• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DISIPLIN KERJA 1. Pengertian Disiplin Kerja

Secara etimologi, kata disiplin berasal dari bahasa Latin yaitu disibel yang berarti murid atau pengikut. Kemudian kata ini mengalami perubahan menjadi disipline yang berarti kepatuhan atau yang menyangkut tata tertib (wikipedia.org). Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi III), disiplin diartikan sebagai suatu ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb). Dengan kata lain disiplin diartikan sebagai suatu sikap dalam perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib yang berlaku.

Menurut Madya (2006) disiplin merupakan pengikut yang sungguh-sungguh dan adanya ketekunan untuk mengikuti atau menuruti ajaran-ajaran pemimpin atau pembimbing. Sudirjo (1982) memberikan pengertian bahwa disiplin adalah ketaatan, ketentuan, sikap kelakuan, sikap hormat sesuai dengan aturan-aturan tertentu. Sedangkan Tambunan (1982) menyatakan disiplin adalah kemauan, kesanggupan, dan kesediaan seseorang untuk mentaati semua peraturan dan ketentuan yang berlaku, mengemban tanggung jawab, melaksanakan tugas dan menunaikan kewajiban serta tidak melanggar larangan yang ada.

(2)

Nitisemito (2006) berpendapat bahwa disiplin kerja bukan hanya menyangkut masalah kehadiran yang tepat waktu di tempat kerja namun lebih tepat dapat diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis maupun tidak. Selain itu disiplin kerja dapat dikatakan sebagai suatu bentuk tindakan manajemen untuk menegakkan standar-standar organisasi (Davis & Newstrom, 2001).

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat dilihat bahwa para ahli memiliki pendapat yang beragam mengenai disiplin kerja. Benang merah yang dapat diambil yaitu disiplin kerja adalah kesediaan seseorang untuk bersikap taat pada aturan, ketentuan, dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan baik tertulis maupun tidak, serta dilakukan atas dasar kesadaran dan bukan paksaan.

2. Aspek-aspek Disiplin Kerja

Crow & Crow (2000) berpendapat bahwa disiplin kerja memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

a. Kesadaran

Yaitu bentuk sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap adanya suatu stimuli yang berupa objek, situasi, dan problema yang

(3)

dimanifestasikan dalam bentuk kerelaan dalam mentaati peraturan serta sadar akan tugas dan tanggung jawab tanpa paksaan.

b. Pemahaman

Adalah suatu kemampuan untuk memberi batasan atas dasar pengertian yang menuntut adanya kemampuan untuk menghubungkan antara pengalaman yang lalu dengan sikap yang berani dalam menyelesaikan atau menanggulangi hambatan-hambatan. Pemahaman didasarkan pada fakta-fakta yang kemudian memerlukan proses evaluasi dan klasifikasi sehingga pengorganisasian dalam penentuan masalah serta pemecahannya dapat dilakukan secara akurat.

c. Keterampilan

Merupakan bentuk kecekatan, kemahiran, serta kebiasaan yang dimiliki seseorang sebagai hasil dari latihan.

3. Jenis-jenis Disiplin Kerja

Berdasarkan proses terbentuknya, Terry (2006) membagi disiplin kerja menjadi dua jenis, yaitu:

1) Self Discipline, yaitu kedisiplinan yang timbul dari dalam diri sendiri atas dasar kesadaran, dan bukan atas paksaan. Disiplin timbul karena karyawan merasa kebutuhannya sudah terpenuhi serta telah merasa menjadi bagian dari organisasi.

(4)

2) Command Discipline, adalah disiplin yang tidak timbul dari diri sendiri karena perasaan ikhlas namun sebagai akibat dari paksaan, perintah, kekuasaan, serta hukuman dari pihak yang memiliki wewenang lebih tinggi.

Apabila self discipline telah tumbuh di dalam diri karyawan, maka hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi perusahaan atau organisasi. Karena disiplin jenis inilah yang sangat diharapkan oleh perusahaan dari setiap karyawannya. Dengan tercapainya self discipline pada tiap karyawan maka perusahaan tidak perlu lagi melakukan pengawasan terus menerus dan command discipline dapat dikurangi bahkan ditiadakan. Namun apabila self discipline belum terbentuk, dengan kata lain disiplin yang ada sekarang adalah command discipline maka perusahaan harus tetap melakukan pengawasan dan melaksanakan pembentukan disiplin kerja pada karyawannya (David, 2016).

