• Tidak ada hasil yang ditemukan

QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL INGREDIENT SKRIPSI SYAIFUL HADI F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL INGREDIENT SKRIPSI SYAIFUL HADI F"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN

DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL

INGREDIENT

SKRIPSI

SYAIFUL HADI

F24060595

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN

DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL

INGREDIENT

Syaiful Hadi

1

, Dedi Fardiaz

1,2

, and Nuri Andarwulan

1,2

1Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, Bogor 16680, Indonesia

2Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Bogor Agricultural University, Bogor 16680, Indonesia

Cooresponding author: 081311200677, syaiha_itp43@yahoo.com

ABSTRACT

Red Palm Olein (RPO) is purified oil originated from Crude Palm Oil (CPO) that contains high carotenoids as pro-vitamin A. Instan noodle as a favourite food in Indonesia can be used as a carotenoids carrier if RPO used as seasoning oil ingredient. Quantitative Descriptive Analysis method used in this research was to observe the effect of RPO addition in instan noodle seasoning oil. Instan noodles used in this research were onion chicken flavored noodle and chiken curry flavored noodle. Addition of two mL RPO was expected to give vitamin A recommended daily requirement as much as 16.62% for adult men and 19.94% for adult women. RPO used in this research was in accordance with SNI and CODEX standards, namely moisture content 0.02%, slip melting point 17.35 0C, free fatty acid 0.13%, peroxide number 3.97 meq peroxide /kg samples, carotenoids 373.88 ppm, and iod number 54.81 g iod/100 g samples. The identified attributes in onion chicken flavored noodle were onion and chilly aroma with salty and umami taste, and spicy sensation as its aftertaste. While in chicken curry flavored noodle, the identified attributes were onion, kari, and cooking oil aroma with salty, umami, and spicy taste, and oily and umami as its aftertaste. QDA results for onion chicken flavored noodle showed that both addition and substitution of 2 mL RPO had significant different with control at p>0.05. but, those treatment showed insignificant different each other at p>0.05. the similar results were observed on curry chicken flavored noodle.

Key words : Red Palm Olein (RPO), Quantitative Descriptive Analysis (QDA), Seasoning Oil, Instant Noodle

(3)

SYAIFUL HADI. F24060595. Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan

dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient. Di bawah

bimbingan Dedi Fardiaz dan Nuri Andarwulan. 2011

RINGKASAN

Minyak sawit kasar (CPO) memiliki kandungan karotenoid cukup tinggi yaitu berkisar 500-700 ppm. Selain kandungan karotenoid yang tinggi, minyak sawit kasar juga memiliki kandungan tokoferol dan tokotrienol berkisar 600-1000 ppm. Karotenoid memiliki banyak kegunaan bagi tubuh kita diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama β-karoten) yang berfungsi untuk mencegah kebutaan karena xeropthalmia, senyawa antikanker, antioksidan, mencegah kardiovaskular, dan meningkatkan imunitas tubuh.

CPO mempunyai karakter yang belum layak makan sehingga perlu dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan selama ini dalam pengolahan CPO menjadi minyak goreng terjadi penghancuran komponen karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol terutama pada tahap

degumming, bleaching, dan deodorisasi. Untuk menghasilkan suatu produk yang mempertahankan

karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol, maka proses degumming, bleaching, deodorisasi, dan fraksinasi harus dimodifikasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Minyak hasil pemurnian CPO ini dikenal dengan Red Palm Olein (RPO). RPO merupakan minyak sawit yang tidak mengalami pemucatan. RPO diperoleh dengan mengolah CPO secara minimal sehingga kandungan tokoferol, tokotrienol, dan karotenoidnya dapat dipertahankan.

Mi instan adalah mi yang sudah diolah terlebih dahulu, dan bisa dipersiapkan untuk konsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu serta seasoning oil yang sudah ada dalam paketnya. Saat ini mi instan telah menjadi makanan favorit warga negara Indonesia dan seakan-akan telah menjadi makanan pengganti nasi sebagai makanan pokok.

RPO yang memiliki berbagai macam komponen aktif dapat dijadikan bahan baku pada

seasoning oil mi instan, sehingga mi instan yang dihasilkan akan memiliki nilai gizi yang lebih tinggi

dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Perlakuan RPO pada seasoning oil mi instan perlu dilakukan uji sensori (organoleptik) agar diketahui apakah perlakuan RPO tersebut memberikan hasil yang baik dan bisa diterima oleh konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adakah perbedaan yang nyata antar atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% dengan melakukan uji organoleptik menggunakan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dan disajikan dalam spider web

diagram.

Uji deskripsi dilakukan terhadap tiga atribut utama sensori yaitu aroma, rasa, dan citarasa. Uji deskripsi dilakukan pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Pada penelitian ini dilakukan dua perlakuan RPO, yaitu penambahan 2 mL RPO pada seasoning oil mi instan dan substitusi 2 mL RPO pada seasoning oil mi instan. Perlakuan 2 mL RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.

(4)

Penelitian ini diawali dengan karakterisasi sifat fisikokimia RPO yang digunakan sebagai bahan baku. RPO yang digunakan memiliki kadar air sebesar 0.02%, slip melting point sebesar 17.350C, kadar asam lemak bebas sebesar 0,13%, bilangan peroksida sebesar 3,97 meq peroksida/kg sampel, total karotenoid sebesar 373,88 ppm, dan bilangan iod sebesar 54,81 g iod/100 g sampel. RPO yang digunakan berkualitas baik karena memenuhi standar mutu SNI dan CODEX yang berlaku untuk minyak sawit.

Atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang adalah aroma bawang, aroma cabe, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa pedas, dan aftertaste pedas. Sedangkan atribut sensori yang teridentifikasi pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam adalah aroma bawang, aroma kari, aroma minyak goreng, rasa asin, rasa gurih, citarasa kari, citarasa pedas, aftertaste gurih, dan aftertaste berminyak. Dari penilaian yang dilakukan oleh panelis terlatih terhadap mi instan merk Indomie rasa ayam bawang diketahui bahwa perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO memiliki perbedaan dengan kontrol pada taraf signifikansi 5%, namun kedua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%. Hal yang sama juga terjadi pada penilaian panelis terhadap mi instan merk Indomie rasa kari ayam.

Atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang secara umum mengalami penurunan kecuali atribut aroma minyak goreng. Penurunan signifikan terjadi pada aroma bawang, aftertaste pedas, dan citarasa pedas. Sedangkan penurunan dan peningkatan intensitas yang terjadi pada atribut sensori yang lain tidak signifikan. Pada mi instan merk Indomie rasa kari ayam, penurunan intensitas juga terjadi pada semua atribut sensori kecuali atribut aftertaste berminyak. Penurunan signifikan terjadi pada atribut aroma bawang, aroma kari, citarasa pedas, dan citarasa kari. Sedangkan peningkatan signifikan terjadi pada atribut aftetaste berminyak.

Perlakuan penambahan 2 mL RPO lebih direkomendasikan untuk dikembangkan pada kedua rasa mi instan merk Indomie, rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Penambahan bawang goreng juga direkomendasikan untuk meningkatkan aroma bawang yang mengalami penurunan karena perlakuan 2 mL RPO.

(5)

QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) MI INSTAN

DENGAN RED PALM OLEIN (RPO) SEBAGAI SEASONING OIL

INGREDIENT

SKRIPSI 

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

 

 

OLEH :

SYAIFUL HADI

F24060595

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(6)

Menyetujui:

Mengetahui:

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

(Dr. Ir. Dahrul Syah)

NIP: 19650814 199022 1 001

Tanggal ujian : 23 Desember 2010

Judul Skripsi

: Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan

Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient

Nama

: Syaiful Hadi

NRP :

F24060595

Pembimbing I,

(Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc.)

NIP. 19481001.197302.1.001

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si.)

NIP. 19630701.198811.2.001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Quantitative

Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient adalah hasil karya sendiri dengan arahan dan bimbingan dari Dosen Pembimbing

Akademik serta belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyataan Syaiful Hadi

(8)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 03 April 1986 sebagai anak ketiga dari pasangan bapak T. Suyanto (alm) dan ibu Tuminah. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal di SD Negeri no 27 Desa Air Dikit, Bengkulu Utara, SLTP Negeri 9 Desa Dusun Baru, Bengkulu Utara, dan SMA Negeri 5 Kota Bengkulu. Kemudian penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2006 dan pada tahun 2007 penulis diterima pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan IPB.

Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) TPB IPB pada tahun (2006-2007), Kepala Divisi Eksternal dan Kelembagaan Luar DPM Fateta (2007-2008), Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Forum Bina Islami (FBI) Fateta (2008-2009), dan Ketua Ikatan Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah (2008-2009). Penulis juga pernah terlibat di berbagai kepanitian diantaranya Koordinator Acara PLASMA I (Pelatihan Sistem Manajemen Halal I) tingkat nasional yang diadakan oleh HIMITEPA IPB, Ketua Pelaksana Pemilihan Raya Kelembagaan TPB IPB, dan lain-lain. Penulis juga pernah menjadi juara I Engineering Science Competition tingkat IPB yang diselenggarakan oleh HIMATETA IPB.

