• Tidak ada hasil yang ditemukan

KHUSYUK DALAM SHALAT MENURUT ALI ASH-SHABUNI DALAM KITAB ṢAFWAH AT-TAFĀSĪR - STAIN Kudus Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KHUSYUK DALAM SHALAT MENURUT ALI ASH-SHABUNI DALAM KITAB ṢAFWAH AT-TAFĀSĪR - STAIN Kudus Repository"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

32

1. Biografi Muhammad Ali ash-Shabuni

Muhammad Ali ash-Shabuni adalah seorang pemikir baru yang cukup produktif dalam menghasilkan karya tulis, khususnya di bidang tafsir al-Qur‟an (mufassir). Dia adalah seorang profesor di bidang

syari‟ah dan dirasah Islamiyah (Islamic Studies) di Universitas King

Abdul Aziz Makkah al-Mukarramah.1

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali bin Jamil ash-Shabuni. Beliau lahir pada tahun 1930 M, di Syiria tepatnya di kota Halb Syu‟ba (Aleppo) dimana kota ini merupakan tempat ilmu dan para ulama.2 Beliau dilahirkan dari keluarga cendekiawan muslim, orang tuanya merupakan ulama terkemuka di daerahnya. Beliau belajar ilmu-ilmu agama, seperti faroidh, ilmu bahasa arab kepada ayahnya sendiri yaitu Syeh Jamil, beliau menghafal al-Qur‟an di Kuttab pada saat beliau masih sekolah dijenjang Aliyah hingga hafalannya sempurna.

Ali ash-Sabuni memulai belajarnya dari kecil di Suriah, sehingga menamatkan Tsanawiyah (setingkat dengan SMU), itu merupakan akhir belajarnya di Suriah, kemudian ia meneruskan belajarnya di Universitas al-Azhar Mesir, sehingga ia mendapatkan gelar Lc (sama dengan gelar Sarjana/S1) pada tahun 1371 H/ 1952 M. Setelah selesai mendapatkan gelar tersebut Ali ash-Sabuni meneruskan belajarnya di Universitas yang sama sampai mendapatkan gelar Megister pada tahun 1954 M dalam bidang spesialisasi hukum

1

Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: Teras, 2006, hlm. 49.

2

Muhammad „Ali Iyāzī, al-Mufassirūn Hayātuhum wa Manhajuhum, Wizārah

(2)

syar‟i. Ia menjadi utusan dari Kementran Wakaf Suria untuk menyelesaikan al-Dirasah al-„Ulya (sekolah pasca sarjana).3

Memurut penilaian Syaikh Abdullah al-Ḥayyat, Khatib masjid al-Haram dan penasehat kementrian Pengajaran Arab Saudi, ash-Shabuni adalah seorang ulama yang memiliki disiplin ilmu yang beragam. Salah satu cirinya adalah aktivitasnya yang mencolok di bidang ilmu dan pengetahuan. Ia banyak menggunakan kesempatannya berkompetisi dengan waktu untuk menelorkan karya ilmiah yang bermanfaat dan memberi energi pencerahan, yang merupakan buah penelaahan, pembahasan, dan penelitian yang cukup lama. Dalam menuangkan pemikirannya, ash-Shabuni tidak tergesa-gesa dan tidak sekedar mengejar kuantitas karya tertulis semata, namun menekankan bobot ilmiah, kedalam pemahaman, serta mengedepankan kualitas dari karya ilmiah yang dihasilkan, agar mendekati kesempurnaan dan memprioritaskan validitas serta tingkat kebenaran. Sehingga karya-karyanya di lingkungan ulama Islam dianggap memiliki karakter tersendiri bagi seorang pemikir baru. Lebih dari itu, hasil penanya dinilai tidak hanya penting bagi umat Islam dan para pecinta ilmu (intelek) untuk masa-masa yang akan datang.4

2. Karya-karya Muhammad Ali ash-Shabuni

Hingga saat ini karya-karya utama Muhammad Ali ash-Shabuni kurang dikenal oleh masyarakat luas, padahal telah beredar di kalangan dunia Islam, termasuk Indonesia. berikut adalah empat karya beliau yang cukup popular dikenal.5 Yaitu:

a. Ikhtisar tafsīr Ibn Kaīr

Kitab ini merupakan ringkasan kitab tafsir karya Ibnu Kasir. Dalam ringkasan kitab tafsir monumental ini, ash-Shabuni

3 Ibid

, hlm. 507-508

4

Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 49-50.

5

(3)

menempuh metode mauḍu‟i (tematik). Dari upaya inilah, umat Islam dapat membaca tafsir Ibnu Kasir secara mudah, ringkas, dan komprehensif, serta diharapkan para pembaca mampu mencerna kandungan substansinya secara memadai.

b. Rawāi’ al-Bayān f ī Tafsīr Āyat al-Ahkām min al-Qur’ān

Kitab ini berupa tafsir mauḍu‟i (tematik) terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam al-Qur‟an. Dalam arti, dari kitab inilah kaum muslim dapat mengambil rujukan hukum-hukum (masādir al-ahkām), sekaligus sebagai marja‟ al-awwal (rujukan utama), yakni al-Qur‟an. Melalui karya inilah, umat Islam memperoleh banyak informasi dan manfaat, karena dapat mengetahui hukum-hukum positif keagamaan, kemasyarakatan, dan sebagainya. Sehingga umat Islam tidak repot dan pelik dalam memahami

al-Qur‟an secara utuh.

c. Al-Tibyān fi Ulūm al-Qur’ān

Karya ini awalnya merupakan “diktat” utama kuliah bagi kajian tentang ilmu-ilmu al-Qur‟an (Qur‟anic Studies) secara lengkap. Kitab ini disusun dengan sistematika standar ilmiah, penyajian ringkas, dan meliputi sejumlah wacana keilmuan penting dan aktual yang sangat diperlukan bagi proses pendalaman seluk-beluk mengenai al-Qur‟an.

d. Ṣafwah at-Tafāsīr li al-Qur’ān al-Karīm

Kitab ini adalah karya mutakhir ash-Shabuni, dan sekaligus menjadi karya monumentalnya dalam bidang tafsir. Kitab tafsir ini dihimpun dari berbagai kitab tafsir besar secara rinci, ringkas, kronologis, dan sistematis, sehingga menjadi jelas dan lugas.

B. Profil Kitab afwah at-Tafāsīr

1. Seputar Nama Kitab

(4)

terperinci, dengan ringkas, terstruktur, hingga menjadi jelas dan lugas.6 Pemberian nama tersebut dengan harapan dapat menjadi pendorong bagi umat Islam dalam mengantarkan mereka ke arah Sirat al-Mustaqim, dan sekaligus untuk memberi penjelasan langsung, bahwa tafsir ini oleh penulisnya dianggap telah mewakili seluruh tradisi pemikira tafsir al-Qur‟an di dunia Islam. Bahkan secara substansial, oleh penulisnya dianggap mencakup zamannya sendiri, sekaligus melewati zamannya.7 ash-Shabuni berkonsentrasi menyusun kitab Ṣafwah at-Tafāsīr ini sepanjang siang dan malam selama lima tahun lamanya.8

Kitab ini terbit pertama kali untuk umum karena sebelumnya pernah diterbitkan secara limited pada tahun 1416 H/1996 M oleh penerbit Dar al-Fikr Beirut Lebanon, yang terdiri atas tiga jilid tebal (jilid pertama terdiri atas 568 halaman, jilid kedua 552 halaman, dan jilid ketiga 607).9

2. Sumber Penafsiran Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr

Sumber-sumber yang dijadikan rujukan oleh Muhammad Ali ash-Shabuni dalam menulis kitab Ṣafwah at-Tafāsīr yaitu dari pandangan-pandangan ulama kenamaan yang ditulis dalam kitab-kitab tafsir besar yang terpercaya, disertai penelitian yang jeli untuk memilih pendapat yang paling rajih dan benar.10 Pandangan-pandangan yang dihimpunnya bersumber dari kitab-kitab tafsir sebagai berikut:

a. Tafsir al-Tabari b. Tafsir al-Kasysyaf c. Tafsir al-Qurtubi

6

Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, Terj. Yasin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011, hlm. 3.

