• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

9 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Dalam suatu organisasi atau perusahaan peranan manajemen sumber daya manusia sangatlah penting. Karena tanpa sumber daya manusia, suatu organisasi tidak mungkin berjalan. Manusia merupakan penggerak dan pengelola faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, bahan mentah, peralatan, dan lain-lain untuk mencapai tujuan organisasi. Karena sumber daya manusia menempati posisi strategis dalam suatu organisasi, maka sumber daya manusia harus digerakkan secara efektif dan efisien sehingga mempunyai tingkat hasil daya guna yang tinggi.

Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut Bohlander dan Snell (2010:4) yaitu suatu ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan karyawan dalam perusahaan, membuat pekerjaan, kelompok kerja, mengembangkan para karyawan yang mempunyai kemampuan, mengidentifikasi suatu pendekatan untuk dapat mengembangkan kinerja karyawan dan memberikan imbalan kepada mereka atas usahanya dan bekerja.

Selain itu terdapat pengertian lain yaitu menurut Wilson (2012:6), manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan, dan pengawasan, terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapai tujuan organisasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses pengaturan sumber daya manusia mulai dari seleksi, rekrutmen, pelatihan, sistem kompensasi agar sumber daya manusia tersebut dapat memberikan kinerja yang baik sehingga tujuan perusahaan tercapai.

2.1.2 Aktivitas-Aktivitas Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mathis dan Jackson (dalam Rika, 2011), manajemen sumber daya manusia terdiri dari beberapa kelompok aktivitas yang saling berhubungan yang terjadi dalam konteks organisasi, berikut ketujuh aktivitas tersebut:

(2)

1. Perencanaan dan Analisis SDM

Melalui perencanaan SDM, manajer dapat mengantisipasi kekuatan yang akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan. Hal ini sangat penting untuk memiliki sistem informasi sumber daya manusia (SISDM) guna memberikan informasi yang akurat dan tepat waktunya untuk perencanaan SDM.

2. Peluang Pekerjaan yang Sama

Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (Equal Employment Opportunity/EEO) mempengaruhi semua aktifitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM.

3. Pengembangan SDM

Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi pelatihan keterampilan pekerjaan. Ketika pekerjaan berkembang dan berubah maka diperlukan pelatihan ulang yang dilakukan terus menerus untuk menyesuaikan perubahan teknolog.

4. Kompensasi dan Tunjangan

Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan kepada pekerjaan melalui gaji, insentif, dan tunjungan. Para pemberi kerja harus mengembangkan dan memperbaiki sistem upah dan gaji dasar mereka. 5. Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan

Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan para karyawan adalah hal yang sangat penting. Secara global, sebagai hukum keselamatan dan kesehatan telah menjadikan organisasi lebih responsif terhadap persoalan dan keselamatan.

6. Hubungan Karyawan dan Buruh/Manajamen

Hubungan antara para manajer dan karyawan harus ditangani secara efektif apabila para karyawan dan organisasi ingin sukses bersama. Merupakan suatu hal yang penting untuk mengembangkan, mengkomunikasikan, dan meng-update kebijakan dan prosedur SDM sehingga para manajer dan karyawan sama-sama tahu apa yang diharapkan.

7. Pemberhentian.

Fungsi pemberhentian harus mendapat perhatian yang serius dari manajer/pemimpin sumber daya manusia karena telah diatur oleh

(3)

undang-undang dan mengikat bagi instasi atau perusahaan. Istilah pemberhentian atau separation, pemisahan merupakan suatu putusnya hubungan kerja seseorang dengan organisasi yang disebabkan oleh keinginan pegawai, keinginan organisasi, pensiun atau disebabkan oleh undang-undang.

