• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of Drought in the District Sekotong with Standardized Precipitation Indeks (SPI) and Desil Methods Artikel Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analysis of Drought in the District Sekotong with Standardized Precipitation Indeks (SPI) and Desil Methods Artikel Ilmiah Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KEKERINGAN DI KECAMATAN SEKOTONG

DENGAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION

INDEX (SPI) DAN DESIL

Analysis of Drought in the District Sekotong with Standardized Precipitation

Indeks (SPI) and Desil Methods

Artikel Ilmiah

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil

Oleh:

CANDRI SILA ISNAINI RYZKIA

F1A 011 028

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MATARAM

(2)
(3)
(4)

4

ANALISA KEKERINGAN DI KECAMATAN SEKOTONG DENGAN METODE STANDARDIZED

PRECIPITATION INDEX (SPI) DAN DESIL

Candri Sila Isnaini Ryzkia1, Humairo Saidah2, M. Bagus Budianto2

1

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram

2

Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

INTISARI

Kekeringan merupakan salah satu fenomena yang terjadi sebagai dampak sirkulasi musiman yang selalu terjadi setiap tahun. Para ahli banyak berpendapat bahwa kekeringan biasanya berhubungan dengan gejala pergeseran antara musim hujan dengan musim kemarau di Indonesia. Berdasarkan data historis, kekeringan di Indonesia seringkali berasosiasi dengan fenomena El Nino. Pengaruh El Nino lebih kuat pada musim kemarau yang menyebabkan berkurangnya jumlah curah hujan yang turun dari normalnya serta udara menjadi lebih kering

Studi ini bermaksud untuk mengetahui indeks kekeringan di Kecamatan Sekotong dengan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan Desil. Metode SPIdan Desil dapat mengidentifikasi adanya potensi kekeringan, karena curah hujan merupakan indikator utama kekeringan meteorologis. Kemudian dianalisa kedekatannya terhadap El Nino (SOI). Dan untuk sebagai peringatan dini bagi masyarakat setempat akan ancaman bahaya kekeringan dimasa yang akan datang maka akan dilakukan prediksi kekeringan.

Hasil analisis kekeringan dengan metode Standardized Precipitation Index (SPI) bahwa ketiga stasiun hujan yang berpengaruh di Kecamatan Sekotong yaitu stasiun hujan Sekotong mengalami kekeringan terparah dengan nilai indeks kekeringan sebesar -2.598, sedangkan metode Desil menunjukkan presentase kejadian kekeringan dimana keadaan curah hujan di bawah normal (kering) sebesar 32.667%. Indeks kekeringan berdasarkan metode SPI maupun Desil tidak berkorelasi kuat terhadap nilai SOI, namun berkolasi cukup kuat terhadap besarnya curah hujan. Prediksi indeks kekeringan metode SPI dan Desil yang menggunakan data curah hujan bangkitan output Thomas Fiering masih kurang tepat dalam memprediksi atau meramalkan indeks kekeringan di Kecamatan Sekotong.

Kata Kunci : Kekeringan, Indeks Kekeringan, SPI, Desil, El Nino SOI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting peranannya untuk makhluk hidup terutama manusia. Air tidak hanya berperan penting dalam metabolisme tubuh manusia saja tetapi juga digunakan untuk aktivitas sehari-hari seperti untuk irigasi pertanian, perikanan, pembangkit tenaga listrik, serta penyediaan air bersih untuk minum maupun mandi. Oleh karena itu dibutuhkan pemanfaatan, pengolahan, dan pengendalian yang tepat agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

Walaupun air adalah salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui, namun terkadang air tidak selalu tersedia sesuai dengan kuantitas

yang memadai sehingga sering terjadi

ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan ketersediaan air terutama ketika musim kemarau tiba. Musim kemarau yang panjang akan

menyebabkan kekeringan. Kekeringan

merupakan salah satu fenomena yang terjadi sebagai dampak sirkulasi musiman yang selalu terjadi setiap tahun.

Para ahli banyak berpendapat bahwa kekeringan biasanya berhubungan dengan gejala

pergeseran antara musim hujan dengan musim kemarau di Indonesia. Berdasarkan data historis, kekeringan di Indonesia seringkali berasosiasi dengan fenomena El Nino. Pengaruh El Nino

lebih kuat pada musim kemarau yang

menyebabkan berkurangnya jumlah curah hujan yang turun dari normalnya serta udara menjadi lebih kering (Yosilia, 2015).