7

Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58.

8 Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1

, hlm. 4.

9

Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 59.

10

(5)

d. Tafsir al-Alusi e. Tafsir Ibnu Kaṡir f. Tafsir al-Baidawi

g. Tafsir al-Bahr al-Muhit.11

3. Metode Penafsiran Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr

Al-Farmawi, membagi metode tafsir yang selama ini dipakai oleh ulama menjadi empat metode yaitu:

a. Metode tafsir tahlili

b. Metode tafsir ijmali

c. Metode tafsir muqaran

d. Metode tafsir mauḍu‟i.12

Dari pembagian di atas, ash-Shabuni dalam menafsikan kitab Ṣafwah at-Tafāsīr menggunakan metode tahlili. Metode tahlili adalah mengkaji ayat-ayat al-Qur‟an dari segala segi dan maknanya. Seorang pengkaji dengan metode ini menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ayat demi ayat, dan surat demi surat, sesuai dengan urutan Mushaf Utsmany. Dengan demikian ia menguraikan kosa kata, lafadh, arti, sasarannya, dan kandungan ayat, yaitu i‟jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistimbathkan dari ayat, yaitu

hukum fiqih, dalil syar‟i, arti linguistik, akhlak, tauhid, perintah,

larangan, janji, ancaman, haqiqat, majaz, kinayah, isti‟arah, serta menerangkan kaitan antara ayat-ayat relevansi dengan surat sebelumnya dan sesudahnya. Kesemuanya itu senantiasa mengacu pada asbab an-nuzūl ayat, hadits Rasulullah, riwayat sahabat, dan tabi‟in.13

Langkah-langkah yang dilakukan oleh ash-Shabuni dalam menafsirkan al-Qur‟an dalam kitabṢafwah at-Tafāsīr, yaitu:

11

Muhammad Yusuf, Stusi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58.

12 Ma‟mun Mu‟min, Ilmu Tafsir (Dari Ilmu Tafsir Konvensional Sampai Kontrofersial)

, Kudus: STAIN Kudus, 2008, hlm. 189.

13Ibid

(6)

1) Dimulai dengan penjelasan secara global kandungan surat dan penjelasan tujuan yang paling mendasar (maqāsid al-asasiyyah), serta pokok-pokok ajaran yang terkandung di dalamnya.

2) Mencari munasabah (kolerasi) antara ayat yang mendahului dengan ayat-ayat yang senada (koneksitas).

3) Dari segi tata bahasa (gramatika), disertai penjelasan isytiqaq

Bahasa Arab dan yang menguatkannya (syawāhīd).

4) Asbab an-nuzūl terhadap ayat-ayat yang memang memiliki latar belakang.

5) Penafsiran substansial terhadap potongan ayat dan ayat secara utuh.

6) Pemaparan aspek balagiyyah (aspek sastrawi).

7) Memunculkan fawāid dan latāif (faidah-faidah dan esensi) makna ayat.14

4. Corak Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr

Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr ini disusun dengan tartib mushafi, yaitu berdasarkan urutan surat dan ayat dalam Mushaf Usmani, yang terdiri dari 30 juz berisi 144 surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas. Setiap surat diawali dengan basmalah, kecuali surat al-Taubah.

Dalam kitab tafsirnya ini ash-Shabuni memadukan (kompilasi) antara al-ma‟sūr (tekstualitas) dengan al-ma‟qūl (rasionalitas), dan menghimpun sejumlah pendangan ulama kenamaan, dengan kitab-kitab tafsir yang monumental.15

Kitab tafsir ini disusun dengan struktur bahasa (uslub) yang mudah namun tetap ilmiah, alur bahasa yang runtun serta kental dengan aspek-aspek gramatika bahasa dan sastra.16

14 Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1

, hlm. 3-4.

15

Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer, hlm. 58.

16Ibid

(7)

5. Karakteristik Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr

Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr ini memudahkan umat manusia dalam memahami al-Qur‟an, karena dalam menafsirkan al-Qur‟an ash -Shabuni memaparkan dengan jelas dan gamblang, tanpa panjang lebar maupun memaksakan diri dalam menafsirkan al-Qur‟an. Menjelaskan isi al-Qur‟an secara kontekstual yang sesuai dengan zaman modern dan memenuhi kebutuhan kaum muda yang haus akan ilmu pengetahuan tentang kitab suci al-Qur‟an.17

Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, ash-Shabuni lebih banyak menafsirkan berdasarkan pengertian ayat-ayat al-Qur‟an itu sendiri, dan tidak jarang menggunakan pola penafsiran ayat dengan ayat. Kendatipun demikian, penggunaan hadis-hadis Nabi dalam penafsirannya tetap dilakukan, walaupun relatif sedikit. Untuk memperkuat dan membandingkan hasil pemikiran tafsirnya, ash-Shabuni sering mengutip pendapat-pendapat mufassir besar, terutama penafsiran Ibnu Abbas yang cukup mendominasi dan bagi kalangan umat Islam dunia sudah tak asing lagi.18

Dari aspek linguistik, ungkapan yang menjadi pilihan beliau lebih mudah, dan menggunakan struktur kata yang enak diucapkan, tidak njelimet. Sehingga mudah dipahami dan dapat ditangkap makna yang dikandung oleh teks (ayat).19

Karakteristik lain yang muncul dari kitab ini adalah pada saat ingin menjelaskan makna kata dan al-fawāid (faidah-faidah), digunakannya syair-syair yang digubah para penyair, misalnya Abu

al-„Atahiyyah, Hisan, Zaid ibn Nufail, Zahir, dan lain-lain. di samping

juga diperkuat pendapat para pakar keilmuan keislaman, seperti Imam Malik, Ibnu Taimiyah, Hasan al-Banna, al-Wakidi, al-Syatibi dan

17

Muhammad Ali ash-Shabuni, Lihat muqaddimah Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, hlm. 2-3.

18

Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir Kontemporer,hlm. 64.

19Ibid

(8)

sebagainya, dalam rangka memperjelas makna yang dikandung suatu ayat.20

6. Sistematika Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr

Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya, yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Qur‟an sesuai susunannya dalam mushaf al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat, mulai dengan surat al-Fatihah dan di akhiri dengan surat an-Nas, maka secara sistematika tafsir ini menempuh tartib mushhafi.

