonesia, Jepang, Korea, Philipina, Vietnam, Taiwan, dan Timor Loro Sae. Oceania meliputi : Australia dan Papua New Guinea. Benua Eropa meliputi: Austria, Belanda, Czecho Slovakia, Italia, Inggris, Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland, Belanda, dan Ukraina.

(31)

2. Kharisma Kongregasi SSpS

a. Arti Kharisma

Kharisma berarti anugerah khusus Roh Kudus, lebih daripada yang dibutuhkan untuk keselamatan, untuk kepentingan Gereja atau kelompok-kelompok yang selalu dijiwai oleh kasih (I Kor 13:1). Dalam rangka ini sering dipakai istilah “pengetahuan yang dianugerahkan” yaitu pengetahuan yang dianugerahkan secara khusus dan cuma-cuma, berkat Roh Kudus dalam Gereja.

Kharisma mengandung arti luas dan arti khusus. Kharisma dalam arti luas ádalah pemberian yang dianugerahkan Allah dengan cuma-cuma, segala pemberian rohani, Roh Kudus, keselamatan dalam diri Yesus Kristus dan kehidupan kekal.

Kharisma dalam arti khusus adalah pemberian cuma-cuma yang diterima orang tertentu, sehingga ia mampu, oleh Roh Kudus, melakukan hal-hal yang sesuai dengan kepentingan jemaat. Orang yang menerima karunia khusus Roh Kudus disebut kharismatis khusus, misalnya hidup selibat (I Kor 7:7).

Kharisma adalah anugerah khusus untuk menjalankan suatu tugas dalam jemaat dengan baik yang berhubungan dengan iman. Kharisma adalah anugerah luar biasa yang diberikan kepada orang beriman, supaya membantu dalam karya keselamatan serta pelayanan kepada umat. Ada banyak anugerah atau bermacam-macam anugerah (I Kor12:11) yang diterima dan harus dikembangkan (Jacob, 1997:19).

b. Kharisma Misioner Kongregasi SSpS

(32)

Misioner. Kharisma Misioner sudah menandai Kongregasi SSpS sejak dari permulaan. Pada akar ideal misioner Arnoldus Janssen, akan ditemukan kemuliaan Allah Tritunggal Mahakudus dan keikutsertaan semua orang dalam misteri ini, sebagaimana diungkapkan dalam doanya yang berbunyi “ Semoga Allah Tritunggal Mahakudus, kuasa Bapa, kebijaksanaan Putera dan cinta Roh Kudus dikenal dicintai dan dimuliakan oleh semua orang” (Rehbién, 2000:11). Santo Arnoldus Janssen menginginkan suatu tarekat religius yang sama sekali misioner, yaitu menjadikan mandat serta pelayanan misioner gereja sebagai ciri khas program dan inti hidupnya sendiri. Menurut Widi Artanto gereja misioner adalah :

1. Gereja yang memandang dan melaksanakan misi Allah (dalam Misi Penciptaan, Misi Pembebasan, Misi Kehambaan, Misi Rekonsiliasi, dan Misi Kerajaan Allah) sebagai inti keberadaan, seluruh tindakan serta kehidupan Gereja.

2. Gereja yang merendahkan diri dan setia menjadi hamba Allah dalam rangka misi Kerajaan Allah, menghadirkan dan memperjuangkan keadilan, perdamaian, dan integritas ciptaan.

3. Gereja yang terbuka dan mau melakukan dialog serta bekerja sama dengan sesama yang dipakai Allah untuk mewujudkan KerajaanNya di dunia ini. 4. Gereja yang berani terlibat dalam Misi Pembebasan bagi mereka yang

tertindas dan mengalami ketidakadilan di dunia ini.

5. Gereja yang merakyat, Gereja kaum miskin, atau Gereja bagi kaum miskin. 6. Gereja yang memberi perlindungan dan menyatakan suara kenabian penuh

harapan bagi masyarakat yang putus asa menghadapi keserakahan, bencana, kebencian, penyakit, dan kematian.

7. Gereja yang menghayati spritualitas trasformatif sebagai sumber kehidupan dan keterlibatannya dalam misi Kerajaan Allah di dunia ini.

Ciri khas Kharisma Misioner Kongregasi harus dilihat dalam hubungannya dengan Kharisma Misioner Gereja Universal. Misi Gereja didasarkan pada misi Allah Tritunggal.

(33)

Semua karya misi Gereja dimaksudkan agar memenuhi mandat Kristus yaitu mewartakan keselamatan bagi semua orang dan membimbing mereka ke dalam kebersamaan hidup dengan Bapa. Sebagai Abdi Roh Kudus dimensi misioner senantiasa meresapi setiap aspek kehidupannya. Mereka dipanggil untuk mengambil bagian dalam mandat Kristus dan Gereja. Gereja memberi kepada Kongregasi SSpS perutusan misioner yang nyata. Abdi Roh Kudus akan menjadi misoner terutama bila secara terus-menerus memperdalam kesadaran bahwa mereka dipanggil dan dipilih oleh Tuhan (Rehbién, 1996:6-7). Santo Arnoldus Janssen menginginkan supaya para suster bekerja di daerah misi dimana ada pelayanan sebagai perempuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, sosial pastoral, pembinaan rohani, pelayanan terhadap orang kecil, miskin tertindas dan tersisih (Konst. Art. 03-104).

Konsekuensi menjadi seorang suster Misi Abdi Roh Kudus, ialah harus bersedia untuk berkarya di daerah misi ke mana saja diutus. Dalam perutusan misi harus berani mengorbankan tanah air, bahasa ibu dan lingkungan kebudayan. Kesediaan ini adalah ciri khas panggilan sebagai SSpS (Konst. Art. 04).

Kesediaan dalam perutusan misi menuntut suatu pengosongan diri, suatu kebebasan batin dari setiap suster yang diutus. Dengan pengosongan diri akan membentuk dalam diri seorang misionaris memiliki sikap rela menerima, serta memungkinkan orang untuk menghayati kebudayaan lain. Dengan pengosongan diri akan membuat seorang SSpS untuk tenang mendengarkan, bersedia untuk mengerti orang lain, mendalami lingkungan dengan suasananya, sehingga diharapkan dapat menyentuh hati umat, di tempat para suster SSpS hidup di antara mereka.

