• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Produk Sosis Komersial Menggunakan Metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Produk Sosis Komersial Menggunakan Metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA)."

Copied!
281
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Persaingan merupakan hal wajar yang selalu terjadi dalam suatu industri. Salah satu industri dengan persaingan yang sangat dinamis adalah industri pangan. Perusahaan pangan diharapkan mampu menentukan posisi dan target pasar sesuai keunggulan kompetitif produknya. Untuk mewujudkan hal tersebut, perusahaan pangan dituntut untuk selalu melakukan pengembangan produk.

Pengembangan produk baru maupun modifikasi produk yang telah ada diperlukan untuk menjaga kepercayaan konsumen. Dengan langkah pengembangan produk yang tepat, konsumen akan terhindar dari kejenuhan sehingga pangsa pasar produk diharapkan tidak menurun. Upaya pengembangan produk dapat dilakukan dengan melihat posisi produk secara relatif terhadap produk sejenis yang beredar di pasar. Upaya tersebut sekaligus dapat mengetahui perubahan yang dilakukan kompetitor sehingga perusahaan tidak tertinggal dalam persaingan.

Salah satu jenis industri yang memiliki dinamika persaingan adalah industri olahan daging, terutama produk sosis. Sosis merupakan produk pangan yang khas. Karakter sosis cukup kompleks. Kekomplekan atribut sensori yang dimiliki sosis diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya proporsi daging, sumber daging, proses pengolahan, dan penambahan flavor yang diinginkan.

(2)

2

Topik pemetaan produk sosis yang beredar di pasar dilakukan dalam kegiatan magang. Kegiatan magang yang dilakukan selain berusaha memberi solusi permasalahan bagi industri pangan, juga sebagai perwujudan tridharma perguruan tinggi. Kegiatan magang merupakan alternatif penyelesaian tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar sarjana.

B. TUJUAN PENELITIAN

Kegiatan penelitian memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Pembentukan dan pelatihan kelompok panelis terlatih di perusahaan sosis, 2. Pengkuantifan atribut sensori sosis komersial menggunakan Quantitative

Descriptive Analysis (QDA),

3. Pemetaan produk sosis komersial menggunakan metode biplot, dan

4. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa mengenai industri pangan khususnya industri pengolahan daging.

C. MANFAAT PENELITIAN

(3)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SOSIS

1. Definisi dan Pengklasifikasian Sosis

Sosis merupakan terjemahan dari kata Sausage dalam bahasa inggris. Kata Sausage berasal dari bahasa latin ‘Salsus’ yang berarti garam. Secara

harfiah ‘Salsus’ diartikan daging cincang yang diawetkan dengan garam (Pearson dan Gillett, 1999). Sosis memiliki definisi yang sangat beragam. Berdasarkan karakteristiknya, sosis didefinisikan sebagai produk olahan daging yang terbuat dari red meat, daging unggas, atau kombinasi keduanya dicampur dengan air, pengikat (emulsifier), dan bumbu (Essien, 2003).

Lebih lengkap Essien menambahkan bahwa sosis dapat didefinisikan dari berbagai kriteria yaitu berdasarkan bentuk, tipe, dan proporsi daging. Berdasarkan bentuknya, sosis didefinisikan sebagai produk silindris dengan ujung hemisperikal. Definisi berdasarkan bentuk merupakan definisi sosis secara konvensional.

Sosis dibedakan berdasarkan tipenya menjadi beberapa jenis yaitu sosis mentah, sosis matang, sosis fermentasi, dan sosis emulsi. Sosis mentah merupakan jenis sosis yang dijual tanpa melalui proses pematangan, penggaraman, dan pengasapan. Sosis mentah dijual dalam keadaan segar dan beku. Contoh sosis mentah antara lain sosis UK-style yang sangat populer di inggris.

Sosis matang adalah sosis yang mengalami pemasakan melalui pengovenan, penggorengan, atau pemanggangan setelah proses pengisian dalam selongsong. Langkah pemasakan ditujukan untuk meningkatkan keamanan dan kepraktisan. Kepraktisan sangat sesuai digunakan di sektor makanan cepat saji.

(4)

4

dan pepperoni sedangkan contoh sosis fermentasi setengah kering adalah Lebanon Bologna dan Corvelat.

Sosis emulsi adalah tipe sosis yang dimasak dan atau diasap. sosis emulsi memiliki kemiripan dengan sosis mentah. Proses pemasakan atau pengasapan menjadi pembeda dua jenis sosis tersebut. Sosis emulsi memiliki variasi flavor dan warna yang lebih beragam. Karakter unik dari sosis emulsi adalah flavor smoke yang timbul akibat proses pengasapan atau penambahan flavor smoke cair. Contoh sosis emulsi antara lain bologna, frankfurter, dan bruhwurst. Proses pembuatan frankfurter menonjolkan kemampuan alami daging untuk menyerap dan menahan air tanpa penambahan tepung pengikat.

Sosis dapat didefinisikan dari proporsi daging yang digunakan. The British Meat Product and Spreadable Fish Product Regulation (1984) mendefinisikan sosis dari kandungan daging dan proporsinya seperti tertera pada Table 1.

Tabel 1. Definisi sosis berdasarkan proporsi daging

Jenis Definisi

Sosis Minimal dibuat dari 50% daging dimana 50% daging tersebut

adalah daging tanpa lemak.

Sosis Sapi Minimal dibuat dari 50% daging dimana 50% daging tersebut

adalah daging tanpa lemak. Daging yang digunakan 50% daging sapi.

Sosis Babi Harus mengandung 65% daging dimana 50% daging tersebut

adalah daging tanpa lemak. Daging yang digunakan 80% daging babi.

Sosis

Babi/Sapi

Minimal mengandung 50% daging dimana 50% daging tersebut adalah daging tanpa lemak. Daging yang digunakan 80% daging sapi dan babi.

(5)

5

Di Indonesia, terdapat regulasi terkait definisi sosis. Regulasi berupa standard olahan daging yang dapat disebut sebagai sosis. Regulasi tersebut dikeluarkan oleh BSN yaitu SNI 01-3820-1995.

Tabel 2. SNI 01-3820-1995

Kriteria Satuan Persyaratan

Keadaan

a. Bau - Normal

b. Rasa - Normal

c. Warna - Normal

d. Tekstur - Normal

Air %b/b Maks 67

Abu %b/b Maks 3

Protein %b/b Maks 13

Lemak %b/b Maks 25

Karbohidrat %b/b Maks 8

BTP

Sesuai SNI 01-0222-1995

Pewarna dan Pengawet Cemaran Logam

a. Timbal μg/Kg Maks 2,0

b. Tembaga μg/Kg Maks 20

c. Seng μg/Kg Maks 40

d. Timah μg/Kg Maks 40

e. Raksa μg/Kg Maks 0.03

Cemaran Arsen μg/Kg Maks 0.1

Cemaran Mikro

a. Angka Total Lempeng Kol/g Maks 105

b. Bakteri bentuk Koli APM/g Maks 10

c. E. Coli APM/g < 3

d. Enterococci Kol/g 102

e. C. Prefringens - Negatif

f. Salmonella - Negatif

g. S. Aureus Kol/g Maks 102

(6)

6

2. Teknologi Produksi Sosis Komersial

Sosis merupakan produk pangan yang dihasilkan dari penggabungan komposisi bahan dalam proporsi sesuai (Essien, 2003). Teknologi produksi sosis komersial terdiri dari beberapa tahap terkontrol. Sosis dengan kualitas baik diperoleh dari formulasi optimal dan tahap produksi yang terkontrol secara ketat.

Bahan baku produksi sosis dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan baku dapat diperoleh dari supplier. Setiap bahan baku diwajibkan memiliki spesifikasi. Spesifikasi yang tertera harus memberi informasi terperinci mengenai kriteria penting bahan baku dan kondisi yang dapat mempengaruhi kualitasnya.

Gambar 1. Diagram alir produksi sosis matang (Essien, 2003). Pembelian Bahan Baku

Penerimaan Bahan Baku

Penyimpanan dan Penyiapan

Kuter dan Pencampuran Bahan

Pengisian dalam Selongsong

Pemasakan

Pendinginan

Pengecekan Berat

Pengemasan

Deteksi Logam

Pelabelan

(7)

7

Penerimaan bahan baku dari supplier merupakan titik kritis produksi. Di proses tersebut dibutuhkan operator dengan kemampuan baik dan telah mendapatkan pelatihan sehingga dapat melakukan tugasnya dengan efisien. Semua parameter yang tertera dispesifikasi produk harus dicek untuk menjamin kesesuaian pengiriman dengan pesanan.

Bahan baku yang telah sesuai pesanan diterima dan disimpan. Dalam proses penyimpanan juga dilakukan proses persiapan produksi. Persiapan produksi yang dimaksud diantaranya pengkodisian bahan baku, penimbangan, dan formulasi. Menurut Marcello dan Robinson (1998), komponen penting dalam formulasi sosis adalah daging, garam, sodium nitrit, asam askorbat, dan rempah.

Garam pada konsentrasi yang cukup berfungsi dalam pengawetan dan pembentukan rasa. Sodium nitrit berfungsi menghambat toksin berbahaya yang dihasilkan oleh Clostridium botulin. Sodium nitrit juga berfungsi dalam pembentukan warna sosis. Asam askorbat berfungsi sebagai reduktan. Reduktan mempercepat reaksi reduksi nitrit menjadi nitrik oksida. Reaksi tersebut akan membentuk warna yang stabil pada produk olahan daging (Soeparno, 2005). Nitrite dalam bentuk garamnya mengindikasikan berpengaruh terhadap flavor daging yang di curing tetapi mekanisme detilnya belum diketahui (Fennema, 1996). Sedangkan rempah akan membentuk produk dengan karakter sensori yang memuaskan (Marcello dan Robinson, 1998).