2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan diri pada unsur Sumber Daya Manusia dimana tugas dari MSDM adalah mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang puas akan pekerjaannya. Tugas MSDM dikelompokkan atas tiga fungsi (Husein, 2005:3), yaitu sebagai berikut:

1. Fungsi Manajerial, terdiri dari perencanaan, pengeorganisasian, pengarahan, dan pengendalian.

2. Fungsi Operasional, terdiri dari pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja.

3. Kedudukan MSDM dalam mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.

2.2 Workload

Menurut Carlson dalam Suharti dan Susanto (2014), workload didefinisikan sebagai jumlah aktivitas kerja yang harus diselesaikan oleh seseorang atau kelompok dalam waktu tertentu disaat situasi normal. Di dalam Internet Dictionary dalam Suharti dan Susanto (2014), workload didefinisikan sebagai pekerjaan yang diharapkan untuk dikerjakan dalam waktu yang spesifik. Tetap dari sumber yang sama, kita juga dapat menemukan definisi workload sebagai jumlah pekerjaan yang ditugaskan kepada seseorang atau kelompok, dan harus diselesaikan dalam waktu tertentu, dimana dapat didefinisikan juga sebagai jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik.

Menurut Hung (2011), workload adalah ukuran atau prosporsi berlebihan yang dimiliki manusia untuk memenuhi tuntutan dalam bekerja. Workload atau beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh setiap perusahaan, karena beban kerja salah satu yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan.

(4)

Menurut Irwandy (2007), dalam merencanakan kebutuhan tenaga kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menyusun modul Dasar Susunan Personalia (DSP) yang memuat tentang metode perhitungan tenaga kesehatan yaitu estimasi beban kerja. Dalam metode ini tiap-tiap pegawai dapat dihitung beban kerjanya berdasarkan tugas dan fungsinya.

“Beban kerja adalah suatu proses analisa terhadap waktu yang digunakan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan (jabatan) atau kelompok jabatan (unit kerja) yang dilaksanakan dalam keadaan/kondisi normal” (Kurnia, 2010).

Menurut Komaruddin dalam Kurnia (2010), analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas.

Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa workload adalah segala tekanan waktu atau biaya untuk menyelesaikan sebuah tugas atau pekerjaan yang terjadi dalam manajemen.

2.2.1 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Workload

Faktor yang mempengaruhi beban kerja terdiri dari faktor eksternal dan internal (Tarwaka, 2011:107), yaitu:

1) Faktor eksternal: beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja seperti tugas-tugas, tingkat kesulitan pekerjaan, lamanya waktu kerja, waktu lembur, pelimpahan tugas dan wewenang, model struktur organisasi, dan lingkungan kerja.

2) Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam tubuh pekerja sebagai akibat adanya reaksi beban kerja eksternal seperti kondisi kesehatan, status gizi, motivasi, persepsi, dan kepuasan.

2.2.2 Dimensi Workload

Beban kerja dalam penelitian ini akan diukur menggunakan pengukuran dari penelitian terdahulu yang dijalankan oleh Glazer dan Gyurak, (2008) dimana indikator-indikator dari perubahan beban kerja atau workload adalah:

(5)

1. Qualitative

Tuntutan yang melebihi kemampuan seseorang (misalnya, tugas terlalu rumit, atasan terlalu menuntut dan pekerjaan yang tidak biasanya dikerjakan). Qualitative overload muncul ketika tugas-tugas yang dibutuhkan untuk diselesaikan terlalu sulit.

2. Quantitative

Tuntuan kerja yang berlebihan dan tidak dapat dipenuhi oleh pegawai. Waktu kerja yang panjang, tekanan dari perusahaan atau pelanggan yang banyak. Quantitative overload mengacu pada terlalu banyaknya hal-hal yang harus dikerjakan dalam suatu waktu tertentu.

2.3 Konflik

Dikutip dalam buku yang ditulis oleh Budyatna dan Ganiem (2011:277), ditemukan beberapa pengertian mengenai konflik, yaitu sebagai berikut:

• Menurut Deutsch (1973), konflik adalah suatu tindakan yang dikatakan tidak cocok atau bertentangan dengan tindakan pihak lain yang sifatnya mencegah, merintangi, mencampuri, merugikan, atau dalam hal tertentu tindakan pihak lain menjadi kurang menyenangkan atau kurang efektif.

• Menurut Hocker dan Wilmot (1995), konflik antar pribadi merupakan perjuangan yang dinyatakan antar pihak (paling tidak 2) yang saling bergantung yang memersepsikan tujuan-tujuan yang tidak cocok atau incomplete goals, sumber-sumber yang langka, dan campur tangan pihak lain dalam mencapai tujuan-tujuan mereka.