(34)

menyadari bahwa mereka adalah suster-suster misi. Dengan demikian dimana mereka berada senantiasa berusaha untuk membangkitkan dan memelihara tanggung jawab misioner bagi Gereja Universal (Konst. Art.104). Pelayanan misoner dapat tumbuh subur hanya dalam mengikuti Yesus dan dalam kelekatan dengan pribadi-Nya. Karena itu hanya terang dan kekuatan Roh Kuduslah yang menyanggupkan para suster untuk melayani dalam karya penyelamatan Allah, dalam segala hal yang dikerjakan. Bentuk konkrit hidup mengikuti Yesus dalam Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus ditentukan oleh Kaul keperawanan, kemurnian dan kemiskinan. Ketiga nasihat Injil itu mengungkapkan cinta kepada Kristus satu-satunya dan kepada sesama. Pengabdian misioner para suster SSpS berdasarkan relasi Allah Tritunggal dicintai Bapa, diutus Putera dan dikuatkan oleh Roh Kudus (Konst. Art.122).

Panggilan misioner khusus merupakan satu panggilan profetis yang diberikan Tuhan kepada beberapa orang untuk membuat seluruh umat Allah menyadari kembali panggilan serta tanggung jawabnya dan menghayatinya dengan keyakinan yang diperbaharui. Karena itu panggilan misioner adalah ”Panggilan khusus dari beberapa orang yang meyakini bahwa mereka diutus kepada segala bangsa di bumi ini sebagai jawaban terhadap kebutuhan jaman” (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:62).

(35)

terhadap tanda-tanda jaman dan karya Allah dalam sejarah manusia ( Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:62).

Hidup religius pada hakekatnya adalah mengikuti Yesus maka ini merupakan satu tanda yang mencolok dari satu komunitas misioner untuk masuk ke dalam perutusan Kristus. Allah Tritunggal dalam kesatuannya adalah asal, citra serta penyempurnaan setiap komunitas. Hidup dalam komunitas disuburkan oleh doa, hubungan pribadi yang baik dan kegiatan misioner bersama. Ciri khas komunitas SSpS adalah :

1. Berakar dalam spritualitas trinitaris, dengan tekanan khusus pada Roh Kudus sebagai sumber dan relasi yang memberi hidup

2. Internasional tetapi berinkulturasi demi pelayanan misi global

3. Profetis, sebagai perempuan yang tahu bagaimana hidup dalam semangat disermen di misi untuk misi;

4. Semangat merintis menuntut kesiap sediaan untuk diutus ke mana saja; 5. Sederhana dalam pola hidup dan siap sedia melayani (Brand, 1996:45)

Pada bagian kegiatan misioner, penekanan diberikan pada misi keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (KPKC), secara konkret menyangkut kerjasama dengan LSM-LSM dan VIVAT Internasional di New York. Identitas SSpS sebagai Abdi Roh Kudus menurut Kapitel Jenderal XI sebagai berikut:

1. Komunitas Religius Misioner dari wanita-wanita profetis dalam satu kongregasi internasional;

2. Berakar dalam spritualitas Trinitaris;

3. Dibimbing oleh Roh, membeda-bedakan gerakan-gerakan dalam dunia dewasa ini;

4. Mengikuti Yesus pada jalan nasihat-nasihat Injil

5. Diutus untuk melanjutkan misi Yesus mewartakan kabar gembira Kerajaan Allah (Brand, 1996:25)

(36)

Art.104). Kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di dunia ini. Menjadi saksi Kristus berarti hadir serta hidup dan bekerja dalam semangat Kristus. Kita hadir dan dengan kehadiran itu kita diharapkan dapat memancarkan cinta kasih Kristus ke dalam masyarakat (Magnis Suseno, 2004:56).

B. Kelompok Sasaran Kaum Miskin

Dalam karya pewartaan pertama-tama perlu dilihat bagaimana Tuhan bersikap terhadap kemiskinan dan kaum miskin. Menurut pengertian Yahudi, Yahwe mewahyukan diri-Nya pertama-tama melalui tangan-Nya dalam sejarah umat manusia. Nubuat para nabi Perjanjian Lama kebanyakan merupakan tafsiran mengenai karya-karya Allah yang menyejarah. Demikian juga Sabda Yesus dan banyak perumpamaan-Nya merupakan penjelasan atau pembenaran terhadap karya-Nya, sehingga Kerajaan Allah sungguh nampak dalam diri-Nya. Pewartaan Kabar Gembira kepada kaum miskin dan Sabda Bahagia yang menyebut kaum miskin ”berbahagia”, sangat mencolok dalam kehidupan Yesus (Rehbein, 1990:24)

(37)

1. Kaum Miskin Dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa acuan terhadap orang miskin. Dua kata yang paling sering digunakan adalah ani dan anaw, kedua kata ini mengacu pada situasi sosial yang rendah dan tertindas. Dalam perkembangan berikutnya dua kata ini dapat dibedakan bahwa ani lebih mengacu pada orang miskin dalam arti sosio ekonomis dan anaw yang lebih menunjuk pada kemiskinan rohani: orang yang lemah –lembut dan rendah hati, dan merasa dirinya begitu kecil dihadapan Allah. Selain itu masih ada empat kata lain yang menunjuk pada kemiskinan. Kata ebyon

yang mengacu pada orang yang mengharapkan dan membutuhkan sesuatu misalnya pengemis. Kata dal, hal ini mengacu pada kemiskinan material dan kelemahn jasmani. Kata rash mengacu pada kemiskinan ekonomi yang sudah cukup parah. Kata misken mengacu pada orang-orang yang bergantung dan tunduk pada orang lain (Hortensius, 1992:24).

Konsep orang miskin dalam perjanjian Lama menampilkan 2 pokok penting yaitu, pertama dapat dilihat bahwa kata ani/anaw adalah yang paling penting karena paling kaya maknanya. Dalam kata ini sangat akurat dan lengkap dalam mengungkapkan keanekaragaman pemahamana biblis tentang orang miskin dan kemiskinan. Kedua, bahwa keanekaragaman dalam terminologi tentang orang miskin dan sering tidaknya pemakaiannya memperlihatkan betapa orang miskin amat duperhatikan dalam Perjanjian Lama (Hortensius, 1992:24)

(38)

kebutuhannya untuk mempertahankan hidup dan untuk hidup layak sebagai manusia.

