• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PEMETAAN PRODUK SOSIS KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) Oleh ADI PRAWOKO F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PEMETAAN PRODUK SOSIS KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) Oleh ADI PRAWOKO F"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PEMETAAN PRODUK SOSIS KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA)

Oleh ADI PRAWOKO

F24050101

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PEMETAAN PRODUK SOSIS KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh ADI PRAWOKO

F24050101

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PEMETAAN PRODUK SOSIS KOMERSIAL MENGGUNAKAN METODE QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh ADI PRAWOKO

F24050101

Dilahirkan pada tanggal 19 Maret 1987 di Pemalang, Jawa Tengah

Tanggal lulus : 31 Agustus 2009

Menyetujui, Bogor, 2 September 2009

Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS Fifi Fitria, STP

Dosen Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Dahrul Syah

(4)

Adi Prawoko. F24050101. Pemetaan Produk Sosis Komersial Menggunakan Metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Di bawah bimbingan Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS dan Fifi Fitria, STP

RINGKASAN

Posisi relatif daya saing produk dapat dilihat terhadap produk lain dengan menggunakan analisis sensori pada atribut kuncinya dengan melibatkan panelis terlatih. Metode analisis yang dipakai dalam penguantifan atribut adalah

Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Data hasil kuantifikasi yang diperoleh diolah menggunakan analisis peubah ganda untuk menghasilkan pemetaan posisi relatif daya saing produk yang bersangkutan.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui posisi daya saing relatif produk

sosis komersial dari enam merk yang berbeda yaitu KSSG, FSSG, BSSG, KSAY,

FSAY, dan FICS. Produk yang digunakan sebagai acuan adalah KSSG dan KSAY.

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama meliputi seleksi panelis. Dalam seleksi panelis, dilakukan beberapa langkah seleksi yaitu

prescreening, uji ketepatan, dan uji rating. Kriteria yang harus dipenuhi untuk

lolos seleksi adalah mampu mendeskripsikan respon pada prescreening, merespon

dengan benar sebanyak delapan kali dari empat belas kali uji segitiga yang dilakukan, memenuhi 100% deteksi rasa dasar, memenuhi 70% deteksi aroma dasar dan mampu merating dengan benar. Panelis yang lolos ditahap pertama adalah sebanyak 22 orang. Dari penelitian tahap pertama, perusahaan telah berhasil menjaring atribut dan telah melakukan pengenalan skala deskriptif. Atribut yang terjaring adalah rasa manis, rasa asin, aroma beef, aroma pala, aroma lada, dan aroma smoke. Atribut tersebut digunakan dalam proses latihan dan pengkuatifan atribut sampel sosis komersial.

Pada penelitian tahap kedua dicakup proses pelatihan panelis potensial yang telah lolos seleksi panelis pada tahap pertama. Proses pelatihan dimulai dengan uji berseri untuk melihat kekonsistenan panelis potensial dalam merespon atribut kunci dengan taraf perlakuan konsentrasi flavor ditiap atribut. Hasil uji berseri menunjukan kemampuan panelis yang masih sangat beragam dan terlihat pula terdapat panelis yang memiliki kemampuan sangat rendah. Hasil tersebut menunjukan perlu diterapkan gradasi kemampuan panelis.

Gradasi kemampuan yang diterapkan meloloskan 14 panelis yang direkomendasikan untuk melakukan pengujian deskripsi. Dari 14 panelis tersebut, 3 panelis diantaranya tidak dapat melakukan pengujian deskripsi. 3 panelis yang tidak dapat melakukan pengujian disebabkan oleh kendala waktu dan tidak dapat menyesuaikan jadwal dengan waktu pengujian deskripsi. Kesebelas panelis masing-masing menguji atribut tertentu. P1, P8, dan P11 melakukan kuantifikasi di aroma beef dengan standard kemampuan 50%. Aroma lada dikuantifikasi oleh panelis P7, P11, P18 , P20 dan P22 dengan standard kemampuan 80%. P14, P15, P16, P17, dan P18 melakukan penilaian terhadap intensitas aroma smoke dengan standard kemampuan 65%. Aroma pala dikuantifikasi oleh P7, P8, dan P18 dengan standard kemampuan 65%. Rasa manis ditetapkan menggunakan standard kemampuan 90% dan panelis yang memenuhi kriteria dan melakukan kuantifikasi atribut tersebut adalah P7, P11, P12, P13, P14, P15, dan P21. Rasa asin

(5)

dikuantifikasi oleh P7, P14, P15, P18, P20, P21 dan P22 dengan standard kemampuan 90%.

Uji deskripsi dengan metode QDA dilakukan di tahap ketiga penelitian menggunakan 6 sampel terhadap atribut aroma beef, aroma pala, aroma lada, aroma smoke, rasa manis, dan rasa asin. Intensitas beef menggambarkan tingkat intensitas flavor beef yang diasosiasikan sebagai aroma daging olahan. Intensitas aroma beef tertinggi dimiliki oleh BSSG dan KSSG yang keduanya tidak terbukti berbeda (p > 0.05).

Terdapat tiga tingkatan intensitas aroma pala yang berbeda nyata (p < 0.05). Sampel FSAY, KSAY, dan KSSG memiliki intensitas aroma pala yang tidak berbeda nyata (p > 0.05) dan terendah diantara sampel yang diuji. FSSG memiliki aroma pala dengan intensitas tertinggi dan berbeda nyata dengan sampel lain (p < 0.05) kecuali dengan BSSG. FICS memiliki intensitas aroma pala yang tidak berbeda nyata dengan FSAY, KSAY, dan KSSG (p > 0.05).

Intensitas aroma lada FSSG dan FICS tidak terbukti berbeda nyata (p > 0.05) dan keduanya memiliki intensitas aroma lada tertinggi diantara semua sampel yang diuji. Sampel dengan intensitas aroma lada terendah adalah KSSG dan KSAY. FSAY memiliki intensitas aroma lada yang tidak berbeda nyata dengan FICS dan FSSG (p > 0.05).

Terdapat tiga tingkatan intensitas aroma smoke yang berbeda nyata (p < 0.05). Intensitas aroma smoke terendah dimiliki oleh FSAY, BSSG, dan KSAY yang ketiganya tidak berbeda nyata (p > 0.05). Sampel dengan intensitas tertinggi adalah KSSG yang berbeda nyata (p < 0.05) dengan lima sampel lainnya.

Sedangkan pada rasa manis, intensitas tertinggi dimiliki oleh BSSG yang tidak berbeda nyata dengan FSSG (p > 0.05) namun berbeda nyata dengan intensitas rasa manis sampel lain (p < 0.05). Intensitas rasa manis terendah

dimiliki oleh sampel KSAY yang tidak berbeda nyata dengan FSAY dan FICS (p

> 0.05). FICS memiliki intensitas manis yang tidak berbeda nyata dengan sampel lain (p > 0.05) kecuali dengan BSSG.

Pada rasa asin didapatkan tiga kelas yaitu intensitas tertinggi dimiliki oleh FICS, FSAY, dan FSSG. Intensitas sedang dimiliki oleh BSSG dan KSSG. Intensitas terendah dimiliki oleh KSAY. Tiga kelas tersebut terbukti berbeda nyata (p < 0.05).

Hasil analisis biplot menunjukan tingkat kemiripan dan ketidakmiripan antar sampel disemua atribut yang telah dikuantifikasi. Analisis biplot dibagi dalam dua jenis berdasarkan perbedaan sampel sosis sapi dan sampel sosis ayam. Biplot sampel sosis sapi menunjukan bahwa tiap sampel sosis sapi yang diuji memiliki karakter masing-masing yang tidak disamai oleh sampel lain. FSSG memiliki karakter sebagai sosis sapi dengan atribut aroma lada dan rasa asin. BSSG dicirikan sebagai sosis sapi dengan atribut rasa manis dominan. KSSG merupakan sampel yang lebih dekat pada atribut aroma smoke.

Biplot sampel sosis ayam menunjukan tidak terdapat penggerombolan sampel sosis ayam yang diuji. Tiap sampel memiliki ciri tertentu yang tidak disamai oleh sampel lain. Menurut panelis, KSAY memiliki intensitas sensasi yang rendah disemua atribut yang dikuantifikasi. FSAY merupakan sampel sosis ayam yang cukup jauh dari semua atribut yang dikuantifikasi. Berbeda dengan KSAY dan FSAY, FICS memiliki karakter cukup jelas. FICS dicirikan sebagai

(6)

sampel sosis ayam yang memiliki intensitas rasa manis lebih dominan dibandingkan dengan atribut yang lain.

Produk acuan yaitu KSSG dan KSAY terbukti memiliki karakter yang berbeda dengan sampel lain. KSSG memiliki keunggulan karakter diaroma smoke. KSAY merupakan sampel dengan intensitas rendah di semua atribut sensori yang dikuantifikasi. Dibutuhkan upaya pengembangan produk untuk dapat bersaing dan memberikan karakter sensori pada sampel KSAY.