4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Tingkat disiplin seseorang berbeda dengan orang lain. Tingkat disiplin yang berbeda ini akan terlihat ketika seseorang bekerja. Perbedaan-perbedaan ini diakibatkan oleh banyak hal. Steers (1985), Harris (2001), dan Nitisemito (1982) (Sunarsih, 2001) secara umum membedakannya menjadi 2 (dua) faktor yaitu:

(5)

1) Berasal dari dalam diri individu (internal) yang meliputi: a. Kepribadian.

Kepribadian karyawan menentukan perilaku disiplin kerja mereka. Penelitian Yuspratiwi (1990) menemukan bahwa individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal lebih mampu mengontrol waktunya, lebih bersungguh-sungguh dalam bekerja, serta lebih menunjukkan perfomansi kerja yang lebih baik pada situasi yang kompleks. Faktor kepribadian juga akan berpengaruh pada cara pandang seseorang. Cara pandang inilah yang menentukan persepsi karyawan terhadap kepemimpinan atasan serta dukungan organisasi terhadap dirinya, sehingga akan berpengaruh pada perfomasi kerja yang dalam hal ini adalah disiplin kerja karyawan (Spriegel dalam Yuspratiwi, 1990).

b. Semangat kerja.

Disiplin kerja dapat terbentuk apabila karyawan memiliki semangat kerja yang tinggi. Tingginya semangat kerja akan membuat karyawan menyelesaikan tugas dengan cepat dan baik. Ketika seseorang bersemangat dalam bekerja, maka ia akan merasa gembira, setia, kooperatif, dan taat pada peraturan-peraturan perusahaan.

c. Motivasi kerja intrinsik.

Motivasi kerja intrinsik pada karyawan adalah perasaan bangga dalam dirinya terhadap lingkungan kerja serta organisasi tempat dia

(6)

bekerja. Perasaan bangga ini akan membangun kepercayaan dalam diri karyawan yang membuatnya melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sukarela.

d. Kepuasan kerja intrinsik.

Kepuasan kerja intrinsik merupakan makna pekerjaan tersebut bagi diri karyawan. Bagaimana seorang karyawan memaknai pentingnya pekerjaan dan jabatannya bagi perusahaan dan bagi dirinya sendiri terutama untuk mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang ia miliki. Dengan adanya kepuasan dari dalam diri karyawan, maka karyawan akan lebih giat bekerja secara suka rela.

2) Berasal dari luar individu (eksternal) yang meliputi: a. Motivasi kerja ekstrinsik.

Yaitu adanya pujian dan penghargaan dari atasan atas kinerja seorang karyawan. Pujian dan penghargaan ini akan menjadi pendorong bagi karyawan untuk bekerja secara maksimal dengan tetap memperhatikan peraturan-peraturan dalam perusahaan. (Soejono dan Djono dalam Sunarsih, 2001).

b. Kepuasan kerja ekstrinsik.

Kepuasan kerja yang berasal dari luar individu adalah berupa jumlah kompensasi atau gaji yang diberikan perusahaan terhadap hasil kerja karyawan. Apabila karyawan merasa gaji yang diterimanya sudah cukup maka hal ini akan mendorong karyawan

(7)

untuk bekerja lebih maksimal sesuai dengan peraturan yang berlaku (Wexley & Yukl dan Davis & Newstrom, 2001; Sunarsih, 2001). c. Kepemimpinan.

Keteladanan pemimpin dalam menegakkan disiplin sangat berpengaruh bagi disiplin kerja karyawan. Ketika karyawan dituntut untuk menaati peraturan maka pemimpin harus terlebih dahulu menunjukkan ketaatannya pada peraturan tersebut sehingga menjadi contoh bagi karyawan (Nitisemito, 1982). Selain itu konsistensi pemimpin dalam memberikan tindakan indisipliner bagi karyawan yang melanggar peraturan akan mempertahankan disiplin kerja karyawan.

d. Lingkungan kerja.

Lingkungan kerja akan memberikan rangsangan terhadap karyawan untuk berperilaku dalam organisasi. Selain itu lingkungan kerja juga bisa memberikan tekanan kerja bagi karyawan, seperti tuntutan tugas yang terlalu berlebihan yang mengakibatkan munculnya perilaku-perilaku penyimpangan terhadap peraturan perusahaan (Steers, 1985).

e. Tindakan indisipliner yang diberikan.