Dalam Kitab Suci, kemiskinan lebih dianggap sebagai satu pengacauan relasi. Kitab Suci menggambarkan manusia bukan sebagai individu, tetapi sebagai pribadi-pribadi dalam relasi; relasinya dengan dunia, dengan sesama manusia, dan dengan Tuhan. Kemiskinan berarti keadaan manusia yang amat menyedihkan, terjadi di mana satu, dua atau ketiga relasi itu dikacaukan atau dirusak. Rusak atau hilangnya relasi tersebut sangat melukai keberadaan manusia, lebih merusak daripada kemiskinan material. Ungkapan untuk kemiskinan yang digunakan dalam Perjanjian Lama membenarkan hal ini. Menjadi miskin berarti menjadi tidak penting dan tergantung, lemah dan sengsara, menderita. Kaum miskin dan sederhana, yang tidak menikmati kekuasaan politik manapun, adalah mereka yang dihukum karena kemewahan dan kesan raja dan para bangsawan (I Sam 8:10-18).

2. Yesus dan Kaum Miskin dalam Perjanjian Baru

Sejak awal hidupnya di depan umum Yesus menunjukan sikap seperti yang diperlihatkan Tuhan dalam Kitab Keluaran. Ia berpihak kepada mereka yang dianggap hilang, tidak layak oleh orang kaya, mereka yang tidak memiliki uang maupun kekuasaan, yang sakit dan tersingkir, masyarakat pinggiran dan yang tidak memenuhi kewajiban agamanya (Mat 11:4-5).

(39)

sudah dipelajari dari Bapa-Nya. Seringkali masyarakat menganggap kekayaan, pengetahuan, ketrampilan, keberhasilan dan kekuasaan sebagai suatu yang harus diusahakan, sebagai ukuran terhadap nilai seseorang. Yesus mengalaminya sendiri pada tubuh-Nya, apa artinya menjadi miskin dan hina, tergolong dengan mereka yang dianggap tidak dicintai Allah, dengan mereka yang dikucilkan dari arus utama masyarakat (Rehbein, 1990:27).

Yesus menyatakan diri-Nya solider dengan kaum miskin dan yang disingkirkan dari masyarakat. Bagaimana Ia dihina dan dihindari banyak orang ketika Ia harus menderita kesakitan dalam kesengsaraan-Nya menuju puncak Golgota. Yesus begitu menyamakan diri-Nya dengan orang kecil dan terabaikan, sehingga kemungkinan pengikiutsertaan dalam Kerajaan Allah tergantung bagaimana kita menemui Dia dalam saudara-saudari-Nya yang paling kecil (Mat 25:31-46).

Yesus menghendaki kita agar membagi hidup dengan orang-orang miskin. Orang miskin di dunia ini tidak sekian miskin sehingga kita tidak dapat belajar lagi sesuatu dari mereka. Kaum miskin memiliki sesuatu yang dapat ditawarkan kepada kita, walaupun mereka tidak memaksakannya kepada kita. Kita membuka diri kepada mereka dalam cinta dan bersedia untuk belajar dari mereka (Rehbein, 1990:31).

(40)

Melihat dan menelusuri latar belakang historis Yesus serta pantauan sekilas tentang kelompok-kelompok khusus yang menjadi alamat pewartaan Yesus kiranya dapat diambil satu kesimpulan bahwa arah dasaraiah gerakan Yesus tertuju kepada kelas-kelas rendahan dalam masyarakat-Nya. Pewartaan Yesus tertuju dan menarik kepada mereka yang secara ekonomi, politis dan religius termasuk kelompok marginal dalam masyarakat Palestina. Mereka semua merindukan dan membutuhkan suatu kehidupan yang lebih adil dan manusiawi (Hortensius, 1992:50).

C. Gambaran Orang Miskin Menurut SSpS 1. Gambaran Umum

a. Kaum Perempuan

(41)

b. Anak-anak dan Kaum Muda

Ribuan anak-anak di kota-kota besar di berbagai negara sangat menderita karena perampasan hak-hak mereka, dan mereka inilah yang menantang keterlibatan misioner para suster-suster Misi Abdi Roh Kudus. Pemeliharaan anak-anak terlantar sudah menjadi keprihatinan Kongregasi sejak awal. Pendidikan kaum muda tidak dapat disangkal, merupakan sasaran penting dalam mewartakan Kabar Gembira dan meneruskan nilai-nilai Kristiani. Dalam Kapitel Jenderal ke-X Tahun 1990 diprioritaskan untuk anak-anak orang miskin dan orang muda yang berkeliaran di jalan di berbagai kota tanpa arah dan rasa memiliki. Orang muda yang tidak lagi melihat arti hidup, yang menganggur dan tanpa harapan akan masa depan yang lebih baik, yang mencari kebahagiaannya dalam obat bius dan kejahatan (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:39)

c. Kaum Pinggiran

Setiap negara berbeda kelompok pinggiran yang sedang diprioritaskan, contoh kaum pinggiran adalah para pengungsi. Masalah pengungsi adalah masalah kita semua. Penderitaan yang hebat, ketakutan karena bahaya yang tak terelakan, kesengsaraan di kamp pengungsi merupakan tantangan yang tidak dapat diabaikan. Untuk dapat menangani permasalahan ini dibutuhkan kerja sama dengan organisasi-organisasi Gerejawi dan pemerintah (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:40).

d. Keluarga

(42)

Kemiskinan dan kemelaratan, kebodohan dan buta huruf, keadaan perumahan yang tidak manusiawi, kekurangan gizi yang kronis. Keluarga bukan saja menjadi korban dari struktur yang tidak adil tetapi lebih menjadi korban dari sarana komunikasi modern yang mempromosikan seks, keuntungan, kekerasan dan kekuasaan sebagai nilai-nilai yang untuk dikejar. Dengan media dan teknologi yang semakin maju, orang akan dengan mudah menikmati suatu tontonan yang menunjukan bagaimana banyaknya hubungan di luar perkawinan, perceraian, aborsi, seks sebelum menikah dan hidup bersama sebagai satu hal yang wajar. Tanpa persiapan pernikahan yang kristiani, kehidupan keluarga dan kedudukan sebagai orang tua yang bertanggung jawab akan menjadi sumber dari banyak problem sosial (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:40)

e. Orang Sakit, Lanjut Usia dan Menghadapi Ajal

Sejak awal Kongregasi SSpS telah melihat pentingnya pemeliharaan bagi orang sakit dan lanjut usia sebagai sarana evangelisasi dan selalu melaksanakan perutusan dengan sungguh-sungguh (Konst. Art.103;111.2). Usaha untuk mendampingi dan membantu pada tahap akhir hidup serta pelayanan yang telah disumbangkan oleh perawat dan tenaga medis, menawarkan kepada SSpS suatu perspektif baru bagi karya misionernya (Komentar Kapitel Jenderal X, 1990:43).