Dari seluruh penelitian dapat disarankan agar perusahaan tempat magang melatih lebih lanjut kemampuan panelis supaya dapat menghasilkan kemampuan mengevaluasi diatas 75% untuk setiap jenis atribut sensori yang diuji.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Adi Prawoko. Penulis dilahirkan di kota Pemalang, Jawa Tengah pada 19 Maret 1987. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bambang Purwanto dan Casniti. Pendidikan dasar penulis tempuh di SDN 1 Widodaren. Sekolah lanjutan tingkat pertama yang dipilih untuk melanjutkan pendidikan adalah di SLTP N 1 Comal. Setelah itu penulis menempuh pendidikan di SMA N 1 Pemalang.

Upaya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi penulis tempuh melalui jalur USMI. Melalui jalur tersebut, penulis diterima sebagai mahasiswa baru IPB pada tahun ajaran 2005/2006. Penulis adalah sosok yang menyukai hal-hal baru dan menantang. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif terlibat dalam kegiatan ekstrakampus. Di tahun pertama, penulis menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama. Di tahun kedua, penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pertanian di tingkat tiga kuliah.

Penulis sering terlibat dalam kegiatan kepanitiaan, seminar, dan pelatihan. Kepanitiaan yang pernah penulis kerjakan antara lain kepanitian HACCP IV dan HACCP V, kepanitian Lomba Essay Nasional tingkat SMA BEM F, dan kepanitiaan Reuni Akbar FATETA 2007. Seminar yang pernah penulis ikuti antara lain seminar Pekan Budaya Padi Nasional 2008, Seminar Biofuel sebagai energi alternatif, dan seminar kewirausahaan bertahan dikondisi krisis. Pelatihan yang pernah penulis jalani antara lain pelatihan sistem management halal industri pangan, pelatihan ISO 9001:22000, dan pelatihan pembuatan mi jagung.

Prestasi yang pernah penulis raih antara lain juara 2 lomba penulisan essay ilmu tanah dan juara 2 kompetisi rencana bisnis bidang agroindustri. Penulis memiliki pengalaman kerja sebagai asisten praktikum mata kuliah evaluasi sensori, koordinator produksi mi jagung SEAFAST Center, dan Magang di PT Madusari Nusaperdana.

(8)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa. Atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan mencurahkan hasil dari kegiatan tersebut dalam bentuk skripsi. Penelitian penulis lakukan melalui kegiatan magang yang telah dilaksanakan pada 16 Februari hingga 31 Juli 2009. Tema yang penulis kerjakan dalam kegiatan magang adalah ‘Pemetaan

Produk Sosis Komersial Menggunakan Quantitative Descriptive Analysis (QDA)’.

Kegiatan magang yang penulis laksanakan bertujuan untuk membentuk kelompok panelis deskriptif. Kelompok panelis deskriptif yang dibentuk digunakan untuk memetakan produk menggunakan metode analisis desktiptif kuantitatif. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Adil Basuki Ahza, MS selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dengan sangat sabar dan teliti,

2. Ir. Trisilowati sebagai GM HRD Perusahaan tempat magang atas

kesediaan menerima penulis melaksanakan kegiatan magang,

3. Widyastuti, STP selaku PD Manager Perusahaan tempat magang atas

saran dan arah penelitian yang diberikan,

4. Fifi Fitria, STP selaku pembimbing lapang yang dengan sabar

membimbing penulis,

5. Dr. Ir. Dede R. Adawiyah, MS selaku dosen Evaluasi Sensori Departemen

ITP IPB atas saran yang telah diberikan kepada penulis,

6. Panelis terlatih yang terlibat dalam pengujian deskriptif (Mbak Ayiek, Pak Toro, Mas Maryadi, Mas Taqim, Mbak Yuni, Bu Nora, Bu Sri Endang, Mas Supri, dan Bu Tia),

7. Rekan-rekan staf R&D Perusahaan tempat magang (Mas Moko, Mas

Wakhid, Mas Birin, Mas Fa’I, dan Mbak Leni) yang telah berbagi pengalaman kepada penulis,

8. Rekan-rekan staf QA dan QC Perusahaan tempat magang,

9. Staf HRD Perusahaan tempat magang (Bu Tuti dan Mbak Tri) atas arahan

(9)

ii

10.Keluarga penulis (Bapak, Ibu, Erni, dan Irfan) dan keluarga besar Mbah Jupri (Om Kirno dan keluarga, Om In, Om Kun dan keluarga, Ma’wo dan keluarga) yang selalu memberi motivasi kepada penulis,

11.Rekan-rekan mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

seperjuangan (Midun, Tuti, Eping, Beli, Wiwi, dan rekan-rekan satu angkatan lainnya) atas pengalaman luar biasa selama berdiskusi dan berbagi ilmu, jangan pernah merasa phobia dengan statistika, dan rekan-rekan mahasiswa Departemen Statistika (terutama untuk ade’) atas pengertian dan diskusi semua hal tentang statistika, dan

12.Rekan-rekan di Pondok Assalam (Charles, Bang Napi, Elbi, Andi, Amri, Aboy, Rafdi, Reki, Hendro, Dede, dan penghuni lantai bawah yang lain) atas kehangatan dan rasa kekeluargaan selama ini.

Penulis berharap hasil dari kegiatan magang bermanfaat bagi perusahaan sehingga perusahaan dapat terus berkembang dan menjadi pemimpin pasar industri pengolahan daging dengan produk sosis, bakso, dan burger di Indonesia. Kritik dan saran akan penulis terima dengan terbuka karena tidak ada manusia yang sempurna begitu juga diri panelis. Penulis berharap skripsi yang disusun dari kegiatan magang ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pangan.

Bogor, 26 Agustus 2009

(10)

iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ……….. DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……….... DAFTAR LAMPIRAN ……….... I. PENDAHULUAN………... A. Latar Belakang .………....……..………..……... B. Tujuan Penelitian .………....……..………..……... C. Manfaat Penelitian .………....………...

II. TINJAUAN PUSTAKA ………....

A. Sosis...………....………..

1. Definisi dan Pengklasifikasian Sosis...…...……….

2. Teknologi Produksi Sosis Komersial...……...………...

B. Evaluasi Sensori ………...……….

1. Definisi Evaluasi Sensori Produk Pangan ……...………...

2. Pengontrolan Pengujian ………...…………...….. 3. Pengontrolan Produk ………...………...…... 4. Pengontrolan Panelis ………...……….. 5. Seleksi Panelis ... a. Prescreening... b. Uji Ketepatan... c. Uji Ranking/Rating... d. Wawancara... 6. Uji Rating... 7. Uji Deskripsi... 8. Quantitative Descriptive Analysis (QDA)...

C. Analisis Statistik....………...………..

1. Rancangan Acak Kelompok Lengkap... 2. Analisis Regresi Sederhana...

i iii vi vii viii 1 1 2 2 3 3 3 6 9 9 10 11 12 13 13 13 14 14 14 15 17 19 19 19

(11)

iv 3. Analisis Biplot...

III. METODOLOGI PENELITIAN…………..………...

A. Bahan dan Alat ………...………..…...

B. Metode Penelitian………...………...……….

1. Tahap Pertama...………...

a. Prescreening……….……….

b. Uji Ketepatan... c. Penjaringan Atribut kunci... d. Pengenalan Skala Deskriptif... e. Uji Ranking/Rating... f. Praktek Awal... 2. Tahap Kedua... a. Pengujian Berseri... b. Pembentukan Kelompok Deskriptif... c. Konsensus Pengujian... 3. Uji Deskriptif... C. Metode Analisis Produk... D. Metode Analisis Data...

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….

A. Kondisi Fisik Pengujian...……...………...……….

B. Persiapan Sampel... C. Pengontrolan Panelis……….………... D. Seleksi Panelis... E. Penjaringan Atribut... F. Praktek Awal... G. Pengujian Berseri... H. Konsensus Pengujian………...

I. Uji Deskriptif (QDA)……….………..

1. Analisis Ragam Sampel... 2. Analisis Ragam Panelis... 3. Analisis biplot... 20 23 23 23 23 24 24 24 24 25 25 25 25 25 26 26 26 27 28 28 29 30 32 37 38 39 47 47 49 52 57

(12)

v

V. KESIMPULAN DAN SARAN………..

A. Kesimpulan………... B. Saran………... DAFTAR PUSTAKA ………... LAMPIRAN ……….. 61 61 63 64 66

(13)

vi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7.

Definisi sosis berdasarkan proporsi daging………...…... SNI 01-3820-1995……….. Hasil uji rasa, aroma dasar, dan uji ketepatan kandidat panelis.……. Definisi dan Standard atribut sensori...……… Gradasi tingkat kemampuan panelis...……... Daftar panelis yang melakukan pengujian deskripsi……….. Hasil Analisis Ragam dan uji Tuckey...………..

4 5 33 40 46 48 49

(14)

vii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15. Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18.