Tindakan indisipliner yang konsisten dibutuhkan untuk membentuk disiplin kerja pada karyawan dan mencegah karyawan lain melanggar peraturan dalam perusahaan. Tindakan indisipliner dapat berupa positif dan negatif. Tindakan indisipliner positif

(8)

adalah dengan memberikan nasihat yang membangun demi kebaikan diri karyawan dimasa yang akan datang, sedangkan tindakan indisipliner negatif berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, dihilangkan sebagian haknya, didenda, dirumahkan sementara, diturunkan pangkatnya, dipecat. Urutan-urutan tindakan indisipliner negatif ini disusun berdasarkan tingkat yang paling ringan hingga yang paling berat (Ranupandojo & Husnan, 2002). Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi disiplin, yaitu:

1) Faktor Internal, yang meliputi kepribadian, semangat kerja, motivasi kerja intrinsik, rasa aman di masa depan, serta kepuasan kerja.

2) Faktor Eksternal, yang meliputi motivasi kerja ekstrinsik, kepemimpinan, lingkungan kerja, tindakan indisipliner yang diberikan, jumlah dan komposisi kompensasi, posisi kerja, mutasi, serta promosi.

(9)

B. EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN 1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pemimpin adalah orang yang memimpin, sedangkan pengertian memimpin adalah mengetuai atau mengepalai (KBBI, edisi III). Anwar (2005) berpendapat pemimpin adalah orang yang memiliki wewenang dan kapasitas dalam mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan harapan organisasi. Kemampuan merumuskan dan mengartikulasikan visi organisasi yang dimiliki seorang pemimpin akan menentukan efektivitas organisasi di masa depan.

Pemimpin mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja bersama-sama dalam tugas yang saling berkaitan, untuk mencapai apa yang diinginkan (Cahyono, 2005). Pemimpin yang baik adalah mereka yang selain memiliki kemampuan pribadi baik berupa sifat maupun bakat, juga mampu membaca keadaan pengikut dan lingkungan (Rivai & Mulyadi, 2009).

Menurut Dale (2002) pemimpin adalah orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas dalam hal bekerja sama dengan orang agar dapat mencapai sasaran perusahaan. Dengan demikian disiplin kerja para karyawan sangat dipengaruhi oleh pemimpinnya.

Sedangkan kepemimpinan adalah kata benda dari pemimpin (leader), kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai suatu proses

(10)

pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan (Stoner, 2006; Handoko, 2011). Sementara itu Koontz dan O’donnel, 2008 (Moeheriono, 2012) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok. Terry, 2006 (Moeheriono, 2012) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang untuk bersedia berusaha mencapai tujuan bersama-sama.

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan dari seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin suatu satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain yang menjadi bawahannya untuk bersedia bekerja bersama-sama mencapai tujuan organisasi. Kemampuan mempengaruhi ini akan menentukan cara yang digunakan oleh karyawan dalam mencapai hasil kerja yang diinginkan.

2. Pengertian Efektivitas Kepemimpinan

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau ditaati (Echols & Shadily, 2005). Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, edisi III) efektif berarti dapat membawa hasil; berhasil guna (tentang usaha, tindakan). Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan

(11)

sebelumnya (Emerson, 1980; Handayaningrat, 2002). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program dan visi) dari suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan dan ketegangan diantara pelaksananya (Kurniawan, 2005).

Sementara itu, kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan usaha dan iklim yang kooperatif dalam kehidupan organisasional (Siagian, 2003). Sebuah kepemimpinan itu dapat dikatakan berhasil apabila yang dipengaruhi melakukan apa yang dikehendaki oleh orang yang mempengaruhi (pemimpin).

Kepemipinan yang berhasil belum tentu efektif, karena kepemimpinan dikatakan efektif apabila orang yang dipengaruhi itu melaksanakannya dengan sukarela dan dapat menerima pengaruhnya itu dengan senang hati, bukan terpaksa (Sigit, 2003). Sedangkan menurut Chris Chittenden dari Gaia Consulting Group Pty, Ltd kepemimpinan efektif adalah mampu menempatkan orang-orang sehingga mereka tidak bekerja menurut kehendaknya masing-masing (Rivai, 2004).