(43)

1) Formasi yang Integral untuk Misi

Konteks misi jaman ini menuntut suatu formasi yang bersifat integral. Hal ini diresapi oleh spirtualitas Trinitaris yang berakar pada Sabda Allah dapat membantu sebagai SSpS untuk peka dan tanggap terhadap Roh. Formasi yang integral diharapkan memampukan setiap SSpS untuk berbagi hidup dan misi dalam komunitas-komunitas Internasional, multi budaya serta mengembangkan suatu pandangan yang lebih luas (Dokumen Kapitel Jenderal XII, 2002:57).

2) Komitmen terhadap Kaum Perempuan

Hal ini mengingatkan tujuan semula pendirian Kongregasi yaitu suatu panggilan yang kuat untuk memilih kaum perempuan sebagai prioritas. Sebagai perempuan profetis perlu memberi perhatian pada pemeliharaan kehidupan, terutama di mana kehidupan itu ada dalam bahaya: dalam situasi pinggiran, orang-orang yang dieksploitasi dan diperlakukan secara kejam khususnya kaum perempuan dan anak-anak serta pengrusakan dan manipulasi alam (Dokumen Kapitel Jenderal, 2002:59)

3) Solidaritas dengan orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS

(44)

2. Karya Pelayanan para Suster SSpS Provinsi Jawa

Para suster SSpS Provinsi Jawa berkarya dalam berbagai bidang pelayanan. Karya pelayanan itu antara lain: karya kesehatan lewat rumah sakit, Pendidikan (Play Group, SD, SLTP, SLTA, SMKK, dan STIKES), Sosial Pastoral, Kateketik,

Pastoral Care; orang sakit, lanjut usia, dalam sakrat maut, ODHA, serta pemberdayaan kaum perempuan. Karya pelayanan para suster SSpS ini semakin terwujud dalam pelayanan KPKC, misi frontir, pendampingan bagi anak-anak muda di asrama khususnya mereka yang kurang mampu, pendampingan terhadap anak-anak jalanan, para tukang becak dan penyandang sakit kusta. Keterlibatan para suster SSpS tidak terbatas pada mereka yang sudah profesi atau kaul kekal dalam hidup membiara namun sejak formasi awal (postulan) mereka sudah dilibatkan.

Sebagai komunitas SSpS semua diutus untuk berpartisipasi dalam usaha menghadirkan suatu belas kasih Allah di tengah-tengah dunia. Hal ini berarti bahwa sebagai SSpS diutus keluar dari segala kemapanan untuk menjumpai orang-orang yang tidak diperhitungkan oleh dunia, mereka yang tidak dihargai martabatnya sebagai anak-anak Allah karena kemiskinan dalam segala bentuknya: miskin harta, informasi, pendidikan, gender, status sosial dan lain-lain (Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi XVIII, 2007:36).

Maka karya pelayanan SSpS Provinsi Jawa untuk 3 tahun ke depan dijelaskan dalam Resolusi Rekomendasi Kapitel Provinsi XVIII tahun 2007 yang lebih memprioritaskan sebagai berikut, bahwa tanda-tanda kehidupan dalam Misi, antara lain :

(45)

b. Semakin meningkatkan rasa memiliki dan rasa bertanggung jawab karena diberi kepercayaan dalam tugas pelayanan kepemimpinan.

c. Semakin tanggap dengan kebutuhan gereja lokal dan situasi setempat, selain berkarya di institusi sendiri; pelayanan pastoral, tanggap darurat (bencana alam), pendampingan anak-anak jalanan.

d. Keberanian dalam membuat terobosan baru dan terbuka dengan berbagai pihak, seperti: Proyek Wanapatria (pelestarian lingkungan hidup), kerja sama dengan LSM dalam rangka pemberian tumpangan kepada perempuan, menerima penderita HIV/AIDS di rumah sakit dan Tim JPIC & Tim HIV/AIDS Provinsi melakukan tindakan preventif dengan memberikan edukasi di komunitas, kongregasi lain dan kelompok kategorial (siswa/i, karyawan/ti, dll).

D. Anak Jalanan Sebagai Kelompok Kaum Miskin 1. Pengertian Anak Jalanan

(46)

mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Biaya yang mereka peroleh selain dari upaya mereka sendiri juga adanya bantuan-bantuan dari lembaga sosial atau orang-orang yang peduli dengan nasib mereka.

Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum (Depsos RI, 1999).

2. Ciri-ciri anak jalanan

Menurut Depsos RI tahun 1999, anak jalanan terbagi dalam empat kelompok yaitu:

a. Anak jalanan yang hidup di jalan, mereka adalah yang putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal setahun yang lalu, berada di jalanan seharian dan meluangkan 8-10 jam untuk bekerja (sisanya untuk menggelandang/tidur), bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti emperan toko, kolong jembatan, taman terminal, stasiun. Mereka juga tidak bersekolah lagi, pekerjaannnya mengamen, mengemis memulung, kerja serabutan untuk diri sendiri, usia mereka rata-rata di bawah 14 tahun.

(47)

koran, mengasong, mencuci bus, memulung sampah, menyemir sepatu dan usia mereka rata-rata di bawah 16 tahun.

c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, mereka dapat bertemu dengan orang tuanya secara teratur, berada di jalanan sekitar 4 sampai 6 jam untuk bekerja, tinggal bersama orang tua dan mereka masih bersekolah. Anak –anak ini pekerjaannya adalah menjual koran, panganan, alat tulis, kantong plastik, menyemir sepatu, mengamen untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan orang tuanya dan usia mereka rata-rata 14 tahun.

d. Anak jalanan berusia 16 tahun ke atas. Mereka terdiri dari anak yang sudah putus hubungan dan yang berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, berada di jalanan 8 sampai 24 jam. Tempat tinggal mereka tidak teratur, mereka telah tamat SD atau SLTP namun sudah tidak lagi sekolah. Pekerjaan mereka tidak tetap seperti: calo, mencuci bus, menyemir sepatu. Hal itu mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan orang tuanya.