Langkah berikutnya dalam proses produksi sosis adalah kuter dalam bowl chopping. Proses kuter sekaligus berfungsi mencampur semua bahan yang telah dipersiapkan dalam proses formulasi. Kuter dimulai dengan memasukan daging tanpa lemak sebelum ditambahkan bumbu dan es. Garam yang terdapat dalam bumbu mengekstrak protein myofibril daging. Terekstraknya protein myofibril daging mendorong terjadinya proses emulsifikasi yang membentuk tekstur khas pada sosis.

(8)

8

80C menyebabkan protein myofibril tidak larut sempurna dan tekstur yang terbentuk tidak optimal. Lemak, bahan pengikat, dan bahan pengisi ditambahkan diakhir proses kuter.

Adonan sosis yang dihasilkan dicetak dalam selongsong. Pengisian dalam selongsong direkomendasikan dalam keadaan vakum. Keadaan vakum dalam pengisian mencegah masuknya udara kedalam selongsong yang dapat mempercepat kerusakan sosis. Selongsong yang digunakan ada dua jenis yaitu selongsong alami dan buatan (Predika, 1983).

Selongsong alami merupakan selongsong yang berasal dari bagian tubuh hewan. Contoh jenis selongsong alami adalah selongsong yang berasal dari usus biri-biri. Selongsong buatan merupakan selongsong yang berasal dari buatan manusia. Contoh selongsong buatan adalah selongsong yang dibuat dari selulosa.

Sosis yang telah tercetak dalam selongsong diproses lebih lanjut. Proses selanjutnya adalah pemasakan. Metode pemasakan yang digunakan sangat bervariasi. Pemasakan dapat dilakukan melalui pengovenan dengan uap, pengasapan, pengeringan, kombinasi ketiganya, dan penggorengan.

Sosis matang yang telah mengalami pemasakan didinginkan sebelum dikemas. Pengemasan dilakukan dengan memperhatikan aspek penampakan. Pengemasan diharapkan mampu menarik perhatian konsumen dan mempresentasikan produk dengan maksimal. Produk yang telah dikemas dilewatkan dalam detektor logam untuk menjamin tidak terdapat cemaran fisik yang berasal dari potongan logam.

Tahap terakhir dalam proses produksi adalah pelabelan. Pelabelan dilakukan dengan memberikan informasi memadai sesuai aturan yang ada. Aturan pelabelan di Indonesia merujuk pada PP No. 69 Tahun 1999. Didalam regulasi tersebut, diberitahukan bahwa label sekurang-kurangnya memberikan informasi tentang nama produk, berat bersih, dan alamat produsen.

(9)

9

Distribusi dilakukan dalam keadaan beku untuk jenis sosis mentah dan emulsi sedangkan jenis sosis matang dan fermentasi dapat didistribusi tanpa proses pembekuan.

B. EVALUASI SENSORI

1. Definisi Evaluasi Sensori Produk Pangan

IFT Sensory evaluation Division (1974) mendefinisikan evaluasi sensori sebagai suatu disiplin ilmu yang digunakan untuk menimbulkan, mengukur, menganalisa, dan menginterpretasikan reaksi terhadap bahan pangan atau material yang diterima oleh indra penglihatan, penciuman, pencicip, peraba, dan pendengaran. Alat ukur yang digunakan adalah lima indra yang dimiliki manusia. Evaluasi sensori sangat berguna dalam proses evaluasi produk yang akan dikonsumsi oleh manusia.

Awalnya evaluasi sensori dikembangkan untuk mempelajari reaksi indra manusia terhadap produk pangan. Reaksi yang dimaksud biasanya dijabarkan dalam bentuk penilaian angka terhadap stimulus yang ditimbulkan dari produk. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, evaluasi sensori produk pangan digunakan sebagai alat untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap produk baru, memprediksi keinginan konsumen dimasa mendatang, dan memberi gambaran pengembangan produk baru (Ruan dan Zeng, 2004).

Evaluasi sensori dilakukan oleh satu atau lebih panelis. Panelis tersebut mengevaluasi sampel yang disediakan. Dalam praktek pelaksanaannya, panelis sensori yang dilibatkan dibedakan berdasarkan latar belakang pengujian sensori. Menurut Ruan dan Zeng (2004), terdapat dua klasifikasi kelas panelis berdasarkan latar belakang pengujian. Pertama adalah berdasarkan kebutuhan pengembangan produk dan kedua adalah berdasarkan penelitian pasar. Klasifikasi pertama melibatkan panelis terlatih sedangkan klasifikasi kedua melibatkan konsumen secara umum.

(10)

10

Kelompok berikutnya adalah uji penerimaan. Tujuan dari uji penerimaan adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk. Kelompok terakhir adalah kelompok uji deskripsi dengan tujuan mendeskripsikan sampel baik dari segi kualitatif maupun kuantitatif.

Berdasarkan pendapat keduanya, dapat disimpulkan bahwa pengujian sensori yang termasuk dalam pengujian lingkup pengembangan produk disarankan melibatkan panelis terlatih dengan pemilihan kelompok uji pembedaan dan uji deskriptif. Sedangkan pengujian sensori yang memiliki lingkup penelitian pasar disarankan melibatkan konsumen secara umum menggunakan kelompok uji penerimaan.

Pengujian sensori baik itu uji pembedaan, uji penerimaan, dan uji deskripsi pada dasarnya berusaha mencari perbedaan atau mendefinisikan karakterisasi suatu sampel. Untuk mendapatkan jawaban yang menggambarkan kondisi nyata, banyak variabel sistematis harus dikontrol. Meilgaard (1999) mengelompokan variabel yang harus dikontrol kedalam tiga kelompok besar. Tiga variabel tersebut adalah pengontrolan pengujian, pengontrolan produk, dan pengontrolan panelis.

2. Pengontrolan Pengujian

Variabel pengontrolan pengujian dilakukan dengan tujuan meminimumkan bias, memaksimalkan sensitifitas, dan mengeliminasi pengaruh respon panelis yang tidak diakibatkan oleh sampel. Pengontrolan pengujian dilakukan melalui upaya pengaturan kondisi fisik sarana pengujian. Pengaturan kondisi fisik meliputi pengaturan lingkungan pengujian, penggunaan booths atau meja melingkar, pencahayaan, sirkulasi ruangan, tempat persiapan sampel, dan jalur keluar masuk.

(11)

11

Ruangan training dan uji deskriptif berfungsi sebagai tempat pemberian instruksi dari panel leader ke panelis. Ruang training juga dapat digunakan sebagai ruangan diskusi. Ruang training harus dilengkapi dengan meja diskusi, beberapa kursi, dan papan tulis.

Ruangan persiapan uji merupakan ruangan yang digunakan untuk menyiapkan semua sampel uji baik dari segi kombinasi pengujian maupun jumlah maksimum pengujian. Ruang persiapan disarankan untuk mudah dijangkau atau berdampingan dengan booth dan ruang uji deskriptif sehingga mempermudah teknisi dalam menyiapkan, menyajikan, dan membersihkan sampel setelah penyajian (Eggert dan Zook, 1986).

3. Pengontrolan Produk

Tujuan dari pengujian sensori adalah untuk mengukur respon panelis terhadap perbedaan perlakuan, perubahan komposisi bahan, perubahan variabel proses, dan lainya. Berdasarkan tujuan ini, penyajian harus mengeliminasi variabel yang tidak diingingkan dalam pengujian. Untuk itu diperlukan proses persiapan sampel dengan sebaik mungkin.

Persiapan produk membutuhkan beberapa peralatan penyajian seperti timbangan, alat-alat gelas, timer, dan peralatan stainless untuk mencampur dan menyimpan sampel. Alat-alat penyajian harus dipilih secara hati untuk mengurangi bias dan variabel yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, bahan dari plastik kurang sesuai karena dapat mempengaruhi, merubah, dan meninggalkan aroma atau flavor produk. Bahan dari kayu sebaiknya tidak digunakan untuk papan pemotong, manguk, dan peralatan mixing karena bersifat porous dan dapat menyerap cairan. Bahan yang terbuat dari gelas sangat baik digunakan untuk penyiapan dan penyajian sampel karena relative tidak terpengaruh oleh sampel yang diuji (Meilgaard, 1999).

(12)

12

diinginkan penyajian dalam keadaan hangat, maka sebaiknya sampel dipanaskan dahulu.

Ukuran penyajian harus sama pada tiap subjek. Teknisi sebaiknya menggunakan alat bantu untuk menetapkan ukuran penyajian. Jumlah sampel yang disajikan disesuaikan dengan kemampuan panelis dalam menguji suatu sampel. Sampel harus disajikan dalam bentuk seragam dan telah dihilangkan identitasnya. Sampel-sampel tersebut kemudian diberi kode tiga digit angka acak untuk menyembunyikan identitas sampel (Meilgaard, 1999).

4. Pengontrolan Panelis

Penyebab potensial terjadinya variasi pada respon antara lain interaksi panelis dengan lingkungan pengujian, produk, dan prosedur pengujian. Pengaturan interaksi ini sangat penting dilakukan untuk meminimalisasi bias. Panelis yang dilibatkan baik itu panelis terlatih maupun tidak terlatih selayaknya memperoleh instruksi jelas. Instruksi tersebut meliputi cara pengujian, pengisian kuisioner, dan informasi apa yang dibutuhkan melalui pengujian. Panelis yang dilibatkan paling tidak mengetahui atau familiar terhadap prosedur uji seperti banyaknya sampel sekali mencicip, lamanya waktu kontak produk saat mencicip, dan cara pencicipan.