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas kepemimpinan adalah sejauh mana keberhasilan seseorang yang menduduki posisi pemimpin dalam menerapkan keahlian dan kemahirannya guna mempengaruhi bawahannya untuk bekerja

(12)

bersama-sama secara ikhlas sehingga tercapailah tujuan organisasi yang sudah ditetapkan sebelumnya.

3. Dimensi Efektivitas Kepemimpinan

Fiedler, 1967 (Robbins, 2008) telah mengidentifikasi tiga dimensi keefektifitasan kepemimpinan. Ketiga dimensi tersebut adalah :

1) Hubungan pemimpin-bawahan

Hubungan pemimpin dengan bawahan menunjukkan sejauh mana seorang pemimpin mendapatkan dukungan dan loyalitas dari bawahannya dan hubungannya dengan para bawahan itu menimbulkan suasana nyaman dan bersahabat bagi karyawan dalam bekerja.

2) Struktur tugas

Pada struktur tugas terdapat prosedur pengoperasian standar untuk menyelesaikan tugas dan indikator obyektif tentang seberapa baik tugas itu dikerjakan. Struktur tugas yang tinggi akan memberikan kontribusi pada situasi yang menguntungkan pemimpin karena pemimpin akan lebih mudah memonitor dan mempengaruhi perilaku bawahannya pada tugas yang berstruktur tinggi. Sedangkan tugas yang tidak terstruktur akan memberikan kontribusi yang tidak menguntungkan pemimpin, sehingga kemampuan pemimpin untuk mengontrol bawahannya menjadi lebih rendah.

(13)

3) Kekuatan posisi pemimpin

Pada kekuatan posisi pemimpin terdapat tingkat wewenang pemimpin untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja bawahannya, memberikan penghargaan, promosi, hukuman, serta demosi. Semakin besar kekuasaan formal seorang pemimpin untuk memberikan hukuman dan penghargaan maka semakin kuat kontrol pemimpin, dan hal ini membuat situasi semakin menguntungkan bagi pemimpin, dan sebaliknya.

4. Dampak Efektivitas Kepemimpinan

Tinggi atau rendahnya efektivitas kepemimpinan akan berpengaruh terhadap banyak hal. Menurut Bader (2001) efektivitas kepemimpinan yang diterapkan di suatu organisasi memiliki dampak seperti:

1) Komunikasi antara pemimpin dan bawahan

Komunikasi yang baik di dalam organisasi mampu memperkuat peran pemimpin di dalam organisasi dan membawa dampak yang positif antara pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan bersama.

2) Komitmen kerja

Efektivitas yang ditunjukkan oleh pemimpin dapat membuat karyawan lebih berkomitmen di dalam tugas dan tangung jawab mereka.

(14)

3) Kepuasan kerja

Kepuasan kerja yang didapat oleh karyawan diakibatkan karena adanya kenyamanan dan kepemimpinan yang efektif.

4) Motivasi kerja

Pemimpin yang efektif mampu meningkatkan semangat kerja karyawan untuk mencapai tujuan bersama karena adanya dukungan dari pemimpin.

5) Kenyaman kerja

Pemimpin yang efektif juga mampu membuat karyawan nyaman dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh pemimpin.

6) Keamanan (secure)

Pemimpin yang efektif mampu menciptakan keadaan yang membuat karyawan merasa aman (secure) di dalam organisasi, karena pemimpin mampu menyesuaikan sikapnya sebagai pemimpin dengan kondisi yang ada.

(15)

C. PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN ORGANISASI 1. Pengertian Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Konsep dukungan organisasi adalah bagaimana perusahaan memperlakukan karyawannya dalam interaksi karyawan-organisasi. Konsep dukungan organisasi berasal dari teori pertukaran sosial. Menurut teori pertukaran sosial, antara karyawan dan organisasi terjadi pertukaran antara upaya dan kesetiaan para karyawan dengan manfaat yang sifatnya nampak serta penghargaan-penghargaan sosial dari organisasi. Dukungan organisasi dapat dipandang sebagai komitmen organisasi pada individu (Hutchinson, 1997; Alamgir, 2011). Komitmen ini dapat diberikan dalam berbagai bentuk di antaranya berupa rewards, kompensasi yang setara, serta iklim organisasi yang adil dan nyaman.