Diagram alir produksi sosis matang ………...…… Denah Laboratorium Sensori……….. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa manis berbagai konsentrasi (Ulangan 1)………..………... Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa manis berbagai konsentrasi (Ulangan 2)……….. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa asin berbagai konsentrasi (Ulangan 1)...………... Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa asin berbagai konsentrasi (Ulangan 2)……….. Grafik batang rekapitulasi kemampuan panelis di tiap atribut…... Grafik batang rekapitulasi bias dan ragam panelis di tiap atribut.. Radar karakteristik sosis sapi komersial (KSSG, BSSG, dan FSSG)………. Radar karakteristik sosis ayam komersial (KSAY, FSAY, dan FICS)……….. Output SPSS uji lanjut intensitas aroma beef………. Output SPSS uji lanjut intensitas aroma lada………. Output SPSS uji lanjut intensitas aroma pala ……..………….…. Output SPSS uji lanjut aroma smoke………. Output SPSS uji lanjut rasa manis...………….…….. Output SPSS uji lanjut rasa asin...………... Hasil analisis biplot sosis sapi…....……… Hasil analisis biplot sosis ayam...

6 6 34 35 36 36 44 45 51 51 52 53 54 55 56 56 58 59

(15)

viii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21. Lampiran 22. Lampiran 23. Lampiran 24. Lampiran 25. Lampiran 26. Lampiran 27.

Design booth laboratorium evaluasi sensori...……... Output excel plot sisaan respon panelis terhadap intensitas rasa manis (Uji Rating)……….. Output excel plot sisaan respon panelis terhadap intensitas rasa asin (Uji Rating)………. Kuisioner Precreening... Hasil penjaringan atribut sosis... Hasil uji praktek awal pertama…………...………... Hasil uji praktek awal kedua... Kuisioner Praktek Awal Pertama (Sampel sosis sapi)………... Kuisioner Praktek Awal Pertama (Sampel sosis ayam)………. Kuisioner Praktek Awal kedua (Sampel sosis sapi)………... Kuisioner Praktek Awal kedua (Sampel sosis ayam)……… Kuisioner Uji Berseri………. Hasil uji berseri.………...…….. Tabulasi Bias dan Ragam Uji berseri...…..………. Rekapitulasi kemampuan, bias, dan ragam panelis…...………. Output Minitab perhitungan standard error………. Kuisioner Uji Deskripsi Metode QDA (Atribut aroma pala dan rasa asin)……….. Kuisioner Uji Deskripsi Metode QDA (Atribut aroma lada dan aroma beef)……….. Kuisioner Uji Deskripsi Metode QDA (Atribut rasa manis)……... Kuisioner Uji Deskripsi Metode QDA (Atribut aroma smoke)…... Hasil Uji deskripsi menggunakan metode QDA... Output SPSS Analisis Ragam Intensitas Aroma Beef………. Output SPSS Analisis Ragam Intensitas Aroma Lada………. Output SPSS Analisis Ragam Intensitas Aroma Pala……….. Output SPSS Analisis Ragam Intensitas Aroma Smoke………… Output SPSS Analisis Ragam Intensitas Rasa Manis……….. Output SPSS Analisis Ragam Intensitas Rasa Asin……….

67 68 69 70 74 77 80 86 87 88 89 90 93 100 106 108 112 113 114 115 116 121 123 125 127 129 131

(16)

1

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Persaingan merupakan hal wajar yang selalu terjadi dalam suatu industri. Salah satu industri dengan persaingan yang sangat dinamis adalah industri pangan. Perusahaan pangan diharapkan mampu menentukan posisi dan target pasar sesuai keunggulan kompetitif produknya. Untuk mewujudkan hal tersebut, perusahaan pangan dituntut untuk selalu melakukan pengembangan produk.

Pengembangan produk baru maupun modifikasi produk yang telah ada diperlukan untuk menjaga kepercayaan konsumen. Dengan langkah pengembangan produk yang tepat, konsumen akan terhindar dari kejenuhan sehingga pangsa pasar produk diharapkan tidak menurun. Upaya pengembangan produk dapat dilakukan dengan melihat posisi produk secara relatif terhadap produk sejenis yang beredar di pasar. Upaya tersebut sekaligus dapat mengetahui perubahan yang dilakukan kompetitor sehingga perusahaan tidak tertinggal dalam persaingan.

Salah satu jenis industri yang memiliki dinamika persaingan adalah industri olahan daging, terutama produk sosis. Sosis merupakan produk pangan yang khas. Karakter sosis cukup kompleks. Kekomplekan atribut sensori yang dimiliki sosis diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya proporsi daging, sumber daging, proses pengolahan, dan penambahan flavor yang diinginkan.

Kekomplekan karakteristik sosis, ketatnya persaingan industri sosis, dan tuntutan konsumen mendorong perusahaan untuk melakukan pemetaan produk sosis komersial. Metode kuantifikasi yang dipakai dalam pemetaan produk

pada umumnya adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Metode

QDA melibatkan panelis terlatih sebagai alat ukur. Dari pemetaan yang dilakukan, diharapkan perusahaan semakin mengetahui posisi produk dan dapat menentukan arah pengembangan produk ke depan. Implikasi lain yang diharapkan dari pemetaan produk adalah perusahaan dapat memenangkan persaingan di industri olahan daging terutama industri sosis sehingga perusahaan semakin berkembang.

(17)

2

Topik pemetaan produk sosis yang beredar di pasar dilakukan dalam kegiatan magang. Kegiatan magang yang dilakukan selain berusaha memberi solusi permasalahan bagi industri pangan, juga sebagai perwujudan tridharma perguruan tinggi. Kegiatan magang merupakan alternatif penyelesaian tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar sarjana.

B. TUJUAN PENELITIAN

Kegiatan penelitian memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Pembentukan dan pelatihan kelompok panelis terlatih di perusahaan sosis,

2. Pengkuantifan atribut sensori sosis komersial menggunakan Quantitative Descriptive Analysis (QDA),

3. Pemetaan produk sosis komersial menggunakan metode biplot, dan

4. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa mengenai industri

pangan khususnya industri pengolahan daging.

C. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi perusahaan dalam pelatihan dan pembentukan panelis terlatih serta pengkuantifan karakteristik sensori produk sosis komersial yang dapat digunakan sebagai acuan pengembangan formulasi. Hasil dari pemetaan produk diharapkan memberi gambaran bagi perusahaan dalam mengambil langkah pengembangan produk baru secara relatif terhadap produk sosis komersial yang telah diproduksi.

(18)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SOSIS

1. Definisi dan Pengklasifikasian Sosis

Sosis merupakan terjemahan dari kata Sausage dalam bahasa inggris. Kata Sausage berasal dari bahasa latin ‘Salsus’ yang berarti garam. Secara harfiah ‘Salsus’ diartikan daging cincang yang diawetkan dengan garam (Pearson dan Gillett, 1999). Sosis memiliki definisi yang sangat beragam. Berdasarkan karakteristiknya, sosis didefinisikan sebagai produk olahan daging yang terbuat dari red meat, daging unggas, atau kombinasi keduanya dicampur dengan air, pengikat (emulsifier), dan bumbu (Essien, 2003).

Lebih lengkap Essien menambahkan bahwa sosis dapat didefinisikan dari berbagai kriteria yaitu berdasarkan bentuk, tipe, dan proporsi daging. Berdasarkan bentuknya, sosis didefinisikan sebagai produk silindris dengan ujung hemisperikal. Definisi berdasarkan bentuk merupakan definisi sosis secara konvensional.

Sosis dibedakan berdasarkan tipenya menjadi beberapa jenis yaitu sosis mentah, sosis matang, sosis fermentasi, dan sosis emulsi. Sosis mentah merupakan jenis sosis yang dijual tanpa melalui proses pematangan, penggaraman, dan pengasapan. Sosis mentah dijual dalam keadaan segar dan beku. Contoh sosis mentah antara lain sosis UK-style yang sangat populer di inggris.

Sosis matang adalah sosis yang mengalami pemasakan melalui pengovenan, penggorengan, atau pemanggangan setelah proses pengisian dalam selongsong. Langkah pemasakan ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan kepraktisan. Kepraktisan sangat sesuai digunakan di sektor makanan cepat saji.

Sosis fermentasi adalah sosis yang memiliki umur simpan relatif panjang akibat adanya produksi asam laktat selama proses fermentasi. Asam laktat yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dengan mekanisme penurunan pH. Sosis fermentasi masih diklasifikasikan lagi menjadi kelas yang lebih spesifik yaitu sosis fermentasi kering dan sosis fermentasi setengah kering. Contoh dari sosis fermentasi kering adalah salami

(19)

4

dan pepperoni sedangkan contoh sosis fermentasi setengah kering adalah

Lebanon Bologna dan Corvelat.