3. Kekuatan Anak Jalanan Sebagai Peluang a. Memiliki daya juang

b. Mempunyai hati nurani c. Mereka hidup dari hasil kerja

d. Membantu menambah penghasilan keluarga

(48)

BAB III

PENDAMPINGAN RELIGIOSITAS ANAK-ANAK JALANAN DI

RUMAH SINGGAH SEKAR SURABAYA

Dari pemaparan pada bab II menjadi jelas mengenai gambaran umum tentang Kongregasi suster Misi Abdi Roh Kudus beserta karya-karya mereka khususnya pelayanan kepada kaum miskin. Penulis pada bagian ini hendak memaparkan lebih rinci salah satu karya pelayanan dalam mendampingi religiositas anak-anak jalanan di rumah singgah Sekar Surabaya.

(49)

A. Pendampingan Religiositas di Rumah Singgah SEKAR Surabaya 1. Rumah Singgah Sekar Surabaya

SEKAR (Sekolah Anak Rakyat) adalah komunitas independen anak-anak jalanan dan anak-anak tidak mampu warga sekitar. Suatu wadah di mana anak-anak dan kawan pendamping memproses diri (memaknai hidup), bersosialisasi, dan berinteraksi dengan masyarakat tanpa dibatasi oleh sekat-sekat suku, agama dan ras. SEKAR dibentuk berawal dari sebuah keprihatinan, karena melihat banyaknya anak-anak yang turun ke jalan dan putus sekolah. Entah karena disebabkan oleh faktor ekonomi atau faktor-faktor lain sehingga mereka mengalami krisis kepribadian dan kehilangan jati diri. SEKAR berdiri pada bulan Agustus tahun 1999.

Visi : Menjadi diri sendiri dan mandiri Misi :

Pendampingan dan perlindungan anak Pengembangan potensi anak

Tujuan : Umum

Membantu anak jalanan/anak dampingan untuk menjadikan dirinya manusia yang menghayati nilai-nilai dan dapat menjadikan hidupnya mulia dan bermakna. (Berdasarkan nilai pendidikan klasik: pembentukan manusia, bukan pembentukan tenaga kerja atau pencari nafkah)

Memberikan hak anak untuk mendapatkan pendidikan dasar secara cuma-cuma.

(50)

Mengembalikan anak ke bangku sekolah

Membantu anak jalanan/ anak keluarga tidak mampu, agar tidak putus sekolah serta dapat melanjutkan pendidikan.

Memberikan ketrampilan agar dapat digunakan sebagai bekal mandiri anak

Membantu pemenuhan kesehatan dan gizi anak Aktivitas :

Kegiatan sehari-hari tidak hanya terpusat di home base SEKAR, melainkan dapat juga di tempat-tempat anak-anak biasa mangkal. Diskusi Film, setiap hari Rabu.

Sharing dan analisa masalah Latihan musik setiap hari Sabtu

Bahasa Inggris dan komputer, setiap Selasa dan Jumat Pengembangan mental dan kepribadian

Rekreasi, pengenalan alam dan lingkungan setiap libur panjang Refreshing (bermain bersama) dan perbaikan gizi pada setiap akhir pekan

(51)

diperoleh dari usaha mandiri dan dari para donatur. Dalam komunitas ini sebagai penasihat adalah Sr. Stefani SSpS dan Ibu Pinky Saptandari

2. Pendampingan Religiositas

a. Pengertian umum tentang pendampingan

Secara etimologis pendampingan berasal dari kata ”damping.” kata damping mempunyai arti dekat, karif. Sedangkan arti kata mendampingi dapat dimengerti sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk menemani seseorang dari dekat dalam usaha untuk mencapai tujuan tertentu (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989:183). Dari pengertian tersebut di atas istilah pendampingan mempunyai dua ciri yaitu antar pribadi dan dua arah (Mangunhardjana, 1986:13).

Pertama, usaha pendampingan merupakan usaha yang bersifat antar pribadi, dari pendamping dengan peserta pendampingan. Pendamping dan peserta pendampingan merupakan sahabat yang saling menjadi teman dalam mencapai tujuan tertentu, sehingga hubungan antar mereka bisa menjadi akrab satu sama lain.

Kedua, pendampingan mengandung pengertian yang bersifat dua arah (Mangunhardjana, 1987:16-17) menjelaskan bahwa pendampingan bukan hanya merupakan usaha sepihak dari pendamping kepada peserta damping, tetapi merupakan usaha dari dua belah pihak, baik dari pendamping maupun dari peserta damping.

(52)

pendamping ke peserta. Ia adalah subyek atau pelaku yang sebagai pribadi terlibat secara aktif dalam keseluruhan proses pendampingan dua arah; timbal balik antar peserta dan pendamping (Mangunhardjana, 1986:21).

Karena usaha pendampingan yang bersifat dua arah ini, peserta dan pendamping mempunyai kedudukan sederajat yang masing-masing pribadi mampu berperan secara aktif dan menentukan proses pendampingan. Hubungan pribadi antara peserta dengan pendamping tidak bergaya seperti guru dan murid, tetapi bersifat sebagai sahabat dan teman berdialog yang saling membantu dan meneguhkan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dalam proses pendampingan, mereka diharapkan mampu saling berdialog secara terbuka, saling menghargai dan mendengarkan pendapat sehingga mereka mampu mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki supaya akhirnya mereka dapat menentukan sendiri secara pribadi dan dengan bebas sehubungan dengan apa yang menjadi tujuan dari suatu pendampingan (Mangunhardjana, 1986:21).

Mendampingi berarti sebagai salah satu usaha yang dilakukan untuk menemani seorang dari dekat dalam usaha mencapai tujuan tertentu. Agar pendampingan itu dapat berhasil dengan baik, maka dibutuhkan prinsip yang melatarbelakangi pendampingan. Prinsip itu termasuk juga dalam pengertian pendampingan. Adapun prinsip-prinsip yang melatarbelakangi tersebut adalah:

1) Pengenalan dan pengakuan terhadap peserta

(53)

dituntut supaya dapat memasuki dunia peserta dan ikut di dalam situasi hidup peserta (Mayeroff, 1993:52-53).

