• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Publikasi. Oleh : J PROGRAM STUDI DIPLOMA FAKULTAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Naskah Publikasi. Oleh : J PROGRAM STUDI DIPLOMA FAKULTAS"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

SYNDR

Diajuka M

PENATA

ROME OB

DI R

an Guna Me Menyelesaik PROGR F UNIVERS

ALAKSAN

STRUCTI

RS PARU

Nas elengkapi Tu kan Program Ema N J RAM STUDI FAKULTAS SITAS MUH

NAAN FISI

IVE POST

Dr ARIO

skah Publik ugas Dan Me Pendidikan Oleh : Nur Rosma J100141031 I DIPLOMA S ILMU KES HAMMADIY 2014

IOTERAP

TUBERC

WIRAWA

asi emenuhi Seb Diploma III awati A III FISIOT SEHATAN YAH SURA

PI PADA

CULOSIS (

AN

bagian Persy I Fisioterapi ERAPI AKARTA

(SOPT)

yaratan

(2)
(3)

xiv

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA SYNDROME OBSTRUCTIVE POST TUBERCULOSIS (SOPT) DI RS PARU Dr ARIO

WIRAWAN SALATIGA

(Ema Nur Rosmawati, 2014, 48 halaman) ABSTRAK

Latar Belakang: Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Ditandai dengan adanya sesak napas, nyeri, spasme, keterbatasan ekspansi thoraks dan keterbatasan fungsional. Modalitas yang diberikan pada kondisi ini infra merah, massage, stretching, nebulizer dan diafragma breathing.

Tujuan: Untuk mengetahui manfaat pemberian modalitas infra merah, massage, stretching, nebulizer dan diafragma breathing dalam mengurangi nyeri, mengurangi spasme, mengurangi sesak napas, meningkatkan ekspansi thoraks dan meningkatkan aktivitas fungsional.

Metode: Metode fisioterapi yang digunakan dalam kasus tersebut yaitu dengan modalitas infra merah, nebulizer dan diafragma breathing. Evaluasi dilakukan dengan metode pengukuran nyeri (VAS), spasme (palpasi), sesak napas (Borg Scale), ekspansi thoraks (Midline) dan aktivitas fungsional (London Scale). Hasil: Setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan hasil penurunan nyeri tekan T1: 3,6 cm menjadi T6: 2,3 cm, penurunan spasme T1 tingkat spasme sedang menjadi T6 tingkat spasme ringan, penurunan derajat sesak napas T1: 4 menjadi T6: 2, peningkatan ekspansi thoraks pada axilla T1: 1,5 cm menjadi T6: 2,9 cm, pada intercosta 4 T1: 1,7 cm menjadi T6: 2,7 cm, pada lower costa (procesus xypoideus) T1: 1,3 cm menjadi T6: 2,7 cm.

Kesimpulan: pada kasus tersebut modalitas infra merah, massage, stretching, nebulizer dan diafragma breathing dapat mengurangi nyeri, mengurangi spasme, mengurangi sesak napas, meningkatkan ekspansi thoraks dan meningkatkan aktivitas fungsional.

Kata Kunci: Tuberkulosis, IR, Massage, Stretching, Nebulizer, Diafragma Breathing

(4)

xv

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN SYNDROME OBSTRUVTIVE POST TUBERCULOSIS ( SOPT ) IN RS PARU Dr. ARIO WIRAWAN SALATIGA

( Ema Nur Rosmawati , 2014, 48 pages ) ABSTRACT

Background : Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. Characterized by shortness of breath, pain, spasms, thoracic expansion limitations and functional limitations. Modalities are given to this condition infrared, massage, stretching, and diaphragm breathing nebulizer. Objective : To determine the benefits of infrared modalities, massage, stretching, nebulizer and diaphragm breathing in reducing pain, reducing spasms, reduce shortness of breath, increase thoracic expansion and improve functional activities. Methods : The method used physiotherapy in the case that the infrared modality, nebulizer and diaphragm breathing. The evaluation was done by the method of measurement of pain ( VAS ), spasm ( palpation ), breathlessness ( Borg Scale ), thoracic expansion ( midline ) and functional activity ( London Scale ).

Results : After 6 times of therapy showed a decrease in tenderness T1 : 3.6 cm to T6 : 2.3 cm, a decrease in the level of T1 spasm spasm is becoming a mild spasm T6 level, a decrease in the degree of breathlessness T1 : 4 to T6 : 2, increase thoracic expansion in the axilla T1 : 1.5 cm to T6 : 2.9 cm, the intercostal 4 T1 : 1.7 cm to T6 : 2.7 cm, the lower costa ( procesus xypoideus ) T1 : 1.3 cm into T6 : 2.7 cm.