Kitab ini diawali dengan muqaddimah (pendahuluan) sebanyak tiga halaman, yang di dalamnya dipaparkan dasar pemikiran (latar belakang) ditulisnya kitab ini. Secara lengkapnya dan kronologis berisi tentang:

a. Diawali dengan kalimat pembuka, berupa tahmid (pujian) dan salawat (doa) kepada Nabi Muhammad SAW.

b. Penjelasan tentang keagungan dan keutamaan kitab al-Qur‟an al -Karim.

c. Upaya-upaya ulama dalam mengungkap kandungan al-Qur‟an dengan bangunan Ilmu Tafsir yang telah berhasil mengeksplorasi khazanah keilmuan al-Qur‟an.

d. Memberikan penekanan, bahwa al-Qur‟an sebagai mukjizat yang kekal bagi Nabi Muhammad, yang berisi berbagai pengetahuan dan ilmu, serta misteri dan hikmah yang dikandungnya.

e. Upaya umat Islam untuk megungkap lebih jauh kandungan

al-Qur‟an dari warisan kitab-kitab tafsir para pendahulu dari

berbagai aspek, agar dapat dijadikan pedoman hidup (way ofo life) manusia. Sehingga upaya keras untuk menampilkan penafsiran yang mudah, simpel, dan lugas agar bisa dipahami orang, menjadi obsesinya.

20Ibid

(9)

f. Kegelisahan pribadi ash-Shabuni, karena ia belum menemukan kitab tafsir yang benar-benar dapat memenuhi hajat orang dan kerinduan umat Islam terhadap tafsir yang dapat membantu dalam memahami ayat-ayat al-Qur‟an, sehingga mampu menambah keimanan dan keyakinan, dan pada gilirannya mampu mendorong manusia senantiasa berbuat kebajikan yang diridhai Allah SWT. g. Alasan penamaan kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, sebagaimana yang

telah dikemukakan terdahulu.

h. Kerangka kerja dan langkah-langkah penafsiran, yang pada gilirannya akan dijelaskan kemudian.

i. Situasi penulisan kitab.

j. Ungkapan permohonan ampun kepada Allah, sekaligus harapan kepada-Nya agar kitabnya ini menjadi deposito (jariyah) kebaikan hingga hari kiamat.21

Sistematika penulisan yang dipakai oleh ash-Shabuni dalam kitab Ṣafwah at-Tafāsīr adalah sebagai berikut:

a. Menjelaskan secara global terhadap isi pokok surat.

b. Kesesuaian antara ayat-ayat terdahulu dan ayat-ayat berikutnya. c. Tinjauan bahasa.

d. Asbab an-nuzūl. e. Tafsiran ayat.

f. Aspek ilmu balaqhah (kefasihan dan keindahan). g. Pelajaran.

7. Penilaian Ulama terhadap Kitab Ṣafwah at-Tafāsīr

Secara umum, para ulama dan cendekiawan memberikan penilaian positif terhadap munculnya kitab Ṣafwah at-Tafāsīr, berikut pemikiran-pemikiran yang ada di dalamnya. Tentu saja ini juga sebagian diakibatkan bahwa karya-karya sebelumnya dari ash-Shabuni

21Ibid

(10)

telah memberikan konstribusi yang cukup berarti dalam wacana pengembangan pemikiran dan penafsiran di dunia Islam.22

Syaikh Abi al-Hasan, menyatakan bahwa belum ada tafsir yang menyamai Ṣafwah at-Tafāsīr dengan segala kelebihan dan kemudahan, serta kelengkapan persepektif yang dimilikinya, sehingga penghargaan yang diberikan terhadap kitab ini memang sudah seharusnya diberikan setinggi-tingginya.23

Rasyid ibn Rajih dan Syaikh Abdullah al-Ḥayyat, bahwa dengan kesanggupannya meringkas hampir sejumlah pendapat para mufassir, membuat sangat mudah untuk memahami isi kandungan

al-Qur‟an, langsung pada titik poin maknanya, didukung ungkapan

-ungkapan yang mudah. Dalam hal ini, kitab ini pantas dinobatkan sebagai kitab yang sama sekali baru di bidang tafsir al-Qur‟an.24

C. Khusyuk dalam Shalat menurut Penafsiran Ali ash-Shabuni dalam

Kitab afwah at-Tafāsīr

Allah SWT. telah mensyariatkan kepada para hamba-Nya berbagai macam ibadah. Dengan ibadah itulah diharapkan setiap hamba Allah dapat meraih kekhusyukan badan karena kekhusyukan hati. Di atara ibadah yang disyariatkan Allah adalah shalat. Allah SWT. memuji orang-orang yang mengerjakannya dengan khusyuk.25 Adapun beberapa ayat yang penulis temukan berkenaan dengan tema dimaksud ialah sebagai berikut:

1. QS. al-Mu’minun [23] ayat:1-2























Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.(QS

al-Mu‟minun [23]:1-2)

22Ibid

, hlm. 71.

23

Ibid, hlm. 72.

24Ibid

, hlm. 73.

25

Salim bin Id al-Hilali, Menggapai Khusyuk Menikmati Ibadah, Terj. Ma‟ruf Abdul

(11)

a. Asbab an-nuzūl

Al-Hakim dari Abi Hurairah: Pernah Rasulullah mengerjakan shalat dengan mengangkat (mengarahkan) matanya kearah langit. Makan turunlah surat Al-Mukminun ayat 1-2.

Said bin Manshur dari Ibnu Syirin dengan lafadz: Nabi melirikkan matanya. Ibnu Hatim dari Ibnu Syirin dengan hadits mursal, meceritakan dengan redaksi hadits: para sahabat mengangkat pandangan matanya saat menunaikan shalat, maka turunlah surat Al-Mukminun ayat 1-2.26

b. Kesinambungan Ayat

Ayat-ayat di awal surat al-Mu‟minun membicarakan tentang sifat-sifat seorang mukmin.27 Oleh karenanya mereka berhak mewarisi surga Firdaus yang penuh kenikmatan. Setelah Allah menuturkan bukti-bukti tauhid dalam penciptaan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan serta dalam penciptaan langit, bumi, dan Allah di sini menuturkan beberapa gambaran untuk kafir-kafir Makkah dari orang-orang yang mendustakan di antara umat-umat terdahulu serta siksa yang menimpa mereka. Diawali dengan kisah Nuh As, lalu kisah Hud, lalu kisah Musa versus Fir‟aun, lalu kisah Isa bin Maryam. Semuanya merupakan pelajaran dan peringatan bagi mereka yang mendustakan rasul-rasul dan ayat-ayat Allah.28

c. Penjelasan











Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman.(QS.

al-Mu‟minun [23]: 1)

26

Mohammad as Suyuthi, Terjemah As Babun Nuzul: Sebab-sebab Turun Ayat-ayat

al-Qur‟an, Terj. Rohadi Abu Bakar, Semarang: Wicaksana, 1986, hlm. 273.

27

Abbas Mansur Tamam, Seolah Melihat Allah dalam Shalat, Solo: Aqwam, 2008, hlm. 69.