Sosis emulsi adalah tipe sosis yang dimasak dan atau diasap. sosis emulsi memiliki kemiripan dengan sosis mentah. Proses pemasakan atau pengasapan menjadi pembeda dua jenis sosis tersebut. Sosis emulsi memiliki variasi flavor dan warna yang lebih beragam. Karakter unik dari sosis emulsi adalah flavor smoke yang timbul akibat proses pengasapan atau penambahan flavor smoke cair. Contoh sosis emulsi antara lain bologna, frankfurter, dan bruhwurst. Proses pembuatan frankfurter menonjolkan kemampuan alami daging untuk menyerap dan menahan air tanpa penambahan tepung pengikat.

Sosis dapat didefinisikan dari proporsi daging yang digunakan. The British Meat Product and Spreadable Fish Product Regulation (1984) mendefinisikan sosis dari kandungan daging dan proporsinya seperti tertera pada Table 1.

Tabel 1. Definisi sosis berdasarkan proporsi daging

Jenis Definisi

Sosis Minimal dibuat dari 50% daging dimana 50% daging tersebut adalah daging tanpa lemak.

Sosis Sapi Minimal dibuat dari 50% daging dimana 50% daging tersebut adalah daging tanpa lemak. Daging yang digunakan 50% daging sapi.

Sosis Babi Harus mengandung 65% daging dimana 50% daging tersebut adalah daging tanpa lemak. Daging yang digunakan 80% daging babi.

Sosis Babi/Sapi

Minimal mengandung 50% daging dimana 50% daging tersebut adalah daging tanpa lemak. Daging yang digunakan 80% daging sapi dan babi.

Sumber : The British Meat Product and Spreadable Fish Product Regulation

(20)

5

Di Indonesia, terdapat regulasi terkait definisi sosis. Regulasi berupa standard olahan daging yang dapat disebut sebagai sosis. Regulasi tersebut dikeluarkan oleh BSN yaitu SNI 01-3820-1995.

Tabel 2. SNI 01-3820-1995

Kriteria Satuan Persyaratan

Keadaan a. Bau - Normal b. Rasa - Normal c. Warna - Normal d. Tekstur - Normal Air %b/b Maks 67 Abu %b/b Maks 3 Protein %b/b Maks 13 Lemak %b/b Maks 25 Karbohidrat %b/b Maks 8 BTP Sesuai SNI 01-0222-1995

Pewarna dan Pengawet Cemaran Logam a. Timbal μg/Kg Maks 2,0 b. Tembaga μg/Kg Maks 20 c. Seng μg/Kg Maks 40 d. Timah μg/Kg Maks 40 e. Raksa μg/Kg Maks 0.03

Cemaran Arsen μg/Kg Maks 0.1

Cemaran Mikro

a. Angka Total Lempeng Kol/g Maks 105

b. Bakteri bentuk Koli APM/g Maks 10

c. E. Coli APM/g < 3

d. Enterococci Kol/g 102

e. C. Prefringens - Negatif

f. Salmonella - Negatif

g. S. Aureus Kol/g Maks 102

(21)

6

2. Teknologi Produksi Sosis Komersial

Sosis merupakan produk pangan yang dihasilkan dari penggabungan komposisi bahan dalam proporsi sesuai (Essien, 2003). Teknologi produksi sosis komersial terdiri dari beberapa tahap terkontrol. Sosis dengan kualitas baik diperoleh dari formulasi optimal dan tahap produksi yang terkontrol secara ketat.

Bahan baku produksi sosis dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan baku dapat diperoleh dari supplier. Setiap bahan baku diwajibkan memiliki spesifikasi. Spesifikasi yang tertera harus memberi informasi terperinci mengenai kriteria penting bahan baku dan kondisi yang dapat mempengaruhi kualitasnya.

Gambar 1. Diagram alir produksi sosis matang (Essien, 2003).

Pembelian Bahan Baku Penerimaan Bahan Baku Penyimpanan dan Penyiapan Kuter dan Pencampuran Bahan

Pengisian dalam Selongsong Pemasakan Pendinginan Pengecekan Berat Pengemasan Deteksi Logam Pelabelan

(22)

7

Penerimaan bahan baku dari supplier merupakan titik kritis produksi. Di proses tersebut dibutuhkan operator dengan kemampuan baik dan telah mendapatkan pelatihan sehingga dapat melakukan tugasnya dengan efisien. Semua parameter yang tertera dispesifikasi produk harus dicek untuk menjamin kesesuaian pengiriman dengan pesanan.

Bahan baku yang telah sesuai pesanan diterima dan disimpan. Dalam proses penyimpanan juga dilakukan proses persiapan produksi. Persiapan produksi yang dimaksud diantaranya pengkodisian bahan baku, penimbangan, dan formulasi. Menurut Marcello dan Robinson (1998), komponen penting dalam formulasi sosis adalah daging, garam, sodium nitrit, asam askorbat, dan rempah.

Garam pada konsentrasi yang cukup berfungsi dalam pengawetan dan pembentukan rasa. Sodium nitrit berfungsi menghambat toksin berbahaya yang dihasilkan oleh Clostridium botulin. Sodium nitrit juga berfungsi dalam pembentukan warna sosis. Asam askorbat berfungsi sebagai reduktan. Reduktan mempercepat reaksi reduksi nitrit menjadi nitrik oksida. Reaksi tersebut akan membentuk warna yang stabil pada produk olahan daging (Soeparno, 2005). Nitrite dalam bentuk garamnya mengindikasikan berpengaruh terhadap flavor daging yang di curing tetapi mekanisme detilnya belum diketahui (Fennema, 1996). Sedangkan rempah akan membentuk produk dengan karakter sensori yang memuaskan (Marcello dan Robinson, 1998).

Langkah berikutnya dalam proses produksi sosis adalah kuter dalam

bowl chopping. Proses kuter sekaligus berfungsi mencampur semua bahan yang telah dipersiapkan dalam proses formulasi. Kuter dimulai dengan memasukan daging tanpa lemak sebelum ditambahkan bumbu dan es. Garam yang terdapat dalam bumbu mengekstrak protein myofibril daging. Terekstraknya protein myofibril daging mendorong terjadinya proses emulsifikasi yang membentuk tekstur khas pada sosis.

Es ditambahkan bertahap selama proses kuter. Penambahan es bertujuan mencegah kenaikan suhu proses kuter. Menurut Essien (2003), es ditambahkan dalam proses untuk mencegah suhu melebihi 80C. Suhu diatas

(23)

8

80C menyebabkan protein myofibril tidak larut sempurna dan tekstur yang terbentuk tidak optimal. Lemak, bahan pengikat, dan bahan pengisi ditambahkan diakhir proses kuter.

Adonan sosis yang dihasilkan dicetak dalam selongsong. Pengisian dalam selongsong direkomendasikan dalam keadaan vakum. Keadaan vakum dalam pengisian mencegah masuknya udara kedalam selongsong yang dapat mempercepat kerusakan sosis. Selongsong yang digunakan ada dua jenis yaitu selongsong alami dan buatan (Predika, 1983).

Selongsong alami merupakan selongsong yang berasal dari bagian tubuh hewan. Contoh jenis selongsong alami adalah selongsong yang berasal dari usus biri-biri. Selongsong buatan merupakan selongsong yang berasal dari buatan manusia. Contoh selongsong buatan adalah selongsong yang dibuat dari selulosa.

Sosis yang telah tercetak dalam selongsong diproses lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah pemasakan. Metode pemasakan yang digunakan sangat bervariasi. Pemasakan dapat dilakukan melalui pengovenan dengan uap, pengasapan, pengeringan, kombinasi ketiganya, dan penggorengan.

Sosis matang yang telah mengalami pemasakan didinginkan sebelum dikemas. Pengemasan dilakukan dengan memperhatikan aspek penampakan. Pengemasan diharapkan mampu menarik perhatian konsumen dan mempresentasikan produk dengan maksimal. Produk yang telah dikemas dilewatkan dalam detektor logam untuk menjamin tidak terdapat cemaran fisik yang berasal dari potongan logam.

Tahap terakhir dalam proses produksi adalah pelabelan. Pelabelan dilakukan dengan memberikan informasi memadai sesuai aturan yang ada. Aturan pelabelan di Indonesia merujuk pada PP No. 69 Tahun 1999. Didalam regulasi tersebut, diberitahukan bahwa label sekurang-kurangnya memberikan informasi tentang nama produk, berat bersih, dan alamat produsen.

Peraturan pemerintah tersebut juga mengatur tentang pencantuman klaim halal. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, klaim halal sangat berguna sebagai jaminan produk tersebut aman sesuai syariah islam. Setelah proses pelabelan dilakukan, produk siap didistribusikan ke konsumen.

(24)

9

Distribusi dilakukan dalam keadaan beku untuk jenis sosis mentah dan emulsi sedangkan jenis sosis matang dan fermentasi dapat didistribusi tanpa proses pembekuan.