Conclusion : in the case of infrared modalities, massage, stretching, and diaphragm breathing nebulizer can reduce pain, reduce spasms, reduce shortness of breath, increase thoracic expansion and improve functional activities.

Keywords : Tuberculosis, IR, Massage, Stretching, Nebulizer, Diaphragm Breathing.

(5)

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Ayunah, 2008).

Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia dimana WHO melaporkan bahwa ½% dari penduduk dunia terserang penyakit ini, sebagian besar berada di negara berkembang sekitar 75%, diantaranya di Indonesia dan setiap tahun ditemukan 539.000 kasus TB BTA positif dengan kematian 101.000. Menurut catatan Departemen Kesehatan sepertiga penderita tersebut ditemukan di RS dan sepertiga lagi di puskesmas, sisanya tidak terdeteksi dengan baik (Depkes, 2010).

Gejala klinis pasien TB adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, napsu makan menurun, malaise, keringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik,

(6)

elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (SK Menkes. No. 80 tahun 2013).

Pada kasus Syndrome Obstructive Post Tuberculosis ini

peranan fisioterapi yaitu mengurangi nyeri, mengurangi spasme, mengurangi sesak napas, meningkatkan ekspansi thoraks dan meningkatkan aktivitas fungsional. Untuk mengatasi permasalahn tersebut, fisioterapi menggunakan berbagai modalitas yaitu Infra Merah (IR) untuk mengurangi nyeri, massage dan stretching untuk mengurangi spasme, nebulizer untuk mengurangi sesak napas dan

diapraghmatic breathing untuk meningkatkan ekspansi thoraks.

2. Tujuan Penulisan

Menyesuaikan dengan rumusan masalah yang penulis kemukakan, maka tujuan penulisan ini adalah:

a. Untuk mengetahui manfaat infra merah, massage, stretching,

nebulizer dan diaphragmatic breathing dalam mengurangi sesak

napas pasien Syndrome Obstructive Post Tuberculosis.

b. Untuk mengetahui manfaat infra merah, massage, stretching,

nebulizer dan diaphragmatic breathing dalam mengurangi nyeri

pasien Syndrome Obstructive Post Tuberculosis.

c. Untuk mengetahui manfaat infra merah, massage, stretching,

nebulizer dan diaphragmatic breathing dalam mengurangi spasme

(7)

d. Untuk mengetahui manfaat infra merah, massage, stretching,

nebulizer dan diaphragmatic breathing dalam meningkatkan

ekspansi thoraks pasien Syndrome Obstructive Post Tuberculosis.

B. TINJAUAN PUSTAKA

1. Syndroma Obstructive Post Tuberculosis

a. Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian

besar kuman tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti kulit, ginjal, usus, tulang, selaput otak dan lain-lain. Semua jenis tuberkulosis ini sama-sama disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan obatnya pun

dasarnya sama. Namun tuberkulosis paling sering ditemui terjadi di paru. Hal ini terjadi karena penularan penyakit ini terutama terjadi melalui udara (Ayunah, 2008).

b. Tanda dan Gejala

Penyakit tuberkulosis khususnya di Indonesia, dapat ditemukan pada setiap orang dan setiap umur. Tetapi bagi mereka yang tubuhnya kuat, kuman-kuman tersebut akan musnah dan dengan sendirinya tubuh yang dihinggapi kuman tersebut akan terhindar dari penyakit. Bagi mereka yang akan menderita penyakit tuberkulosis, mula-mula ia akan merasa lesu dan badannya terasa lemah selama waktu 6 bulan pertama. Wajah kelihatan pucat dan tanda kurang darah, pencernaan sering terganggu ditandai dengan

(8)

sering mencret. Tubuh menjadi kurus disertai batuk-batuk yang mengeluarkan dahak berwarna kekuning-kuningan. Pada malam hari suhu tubuh agak sedikit meninggi, disertai denga keringat yang banyak, lalu pada pagi harinya suhu tubuh turun menjadi normal. Bila penyakit ini berlanjut, maka paru-paru akan terluka sehingga ketika batuk, darah ikut keluar. Batuk darah (hemoptoe) ini umumnya terdapat pada penderita penyakit tuberkulosis paru (tuberculosa pulmonum) (Alto, 2012).

