• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

1

2.1. Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.1.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

(2)

tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka

Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian

ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi

seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh.

RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang

(3)

3

2.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 - 2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

a) Tersedianya akses air minum bagi 70 % penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32 persen dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38 %.

b) Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 % serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat ( on-site)yang layak bagi 90 % total penduduk.

c) Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.

d) Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

(4)

a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah, b. Memastikan ketersediaan air baku ai minum,

c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,

e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi, f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur, i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.1.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(5)

5

Gambar 2-1 :

Peta Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

2.1.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan system perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

(6)

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM- Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

2.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah

kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

2.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.2. Peraturam Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

(7)

7

Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan permukiman mempunyaitugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

(8)

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu: a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman

pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang- undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

(9)

9

pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanatgreen building).

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

(10)

didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi.

UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah,

b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,

d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah,

(11)

11

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistemcontrolled landfillataupunsanitary landfill.

UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

2.3. Amanat International

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.3.1. Agenda Habitat

(12)

menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.3.2. Konfrensi Rio +20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goal’s (SDG’s) post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goal’s (MDG’s). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.3.3. Milenium Development Goal’s

(13)

13

Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDG’s dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

Untuk memenuhi target MDG’s di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDG’s.

2.3.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

(14)

yang diambil dari implementasiMDG’s.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan;

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender; c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup; d. Menjamin kehidupan yang sehat;

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik; f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi; g. Menjamin energi yang berkelanjutan;

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan;

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan;

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif ; k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai;

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkiman global dan mendorong pembiayaan jangka panjang.

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta Karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi;

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%;

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%;

(15)

15

(16)

3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

1. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional, 2. Penataan ruang kawasan strategis nasional,

3. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, 4. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional, 5. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota,

6. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah

provinsi, serta keserasian antar sektor, dan

7. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi.

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPIJM kabupaten adalah:

a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

(17)

III

2

ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional,

Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau

Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Kriteria:

i. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau,

iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Kriteria:

i. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,

ii. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga,

iii. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau,

iv. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan: i. Pertahanan dan keamanan,

(18)

amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

c) Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

ii. Pertumbuhan ekonomi,

a) Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

b) Memiliki sector unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional,

c) Memiliki potensi ekspor, didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi,

d) Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

e) Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,

f) Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau,

g) Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.

iii. Sosial dan budaya

a) Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional,

b) Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa,

c) Merupakan asset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,

d) Merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, e) Memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau; f) Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

(19)

III

4

pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir; b) Memiliki sumber daya alam strategis nasional;

c)Berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa; d) Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau; e) Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.

v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

a) Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayat b) Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang

ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,

c) Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara,

d) Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro, e) Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup, f) Rawan bencana alam nasional,

g) Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Tabel 3.1

Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN di Provinsi Aceh

b)

c)

NO PROVINSI PKN PKW

(1) (2) (3) (4)

1 Nanggroe Aceh

Darussalam

Lhokseumawe Sabang, Banda

(20)

NO

KOTA / KABUPATEN *)

PROVINSI STATUS

Ekonomi Kota Sabang Nanggroe

Aceh

(Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang) RI termasuk 2 pulau kecil terluar (Pulau Rondo dan Berhala) dengan negara India / Thailand / Malaysia

Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

NO KEGIATAN STRATEGISPUSAT

NASIONAL

(21)

III

6

3.2.1. Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sesuai dengan arahan pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. Penetapan Kawasan Strategis Nasional dilakukan berdasarkan beberapa kepentingan, yaitu: a. Pertahanan dan keamanan;

b. Pertumbuhan ekonomi; c. Sosial dan budaya;

d. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi; e. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Adapun daftar lengkap Kawasan Strategis Nasional (KSN) telah dipaparkan pada bab sebelumnya.

3.2.2. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Strategis Nasional atau PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. PenetapanPKSN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 15, yaitu sebagai berikut:

a. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga;

b. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga;

c. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya;

(22)

Sesuai dengan arahan pada PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Pusat Kegiatan Nasional atau PKNadalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi. Penetapan PKN dilakukan berdasarkan beberapa kriteria yang terdapat pada pasal 14, yaitu sebagai berikut:

a. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

b. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi;

c. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

PKN suatu wilayah dapat berupa kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, kawasan perkotaan besar, kawasan perkotaan sedang, atau kawasan perkotaan kecil. Adapun daftar lengkap Pusat Kegiatan Nasional (PKN) telah dipaparkan pada bab sebelumnya.