Penulis juga pernah mengikuti acara-acara seminar atau pelatihan, diantaranya No Drugs

Campaign yang diselenggarakan oleh pihak asrama TPB IPB pada tahun 2006 dan Pelatihan

Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh pihak CDA IPB pada tahun 2009. Penulis pernah mendapatkan beasiswa dari UNILEVER pada tahun 2009.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient”, di bawah bimbingan bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi pada tahun 2011.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah swt atas karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Quantitative Descriptive Analysis (QDA) Mi Instan dengan Red Palm Olein (RPO) sebagai Seasoning Oil Ingredient ini dilaksanakan di SEAFAST CENTER IPB sejak bulan Februari sampai Agustus 2010.

Dukungan dan bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak sangatlah berarti bagi penulis. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak (alm) dan Ibu, atas seluruh untaian doa, kasih sayang, perhatian, pengertian, dukungan, dan kepercayaannya sehingga dapat memotivasi penulis untuk menjadi pribadi yang pantang menyerah, sabar, dan bertenggang rasa. Didikan bapak (alm) sangat luar biasa dan selalu membekas, semoga kelak kita bisa bertemu lagi di syurga Nya. Amin.

2. Mas Nur Hidayat dan mbak Munah, mbak Endang dan mas Suardi, serta adikku tersayang Iswahyudi, kalian adalah saudara-saudara terbaik, semoga kebaikan dan keberkahan Allah senantiasa bersama kalian.

3. Ibu Nani Zulhani M.Pd atas motivasi dan bantuannya saat masuk ke SMA N 5 kota Bengkulu, moment itu tidak mungkin bisa terlupa. Semoga Ibu dan keluarga selalu dalam lindungan Allah swt.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc dan Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si yang dengan kesabarannya membimbing dan mengarahkan penulis selama mengenyam pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

5. Ibu Dr. Ir. Dede R. Adawiyah M.Si, selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

6. Ustadz Romli Suja’i atas nasihat dan ilmunya serta atas perhatian dan cintanya, semoga Pondok Pesantren Mahasiswa Al Inayah menjadi lebih baik.

7. Seluruh santri dan Alumni Al Inayah atas ukhuwah indah yang terjalin, atas ghonimah dan kebersamaan salama ini, semoga kita tetap akan menjadi saudara di dunia dan akhirat.

8. Saudara selingkaranku, Kamal, Randi, Welly, Hanif, Angga, Hendry, Habib, Febri, mas Yuda, mas Fiki, dan ustadz Irmansyah atas doa, cinta, persahabatan, nasihat, kritikan, saran, dan tausiyah yang sudah kalian berikan, semoga dibalas oleh Allah swt sebagai amal kebaikan. 9. Akhi Rachmat Widyanto (Anto) atas bantuannya menemani dan membantu selama penelitian

ini berlangsung, semoga kebaikan dan keberkahan Allah senantiasa bersamamu bro.

10. Akhi Dedi dan akhi Anis atas traktiran makan-makannya setiap tahun, semoga kita semua sukses.

11. Adek angkatku Rahmi Ulfah Senjayani (Ami) atas ukhuwah yang selama ini terjalin. Semoga segera menjadi Dokter, dan bisa melanjutkan pendidikan ke dokter jiwa.

12. Wahni Eva Fentika Sari atas dukungan, semangat, dan hadiah-hadiah yang pernah diberikan, semoga dibalas sebagai amal kebaikan di sisi Allah swt.

13. Siti Sri Utami (Ami) atas sms setiap harinya yang kocak, lucu, aneh, dan memberikan pengobat stress selama mengerjakan tugas akhir ini, semoga Ami bisa sukses dunia dan akhirat.

14. Ibu-ibu dan mbak-mbak panelis (ibu Rubiyah, ibu Antin, ibu Sri, ibu Ari, mbak Ria, mbak Irin, mbak Yuli, mbak Yulia, mbak Yane, mbak Ririn, mbak Siti) yang dengan sabar mengikuti perjalanan penelitian saya dari awal sampai akhir. Mohon maaf atas segala khilaf dan kekurangan.

(10)

klasik yang akan selalu kita kenang di masa depan.

16. Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan serta para karyawan yang begitu sabar menghadapi kami agar menjadi lebih baik.

17. Pak Gatot, Bu Rubiyah, Bu Antin, Pak Wahid, Pak Sob, Mba Darsih, Pak Rozak, Pak Yahya, dan semua komunitas laboratorium ITP atas kesabarannya dalam membimbing kami

18. Mas Arief, Mba Ria, Mba Ria 2, Mba Irin, Mas Marto, Mba Virna, Pak Sukarna, Pak Deni, semua Bibi Seafast, dan seluruh komunitas Seafast Center IPB atas kebaikan hatinya dalam mendukung dan membantu penyelesaian tugas akhir ini.

19. Semua pihak yang telah hadir dalam kehidupan penulis, yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Semoga amal ibadah kalian diridhoiNya dan mendapatkan pahala yang setimpal. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pangan dan gizi.

Bogor, Januari 2011 Syaiful Hadi

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………... I DAFTAR ISI ………... Iii DAFTAR TABEL ………... V DAFTAR GAMBAR ………... Vi DAFTAR LAMPIRAN………... Vii I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG ………... 1

1.2. TUJUAN ………... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL) ………... 3

2.1.1. Kualitas CPO ………... 4

2.1.2. Komponen Minor CPO ………... 4

2.1.3. Pemurnian CPO ………... 5

2.2. RED PALM OLEIN (RPO) ……...………..………... 5

2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant ………... 6

2.2.1.1. Degumming ………... 6 2.2.1.2. Deasidifikasi ………... 7 2.2.1.3. Deodorisasi ………... 7 2.2.1.4. Fraksinasi ………... 7 2.3. KAROTENOID ………... 8 2.4. STABILITAS KAROTENOID ………...………... 9 2.5. PANGAN FUNGSIONAL ………... 10 2.6. EVALUASI SENSORI ………... 12

2.6.1. Pentingnya Evaluasi Sensori dalam Pengembangan Produk Baru ……... 12

2.6.2. Definisi Evaluasi Sensori ………... 12

2.6.3. Pelatihan Panelis menurut Meilgaard et al. (1999) ………... 13

2.6.4. Analisis Deskriptif ………... 13

2.6.5. Quantitative Descriptive Analisys (QDA) ………... 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT ………... 15

3.2. METODE PENELITIAN ………... 15

3.2.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia RPO …………..………... 15

3.2.2. Persiapan Sampel untuk Uji Sensori ... 15

3.2.3. Analisis Deskripsi ………... 16

3.2.3.1. Pelatihan Panelis ………... 16

3.2.3.2. Penilaian Produk ………... 17

3.3. PARAMETER YANG DIAMATI ………... 17

3.3.1. Kadar Air (AOAC 1995) ………... 17

3.3.2. Slip melting point (SMP) (AOCS Official Method Cc 3-25 1993) ……... 18

3.3.3. Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Method Cd 5a-40 1993) …... 18

3.3.4. Bilangan Peroksida (AOCS Official Method Cd 8-53 2005) …………... 18

(12)

3.3.6. Bilangan Iod (PORIM p3.2 1995) ………... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA RED PAL OLEIN (RPO) ... 20

4.1.1. Kadar Air ………... 20

4.1.2. Slip melting point (SMP) ………... 20

4.1.3. Kadar Asam Lemak Bebas ………... 21

4.1.4. Bilangan Peroksida………... 21

4.1.5. Total Karotenoid ………... 21

4.1.6. Bilangan Iod ………... 21

4.2. KARAKTERISTIK MI INSTAN MERK INDOMIE ... 21

4.3. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) ………... 23

4.3.1. Focus Group Discussion (FGD) ………... 23

4.3.1.1. Aroma ... 24

4.3.1.2. Rasa ... 24

4.3.1.3. Citarasa ... 24

4.3.2. Pelatihan Panelis ………... 24

4.3.3. Penilaian Produk ………... 27

4.3.3.1. Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ... 27

4.3.3.2. Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ... 28

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN ………... 30

5.2. SARAN ………... 30

DAFTAR PUSTAKA ………... 31

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya ... 3

Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO ... 3

Tabel 3. Kualitas CPO ... 4

Tabel 4. Komponen minor dari CPO ... 5

Tabel 5. Karakteristik RPO ... 6

Tabel 6. Karakteristik sifat fisikokimia RPO ... 20

Tabel 7. Komposisi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ... 22

Tabel 8. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ... 22

Tabel 9. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa kari ayam ... 23

Tabel 10. Hasil diskusi aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ... 24