Selain pengetahuan minimal tersebut, panelis sebaiknya juga mengerti tipe evaluasi sensori yang dibutuhkan. Panelis sebaiknya diberi tahu pengujian yang dilakukan ditujukan untuk membedakan, mendeskripsikan, atau uji penerimaan.

(13)

13

5. Seleksi Panelis

Kebutuhan panelis terlatih untuk uji deskripsi diatasi dengan melakukan seleksi panelis dan melatih panelis potensial yang lolos seleksi. Sebelum melakukan seleksi dan training, perusahaan diharapkan memiliki komitmen untuk menganggarkan dana pengembangan kegiatan sensori. Analis sensori bertanggung jawab terhadap uji sensori dan harus mendefinisikan sumberdaya yang dibutuhkan.

Panelis potensial harus memenuhi persyaratan tertentu. fisik yang sehat, tidak alergi atau intoleran terhadap pangan tertentu, ketersediaan waktu, memiliki motivasi, dan memiliki ketepatan sensori. Persyaratan ini harus dipenuhi untuk menyediakan keadaan pengujian yang kondusif. Untuk panelis pekerja, ketersediaan waktu merupakan faktor yang harus benar-benar diperhatikan mengingat pengujian sensori bukan bidang pekerjaan utama. Jadwal pengujian perlu disesuaikan untuk mengantisipasi ketersediaan waktu (Meilgaard, 1999).

Panelis potensial diseleksi dengan melakukan beberapa uji sensori. Perhatian utama panel leader harus tertuju pada (1) kemampuan panelis dalam membedakan dan mendeskripsikan perbedaan diantara produk, (2) membedakan dan mendeskripsikan intensitas perbedaan karakteristik tertentu, (3) menguji kemampuan panelis dalam mendeskripsikan suatu karakter baik secara verbal maupun dengan skala (Meilgaard, 1999).

Tahap seleksi panelis menurut Meilgaard, 1999 meliputi :

a. Prescreening

Tahap pertama seleksi panelis menurut Meilgaard adalah prescreening. Tahap ini dapat ditempuh melalui pengisian kuisioner. Tujuan tahap ini adalah untuk menjaring individu yang dapat memverbalkan respon dan berfikir secara terkonsep.

b. Uji Ketepatan

(14)

14

dilakukan menggunakan uji segitiga atau uji duo-trio dan pendeskripsian suatu atribut tertentu.

Panelis diharapkan memenuhi 60-80% jawaban benar dari ulangan uji pembedaan disesuaikan dengan tingkat kesulitan uji. Uji pembedaan dilakukan paling tidak 9 kali sehingga data yang didapat menunjukan keadaan panelis yang sebenarnya. Pendeskripsian atribut dapat berasal dari bau, flavor, atau tekstur. Pendeskripsian harus dilakukan dengan spesifik sesuai cara masing-masing panelis. Panelis diharapkan mampu mendeskripsikan 80% sampel yang disajikan dengan benar.

c. Uji Ranking/Rating

Uji berikutnya adalah uji rangking atau uji rating. Uji ini dilakukan setelah panelis mampu menyelesaikan prescreening dan uji ketepatan. Uji tahap ini menggunakan produk aktual yang akan digunakan dalam training. Panelis dikatakan lolos seleksi tahap ini jika mampu menyusun sampel dengan urutan rating atau rangking yang benar untuk 80% atribut uji.

d. Wawancara

Tahap berikutnya adalah wawancara personal. Wawancara secara personal dilakukan untuk konfirmasi motivasi dan ketertarikan kandidat yang lolos tahap sebelumnya. Wawancara dilakukan oleh panel leader. Panelis yang ternyata tidak memiliki motivasi tinggi sebaiknya tidak dilibatkan.

Tahap seleksi menghasilkan panelis potensial yang telah memenuhi kriteria. Panelis potensial tersebut kemudian dilatih dalam suatu training untuk membentuk kerangka pemikiran yang terstruktur dalam melakukan pengujian sensori.

6. Uji Rating (Meilgaard, 1999)

(15)

15

Skala intensitas yang digunakan sebaiknya berupa skala garis. Skala garis menghasilkan data rasio. Penggunaan data rasio sangat menentukan jenis statistik uji yang digunakan dalam pengolahan data. Jenis data rasio merupakan data kontinu sehingga pengolahan data dapat dilakukan dengan sederhana melalui analisis ragam (ANOVA). Analisis ragam merupakan analisis statistik yang biasa digunakan dalam analisis uji deskripsi dan uji lain dimana sampel yang digunakan lebih dari dua dan diukur dengan skala respon (Heymann dan Lawless, 1999).

Analisis data yang dilakukan menerapkan rancangan blok acak lengkap. Panelis dijadikan sebagai blok dan perlakuan adalah sampel-sampel yang diuji. Statistik uji yang digunakan adalah uji F. F hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F tabel dengan taraf dan derajat bebas tertentu. Jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka disimpulkan telah ditemukan bukti minimal ada satu sampel yang memiliki perbedaan dengan sampel lain pada taraf yang digunakan dan sebaliknya. Jika terdapat signifikansi perbedaan, maka dibutuhkan uji lanjut untuk mengetahui dengan tepat sampel mana saja yang berbeda pada taraf yang digunakan.

Uji lanjut atau post hock test yang digunakan adalah uji Tuckey. Uji lanjut tersebut memfasilitasi adanya pembandingan antar sampel. Hasil akhir uji lanjut adalah pengelompokan sampel yang memiliki kesamaan rating dan pembedaan antar kelompok yang memiliki rating berbeda pada taraf yang digunakan.

7. Uji Deskripsi (Meilgaard, 1999)

(16)

16

Panelis harus memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan mendeskripsikan atribut sensori yang melekat pada sampel. Aspek kualitatif dari produk digunakan untuk menentukan atribut penampakan, aroma, flavor, tekstur, atau suara produk yang berbeda dengan produk lain. Panelis yang dilibatkan harus terlatih untuk membedakan dan merating aspek kuantitatif sampel yang digunakan. Hal ini diperlukan agar panelis dapat mendefinisikan seberapa besar perbedaan karakteristik yang ada pada sampel.

Uji deskriptif memiliki beberapa komponen yaitu komponen karakteristik atau aspek kualitatif, intensitas atau aspek kuantitatif, aspek waktu, dan aspek integrasi. Aspek kualitatif meliputi definisi profil sensori dari sampel. Profil deskriptif dari sampel antara lain tentang karakter penampakan, karakter aroma, karakter flavor, karakter tekstur dan sebagainya.

Aspek kuantitatif adalah intensitas perbedaan dari karakteristik sensori sampel. Perbedaan tersebut digambarkan dalam bentuk nilai pengukuran. Skala pengukuran yang dapat digunakan terbagi menjadi dua jenis yaitu skala kategori dan skala garis. Skala kategori menggunakan angka 0-9 atau dengan jarak yang lebih jauh. Kelemahan skala kategori adalah terbatas oleh kosa kata yang ada dan jarak antar skala yang belum tentu sama.

Skala garis menggunakan garis sebagai pengukur respon. Panjang garis yang digunakan adalah 15 cm. Panelis dapat menggambarkan intesitas suatu sampel dengan member tanda pada garis yang disediakan. Kelebihan dari skala garis adalah intensitas yang terukur lebih teliti karena terhindar dari pengharapan angka kesukaan. Tetapi penggunaan skala garis juga memiliki kelemahan yaitu kesulitan panelis untuk mempertahankan konsistensi karena posisi tanda susah diingat.

(17)

17

FPM merupakan jenis uji deskriptif yang berusaha mendeskripsikan flavor dari suatu produk atau ingredient. FPM merupakan metode berdasarkan pada teori bahwa flavor terdiri dari rasa yang dapat diidentifikasi, aroma, dan atribut kimia yang dapat dirasakan, ditambah dengan kompleks atribut yang belum bisa diidentifikasi (Chambers dan Wolf, 1996). Piper dan Scharf menambahkan bahwa skala yang digunakan di uji FPM adalah skala kategorik. Hasil dari evaluasi individu didiskusikan dengan bantuan moderator hingga konsensus kelompok dihasilkan. Kerugian dari FPM diantaranya pengukuran individu hilang akibat konsensus kelompok. FPM lemah disisi pengulangan dan verifikasi statistik. FPM membutuhkan panelis sebanyak 4 hingga 6 panelis terlatih.

TPM memiliki kesamaan dengan FPM dalam hal jumlah panelis yang dibutuhkan dan hasil analisis yang didiskusikan. TPM merupakan uji deskriptif yang khusus dirancang untuk pengujian tekstur. Pengujian dimulai dengan mengklasifikasikan tekstur berdasarkan karakter mekanik, karakter geometrik dan karakter lainnya. Panelis diberikan pelatihan mengenai prinsip teori tekstur dan konsep penekanan dan peregangan bahan. Panelis diberikan produk dengan tekstur beragam untuk dicicipi (Rosenthal, 1999).