3.2.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

(MP3EI)

Berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025, Masterplan

Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan

arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

(23)

III

8

KPI dapat menjadi KPI prioritas dengan kriteria sebagai berikut: a. Total nilai investasi pada setiap KPI yang bernilai signifikan;

b. Keterwakilan Kegiatan Ekonomi Utama yang berlokasi pada setiap KPI;

c. Dukungan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap sentra- sentra produksi di masing-masing KPI;

d. Kesesuaian terhadap beberapa kepentingan strategis (dampak sosial, dampak ekonomi, dan politik) dan arahan Pemerintah (Presiden RI).

Adapun KPI berdasarkan arahan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 dipaparkan pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Berdasarkan

Arahan Perpres Nomor 32 Tahun 2011

NO KORIDOR KPI

Sei Mangkei, Tapanuli Selatan, Dairi

Dumai Tj Api-Api–Tj Carat Muaraenim–Pendopo Palembang

Prabumulih

Bangka Barat, Babel, Batam

Bandar Lampung Lampung Timur Besi Baja Cilegon

2 Koridor Ekonomi (KE) Jawa

Banten

DKI Jakarta Karawang Bekasi Purwakarta Cilacap Surabaya Gresik Lamongan Pasuruan

3

Koridor Ekonomi (KE) Bali–

Nusa Tenggara

Badung, Buleleng, Lombok Tengah, Kupang Sumbawa Barat, Aegela Nusa Penida

4 Koridor Ekonomi (KE) Kalimantan

Kutai Kertanegara

Kutai Timur Rapak dan Ganal Kotabaru Ketapang

Kotawaringin Barat

Kapuas Pontianak Bontang Tanah Bumbu Sanggau

Penajam Paser Utara

5 Koridor Ekonomi (KE) Sulawesi

Makassar Palopo (Luwu) Mamuju-Mamasa Parepare

Kendari Kolaka Konawe Utara Morowali Parigi Moutang

(24)

3.2.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

Sesuai dengan arahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus,Kawasan Ekonomi Khusus atau KEKadalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan ekonomi lainnya. Pembentukan KEK tersebut dapat melalui usulan dari Badan Usaha yang didirikan di Indonesia, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah provinsi, yang ditujukan kepada Dewan Nasional. Selain itu, Pemerintah Pusat juga dapat menetapkan suatu wilayah sebagai KEK yang dilakukan berdasarkan usulan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian. Sedangkan lokasi KEK yang diusulkan dapat merupakan area baru maupun perluasan dari KEK yang sudah ada.

Usulan lokasi KEK harus memenuhi beberapa kriteria antara lain :

a. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

b. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan;

c. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan;

d. Mempunyai batas yang jelas.

(25)

III

10

Kabupaten Pidie Jaya

KSN

PKN PKSN KPI MP3EI KEK

KSN SUDUT

KEPENTINGAN

STATUS HUKUM RTRW

KSN

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

3.3 Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau

Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi dari RTRWN. Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah :

a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan pengembangan kawasan linglung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.

b. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah mana yang dapat dikembangan dan yang harus dikendalikan.

c. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, Rusunawa, agropolitan, dll.

Hingga saat ini RTRW Pulau yang telah ditetapkan adalah:

(26)

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi ditetapkan melalui Peraturan daerah Provinsi, dan beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW provinsi untuk penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah:

a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup: i. Arahan pengembangan pola ruang:

a) Arahan pengembangan pola ruang;

b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH

ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase

b. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya.

Hingga saat ini, RTRW Provinsi yang telah memiliki Perda adalah sebagai berikut: a. Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali; b. Perda No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten; c. Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu; d. Perda No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta;

e. Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

f. Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo; g. Perda No. 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat; h. Perda No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa

Tengah;

i. Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur; j. Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung; k. Perda No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa

Tenggara Barat;

(27)

III

12

Selatan;

n. Perda No.13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat.

3.5 Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota

Sesuai dengan amanat UU No. 26 Tahun 2007, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Adapun arahan dalam RTRW Kabupaten/Kota yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut:

a. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten/Kota (KSK) yang didasari sudut kepentingan: yang didasari sudut kepentingan:

i. Pertahanan Keamanan ii. Ekonomi

iii.Lingkungan Hidup iv. Sosial Budaya

v. Pendayagunaan sumberdaya alam atau teknologi tinggi

b. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup: i. Arahan pengembangan pola ruang:

a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya

b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.

ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase RTH, Rusunawa, maupun Agropolitan.

c. Ketentuan zonasi bagi pembangunan prasarana sarana bidang Cipta Karya yang harus diperhatikan mencakup ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung,kawasan budidaya,system perkotaan, dan jaringan prasarana.

