Ya Allah,
Izinkan Aku Hamil
Jangan Tanya Kapan Saya Hamil
Tapi Doakan Kami Segera Mendapat Momongan
Ya Allah,
Izinkan
Aku Hamil
Jangan Tanya Kapan Saya Hamil
Tapi Doakan Kami Segera
Mendapat Momongan
Vety Fakhrudin
Ya Allah, Aku Ingin Hamil
Ditulis oleh Vety Fakhrudin © 2017 Vety Fakhrudin
Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan Pertama kali oleh:
Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia–Jakarta 2017 Anggota IKAPI, Jakarta
717101773
ISBN : 978-602-04-4824-4
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Teruntuk
Fakhrudin Arif,
Suamiku tercinta yang tak pernah lelah selalu
memberi dukungan
Duo al
(Almas dan Almira)
Yang memberi warna keceriaan di sudut ruang kami
yang pernah kosong
Kalian selalu mengajarkan kami untuk menjadi
orangtua hebat
Serta,
Sahabat-sahabat di Komunitas Aku Ingin Hamil
Terutama dulur-dulur AIH Jatim
Dedikasi Teruntuk ... v
Sambutan Psikolog ...vii
Prakata Penulis ...ix
Pendahuluan ... xiii
BAB 1 Pacaran Dulu, Yuk! ... 1
Pernikahan yang dianggap mendadak ... 1
Dicurigai hamil ... 6
BAB 2 Aku Ingin Hamil ... 9
Mulai ingin hamil ... 9
Sering terlambat haid... 13
Memutuskan tinggal sekota dengan suami ... 17
Bertemu dengan komunitas Aku Ingin Hamil ... 21
Ya Allah, Izinkan Aku Hamil
xviii
BAB 3 Sayang, Yuk Usaha Bareng! ...25
Berusaha bersama ... 25
Mobil baru ... 33
BAB 4 Ke Dokter Saja, Yuk ...37
Konsultasi ke dokter ... 37
Mencoba ke dokter lain ... 43
Suami periksa ke dokter ... 46
Harus menerima kenyataan kembali dari nol ... 53
BAB 5 Mencoba Terapi Herbal ...57
Terapi serbuk kurma ... 57
Terapi kurma muda ... 59
Terapi kayu manis ... 61
Terapi royal jelly dan madu ... 65
Terapi degan (kelapa) hijau ... 67
Konsumsi teh hijau ... 68
Jus 3 diva ... 69
Lebih memperhatikan makanan ... 71
BAB 6 Sepele tapi ternyata Perlu Diperhatikan ...75
Celana dalam hitam vs celana dalam putih ... 75
Suamiku jangan duduk di atas jok sepeda langsung ... 79
Suamiku jangan taruh handphone di kantong celana ... 80
xix
Mengurangi alat rumah tangga berbahan teflon ... 86
BAB 7 Tuhan, Kapan Saya Hamil? ...89
Ya Allah, kapan saya bisah ... 89
Mendengar komentar yang menyakitkan ... 91
Memutuskan keluar dari apotek Tina ... 94
Teruntuk Ibu ...100
BAB 8 Tuhan Kenapa Dia yang Hamil? ...103
Terjadi gejolak emosi ...103
Tina hamil ...104
Refreshing di Malang ...107
Saat Syie hamil ...111
BAB 9 TuhanKami Mulai Tak Sanggup ...121
Suami ternyata juga rapuh ...121
BAB 10 Ya Allah, Izinkan Kami Memiliki Buah Hati ...131
Tekad bulat berhenti kerja ...131
Berencana adopsi ...137
BAB 11Sabar Itu Nggak Ada Batasnya ...149
Belajar sabar ...149
Fokus memperbaiki pola hidup ...156
Mempersiapkan rencana ke depan ...161
Ya Allah, Izinkan Aku Hamil
xx
BAB 12Apa Pun Kami Lakukan Agar Bisa Hamil ...167
Kopdarnas ke Jakarta ...167
Ikhtiar program hamil di Jakarta ...169
Melanjutkan terapi akupunktur di Surabaya ...172
Mengimbangi dengan usaha lain ...174
BAB 13 Pasrah...181
Mulai belajar ikhlas ...181
Mulai berani bersosialisasi ...187
Meminta doa dan restu kepada orangtua ...191
BAB 14 Nasihat Pernikahan ...195
Beras merah 3 biji dan nasihat dari ibunda Tina ...195
Doa dari tanah suci ...200
Menikmati indahnya pernikahan ...202
Lelah menerpa kembali ...204
BAB 15 Usaha yang Maksimal...211
Belajar memantaskan diri ...211
Membuat bahagia sekitar ...214
Berdoa ...217
Belajar ikhlas ...220
xxi
BAB 16 Mendapati Test Pack Positif ...229
Pertanda awal ...229
Tiba-tiba flek ...236
BAB 17 Subhanallah, Allah Itu Mahabesar ...243