Berdasarkan peta kejadian bencana

kekeringan di Indonesia antara 1979 – 2009 yang

dibuat oleh BNPB (Badan Nasional

Penanggulangan Bencana), NTB mengalami 50 kali kejadian kekeringan. Beberapa kejadian kekeringan terparah di NTB yang dipengaruhi El Nino sangat dirasakan pada tahun 1995/1996 dan 1997/1998 (BPTPH, 1999). Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kelas I Kediri NTB (2015) kekeringan terjadi di 6 Kecamatan di Kabupaten Lombok Barat, salah

satunya adalah Kecamatan Sekotong.

(5)

5

Sekotong sebagai langkah antisipasi dini

terhadap kekeringan.

Salah satu parameter yang dapat dijadikan pengukur tingkat keparahan kekeringan adalah indeks kekeringan. Indeks kekeringan seperti

Standardized Precipitation indeks (SPI) dan Desil

telah terbukti sebagai alat penting yang baru diketemukan dan telah diterima oleh masyarakat luas di berbagai Negara. Berdasakan deklarasi

Lincoln 8 – 11 Desember 2009 dalam

pembahasan mengenai standar indeks

kekeringan dan pedoman untuk sistem

peringatan dini kekeringan (Drought Early

Warning System) menyatakan bahwa metode

SPI direkomendasikan sebagai metode indeks

kekeringan untuk monitoring dan

mengkarakterisasikan tingkat kekeringan

meteorologis diseluruh dunia (Hayes dkk, 2011). Sedangkan metode Desil dipilih sebagai ukuran

kekeringan oleh Austalian Drought Watch

System karena relatif sederhana untuk dihitung

(Sudhian Aryadipura, 2012).

Oleh karena itu, penulis ingin menerapkan metode Standardized Precipitation indeks (SPI) dan Desil dalam menganalisa kekeringan di

Kecamatan Sekotong sehingga untuk

kedepannya dapat dilakukan tindakan

pencegahan sedini mungkin terhadap

kekeringan. Maka penulis tertarik mengambil

judul “Analisa Kekeringan di Kecamatan

Sekotong dengan Metode Standardized Precipitation Index (Spi) dan Desil”.

B. Rumusan Masalah

1. Berapa indeks kekeringan yang terjadi di Kecamatan Sekotong menggunakan metode

Standardized Precipitation Index (SPI) dan

Desil?

2. Bagaimana ketelitian antara indeks

kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap El Nino (SOI)?

3. Bagaimana ketelitian antara indeks

kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap besarnya curah hujan?

4. Bagaimana prediksi indeks kekeringan

Kecamatan Sekotong .

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui indeks kekeringan

Kecamatan Sekotong dengan menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) dan Desil.

2. Untuk mengetahui ketelitian antara indeks kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap El Nino (SOI).

3. Untuk mengetahui ketelitian antara indeks kekeringan metode SPI dan metode Desil terhadap besarnya curah hujan.

4. Untuk mengetahui prediksi indeks kekeringan Kecamatan Sekotong.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian Ini adalah untuk membantu pemerintahan setempat dengan memberikan masukan sebagai

bahan pertimbangan dalam mengambil

keputusan yang tepat untuk menghadapi

kekeringan.

E. Batasan Masalah

1. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sekotong. 2. Data curah hujan yang digunakan dari Stasiun

Hujan Sekotong dengan panjang data 25 tahun (1990 – 2014).

3. Analisis pembangkitan data curah hujan

dipakai Model Thomas Fiering yang

digunakan untuk prediksi data curah hujan. Metode ini digunakan hanya sebagai alat bantu untuk memprediksi data hujan periode tahun 2015 – 2020.

4. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kekeringan meteorologis.

5. Analisis kekeringan dalam penelitian ini

menggunakan metode Standardized

Precipitation Index (SPI) dan Desil.