(28)

3.6. Prioritas Kabupaten/Kota Bidang Cipta Karya

Penyelenggaraan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya salah satunya mengacu pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan mengacu kepada peraturan perundangan tersebut, maka prioritas penanganan infrastruktur Bidang Cipta Karya diarahkan pada kabupaten/kota yang berfungsi strategis secara nasional. Pada pelaksanaannya, alokasi APBN Bidang Cipta Karya terdapat 5 (lima) klaster penanganan Bidang Cipta Karya sebagai berikut:

i. Klaster A, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan

Perda Bangunan Gedung.

ii. Klaster B, merupakan kabupaten/kota prioritas strategis nasional yang termasuk dalam Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yangtelah memiliki Perda RTRW.

iii. Klaster C, terdiri dari kabupaten/kota yang menjadi prioritas pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM), berdasarkan karakteristik antara lain daerah yang rawan bencana alam, memiliki cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan daerah kritis atau miskin.

iv. Klaster D ditujukan dalam rangka pengembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat Bidang Cipta Karya yang bertujuan penanggulangan kemiskinan di perkotaan dan perdesaan.

v. Klaster E ditujukan untuk kabupaten/kota yang memiliki program inovasi baru

(29)

III

14

Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional pada Klaster A merupakan kabupaten/ kota yang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI) yang telah memiliki Perda RTRW dan Perda Bangunan Gedung. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria di atas, sampai dengan akhir tahun 2013 diidentifikasi sebanyak 94 (sembilan puluh empat) kabupaten/kota di Indonesia yang termasuk pada Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster A, yang dipaparkan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Daftar Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster A untuk Provinsi Aceh

3.6.2. Kabupaten/Kota Prioritas Strategis Nasional Klaster B

(30)

NO KAB/KOTA

2 ACEH TENGGARA V V

Aceh

3.6.3. Kabupaten/Kota Klaster C dalam Rangka Pemenuhan Standar Pelayanan

Minimal (SPM)

Klaster C merupakan kabupaten/kota yang menjadi prioritas penanganan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Cipta Karya, yaitu kabupaten/kota di luar Klaster A dan Klaster B. Pemilihan prioritas kabupaten/kota dalam pemenuhan SPM ditentukan berdasarkan karakteristik masing-masing daerah, antara lain daerah yang rawan bencana alam, memiliki cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, dan daerah kritis atau miskin. Selain memenuhi karakteristik tersebut, daerah juga harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dan memiliki program yang responsif.

3.6.4. Pemberdayaan Masyarakat (Klaster D)

Klaster D khusus dialokasikan bagi program-program pemberdayaan masyarakat Bidang Cipta Karya, baik di perkotaan maupun perdesaan. Program pemberdayaan masyarakat ini diperuntukkan dalam rangka pengentasan kemiskinan, sesuai dengan amanat pembangunan nasional.

3.6.5. Kabupaten/Kota Klaster E Bagi Daerah Dengan Program dan Inovasi Yang

Kreatif

(31)

III

16

Gambar

Gambar 2-1 :
Tabel 3.2 Penetapan Lokasi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN)
Tabel 3.4. Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Berdasarkan
Tabel 3.5.Matriks Isian Lokasi KSN, PKSN, PKN, PKI MP3EI, dan KEK di
+3

Referensi

Dokumen terkait

IoT adalah teknologi yang memungkinkan sebuah perangkat terhubung ke jaringan internet untuk dimonitor atau dikendalikan dari jarak jauh oleh pengguna. Teknologi ini

Dari uji mekanik disimpulkan bahwa dibandingkan pada binder poliester, penggunaan binder silicone rubber menghasilkan sifat mekanik yang semakin menurun pada

(3) Biodata Penduduk, KK, KTP, Surat Keterangan Pindah Penduduk Warga Negara Indonesia antar Kabupaten /Kota dalam satu Provinsi dan antar Provinsi dalam wilayah Negara

4. Pada dasarnya pembelajaran dikatakan efektif apabila tujuan pembelajaran tercapai. Tujuan akan tercapai jika siswa aktif membangun pengetahuannya dalam

kemampuan ranah afektif siswa pada materi indahnya asmaul husna dan faktor penghambat serta faktor pendukung pada pembelajaran berbasis lingkungan untuk

a) Pendidikan agama Islam merupakan rumpun pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itulah pendidikan agama

Tabel 4.9 Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Snack Bar Tepung Mocaf dan Tepung Kacang Merah dengan Flavour Alami Pisang Raja Terpilih dan Soyjoy Banana

Dengan demikian, penelitian ini bukan merupakan pengulangan kata dari penelitian sebelumnya dan menjadi alasan untuk diteliti dengan judul “Analisis Hukum Pidana Islam