Pengalaman melahirkan ...243
Hamil untuk kedua kalinya ...256
BAB 18 Mengambil Hikmah ...263
Hikmah dari penantian panjang ...263
Selalu berhusnudzon ...272
BAB 19 Amalan Selama Program Hamil...279
Memohon kepada Allah Swt ...279
Bersedekah di jalan Allah Swt ...264
Adab melakukan hubungan suami istri ...265
Sharing amalan dari beberapa teman lainnya ...287
Amalan saat hamil dan setelah melahirkan ...290
Tentang Penulis ...293
Pernikahan yang dianggap
mendadak
Akhirnya setelah sekian lama hari yang kami nanti tiba, kami siap menyebarkan undangan pernikahan kami kepada sanak saudara dan kerabat. Sayangnya niat baik kami tak diiringi dengan kabar baik. Keputusan kami, untuk menyembunyikan rencana pernikahan jauh-jauh hari justru mendapat sam-butan gosip kurang menyenangkan. Kami dianggap menikah terburu-buru karena “telah terjadi sesuatu”. Padahal saat itu tidak sedikit pun kami tergesa-gesa, karena kami sudah mempersiapkan semuanya jauh-jauh hari.
Badan saya yang terhitung bongsor, cukup membuat gosip yang entah awalnya datang dari mana. Awalnya saya masih santai menanggapinya, karena saya tidak mendengar gosip tersebut secara langsung, saya hanya mendengar dari cerita yang disampaikan oleh calon suami saya.
BAB 1
Ya Allah, Izinkan Aku Hamil
2
Menurutnya banyak dari teman-teman maupun te-tangganya yang mempertanyakan alasan kami menikah se-cepat itu. Apalagi ibunya menargetkan calon suami saya menikah di usia 27 tahun. Sedangkan saat itu usianya baru menginjak 24 tahun. Jadi, jika menilik target usia yang sering disampaikan tersebut, wajar saja banyak yang merasa aneh saat mengetahui kami tiba-tiba menyebar undangan tepat dua minggu sebelum hari pernikahan kami. Padahal sejak
awal, niat kami menikah agar terhindar dari fitnah.
“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu
untuk menikah, maka hendaklah dia menikah, karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan.”
(HR. Bukhari)
Selain terhindar dari fitnah, tujuan kami segera meres
mikan hubungan kami ke jenjang pernikahan adalah agar kami merasa tenteram.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu saling membahagiakan dan memberi ketenteraman, dan dijadikan-Nya
3
di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
(QS. Ar-Rum: 21)
Terlepas dari niat dan tujuan kami menikah saat itu, bahkan mungkin tak ada yang tahu bahwa sebenarnya jadwal itu pun sempat mundur satu tahun dari rencana awal pernikahan kami. Saat itu calon suami saya belum diizinkan menikah karena masih terikat OJT (On Job Training). Awalnya orangtua sempat merencanakan pernikahan di bawah tangan untuk kami, sembari menunggu ikatan OJT calon suami selesai. Namun, dari banyak pertimbangan akhirnya kami memilih tetap menikah melalui jalur resmi KUA (secara agama dan negara). Alasannya, ibu saya mengkhawatirkan akan terjadi hal-hal yang “diinginkan” antara saya dan suami.
Seperti kata ibu, yah namanya kalau sudah nikah kan udah resmi secara agama. Nanti kalau ibu larang-larang kamu
ngapa-ngapain ibu juga yang dosa. Tapi, kalau nggak dilarang ibu kok khawatir “kenapa-kenapa”!
“Kenapa-kenapa gimana maksud ibu?” begitu tanya saya. “Ya ibu khawatir saja kamu hamil sebelum resmi mencatatkan pernikahan di KUA, kan bisa berabe. Apa kata tetangga dan saudara-saudara nantinya. Iya yang tahu kamu sudah nikah (siri), lah kalau yang nggak tahu nanti malah
Ya Allah, Izinkan Aku Hamil
4
dikiranya kamu hamil sebelum nikah,” begitu jawab ibu saat itu. “Ih, amit-amit naudzubillahimindzalik,” batin saya.