SDA menurut Piper dan Schraft membutuhkan 15 panelis terlatih dalam pelaksanaan pengujian. SDA memiliki banyak standard ditiap atribut sehingga disebut sebagai spectrum descriptive analysis. Profil sensori produk yang akan diukur telah ditentukan terlebih dahulu oleh analis. Selain digunakan untuk mengevaluasi produk pangan, SDA juga dapat digunakan sebagai alat evaluasi produk kosmetik (Dooley, 2004).

8. Quantitative Descriptive Analysis (Meilgaard, 1999)

(18)

18

Produk spesifik yang dimaksud adalah produk yang akan digunakan selama training.

Prinsip dari QDA adalah menggunakan kemampuan panelis terlatih untuk mengukur intensitas atribut tertentu yang spesifik dalam kondisi reproducible sehingga menghasilkan kuantifikasi atribut yang komperhensif dan dapat diolah melalui analisis statistik (Chapman et al., 2001). Proses training panelis QDA membutuhkan produk dan ingredient referensi. Referensi digunakan untuk pembentukan terminologi yang sama antar panelis.

Terminologi yang telah terbentuk diharapkan tetap konsisten tetapi tidak membatasi panelis dalam memberi penilaian. Respon panelis terhadap suatu stimulus dikuantifikasi dengan penggunaan skala garis. Skala garis yang digunakan memiliki panjang 15 cm. Ujung kiri dan kanan skala garis diberi label sesuai karakteristik maksimum dan minimum yang ingin diukur.

Di dalam proses pengujian menggunakan metode QDA, diperlukan standard atau reference sebagai panduan bagi panelis dalam menilai intensitas atribut sampel. Standard atau reference merupakan hal penting untuk membangun bahasa penilaian bagi panelis sehingga penilaian memiliki tingkat reprokdusibilitas tinggi ketika dilakukan ditempat dan waktu yang berbeda (Drake dan Civille, 2002). Panelis QDA menilai produk dalam booth yang tersekat untuk mengurangi interaksi antar panelis. Panelis tidak diperbolehkan mendiskusikan data, terminologi, atau sampel setelah sesi pengujian selesai.

(19)

19

C. ANALISIS STATISTIK

1. Rancangan Acak Kelompok Lengkap (Montgomery, 2001)

Rancangan acak kelompok lengkap atau yang lebih sering disebut rancangan acak kelompok (RAK) digunakan dalam menganalisis ragam dari respon panelis ditiap atribut. RAK merupakan rancangan percobaan yang memiliki dua variabel perlakuan. Salah satu variabel tersebut merupakan faktor kelompok.

Model statistik RAK adalah sebagai berikut : Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij : Respon pada perlakuan ke I dan kelompok ke j µ : Rataan umum

τi : Pengaruh perlakuan ke i

βj : Pengaruh kelompok ke j

εij : Pengaruh eror perlakuan ke I dan kelompok ke j.

RAK diterapkan pada percobaan dimana setiap unit contoh mendapat perlakuan yang sama tetapi berada di kelompok yang berbeda. Dalam rancangan tersebut, variabel kelompok dikeluarkan sebagai faktor sistematis yang dapat dikendalikan. Dengan demikian galat error hanya ditimbulkan oleh faktor yang memang sudah tidak dapat dikendalikan oleh peneliti.

2. Analisis Regresi Sederhana (Draper dan Smith, 1992)

Analisis regresi merupakan alat analisis yang digunakan untuk menyelidiki hubungan antar variabel. Pada suatu keadaan tertentu, menarik untuk diketahui pengaruh yang ditimbulkan suatu variabel terhadap variabel yang lain. Hubungan tersebut didekati dengan penggambaran dalam fungsi matematis yang sederhana.

(20)

20

variabel dependent bersifat acak. Peneliti dapat menetapkan taraf variabel independent yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui pengaruhnya terhadap respon unit sampel yang bersifat acak.

Model yang digunakan dalam regresi sederhana adalah sebagai berikut : Y = β0+ β1X + ε

Keterangan :

Y : Respon akibat pengaruh variable independent β0 : Intersep model

X : Variabel independent

β1 : Gradien persamaan garis lurus

ε : Galat

Kelayakan model diduga dari nilai koefisien determinasi yang dihasilkan dari persamaan garis regresi linier sederhana yang dihasilkan. Koefisien determinasi (R2) menunjukan tingkat penjelasan model terhadap variasi data yang diperoleh dari hubungan dua variabel yang saling berpasangan dalam hubungan linier sederhana. Jika diperlukan, kelayakan model dapat diuji menggunakan statistik uji korelasi pearson.

Nilai koefisien determinasi dalam beberapa kasus tidak dapat menunjukan hubungan linier sederhana dengan tepat. Untuk itu diperlukan uji lain yang dapat menjamin bahwa model yang digunakan layak. Nilai korelasi pearson yang signifikan menunjukan bahwa model memiliki korelasi dan saling mempengaruhi dalam hubungan garis lurus sederhana.

3. Analisis Biplot (Johnson dan Wicherin, 1998)

Analisis biplot merupakan upaya grafis yang mengubah tabel ringkasan dalam bentuk dua dimensi. Analisis biplot termasuk dalam analisis peubah ganda dengan peubah respon lebih dari satu. Informasi yang diberikan oleh biplot mencakup objek dan peubah dalam satu gambar dua dimensi.

(21)

21

visual guna menyajikan secara simultan n obyek pengamatan dan p peubah dalam ruang bidang datar, sehingga ciri-ciri peubah dan obyek pengamatan serta posisi relatif antar obyek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis.

Dalam hubungannya dengan evaluasi sensori dan pengembangan produk, Hadi (2000) mengatakan bahwa analisis Biplot sangat berguna dan cukup kuat untuk memperoleh informasi tentang karakter produk baru relatif terhadap konsep ideal konsumen dan merek pesaing. Analisis Biplot dengan pendekatan eksplorasi kualitatif melalui konsep jarak relatif objek dan peubah juga dapat menghasilkan saran pengembangan bagi roduk baru dalam rangka memenuhi kepuasan konsumen.

Analisis biplot merupakan pereduksi dari dari ruang berdimensi besar ke dimensi dua. Konsekuensi dari reduksi tersebut adalah hilangnya informasi yang terkandung dalam biplot. Informasi minimal yang didapatkan dari biplot adalah sebesar 70% (Jolliffe, 2002).

Terdapat empat informasi penting yang bisa didapatkan dari output biplot yaitu :

a. Kedekatan antar objek

Biplot menyajikan objek mana saja yang memiliki karakteristik dengan objek yang lain. Dalam persaingan industri pangan, kemiripan karakter dapat disebut sebagai produk pesaing.

b. Keragaman peubah

Biplot menyajikan informasi peubah mana yang nilainya relative sama pada semua objek atau sebaliknya peubah mana yang nilainya relatif sangat berbeda pada semua objek. Informasi ini mengindikasikan pada peubah mana harus dilakukan peningkatan atau sebaliknya. Peubah berkeragaman kecil digambarkan dengan garis vektor yang pendek dan sebaliknya.

c. Korelasi antar peubah

(22)

22

digambarkan saling bertolak belakang atau membentuk sudut yang besar. dua peubah yang tidak memiliki korelasi digambarkan oleh dua garis dengan sudut mendekati 900C.

d. Nilai peubah pada suatu objek

(23)

23

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam latihan panelis potensial yang telah lolos seleksi antara lain gula bubuk merk Apel Kesemek dan Milky (brand Alfamart), garam meja merk Refina, Pala bubuk CapKupu-kupu, Lada Putih butiran Carrefour, Aroma Beef dari supplier (PT Foodex), Aroma Smoke dari supplier (PT Foodex), dan dextrin. Bahan utama yang digunakan dalam praktek awal dan pemetaan produk adalah sosis komersial dari enam merk berbeda yang diproduksi oleh empat produsen olahan daging. Sampel sosis yang dimaksud dilambangkan dengan kode KSSG, FSSG, BSSG, KSAY, FSAY, dan FICS.

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain gelas kaca kecil, botol kaca kecil, piring styrofoam, sendok kecil, tusuk gigi, pisau, kompor paraffin, lemari pendingin, teflon, gelas piala 250 ml, gelas piala 500 ml, pipet 1 ml, pipet 5 ml, pipet 10 ml, tissue, neraca analitik, dan botol plastik.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap dengan melanjutkan langkah yang telah dilaksanakan perusahaan. Langkah yang telah dilaksanakan perusahaan antara lain seleksi panelis hingga tahap uji rating. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan tahap latihan dan uji berseri.

1. Tahap Pertama

(24)

24

Langkah-langkah seleksi yang telah dilakukan adalah :

a. Prescreening

Langkah prescreening ditempuh melalui pengisian kuisioner. Tujuan tahap prescreening adalah untuk menjaring individu yang dapat menskala dan berfikir secara terkonsep.

b. Uji Ketepatan

Langkah berikutnya adalah uji ketepatan. Kandidat yang dapat mengikuti tahap ini adalah kandidat yang telah memenuhi syarat kesehatan, ketersediaan waktu, dan menjawab 80% pertanyaan kuisioner awal. Uji ketepatan dilakukan melalui uji segitiga dan pendeskripsian beberapa aroma dan rasa dasar.