28 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 3

(12)

Kata َنىُنِمْؤُمْلا َحَلْفَاْدَق (Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman) dalam surat al-Mu‟minun ayat 1 ini menunjukkan pemberitahuan dengan fi‟il maḍi untuk menunjukkan kepastian dan kemantapan.29

Menurut Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya Ṣafwah at-Tafāsīr, “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman

beruntung, bahagia, dan berhasil meraih keinginan orang-orang mukmin yang memiliki sifat-sifat agung berikut ini. Kata

“sesungguhnya” menunjukkan pasti, seakan-akan Allah berfirman:

sesungguhnya telah nyata kesuksesan mereka berkat keimanan dan amal shaleh mereka.30

Khusyuk dalam shalat diperintahkan dan hal tersebut merupakan salah satu syarat perolehan kebahagiaan. Demikian juga ketika QS al-Ma‟un [107]: 4 dan 5 mengencam mereka yang

“lalai” dalam shalatnya dan manilai hal tersebut sebagai salah satu

indikator pendustaan agama/hari kemudian, maka ini juga bisa diartikan sebagai perintah khusyuk.31

Bagi setiap mukmin yang memiliki sifat-sifat agung yang sebagaimana sudah dijelaskan dalam QS al-mu‟minun, mereka akan mendapat keberuntungan dan kebahagiaan dari Allah. Itu semua berkat keimanan dan amal shaleh mereka. Salah satu sifat agung tersebut adalah orang-orang yang mengerjakan shalatnya dengan khusyuk. Sebagaimana firman Allah SWT:













Artinya: (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.(QS. al-Mu‟minun [23]: 2).

29

Ibid, hlm. 547.

30Ibid

, hlm. 542.

31

Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, Jakarta: Lentera Hati,

(13)

Allah menyebut-nyebut kebesaran mereka dan berfirman: “(yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sembahyangnya”, Ibnu

Abbas berkata: khusyuk adalah tenang, maksudnya mereka merendah dan takut ketika shalat kepada kebesaran Allah karena hati mereka dikuasai rasa takut kepada Allah.32

Tuma‟nina (tenang) dalam shalat merupakan salah satu faktor

yang dapat mengantarkan seseorang untuk khusyuk. Khusyuk dalam shalat tidak dapat dihasilkan jika dilakukan dengan tergesa-gesa. Tetapi khusyuk akan diperoleh jika shalat dilaksanakan

dengan tuma‟ninah.33

Khusyuk merupakan hakikat atau ruh dari setiap ibadah, begitupun dalam ibadah shalat. Jadi khusyuk dalam shalat adalah suatu keharusan, karena Allah mengancam orang-orang yang lalai dalam shalatnya sebagaimana disebutkan dalam QS al-Ma‟un.

Sesungguhnya orang-orang khusyuk telah menyambut baik seruan Allah untuk menempuh kehidupan yang baik, sehingga berhak mendapatkan kabar gembira. Barang siapa diberi kabar gembira oleh Allah SWT. Maka dia sama sekali tidak merasa takut dan tidak pula bersedih. Mereka berbahagia dengan apa yang telah disediakan oleh Allah SWT. untuk mereka.34 Antara keberuntungan yang diberikan oleh Allah sebagaimana berikut:

1) Sesungguhnya shalat yang khusyuk mengantar orang masuk surga. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu firman Allah SWT tentang gambaran orang-orang mukmin, misalnya pada ayat yang terdapat dalam surat al-Mu‟minun ayat 2:













32 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 3

, Terj. Yasin, hlm. 543.

33

Misa Abdu, Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyuk, Terj. Jujuk Najibah Ardianingsih, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002, hlm. 83.

34

Salim bin Id al-Hilali, Menggapai Khusyuk Menikmati Ibadah, Terj. Ma‟ruf Abdul

(14)

Artinya:“(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya”.(al-Mu‟minun [23]: 2)

Kemudian Allah mengakhiri pensifatan terhadap mereka dengan firman-Nya:

















Artinya: Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.(QS. al-Mu‟minun [23]: 9)

Menurut ash-Shabuni dalam tafsirnya, ini adalah sifat keenam. Yakni mereka selalu melakukan shalat lima waktu dan menunaikannya pada waktunya. Dalam at-Tashil

disebutkan: kenapa Allah mengulang-ulang shalat pada awal dan akhir? Jawabannya adalah hal itu bukan mengulang-ulang, sebab pertama kali Allah menyebutkan khusyuk dalam shalat dan di sini Allah menyebutkan memelihara shalat. Jadi keduanya berlainan.35

Khusyuk dalam shalat disini mencakup seluruh dimensi kemanusiaan baik itu fisik maupun psikis. Bukan hanya fisik saja yang tunduk merendahkan diri di hadapan Allah SWT, tetapi harus disertai penghayatan dan kehadiran hati, dan shalat itu harus dilaksanakan dengan tuma‟ninah. Sedangkan orang-orang yang memelihara shalatnya disini adalah mereka selalu melaksanakan shalat lima waktu dan memelihara waktunya, yaitu menunaikan shalat pada waktunya tidak mengakhirkan waktu shalat.

Kemudian Allah melanjutkan firman-Nya dengan menjelaskan balasan mereka di akhirat:

35 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 3

(15)

































Artinya: Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.(QS al-Mu‟minun [23]: 10-11)

ash-Shabuni menjelaskan dalam tafsirnya, orang-orang yang memiliki semua sifat agung tersebut adalah orang-orang yang layak untuk mewarisi surga kenikmatan, yang mewarisi surga-surga tinggi dari mana sungai-sungai mengalir. Mereka selama-lamanya di dalam surga dan tidak akan keluar darinya serta tidak ingin beralih darinya.36

Maka Allah akan memberikan pemberian yang pertama kali kepada mereka, berupa kemuliaan, keberuntungan, keabadian, dan surga firdaus baginya. Surga firdaus itulah sebaik-baik tempat bagi orang-orang yang mau memelihara shalatnya.37 Kemudian Allah menjelaskan tentang nasib orang-orang ahli neraka yang tidak mau melakukan shalat, sebagaimana dalam firman-Nya:



























Artinya: "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?, Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.(QS al-Muddatstsir [74]: 42-43)

Neraka saqar tidak membiarkan apapun di dalamnya, kecuali ia hancurkan dan tidak membiarkan siapapun orang jahat, kecuali ia membakarnya. Ibnu Abbas berkata: “saqar

36Ibid

, hlm. 544.

37

(16)

tidak membiarkan sedikitpun darah, daging dan tulang. Jika mereka dikembalikan kepada penciptaan yang baru, maka saqar kembali membakar mereka dengan lebih hebat daripada sebelumnya. Demikian itu berlangsung terus selama-lamanya.38

Shalat merupakan amal ibadah yang memiliki kedudukan paling tinggi, oleh karena itu shalat haruslah dilaksanakan dengan khusyuk. Allah memberikan ancaman bagi mereka yang tidak mau melaksanakan shalat dan orang-orang yang lalai dalam shalatnya. Allah sudah menyediakan neraka bagi mereka dan mereka akan kekal di dalamnya.

2) Kekhusyukan adalah tanda bagi orang-orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Allah SWT menyediakan ampunan dan pahala yang banyak bagi mereka. Kekhusyukan merupakan tanda ketulusan iman, sejatinya keyakinan hubungan dengan Allah Ta‟ala Yang Maha Suci, di samping menjadi tanda eratnya kaitan antara hati dengan anggota-anggota tubuh yang lain, dalam segala hal.39 Oleh karena itu, kepada orang-orang yang beriman, baik laki-laki dan perempuan. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT:

























































































































38 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣ

afwah at-Tafāsīr jilid 5, Terj. Yasin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011, hlm. 552.