Tabel 11. Nilai atribut kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam ... 26

Tabel 12. Rata-rata nilai QDA dan hasil ANOVA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ... 28

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO ... 16

Gambar 2. Diagram alir persiapan sampel perlakuan substitusi 2 mL RPO ... 16

Gambar 3. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ... 26

Gambar 4. Spider web diagram kontrol mi instan merk Indomie rasa kari ayam ... 27

Gambar 5. Spider web diagram hasil QDA mi instan merk Indomie rasa ayam bawang ... 28

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Karakterisasi RPO yang digunakan dalam Penelitian ... 35

Lampiran 2. Perhitungan Kontribusi 2 ml RPO dalam Pemenuhan Kebutuhan Vitamin A ... 37

Lampiran 3. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Bawang ... 38

Lampiran 4. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Minyak Goreng ... 39

Lampiran 5. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Cabe ... 40

Lampiran 6. Contoh Kuesioner Atribut Aroma Kari ... 41

Lampiran 7. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Asin ... 42

Lampiran 8. Contoh Kuesioner Atribut Rasa Gurih ... 43

Lampiran 9. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Pedas ... 44

Lampiran 10. Contoh Kuesioner Atribut Citarasa Kari ... 45

Lampiran 11. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Pedas ... 46

Lampiran 12. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Gurih ... 47

Lampiran 13. Contoh Kuesioner Atribut Aftertaste Minyak ... 48

Lampiran 14. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ... 49

Lampiran 15. Hasil Pelatihan Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ... 51

Lampiran 16. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ... 54

Lampiran 17. Hasil Penilaian Panelis terhadap Atribut Aroma, Rasa, dan Citarasa Mi Instan Merk Indomie Rasa Kari Ayam ... 56

Lampiran 18. Hasil ANOVA Mi Instan Merk Indomie Rasa Ayam Bawang ... 59

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia dengan kapasitas produksi

Crude Palm Oil (CPO) pada tahun 2009 telah mencapai 20.5 juta ton atau meningkat 1,3 juta ton

(6,77%) dibanding tahun 2008 yang cuma 19,2 juta ton (Ditjen Bun, 2010). CPO memiliki kandungan karotenoid cukup tinggi yaitu berkisar 500-700 ppm. Selain kandungan karotenoid yang tinggi, CPO juga memiliki kandungan tokoferol dan tokotrienol yang berkisar 600-1000 ppm (Choo et al., 1992). Karotenoid memiliki banyak kegunaan bagi tubuh kita diantaranya sebagai pro-vitamin A (terutama β-karoten) yang mampu mencegah kebutaan karena xeropthalmia, senyawa antikanker, antioksidan, mencegah kardiovaskular, dan meningkatkan imunitas tubuh (Winarno, 1997).

CPO mempunyai karakter yang belum layak makan karena masih mengandung air, serat mesokarp, asam lemak bebas, fosfolipid dan senyawa fosfolipida lainnya, logam, dan berbagai macam produk hasil oksidasi. Bau dari senyawa volatil, warna yang pekat dan banyaknya komponen padatan serta senyawa lain yang terlarut menyebabkan perlunya dilakukan proses pemurnian. Proses pemurnian yang dilakukan selama ini dalam pengolahan CPO menjadi minyak goreng terjadi penghancuran komponen karotenoid, tokoferol, dan tokotrienol terutama pada tahap degumming,

bleaching, dan deodorisasi. Untuk menghasilkan suatu produk yang mempertahankan karotenoid,

tokoferol, dan tokotrienol, maka proses degumming, bleaching, deodorisasi, dan fraksinasi harus dimodifikasi untuk mendapatkan hasil yang optimal. Minyak hasil pemurnian CPO ini dikenal dengan

Red Palm Olein (RPO) (Wardi, 2008).

RPO merupakan minyak sawit yang tidak mengalami pemucatan. RPO diperoleh dengan mengolah CPO secara minimal sehingga kandungan tokoferol, tokotrienol, dan karotenoidnya dapat dipertahankan. Komponen-komponen ini mempunyai kemampuan untuk memperlambat terbentuknya peroksida dan membersihkan radikal bebas (Rukmini, 1994).

RPO masih memiliki kandungan karoten yang sangat tinggi. Karoten memiliki banyak kegunaan dalam tubuh manusia diantaranya dapat meningkatkan pengaruh antikanker dan tumor pada sel NK (natural killer) yang baik bagi kekebalan tubuh dan melawan infeksi (Ashfaq et al., 2001), serta dapat mengurangi resiko atherosclerosis (Kritchevsky et al., 2001). Akan tetapi karoten sangat rentan terhadap suhu tinggi sehingga RPO tidak cocok digunakan sebagai minyak goreng. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mempertahankan kandungan karotenoid agar dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya.

Mi instan adalah mi yang sudah diolah terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan penggorengan maupun pengeringan dengan oven sehingga mi instan dapat dikonsumsi hanya dengan menambahkan air panas dan bumbu serta seasoning oil yang ada dalam kemasannya. Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Menurut wikipedia (2010), pada tahun 2005 konsumsi mi instan Indonesia mencapai 12,4 milyar bungkus. Hal ini menunjukkan bahwa mi instan merupakan produk pangan olahan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. RPO dapat dijadikan sebagai seasoning oil ingredient mi instan, sehingga diharapkan karotenoid yang terkandung dalam RPO dapat dipertahankan dan akan memberikan efek kesehatan bagi konsumen mi instan.

Perlakuan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient merupakan penambahan yang dianggap cukup untuk menyumbangkan nilai gizi, terutama karotenoid. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 598.208 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah

(17)

sebesar 99.7013 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.62% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.94% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.

Karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam mengganti atau memodifikasi seasoning

oil ingredient mi instan dengan RPO adalah karakteristik sensori yang dihasilkan terutama aroma,

rasa, dan citarasa mi instan yang dihasilkan. Pada penelitian ini akan dilakukan dua perlakuan RPO sebagai seasoning oil ingredient, pertama, perlakuan penambahan 2 mL RPO dan kedua, perlakuan substitusi 2 mL RPO. Kedua perlakuan ini diharapkan tidak membuat karakteristik sensori terutama aroma, rasa, dan citarasa mi instan menyimpang. Penelitian ini akan melibatkan 10 orang panelis terlatih untuk uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskripsi dengan metode

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) yang kemudian hasil pengujian akan disajikan dalam bentuk Spider Web Diagram.

1.2. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi adakah perbedaan yang nyata antar atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan yang telah mengalami perlakuan penambahan 2 mL RPO dan perlakuan substitusi 2 mL RPO pada taraf signifikansi 5% dengan melakukan uji organoleptik menggunakan metode

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MINYAK SAWIT KASAR (CRUDE PALM OIL)

Minyak sawit kasar atau CPO adalah minyak sawit yang diperoleh dari ekstraksi buah sawit terutama dari bagian mesokarpnya. CPO memiliki warna kuning kemerahan karena mengandung karotenoid yang sangat tinggi. Tingkat efisiensi minyak sawit sangat tinggi sehingga mampu menempatkan minyak sawit sebagai minyak nabati termurah.

CPO mengandung komponen utama trigliserida (94%), asam lemak (3-5%), dan komponen minor (1%) (Muhilal, 1991). CPO mempunyai dua komponen asam lemak yang terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Komposisi asam lemak minyak sawit kasar secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya

Jenis asam lemak Komposisi (%) Titik Cair (0C) Asam kaprat (C 10:0) 1-3 31.5 Asam laurat (C 12:0) 0-1 44 Asam miristat (C 14:0) 0.9-1.5 58 Asam palmitat (C 16:0) 39.2-45.8 64 Asam stearat (C 18:0) 3.7-5.1 70 Asam oleat (C 18:1) 37.4-44.1 14 Asam linoleat (C 18:2) 8.7-12.5 -11 Asam linolenat (C18:3) 0-0.6 -9 Muhilal (1991)

Dari Tabel 1. terlihat bahwa dua asam lemak terbesar adalah asam palmitat dan asam oleat. Asam palmitat adalah asam lemak jenuh berantai panjang (C 16:0) dan memiliki titik cair yang cukup tinggi (640C), sehingga pada suhu ruang CPO akan berbentuk semi padat (Belitz dan Grosch, 1999). Keberadaan asam palmitat yang tinggi ini juga membuat CPO tahan terhadap oksidasi (ketengikan) dibandingkan dengan minyak jenis lain.