• Menurut Vander Zanden (1984), konflik merupakan bentuk interaksi manusia baik secara individual maupun kelompok memersepsikan dri mereka sebagai terlibat dalam perjuangan mengenai sumber-sumber atau nilai-nilai sosial.

Menurut Soemarman (2013:7), kata konflik berasal dari bahasa inggris (conflict) yang berarti beradu atau saling berbenturan, yang mengandung pengertian negatif. Didalamnya terdapat ketidaknyamanan, dan cenderung terkait dengan pemaksaan atau kekerasan (violence). Konflik yang semakin buruk terekspresikan menjadi pemaksaan atau kekerasan yang merusak dan memperkosa integritas orang lain. Konflik yang biasa-biasa saja merupakan sebuah keadaan ‘tidak sepakat’, saling

(6)

berlawanan atau ketidak harmonisan. Keadaan yang menggambarkan konflik serupa itu dapat berasal dari individu, kelompok, atau organisasi, yang merasakan sesuatu telah atau tidak sesuai dengan tujuan masing-masing. Konflik seringkali muncul dengan diwarnai oleh empat keadaan, yaitu:

1) Persepsi

Individu yang menganggap dirinya memiliki tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang ekslusif.

2) Perilaku

Terkait persepsi di atas yang cenderung memunculkan motif untuk merendahkan, mencela atau menghancurkan lawannya, baik secara nyata maupun dalam imajinasi.

3) Kelompok atau perorangan

Pihak-pihak yang saling berhadapan dengan tindakan saling bertentangan dan menantang.

4) Posisi

Posisi yang hendak dipertahankan oleh masing-masing orang atau kelompok yang saling berhadapan.

Dalam penelitian ini, konflik akan difokuskan pada posisi yang dimiliki seseorang dalam sebuah perusahaan dimana terjadi perlawanan antara posisi dengan kemampuan.

2.3.1 Role Conflict

Role conflict menurut Glissmeyer et al dalam Ul-ain (2013) adalah: “the level to which a person experiences pressures within one role that is incompatible with pressures that take place within another role” atau dapat diartikan sebagai tingkat dimana seseorang merasakan tekanan dalam satu peran yang tidak sesuai dengan tekanan yang terjadi dalam peran lain.

Sementara Cooper et al., dalam Ul-ain (2013) mendefinisikan konflik peran sebagai suatu cerminan tuntutan yang tidak sesuai pada seseorang (baik dalam peran tunggal atau antara peran ganda) yang dapat mendorong reaksi emosional negatif akibat ketidakmampuan dalam memaksimalkan efektifitas pada pekerjaan.

(7)

Selanjutnya menurut Gyes et al (2012), mendefinisikan role conflict sebagai ketidakcocokan yang kontras antara peran yang dimiliki oleh seseorang.

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa role conflict adalah sebuah cerminan dari adanya ketidakcocokan peran yang dimiliki oleh seseorang dalam bekerja di sebuah perusahaan.

2.3.2 Indikator Role Conflict

Indikator role conflict dalam penelitian ini menggunakan indikator yang diterapkan oleh Vanishree (2014) meliputi:

1. Keterbatasan sumber daya

Apabila sumber daya yang dapat dimanfaatkan oleh karyawan sangat terbatas, hal tersebut cenderung mencerminkan adanya role conflict yang dialami oleh seorang karyawan.

2. Ketidakcocokan peran

Seorang karyawan yang tidak memiliki kecocokan peran antara apa yang ia kerjakan dengan kemampuan yang ia miliki mencerminkan terjadinya role conflict yang terjadi dalam diri karyawan tersebut.

3. Penyelesaian pekerjaan dengan cara yang statis

Seorang karyawan tidak dapat menjalankan pekerjaan dengan cara dan strategi sendiri sehingga karyawan akan merasa terpaksa dalam memproses pekerjaan.

4. Tuntutan atas tugas dari banyak pihak

Tuntutan atas tugas dari banyak orang atau pihak mencerminkan adanya konflik peran

5. Melawan kebijakan atau aturan

Seorang karyawan yang harus melanggar aturan atau kebijakan untuk menyelesaikan pekerjaannya membuktikan adanya konflik yang terjadi dalam diri saat ia bekerja.