2) Kerjasama antara pendamping dan peserta

Keberadaan pendamping di tengah peserta merupakan keterlibatan pendamping dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta. Pendamping berada di dalam dunia yang di dampingi berarti bahwa pendamping melibatkan diri secara penuh terhadap peserta. Namun tidak larut dalam masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta. Berada bersama dengan peserta mengandung unsur kepercayaan dari kedua belah pihak sehingga memungkinkan pendamping melibatkan diri dalam dunia peserta. Dalam proses pendampingan “keterlibatan” pendamping dalam dunia yang didampingi bersifat kerjasama. Artinya, pendamping memberi kepercayaan dan kesempatan kepada peserta untuk mengenal dirinya, mengenal masalah yang dihadapi dan mempertimbangkan alternatif pemecahannya. Di sini pendamping memberi kepercayaan kepada peserta untuk menjadi mandiri dengan memberi kesempatan mengambil pilihan-pilihan keputusan untuk dirinya sendiri.

b. Pola-pola Pendampingan bagi Kaum Miskin

Dengan analisis sosial-budaya yang diilhami oleh cahaya Biblis, dapat ditemukan lima pola pendampingan terhadap orang-orang kecil (Prior, 1993:35-39). 1) Pola Belas kasih

(54)

memikirkan lebih jauh apa yang menyebabkan terjadinya kemiskinan tersebut. Pola ini juga cocok dalam keadaan darurat dalam batas waktu tertentu misalnya ketika orang mengalami bencana alam seperti kemarau panjang, gempa bumi, banjir, tanah longsor, atau gunung meletus.

2) Pola Marxis

Pola marxis memanfaatkan analisis gaya materialis guna melihat sebab-musabab kemiskinan hanya pada struktur-struktur ekonomi, sosial dan politik yang tidak adil. Dari pola ini dilihat bahwa struktur-struktur itulah yang menyebabkan ketidaksamaan antara anggota masyarakat. Analisis gaya marxis hanya memperhitungkan dimensi ekonomi, sosial dan politik dengan struktur-strukturnya.

3) Pola Lembaganisasi

Dalam dunia sekarang ini dengan semakin banyaknya orang hidup dalam kemiskinan, banyak lembaga-lembaga pendidikan dan kesehatan yang didirikan untuk membantu mereka. Pola ini dilihat sangat banyak membantu mereka dalam mengatasi kemiskinan. Namun, pola ini akan tetap berjalan tergantung dukungan dari para donatur baik dari dalam negeri maupun donatur dari luar negeri.

4) Pola Proyek

(55)

5) Pola Penyadaran

Pola ini membutuhkan proses, di mana sungguh-sungguh dibutuhkan keterlibatan mereka (kaum miskin). Dengan pola ini diharapkan rakyat sadar akan sistem dan mental ketergantungan yang merugikan, mereka dapat memulihkan kembali harkat dan harga diri mereka. Kesadaran pada kaum miskin ini ditumbuhkan agar mereka dapat memulai suatu proses membantu dirinya sendiri, dan menemukan kembali tempat, kehadiran dan tanggung jawabnya dalam masyarakat.

c. Pokok-pokok yang harus ada dalam Pendampingan. 1) Pengetahuan

(56)

2) Perubahan Irama

Pendampingan tidak bisa dilakukan dengan serampangan artinya bahwa pendamping harus belajar dari masa lalu. Pendamping harus melihat secara cermat apakah mereka berhasil menolong atau membantu yang didampingi. Hal ini akan semakin mempermudah untuk melakukan pendampingan yang lebih baik di masa yang akan datang. Ternyata dalam pendampingan terjadi irama yang berbeda-beda. Irama semacam itu mempunyai arti penting dalam pendampingan (Mayeroff, 1993:27-28).

3) Kesabaran

Kesabaran adalah salah satu unsur penting dan utama dalam pendampingan. Dengan kesabaran diharapakan mampu menolong yang didampingi menjadi mampu menemukan dirinya sendiri dengan saatnya yang tepat. Sabar bukan berarti menunggu secara pasif, tetapi semacam partisipasi dengan yang didampingi, di mana pendamping memberikan diri secara penuh. Selain bersabar dengan yang didampingi, seorang pendamping diharapkan harus bersabar dengan dirinya sendiri. Pendamping harus memberikan kesempatan dirinya sendiri untuk mempelajari, melihat dan menemukan dua pihak yang terlibat dalam pendampingan yakni kedua belah pihak (Mayeroff, 1993:29-31).

4) Ketulusan Hati

(57)

atau integral dan merupakan salah satu esensi dalam proses pendampingan (Mayeroff, 1993:32-33).

5) Kepercayaan

Kepercayaan pendamping kepada pihak yang didampingi berarti menghargai keberadaan yang didampingi dengan bebas. Kepercayaan kepada yang di dampingi untuk bertumbuh tidak begitu saja, akan tetapi berdasar pada pengembangan dan perlindungan yang aktif terhadap kondisi-kondisi yang memungkinkan atau menjamin kepercayaan tadi (Mayeroff, 1993: 33-35).

6) Kerendahan Hati

Sikap rendah hati merupakan kesediaan, keinginan dan kesiapan untuk selalu belajar tentang apa yang didampingi dan diri sendiri serta hal-hal yang muncul dalam pendampingan. Kerendahan hati juga sebagai satu bagian dari kesadaran bahwa pendampingan yang dilakukan bukan merupakan suatu hak istimewanya (Mayeroff, 1993:36-37).

7) Harapan

(58)

mengaktifkan kekuatan batin kita, dan bukan juga merupakan penantian pasif pada suatu yang akan terjadi (Mayeroff, 1993:38-39)

3. Religiositas a. Arti Religiositas

Religiositas diartikan sebagai suatu sikap kesalehan. Sikap ini dapat membawa kita pada suatu kesadaran dan pemahaman akan Tuhan yang konkret yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yang lebih menekankan pada sikap menghargai sesamanya walaupun berbeda dalam keyakinan agama (Verhoeven, 1969: 1051)

Religiositas berbeda dengan agama, walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan. Agama lebih merupakan lembaga kebaktian kepada Tuhan. Agama sangat menekankan aspek yang resmi berupa hukum, peraturan-peraturan dan upacara resmi, sedangkan religiositas lebih melihat aspek yang ada di dalam lubuk hati yang menggerakkan totalitas kedalaman pribadi manusia (Mangunwijaya, 1982:11).

