• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Masalah

Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan terutama pada organ paru, pembuluh darah, jantung dan ginjal (Sakai et al., 1996). Di Amerika Serikat fibrosis dihubungkan dengan sekitar 45% kematian (Wynn, 2004). Ginjal adalah salah satu organ yang sering mengalami fibrosis, ditandai dengan pembentukan jaringan parut karena deposisi, kontraksi dan produksi berlebihan matriks ekstrasel. Proses pembentukan fibrosis berjalan selama beberapa bulan hingga beberapa tahun, fibrosis ginjal yang tidak diatasi merupakan penyebab utama CKD (Chronic Kidney Disease) yang berakhir dengan ESRD (End Stage Renal Disease) serta kematian. Transplantasi organ adalah tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaiki keadaan ESRD, namun organ transplantasi yang dibutuhkan sangat sulit didapat sehingga pasien seringkali meninggal sebelum mendapatkan organ yang cocok (Asakura et al., 1999; Leaks dan Abraham, 2004; Bartram dan Speer, 2004).

Berdasarkan laporan tahunan dari United States Renal Data System 2010 sebanyak 547. 982 orang hidup dengan ESRD dan 165. 639 orang hidup dengan transplantasi ginjal akibat gagal ginjal dan penurunan fungsi ginjal. Biaya untuk program terapi ESRD meningkat hingga 39. 6 milyar dolar pertahun yaitu sekitar 5,9% dari total pembiayaan kesehatan dan setiap tahun semakin meningkat. Sejak lama diketahui bahwa konsumsi garam yang berlebihan dapat menyebabkan CKD karena mendorong perkembangan

(2)

fibrosis pada glomerulus dan tubulus (Hovater dan Sanders, 2012). Survei dari National Health and Nutrition Examination Survei (NHANES) melaporkan bahwa 10% dari masyarakat yang disurvei mendapatkan anjuran untuk mengurangi konsumsi garam namun hanya 5,5% melakukan pembatasan konsumsi garam (Gunn et al., 2010; Collins et al., 2011). Menurut Departemen Kesehatan RI (2007) konsumsi garam orang Indonesia rata-rata 15 g perhari sedangkan pedoman diet yang dikeluarkan oleh Word Health Organization (WHO) konsumsi garam maksimal adalah 5 g atau satu sendok teh perhari. Data ini menunjukkan bahwa konsumsi garam masyarakat indonesia rata-rata tiga kali lebih banyak dari yang direkomendasikan oleh WHO. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (2010) penduduk Indonesia yang berusia diatas 10 tahun mengkonsumsi lebih dari 1 kali makanan asin setiap hari.

Efek merusak NaCl telah diketahui sejak 100 tahun terakhir. Dokter di Perancis adalah orang pertama yang melakukan pembatasan air dan garam bagi pasien hipertensi di awal 1900-an. Di negara lain seperti Jerman terapi pembatasan air dan garam masih mendapatkan pertentangan karena berdasarkan penelitian keberhasilan terapi ini tidak dapat dibuktikan. Hingga tahun 1920 penelitian mengenai pembatasan garam kembali dilakukan. Pada tahun 1940 menjadi populer karena pembatasan garam sebanyak 0,25-0,4 g perhari pada diet penyakit ginjal dan hipertensi berhasil dilakukan oleh Dr. Kepner. Percobaan laboratorium yang lebih spesifik terhadap efek garam pada ginjal menggambarkan tingginya tingkat gagal ginjal dan hipertensi pada tikus

(3)

albino, pembatasan garam ternyata dapat meningkatkan masa hidup tikus (Meneely et al., 1952; Tucker et al., 1957).

Penelitian awal yang dilakukan oleh Ying dan Sanders (1998) menunjukkan bahwa pemberian suplementasi NaCl 8% pada hewan coba dapat meningkatkan kadar TGF-β1 glomerulus dan tubulus ginjal. Peningkatan ini terjadi secara signifikan satu hari setelah pemberian tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa efek garam di pembuluh darah lebih kompleks dari hanya meningkatnya tekanan darah saja. Penelitian Yu et al. (1998) dengan pemberian suplementasi NaCl 8% selama 8 minggu, dapat meningkatkan kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen pada ginjal, ventrikel kiri dan intramiokardial arteri tanpa ada peningkatan tekanan darah yang signifikan.