2.4 Performance

Menurut Bangun (2012:231), “kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan (job requirements). Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat

(8)

dilakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekerjaan (job standard). Untuk menentukan kinerja pegawai baik atau tidak, tergantung pada hasil perbandingannya dengan standar pekerjaan.” Standar kinerja adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding (benchmarks) atas tujuan atau target yang ingin dicapai. Hasil pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh seorang pegawai dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan pekerjaan atau standar kerja. Seorang pegawai dikatakan berhasil melaksanakan pekerjaannya atau memiliki kinerja yang baik, apabila hasil kerja yang diperoleh labih tinggi dari standar kinerja.

Penilaian kinerja adalah proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil kerja yang dicapai pegawai dengan standar pekerjaan. Bila hasil kerja yang diperoleh sampai atau melebihi standar pekerjaan dapat dikatakan kinerja seorang pegawai termasuk pada kategori baik. Demikian sebaliknya, seorang pegawai yang hasil pekerjaannya tidak mencapai standar pekerjaan termasuk pada kinerja yang tidak baik atau berkinerja rendah.

2.4.1 Manfaat Penilaian Performance

Menurut Bangun (2012:232), manfaat dilakukannya penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi antar individu dalam organisasi

Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu dalam organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan jenis kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi. Kepentingan lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar dalam memutuskan pemindahan pekerjaan (job transferring) pada posisi yang tepat, promosi pekerjaan, mutasi atau demosi sampai tindakan pemberhentian.

2. Pengembangan diri setiap individu dalam organisasi

Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan pegawai. Setiap individu dalam organisasi dinilai kinerjany, bagi pegawai yang memiliki kinerja rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan maupun pelatihan. Pegawai yang berkinerja rendah disebabkan kurangnya pengetahuan atas pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya,

(9)

sedangkan bagi pegawai yang kurang terampil dalam pekerjaanya akan diberi pelatihan yang sesuai.

3. Pemeliharaan sistem

Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, stiap subsistem yang ada saling berkaitan anta satu subsistem dengan subsistem lainnya. Salah satu subsistem yang tidak berfungsi dengan baik akan menganggu jalnnya subsistem yang lain. Oleh karena itu, sistem dalam organisasi perlu dipelihara dengan baik. Tujuan pemeliharaan sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain, pengembangan perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh individu atau tim, perencanaan sumber daya manusia, penentuan dan identifikasi kebutuhan pengembangan organisasi, dan audit atas sistem sumber daya manusia.

4. Dokumentasi

Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam posisi pekerjaan pegawai dimasa akan datang. Manfaat penilaian kinerja disini berkaitan dengan keputusan-keputusan manajemen sumber daya manusia, pemenuhan secara legal manajemen sumber daya manusia, dan sebagai kriteria untuk pengujian validitas.

2.4.2 Pentingnya Menilai Performance

Menurut Dessler (2006:325), ada beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan yaitu dijelaskan sebagai berikut:

1) Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha. Jika manajer menerjemahkan tujuan strategis pengusaha ke dalam tujuan spesifik, kemudian melatih para pegawai tetapi tidak meninjau kembali kinerja pegawai secara berkala, hal itu hanya memberikan sedikit manfaat.

2) Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan. 3) Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan

(10)

dan kelemahannya secara spesifik. Akhirnya, penilaian hampir selalu berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan promosi.

2.4.3 Mengukur Job Performance

Menurut Bangun (2012:233-234), untuk memudahkan penilaian kinerja pegawai, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah, kualitas, ketepatan, waktu mengerjakannya, kehadiran, dan kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu oekerjaan tertentu. Berikut penjelasannya:

1. Jumlah pekerjaan

Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut pegawai harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah pegawai yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap pegawai dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.

2. Kualitas pekerjaan

Setiap pegawai dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh pegawai untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan. Pegawai memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.

3. Ketepatan waktu

Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diselesaikan tepat waktu, akrena memilikin ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan. Demikian pula, suatu pekerjaan harus diselesaikan tepat waktu karena batas waktu pesanan pelanggan dan penggunaan hasil produksi. Pelanggan sudah melakukan

(11)

pemesanan produk sampai batas waktu tertentu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, pihak perusahaan harus menghasilkannya tepat waktu. Suatu jenis produk tertentu hanya dapat digunakan sampai batas waktu tertentu saja, ini menuntut agar diselesaikan tepat waktu, karena akan berpengaruh atas penggunaanya. Pada dimensi ini, pegawai dituntut untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.