Dukungan organisasi sangat berdampak pada komitmen karyawan terhadap organisasi. Peran dukungan organisasi adalah untuk memperhatikan dan menghargai usaha karyawan dalam membantu keberhasilan organisasi (Eisenberger dalam Fuller et al, 2003). Teori dukungan organisasi menyatakan bahwa para karyawan mengembangkan kepercayaan global pada organisasi dengan penekanan pada bagaimana organisasi menghargai kontribusi mereka dan perduli terhadap keberadaan mereka (Eisenberger at al, 1986).

(16)

Dapat disimpulkan bahwa dukungan organisasi adalah bagaimana perusahaan ataupun organisasi menghargai kontribusi karyawan terhadap kemajuan organisasi, serta memberikan perhatian kepada kehidupan karyawan.

Sedangkan persepsi terhadap dukungan organisasi mengacu pada bagaimana karyawan memandang cara organisasi dalam menilai kontribusi kerja mereka, memberi dukungan pada mereka, serta perduli pada kesejahteraan hidup mereka. Selain itu, persepsi terhadap dukungan organisasi juga dianggap sebagai sebuah keyakinan global yang dibentuk oleh tiap karyawan mengenai penilaian mereka terhadap organisasi berdasarkan pada pengalaman mereka terhadap kebijakan/peraturan dan interaksi dengan pengurus organisasi, serta persepsi mereka mengenai kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002). Para karyawan yakin bahwa organisasi mempunyai tujuan dan orientasi, baik positif maupun negatif terhadap mereka, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penghargaan akan kontribusi dan kesejahteraan karyawan tersebut.

Perlakuan-perlakuan dari organisasi yang diterima oleh karyawan ditangkap sebagai suatu stimulus yang terorganisir dan berubah menjadi persepsi atas dukungan organisasi. Persepsi ini akan menumbuhkan tingkat kepercayaan tertentu dari karyawan atas penghargaan dan perhatian yang diberikan organisasi terhadap kontribusi kerja dan hidup mereka (Allen & Meyer, 1997). Jika karyawan menganggap bahwa

(17)

dukungan organisasi yang diterimanya itu tinggi, maka karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaannya ke dalam identitas diri mereka sehingga mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi. Dengan menyatunya rasa keanggotaan dalam diri karyawan maka karyawan akan merasa menjadi bagian dari organisasi sehingga merasa lebih bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan performansi terbaiknya bagi organisasi.

2. Aspek-aspek Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Meta-analisis yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002) mengindikasikan bahwa ada 3 aspek persepsi terhadap dukungan organisasi. Ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keadilan

Keadilan dalam hal ini adalah keadilan prosedural, dimana Greenberg (2010) mengatakan keadilan prosedural ini menekankan pada cara yang sering digunakan untuk menentukan bagaimana menditribusikan sumber daya diantara karyawan secara adil dan merata. Shore dan Shore, 1995 (dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan prosedural memiliki efek kumulatif yang kuat pada persepsi karyawan terhadap dukungan organisasi dengan memandang hal ini sebagai tanda kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan karyawannya.

(18)

2. Dukungan atasan

Dukungan atasan merupakan pandangan umum karyawan tentang sejauh mana atasan menilai kontribusi kerja karyawan dan perduli terhadap kesejahteraan hidup karyawannya. Karena atasan bertindak sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, maka karyawan senantiasa memandang perilaku atasan sebagai indikasi adanya dukungan dari organisasi secara keseluruhan terhadap mereka (Levinson dalam Rhoades dan Eisenberger, 2002).

3. Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan

Penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan merupakan pandangan karyawan tentang penghargaan dan kondisi pekerjaan yang diberikan organisasi kepada mereka. Bentuk-bentuknya antara lain sebagai berikut:

b) Gaji, pengakuan, dan promosi. c) Keamanan pekerjaan

d) Otonomi e) Peran stressor. f) Pelatihan kerja

(19)

3. Dampak Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi

Menurut Rhoades & Eisenberger (2002) persepsi terhadap dukungan organisasi memiliki beberapa dampak, yaitu

1) Komitmen Organisasi

Atas dasar norma timbal balik, persepsi dukungan organisasi akan menciptakan sebuah kewajiban bagi karyawan untuk peduli dengan kesejahteraan organisasi. Kewajiban tersebut akan meningkatkan komitmen afektif karyawan terhadap organisasi. Persepsi dukungan organisasi juga akan meningkatkan komitmen afektif dengan memenuhi kebutuhan sosioemosional seperti afiliasi dan dukungan emosional. Pemenuhan kebutuhan tersebut menghasilkan rasa yang kuat sebagai anggota organisasi, yang melibatkan keanggotaan karyawan dan peran dalam identitas sosial mereka.