Sifat fisik dan kimia CPO meliputi warna, bau/flavor, kelarutan, bobot jenis, indeks bias, titik cair, bilangan iod, dan bilangan penyabunan (Ketaren, 2005). Nilai beberapa sifat fisik dan kimia CPO dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat fisik dan kimia CPO

Sifat fisik dan kimia Nilai Bobot jenis (400C) 0.921-0.925 Indeks bias 1.453-1.485 Titik cair

(tergantung komponen asam lemak) 25-50 Bilangan Iod 44-58 Bilangan penyabunan 195-205 Winarno (1999)

(19)

2.1.1. Kualitas CPO

Kualitas CPO selain dipengaruhi oleh varietas tanaman, juga dipengaruhi oleh kondisi proses ekstraksi dan kondisi penanganan setelah proses. Faktor-faktor mutu yang penting dalam penilaian kualitas CPO antara lain kadar asam lemak bebas, kadar air, kadar kotoran, dan terkadang bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, dan warna (Ketaren, 1986).

Persyaratan kualitas CPO Indonesia sesuai dengan Standar Perdagangan Nomor 9/75 seperti pada Tabel 3. di bawah ini.

Tabel 3. Kualitas CPO

Karakteristik Satuan Syarat maksimal Asam Lemak Bebas (ALB), sebagai asam

palmitat % b/b 5.00

Kadar kotoran % b/b 0.05

Kadar air % b/b 0.45

Dir. Standarisasi dan Pengendalian Mutu, Departemen perdagangan

Selain kualitas di atas, kualitas CPO biasanya juga dinilai dari kadar kotoran yang terkandung di dalamnya. Kotoran yang biasanya masih terkandung dalam CPO dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :

a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble)

Kotoran ini terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit sawit, atau abu mineral (Fe, Cu, Mg, dan Ca) serta air dalam jumlah kecil.

b. Kotoran yang berbentuk suspense koloid dalam minyak

Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya.

c. Kotoran yang terkandung dalam minyak

Kotoran yang termasuk golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat warna lain yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida, dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi (Ketaren, 1986)

2.1.2. Komponen Minor CPO

CPO mengandung lebih kurang 1% komponen minor yang terdiri dari karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol, fosfolipid dan glikolipid, terpen dan gugus hidrokarbon alifatik, serta kotoran. Komponen terbesar dari karotenoid adalah β-karoten dan α-karoten yang mencapai 90% dari total karotenoid (Ong et al., 1990). Komposisi komponen-komponen minor dalam minyak sawit secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.

(20)

Tabel 4. Komponen minor dari CPO

Komponen Minor Kandungan (ppm) Karotenoid 500-700 Tokoferol dan tokotrienol 600-1000

Sterol 326-527 Fosfolipid 5-130 Triterpen alkohol 40-80 Metil sterol 40-80 Squalen 200-500 Alkohol alifatik 100-200 Hidrokarbon alifatik 50 Choo et al. (1989)

2.1.3. Pemurnian CPO

Pemurnian CPO bertujuan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik serta memperpanjang umur simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan baku industri. Tahapan pemurnian CPO meliputi empat tahap yaitu pemisahan gum (degumming) dan pemisahan asam lemak bebas (deasidifikasi), pemucatan (bleaching), penghilangan bau (deodorisasi), serta pemisahan fraksi olein dan stearin minyak sawit (fraksinasi). Fraksinasi dilakukan dengan winterisasi yaitu proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah dengan cara pendinginan (chilling) hingga suhu 5-7ºC (Ketaren, 2005).

2.2. RED PALM OLEIN (RPO)

Untuk mempertahankan keberadaan karotenoid pada minyak sawit, proses produksi minyak sawit kaya karotenoid beraktivitas pro-vitamin A telah dikembangkan. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah proses pembuatan Red Palm Olein (RPO) (Hartono, 2008).

RPO adalah minyak sawit yang diperoleh tanpa melalui proses pemucatan (bleaching) dengan tujuan mempertahankan kandungan karotenoidnya. CPO sebagai bahan baku RPO diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi, mengandung sedikit air serta serat halus, berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang.

Secara umum, proses produksi RPO prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit komersial (minyak goreng). Satu hal yang membedakan adalah pada proses produksi RPO ini tidak ada tahapan pemucatan (bleaching) sehingga minyak masih tetap berwarna merah. Dibandingkan dengan minyak goreng biasa, RPO memiliki aktivitas pro-vitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi. Karakter ini membuat RPO sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika dan Guritno, 1997).

Menurut Choo et al. (1993), Red Palm Olein (RPO) memiliki kandungan karotenoid sebesar 680-760 ppm dan Red Palm Stearin (RPS) masih memiliki kandungan karotenoid yang cukup tinggi, yaitu sebesar 380-540 ppm. Sehingga fraksi stearin masih dapat digunakan sebagai minyak makan. Karakteristik RPO dapat dilihat pada Tabel 5.

(21)

Tabel 5. Karakteristik RPO

Parameter Jumlah Asam lemak bebas 0.04% Bilangan peroksida 0.10 meq peroksida/kg Karoten 513 ppm Tokoferol 707 ppm Choo et al. (1993)

Karotenoid terutama α-karoten dan β-karoten merupakan pro-vitamin A terbanyak yang terkandung dalam karotenoid RPO. Menurut Naibaho (1983), RPO mengandung karotenoid sebesar 600-1000 ppm dengan persentase α-karoten 36.2%, β-karoten 54.4%, δ-karoten 3.3%, likopen 3.8%, dan xantofil 2.2%. β-karoten sebagai komponen terbesar dalah komponen yang tidak stabil dan akan rusak pada temperatur diatas 200oC, oleh karena itu RPO tidak cocok untuk dijadikan minyak goreng melainkan sesuai untuk dijadikan salad oil, menumis, dan sebagai fortifikan.

Proses pengolahan RPO mulai dikembangkan sejak tahun 90-an, sejalan dengan semakin disadarinya peran penting karotenoid bagi kesehatan manusia. Sampai saat ini telah dikembangkan tiga macam proses pengolahan RPO yaitu 1) proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2) proses menggunakan distilasi molekuler, dan 3) proses deasidifikasi kimiawi dengan rotary evaporator untuk menghilangkan bau (Hartono, 2008).

2.2.1. Proses Produksi RPO Skala Pilot Plant

Penelitian optimasi proses produksi RPO skala pilot plant di Indonesia telah dilakukan oleh Widarta (2008), Riyadi (2009), dan Asmaranala (2010) yang meliputi beberapa tahap, yaitu

degumming, deasidifikasi, deodorisasi, dan fraksinasi.

2.2.1.1. Degumming

Degumming diartikan sebagai suatu proses pemisahan getah atau lendir yang terdapat dalam

CPO tanpa mereduksi asam lemak bebas yang ada. Getah atau lendir umumnya berupa fosfatida, protein, dan karbohidrat. Kotoran-kotoran yang tersuspensi tersebut sukar dipisahkan bila berada dalam kondisi anhydrous, sehingga harus diendapkan dengan cara hidrasi. Hidrasi dapat dilakukan dengan menggunakan uap, penambahan air, atau dengan penambahan larutan asam lemah.

Menurut Dijkstra dan Van Opstal (1990) asam yang biasa digunakan adalah asam fosfat. Proses degumming dilakukan dengan memanaskan minyak pada suhu 70-800C setelah itu ditambahkan asam fosfat (H3PO4) 0.3-0.4 persen (b/b) dengan konsentrasi 20-60 persen (b/b).

Proses degumming perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, sebab sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan alkali pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun dari minyak, disamping itu netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen trigliserida (Ketaren, 2005).

Proses degumming skala pilot plant yang optimal menurut Widarta (2008) adalah dilakukan dengan cara memanaskan 60 kg CPO dalam reaktor netralisasi hingga 800C, kemudian ditambahkan larutan asam fosfat 85% sebanyak 0.15% dari berat CPO sambil diaduk perlahan-lahan (56 rpm) selama 15 menit. Pada kondisi ini kadar karoten akan menurun rata-rata 3.42% setelah degumming.

(22)

2.2.1.2. Deasidifikasi

Deasidifikasi adalah proses pemisahan asam lemak bebas dalam CPO. Deasidifikasi dapat dilakukan dengan metode kimia, fisik, micella, biologis, reesterifikasi, ekstraksi pelarut, supercritical

fluid extraction, dan teknologi membran. Deasidifikasi melalui proses kimia dengan alkali, saat ini

yang paling umum digunakan adalah dengan melarutkan soda kaustik. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (Ketaren, 2005). Konsentrasi larutan alkali untuk netralisasi biasa dinyatakan dengan “derajat Baume (0Be)”. Hasil dari proses degumming dan deasidifikasi disebut dengan Neutralized Red Palm Oil (NRPO)

Kondisi proses yang optimum untuk deasidifikasi skala pilot plant menurut Widarta (2008) adalah pada suhu 61 ± 2 0C selama 26 menit, dengan konsentrasi NaOH 160Be dan excess 17.5 % dari NaOH yang dibutuhkan. Pada kondisi tersebut diperoleh produk NRPO dengan reduksi kadar asam lemak bebas 96.35%, recovery karoten sebesar 87.30%, dan rendemen 90.16%.