4. Kehadiran

Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran pegawai dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran pegawai selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja pegawai ditentukan oleh tingkat kehadiran pegawai dalam mengerjakannya.

5. Kemampuan kerja sama

Idak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang pegawai saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang pegawai atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarpegawai sangat dibutuhkan. Kinerja pegawai dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama dengan rekan sekerja lainnya.

2.4.4 Dimensi Job Performance

Dimensi job performance akan diukur menggunakan 4 dimensi yang diterapkan oleh Saleem et al (2012) meliputi:

1. Job Autonomy

Job autonomy merupakan dimensi pertama yang membentuk job performance dan dapat dicerminkan dari peningkatan produktifitas serta sejauh mana karyawan mampu menekan stres kerja mereka

2. Organizational Support

Organizational support dapat dilihat dari sejauh mana perusahaan menganggap pegawai merupakan aspek yang penting dan tanggung jawab kepada pegawai.

(12)

3. Training

Training dapat direfleksikan dari beberapa indikator meliputi peningkatan keterikatan atau komitmen, peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta peningkatan kehormatan atau drajat seorang karyawan.

4. Justice in the Organization

Keadilan dalam perusahaan dapat direfleksikan dari keadilan yang bersifat distributif dalam bentuk perlakuan yang sama dalam bekerja dan prosedural dalam bentuk keadilan yang sesuai dengan aturan perusahaan

2.5 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Sumber: pengolahan data, 2014

Job Performance JP1 JP2 JP3 JP4 JP8 JP7 JP6 JP5 Role Conflict RC4 RC3 RC2 RC1 RC5 Workload WL4 WL3 WL2 WL1 WL5 JP9

(13)

2.6 Rancangan Uji Hipotesis

Sugiyono (2008:96) menyatakan hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris. Selanjutnya hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Untuk tujuan 1

Ho: workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap role conflict karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana

Ha: workload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap role conflict karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana

Untuk tujuan 2

Ho: role conflict tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana

Ha: role conflict memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana

Untuk tujuan 3

Ho: workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap workload karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana.

Ha: workload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap workload karyawan pada PT. Assaraya Multi Sarana.

Untuk tujuan 4

Ho: workload tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance karyawan melalui role conflict selaku variabel intervening pada PT. Assaraya Multi Sarana.

Ha: workload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap job performance karyawan melalui role conflict selaku variabel intervening pada PT. Assaraya Multi Sarana.

(14)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Sumber: pengolahan data, 2014

Referensi

Dokumen terkait

Di tahun 2019, Komite Audit KDM telah melakukan rapat gabungan dengan Dewan Komisaris dan Direksi. Informasi mengenai frekuensi rapat gabungan yang dihadiri oleh Komite Audit

Adanya masalah human error dalam penghitungan gaji, upah, uang lembur, insentif kehadiran, insentif mekanik, uang transport, dan uang makan, sehingga memungkinkan terjadinya

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Adjusted R 2 sebesar 0.233 atau 23.3% sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas, risiko bisnis,

- Tim pengabdian telah melihat per- ubahan pada proses produksi yang dilakukan oleh mitra pengabdian da- lam bentuk penggunaan alat produk- si yang telah diberikan dan

Jadi, persepsi terhadap kepemimpinan transformasional adalah cara pandang karyawan pramuniaga terhadap kemampuan pemimpin toko buku Gramedia Padang dalam mengubah

Dari hasil kajian dapat disimpulkasn sebagai berikut : (1) Di lihat dari gambaran pembangunan di Kabupaten Pandeglang, dilihat dari tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan

Keuntungan yang didapat adalah ketika aplikasi berjalan dan berinteraksi dengan pengguna di layer depan sistem operasi, proses dari aplikasi lain dapat berjalan

dari masing-masing waktu perjalanan dari semua kendaraan dari arus lalu-lintas untuk bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Traffic counting Proses penghtungan