B. EVALUASI SENSORI

1. Definisi Evaluasi Sensori Produk Pangan

IFT Sensory evaluation Division (1974) mendefinisikan evaluasi sensori sebagai suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk menimbulkan, mengukur, menganalisa, dan menginterpretasikan reaksi terhadap bahan pangan atau material yang diterima oleh indra penglihatan, penciuman, pencicip, peraba, dan pendengaran. Alat ukur yang digunakan adalah lima indra yang dimiliki manusia. Evaluasi sensori sangat berguna dalam proses evaluasi produk yang akan dikonsumsi oleh manusia.

Awalnya evaluasi sensori dikembangkan untuk mempelajari reaksi indra manusia terhadap produk pangan. Reaksi yang dimaksud biasanya dijabarkan dalam bentuk penilaian angka terhadap stimulus yang ditimbulkan dari produk. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, evaluasi sensori produk pangan digunakan sebagai alat untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk baru, memprediksi keinginan konsumen dimasa mendatang, dan memberi gambaran pengembangan produk baru (Ruan dan Zeng, 2004).

Evaluasi sensori dilakukan oleh satu atau lebih panelis. Panelis tersebut mengevaluasi sampel yang disediakan. Dalam praktek pelaksanaannya, panelis sensori yang dilibatkan dibedakan berdasarkan latar belakang pengujian sensori. Menurut Ruan dan Zeng (2004), terdapat dua klasifikasi kelas panelis berdasarkan latar belakang pengujian. Pertama adalah berdasarkan kebutuhan pengembangan produk dan kedua adalah berdasarkan penelitian pasar. Klasifikasi pertama melibatkan panelis terlatih sedangkan klasifikasi kedua melibatkan konsumen secara umum.

Lebih terinci Meilgaard (1999) mengklasifikasikan pengujian sensori menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tujuan pengujian. Kelompok pertama adalah uji pembedaan. Tujuan uji pembedaan adalah untuk membuktikan dugaan adanya perbedaan diantara dua atau lebih produk.

(25)

10

Kelompok berikutnya adalah uji penerimaan. Tujuan dari uji penerimaan adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Kelompok terakhir adalah kelompok uji deskripsi dengan tujuan mendeskripsikan sampel baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif.

Berdasarkan pendapat keduanya, dapat disimpulkan bahwa pengujian sensori yang termasuk dalam pengujian lingkup pengembangan produk disarankan melibatkan panelis terlatih dengan pemilihan kelompok uji pembedaan dan uji deskriptif. Sedangkan pengujian sensori yang memiliki lingkup penelitian pasar disarankan melibatkan konsumen secara umum menggunakan kelompok uji penerimaan.

Pengujian sensori baik itu uji pembedaan, uji penerimaan, dan uji deskripsi pada dasarnya berusaha mencari perbedaan atau mendefinisikan

karakterisasi suatu sampel. Untuk mendapatkan jawaban yang

menggambarkan kondisi nyata, banyak variabel sistematis harus dikontrol. Meilgaard (1999) mengelompokan variabel yang harus dikontrol kedalam tiga kelompok besar. Tiga variabel tersebut adalah pengontrolan pengujian, pengontrolan produk, dan pengontrolan panelis.

2. Pengontrolan Pengujian

Variabel pengontrolan pengujian dilakukan dengan tujuan

meminimumkan bias, memaksimalkan sensitifitas, dan mengeliminasi pengaruh respon panelis yang tidak diakibatkan oleh sampel. Pengontrolan pengujian dilakukan melalui upaya pengaturan kondisi fisik sarana pengujian. Pengaturan kondisi fisik meliputi pengaturan lingkungan pengujian, penggunaan booths atau meja melingkar, pencahayaan, sirkulasi ruangan, tempat persiapan sampel, dan jalur keluar masuk.

Rancangan laboratorium pengujian meliputi Booth, ruangan training dan

uji deskriptif, dan ruangan persiapan. Booth merupakan area khusus yang dirancang untuk menjamin pengujian secara individu. Booth terdiri dari kursi, meja sampel, pintu penyajian sampel, dan pembatas antar booth. Pintu penyajian sampel yang direkomendasikan adalah tipe breadbox dan sliding door (Eggert dan Zook, 1986).

(26)

11

Ruangan training dan uji deskriptif berfungsi sebagai tempat pemberian instruksi dari panel leader ke panelis. Ruang training juga dapat digunakan sebagai ruangan diskusi. Ruang training harus dilengkapi dengan meja diskusi, beberapa kursi, dan papan tulis.

Ruangan persiapan uji merupakan ruangan yang digunakan untuk menyiapkan semua sampel uji baik dari segi kombinasi pengujian maupun jumlah maksimum pengujian. Ruang persiapan disarankan untuk mudah

dijangkau atau berdampingan dengan booth dan ruang uji deskriptif sehingga

mempermudah teknisi dalam menyiapkan, menyajikan, dan membersihkan sampel setelah penyajian (Eggert dan Zook, 1986).

3. Pengontrolan Produk

Tujuan dari pengujian sensori adalah untuk mengukur respon panelis terhadap perbedaan perlakuan, perubahan komposisi bahan, perubahan variabel proses, dan lainya. Berdasarkan tujuan ini, penyajian harus mengeliminasi variabel yang tidak diingingkan dalam pengujian. Untuk itu diperlukan proses persiapan sampel dengan sebaik mungkin.

Persiapan produk membutuhkan beberapa peralatan penyajian seperti timbangan, alat-alat gelas, timer, dan peralatan stainless untuk mencampur dan menyimpan sampel. Alat-alat penyajian harus dipilih secara hati untuk mengurangi bias dan variabel yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, bahan dari plastik kurang sesuai karena dapat mempengaruhi, merubah, dan meninggalkan aroma atau flavor produk. Bahan dari kayu sebaiknya tidak

digunakan untuk papan pemotong, manguk, dan peralatan mixing karena

bersifat porous dan dapat menyerap cairan. Bahan yang terbuat dari gelas sangat baik digunakan untuk penyiapan dan penyajian sampel karena relative tidak terpengaruh oleh sampel yang diuji (Meilgaard, 1999).

Aspek lain yang harus diperhatikan adalah suhu pengujian, ukuran penyajian, keseragaman sampel, dan pengkodean. Setelah proses persiapan selesai dan akan dilanjutkan dengan penyajian, sebaiknya suhu sampel diperiksa. Kondisikan suhu sampel sesuai dengan suhu yang diinginkan. Jika

(27)

12

diinginkan penyajian dalam keadaan hangat, maka sebaiknya sampel dipanaskan dahulu.

Ukuran penyajian harus sama pada tiap subjek. Teknisi sebaiknya menggunakan alat bantu untuk menetapkan ukuran penyajian. Jumlah sampel yang disajikan disesuaikan dengan kemampuan panelis dalam menguji suatu sampel. Sampel harus disajikan dalam bentuk seragam dan telah dihilangkan identitasnya. Sampel-sampel tersebut kemudian diberi kode tiga digit angka acak untuk menyembunyikan identitas sampel (Meilgaard, 1999).

4. Pengontrolan Panelis

Penyebab potensial terjadinya variasi pada respon antara lain interaksi panelis dengan lingkungan pengujian, produk, dan prosedur pengujian. Pengaturan interaksi ini sangat penting dilakukan untuk meminimalisasi bias. Panelis yang dilibatkan baik itu panelis terlatih maupun tidak terlatih selayaknya memperoleh instruksi jelas. Instruksi tersebut meliputi cara pengujian, pengisian kuisioner, dan informasi apa yang dibutuhkan melalui pengujian. Panelis yang dilibatkan paling tidak mengetahui atau familiar terhadap prosedur uji seperti banyaknya sampel sekali mencicip, lamanya waktu kontak produk saat mencicip, dan cara pencicipan.

Selain pengetahuan minimal tersebut, panelis sebaiknya juga mengerti tipe evaluasi sensori yang dibutuhkan. Panelis sebaiknya diberi tahu pengujian yang dilakukan ditujukan untuk membedakan, mendeskripsikan, atau uji penerimaan.

Beberapa pengujian evaluasi sensori membutuhkan panelis terlatih terutama untuk uji deskripsi. Kebutuhan panelis terlatih dapat diatasi dengan mengadakan seleksi dan pelatihan panelis. Untuk menjaga kemampuan panelis terlatih yang telah diperoleh, diperlukan monitoring secara berkesinambungan. Monitoring ini juga diperlukan untuk mencegah menurunnya kemampuan panelis (Meilgaard, 1999). Uji evaluasi yang dapat ditempuh untuk monitoring kinerja panelis diantaranya uji beda dari kontrol dan uji rating.

(28)

13

5. Seleksi Panelis

Kebutuhan panelis terlatih untuk uji deskripsi diatasi dengan melakukan seleksi panelis dan melatih panelis potensial yang lolos seleksi. Sebelum melakukan seleksi dan training, perusahaan diharapkan memiliki komitmen untuk menganggarkan dana pengembangan kegiatan sensori. Analis sensori bertanggung jawab terhadap uji sensori dan harus mendefinisikan sumberdaya yang dibutuhkan.