Tips and Sharing
Menikah di bawah tangan merupakan proses pernikahan yang tidak didaftarkan ke KUA (Kantor Urusan Agama). Biasanya ada banyak alasan mengapa pernikahan tersebut dilakukan. Salah satunya agar proses pernikahan tersebut tidak diketahui oleh pihak-pihak tertentu. Sayangnya meskipun resmi secara agama, tapi proses tersebut dilarang oleh negara, dengan alasan banyak pihak yang dirugikan dengan proses tersebut, salah satunya pihak wanita. Terutama jika pihak lelakinya merupakan lelaki dengan tipe yang tidak memiliki tanggung jawab.
Selain itu jika proses tersebut dilakukan dengan alasan ada instasi terkait yang melarang pernikahan ka rena masih terikat kontrak, maka biasanya rawan me nimbulkan sanksi tegas kepada pasangan ter-sebut. De ngan alasan tersebutlah, maka kebanyakan pa sangan nikah di bawah tangan berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan hubungan suami istri sebagai antisipasi agar tidak hamil. Padahal secara agama sebenarnya pasangan tersebut sudah resmi dan dihalalkan untuk melakukan hal tersebut. Justru bisa menjadi hal yang berdosa jika ada pihak-pihak yang melarang.
Tak sampai di situ, ada beban moral bagi pihak wanita jika ternyata kecolongan harus “hamil duluan” sebelum mereka sempat meresmikan di catatan KUA.
5
Meski secara agama saat itu mereka resmi, hanya lantaran belum dicatatkan ke KUA, bisa jadi mereka mendapat sanksi sosial secara sepihak dari masyarakat sekitar.
Pernah suatu ketika saya mendapat cerita dari seseorang (identitas dirahasiakan). Saat itu dia datang menemui sebuah keluarga dan mengaku bahwa dia adalah anak dari seorang lelaki di keluarga tersebut. Sayangnya saat diminta dokumen resmi yang bisa membuktikan bahwa dia memang benar anak dari lelaki di keluarga tersebut, dia tak bisa menunjukkannya. Sayangnya lelaki yang dimaksud oleh si anak sudah lama tiada. Sehingga keluarga tidak berani mengambil keputusan. Dari pengakuan si anak terungkap bahwa dulu ibunya dinikahi oleh ayahnya hanya secara agama. Sayangnya setelah sang ibu hamil, ayahnya tersebut pergi meninggalkan ibunya. Dari cerita tersebut kita bisa mengambil sudut pandang bahwa pihak wanita dan si anak adalah pihak yang sangat dirugikan karena tidak adanya bukti dokumen yang menguatkan.
Selain itu dengan kondisi pernikahan di bawah tangan, tentu membuat segala bentuk yang berhubungan dengan dokumen keluarga dan anak, menjadi sedikit sulit untuk diurus. Dikhawatirkan hal inilah nantinya yang bisa memengaruhi beban psikologis anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan jalur tanpa melalui catatan sipil, saat tumbuh menjadi remaja. Terutama untuk dokumentasi akta lahir dan kartu keluarga yang sering digunakan untuk mengurus pendaftaran sekolah. Untuk anak-anak dengan tipe kritis dan rasa ingin tahu yang besar, tentu akan merasa down jika mengetahui bahwa bulan kelahirannya tidak terpaut jauh (terpaut tidak sampai genap 9 bulan) dengan bulan pernikahan orangtuanya.
P
enulis adalah lulusan apoteker Universitas Airlangga, Surabaya. Namun atas banyak pertimbangan, penulis memutuskan untuk mendedikasikan diri menjadi apoteker pribadi bagi suami dan anak-anaknya. Demi mencapai kemuliaan bersama keluarga kecilnya, maka penulis ingin membagikan semua cerita yang pernah dilewatinya dalam sebuah tulisan sederhana baik di blog pribadinya maupun dalam sebuah buku.Mimpi dan harapannya, kelak semua yang dituliskannya bisa bermanfaat untuk masyarakat luas. Sehingga pilihan-nya untuk mendedikasikan diri kepada keluarga bisa men-datangkan sebuah kebahagiaan karena dirinya tetap bisa bermanfaat menebarkan kebaikan untuk masyarakat luas. Penulis bisa ditemui melalui,
e-mail: vetyfakhrudin@gmail.com Instagram: @vety_fakhrudin Twitter: @vety_fakhrudin
Ya Allah, Izinkan Aku Hamil
294
Blog pribadi di www.sundulerparents.com yang berisi tentang seluk-beluk kehidupannya menjalani hari-hari
bersama keluarga kecil, serta www.rafifjalanjalan.com yang