39

(17)





































Artinya: Sesungguhnya laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki-laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(QS. al-Ahzab [33]: 35)

Menurut ash-Shabuni ayat di atas menjelaskan bahwa, wanita dan laki-laki sama dalam hal balasan dan pahala. “ laki-laki dan perempuan yang khusyuk”, orang-orang yang takut kepada Allah dan merendahkan diri dengan hati dan anggota badannya. Dan Allah menyiapkan untuk orang-orang yang bertakwa dan taat itu serta memiliki sifat-sifat agung yang sudah disebutkan dalam ayat di atas, pahala paling besar, yaitu surga, di samping penghapus dosa karena perbuatan baik yang mereka lakukan.40

Allah tidak membeda-bedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pahala dan balasan atas amal yang sudah diperbuatnya di dunia. Dan Allah akan memberikan pahala yang besar bagi orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.

Ketika menghadap Tuhan, mereka akan mendapatkan pahala besar dan keridhaan-Nya, yang telah menanti kehadiran mereka, sebagai balasan atas amal kebajikan di dunia.

40 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 4

(18)

Dalam kekhusyukan ada ketaatan kepada Allah. Sehingga, dia akan senantiasa mengawasi seorang hamba yang khusyuk, secara tersembunyi maupun terang-terangan.41

2. QS al-Baqarah [2]: 45-46



























































Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.

a. Asbab an-nuzūl

Ayat ini turun disebabkan sebagian ulama Bani Israil, mereka mengatakan pada kerabat mereka yang masuk Islam, “Tetaplah pada agama Muhammad, agama itu benar.” Mereka menyuruh manusia beriman akan tetapi mereka tidak mau melakukannya.42

b. Kesinambungan ayat

Ayat-ayat ini masih membicarakan Bani Israil. Semua ayat di atas merupakan cemoohan dan kecaman bagi mereka atas kejelekan perbuatan mereka. Bahwasanya mereka menyuruh kebaikan tetapi mereka tidak mengamalkannya, mengajak manusia kepada petunjuk, namun mereka tidak mengikutinya.43

c. Pejelasan

Dari aspek kejiwaan, dalam shalat ada sesuatu yang meringankan penderitaan pelakunya. Sehingga, ia pun memohon

41

Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah Berdasarkan al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Saw, Terj. Joko Suryatno, hlm. 556-557

42 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1

, Terj. Yasin, Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2011, hlm. 80.

43Ibid

(19)

pertolongan, dengan cara mengerjakan shalat.44 Seperti difirmankan oleh Allah SWT:

































Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.(QS. al-Baqarah [2]: 45)

Kata  dalam surat al-Baqarah ayat 45 ini menurut

ash-Shabuni, artinya orang yang tunduk. Aslinya bermakna ketundukan dan merasa hina.45

Menurut Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya, Allah menjelaskan cara mengalahkan hawa nafsu dan syahwat, menghilangkan kecintaan terhadap kekuasaan, dan rakus terhadap harta benda.

Allah berfirman, “Dan mohonlah pertolongan.” Maksudnya,

mintalah pertolongan atas permasalahanmu semua, “dengan sabar dan shalat”. Dengan mengangkat segenap beban pada diri melalui

taklif (beban pelaksanaan syariat), dan dengan shalat yang

merupakan tiang agama. “dan (shalat) itu sungguh berat”,

maksudnya berat pelaksanaannya, “kecuali bagi orang-orang yang

khusyuk”, kecuali bagi orang yang tawaḍuk dan tenang, serta mensucikan dirinya kepada Allah.46 ash-Shabuni juga menjelaskan bahwa iman tidak akan menjadi sempurna tanpa shalat dan karena shalat itu mencakup niat, ucapan, dan perbuatan.47

Maksudnya mintalah pertolongan pada Allah dalam segala hal dengan melaksanakan shalat. Karena shalat merupakan tiang agama dan shalat akan mengangkat semua beban di dunia. Shalat itu

44

Ahmad Umar Hasyim, Menjadi Muslim Kaffah Berdasarkan al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Saw, Terj. Joko Suryatno, hlm. 47.

45

Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, Terj. Yasin, hlm. 79

46Ibid

, hlm. 80.

47

Muhammad Ali ash-Shabuni, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni jilid 1, Terj.

(20)

sungguh berat pelaksanaannya kecuali bagi orang yang khusyuk. Karena shalat itu tidak hanya fisik yang harus tunduk dan merendah diri di hadapan Allah, tetapi shalat haruslah disertai penghayatan dan kehadiran hati. Shalat yang khusyuk juga memberikan kekuatan bagi seorang mukmin dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan di dunia.

Dalam menghadapi hidup ini kesabaran dan shalat merupakan dua hal yang amat mutlak guna meraih sukses, dan keduanya pun tidak gampang dikerjakan kecuali bagi orang yang khusyuk.48 Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah mencercah orang yang tidak khusyuk. tentu yang dimaksud khusyuk dalam ayat ini adalah khusyuk dalam shalat. Kalau khusyuk yang dimaksud adalah diluar shalat, tentu tidak akan ada hubungan dengan berat atau ringannya mengerjakan shalat. Karena Allah mencercah orang yang tidak khusyuk dalam shalatnya.49

Shalat yang hakiki dan yang dikehendaki oleh Islam akan dapat memberikan kekuatan kepada seorang mukmin dalam menghadapi kesulitan dan penderitaan hidup di dunia. Dalam shalat, seorang mukmin dapat mencurahkan seluruh kegelisahan dan kesedihan kepada Tuhannya dan memohon dibukanya pintu rahmat serta diturunkannya pertolongan.50 Sebagaimana firman Allah SWT:

































Artinya: Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus.(QS. al-Fatihah [1]: 5-6)

48

Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, hlm. 113. 49

Abbas Mansur Tamam, Seolah Melihat Allah dalam Shalat, hlm. 69.

50

(21)

Ali ash-Shabuni menjelaskan dalam tafsirnya, maksud dari ayat ini adalah, kami mengkhususkan ibadah ini kepada Engkau wahai Allah, dan kami mengkhususkan permintaan tolong kepada Engkau semata. Kami sekali-kali tidak akan menyembah selain Engkau. Hanya kepada Engkau kami tunduk, menyerah dan khusyuk. Hanya Engkau Tuhan yang kami mintai tolong atas dasar ketaatan dan ridha-Mu. Engkau yang berhak atas segala kemuliaan dan keagungan. Tiada seorang pun yang mampu memberikan pertolongan selain Engkau.51

Buah khusyuk dan menghadap kepada Allah SWT. dalam shalat dapat menolong seseorang menyelesaikan problem-problem dalam kehidupannya.52 Rasa ringan dalam mendirikan shalat itu akan terjadi ketika shalat disertai dengan ketawaḍuan, ketenangan dalam menjalankan ibadah, dan merendahkan diri karena takut kepada Allah. Penghayatan ini akan hadir ketika sadar bahwa dia akan dikembalikan kepada Allah.53

Sesungguhnya keyakinan akan berjumpa dengan Allah SWT dan bahwa segala persoalan akan dikembalikan kepada-Nya semata adalah tolok ukur ketakwaan dan kekhusyukan. Demikian itu karena kekhusyukan menciptakan ketenangan. Dengan ketenangan itu semua masalah bisa dilihat secara jernih dan akurat.