Panelis diharapkan memenuhi 60-80% jawaban benar dari ulangan uji pembedaan disesuaikan dengan tingkat kesulitan uji. Uji pembedaan dilakukan paling tidak 9 kali sehingga data yang didapat menunjukan keadaan panelis yang sebenarnya. Pendeskripsian atribut dapat berasal dari bau, flavor, atau tekstur. Pendeskripsian harus dilakukan dengan spesifik sesuai cara masing-masing panelis. Panelis diharapkan mampu mendeskripsikan 80% sampel yang disajikan dengan benar.

c. Penjaringan Atribut Kunci

Kandidat panel terlatih dilibatkaan dalam penjaringan atribut sosis yang akan dikuantifikasi melalui uji deskriptif. Langkah penjaringan atribut bertujuan untuk memperoleh atribut sensori penting yang melekat pada sosis komersial.

d. Pengenalan Skala Pengukuran

(25)

25

e. Uji Ranking/Rating

Uji berikutnya adalah uji rangking atau uji rating. Uji ini dilakukan setelah panelis mampu menyelesaikan prescreening dan uji ketepatan. Panelis dikatakan lolos seleksi tahap ini jika mampu menyusun sampel dengan urutan rating atau rangking dengan benar.

f. Praktek Awal

Pengujian terhadap beberapa seri sampel dilakukan setelah panelis mengetahui terminologi dan skala yang digunakan. Praktek awal menggunakan sampel produk sosis. Praktek awal dilakukan untuk mendorong panelis menerapkan prosedur evaluasi sesuai definisi dan referensi. Praktek awal dilakukan menggunakan sampel sosis dengan perbedaan intensitas atribut relatif besar hingga perbedaan intensitas atribut yang cukup kecil.

2. Tahap Kedua

Tahap kedua penelitian mencakup langkah-langkah yang ditempuh untuk melatih panelis potensial menjadi panelis terlatih. Tahap pelatihan dilakukan untuk mendapatkan panelis terlatih yang akan digunakan dalam pengujian deskriptif.

Tahap pelatihan yang dilakukan diantaranya :

a. Pengujian Berseri

Tahap pengujian berseri dilakukan untuk mengetahui kekonsistenan panelis potensial dalam merespon suatu atribut. Tahap yang dilakukan menggunakan flavor dengan konsentrasi berbeda sebagai sampel. Panelis potensial yang konsisten dalam memberi respon akan dilibatkan dalam pengujian selanjutnya.

b. Pembentukan Kelompok Deskriptif

(26)

26

c. Konsensus Pengujian

Kelompok panelis deskriptif yang dibentuk mendiskusikan prosedur pengujian dengan lebih teliti. Diskusi dilakukan untuk mengakomodasi kondisi optimum pengujian yang mempermudah panelis dalam menilai sampel.

3. Tahap Ketiga

Tahap ketiga meliputi pengujian deskriptif dengan sampel beberapa merek sosis komersial. Tujuan utama dilakukan uji deskripsi adalah untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan karakter beberapa sosis komersial. Karakter sosis yang diteliti meliputi karakter berdasarkan atribut hasil penjaringan.

Jenis uji deskriptif yang dipakai adalah Quantitative Descriptive Analysis (QDA). Terminologi yang dipakai selama pengujian menggunakan metode QDA adalah terminologi yang telah terbangun selama latihan. Prosedur pengujian memakai hasil konsensus dari latihan yang telah disepakati.

C. METODE ANALISIS PRODUK

(27)

27

D. METODE ANALISIS DATA

Data yang diperoleh selama latihan untuk melihat konsistensi panelis dalam merespon rangsangan diolah dengan menggunakan analisis regresi sederhana dan analisis korelasi pearson. Analisis regresi sederhana merupakan alat analisis yang menghubungkan peubah respon acak dengan peubah penjelas (Draper dan Smith, 1992).

(28)

28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Pengujian

Pengujian sensori membutuhkan pengaturan kondisi fisik untuk meminimalkan bias panelis akibat pengaruh lain selain pengaruh sampel. Pengaturan kondisi fisik pengujian merupakan bagian dari pengontrolan proses pengujian. pengontrolan pengujian dilakukan dengan tujuan meminimumkan bias, memaksimalkan sensitifitas, dan mengeliminasi pengaruh respon panelis yang tidak diakibatkan oleh sampel (Meilgaard, 1999). Pengaturan kondisi fisik meliputi pengaturan lingkungan pengujian, penggunaan booths, pencahayaan ruangan, tempat persiapan sampel, dan jalur keluar masuk.

Pengujian sensori selama penelitian menggunakan Laboratorium Evaluasi Sensori perusahaan pengolahan daging di kawasan industri Jababeka II, Cikarang. Laboratorium yang digunakan memiliki lima buah booth. Booth yang digunakan memiliki pintu tipe sliding door. Design booth dapat dilihat di Lampiran 1.

Booth memiliki pembatas antar booth untuk mencegah interaksi antar panelis. Sumber pencahayaan dari lampu pijar yang terpasang dibagian atas tiap booth. Deretan booth berada disamping ruang persiapan untuk mempermudah penyajian sampel. Denah laboratorium dapat dilihat di Gambar 2.

Keluar masuk ruang pengujian melewati jalur yang sama. Seperti terlihat pada Gambar 2, laboratorium memiliki dua buah pintu. Satu pintu digunakan sebagai jalur keluar masuk ruang persiapan dan satu pintu lainnya digunakan sebagai jalur keluar masuk ruang pengujian.

(29)

29

Gambar 2. Denah Laboratorium Sensori

Laboratorium yang digunakan dalam pengujian sensori selama penelitian dilakukan dilengkapi dengan ruangan diskusi.. Ruang diskusi berada di sebelah deretan booth. Ruang diskusi digunakan sebagai tempat pemberian instruksi, ruang diskusi, dan ruangan training. Ruang diskusi dilengkapi dengan satu buah meja besar melingkar, beberapa kursi, dan sebuah papan tulis.

B. Persiapan Sampel

Persiapan sampel merupakan tahap kunci pengujian sensori. Sampel uji dipersiapkan sebaik mungkin untuk mengeliminasi faktor yang tidak dikehendaki dalam pengujian. Aspek yang diperhatikan dalam persiapan sampel antara lain suhu penyimpanan sampel, alat penyajian sampel, alat persiapan standard, ukuran penyajian, suhu penyajian, keseragaman sampel, dan pengkodean.

Sampel diperoleh dari salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Cikarang. Sampel dibeli dalam keadaan dingin dengan suhu penyimpanan

Booths Ruang Diskusi

Ruang Persiapan

Frezer

(30)

30

kurang dari 50C. Sampel yang digunakan diupayakan sampel yang paling baru diproduksi oleh produsen. Distribusi ke laboratorium menggunakan sepeda motor tanpa perlakuan pendinginan karena hanya memakan waktu kurang dari 30 menit. Sampel kemudian disimpan dalam freezer hingga tiba hari pengujian.

Sampel dicairkan terlebih dahulu dari fase beku sebelum digunakan atau disebut dengan proses thawing. Thawing dapat dilakukan dengan membiarkan sampel dalam wadah dan dialiri air selama beberapa menit pada suhu ruang (Soeparno, 2005). Sampel yang telah dicairkan lalu diiris sesuai ukuran standard pengujian.

Ukuran penyajian sosis yang digunakan seragam untuk semua panelis. Sampel disajikan sebanyak dua potong dengan tebal potongan 1.5 cm. Sampel dipotong melintang seragam untuk menjamin kesamaan penampakan. Berdasarkan kesepakatan diskusi dengan panelis potensial, sampel disajikan dalam keadaan hangat untuk mengoptimumkan aroma sampel yang diuji. Untuk memenuhi keadaan tersebut, sosis ditumis selama 2 menit dengan tingkat api sedang. Sampel kemudian ditiriskan dan disajikan di piring styrofoam dengan tiga digit kode angka acak.

Hal lain yang harus dipersiapkan selain sampel dalam pengujian deskripsi adalah reference. Reference digunakan sebagai patokan nilai intensitas bagi panelis. Persiapan reference dilakukan seteliti mungkin untuk menjamin akurasi pengujian di setiap ulangan yang dilakukan. Persiapan reference membutuhkan peralatan gelas untuk pengenceran flavor dan timbangan untuk menimbang flavor yang digunakan. Selain itu, persiapan reference juga membutuhkan pipet, gelas ukur, dan bahan pengencer berupa air matang.

C. Pengontrolan Panelis

(31)

31

Panelis tidak diperkenankan melihat penyajian sampel di ruangan penyajian, tidak mendiskusikan sampel ketika penyajian, dan diharapkan berkomentar terhadap kondisi pengujian baik yang mendukung maupun yang menggangu proses pencicipan. Panelis yang dilibatkan dalam pengujian sensori terbagi dalam dua jenis yaitu panelis tidak terlatih dan panelis terlatih. Menurut Meilgaard, panelis yang dilibatkan dalam uji deskripsi termasuk uji QDA harus melalui seleksi terlebih dahulu. Panelis yang lolos seleksi kemudian dilatih sebelum melakukan uji QDA.

Panelis dikenalkan dengan jelas terhadap prosedur pengujian dan instruksi pengujian. Formulir pengujian yang digunakan selalu mencantumkan instruksi pengujian untuk membiasakan panelis menerapkan prosedur yang benar. Instruksi tersebut meliputi cara pengujian, pengisian kuisioner, dan informasi yang dibutuhkan melalui pengujian.

Instruksi pencicipan diberikan dengan menyarankan panelis mencicipi standard/reference terlebih dahulu kemudian mencicipi sampel satu per satu dari kiri ke kanan. Setelah mencicipi sampel, panelis diinstruksikan untuk mengevaluasi tingkat atribut dan mengisi hasil evaluasi dengan memberi tanda garis miring digaris yang disediakan. Panelis disarankan untuk menetralkan indra sebelum dan setelah melakukan pencicipan.