c. Etiologi

Mycobacterium yang tersusun dari sekelompok batang ramping yang bersifat tahan asam yaitu mempunyai kandungan “lipid kompleks” yang cukup sehingga sekali zat warna Ziehl-Nielsen (karbol fuhsin) terserap, warnanya bertahan dan tidak terhapus (pada dekolorisasi). M. Tuberkulosis hominis bertanggung

jawab pada sebagian besar kasus tuberkulosis. Sebagian reservoir infeksi pada umumnya adalah penyakit paru aktif pada manusia. Penyebaran biasanya secara langsung oleh karena menghirup organisme yang terbawa angin dan tergantung dari konsentrasi organisme dalam udara yang dibatukkan dan jarak serta lamanya kontak dengan kasus yang aktif.

C. PROSES FISIOTERAPI

Pasien bernama Ny. Eva Suryatmi, umur 40 tahun, agama kristen, jenis kelamin perempuan, pekerjaan penjual keripik, dengan alamat Bulu

(9)

Permai No 39 04/02 Tegalrejo, Argomulyo, Salatiga. Pasien mengeluhkan nyeri pada dada dan sesak napas.

Dari pemeriksaan tersebut terdapat sesak napas jika pasien kelelahan terbukti jika pasien hendak pergi ke toilet, spasme dan nyeri tekan di otot pectoralis mayor, keterbatasan ekspansi thoraks dan penurunan aktivitas fungsional. Parameter yang digunakan untuk evaluasi antara lain evaluasi sesak napas dengan Borg Scale, evaluasi nyeri dengan

VAS, evaluasi spasme dengan palpasi, evaluasi ekspansi thorak dengan midline dan evaluasi aktivitas fungsional dengan London Chest Activity of Daily Living.

Dalam kasus ini, penatalaksanaan yang diberikan yaitu dengan

Infra Merah (IR), massage, stretching, nebulizer dan diaphragmatic

breathing.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Hasil Evaluasi Penurunan Nyeri

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Nyeri Tekan

Nyeri Tekan

(10)

b. Hasil Evaluasi Penurunan Spasme

T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 Nyeri Tekan Pada

m. Pectoralis Mayor

++ ++ ++ + + + +

c. Hasil Evaluasi Penurunan Sesak Napas

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 Derajat Sesak

(11)

d. Hasil Evaluasi Peningkatan Ekspansi Thoraks

e. Hasil Evaluasi Peningkatan Aktivitas Fungsional

2. Pembahasan a. Nyeri

Penyinaran sinar infra merah merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Ada beberapa pendapat mengenai mekanisme pengurangan nyeri, yaitu:

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 axilla intercosta 4 processus xypoideus 0 5 10 15 20 25 T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

London Chest Activity of Daily

Living

London Chest Activity of Daily Living

(12)

a. Apabila diberikan mild heating, maka pengurangan rasa nyeri disebabkan oleh adanya efeksedatif pada superfisial sensory nerve ending (ujung-ujung syaraf sensoris superfisial)

b. Apabila diberikan stronger heating, maka akan terjadi counter iritation yang akan menimbulkan pengurangan rasa nyeri. c. Rasa nyeri ditimbulkan oleh karena adanya akumulasi sisa-sisa

hasil metabolismeyang disebut zat “P” yang menumpuk di jaringan. Dengan adanya sinar infra merah yang memperlancar sirkulasi darah, maka zat “P” juga akan ikut terbuang, sehingga rasa nyeri berkurang/menghilang.

d. Muscle relaxation (relaksasi otot). Seperti diketahui bahwa relaksasi akan mudah dicapai bila jaringan otot tersebut dalam keadaan hangat dan rasa nyeri tidak ada. Radiasi sinar infra merah disamping dapat mengurangi rasa nyeri, dapat juga menaikkan suhu/temperatur jaringan, sehingga dengan demikian bisa menghilangkan spasme otot dan otot relaksasi. b. Spasme

Modalitas yang digunakan untuk mengurangi spasme adalah massagae dan stretching. Efek dari pemberian massage

adalah membantu metabolisme, mencegah terjadinya venostasis, membantu mengurangi bengkak, membantu aliran darah vena, membantu aliran limfe, mengulur dari jaringan superficial, menghilangkan jaringan parut pada daerah subcutan dengan

(13)

metode friction yang dilakukan dengan hati-hati (Pamungkas, 2011).