Famili TGF-β merupakan sitokin yang terdapat di seluruh tubuh, multifungsi dan penting untuk bertahan hidup, namun jika berada dalam jumlah besar sinyal dari TGF-β akan menyebabkan fibrosis. TGF-β1 adalah mediator kunci sitokin profibrosis yang berperan terhadap kerusakan glomerulus, tubulointerstisial dan fibrosis ginjal. Fibrogenesis ginjal berlebihan merupakan proses yang mengawali terjadinya fibrosis ginjal yang selanjutnya akan meningkat menjadi penyakit gagal ginjal kronis (Botinger dan Bitzer, 2002; Leask dan Abraham, 2004). Gambaran klasik sinyal TGF-β pada penyakit ginjal adalah dengan mengaktifkan reseptor serin/treonin kinase (RS/TK) yang akan merangsang fosforilasi protein Smad 2/3 (R Smad). Protein R Smad akan membentuk kompleks dengan Co Smad di sitosol. Kompleks

(4)

tersebut akan pindah ke inti sel lalu berikatan dengan reseptor inti dan merekrut faktor transkripsi, selanjutnya akan terjadi proses transkripsi gen yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel, diferensiasi sel dan pembentukan matriks ektrasel termasuk kolagen. Mekanisme inilah yang mendasari terjadinya fibrosis pada ginjal (Hovater dan Sanders, 2012; Rotman et al., 2010).

Kuersetin merupakan kelompok senyawa flovanol dari 6 subkelas senyawa flavonoid. Flavonoid adalah kelompok senyawa pada tanaman yang memiliki struktur molekul flavon yang sama. Kuersetin memiliki efek antioksidan, menghambat protein kinase, menghambat DNA topoisomerase dan meregulasi ekspresi gen ( Moskaug et al., 2004). Pada penelitian Yan et al. (2013) didapatkan hasil bahwa kuersetin 10mg/kgBB paling dapat menghambat pembesaran jantung melalui peningkatan ekspresi PPAR-γ dan penghambatan jalur sinyal AP-1. Hasil uji histopatologi juga menunjukkan bahwa pada tikus Spontaneus Hypersensitive Rats (SHR) yang diberi terapi kuersetin 10mg/kgBB memiliki volum kolagen yang paling rendah. Phan et al. (2004) menyatakan bahwa kuersetin dapat mensupresi TGF-β, ekspresi TGF-β reseptor 1 dan 2 serta menurunkan ekspresi basal Smad2, Smad3 dan Smad4. Selain itu pemberian kuersetin dapat menghambat fosforilasi Smad2, Smad3 dan Smad4 serta pembentukan kompleks Smad2-3-4 pada kultur keloid fibroblas. Penelitian Kawai et al. (2009) pada tikus C57BL/6J yang merupakan tikus model renal interstisial fibrosis yang diberikan terapi PPAR-γ agonis

(5)

yaitu thiazolidinedion didapatkan hasil terjadi penurunan kadar TGF-β secara signifikan.

Pemberian kuersetin diharapkan dapat memberikan wacana baru penggunaan senyawa flavonoid dalam melindungi ginjal terhadap fibrosis karena asupan garam yang berlebihan. Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis perlu meneliti pengaruh pemberian kuersetin sebagai renoprotektif terhadap fibrosis dengan mengukur kadar TGF-β dan fraksi volum kolagen sebagai penanda adanya perkembangan fibrosis pada ginjal.

I. 2. Perumusan Masalah

Fibrosis ginjal merupakan proses utama yang mengawali perkembangan CKD (Chronic Kidney Disease) menjadi ESRD (End Stage Renal Disease). Pada kondisi ESRD ginjal sudah tidak dapat lagi menjalankan fungsinya hingga dibutuhkan terapi pengganti ginjal seperti dialisis dan transplantasi. Konsumsi garam berlebihan merupakan salah satu penyebab fibrosis dengan merangsang peningkatan TGF-β1 sehingga mengaktifkan transkripsi gen yang menyebabkan proliferasi sel, diferensiasi sel dan pembentukan matriks ektrasel. Semua proses tersebut berkontribusi pada produksi kolagen dan matriks ekstra sel yang berlebihan. Kuersetin yang merupakan senyawa flavonoid yang banyak terdapat ditumbuhan yang diperkirakan memiliki efek proteksi terhadap fibrosis ginjal dengan menghambat peningkatan kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen. Sehingga dari uraian tersebut menimbulkan pertanyaan penelitian, antara lain:

(6)

1. Apakah kadar TGF-β1 pada jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% serta diberi kuersetin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, 10 mg/kgBB/hari dan 20 mg/kgBB/hari akan lebih rendah daripada kadar TGF-β1 pada jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang hanya diinduksi NaCl 8% ?

2. Apakah fraksi volum kolagen pada jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% serta diberi kuersetin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, 10 mg/kgBB/hari dan 20 mg/kgBB/hari akan lebih rendah daripada fraksi volum kolagen pada jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang hanya diinduksi NaCl 8% ?

3. Apakah terdapat hubungan positif antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen di jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% setelah pemberian kuersetin dosis 5 mg/kgBB/hari, 10 mg/kgBB/hari dan 20 mg/kgBB/hari ?

I. 3. Tujuan Penelitian I. 3. 1. Tujuan Umum:

Untuk membuktikan peran kuersetin dalam mencegah fibrosis ginjal sebagai akibat dari pemberian garam yang berlebihan.