Panelis yang dilibatkan telah mendiskusikan prosedur pengujian sebagai upaya penyeragaman pencicipan sampel. Konsensus yang disetujui dari diskusi antara lain pencicipan dilakukan hanya sekali untuk menghindari kejenuhan. Pencicipan aroma dilakukan dengan membelah sampel lalu dibaui. Untuk pencicipan rasa, sampel dikunyah diseluruh bagian mulut, ditahan beberapa detik, dan tidak disarankan untuk ditelan.

(32)

32

D. Seleksi Panelis

Tahap prescreening dilakukan perusahaan dengan menggunakan kuisioner untuk menjaring kandidat panelis. Kandidat panelis yang dilibatkan adalah karyawan perusahaan dan ibu rumah tangga di perumahan sekitar perusahaan. Kuesioner prescreening berisi beberapa pertanyaan untuk mengetahui kedekatan kandidat panelis terhadap industri olahan daging, ketersediaan waktu, kondisi kesehatan, pola makan, pengetahuan umum mengenai pengujian sensori dan atribut sensori, dan kemampuan menskala.

Jika terdapat anggota keluarga yang bekerja diperusahaan kompetitor, maka kandidat panelis tersebut tidak dilibatkan. Aspek kesehatan seperti alergi makanan, kondisi kesehatan mulut dan saluran pernafasan, dan konsumsi obat-obatan diperhatikan sehingga kandidat panelis yang lolos memiliki kemampuan merespon dengan maksimal. Pola makan digali untuk mengetahui kebiasaan kandidat panelis dalam mengkonsumsi makanan dan minuman. Informasi yang didapat menjadi pertimbangan agar kebiasaan kandidat panelis tidak mengganggu proses pengujian.

Pengetahuan umum dan kemampuan menskala merupakan aspek terakhir yang ditanyakan dalam prescreening. Aspek terakhir yang ditanyakan bermanfaat untuk mengetahui kemampuan kandidat panelis dalam mengeluarkan pendapat dan mampu menskala dengan baik. Dari tahap prescreening, didapatkan kandidat panelis yang memenuhi kriteria sebanyak 9 orang panelis eksternal dan 18 orang panelis internal. Usia kandidat panelis yang lolos adalah 20-40 tahun.

(33)

33

atau memperoleh skor lebih dari 70. Di uji berikutnya yaitu uji segitiga, panelis harus bisa membedakan dengan benar minimal 8 seri uji dari 14 kali uji segitiga yang dilakukan untuk lolos.

Table 3. Hasil uji rasa, aroma dasar, dan uji ketepatan kandidat panelis.

(34)

34 dasar. Perusahaan mengambil keputusan untuk tetap melibatkan DW, WK, SPY, SBR dan MRY atas pertimbangan posisi pekerjaan panelis tersebut yang sangat erat dengan pengujian sensori. Kelima panelis tersebut akan dilibatkan hingga tahap latihan dan dinilai tingkat konsistensinya untuk mengambil keputusan lebih jauh.

Gambar 3. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa manis berbagai konsentrasi (Ulangan 1).

(35)

35 Uji rating dilakukan dengan menggunakan skala tidak terstruktur (skala garis). Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik respon panelis. Uji rating dilakukan dua kali ulangan dengan dua atribut yang berbeda yaitu rasa manis dan rasa asin.

Gambar 4. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa manis berbagai konsentrasi (Ulangan 2).

Walaupun terdapat ragam yang cukup besar, tetapi terlihat semua panelis mampu merating dengan benar atribut rasa manis dengan konsentrasi berbeda pada ulangan 1 dan ulangan dua. Hal ini menunjukan semua panelis memiliki kemampuan yang cukup baik dalam merating intensitas rasa manis dan dapat dikatakan lolos untuk tahap berikutnya. Konsentrasi larutan manis yang digunakan adalah 2, 5, dan 16%.

(36)

36 uji rating atribut rasa manis. Ragam respon panelis diuji rating dapat dilihat di Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Gambar 5. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa asin berbagai konsentrasi (Ulangan 1).

(37)

37

Konsistensi panelis ditahap rating dapat dilihat di Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6. Diketahui bahwa panelis relatif kurang konsisten terhadap intensitas rasa asin dan manis yang diberikan. Hasil seleksi panelis hingga tahap uji rating adalah 13 panelis yang lolos tanpa syarat dan memenuhi kriteria ideal. Panelis tersebut adalah enam orang panelis eksternal (RT, LN, EV, MLY, TI, dan NS) dan tujuh orang panelis internal (MK, YN, MSF, TR, FRD, MTQ, dan AY).

Keragaman panelis dalam merespon intensitas atribut sensori cukup beragam. Plot sisaan menunjukan hal tersebut dan dapat dilihat di Lampiran 2 dan Lampiran 3. Dari Lampiran 2 dan 3, diketahui bahwa tiap panelis masih memiliki kemampuan beragam dan cenderung tidak konsisten.

Perusahaan tetap melibatkan 9 panelis yang lolos dengan syarat diproses latihan yaitu WK, DW, SPY, IWN, MRY, SBR, SE, DN, dan TH. Panelis yang tidak lolos seleksi dan atau tidak dapat mengikuti pengujian selanjutnya sebanyak 6 orang yaitu JOH, RUN, WWD, WWK, RN, dan WSW.

E. Penjaringan Atribut

Penjaringan atribut kunci sosis dilakukan melalui diskusi dengan kandidat panelis terlatih. Berdasarkan diskusi yang dilakukan, diperoleh banyak atribut sensori yang terjaring. Penjaringan dilakukan untuk atribut tekstur, rasa, dan aroma.

(38)

38

F. Praktek Awal

Praktek awal dilakukan untuk mendorong panelis menerapkan prosedur pengujian dengan benar. Praktek awal dilakukan dua kali. Praktek awal pertama dilakukan dengan sampel sosis komersial. Praktek awal kedua dilakukan menggunakan sosis hasil trial dan sosis komersial. Atribut yang dikuantifikasi merupakan hasil penjaringan atribut di tahap sebelumnya. Atribut tersebut adalah rasa manis, rasa asin, aroma beef, aroma smoke, aroma pala, dan aroma lada.

Perbedaan sampel sosis yang digunakan didua praktek awal bertujuan untuk memberi perbedaan perlakuan. Perlakuan yang dibedakan adalah tingkat atribut sampel uji. Praktek awal pertama menggunakan sampel dengan tingkat atribut yang belum diketahui sedangkan praktek awal kedua dilakukan dengan tingkat atribut yang sudah diketahui.

Praktek awal diikuti oleh 20 panelis. Dua panelis yaitu IWN dan MLY tidak dapat mengikuti proses pengujian lebih lanjut. IWN tidak lagi menjadi pekerja diperusahaan. MLY tidak dapat melanjutkan proses pengujian lebih lanjut dikarenakan hamil.

Selain mendorong panelis menerapkan prosedur pengujian dengan benar, praktek awal juga dapat melihat kemampuan panelis dalam menilai intensitas atribut sampel uji. Data hasil praktek awal pertama dapat dilihat di Lampiran 6. Lampiran 6 menunjukkan terdapat banyak panelis merespon tingkat atribut dengan nilai yang jauh berbeda di ulangan 1 dan ulangan 2. Selain itu, terlihat banyak nilai ekstrim (nilai 0) muncul. Nilai ekstrim tersebut dideteksi hanya diberikan oleh beberapa panelis sedangkan mayoritas panelis tidak. Hal tersebut menunjukkan panelis relatif belum konsisten dalam merespon atribut.

(39)

39

Sosis trial yang digunakan dibuat dengan formulasi tertentu. Pengaturan formulasi dilakukan untuk memberikan perbedaan intensitas atribut rasa asin, rasa manis, aroma pala, dan aroma lada. Sedangkan untuk aroma beef dan aroma smoke, digunakan sampel komersial. Sampel komersial dengan perbedaan tingkat aroma beef dan aroma smoke direkomendasikan oleh bagian organoleptik perusahaan. Masing-masing atribut memiliki tiga taraf intensitas.

Praktek awal kedua memperlihatkan bahwa panelis memberi respon dengan keragaman sangat tinggi. Disamping itu, hasil pengujian relatif tidak menunjukkan kenaikan respon pada kenaikan intensitas atribut yang diujikan. Terlihat di Lampiran 7, hanya diatribut rasa asin respon panelis memiliki pola yang hampir sama dan menaik. Tiap panelis terlihat memberi respon semakin tinggi terhadap intensitas rasa asin yang semakin besar.

Praktek awal secara keseluruhan menunjukkan bahwa panelis yang lolos seleksi memiliki kemampuan sangat beragam. Disamping itu perlu diketahui keakuratan dan konsistensi panelis yang telah lolos seleksi dalam merespon atribut. Dari kebutuhan tersebut, perlu dilakukan uji berseri untuk mengetahui kemampuan, ketepatan, dan konsistensi panelis dalam merespon atribut.

G. Pengujian Berseri

Panelis yang telah lolos seleksi melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu pengujian berseri. Pengujian berseri dilakukan untuk mengetahui kemampuan, ketepatan, dan konsistensi tiap panelis dalam merespon atribut. Pengujian berseri dilakukan sebanyak tiga kali masing masing dua kali ulangan. Ditiap uji berseri, panelis mengevaluasi atribut dan konsentrasi atribut yang sama. Definisi dari atribut yang diujikan dan standard yang dipakai tercantum dalam Tabel 4.

(40)

40

atribut. Definisi yang digunakan berasal dari asosiasi sensasi panelis saat merespon atribut.

Tabel 4. Definisi dan Standard atribut sensori.