Panelis potensial harus memenuhi persyaratan tertentu. fisik yang sehat, tidak alergi atau intoleran terhadap pangan tertentu, ketersediaan waktu, memiliki motivasi, dan memiliki ketepatan sensori. Persyaratan ini harus dipenuhi untuk menyediakan keadaan pengujian yang kondusif. Untuk panelis pekerja, ketersediaan waktu merupakan faktor yang harus benar-benar diperhatikan mengingat pengujian sensori bukan bidang pekerjaan utama. Jadwal pengujian perlu disesuaikan untuk mengantisipasi ketersediaan waktu (Meilgaard, 1999).

Panelis potensial diseleksi dengan melakukan beberapa uji sensori. Perhatian utama panel leader harus tertuju pada (1) kemampuan panelis dalam membedakan dan mendeskripsikan perbedaan diantara produk, (2) membedakan dan mendeskripsikan intensitas perbedaan karakteristik tertentu, (3) menguji kemampuan panelis dalam mendeskripsikan suatu karakter baik secara verbal maupun dengan skala (Meilgaard, 1999).

Tahap seleksi panelis menurut Meilgaard, 1999 meliputi :

a. Prescreening

Tahap pertama seleksi panelis menurut Meilgaard adalah prescreening.

Tahap ini dapat ditempuh melalui pengisian kuisioner. Tujuan tahap ini adalah untuk menjaring individu yang dapat memverbalkan respon dan berfikir secara terkonsep.

b. Uji Ketepatan

Tahap berikutnya adalah uji ketepatan. Kandidat yang telah memenuhi syarat kesehatan, ketersediaan waktu, dan menjawab 80% pertanyaan verbal kuisionel awal dapat mengikuti tahap uji ketepatan. Uji ketepatan

(29)

14

dilakukan menggunakan uji segitiga atau uji duo-trio dan pendeskripsian suatu atribut tertentu.

Panelis diharapkan memenuhi 60-80% jawaban benar dari ulangan uji pembedaan disesuaikan dengan tingkat kesulitan uji. Uji pembedaan dilakukan paling tidak 9 kali sehingga data yang didapat menunjukan keadaan panelis yang sebenarnya. Pendeskripsian atribut dapat berasal dari bau, flavor, atau tekstur. Pendeskripsian harus dilakukan dengan spesifik sesuai cara masing-masing panelis. Panelis diharapkan mampu mendeskripsikan 80% sampel yang disajikan dengan benar.

c. Uji Ranking/Rating

Uji berikutnya adalah uji rangking atau uji rating. Uji ini dilakukan setelah panelis mampu menyelesaikan prescreening dan uji ketepatan. Uji tahap ini menggunakan produk aktual yang akan digunakan dalam training. Panelis dikatakan lolos seleksi tahap ini jika mampu menyusun sampel dengan urutan rating atau rangking yang benar untuk 80% atribut uji.

d. Wawancara

Tahap berikutnya adalah wawancara personal. Wawancara secara personal dilakukan untuk konfirmasi motivasi dan ketertarikan kandidat yang lolos tahap sebelumnya. Wawancara dilakukan oleh panel leader. Panelis yang ternyata tidak memiliki motivasi tinggi sebaiknya tidak dilibatkan.

Tahap seleksi menghasilkan panelis potensial yang telah memenuhi kriteria. Panelis potensial tersebut kemudian dilatih dalam suatu training untuk membentuk kerangka pemikiran yang terstruktur dalam melakukan pengujian sensori.

6. Uji Rating (Meilgaard, 1999)

Prinsip dari uji rating adalah penilaian intensitas atribut sensori suatu produk tertentu dalam bentuk skala intensitas. Sampel yang digunakan bervariasi dari 3, 6, atau 8. Pengujian dapat dilakukan dengan memberi sampel satu per satu atau sejumlah sampel sekaligus.

(30)

15

Skala intensitas yang digunakan sebaiknya berupa skala garis. Skala garis menghasilkan data rasio. Penggunaan data rasio sangat menentukan jenis statistik uji yang digunakan dalam pengolahan data. Jenis data rasio merupakan data kontinu sehingga pengolahan data dapat dilakukan dengan sederhana melalui analisis ragam (ANOVA). Analisis ragam merupakan analisis statistik yang biasa digunakan dalam analisis uji deskripsi dan uji lain dimana sampel yang digunakan lebih dari dua dan diukur dengan skala respon (Heymann dan Lawless, 1999).

Analisis data yang dilakukan menerapkan rancangan blok acak lengkap. Panelis dijadikan sebagai blok dan perlakuan adalah sampel-sampel yang diuji. Statistik uji yang digunakan adalah uji F. F hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F tabel dengan taraf dan derajat bebas tertentu. Jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka disimpulkan telah ditemukan bukti minimal ada satu sampel yang memiliki perbedaan dengan sampel lain pada taraf yang digunakan dan sebaliknya. Jika terdapat signifikansi perbedaan, maka dibutuhkan uji lanjut untuk mengetahui dengan tepat sampel mana saja yang berbeda pada taraf yang digunakan.

Uji lanjut atau post hock test yang digunakan adalah uji Tuckey. Uji lanjut tersebut memfasilitasi adanya pembandingan antar sampel. Hasil akhir uji lanjut adalah pengelompokan sampel yang memiliki kesamaan rating dan pembedaan antar kelompok yang memiliki rating berbeda pada taraf yang digunakan.

7. Uji Deskripsi (Meilgaard, 1999)

Uji deskripsi adalah uji yang dapat mendeteksi dan mendeskripsikan aspek sensori baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari produk yang di uji. Jumlah panelis yang dilibatkan tergantung dari seberapa besar perbedaan akan mempengaruhi keputusan. Jika perbedaan kecil akan memberi efek besar, maka sebaiknya panelis yang dilibatkan relatif besar. Pelibatan panelis yang banyak biasanya dilakukan pada uji produk masal seperti minuman ringan. Tetapi jika toleransi perbedaan besar, maka panelis yang dilibatkan relatif lebih sedikit.

(31)

16

Panelis harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan

mendeskripsikan atribut sensori yang melekat pada sampel. Aspek kualitatif dari produk digunakan untuk menentukan atribut penampakan, aroma, flavor, tekstur, atau suara produk yang berbeda dengan produk lain. Panelis yang dilibatkan harus terlatih untuk membedakan dan merating aspek kuantitatif sampel yang digunakan. Hal ini diperlukan agar panelis dapat mendefinisikan seberapa besar perbedaan karakteristik yang ada pada sampel.

Uji deskriptif memiliki beberapa komponen yaitu komponen karakteristik atau aspek kualitatif, intensitas atau aspek kuantitatif, aspek waktu, dan aspek integrasi. Aspek kualitatif meliputi definisi profil sensori dari sampel. Profil deskriptif dari sampel antara lain tentang karakter penampakan, karakter aroma, karakter flavor, karakter tekstur dan sebagainya.

Aspek kuantitatif adalah intensitas perbedaan dari karakteristik sensori sampel. Perbedaan tersebut digambarkan dalam bentuk nilai pengukuran. Skala pengukuran yang dapat digunakan terbagi menjadi dua jenis yaitu skala kategori dan skala garis. Skala kategori menggunakan angka 0-9 atau dengan jarak yang lebih jauh. Kelemahan skala kategori adalah terbatas oleh kosa kata yang ada dan jarak antar skala yang belum tentu sama.

Skala garis menggunakan garis sebagai pengukur respon. Panjang garis yang digunakan adalah 15 cm. Panelis dapat menggambarkan intesitas suatu sampel dengan member tanda pada garis yang disediakan. Kelebihan dari skala garis adalah intensitas yang terukur lebih teliti karena terhindar dari pengharapan angka kesukaan. Tetapi penggunaan skala garis juga memiliki kelemahan yaitu kesulitan panelis untuk mempertahankan konsistensi karena posisi tanda susah diingat.

Aspek waktu dalam uji deskriptif didefinisikan sebagai lama waktu kontak panelis dengan sampel. Aspek integrasi mengharuskan panelis mampu mengatur beberapa penilaian yang terintegrasi pada produk. Uji deskriptif dapat ditempuh dalam beberapa metode diantaranya Flavor Profil Method (FPM), Quantitative Descriptive Analysis (QDA), Spectrum Descriptive Analysis (SDA), dan Texture Profile Method (TPM).

(32)

17

FPM merupakan jenis uji deskriptif yang berusaha mendeskripsikan flavor dari suatu produk atau ingredient. FPM merupakan metode berdasarkan pada teori bahwa flavor terdiri dari rasa yang dapat diidentifikasi, aroma, dan atribut kimia yang dapat dirasakan, ditambah dengan kompleks atribut yang belum bisa diidentifikasi (Chambers dan Wolf, 1996). Piper dan Scharf menambahkan bahwa skala yang digunakan di uji FPM adalah skala kategorik. Hasil dari evaluasi individu didiskusikan dengan bantuan moderator hingga konsensus kelompok dihasilkan. Kerugian dari FPM diantaranya pengukuran individu hilang akibat konsensus kelompok. FPM lemah disisi pengulangan dan verifikasi statistik. FPM membutuhkan panelis sebanyak 4 hingga 6 panelis terlatih.