Ketika itulah jiwa yang merenung akan mendapatkan bahwa tiada yang paling indah dalam wujud ini selain membayangkan berjumpa dengan Allah SWT Dzat yang Mahakasih dan Maha Pemberi balasan amal semua manusia. Tidak ada seorang pun yang berakal sehat enggan mencari dan menggapainya.54

51 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1

, Terj. Yasin, hlm. 13.

52

Misa Abduh, Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyuk, Terj. Jujuk Najibah Ardianingsih, hlm. 53.

53

Abbas Mansur Tamam, Seolah Melihat Allah dalam Shalat, hlm. 124.

54

Salim bin Id al-Hilali, Menggapai Khusyuk Menikmati Ibadah, Terj. Ma‟ruf Abdul

(22)

Jiwa harus dipersiapkan untuk meraih khusyuk dan salah satu persiapan yang paling penting dijelaskan oleh lanjutan ayat di atas yang menyatakan bahwa:



























Artinya: (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.(QS. al-Baqarah [2]: 46)

Ali ash-Shabuni menjelaskan dalam tafsirnya, Mereka adalah “orang-orang yang meyakini”, maksudnya yang berkeyakinan

penuh, tidak memiliki keraguan. “bahwa mereka akan menemui

Tuhannya”, mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka pada hari

Kiamat, lalu mereka mendapat balasan atas amal-amalnya. “Dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” Allah adalah tempat kembali mereka di Hari Kiamat kelak.55 Kata َنىُّنُظَي di atas bermakna keyakinan bukan keraguan. Banyak penggunaan kata ẓann dengan makna yakin.56

Orang yang khusyuk dalam shalatnya adalah mereka berkeyakinan penuh bahwa mereka akan menemui Tuhannya tanpa memiliki keraguan. Mereka semua akan kembali kepada Allah, dan mereka akan mendapat balasan atas semua amal perbuatan mereka selama di dunia.

Menemui Tuhan dan kembali kepada-Nya berarti akan wafat dan menemui ganjaran atau siksa-Nya. Jika demikian, kekhusyukan dapat diperoleh dengan menggambarkan tentang ganjaran atau siksa yang menanti setelah kematian. Sementara imam shalat berucap shallū shalāt muwādi‟ (shalatlah sebagaimana shalatnya seseorang yang segera akan berpisah dengan kehidupan dunia). Ucapan di tujukan kepada dirinya dan para makmum agar

55

Muhammad Ali ash-Shabuni,Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1, Terj. Yasin, hlm. 80.

56Ibid

(23)

membayangkan kematian. Sebagian pengamal tasawuf memberi

nasehat: “Bayangkanlah ketika anda berdiri untuk shalat bahwa di

sebelah kanan dan kiri anda surga dan neraka, di belakang anda malaikat maut sedang menanti selesainya shalat anda untuk mencabut ruh anda, dan di hadapan anda hadir kebesaran Allah.” Jika itu yang anda bayangkan, pastilah anda akan meraih khusyuk, tunduk patuh kepada Tuhan mengharapkan surga dan ridha-Nya dan takut akan neraka dan murka-Nya.57

3. QS al-Baqarah [2]: 238





























Artinya: Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.(QS al-Baqarah [2]: 238)

a. Asbab an-nuzūl

Imam yang enam dan lainnya menceritakan dari Zaid bin Arqam, berkata: Kami berbicang-bincang saat mana Nabi SAW. sedang menunaikan shalat. Seorang laki-laki malah mengajak bicara kawannya yang sedang shalat. Lalu turun ayat tersebut di atas. Setelah itu Nabi SAW. memerintahkan agar tenang dan mencegah berbicara.

Ibnu Jarir menceritakan dari Mujahid, berkata: Para sahabat berbicara saat mereka shalat, maka ada yang memerintahkan kawannya untuk suatu keperluan. Lalu turunlah surat al-Baqarah ayat 238 ini.58

b. Kesinambungan Ayat

Ayat-ayat mengenai keharusan menjaga shalat diletakkan di tengah-tengah antara ayat-ayat yang berkaitan dengan

57

Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, hlm. 114-115. 58

Mohammad as Suyuthi, Terjemah as Babun Nuzul: Sebab-sebab Turun Ayat-ayat

(24)

hukum keluarga dan relasi suami-istri ketika bercerai atau berpisah. Terdapat hikmah dibalik peletakan ini, yaitu sesungguhnya ketika Allah memerintahkan untuk memberi ampunan, toleransi dan tidak melupakan kebaikan suami-istri setelah bercerai, setelah itu Allah menerangkan perintah shalat. Sebab shalat merupakan sarana paling baik untuk melupakan kegelisahan duniawi. Oleh karenanya, jika Rasulullah SAW ditimpa kegelisahan, beliau bergegas melakukan shalat. Bercerai memunculkan permusuhan dan dendam, dan shalat mengajak berbuat kebajikan, toleransi dan menghindarkan dari keji dan mungkar. Karenanya, shalat adalah sebaik-baik cara untuk mendidik jiwa manusia.59

c. Penjelasan





























Artinya: Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.(QS. al-Baqarah [2]: 238)

Ada dua kalimat yang perlu dipahami dari ayat di atas.

Pertama, kalimat “hāfiẓū” menurut ash-Shabuni, artinya kontinu

dalam melaksanakan sesuatu, dan melakukan sesuatu secara terus-menerus. Kedua, kalimat “qānitīn”, qunut menurut bahasa adalah terus-menerus terhadap sesuatu. Dalam al-Qur‟an Allah mengkhususkan qunut bermakna: terus-menerus dalam ketaatan dengan tunduk, patuh dan khusyuk.60

Ayat di atas menerangkan untuk melaksanakan shalat secara rutin dan terus-menerus dalam ketaatan dengan tunduk patuh dan khusyuk dalam shalat.

Berdiri dalam shalat adalah rukun shalat yang terlama. Oleh karena itu, shalat disebut juga dengan qiyam (berdiri). Hal ini

59 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1

, Terj. Yasin, hlm. 316-317.

60Ibid

(25)

merupakan penyebutan karena taghlib (mayoritas), karena kebanyakan shalat adalah qiyam, sehingga disebut qiyam.

Sebagian besar waktu shalat dilakukan dengan berdiri. Di dalamnya banyak terdapat zikir, doa, dan tahmid yang dimulai dengan takbir, doa iftitah, ta‟awwuż, membaca al-Fatihah dan membaca sebagian al-Qur‟an. Jika seorang yang shalat berhasil menghadirkan khusyuknya pada rukun berdiri ini, ia akan menang dalam shalatnya secara keseluruhan. Sebab bisikan terdapat pada saat berdiri, hal itu karena ia rukun paling lama dikerjakan.61

Allah tidak meremehkan hisabnya shalat seorang hamba. Shalat merupakan amal pertama kali yang dihisab pada hari kiamat. Jika ia melaksanakan shalat dan memeliharanya berarti ia selamat dari ketakutan yang luar biasa, dari siksa neraka dan hisabnya akan ringan.62 Jika shalat merupakan salah satu dari bentuk ibadah kepada Allah SWT, maka mestinya dalam ibadah shalat itu harus mengandung keikhlasan amal yang ditujukan hanya kepada Allah SWT.63

Menurut Ali ash-Shabuni dalam tafsirnya maksud ayat di atas adalah, peliharalah dan lakukan shalat secara rutin, wahai orang-orang beriman, terutama shalat Ashar. Sesungguhnya malaikat menyaksikannya. Terus meneruslah melakukan ibadah dan berada dalam ketaatan, dengan khusyuk dan tunduk. Maksudnya, dirikanlah shalatmu karena Allah dengan khusyuk.64

Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Ma‟arij ayat 19-23:

61 Mu‟min Fathi al-Haddad, Perbarui Shalat Anda

, Terj. Ahmad Syakirin, Solo: AQWAM, 2007, hlm. 48-49.