2) Job-related effect

Persepsi dukungan organisasi mempengaruhi reaksi afektif karyawan terhadap pekerjaan mereka, termasuk kepuasan kerja dan mood positif. Kepuasan kerja mengacu pada sikap keseluruhan karyawan terhadap pekerjaan mereka. Persepsi dukungan organisasi berkontribusi terhadap kepuasan kerja dengan memenuhi kebutuhan sosioemosional, meningkatkan harapan kinerja-penghargaan, dan menandakan ketersediaan bantuan bila diperlukan. Mood positif berbeda dari

(20)

kepuasan kerja karena melibatkan keadaan emosi seseorang tanpa objek tertentu. Perepsi dukungan organisasi dapat berkontribusi terhadap perasaan kompetensi dan kelayakan karyawan, sehingga meningkatkan mood positif.

3) Keterlibatan kerja

Keterlibatan kerja mengacu pada identifikasi dan ketertarikan pada pekerjaan tertentu yang seseorang lakukan. Kompetensi yang dipersepsikan karyawan berhubungan dengan ketertarikan. Dengan meningkatkan kompetensi yang dimiliki karyawan, persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan minat karyawan dengan pekerjaan mereka.

4) Prestasi

Persepsi dukungan organisasi dapat meningkatkan kinerja karyawan dengan melakukan pekerjaan yang melampaui tanggung jawab yang sudah ditugaskan, dan ini akan sangat menguntungkan organisasi. Menurut George dan Brief, pekerjaan tersebut seperti pekerjaan extra role, meliputi membantu sesama karyawan, mengambil tindakan yang melindungi organisasi dari risiko, menawarkan saran konstruktif, dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat bagi organisasi.

5) Strain

Persepsi dukungan organisasi diharapkan dapat mengurangi keadaan psikologis yang tidak menyenangkan dan reaksi psikosomatik (disebut

(21)

tekanan) terhadap stresor dengan menunjukkan ketersediaan, memberikan dukungan materi dan dukungan emosional ketika dibutuhkan dalam menghadapi tuntutan pekerjaan yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap dukungan organisasi dapat menurunkan tingkat stres karyawan baik tinggi dan rendah terhadap stresor.

6) Withdrawal behavior

Withdrawal behavior mengacu pada berkurangnya partisipasi aktif karyawan dalam organisasi. Bentuk withdrawal behavior seperti keterlambatan, ketidakhadiran, dan omset yang seadanya. Persepsi terhadap dukungan organisasi juga dapat meningkatkan komitmen organisasi afektif, dengan demikian mengurangi withdrawal behavior.

(22)

D. DINAMIKA PENGARUH EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN DAN PERSEPSI DUKUNGAN ORGANISASI TERHADAP DISIPLIN KERJA 1. Pengaruh Efektivitas Kepemimpinan terhadap Disiplin Kerja

Nitisemito (2006) menyatakan bahwa keteladanan pemimpin dalam menegakkan disiplin sangat berpengaruh bagi disiplin kerja karyawan. Ketika karyawan dituntut untuk menaati peraturan maka pemimpin harus terlebih dahulu menunjukkan ketaatannya pada peraturan tersebut sehingga menjadi contoh bagi anggotanya. Selain itu konsistensi pemimpin dalam memberikan tindakan indisipliner bagi karyawan yang melanggar peraturan akan mempertahankan disiplin kerja karyawan.

Koontz dan O’donnel, 2008 (Moeheriono, 2012) berpendapat bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas kepemimpinan yang tinggi terlihat melalui kemauan karyawan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Kemauan untuk bekerja dengan sungguh-sungguh tentunya ditandai dengan disiplin kerja yang baik dari para karyawan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dale (2002) yang menyatakan pemimpin adalah orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin, dan produktivitas hal bekerja sama dengan orang agar dapat mencapai sasaran perusahaan.

(23)

Disiplin kerja yang rendah adalah salah satu perilaku karyawan yang buruk di dalam organisasi. Anwar (2005) mengatakan bahwa seorang pemimpin memiliki otoritas dalam merencanakan, mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengontrol perilaku karyawan. Apabila disiplin kerja karyawan rendah, berarti efektivitas kepemimpinan juga rendah yang ditandai dari kurangnya kemampuan pemimpin dalam memanfaatkan otoritas yang ada pada jabatannya untuk mengendalikan perilaku karyawan.