TPM memiliki kesamaan dengan FPM dalam hal jumlah panelis yang dibutuhkan dan hasil analisis yang didiskusikan. TPM merupakan uji deskriptif yang khusus dirancang untuk pengujian tekstur. Pengujian dimulai dengan mengklasifikasikan tekstur berdasarkan karakter mekanik, karakter geometrik dan karakter lainnya. Panelis diberikan pelatihan mengenai prinsip teori tekstur dan konsep penekanan dan peregangan bahan. Panelis diberikan produk dengan tekstur beragam untuk dicicipi (Rosenthal, 1999).

SDA menurut Piper dan Schraft membutuhkan 15 panelis terlatih dalam pelaksanaan pengujian. SDA memiliki banyak standard ditiap atribut sehingga disebut sebagai spectrum descriptive analysis. Profil sensori produk yang akan diukur telah ditentukan terlebih dahulu oleh analis. Selain digunakan untuk mengevaluasi produk pangan, SDA juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi produk kosmetik (Dooley, 2004).

8. Quantitative Descriptive Analysis (Meilgaard, 1999)

Metode QDA didasarkan pada analisis statistik untuk menentukan kondisi, prosedur, dan panelis yang dilibatkan pada analisis produk yang spesifik. Metode QDA dikembangkan oleh Tragon Corp. Panelis diseleksi dari banyak calon panelis terlatih berdasarkan kemampuannya mendiskriminasikan perbedaan karakter sensori diantara beberapa sampel dari produk spesifik.

(33)

18

Produk spesifik yang dimaksud adalah produk yang akan digunakan selama training.

Prinsip dari QDA adalah menggunakan kemampuan panelis terlatih untuk mengukur intensitas atribut tertentu yang spesifik dalam kondisi

reproducible sehingga menghasilkan kuantifikasi atribut yang komperhensif dan dapat diolah melalui analisis statistik (Chapman et al., 2001). Proses training panelis QDA membutuhkan produk dan ingredient referensi. Referensi digunakan untuk pembentukan terminologi yang sama antar panelis.

Terminologi yang telah terbentuk diharapkan tetap konsisten tetapi tidak membatasi panelis dalam memberi penilaian. Respon panelis terhadap suatu stimulus dikuantifikasi dengan penggunaan skala garis. Skala garis yang digunakan memiliki panjang 15 cm. Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label sesuai karakteristik maksimum dan minimum yang ingin diukur.

Di dalam proses pengujian menggunakan metode QDA, diperlukan standard atau reference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut sampel. Standard atau reference merupakan hal penting untuk membangun bahasa penilaian bagi panelis sehingga penilaian memiliki tingkat reprokdusibilitas tinggi ketika dilakukan ditempat dan waktu yang berbeda (Drake dan Civille, 2002). Panelis QDA menilai produk dalam booth yang tersekat untuk mengurangi interaksi antar panelis. Panelis tidak diperbolehkan mendiskusikan data, terminologi, atau sampel setelah sesi pengujian selesai.

QDA menurut Piper dan Scharf (2004) memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan QDA salah satunya adalah membutuhkan banyak waktu dan biaya untuk proses training panelis. Kelebihan QDA adalah tingkat keberulangan yang tinggi dan verifikasi statistik yang cukup teliti disemua hasil analisis.

(34)

19

C. ANALISIS STATISTIK

1. Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Montgomery, 2001)

Rancangan acak kelompok lengkap atau yang lebih sering disebut rancangan acak kelompok (RAK) digunakan dalam menganalisis ragam dari respon panelis ditiap atribut. RAK merupakan rancangan percobaan yang memiliki dua variabel perlakuan. Salah satu variabel tersebut merupakan faktor kelompok.

Model statistik RAK adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij : Respon pada perlakuan ke I dan kelompok ke j

µ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke i

βj : Pengaruh kelompok ke j

εij : Pengaruh eror perlakuan ke I dan kelompok ke j.

RAK diterapkan pada percobaan dimana setiap unit contoh mendapat perlakuan yang sama tetapi berada di kelompok yang berbeda. Dalam rancangan tersebut, variabel kelompok dikeluarkan sebagai faktor sistematis yang dapat dikendalikan. Dengan demikian galat error hanya ditimbulkan oleh faktor yang memang sudah tidak dapat dikendalikan oleh peneliti.

2. Analisis Regresi Sederhana (Draper dan Smith, 1992)

Analisis regresi merupakan alat analisis yang digunakan untuk menyelidiki hubungan antar variabel. Pada suatu keadaan tertentu, menarik untuk diketahui pengaruh yang ditimbulkan suatu variabel terhadap variabel yang lain. Hubungan tersebut didekati dengan penggambaran dalam fungsi matematis yang sederhana.

Analisis regresi sederhana merupakan bagian dari analisis regresi. Variabel dalam analisis regresi sederhana hanya ada dua yaitu variabel independent dan variabel dependent. Kedua variabel tersebut saling berpasangan. Variabel independent merupakan variabel yang menyebabkan variasi pada variabel dependen. Variabel independent bersifat tetap sedangkan

(35)

20

variabel dependent bersifat acak. Peneliti dapat menetapkan taraf variabel independent yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap respon unit sampel yang bersifat acak.

Model yang digunakan dalam regresi sederhana adalah sebagai berikut : Y = β0 + β1X + ε

Keterangan :

Y : Respon akibat pengaruh variable independent β0 : Intersep model

X : Variabel independent

β1 : Gradien persamaan garis lurus

ε : Galat

Kelayakan model diduga dari nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari persamaan garis regresi linier sederhana yang dihasilkan. Koefisien determinasi (R2) menunjukan tingkat penjelasan model terhadap variasi data yang diperoleh dari hubungan dua variabel yang saling berpasangan dalam hubungan linier sederhana. Jika diperlukan, kelayakan model dapat diuji menggunakan statistik uji korelasi pearson.

Nilai koefisien determinasi dalam beberapa kasus tidak dapat menunjukan hubungan linier sederhana dengan tepat. Untuk itu diperlukan uji lain yang dapat menjamin bahwa model yang digunakan layak. Nilai korelasi pearson yang signifikan menunjukan bahwa model memiliki korelasi dan saling mempengaruhi dalam hubungan garis lurus sederhana.

3. Analisis Biplot (Johnson dan Wicherin, 1998)

Analisis biplot merupakan upaya grafis yang mengubah tabel ringkasan dalam bentuk dua dimensi. Analisis biplot termasuk dalam analisis peubah ganda dengan peubah respon lebih dari satu. Informasi yang diberikan oleh biplot mencakup objek dan peubah dalam satu gambar dua dimensi.

Metode ini tergolong dalam analisis eksplorasi peubah ganda yang ditujukan untuk menyajikan data peubah ganda dalam peta dua dimensi, sehingga perilaku data mudah dilihat dan diinterpretasikan. Menurut Jolliffe (2002), biplot adalah teknik statistika deskriptif yang dapat disajikan secara

(36)

21

visual guna menyajikan secara simultan n obyek pengamatan dan p peubah dalam ruang bidang datar, sehingga ciri-ciri peubah dan obyek pengamatan serta posisi relatif antar obyek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis.

Dalam hubungannya dengan evaluasi sensori dan pengembangan produk, Hadi (2000) mengatakan bahwa analisis Biplot sangat berguna dan cukup kuat untuk memperoleh informasi tentang karakter produk baru relatif terhadap konsep ideal konsumen dan merek pesaing. Analisis Biplot dengan pendekatan eksplorasi kualitatif melalui konsep jarak relatif objek dan peubah juga dapat menghasilkan saran pengembangan bagi roduk baru dalam rangka memenuhi kepuasan konsumen.

Analisis biplot merupakan pereduksi dari dari ruang berdimensi besar ke dimensi dua. Konsekuensi dari reduksi tersebut adalah hilangnya informasi yang terkandung dalam biplot. Informasi minimal yang didapatkan dari biplot adalah sebesar 70% (Jolliffe, 2002).