Uji berseri dilakukan menggunakan definisi dan standard yang ada. Tiap panelis menerima empat konsentrasi atribut ditiap atribut yang diujikan. Konsentrasi gula bubuk yang diujikan adalah 1, 7, 10, dan 15%. Sedangkan konsentrasi garam yang digunakan berturut turut 0.1, 0.2, 0.3, dan 0.4%. Konsentrasi flavor beef yang diujikan adalah 0.05, 0.06, 0.075, dan 0.1%. Sedangkan konsentrasi flavor smoke yang digunakan adalah 0.002, 0.02, 0.04, dan 0.01%. Konsentrasi Pala yang digunakan adalah 0.004, 0.01, 0.024, dan 0.5%. Atribut terakhir yaitu aroma lada dalam latihan digunakan konsentrasi lada sebesar 0.025, 0.06, 0.1, dan 0.25%.

Pengujian berseri yang dilakukan menerapkan prinsip uji rating menggunakan skala garis. Tiap panelis mengevaluasi masing-masing atribut di skala garis yang telah disediakan. Konsentrasi standard yang digunakan salah satunya sama dengan konsentrasi satu sampel yang diujikan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui ketepatan tiap panelis dalam merespon atribut

Atribut Definisi Standard/intensitas

Rasa Asin Sensasi yang dirasakan lidah sebagai

akibat paparan garam atau larutan garam

- Larutan NaCl 0.3% / 5 - Larutan NaCl 0.5% / 10

Rasa Manis Sensasi yang dirasakan lidah sebagai

akibat paparan gula atau larutan gula

- Larutan sukrosa 2% / 2 - Larutan sukrosa 10% / 10

Aroma Pala Aroma yang diasosiasikan dengan

buah pala serbuk

- Larutan pala bubuk 0.004% / 5 - Larutan pala bubuk 0.024% / 10

Aroma Lada Aroma yang diasosiasikan dengan

rempah lada serbuk

- Larutan Lada bubuk 0.06% / 2 - Larutan Lada bubuk 0.19% / 10

Aroma smoke Aroma yang diasosiasikan dengan

asap atau makanan yang mengalami pengasapan

- Larutan smoke flavor 0.003% / 5 - Larutan smoke flavor 0.04% / 10

Aroma Beef Aroma yang diasosiasikan dengan

olahan daging sapi

- Larutan beef-dextrin(5%) 0.06%/5

(41)

41

yang diberikan. Dalam praktek yang dilakukan, pengujian berseri tidak dapat dilakukan seimbang untuk semua panelis. Artinya terdapat panelis yang melakukan uji berseri kurang dari tiga kali. Sebagian besar panelis yang tidak dapat melakukan uji berseri sebanyak tiga kali adalah panelis eksternal dan satu orang panelis internal. Kendala waktu menjadi penyebab utama.

Kemampuan panelis dalam merespon atribut dianalisis menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis regresi sederhana digunakan karena diduga respon panelis terhadap konsentrasi flavor yang digunakan berhubungan linier sederhana. Menurut Draper dan Smith (1992), pendugaan model regresi sederhana dapat dilakukan menggunakan nilai koefisien determinasi (R2). Besaran nilai R2 yang mendekati 100% menunjukkan bahwa model yang digunakan tepat dan terbukti respon panelis dan konsentrasi atribut berhubungan linier sederhana.

Draper dan Smith (1992) menambahkan bahwa nilai koefisien determinasi mendekati 100% belum cukup membuktikan hubungan linier sederhana ketika terdapat nilai amatan yang memencil. Untuk mengantisipasi hal tersebut, digunakan analisis korelasi pearson (r). Korelasi pearson merupakan nilai yang dapat menunjukkan bahwa nilai amatan berkorelasi terhadap faktor tetapnya. Jika terbukti signifikan pada taraf yang digunakan (5%), maka belum cukup bukti untuk menolak model yang digunakan. Artinya model hubungan antara respon panelis yang bersifat acak dengan konsentrasi flavor yang bersifat tetap adalah linier sederhana.

(42)

42

Uji berseri yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan berusaha mengetahui dengan akurat kemampuan tiap panelis dalam merespon intensitas flavor yang diberikan. Variabel yang digunakan dalam memilah kemampuan panelis lebih lanjut adalah variabel kemampuan panelis, variabel bias, dan variabel ragam. Kemampuan panelis dilihat dari nilai rerata koefisien determinasi tiga kali latihan yang dilakukan.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa terdapat standard/reference di uji berseri yang memiliki konsentrasi sama dengan salah satu sampel. Kondisi tersebut digunakan sebagai patokan perhitungan ketepatan dan konsistensi panelis. Ketepatan diperoleh dari perhitungan nilai bias panelis terhadap satu intensitas relatif terhadap standard yang diberikan. Menurut Meilgaard, bias dapat dihitung dari persamaan 1.

…… persamaan 1. Keterangan :

d = bias

x = respon panelis π = intensitas standard

Diperlukan penurunan persamaan untuk mengakomodasi nilai amatan yang berulang. Penurunan persamaan tersebut menghasilkan persamaan 2.

…….. Persamaan 2. : Rerata respon panelis

Keakuratan panelis dalam memberi respon terhadap konsentrasi atribut yang sama diketahui melalui nilai ragam. Menurut Meilgaard, ragam panelis dapat dihitung dengan rumus persamaan 3.

……. Persamaan 3.

Keterangan :

= Ragam respon panelis = Amatan ke-i

(43)

43

Perhitungan ragam dan bias tiap panelis dapat dilihat di Lampiran 14. Ragam yang besar menggambarkan respon panelis yang kurang konsisten ketika menerima paparan intensitas atribut yang sama. Sedangkan bias berusaha menjelaskan kemampuan panelis relatif terhadap standard yang diberikan. Panelis yang memiliki kemampuan cukup baik mempunyai nilai ragam yang kecil dan nilai bias mendekati nol.

Pengambilan keputusan pembentukan kelompok panelis terlatih dilakukan dengan memperhatikan tiga variabel yang telah dijabarkan di atas. Panelis ideal yang diharapkan memiliki kemampuan baik ditunjukan dengan nilai rerata R2 mendekati 100%, memiliki tingkat bias yang rendah, dan keragaman respon yang rendah. Untuk melihat dengan lebih mudah, dilakukan rekapitulasi nilai ketiga variabel tersebut dalam satu tabel dan dapat dilihat di Lampiran 15. Dilakukan pengkodean panelis untuk menjamin kerahasiaan kemampuan panelis terlatih diperusahaan.

Gambar 7 menunjukan kemampuan panelis yang relatif beragam. Terdapat panelis dengan kemampuan baik diatribut tertentu tetapi lemah diatribut yang lain. Selain itu, terdapat pula panelis yang tidak memiliiki kemampuan memadai disemua atribut yang diujikan. Tingkat kemampuan panelis yang ditunjukan di Gambar 7 merupakan informasi penting penentuan keputusan pembentukan kelompok panelis terlatih. Perhatian berikutnya tertuju pada ragam dan bias tiap panelis seperti tertera pada Gambar 8. Gambar 8 memberi informasi bahwa keakuratan dan kekonsistenan panelis yang dilibatkan sangat beragam. terdapat panelis yang konsisten diatribut tertentu tetapi tidak konsisten di atribut yang lain.

(44)

44

0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00%

P1 P2 P3 P4 P7 P8 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 Beef 87.0 35.1 12.3 29.3 23.5 50.6 22.5 50.2 26.4 16.2 10.9 0.75 45.8 19.2 29.8 32.6 3.33 3.90 33.5

Lada 78.2 32.2 19.8 68.7 86.3 57.0 28.3 81.3 31.5 26.2 57.1 78.9 4.45 54.7 85.2 69.6 84.0 47.1 82.7

Smoke 51.8 52.8 29.3 56.0 33.2 33.5 32.1 58.4 53.3 48.4 73.1 75.5 71.4 64.2 69.6 47.8 49.5 55.0 61.9

Pala 48.8 22.8 61.6 35.1 65.1 67.6 41.8 42.6 51.5 46.9 45.3 57.2 14.3 30.2 71.7 49.4 42.2 51.4 38.2

Manis 93.6 82.3 81.0 53.7 97.5 89.2 35.6 97.2 89.9 89.5 94.3 93.8 49.9 89.0 89.0 88.1 91.8 96.6 92.3

Asin 81.7 80.1 81.3 84.7 86.9 77.3 82.7 85.0 84.3 78.6 90.2 85.5 84.3 79.3 95.4 75.5 90.1 88.5 87.5

K

e

m

am

p

u

an

Grafik Batang Kemampuan Tiap Panelis

(45)

45

-5.000 0.000 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var d var

P1 P2 P3 P4 P7 P8 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 Beef 1. 0. 2. 7. 1. 2. 0. 1. 0. 0. 2. 3. -0 2. 0. 2. 1. 3. 4. 3. 1. 20 2. 2. 1. 2. 0. 3. 1. 2. 4. 2. -0 0. -1 0. 0. 2.

Lada 1. 2. 4. 14 1. 9. 3. 1. 0. 2. 3. 5. 4. 13 1. 2. 2. 10 5. 7. 2. 6. 2. 2. 5. 14 0. 3. 2. 2. 2. 5. 1. 3. 3. 8. 1. 2.

Smoke -0 1. -1 9. 1. 5. -1 2. -0 1. -0 4. -1 5. -1 1. -0 1. 0. 1. 0. 1. -0 0. -2 6. 1. 1. -0 2. -0 6. -1 6. 0. 1. -0 0.