(59)

Religiositas tidak dapat diukur hanya dengan menjalankan kewajiban keagamaan, seperti pergi ke gereja, doa lingkungan atau berziarah tetapi lebih pada kedalaman batin manusia dimana tolok ukurnya adalah hubungan dengan sesamanya. Dalam religiositas yang penting bukan kuantitas tetapi kualitas (Mangunwijaya, 1982:6). Kualitas hidup manusia tercermin dalam sikap penghayatan imannya. Melalui penghayatan iman ini manusia semakin dewasa secara lahir dan batin, karena ia akan menemukan kearifan dalam sikap batinnya. Religiositas memang lebih menuntut pada penghayatan terhadap segala sesuatu yang biasa atau luar biasa yang selalu dialami dalam hidup sehari-hari setiap orang dengan cahaya iman (Mangunwijaya, 1986:9).

Religiositas dapat dialami dalam hal-hal yang biasa dimana tercermin tidak hanya dalam kegiatan yang berciri agama saja, tetapi juga terlihat dalam kegiatan yang tidak berarti agama. Dengan demikian, religiositas merupakan sumber, pangkal jiwa, dan roh agama. Dalam religiositas itu, agama mendapatkan semangat dan roh yang sebenarnya. Tanpa religiositas, agama menjadi kering seperti tanah tanpa air, sepi seperti rumah tanpa penghuni, kaku seperti batang pohon yang sudah mati, dan dingin seperti badan tanpa jiwa (Mangunhardjana, 2005:47)

b. Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak

(60)

1) Bakat Religius Anak Perlu Dipandu

Pertumbuhan anak secara badaniah maupun mental sangat membutuhkan sentuhan-sentuhan dengan ibunya serta orang-orang sekeliling yang memberi kepastian yang serba menjamin dan berdialog. Lingkungan dimana anak tinggal dan hidup akan mempengaruhi watak, perilaku, dan pemekaran diri si anak. Hal ini tidak hanya meliputi perkembangan pertumbuhan kesehatan, kepandaian, selera namun terlebih dalam wilayah-wilayah yang lebih halus, kebudayaan, kemampuan dapat iba hati, suka menolong, mudah memaafkan, dan last not least cita rasa religius yang takjub cinta serta mencari kehendak Allah (Mangunwijaya, 2005: 46-47).

2) Manusia Agamawan dan Manusia Religius

Religiositas tidak identik sama dengan agama. Diharapkan bahwa orang yang beragama adalah orang-orang yang religius juga. Namun kenyataannnya tidak demikian. Tidak sedikit orang yang secara (sosiologis, politis) beragama, tetapi sama sekali tidak religius. Resmi beragama, tetapi dalam hidupnya menjadi koruptor, pemabuk, lintah darat, kekerasan terhadap keluarga, dan lain-lain. Pada dasarnya religiositas mengatasi, atau lebih dalam dari agama yang tampak formal, resmi. Oleh karena itu, dalam mendidik anak-anak, harus memperhatikan aspek keagamaan dan religiositas (Mangunwijaya, 2005:47-50).

c. Pendidikan Religiositas sebagai Komunikasi Iman

(61)

1) Sikap religius yang mengakui kemahabesaran dan kemahakuasaan Tuhan yang Maha Esa, namun sekaligus percaya kepada rahmat yang telah dianugerahkan oleh Tuhan yang maha baik kepada manusia berupa modal-modal utama pikiran dan citarasa, untuk aktif memperkembangkan dirinya dan seluruh alam secara benar dengan menjaga alam secara bersahabat dalam bersinambung dan menghoramati harkat martabat semua dan setiap manusia, lewat pemekaran nilai-nilai moral yang mengangkatnya menjadi manusia yang berbudi luhur. 2) Sikap religius yang dapat melihat suatu tugas mulia yang dinamis dan panggilan

penuh kasih oleh Tuhan dalam kehidupannya serta mengemban anugerah rahmat kemerdekaan dan otonomi dalam dirinya meski relatip. Kemerdekaan itu dipergunakan manusia untuk hidup baik dengan tidak merusak alam, namun justru memelihara dan melestarikannya, baik alam di dalam diri manusia maupun di luar dirinya, ke arah tingkat dimensi yang jauh lebih tinggi.

3) Sikap religius yang mampu melihat pergumulan manusia dengan dan dalam segala bentuk selaku sejarah pemekarannya. Sejarah pemekaran dapat berupa perjalanan pelan-pelan bertahap maupun loncatan ke arah pendewasaan manusia. 4) Sikap religius yang peka akan keluasan antariksa dan galaksi kehidupan yang

(62)

5) Sikap religius yang berjiwa merdeka, mandiri serta tahu tanggungjawab. Sikap yang mempunyai pilihan dan kemauan melibatkan diri dalam segala suka-duka, keprihatinan, dan pembangunan sejati bangsa mausia.

6) Sikap religius yang bersyukur atas segala bentuk kemajuan materiil dan pembuahan bakat-bakat dan kemungkinan-kemungkinan manusiawi yang sekaligus mampu menjaga jarak secara waspada dan arif terhadap kemajuan lahiriah.

7) Sikap religius yang penuh perhatian dan rela melibatkan diri dalam sikap bela suka-duka dengan hal ihwal sesama manusia. Disertai juga rasa tanggungjawab atas bahagia maupun derita sesama manusia, khususnya bagi mereka yang lemah dan miskin.

8) Sikap religius yang menjunjung tinggi serta gigih memerangi segala bentuk kemiskinan dan penderitaan, berani berjuamg demi kehidupan dan penghidupan demi kualitas hidup, namun secara arif dapat menempatkan pengalaman penderitaan, sakit, segala bentuk kemalangan.