I. 3. 2. Tujuan Khusus:

1. Mengukur kadar TGF-β1 pada jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% dan diberikan kuersetin dengan dosis 5 mg/kgBB/hari, 10 mg/kgBB/hari dan 20 mg/kgBB/hari .

(7)

2. Mengukur fraksi volum kolagen pada jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% dan diberikan kuersetin dengan dosis 5 mg/kgBB, 10 mg/kgBB dan 20 mg/kgB.

3. Mengukur hubungan antara kadar TGF-β1 dan fraksi volum kolagen di jaringan ginjal tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% dan diberikan kuersetin dosis 5 mg/kgBB/hari, 10 mg/kgBB/hari dan 20 mg/kgBB/hari.

I. 4. Keaslian Penelitian

Pemberian kuersetin sebagai renoprotektif terhadap fibrosis belum banyak diteliti, ada beberapa penelitian yang telah dipublikasi terkait kuersetin, TGF-β dan fraksi volum kolagen serta perbedaannya dengan penelitian ini. 1. Pada penelitian Yu et al. (1998), pemberian NaCl 8% selama 8 mg

mengakibatkan peningkatan ekspresi TGF-β1 dan fraksi volum kolagen pada ginjal, ventrikel kiri dan intramiokardial arteri.

2. Pada penelitian Ying dan Sanders (1998), pemberian NaCl 8% selama 15 hari pada tikus Wistar jantan berusia 4 minggu merangsang terjadinya peningkatan kadar TGF-β1 di glomerulus dan tubulus ginjal.

3. Pada penelitian Kawai et al. (2009), pemberian terapi PPAR-γ agonis yaitu tiazolidindion pada tikus C57BL/6J yang merupakan tikus model renal interstisial fibrosis. Didapatkan hasil terjadi penurunan kadar TGF-β secara signifikan.

4. Pada penelitian Phan et al. (2004), didapatkan hasil bahwa kuersetin mensupresi TGF-β, ekspresi TGF-β reseptor 1 dan 2 serta menurunkan

(8)

ekspresi basal Smad2, Smad3 dan Smad4. Selain itu pemberian kuersetin dapat menghambat fosforilasi Smad2, Smad3 dan Smad4 serta pembentukan kompleks Smad2-3-4. Penelitian ini dilakukan pada kultur keloid fibroblas. 5. Pada penelitian Yan et al. (2013), penelitian dilakukan pada 3 kelompok

tikus jantan Salt Hipertensive Rat (SHR) dan 1 kelompok tikus Wistar Kyoto (WKY) berumur 8 minggu yang diberikan terapi kuersetin 5mg/kg BB dan 10mg/kgBB yang diberikan secara oral melalui sonde. Hasil uji histopatologi menunjukkan bahwa tikus SHR yang diberi terapi kuersetin 10mg/kgBB memiliki fraksi volum kolagen paling rendah. Kuersetin 10mg/kgBB juga paling dapat menghambat pembesaran jantung melalui peningkatan ekspresi PPAR-γ dan penghambatan jalur sinyal AP-1.

6. Perbedaan dengan penelitian ini adalah difokuskan pada kadar TGF-β1 dan volum kolagen di ginjal pada tikus Wistar jantan yang diinduksi NaCl 8% setelah diberi kuersetin dengan 3 dosis yang berbeda selama 8 minggu. Adapun protokol pemberian kuersetin dan induksi NaCl 8% mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yu et al (1998) dan Yan et al. (2013).

(9)

I. 5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Bagi klinisi.

Diharapkan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam penggunaan kuersetin sebagai salah satu komponen penatalaksanaan fibrosis ginjal dimasa yang akan datang.

2. Bagi masyarakat.

Penelitian ini diharapkan mendorong masyarakat agar dapat menerapkan pola makan sehat, dengan membatasi asupan garam serta meningkatkan konsumsi berbagai buah dan sayur sebagai sumber kuersetin.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai peran kuersetin dalam mekanisme regulasi pembentukan fibrosis. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang dapat terjadi akibat adanya perbedaan – perbedaan sifat, diantaranya

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga dapat terselesaikannya skripsi yang berjudul Isolasi dan Uji Aktivitas

Berdasarkan hasil analisis didapatkan beberapa strategi untuk menangani masalah yang dihadapi nelayan hand line yaitu Strategi SO yang meliputi pengaturan sistem operasi

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya Desain Industri diberikan pada seorang pendesain berdasarkan

Berdasarkan Tingkat Kesesuaian masing masing dimensi pelayanan, secara keseluruhan konsumen tidak puas dengan pelayanan yang dilakukan oleh PT Dwidaya Tours terutama pada

Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke laba rugi (21,579) PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN TAHUN BERJALAN SETELAH

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Hipotesis kedua yang pertama berbunyi : Ada pengaruh yang signifikan antara dukungan dari orang tua terhadap motivasi belajar mahasiswa PGSD UAD, untuk menguji hipotesis