Pala -0 4. 0. 0. -1 5. -1 1. -1 3. -0 2. -1 8. -0 3. 0. 7. 0. 0. 0. 8. -0 0. -1 21 -0 9. -0 0. 0. 3. -0 10 0. 2. 0. 0.

Manis -0 0. 2. 1. 1. 3. -1 6. 0. 0. 1. 2. 0. 1. -1 1. 0. 0. 1. 0. 0. 2. 0. 0. -1 3. 1. 1. 0. 3. -0 4. -0 0. 0. 0. 0. 0.

Asin 1. 3. 2. 6. 0. 4. 1. 2. 0. 1. 1. 1. 4. 1. 0. 5. 1. 2. 2. 7. -0 1. 0. 0. 0. 2. 1. 5. 1. 2. 0. 4. 0. 1. -0 1. 0. 3.

N

il

ai

Grafik batang rekapitulasi ragam dan bias panelis di tiap atribut

(46)

46

Tabel 5. Gradasi kemampuan panelis

Atribut Kemampuan Jumlah Standard Error (SE) No Panelis

Aroma Beef 50% 3 C=0.06%, SE=0.300 P1, P8, P11

Aroma Lada 80% 5 C=0.06%, SE=0.185 P7, P11, P18, P20,

P22 Aroma

Smoke

65% 5 C=0.04%, SE=0.212 P14, P15, P16, P17, P18 Aroma Pala 65% 3 C=0.024%, SE=0.315 P7, P8, P18

Rasa Manis 90% 7 C=10%, SE=0.126 P7, P11, P12, P13,

P14, P15, P21

Rasa Asin 90% 7 C=0.3%, SE=0.115 P7, P14, P15, P18,

P20, P21, P22

Table 5 menyertakan hasil perhitungan standard error (SE) kelompok panelis yang lolos gradasi kemampuan. Standard error menunjukan error terstandarkan dari titik konsentrasi tertentu berdasarkan model pengepasan garis linier yang digunakan. Angka SE menunjukan penyimpangan titik konsentrasi tertentu terhadap dugaan nilai respon dari model yang digunakan. Respon intensitas aroma beef berdasarkan model yang diperoleh dan dapat dilihat di Lampiran 16, pada titik konsentrasi 0.06% meyimpang 0.300 dari titik dugaan respon pada taraf 95%. Demikian pula pembacaan untuk nilai standard error pada atribut yang lain.

(47)

47

H. Konsensus Pengujian

Konsensus dilakukan untuk mengakomodasi kondisi optimum yang mempermudah panelis dalam menilai atribut sampel. Diskusi menghasilkan beberapa kesepakatan diantaranya pencicipan dilakukan hanya sekali untuk menghindari kejenuhan, pencicipan aroma dilakukan dengan membelah sampel lalu dibaui. Untuk pencicipan rasa, sampel dikunyah diseluruh bagian mulut, ditahan beberapa detik, dan tidak disarankan untuk ditelan.

Sampel sosis yang diuji disepakati disajikan dalam kondisi hangat. Kondisi hangat dipenuhi dengan menumis sampel terlebih dahulu. Ukuran sampel yang sesuai menurut panelis adalah dua potong sosis dengan tebal 1.5 cm. Waktu pengujian ditetapkan dua kali ulangan tiap hari yaitu di pagi hari dan siang hari. Pengujian dipagi hari dilakukan sekitar pukul 10 sedangkan disiang hari dilakukan sekitar pukul 15.

I. Uji Deskripsi (Metode QDA)

Panelis yang lolos hingga tahap uji berseri direkomendasikan untuk melakukan pengujian deskripsi dengan sampel sosis komersial. Sosis yang digunakan sebagai sampel berasal dari enam merk sosis komersial. Enam merk sosis dinamai dengan kode huruf untuk menghilangkan identitas. Enam sosis yang digunakan adalah KSSG, BSSG, FSSG, FSAY, KSAY, dan FICS.

Atribut yang dikuantifikasi dalam uji deskripsi dan diperoleh dari tahap penjaringan atribut adalah rasa manis, rasa asin, aroma beef, aroma pala, aroma smoke, dan aroma lada. Kelompok panelis akan melakukan kuantifikasi intensitas atribut sampel menggunakan metode pengujian QDA. Skala garis digunakan sebagai alat ukur intensitas sampel.

(48)

48

Data hasil uji deskripsi sebanyak empat kali ulangan dapat dilihat di Lampiran 21. Untuk atribut rasa manis, data yang diperoleh dari kuantifikasi sampel oleh panelis P11 tidak diikutkan dalam pengolahan karena memiliki keragaman cukup tinggi. Begitu pula dengan data kuantifikasi sampel oleh panelis P14 di atribut aroma smoke.

Ragam yang cukup besar menjadi dasar pengeluaran data kuantifikasi oleh panelis P11 di atribut rasa manis dan panelis P14 di atribut aroma smoke. Keragaman yang cukup besar dari respon panelis P14 diatribut aroma smoke disebabkan oleh kondisi fisik. Tercatat di kuisioner pada dua hari pengujian panelis P14 terserang flu. Sedangkan keragaman besar dari respon panelis P11 diakibatkan oleh kondisi emosi yang labil ketika pengujian deskriptif. Panelis P11 tidak menuliskan alasan tersebut dikuisioner. Kondisi tersebut diketahui ketika panelis P11 diwawancara.

Tidak semua panelis yang lolos mengikuti pengujian deskripsi. Kendala utama yang menghambat adalah waktu. Panelis eksternal tidak dapat menyesuaikan waktu dengan jadwal pengujian dari perusahaan. P12, P13, dan P22 merupakan panelis eksternal yang tidak dapat mengikuti pengujian karena kendala waktu. Satu panelis internal tidak dapat mengikuti satu sesi pengujian deskripsi aroma smoke karena kendala pekerjaan. Panelis tersebut adalah P18. Dari kondisi tersebut, hasil pengkuatifan yang diolah berasal dari panelis-panelis tertentu dan dapat dilihat di Tabel 6.

Tabel 6. Daftar panelis yang melakukan pengujian deskripsi

Atribut No Panelis JML

Aroma Beef P1, P8, P11 3 Aroma Lada P7, P11, P18, P20 4 Aroma Smoke P14, P16, P17 3 Aroma Pala P7, P8, P18 3 Rasa Manis P7, P14, P15, P21 4 Rasa Asin P7, P14, P15, P18, P20, P21 6

(49)

49

ragam digunakan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan sampel uji di tiap atribut. Sedangkan analisis biplot dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan sampel uji disemua atribut yang dikuantifikasi.

1. Analisis Ragam Sampel

Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui perbedaan diantara sampel. Analisis ragam dilakukan untuk tiap atribut yang dikuantifikasi. Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak kelompok lengkap. Uji lanjut yang dipakai adalah uji Tuckey dengan selang kepercayaan 95%. Hasil analisis ragam yang dilanjutkan dengan uji Tuckey dapat dilihat di Tabel 7. Table 7 merupakan rangkuman output analisis ragam menggunakan bantuan software SPSS. Output analisis ragam secara lengkap dapat dilihat di lampiran 22 hingga lampiran 27.

Tabel 7. Hasil Analisis Ragam dan uji lanjut Tuckey

Sampel Atribut

Keterangan : huruf superscript yang berbeda dibelakang angka menunjukkan tingkat perbedaan yang signifikan (p < 0.05).

Hasil analisis ragam untuk atribut aroma beef menunjukkan bahwa terdapat tiga tingkat intensitas aroma beef yang berbeda signifikan dari enam sampel yang diuji. Sampel dengan KSAY, FSAY, dan FICS adalah sosis ayam sehingga tidak dikuantifikasi tingkat atribut aroma beef secara langsung oleh panelis. Tabulasi dalam bentuk radar dapat dilihat di Gambar 9 dan 10.

Gambar

Table 3. Hasil uji rasa, aroma dasar, dan uji ketepatan kandidat panelis.
Gambar 4. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa manis berbagai
Gambar 6. Grafik respon panelis terhadap intensitas rasa asin berbagai
Grafik Batang Kemampuan Tiap Panelis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengujian yang telah dilakukan untuk identifikasi barcode dapat juga diambil kesimpulan bahwa pencahayaan tidak terlalu mempengaruhi pada sistem ini, ini

Kajian penghitungan jumlah orang menggunakan HOG juga dilakukan dalam [7]. HOG merupakan deskriptor efektif untuk menangkap informasi intensitas gradient pada

Berdasarkan hasil pengujian dengan kasus sample uji yang telah dilakukan memberikan kesimpulan bahwa pada proses sudah benar.. proses dalam bentuk arahan tampilan halaman

Pengujian dilakukan untuk mengetahui hasil dari penjejakan bola dan juga respon waktu dari phycore i.mx31 dalam mendeteksi posisi bola dengan euclidean distance

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penggunaan larutan pereaksi kadaluarsa dalam proses pengujian yang dilakukan departemen QC di GSK adalah menerapkan

Karakteristik teknis adalah respon teknis yang harus dilakukan oleh peneliti untuk memenuhi kebutuhan dan harapan responden terhadap usulan perencanaan desain alat

Pengujian dilakukan penulis terhadap unjuk kerja dari Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan Kredit menggunakan metode TOPSIS dapat bekerja dengan benar dan baik untuk

Jika proses pendeteksian Face Mask dilakukan sesuai prosedur yang benar, maka proses deteksi Face Mask akan mudah dan sangat cepat untuk dilakukan.. Jika proses Automatic Capture