2.2.1.3. Deodorisasi

Deodorisasi merupakan proses untuk memisahkan aroma dan bau dari minyak. Prinsip dari proses deodorisasi yaitu distilasi minyak oleh uap dalam keadaan hampa udara. Pada suhu tinggi, komponen-komponen yang menimbulkan bau mudah diuapkan, kemudian melalui aliran uap komponen-komponen tersebut dipisahkan dari minyak. Komponen-komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak antara lain aldehida, keton, hidrokarbon dan minyak esensial yang jumlahnya sekitar 0.1 persen dari berat minyak (Riyadi, 2009).

Deodorisasi sebagai tahap terakhir dalam pemurnian minyak, merupakan proses pelucutan oleh uap air (steam). Uap panas yang digunakan merupakan uap kualitas baik (1-3% dari minyak), yang dibangkitkan dari air umpan yang telah dideaerasi dan mengalami perlakuan tertentu, yang kemudian diinjeksikan ke dalam minyak pada suhu tinggi (252-2660C) dan kevakuman tinggi (<6 mmHg). Pada kondisi ini peroksida terdekomposisi dan asam-asam lemak bebas serta senyawa-senyawa odor akan teruapkan. Pemucatan minyak oleh panas dilakukan dengan menjaga minyak selama 15-60 menit pada suhu tinggi untuk memastikan terjadinya dekomposisi pigmen karotenoid. Selama proses deodorisasi, mungkin terjadi beberapa reaksi yang dikehendaki, tetapi terdapat pula reaksi yang tidak diinginkan seperti hidrolisis lemak, polimerisasi dan isomerisasi. Oleh karena itu, suhu deodorisasi harus secara hati-hati dikendalikan untuk mencapai kualitas akhir minyak yang diinginkan. Hasil yang diperoleh pada proses deodorisasi disebut dengan Neutralized Deodorized Red

Palm Oil (NDRPO).

Berdasarkan Riyadi (2009) perlakuan deodorisasi skala pilot plant pada suhu 1400C selama 1 jam direkomendasikan sebagai kondisi deodorisasi terbaik karena mampu mempertahankan karoten hampir 70% (375.33 mg/kg) serta sekaligus mampu mereduksi odor dengan baik. Secara fisik warna NDRPO yang dihasilkan sedikit lebih pucat. Disamping itu produk NDRPO masih memiliki aroma sawit dengan intensitas odor 3.3.

2.2.1.4. Fraksinasi

Fraksinasi merupakan proses pemisahan fraksi olein dari fraksi stearin berdasarkan prinsip termomekanis dan bersifat reversible (Krishnamurthy dan Kellens, 1996). Fraksinasi adalah tahap lanjutan dalam proses pemurnian RPO untuk mendapatkan RPO dengan kestabilan dingin yang baik.

(23)

Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena triasilgliserol-triasilgliserol dalam minyak sawit memiliki titik leleh yang berbeda (Pahan, 2008). Stearin memiliki titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan olein.

Fraksi olein dan stearin dihasilkan berdasarkan dua operasional yang mendasar, yaitu kristalisasi dan separasi. Proses fraksinasi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu fraksinasi kering, fraksinasi basah, dan fraksinasi dengan solven. Fraksinasi kering dilakukan dengan mendinginkan minyak sawit secara perlahan dan menyaringnya untuk memisahkan fraksi-fraksinya (Krishnamurthy dan Kellens, 1996). Proses ini juga dikenal sebagai winterisasi. Fraksinasi basah dilakukan dengan cara membasahi kristal pada fraksi stearin dengan menggunakan surfaktan atau larutan deterjen. Pemisahan kristal dari fraksi olein dilakukan dengan cara sentrifugasi. Fraksinasi dengan solven dilakukan dengan mengencerkan minyak sawit menggunakan solven seperti heksana, aseton, atau isopropanol. Pemisahan fraksi stearin dari fraksi olein dilakukan dengan cara filtrasi (Krishnamurthy dan Kellens, 1996).

Berdasarkan Asmaranala (2010), kristalisasi stearin dilakukan dengan agitasi terkontrol dalam tangki kristalisasi dengan memanaskan NDRPO hingga suhu 75oC, lalu diholding selama 15 menit. NDRPO kemudian diturunkan suhunya hingga 35oC dan diholding selama 3 jam. NDRPO lalu diturunkan lagi suhunya hingga 15oC dan diholding selama 6 jam. NDRPO yang telah dikristalisasi diseparasi dalam membrane filter press untuk menghasilkan olein dan stearin.

2.3. KAROTENOID

Karotenoid merupakan senyawa yang tersebar luas di dalam tanaman dan buah-buahan. Selain terdapat pada daun dan batang tanaman, karotenoid juga terdapat pada bagian-bagian lain tanaman misalnya pada umbi dan buah. Pada umumnya umbi-umbian mengandung sedikit karotenoid, kecuali ubi jalar dan wortel (Kumalaningsih, 2006).

Karotenoid merupakan komponen intrinsik yang terdapat dalam CPO. Karotenoid dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:

1. Karotenoid hidrokarbon C40H56 (α-, β-, γ-karoten, dan likopen),

2. Xantofil, yaitu karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil (kriptosantin dan lutein) 3. Ester xantofil, dan

4. Asam karotenoid yaitu turunan karoten yang mengandung gugus karboksil.

Karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh delapan isoprena dan empat gugus metil serta terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Ikatan ganda yang terkonjugasi tersebut membentuk suatu gugus khromofor, yaitu lokasi di dalam sel tempat terdapatnya karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda dalam karotenoid tersebut maka warna karotenoid akan semakin pekat menuju warna merah (Wirahadikusumah, 1985).

Tubuh manusia mampu mengubah karotenoid menjadi vitamin A, oleh karena itu karoten termasuk sebagai pro-vitamin A. Karotenoid yang bisa digunakan sebagai pro-vitamin A adalah α-karoten, β-α-karoten, γ-karoten yang mempunyai aktivitas vitamin A berturut-turut 50-54%, 100%, dan 42-50% (Iwasaki dan Murakoshi, 1992). Husaini (1982) menyatakan bahwa karotenoid yang paling umum digunakan sebagai pigmen dan sumber vitamin A adalah β-karoten. Hal ini disebabkan karena aktivitas provitamin A yang sangat tinggi dalam β-karoten, yaitu sebesar 100%. Aktivitas provitamin A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen (RE, 1 RE = 1 μg retinol = 6 μg β-karoten = 12 μg provitamin A dari karoten lain). Kebutuhan orang dewasa terhadap vitamin A berkisar 1.5-1.8 mg per hari. Kebutuhan vitamin A ini, 75% diperoleh oleh asupan vitamin A (retinol) dan 25% sisanya dipenuhi oleh β-karoten dan karotenoid lainnya (Belitz dan Grosch, 1999). Berdasarkan hal ini maka kebutuhan

(24)

retinol yang berasal dari karotenoid adalah berkisar 0.375-0.45 mg per hari, sehingga kebutuhan karotenoid (β-karoten) berkisar 2.25-2.7 mg β-karoten perhari.

β-karoten memiliki beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh layaknya vitamin A, antara lain mampu menanggulangi kebutaan karena xeroptalmia, meningkatkan imunitas tubuh, membantu diferensiasi sel epitel, pertumbuhan, dan reproduksi. Selain itu karoten juga memiliki aktivitas antioksidan untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif.

Karotenoid mempunyai sifat larut dalam minyak dan tidak larut dalam air, mudah teroksidasi, tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Menurut Walfford (1980), oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, terutama tembaga, besi, dan mangan. Karotenoid mempunyai sifat larut dalam kloroform, karbondisulfida, dan benzena, sukar larut dalam petroleum eter dan tidak larut dalam alkohol (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Karotenoid belum mengalami kerusakan pada pemanasan di suhu 600C. Karotenoid lebih tahan tersimpan dalam lingkungan asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan penyimpanan dalam asam lemak jenuh. Hal ini disebabkan karena asam lemak lebih mudah mengalami oksidasi daripada karoten sehingga oksidasi yang pertama kali akan terjadi pada asam lemak dan karoten akan terlindung dari oksidasi (Choo et al., 1992).

2.4. STABILITAS KAROTENOID

Adanya struktur ikatan rangkap pada molekul β-karoten (11 ikatan rangkap pada 1 molekul β-karoten) menyebabkan bahan ini mudah teroksidasi ketika terkena udara. Menurut Sundram (2007) karoten sensitif terhadap oksigen dan cahaya. Oksidasi karoten dipicu oleh hidroperoksida yang dihasilkan dari oksidasi lipid, mengakibatkan diskolorisasi dan bleaching.

Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya sinar dan katalis logam, khususnya tembaga, besi dan mangan. Oksidasi dapat terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Bonnie dan Choo, 1999). Pengaruh suhu terhadap oksidasi pada karotenoid dikemukakan oleh Worker (1957) dalam Muchtadi (1992) yaitu bahwa karotenoid belum mengalami kerusakan karena pemanasan pada suhu 600C, sedangkan Gross (1991) mengatakan bahwa laju oksidasi β-karoten meningkat dengan peningkatan suhu.