62

Misa Abduh, Menjernihkan Batin dengan Shalat Khusyuk, Terj. Jujuk Najibah Ardianingsih, hlm. 180.

63Ibid

, hlm. 10.

64 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 1

(26)























































Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya.(QS al-Ma‟arij [70]: 19-23)

Menurut Ibnu Taimiyah, kata da‟im dalam ayat itu ditafsirkan oleh kaum salaf dalam arti menjaga waktunya, konsisten dalam mengerjakannya, dan dengan hatinya yang senang. Secara tektual,

dawam diartikan sebagai kontinu. Dan istilah kontinu bisa dipahami dalam dua konteks:

Pertama, dalam konteks waktu. Orang yang kontinu dalam melaksanakan shalat berarti tidak pernah ada waktu shalat yang terlewatkan. Setiap tiba waktunya, ia mengerjakannya.

Kedua, dalam konteks satu pekerjaan shalat. Dalam arti tidak boleh lengah ketika mengerjakan shalat. Lengah dapat membuat pekerjaan yang dilakukan tidak berkesinambungan. Seolah-olah diselangi oleh pekerjaan sampingan lain selain shalat. Shalat yang kontinu mengandung arti tuma‟ninah dan sakinah. Dalam arti, ada dua sisi yang harus terlibat dalam kontinutas shalat. Secara fisik harus tertib dan tenang dan secara psikis harus disertai dengan perasaan tentram. Dan inilah yang disebut khusyuk.65

Menurut ash-Shabuni, kata اًعىُلَه dalam ayat di atas artinya banyak mengeluh dan bosan. Abu Ubaidah berkata: “yaitu orang yang jika menerima kebaikan tidak bersyukur, jika tertimpa nasib

buruk tidak sabar”.66

65

Abbas Mansur Tamam, Seolah Melihat Allah dalam Shalat, hlm. 68.

66

(27)

Dalam surat al-Ma‟arij ayat 20 dan 21 di atas terdapat perbandingan yang lembut, اًعوُزَجُّرَّشلا ُهَّسَم اَذِإ (Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah). Allah membandingkan dengan firman اًعىُنَمُرْيَخلا ُه َّسَماَذِإَو (dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir).67

Ali ash-Shabuni mengutip pendapat Ibnu Kiisan beliau

berkata: “Allah menciptakan manusia cenderung mencintai apa

yang menyenangkannya dan menghindar lari dari apa yang dia benci. Namun Allah menyuruhnya beribadah, menginfakkan apa yang dia sukai dan bersabar atas apa yang dia benci.”

Allah mengecualikan orang yang shalat dari kalangan manusia yang memiliki sifat mengeluh kikir. Ini dikarenakan, shalat mendorong mereka hanya sedikit memperdulikan urusan duniawi, sehingga mereka tidak mengeluh jika tertimpa keburukan dan tidak kikir ketika memperoleh kebaikan. Mereka senantiasa menunaikan shalat dan tidak ada hal yang mengganggu dalam hal itu. Itu disebabkan jiwa mereka jernih dari keruhnya kehidupan karena mereka mengharapkan anugrah Allah.68

Orang mukmin yang diberi taufik oleh Allah untuk membersihkan jiwa dari sifat keluh kesah yang tercelah. Mereka memenuhi syarat-syarat shalat, menjaga etikanya, terutama kekhusyukan, tadabur dan muraqabah. Jika tidak, maka shalat hanya gerakan lahir yang tidak ada buahnya. Faedah shalat adalah menjauhi hal-hal yang haram. Shalat adalah tiang Islam sehingga sangat ditekankan. Karenanya, disebutkan di permulaan di antara sifat-sifat terpuji dan diulang lagi di bagian akhir agar dipahami kedudukannya yang amat penting dalam rukun Islam. al-Qurthubi

berkata, “pada permulaan, Allah berfirman, “yang mereka itu tetap

mengerjakan shalatnya” dan pada penutupnya Allah berfirman al

67Ibid

, hlm. 488.

68 Ibid

(28)

Ma‟arij ayat 33 “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.

Maksudnya, tetap mengerjakan, selalu melakukannya dan tidak dilalaikan oleh apapun. Sedangkan maksud memeliharanya adalah menyempurnakan wudhu, memperhatikan waktunya, menunaikan rukunnya, menyempurnakan shalat dengan sunnah-sunnah dan etikanya dan menjaganya dari terhapusnya pahala shalat karena perbuatan dosa. Maksud “tetap mengerjakan shalat” terkait dengan penilaiannya pekerjaan shalat itu sendiri, sedangkan “memelihara shalat” terkait dengan sifat dan etika serta yang terkait kesempurnaan shalat.69

Orang yang melaksanakan shalatnya dengan khusyuk akan menjauhkan mereka dari sifat mengeluh dan kikir, karena mereka hanya sedikit memperdulikan urusan duniawi, karena dia hanya ingin mengharapkan riḍa dari Allah SWT. Shalat yang tidak dilaksanakan dengan khusyuk, maka shalat itu hanya gerakan lahir saja

dan tidak ada faedahnya.

Orang yang menzalimi diri sendiri adalah ia melakukan shalat dengan ala kadarnya sekedar untuk melepaskan kewajiban.70 Orang ini tegas digolongkan sebagai orang yang menzalimi dirinya sendiri, sebagaimana orang yang lalai dalam shalatnya.71 Ia mendapatkan ancaman keras dari Allah sebagai orang yang celaka, sebagiamana dalam firman-Nya:

























Artinya: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.(QS al-Ma‟un [107]: 4-5)

Di sini َهيِّلَصُمْلِّل ٌلْيَىَف isim ḍahir ditempatkan pada tempat isim

ḍamir مهل ليىف agar lebih mencela, sebab di samping mendustakan,

69Ibid

, hlm. 485.

70

Abbas Mansur Tamam, Seolah Melihat Allah dalam Shalat, hlm. 53.