(63)

B. Penelitian Pendampingan Religiositas Anak-anak Jalanan di Rumah Singgah SEKAR Surabaya.

1. Pendahuluan

Berdasarkan uraian mengenai karya SSpS Provinsi Jawa yang berkaitan dengan pendampingan kepada anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya pada bab II di atas, penulis ingin mengetahui lebih lanjut pendampingan yang dilakukan oleh postulan dan suster SSpS berkaitan dengan pendampingan religiositas.

a. Latar Belakang Penelitian

Seperti penulis uraikan pada bab I bahwa perkembangan dan kemajuan dunia memiliki dampak yang positif sekaligus negatif. Dampak negatif yang muncul dengan adanya kesenjangan kehidupan sosial ekonomi dalam masyarakat muncul fenomena anak jalanan. Permasalahan yang dihadapi anak jalanan semakin kompleks. Dalam hal ini Kongregasi SSpS Provinsi Jawa mempunyai perhatian khusus. Sejak formasi awal yaitu postulan, mereka sudah dilibatkan dalam karya pelayanan ini sebagai salah satu bekal sebagai suster misi. Keterlibatan para suster SSpS semakin ditantang untuk berjuang dan berpihak pada kehidupan.

(64)

b. Permasalahan Penelitian

1) Bagaimana pengalaman postulan dan para suster dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya?

2) Apa kesulitan yang dihadapi dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah Singgah SEKAR Surabaya?

3) Apa manfaat yang diperoleh postulan dan para suster dalam mendampingi anak-anak jalanan?

4) Apakah pendampingan religiositas dapat membantu anak jalanan bertumbuh dan berkembang dalam kualitas hidup di jaman ini?

c. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian:

1) Untuk mengetahui situasi mendampingi anak-anak jalanan oleh para postulan dan para suster.

2) Untuk mengetahui kesulitan atau hambatan dalam mendampingi anak-anak jalanan.

3) Untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dalam mendampingi anak-anak jalanan.

(65)

d. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para postulan dan para suster Kongregasi SSpS untuk meningkatkan dalam pendampingan religiositas bagi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya. Di tengah perkembangan jaman yang berdampak pada merosotnya nilai-nilai kehidupan dan dangkalnya praktek iman dalam kehidupan seharí-hari, diharapkan dengan pendampingan religiositas dapat membantu anak-anak jalanan bertumbuh dan berkembang dalam kualitas hidup.

2. Metodologi Penelitian

Pada bagian ini, penulis akan membahas mengenai metode penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, teknik pengumpulan data dan instrumen penelitian, teknik analisa data, dan keabsahan data.

a. Pendekatan Penelitian

(66)

b. Tempat Penelitian

Penelitian diadakan di postulan Kongregasi SSpS Jl. Kutai no.41 Surabaya dan Komunitas Provinsialat Kongregasi SSpS Provinsi Jawa Jl. Jambi no. 20 Surabaya. Penelitian dilaksanakan pada awal bulan April 2008.

c. Responden Penelitian

Responden Penelitian adalah postulan dan para suster Kongregasi SSpS Provinsi Jawa yang berjumlah 12 orang terdiri dari 9 postulan dan 3 orang suster .

d. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti, yang dibantu dengan pendekatan wawancara, observasi, dan dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah wawancara. Wawancara dapat dipandang sebagai bentuk percakapan dan dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam lingkungan kebudayaan tertentu (Nasution, 1988:74). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penulis dipersiapkan terlebih dahulu dan diarahkan kepada informasi-informasi untuk topik yang digarap. Kelebihan teknik wawancara sebagai berikut:

Sifatnya yang luwes, ”Rapport” atau hubungan baik dengan orang yang diwawancarai dapat memberikan suasana kerjasama, sehingga memungkinkan diperolehnya info yang benar. Pewawancara dapat menguraikan pertanyaan atau menjelaskan maksud pertanyaan itu sekiranya pertanyaan itu kurang jelas bagi subyek” (Furchan, 1982:248).

(67)

Hasil wawancara secara kualitatif dapat dipertanggungjawabkan dan mempunyai nilai yang tinggi. Semua kesalahpahaman dapat dihindari, pertanyaan-pertanyaan yang disipakan dapat dijawab oleh informan dengan penjelasan-pebjelasan tambahan dan setiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam wawancara. Kelemahan wawancara adalah data atau informasi yang dikumpulkan sangat terbatas dan bila dilakukan dalam suatu wilayah yang luas dan akan memakan biaya dan waktu yang banyak.

e. Teknik Analisa Data

Selama pengumpulan data dilakukan reduksi data atau pengelompokan data yaitu menemukan arti dari data dengan menarik hubungan-hubungan sesuai dengan permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini. Selanjutnya ditarik kesimpulan dan verifikasi (Nasution, 1988:129). Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti.

f. Keabsahan Data

Keabsahan data diusahakan dengan validitas (cross check), atau obyektifitas yaitu mengusahakan agar data yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh pihak lain. Adapun reliabilitas data dilakukan dengan mengadakan member check, yaitu memberikan laporan tertulis mengenai wawancara yang telah penulis lakukan. Tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penulisan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan.

3. Laporan Hasil Penelitian.

(68)

postulan dikumpulkan secara bersama-sama dalam satu ruangan terbuka. Mereka diberi pertanyaan dan masing-masing responden diberi kesempatan untuk menjawab secara bergantian. Tiga responden yang lain, wawancara dilaksanakan secara priabadi. Data yang penulis dapatkan akan diuraikan sesuai daftar pertanyaan seperti tertulis di bawah ini.

a. Pengalaman dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya.

 Bagaimana pengalaman postulan dan para suster selama ini dalam mendampingi anak-anak jalanan di rumah singgah SEKAR Surabaya?

R1 :”... merupakan suatu pengalamam dalam menjalin relasi dengan anak-anak jalanan, berada dan bersama mereka sebagai saudara dan saudari. Selain itu merupakan pengalaman kehadiran untuk sharing hidup dan mendengarkan mereka”.

R2 :”... gembira karena dapat hadir dan bersama mereka untuk mendampingi dengan mendengarkan sharing mereka, juga dapat berbagi bakat dan kemampuan. Dalam kebersamaan sangat nampak adanya keterbukaan, kejujuran, kegembiraan, persaudaran. Saya senang karena dalam pendampingan ini bukan berangkat dari nol karena sebagian dari mereka sudah memiliki sense of belonging dalam hidup bersama dengan anak yang lain”.

Referensi

Dokumen terkait