2. Pengaruh Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Disiplin Kerja

Disiplin kerja karyawan juga turut dipengaruhi oleh lingkungan kerjanya, Steers (2005) menyatakan bahwa lingkungan kerja akan memberikan rangsangan terhadap karyawan untuk berperilaku dalam organisasi. Selain itu lingkungan kerja juga bisa memberikan tekanan kerja bagi karyawan, seperti tuntutan tugas yang terlalu berlebihan yang mengakibatkan munculnya perilaku-perilaku penyimpangan terhadap peraturan perusahaan.

Tekanan dan tuntutan kerja termasuk ke dalam peran stressors, yang merupakan salah satu aspek dari 3 aspek persepsi terhadap dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002). Lazarus & Folkman, 1986 (Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa stressors mengacu

(24)

kepada tuntutan-tuntutan yang berlebihan dari lingkungan kerja yang melampaui kemampuan karyawan.

Tingginya tekanan dan permintaan yang berlebihan dari pemimpin menandakan rendahnya dukungan organisasi pada karyawan, hal ini mengakibatkan karyawan tidak memiliki kepercayaan pada organisasi sehingga mereka enggan memberikan kinerja terbaiknya untuk organisasi. Mereka merasa bahwa usaha lebih yang mereka berikan tidak akan memiliki pengaruh apapun terhadap hidup mereka, sehingga karyawan tidak merasa perlu memperjuangkan organisasi dengan kinerja terbaik karena merasa tidak akan ada dampaknya. Sesuai dengan pendapat Rhoades & Eisenberger (2002) yang menyatakan bahwa penilaian positif pada organisasi meningkatkan kepercayaan bahwa peningkatan usaha dalam bekerja akan dihargai, oleh karena itu karyawan akan memberikan perhatian yang lebih atas penghargaan yang mereka terima dari atasan mereka. Karyawan akan memberikan kinerja terbaiknya dalam berbagai hal yang mereka mampu. Hal ini akan terlihat jelas salah satunya melalui disiplin kerja karyawan.

(25)

E. KERANGKA BERFIKIR

Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian 2) EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN (X1) DISIPLIN 1) KERJA (Y) PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN ORGANISASI (X2) 3) Keterangan:

X1 : Efektivitas Kepemimpinan (variabel bebas).

X2 : Persepsi Terhadap Dukungan Organisasi (variabel bebas). Y : Disiplin Kerja (variabel tergantung).

F. HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesa yang dibuat adalah: 1) Efektivitas kepemimpinan dan persepsi dukungan organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan PT. GIP.

2) Efektivitas kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan PT. GIP.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian                                                          2)  EFEKTIVITAS     KEPEMIMPINAN               (X1)                DISIPLIN               1)          KERJA             (Y)      PERSEPSI TERHADAP               DUKUNGAN              ORGANISASI                     (X2)                                         3)    Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Asas yang pertama menentukan apabila debitur ternyata pada waktunya tidak melunasi utangnya kepada kreditur karena suatu alasan tertentu, maka harta kekayaan debitur, baik yang

(Sujamto, 1994:53) Selanjutnya menurut Sujamto dalam bahasa Indonesia, Fungsi controlling itu dalam bahasa Indonesia mempunyai dua padanan, yaitu :Pengawasan dan

tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan keuangan

Evaluasi alinyemen vertikal dan horizontal ini dilakukan pada trase jalan di depan gedung perpustakaan Kampus IPB Dramaga yang tidak sesuai dengan standar SNI T-14-2004

Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan, bahwa partai politik adalah sekelompok orang yang telah terorganisir, yang dalam hal ini memiliki tujuan

Dengan latar belakang tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mencanangkan prioritas kegiatan penelitian kreatif yaitu penelitian yang dibutuhkan masyarakat Jawa Barat

Tidak ada perubahan signifikan dalam distribusi hasil kecacatan 90 hari pada skala Rankin yang dimodifikasi secara global antara pasien dalam kelompok magnesium dan yang di

membayar lebih terhadap suatu properti dibandingkan dengan biaya pembelian properti lain yang sama atau sejenis, Principle Of Anticipation (Prinsip Keuntungan yang