Pada saat distretching, otot akan terulur maka spindel otot juga terulur. Spindel otot akan melaporkan perubahan panjang dan seberapa cepat perubahan panjang itu terjadi serta memberikan sinyal ke medula spinalis untuk meneruskan informasi ini ke susunan saraf pusat. Spindel otot akan memicu stretch refleks yang

biasa disebut juga dengan refleks miostatis untuk mencoba menahan perubahan panjang otot yang terjadi dengan cara otot yang diulur tadi kemudian berkontraksi. Semakin tiba-tiba terjadi perubahan panjang otot maka akan menyebabkan otot berkontraksi semakin kuat. Fungsi dasar spindel otot ini membantu memelihara tonus otot dan mencegah cidera otot. Salah satu alasan untuk mempertahankan suatu penguluran dalam jangka waktu yang lama adalah pada saat otot dipertahankan pada posisi terulur maka spindel otot akan terbiasa dengan panjang otot yang baru dan akan mengurangi sinyal tadi. Secara bertahap reseptor stretch akan

terlatih untuk memberikan panjang yang lebih besar lagi terhadap otot (Pamungkas, 2011)

c. Sesak Napas

Nebulizer dapat mengubah suatu larutan menjadi partikel aerosol (butiran-butiran halus) dimana ditangguhkan menjadi aliran gas. Tujuan dari terapi nubulizer adalah untuk melepaskan dosis

(14)

terapi dari resep obat yang ditentukan sebagai aerosol dalam bentuk partikel-partikel yang mudah untuk dihirup (diameter partikel < 5m) dalam jangka waktu yang dapat diterima, kira-kira 5–10 menit” (Yulsefni. 2005).

Ukuran partikel, aliran udara paru, dan dimensi saluran respiratori merupakan faktor yang paling mempengaruhi pola penyampaian obat inhalasi pada paru. Adanya pengecilan kaliber saluran respiratori dan/atau aliran inspirasi yang tinggi, akan menghasilkan perubahan distribusi deposisi melalui saluran respiratori yang lebih proksimal. Pola deposisi aerosol dalam paru perlu diperhatikan pada terapi inhalasi. Perbedaan distribusi tersebut dipengaruhi oleh dimensi respiratori yang berubah sesuai dengan umur, jumlah saluran respiratori kecil dan alveoli, serta pola pernapasan yang berbeda pada setiap individu.

d. Ekspansi Thoraks

Pernafasan diafragma merupakan gabungan dari pernafasan dada dan pernafasan perut. Bila dibandingkan dengan jenis pernafasan yang lain maka pernafasan diafragma mempunyai kelebihan karena memungkinkan udara yang masuk ke paru-paru lebih banyak yaitu sekitar 1,5 - 2 kali nafas normal. Latihan nafas diafragma berperan dalam pengembangan rongga thorax dan paru dengan adanya kontraksi diafragma sewaktu inspirasi. Selama ekspirasi, otot-otot ekspirasi (otot-otot abdomen) berkontraksi

(15)

secara aktif dengan membantu diafragma bergerak naik untuk mengurangi volume rongga thorax dan volume paru. Dengan demikian tekanan intrabronchial seimbang/sama dengan tekanan intraalveolar, memperlama proses ekspirasi, mempermudah pengosongan udara dari rongga thorax dan mempermudah pengosongan karbondioksida (Putra, 2012)

E. PENUTUP

1. Simpulan

Pasien dengan diagnosa medis Syndrome Obstructif Post

Tuberculosis setelah mendapatkan penanganan fisioterapi dengan

menggunakan modalitas berupa Infra Merah, Nebulizer dan Diafragma

Breathing sebanyak 6 kali terapi, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat penurunan sesak napas

2. Terdapat penurunan nyeri tekan di M. Pectoralis Mayor 3. Terdapat peningkatan ekspansi thoraks

B. Saran

1. Kepada pasien

Pasien disarankan untuk melakukan latihan – latihan yang telah diajarkan oleh terapis seperti senam secara rutin.

2. Kepada fisioterapi

Dalam memberikan suatu pelayanan hendaknya sesuai dengan prosedur dan melaksanakan setiap pemeriksaan secara teliti. Selain itu untuk selalu senatiasa meningkatkan keilmuan

(16)

3. Kepada masyarakat

Bagi masyarakat dianjurkan untuk rajin berolahraga, menjaga kesehatan dengan tidak merokok dan bila mengalami gangguan pernapasan untuk segera berobat ke dokter atau tenaga kesehatan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Alto, William A. 2012. Buku Saku Hitam Kedokteran Internasional. Penerjemah Risqi A. Jakarta: Permata Puri Media.