Marty dan Berset (1990) melakukan penelitian dengan β-karoten all trans sintetis dan menyatakan bahwa ketahanan molekul tersebut pada suhu tinggi dipengaruhi oleh kondisi medium. Pemanasan yang lama pada suhu 1800C (kondisi tanpa oksigen) hanya menyebabkan sedikit kerusakan pada molekul ini, namun pada bahan pangan (dengan adanya komponen penyusun berupa pati, lemak, air, dan lain-lain) serta dikombinasikan dengan pencampuran secara mekanis akan memberi kesempatan masuknya oksigen dan menyebabkan kerusakan molekul β-karoten all trans ini lebih besar hingga jauh lebih besar lagi.

Menurut Alyas et al. (2006), peningkatan waktu pemanasan dari 30 menit sampai 120 menit mengakibatkan reduksi β-karoten sebesar 3 persen pada suhu 500C dan 6 persen pada suhu 1000C dalam Red Palm Olein (RPO). Pemanasan RPO pada suhu yang sangat tinggi 2000C selama 30 menit mengakibatkan kehilangan β-karoten hanya 15 persen. Namun, peningkatan waktu pada suhu 2000C menyebabkan reduksi sebesar 59 persen kandungan β-karoten. Hal ini sesuai dengan penemuan Lin dan Chen (2005) yang mengatakan bahwa kecenderungan penurunan β-karoten seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan jus tomat yang di simpan pada suhu yang berbeda.

Struktur karotenoid yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang berperan sebagai antioksidan membuat karotenoid menjadi tidak stabil. Strukturnya mudah rusak dengan adanya serangan radikal bebas seperti molekul oksigen tunggal dan senyawa lain yang reaktif. Panas, sinar

(25)

dan asam memacu isomerisasi bentuk trans karotenoid ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik. Cahaya, enzim, pro-oksidan logam dan ko-oksidasi dengan lemak tidak jenuh, disisi lain memacu oksidasi (Bonnie dan Choo, 1999).

Perubahan struktur β-karoten khususnya maupun karotenoid pada umumnya selama pengolahan dan penyimpanan dapat terjadi melalui beragam jalur, tergantung pada kondisi proses reaksinya. Menurut Bonnie dan Choo (1999), jalur degradasi yang umum adalah isomerisasi, oksidasi, dan fragmentasi karotenoid.

Beberapa macam kerusakan karotenoid yang mungkin terjadi, diantaranya adalah kerusakan pada suhu tinggi. Eskin (1979) menyebutkan bahwa karotenoid akan mengalami kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi termal sehingga terjadi dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi oksidatif.

Menurut Bonnie dan Choo (1999), isomerisasi, oksidasi dan kerusakan molekul karotenoid terjadi sebagai akibat degradasi termal. Dua jenis produk degradasi termal yang terbentuk adalah volatil dan non-volatil. Fraksi volatil terdiri dari molekul dengan berat molekul yang rendah yang mudah menguap. Fraksi non-volatil adalah fraksi residual setelah penguapan fraksi volatil.

Eskin (1979) menyebutkan pula bahwa oksidasi juga dapat menyebabkan kerusakan karotenoid. Oksidasi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu oksidasi enzimatis dan oksidasi non enzimatis. Oksidasi enzimatis dikatalis oleh enzim lipoksigenase. Hasil proses oksidasi ini berupa hidroksi β-karoten, semi karoten, β-karoten, aldehid, dan hidroksi β-neokaroten yang menyebabkan penyimpangan rasa.

Kerusakan β-karoten selama pengolahan dapat dinyatakan dengan persentase aktivitas pro-vitamin A. Senyawa β-karoten dalam bentuk isomer trans mempunyai aktivitas pro-pro-vitamin A sebesar 100 persen. Kehilangan aktivitas pro-vitamin A dapat terjadi selama sterilisasi anaerob dan bervariasi dari 5 sampai 50 persen tergantung pada suhu, waktu, dan bentuk karotenoid. Apabila terdapat oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya, enzim dan ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak. Oksidasi kimiawi β-karoten menghasilkan 5,6-epoksida yang kemudian berubah menjadi isomernya yaitu 5,8-epoksida yang merupakan mutakrom. Pemecahan lebih lanjut produk-produk oksidasi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang sejenis dengan oksidasi asam lemak. Senyawa hasil oksidasi tersebut tidak mempunyai aktivitas vitamin A lagi (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Dibandingkan vitamin A, pro-vitamin A (β-karoten) lebih stabil terhadap cahaya dan oksidasi. Hal ini disebabkan oleh lokasi karotenoid dalam jaringan tanaman. Namun, perlakuan panas yang merusak jaringan jika dipaparkan dengan oksigen, cahaya, dan asam dapat mengakibatkan kerusakan pro-vitamin A (β-karoten). Lebih lanjut, panas, asam dan cahaya dilaporkan menyebabkan isomerisasi vitamin A dan karotenoid. Faktor yang tidak menguntungkan ini dapat menyebabkan isomerisasi bentuk all trans ke bentuk cis yang secara biologis kurang baik (Gayathri et al., 2003).

2.5. PANGAN FUNGSIONAL

Hipocrates, yang banyak dianggap sebagai Bapak Ilmu Kedokteran dunia pernah mengatakan "Let your food be your medicine and medicine be your food." Hipocrates menyatakan bahwa bila kita menerapkan pola makan sehat maka apa yang kita makan dapat menunjang kesehatan tubuh sekaligus menepis berbagai macam penyakit. Jenis makanan yang dapat berfungsi sebagai sumber gizi bagi tubuh manusia sekaligus menepis berbagai macam penyakit tersebut sering disebut sebagai makanan fungsional (functional food), atau sebagian pakar menyebut smart food, sebagai lawan kata dari junk

(26)

Konsep pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang mengandung komponen aktif secara fisiologis, dan digunakan untuk pencegahan atau penyembuhan sesuatu penyakit, atau untuk mencapai kesehatan tubuh yang optimal (Widarta, 2007). Selanjutnya istilah pangan fungsional digunakan secara luas untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan makanan yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis, sehingga meningkatkan potensi kesehatan dari pangan tersebut. Makanan dikatakan mempunyai sifat fungsional bila mengandung komponen (zat gizi atau non zat gizi) yang mempengaruhi satu atau sejumlah terbatas fungsi dalam tubuh tetapi yang bersifat positif, sehingga dapat memenuhi kriteria fungsional atau menyehatkan (Muchtadi, 1996). Pangan fungsional adalah makanan atau minuman yang dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan mempunyai fungsi tertentu, pada waktu dicerna atau memberikan peran tertentu selama proses metabolisme di dalam tubuh karena mengandung komponen bioaktif (Muchtadi, 1996).

Secara umum, pangan memiliki tiga fungsi utama, yaitu : (1) sebagai asupan zat gizi yang sangat esensial untuk keberlangsungan hidup manusia; (2) sebagai sensori atau pemuasan sensori seperti rasa yang enak, rasa, dan tekstur yang baik; dan (3) secara fisiologis menjadi regulasi bioritme, sistem saraf, sistem imunitas, dan pertahanan tubuh. Pangan fungsional dapat digolongkan ke dalam pangan yang termasuk pada fungsi ketiga. Pangan fungsional dapat berupa pangan konvensional yang difortifikasi, diperkaya, disuplementasi, atau ditambahkan nilai manfaatnya (Anonimb, 2010).

Tiga faktor yang ditekankan para ilmuwan Jepang yang harus dipenuhi oleh suatu produk agar dapat dikatagorikan sebagai pangan fungsional, yaitu : (1) produk tersebut haruslah suatu produk pangan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang berasal dari bahan (ingredien) yang terdapat secara alami, (2) produk tersebut dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari, dan (3) produk tersebut mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme tubuh, misalnya : (a) memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, (b) mencegah timbulnya penyakit tertentu (seperti penyakit kanker, kardivaskuler dan jantung koroner, pencernaan, osteoporosis, dan berbagai gangguan kesehatan akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi tertentu), (c) membantu untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah terserang penyakit tertentu, (d) menjaga kondisi fisik dan mental, dan (e) memperlambat proses penuaan.

Pangan fungsional yang dikembangkan pada penelitian ini adalah pangan yang berasal dari pangan konvensional, mi instan, yang difortifikasi atau diperkaya dengan karotenoid sebagai pro-vitamin A dari RPO. Saat ini, Indonesia adalah produsen mi instan terbesar di dunia. Dalam hal pemasaran, pada tahun 2005 Tiongkok menduduki tempat teratas, dengan 44,3 milyar bungkus, disusul dengan Indonesia dengan 12,4 milyar bungkus dan Jepang dengan 5,4 milyar bungkus. Namun Korea Selatan mengonsumsi mi instan terbanyak per kapita, dengan rata-rata 69 bungkus per tahun, diikuti oleh Indonesia dengan 55 bungkus, dan Jepang dengan 42 bungkus (Anonima, 2010).