Terdapat empat informasi penting yang bisa didapatkan dari output biplot yaitu :

a. Kedekatan antar objek

Biplot menyajikan objek mana saja yang memiliki karakteristik dengan objek yang lain. Dalam persaingan industri pangan, kemiripan karakter dapat disebut sebagai produk pesaing.

b. Keragaman peubah

Biplot menyajikan informasi peubah mana yang nilainya relative sama pada semua objek atau sebaliknya peubah mana yang nilainya relatif sangat berbeda pada semua objek. Informasi ini mengindikasikan pada peubah mana harus dilakukan peningkatan atau sebaliknya. Peubah berkeragaman kecil digambarkan dengan garis vektor yang pendek dan sebaliknya.

c. Korelasi antar peubah

Informasi ini digunakan untuk menilai bagaimana suatu peubah mempengaruhi atau dipengaruhi oleh peubah yang lain. Peubah digambarkan dalam garis lurus berarah. Dua peubah yang memiliki korelasi positif tinggi digambarkan duabuah garis yang berhimpit atau membentuk sudut sempit. Dua peubah yang memiliki korelasi negative tinggi

(37)

22

digambarkan saling bertolak belakang atau membentuk sudut yang besar. dua peubah yang tidak memiliki korelasi digambarkan oleh dua garis dengan sudut mendekati 900C.

d. Nilai peubah pada suatu objek

Informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari tiap objek. Objek yang letaknya searah dengan arah suatu peubah dapat dikatakan objek tersebut nilainya diatas rata-rata. Sebaliknya, objek yang terletak berlawanan dengan arah suatu peubah dapat dikatakan objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata. Objek yang berada di tengah dapat dikatan memiliki nilai relatif dekat dengan rata-rata.

(38)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam latihan panelis potensial yang telah lolos seleksi antara lain gula bubuk merk Apel Kesemek dan Milky

(brand Alfamart), garam meja merk Refina, Pala bubuk CapKupu-kupu, Lada Putih butiran Carrefour, Aroma Beef dari supplier (PT Foodex), Aroma Smoke

dari supplier (PT Foodex), dan dextrin. Bahan utama yang digunakan dalam praktek awal dan pemetaan produk adalah sosis komersial dari enam merk berbeda yang diproduksi oleh empat produsen olahan daging. Sampel sosis yang dimaksud dilambangkan dengan kode KSSG, FSSG, BSSG, KSAY, FSAY, dan FICS.

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gelas kaca kecil, botol kaca kecil, piring styrofoam, sendok kecil, tusuk gigi, pisau, kompor paraffin, lemari pendingin, teflon, gelas piala 250 ml, gelas piala 500 ml, pipet 1 ml, pipet 5 ml, pipet 10 ml, tissue, neraca analitik, dan botol plastik.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap dengan melanjutkan langkah yang telah dilaksanakan perusahaan. Langkah yang telah dilaksanakan perusahaan antara lain seleksi panelis hingga tahap uji rating. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan tahap latihan dan uji berseri.

1. Tahap Pertama

Tahap pertama penelitian adalah seleksi panelis dari beberapa kelompok kandidat panelis. Terdapat beberapa langkah untuk menyeleksi kandidat panelis yang disarankan oleh Meilgaard dan telah dilakukan perusahaan. Langkah-langkah seleksi dilakukan untuk menjaring kandidat panelis yang benar-benar sesuai dan memiliki kemampuan baik dalam memberi respon. Terdapat kriteria yang telah ditetapkan dan harus dipenuhi oleh kandidat panelis ditiap langkah seleksi.

(39)

24

Langkah-langkah seleksi yang telah dilakukan adalah :

a. Prescreening

Langkah prescreening ditempuh melalui pengisian kuisioner. Tujuan tahap prescreening adalah untuk menjaring individu yang dapat menskala dan berfikir secara terkonsep.

b. Uji Ketepatan

Langkah berikutnya adalah uji ketepatan. Kandidat yang dapat mengikuti tahap ini adalah kandidat yang telah memenuhi syarat kesehatan, ketersediaan waktu, dan menjawab 80% pertanyaan kuisioner awal. Uji ketepatan dilakukan melalui uji segitiga dan pendeskripsian beberapa aroma dan rasa dasar.

Panelis diharapkan memenuhi 60-80% jawaban benar dari ulangan uji pembedaan disesuaikan dengan tingkat kesulitan uji. Uji pembedaan dilakukan paling tidak 9 kali sehingga data yang didapat menunjukan keadaan panelis yang sebenarnya. Pendeskripsian atribut dapat berasal dari bau, flavor, atau tekstur. Pendeskripsian harus dilakukan dengan spesifik sesuai cara masing-masing panelis. Panelis diharapkan mampu mendeskripsikan 80% sampel yang disajikan dengan benar.

c. Penjaringan Atribut Kunci

Kandidat panel terlatih dilibatkaan dalam penjaringan atribut sosis yang akan dikuantifikasi melalui uji deskriptif. Langkah penjaringan atribut bertujuan untuk memperoleh atribut sensori penting yang melekat pada sosis komersial.

d. Pengenalan Skala Pengukuran

Tahap kedua latihan adalah pengenalan skala pengukuran yang

digunakan. Panel leader memberi penjelasan mengenai penilaian

respon terhadap intensitas suatu atribut menggunakan skala garis dengan panjang 15 cm.

(40)

25

e. Uji Ranking/Rating

Uji berikutnya adalah uji rangking atau uji rating. Uji ini dilakukan setelah panelis mampu menyelesaikan prescreening dan uji ketepatan. Panelis dikatakan lolos seleksi tahap ini jika mampu menyusun sampel dengan urutan rating atau rangking dengan benar.

f. Praktek Awal

Pengujian terhadap beberapa seri sampel dilakukan setelah panelis mengetahui terminologi dan skala yang digunakan. Praktek awal menggunakan sampel produk sosis. Praktek awal dilakukan untuk mendorong panelis menerapkan prosedur evaluasi sesuai definisi dan referensi. Praktek awal dilakukan menggunakan sampel sosis dengan perbedaan intensitas atribut relatif besar hingga perbedaan intensitas atribut yang cukup kecil.

2. Tahap Kedua

Tahap kedua penelitian mencakup langkah-langkah yang ditempuh untuk melatih panelis potensial menjadi panelis terlatih. Tahap pelatihan dilakukan untuk mendapatkan panelis terlatih yang akan digunakan dalam pengujian deskriptif.

Tahap pelatihan yang dilakukan diantaranya :

a. Pengujian Berseri

Tahap pengujian berseri dilakukan untuk mengetahui

kekonsistenan panelis potensial dalam merespon suatu atribut. Tahap yang dilakukan menggunakan flavor dengan konsentrasi berbeda sebagai sampel. Panelis potensial yang konsisten dalam memberi respon akan dilibatkan dalam pengujian selanjutnya.

b. Pembentukan Kelompok Deskriptif

Panelis potensial yang lolos hingga tahap pengujian berseri akan direkomendasikan untuk masuk dalam tim deskriptif. Tim yang terbentuk akan melakukan uji deskriptif menggunakan metode QDA dengan menggunakan sampel produk.

(41)

26

c. Konsensus Pengujian

Kelompok panelis deskriptif yang dibentuk mendiskusikan prosedur pengujian dengan lebih teliti. Diskusi dilakukan untuk mengakomodasi kondisi optimum pengujian yang mempermudah panelis dalam menilai sampel.

3. Tahap Ketiga

Tahap ketiga meliputi pengujian deskriptif dengan sampel beberapa merek sosis komersial. Tujuan utama dilakukan uji deskripsi adalah untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan karakter beberapa sosis komersial. Karakter sosis yang diteliti meliputi karakter berdasarkan atribut hasil penjaringan.

Jenis uji deskriptif yang dipakai adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Terminologi yang dipakai selama pengujian menggunakan metode QDA adalah terminologi yang telah terbangun selama latihan. Prosedur pengujian memakai hasil konsensus dari latihan yang telah disepakati.

C. METODE ANALISIS PRODUK

Atribut sensori produk dievaluasi dengan menggunakan metode QDA. Metode QDA dikembangkan oleh Tragon Corp . QDA merupakan salah satu jenis uji deskripsi yang dapat mengukur intensitas rangsangan. Respon panelis terhadap suatu stimulus dikuantifikasi dengan penggunaan skala garis. Skala garis yang digunakan memiliki panjang 15 cm. Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label sesuai karakteristik maksimum dan minimum intensitas atribut yang ingin diukur.

(42)

27

D. METODE ANALISIS DATA

Data yang diperoleh selama latihan untuk melihat konsistensi panelis dalam merespon rangsangan diolah dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan analisis korelasi pearson. Analisis regresi sederhana merupakan alat analisis yang menghubungkan peubah respon acak dengan peubah penjelas (Draper dan Smith, 1992).

Data yang diperoleh dari pengujian deskriptif menggunakan metode QDA diolah dengan metode analisis ragam dan analisis peubah ganda. Analisis ragam menggunakan rancangan acak kelompok lengkap. Analisis ragam digunakan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan intenstas atribut sampel. Disamping itu, analisis ragam memberi informasi pengaruh panelis terhadap respon dari intensitas atribut yang diberikan. Jenis analisis peubah ganda yang digunakan adalah analisis biplot. Analisis biplot digunakan untuk mengetahui kedekatan sampel di semua atribut yang melekat.

Gambar

Diagram alir produksi sosis matang ……………..................……  Denah Laboratorium Sensori…………………………………….
Tabel 2. SNI 01-3820-1995
Gambar 2. Denah Laboratorium Sensori
Table 3. Hasil uji rasa, aroma dasar, dan uji ketepatan kandidat panelis.
+7

Referensi

Dokumen terkait