71Ibid

(29)

mereka lupa dari shalat.72 Kata َنىُهاَس artinya tidak melakukan sesuatu karena lupa.73

Ali ash-Shabuni menjelaskan dalam tafsirnya, kehancuran dan siksa adalah untuk orang-orang shalat yang munafik yang memiliki sifat-sifat buruk ini: mereka lupa akan shalat mereka dengan mengakhirkannya dari waktunya dengan meremehkannya. Ibnu Abbas berkata, “dia adalah orang yang jika shalat tidak mengharapkan pahalanya dan jika tidak shalat dia tidak takut siksanya.” Abu Aliyah berkata, “mereka tidak shalat pada waktunya, tidak rukuk dan sujud dengan sempurna.” Nabi pernah ditanya tentang ayat ini dan beliau menjawab, “mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya.” Ulama

tafsir berkata, “firman Allah dalam ayat ini menggunakan

هَعmenunjukkan, bahwa ayat ini untuk orang munafik. Itulah sebabnya sebagian ulama salaf berkata, “Segala puji bagi Allah yang berfirman ْمِهِتَلاَص هَع dan tidak berfirman مهتلاص يف(dalam shalatnya). Seandainya Allah bersabda مهتلاص يف, tentu sasarannya kaum muslimin. Mukmin kadang lupa dalam shalatnya. Perbedaan lupanya orang mukmin dan lupanya orang munafik adalah jelas. Lupanya munafik adalah lupa meninggalkan dan sedikit peduli terhadap shalat, sehingga dia tidak ingat shalat dan dia sibuk menjalankan aktifitas lain. Sedangkan mukmin jika lupa dalam shalatnya, dia segera membenahinya dan menambalnya dengan sujud sahwi.74

Allah memberikan ancaman bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya, yaitu mereka yang lupa akan shalatnya, meremehkan shalatnya, dan yang mengakhirkan dari waktunya. Karena orang yang khusyuk dalam shalatnya adalah mereka tawaḍuk , dan mereka menjaga waktu shalat.

72 Muhammad Ali ash-Shabuni, Ṣafwah at-Tafāsīr jilid 5

, Terj. Yasin, hlm. 825.

73Ibid

, hlm. 823.

74Ibid

(30)

Allah SWT juga melarang mengerjakan shalat bagi orang yang sedang mabuk, sebagaimana firman Allah SWT:











































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.(QS. an-Nisa‟ [4]: 43).

ash-Shabuni menjelaskan dalam tafsirnya, alasan larangan

dengan “Hingga kamu menyadari apa yang kamu ucapkan” itu,

adalah merupakan isyarat yang lembut sekali, yang menunjukkan, bahwa seharusnya orang yang shalat itu dengan khusyuk dan mengerti apa yang dibacanya, baik ayat, dzikir, tahmid dan tasbihnya. Lalu Allah SWT melarang orang-orang yang sedang mabuk itu untuk mengerjakan shalat, karena mereka itu sedang kehilangan kesadaran, sehingga tidak dapat mengerti apa yang dibacanya. Kalau orang yang shalat mengosongkan dirinya dari kesibukan duniawi itu tidak lagi mengetahui sudah berapa raka‟at ia shalat dan apa yang ia baca, maka orang semacam itu tidak ubahnya orang yang sedang mabuk. Oleh karena itu sebagian

ulama ada yang menafsirkan kata “mabuk” itu ialah mabuk karena

tidur dan ngantuk. Inilah yang cocok dengan ma‟nanya.75

Ayat-ayat Allah SWT. di atas mengencam orang-orang yang merasa keberatan terhadap agama yang dicintai Allah SWT. kecaman hanya didapat oleh orang-orang yang meninggalkan kewajiban atau yang mengerjakan perbuatan yang haram. Apabila orang-orang yang tidak khusyuk dikecam, itu jelas menunjukkan khusyuk dalam shalat itu suatu keharusan.76

75

Muhammad Ali ash-Shabuni, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni jilid 1, Terj. Mu‟ammal Hamidy dan Imron A. Manan, hlm. 420.

76

Salim bin Id al-Hilali, Menggapai Khusyuk Menikmati Ibadah, Terj. Ma‟ruf Abdul

(31)

D. Manfaat Khusyuk dalam Shalat menurut Ali ash-Shabuni

Shalat adalah media komunikasi seorang hamba dengan Allah SWT. dengan shalat hati manusia dapat merasakan kedamaian dan ketentraman, sehingga terciptanya kekhusyukan anggota badan, pikiran, dan gerakan.77 Orang yang bisa mencapai khusyuk dalam shalatnya, insya Allah ia akan dapat merasakan manfaat pada dirinya. Sebab khusyuk mempunyai pengaruh yang besar dan kuat bagi jiwa seseorang.78

Khusyuk memiliki sejumlah dampak positif terhadap ibadah dan pribadi hamba. Dan dampak-dampak positif tersebut adalah sebagai berikut:

1. Membersihkan pikiran dan perbuatan

Pada hakikatnya manusia tidak dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan memperoleh keridlaan-Nya selama dia kotor jiwa, pikiran dan perbuatannya. Apabila dia ingin bertakarrub dan mendapat keridlaan-Nya, haruslah ia membersihkan dirinya dari pekerjaan-pekerjaan tercela dan sifat-sifat jahat.79 Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:



























Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.(QS. al-A‟la [87]: 14-15)

Menurut ash-Shabuni ayat di atas menjelaskan, sangat beruntung orang yang mensucikan dirinya dengan iman dan mengikhlaskan amal perbuatannya karena Allah. Dia berharap keagungan Tuhannya dan

77Ibid

, hlm. 49-50.

78

Imam Musbikin, Rahasia Shalat Bagi Penyembuhan Fisik dan Psikis, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003, hlm. 57.

79

(32)

kebesaran-Nya, lalu dia shalat dengan khusyuk untuk mentaati perintah-Nya.80

Menjalankan ibadah shalat, perlu dilandasi dengan hati yang ikhlas dan khusyuk. Hal ini agar ibadah yang dilakukan dapat memperoleh nilai ibadah yang tinggi sekaligus mendatangkan manfaat yang positif.81

Jadi shalat itu adalah suatu cara untuk membersihkan diri. Karena membiasakan shalat itu berarti mendidik hati dan pikiran seseorang untuk membangkitkan dan menggerakkan amal kebaikan, mendorong dan memberikan semangat untuk beramal baik, melarang dan mempertakuti untuk berbuat jahat.82

Ketika melakukan shalat pikirannya selalu diingatkan akan pengawasan Allah SWT terhadap segala amal perbuatan. Ia selalu diingatkan akan kemurahan-kemurahan dan nikmat-nikmat Allah yang wajib disyukuri. Maka tidak patut ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak Allah.83 Sebagaimana Firman Allah SWT:





























































Artinya: Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhn

Referensi

Dokumen terkait

Koordinator Penyuluh Kecamatan sebagai dasar pengesahan Kelompok Tani bersangkutan oleh Perangkat Daerah yang membidangi penyuluhan.. setelah itu baru ditetapkan Kelompok Tani

Dan variabel kepribadian menjadi variabel yang memiliki pengaruh terkecil pada keputusan pembelian produk roll cake talas maka dengan diketahuinya hasil penelitian

Manfaat praktis bagi siswa yaitu penelitian ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif, kreatif, dan mempunyai inisiatif sendiri dalam kegiatan pembelajaran;

[r]

K dengan hiperglikemia terjadi gangguan infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis dan kurang pengetahuan tentang proses

Kendala-kendala yang dihadapi oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kabupaten Agam dalam penegakan hukum terhadap pungutan liar pada Pengujian

Model berskala ialah model bahan yang diperbuat dalam saiz yang sama besar dengan benda asal ataupun dalam saiz yang lebih kecil dengan berpandukan kepada skala pembesaran

materi inti tersebut, bagian ini juga diintegrasikan dengan bagian latihan empat aspek berbahasa. Penentuan dan perincian materi ini didasarkan pada kompetensi yang