Sebanyak 2 mL RPO akan digunakan sebagai seasoning oil ingredient mi instan dengan dua perlakuan, yaitu penambahan 2 mL RPO dan substitusi RPO. Perlakuan 2 mL RPO akan menyumbangkan sekitar 596.608 µg karoten. Jika dalam RPO diasumsikan bahwa seluruh karotennya adalah β-karoten, maka jumlah kontribusinya bagi tubuh dalam menyumbangkan vitamin A adalah sebesar 99.4347 RE. Kebutuhan vitamin A perhari untuk pria dewasa adalah 600 RE dan wanita dewasa adalah 500 RE (AKG, 2009). Dengan demikian perlakuan 2 ml RPO ini akan menyumbang kebutuhan vitamin A sebesar 16.57% dari kebutuhan total vitamin A pada pria dewasa dan 19.89% dari kebutuhan total vitamin A pada wanita dewasa.

(27)

2.6. EVALUASI SENSORI

2.6.1. Pentingnya Evaluasi Sensori dalam Pengembangan Produk Baru

Pengertian produk baru adalah produk yang merupakan hasil penemuan (belum ada sebelumnya) atau produk yang merupakan pengembangan dari produk yang sudah ada. Menurut Graf dan Saguy (1991), proses pengembangan produk baru terdiri dari : (1) riset konsumen, (2) pengembangan produk oleh bagian Research & Development, (3) pengembangan formula dan diagram alir proses produksi, (4) uji coba proses untuk menghasilkan protocept dan prototype, (5) analisis untuk mendapatkan karakter produk, (6) uji konsumen, dan (7) product launching. Uji penerimaan konsumen sangat penting dilakukan karena berkaitan dengan kesuksesan product launching di pasar. Konsumen menilai kualitas, menentukan diterima atau tidaknya suatu produk, dan memutuskan untuk mengkonsumsinya atau tidak (Graf dan Saguy, 1991).

2.6.2. Definisi Evaluasi Sensori

Evaluasi sensori didefinisikan sebagai suatu pengukuran ilmiah untuk mengukur, menganalisa karakteristik bahan pangan atau bahan lain yang diterima oleh indera penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan, dan pendengaran, serta menginterpretasikan reaksi yang diterima akibat proses penginderaan tersebut. Pengukuran tersebut melibatkan indera manusia, yang dinamakan panelis, sebagai alat ukur. Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif makanan atau minuman yang disajikan. Penggunaan manusia sebagai alat ukur akan menyebabkan data yang sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh karakteristik yang berbeda dari setiap panelis. Oleh karena itu, dasar-dasar dari faktor fisiologi dan psikologi yang dapat berpengaruh terhadap penilaian sensori harus dipahami (Meilgaard et al., 1999). Dalam penilaian organoleptik secara umum, panelis dapat dikelompokan menjadi panel perseorangan, panel perorangan terbatas, panel terlatih dan tidak terlatih serta panel konsumen. Setiap panelis yang termasuk pada jenis panel tersebut disyaratkan berminat terhadap pekerjaan organoleptik, bersedia meluangkan waktu dan mempunyai kepekaan yang diperlukan.

Panel perseorangan adalah panel tradisional dan orang yang menjadi panel atau panelis perseorangan mempunyai kepekaan spesifik yang sangat tinggi, yaitu umumnya melebihi kemampuan orang-orang normal dan instrumen-instrumen fisik yang telah diketahui daya kerjanya. Panel perseorangan terbatas terdiri dari beberapa panelis (2-3 orang) yang mempunyai keistimewaan

(28)

rata-2. Pengontrolan produk, meliputi : penggunaan peralatan, cara penyiapan, pemberian kode, dan penyajian.

3. Pengontrolan panel, meliputi : prosedur yang digunakan oleh panelis dalam mengevaluasi sampel.

2.6.3. Pelatihan Panelis menurut Meilgaard et al., (1999)

Panelis yang digunakan dalam uji deskripsi adalah panelis terlatih. Jumlah panelis untuk analisis deskripsi berdasarkan American Standard Testing Material (ASTM) adalah 8 orang. Menurut Lawless dan Heymann (1998), jumlah panelis untuk analisis deskripsi metode Quantitative

Descriptive Analisys (QDA) adalah 10-12 orang. Sementara itu, menurut Moskovitz (1983), jumlah

panelis terlatih yang digunakan adalah 4-6 orang.

Aspek penting dalam pelatihan panelis adalah untuk menumbuhkan keterampilan dan kepercayaan diri. Sebagian besar pelatihan panelis untuk uji deskripsi memerlukan waktu pelatihan 40 sampai 120 jam. Jumlah waktu yang dibutuhkan bergantung dari tingkat kompleksitas dari produk yang sedang dikembangkan. Tahapan pelatihan panelis meliputi pengembangan terminologi, pengenalan skala deskriptif, pelatihan awal, pembedaan produk, dan pelatihan akhir.

2.6.4. Analisis Deskripsi

Analisis deskriptif adalah teknik analisis sensori yang bertujuan untuk memperoleh deskripsi karakteristik sensori dari berbagai macam produk oleh panelis terlatih (Lawless dan Heymann, 1998). Analisis deskriptif penting dilakukan dalam pengembangan produk baru. Setelah diperoleh deskripsi dari suatu produk baru, selanjutnya akan dilakukan uji penerimaan konsumen. Apabila respon konsumen terhadap produk tersebut baik, maka baru akan dilakukan product launching. Selain itu, hasil dari analisis deskripsi produk juga dapat digunakan untuk perbaikan produk.

Analisis deskriptif memiliki beberapa komponen yaitu : (1) komponen karakteristik (aspek kualitatif); (2) intensitas (aspek kuantitatif); (3) order of apperance (aspek waktu), dan kesan keseluruhan (aspek integrasi). Metode analisis deskripsi secara kuantitatif diantaranya adalah flavor

profile method, texture profile method, quantitative descriptive analisys method, spectrum descriptive analisys method, time intensity descriptive analisys, dan free choice profiling (Meilgaard et al., 1999).

Keseluruhan analisis di atas menggunakan panelis terlatih kecuali choice profiling.

Menurut Lawless dan Heymann, (1998), terdapat tiga tipe skala yang umum digunakan dalam analisis deskripsi, yaitu category scale (skala kategori), line scale (skala garis), dan magnitude

estimation scale (ME). Skala kategori yang umum digunakan adalah skala 0 sampai 9. Kelemahan

skala kategori adalah terbatas oleh kosa kata yang ada dan interval antar kategori belum tentu sama. Skala garis menggunakan garis sebagai pengukur respon. Panjang garis yang digunakan adalah 6 inchi atau 15 cm. Panelis dapat menggambarkan intensitas suatu sampel dengan memberi tanda berupa garis vertikal atau tanda silang pada garis yang telah disediakan. Kelebihan skala garis adalah intensitas yang terukur lebih teliti karena tidak terdapat langkah (tangga interval) atau “favorite number”, namun penggunaan skala garis juga memiliki kelemahan, yaitu panelis akan sulit untuk memberikan nilai yang konsisten karena mengingat posisi pada garis tidak semudah mengingat nomor. Dalam

magnitude estimation scale (ME) atau disebut juga free number matching, panelis memberikan

penilaian angka secara bebas terhadap sampel yang disajikan baik dengan modulus maupun tanpa modulus (Meilgaard et al., 1999).

(29)

2.6.5. Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

Metode analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quantitative

Descriptive Analisys (QDA). Panelis yang lolos dari tahapan seleksi panelis kemudian akan menjalani

serangkaian pelatihan. Pada tahap pelatihan, panelis QDA memerlukan penggunaan standar atau produk serupa sebagai referensi untuk menstimulasi terminologi yang baku dan seragam (Meilgaard et

al., 1999).

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam metode QDA adalah (1) panelis dapat memberi respon seluruh atau sebagian karakteristik sensori produk; (2) memiliki prosedur kuantitatif untuk menentukan panelis yang terpercaya; (3) diperlukan tidak lebih dari 10 orang panelis tiap satu kali tes; (4) memiliki prosedur pengembangan bahasa yang memudahkan tahap pelatihan dan bebas dari pengaruh panel leader, dan, (5) memiliki data processing system untuk mempresentasikan data sensori ke dalam bentuk diagram. Di dalam pengujian menggunakan metode QDA diperlukan standar atau refference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut sampel. Untuk penyajian data hasil QDA digunakan spider web diagram.