Anonim. 2014. Kamus Kesehatan. Diakses tanggal 3 November 2014. http://kamuskesehatan.com/arti/nebulizer/.

Ayunah, Yuyun. 2008. Tuberkulosis dan Cara Penyebarannya. Jakarta: Universitas Indonesia.

Danusantoso H. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Ed 2. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Destyana, Faradilah. dkk. Tanpa Tahun. Perbandingan Antara Intervensi Hold Relax Stretching Dengan Intervensi Tranverse Friction Massage Pada Terapi Modalitas Ultra Sound Terhadap Penurunan Nyeri Pada Kasus Piriformis Syndrome Di Klinik Fisioterapi Merdeka Medical Center Bali. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Ganong, William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran E/20. Dialihbahasakan oleh Djauhari W, Dewi I, Minarma S, Dangsina M, Brahm UP. Jakarta: EGC.

Irianto K. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa. Bandung:Penerbit Alfabeta.

Joseph. 2004. The Effect of Tai Chi on Health Outcomes in Patients With Chronic Conditions. hal; 164 : 493-500.

Nizar, Muhammad. 2010. Pemberantasan dan Penanggulangan Tuberkulosis. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publising.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pekerjaan dan Praktik Fisioterapis.

Putra, Juniatra Semara. 2012. Analisis Jurnal Pengaruh Latihan Napas Diafragma Terhadap Fungsi Pernafasan Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses tanggal 26 Oktober 2014. http://analisis-jurnal-pengaruh-latihan-nafas.html.

Rahajoe, Nastiti N, Bambang, S dan Darmawan BS. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

(18)

Sujatno. 2007. Sumber Fisis. Surakarta: Politeknik Kesehatan Surakarta.

Temaja, I Gede Dwija Bawa. 2010, Mycobacterium Tuberculosis Sebagai Penyebab Penyakit Tuberkulosis. Diakses tanggal 29 Oktober 2014. http:// mycobacteriumtuberculosis.com/2010.

Vijai P. 2008. Diaphragmatic and Pursed Lip Breathing. Diakses tanggal 29 Otober 2014 http://www.mindpub.com/art574.htm.

WHO. 2012. Tuberculosis. New York: WHO Media centre.

Widarti, Rini. 2011. Pengaruh Diafragmatic Breathing Exercise Terhadap Penignkatan Kualitas Hidup Penderita Asma. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pamungkas, WTF. 2011. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Eksaserbasi Akut di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Yulsefni dan Slamet Soemarno.2005. Perbedaan Pengaruh Pemberian MWD, Inhalasi, Postural Drainage Satu Kali Sehari Dan Dua Kali Sehari Terhadap Penurunan Sesak Pada Penderita Asma Bronchiale. Jakarta: Universitas Indonusa Esa Unggul.

Referensi

Dokumen terkait

Peneliiian iindakan kelas ini berguna uniuk menyajikan salah saiu aliernaiif yang baik bagi upaya mengaiasi masalah – masalah yang dihadapi siswa berkenaan dengan

Responsi guru dalam profesionalisme dapat dilakukan melalui kegiatan MGMP, seminar, maupun studi banding baik yang diadakan sekolah maupun di luar sekolah,

Written Text.. They do not have sufficient linguistic competence that tends to influence the structural component and rhetorical styles and the texture component. They have

Percakapan antara penjual dan pembeli yang membicarakan satu topik yaitu transaksi jual beli makanan yang terdapat variasi bahasa Jawa antara penjual dan pembeli seperti

Discriminant canonical analysis based on data from nineteen body measurements could differentiate among the sheep of Barbados Black Belly Cross, Garut Local,

Ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya, maka dilakukan penelitian ulang oleh Restuningdiah dan Indriantoro (2000) yang hasilnya mengindikasikan bahwa partisipasi

Persetudjuan ini akan dilaksanakan sesuai dengan azas timbal balik, berdasarkan rentjana kerja untuk satu tahun jang akan memuat sjarat-sjarat dan tjara pembiajaan

Latar belakang inilah yang dijadikan peneliti untuk mengkaji penerimaan e- commerce khususnya di Indonesia melalui judul tulisan, ”Kajian dalam Penerimaan Penggunaan