Panel leader bertindak sebagai fasilitator yang mempersiapkan kebutuhan pengujian. Perhatian diperlukan untuk membangun kekonsistenan panelis, tetapi panelis diberi kebebasan untuk memberikan penilaian dengan pendekatannya sendiri. Panelis tidak diperbolehkan mendiskusikan data, terminologi, atau sampel setelah pengujian selesai (Meilgaard et al., 1999). Pelaksanaan penilaian QDA sebaiknya dilakukan menggunakan booth tertutup untuk setiap panelis agar tidak terjadi bias. Selain itu perlu diperhatikan standar pelaksanaan uji sensori, seperti pemberian kode sampel, pencahayaan yang baik pada booth, serta sarana penetralan indera pengecap saat pengujian yang dilakukan lebih dari satu sampel (Lawless dan Heymann, 1998).

Analisis kualitatif digunakan untuk menyepakati terminologi deskriptif suatu produk yang mewajibkan para panelis untuk memberikan terminologi-terminologi yang dirasakan saat mencicipi sampel. Analisis kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini analah Focus Group Discussion (FGD). FGD dipimpin oleh seorang moderator yang profesional. Ide dan bahasa sensori dikembangkan bersama dan merupakan konsensus. Analisis kuantitatif dilakukan oleh masing-masing panelis menggunakan line scale (skala garis). Skala garis yang digunakan untuk QDA adalah sepanjang 6 inchi atau 15 cm (Meilgaard et al., 1999). Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label sesuai karakteristik minimum dan maksimum yang ingin diukur.

(30)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia (deasidifikasi) dan deodorisasi serta fraksinasi. CPO pada awal proses diperoleh dari PT. Salim Ivomas Pratama (Bimoli), Jakarta. Mi instan yang digunakan adalah mi instan dengan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Bahan lainnya adalah larutan NaOH, larutan Na2S2O4, etanol 95%, pereaksi Wijs, indikator penoftalein, indikator pati, indikator KI, heksana, dan akuades.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompor gas, mangkok, sendok, panci, penggorengan, gelas piala, penangas air, termometer, neraca analitik, pipet serologis, labu takar, spektrofotometer UV-Vis, seperangkat alat titrasi, spatula,dan peralatan gelas lainnya.

3.2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, meliputi tahap karakterisasi sifat fisikokimia RPO yang digunakan sebagai bahan baku dan analisis deskripsi dengan metode Quantitative Descriptive

Analisys (QDA).

3.2.1. Karakterisasi Sifat Fisikokimia RPO

Karakterisasi RPO dilakukan melalui pengukuran beberapa parameter mutu, seperti kadar air,

slip melting point, kadar asam lemak bebas, bilangan peroksida, bilangan iod, dan total karotenoid.

Tujuan karakterisasi ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai mutu awal bahan baku RPO yang digunakan.

3.2.2. Persiapan Sampel untuk Uji Sensori

Sampel yang akan diujikan adalah mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam dengan dua perlakuan. Perlakuan pertama adalah penambahan 2 mL RPO sebagai seasoning oil

ingredient dan perlakuan kedua adalah substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient. Berikut

adalah diagram alir penyiapan sampel kedua perlakuan tersebut. Gambar 1 merupakan diagram alir persiapan sampel untuk perlakuan penambahan 2 mL RPO sebagai seasoning oil ingredient mi instan. Sedangkan Gambar 2 adalah diagram alir untuk perlakuan substitusi 2 mL RPO sebagai seasoning oil

(31)

                         

Gambar 1. Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO

                             

Gambar 2. Diagram alir persiapan sampel perlakuan substitusi 2 mL RPO

3.2.3. Analisis Deskripsi

 

3.2.3.1. Pelatihan Panelis

Setelah diperoleh panelis-panelis yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini, selanjutnya dilakukan uji kualitatif untuk mengembangkan bahasa melalui FGD (Focus Group

Discussion) untuk mendapatkan data deskripsi mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa

Rebus mi instan (3 menit)

tiriskan

Siapkan bumbu pada mangkuk Aduk hingga rata

2 mL seasoning oil mi instan dibuang

Seasoning oil

mi instan

200 mL air mendidih

Sampel uji siap dihidangkan 2 mL RPO Rebus mi instan (3 menit) tiriskan Siapkan bumbu dan seasoning oil

pada mangkuk Tambahkan 200

mL air mendidih

Aduk hingga rata Tambahkan 2

mL RPO

Sampel uji siap dihidangkan

(32)

kari ayam (aroma, rasa, dan citarasa) secara subjektif. Seluruh panelis terpilih melakukan diskusi bebas dengan dipimpin oleh panel leader untuk mendiskusikan keseluruhan atribut yang dikenalinya setelah mencoba sampel yang diberikan. Sampel yang digunakan dalam analisis kualitatif ini adalah mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Data deskripsi tersebut, selanjutnya disederhanakan menjadi beberapa istilah atribut aroma, rasa, dan citarasa.

Selanjutnya, dilakukan pengenalan terminologi istilah atribut aroma, rasa, dan citarasa untuk menyamakan persepsi dan pemahaman panelis terhadap istilah dan cara pengujian masing-masing atribut. Pelatihan panelis dilakukan untuk melatih kepekaan sensori dan konsistensi penilaian panelis terhadap atribut sensori hasil FGD yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga panelis dapat dikatakan sebagai panelis terlatih. Pada penelitian ini panelis dilatih dengan memberikan penilaian sampel kontrol yang belum diketahui nilai skalanya dengan menggunakan refference mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan rasa kari ayam. Hasil penilaian atribut kontrol dari pelatihan panelis kemudian dirata-ratakan untuk dijadikan nilai atribut kontrol.

3.2.3.2. Penilaian Produk

Metode analisis deskriptif yang digunakan pada penelitian ini adalah Quantitative

Descriptive Analysis (QDA). Produk yang akan dikuantifikasi terdiri dari: (1) mi instan merk Indomie

rasa ayam bawang dengan penambahan 2 mL RPO, (2) mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dengan substitusi 2 mL RPO, (3) mi instan merk Indomie rasa kari ayam dengan penambahan 2 mL RPO, dan (4) mi instan merk Indomie rasa kari ayam dengan subtitusi 2 mL RPO. Penyajian produk dalam penilaian adalah setengah porsi per panelis untuk mi instan merk Indomie rasa ayam bawang dan sepertiga porsi per panelis untuk mi instan merk Indomie rasa kari ayam.

Penilaian dilakukan dengan membandingkan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa produk dengan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa mi instan kontrol hasil pelatihan panelis. Panelis akan menilai apakah perlakuan yang dilakukan memberikan peningkatan atau penurunan atribut sensori aroma, rasa, dan citarasa produk.

Penilaian panelis terhadap atribut-atribut aroma, rasa, dan citarasa produk uji dianalisis dengan ANOVA, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antarproduk dan kontrol serta antar produk dan kemudian dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui karakteristik sensori apa yang memiliki perbedaan pada taraf signifikansi 5 %.

3.3. PARAMETER YANG DIAMATI

3.3.1. Kadar Air (AOAC 1995)

Sejumlah ± 5,0 g sampel dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 °C hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

a = Berat cawan dan sampel (g) b = Berat cawan dan sampel akhir (g) c = Berat sampel awal (g)

Gambar

Tabel 1. Komposisi asam lemak CPO dan titik cairnya
Gambar 1. Diagram alir persiapan sampel perlakuan penambahan 2 mL RPO
Tabel 9. Kandungan gizi mi instan merk Indomie rasa kari ayam
Tabel 10.  Hasil diskusi aroma, rasa, dan citarasa pada mi instan merk Indomie rasa  ayam bawang dan rasa kari ayam
+5

Referensi

Dokumen terkait

kemudian ketiga subjek di dalam penelitian ini cukup mensyukuri pernikahan yang sudah mereka jalani, akan tetapi dua dari tiga subjek menyatakan bahwa pernikahan beda

Teknik keabsahan data menggunakan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, triangulasi (metode dan sumber). Teknik analisa data menggunakan model

Oleh karena itu, pengendalian penyakit merupakan salah satu faktor yang jika tidak ditangani secara tepat dapat menyebabkan kerugian yang tidak kecil, seperti

Gambar 6 Implementasi Antarmuka Permission Pada Gambar 7 dijelaskan tentang Implementasi halaman rekomendasi musik, akan menampilkan header cuaca untuk memberikan informasi

karet di Kecamatan Sambung Makmur, penulis merasa perlu menjadikan bahan penelitian dalam hal pendapatan maupun dalam kesejahteraannya, karena tingkat pengdapatan seseorang

Penelitian yang dilakukan oleh Candraditya (2013) hal 3-4 dengan penelitian yang berjudul “Analisis Penggunaan Uang Elektronik (Studi Kasus Pada Mahasiswa Pengguna

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai p= 0,001, artinya ada hubungan antara status demensia dengan disabilitas fungsional pada lansia dan nilai r= - 0,413 artinya,