II. DASAR TEORI A. Tinjauan Pustaka

Hadi Muliawan (2012), melakukan penelitian

“Analisa Indeks Kekeringan Dengan Metode

Standardized Precipitation Index (SPI) dan

sebaran kekeringan dengan Geographic

Information System (GIS) pada DAS Ngrowo”,

dari analisa didapat indeks kekeringan

menggunakan metode Standardized Precipitation Index (SPI) pada periode defisit 1, 4, 6, 12 dan 24 dengan nilai indeks kekeringan masing-masing 4,014), 3,614), 3,750), 3.819 dan (-3,066). Dari tiap periode defisit didapatkan bahwa kekeringan terparah terjadi pada tahun

1997 dengan tingkat kekeringan ”amat sangat kering”. Kekeringan meteorologi yang terjadi juga

memiliki hubungan terhadap nilai SOI. Ketika terjadi nilai defisit maka SOI bernilai negatif, begitu juga sebaliknya ketika terjadi nilai surplus maka SOI bernilai positif. SOI tersebut merupakan indikator terjadinya El Nino, semakin kecil nilai SOI maka akan terjadi El Nino yang kuat hal tersebut menyebabkan terjadinya kekeringan yang panjang.

Fitria Nuril Umami (2013), melakukan penelitian “Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Analisa Kekeringan Menggunakan Metode

(6)

6 September 84,21% - 89,47%, Oktober 31,58% -

57,89%, November 31,58% dan Desember 31,58%. Pada periode 3 bulanan DJF 31,58% - 33,33%, MAM 63,16% - 94,74% , JJA 100% dan SON 89,47%- 100%. Pada Periode 6 bulanan SONDJF 27,78% - 33,33% dan MAMJJA 78,95% - 100% sedangkan pada periode 12 bulan adalah 31,58%. Dan hasil Analisa jika dikaitkan dengan kejadian El Nino mengindikasikan adanya keterkaitan karena adanya kemiripan tren kejadian kekeringan pada stasiun pengamatan dengan kejadian El Nino. Kejadian El Nino terparah terjadi pada tahun 1997, pada tahun

tersebut semua stasiun pengamatan

menunjukkan adanya kekeringan. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh El Nino terhadap curah hujan yang turun.

Mira Anantha Yosilia (2014), melakukan penelitian “Analisis Hubungan El Nino Dengan Kekeringan Meteorologis Menggunakan SPI

(Standardized Precipitation Index) Di Pulau Bali”,

dari analisa didapat hubungan El Nino dengan

kekeringan meteorologis yang dicerminkan

masing-masing oleh nilai SOI dan nilai SPI adalah positif. Hal tersebut diuji dengan menggunakan nilai SPI skala waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Nilai R2 yang paling besar didapatkan pada korelasi antara nilai SOI dengan nilai SPI-6 bulan, yaitu 0,5066 pada stasiun hujan Ngurah Rai dan 0,5587 pada stasiun hujan Celuk.

1) Kekeringan

Kekeringan diawali dengan berkurangnya jumlah curah hujan dibawah normal pada satu

musim, kejadian ini adalah kekeringan

meteorologis yang merupakan tanda awal dari terjadinya kekeringan. Tahapan selanjutnya adalah berkurangnya kondisi air tanah yang menyebabkan terjadinya stress pada tanaman

(disebut kekeringan pertanian), tahapan

selanjutnya terjadinya kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah yang ditandai menurunya tinggi muka air sungai ataupun danau (disebut kekeringan hidrologis). Kekeringan dibagi menjadi 3 jenis yaitu:

1. Kekeringan meteorologi (meteorology

drought)

Didefiniskan sebagai kekurangan hujan dari yang normal atau diharapkan selama periode waktu tertentu. Perhitungan tingkat

kekeringan meteorologis merupakan

indikasi pertama terjadinya kondisi

kekeringan.

2. Kekeringan pertanian (agricultural drought) Kekeringan pertanian ini terjadi setelah terjadinya gejala kekeringan meteoro-logis.

Kekeringan ini berhubungan dengan

berkurangnya kandungan air dalam tanah (lengas tanah) sehingga tidak mampu lagi

memenuhi kebutuhan air bagi tanaman pada suatu periode tertentu. Dicirikan dengan kekurangan lengas tanah.

3. Kekeringan hidrologi (hydrological drought) Didefinisikan sebagai kekurangan pasok air permukaan dan air tanah dalam bentuk air di danau dan waduk, aliran sungai, dan muka air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau dan air tanah

.

2) Metode Indeks Kekeringan

Indeks kekeringan merupakan suatu

perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan. Untuk menduga nilai indeks kekeringan suatu wilayah terdapat beberapa metode yang dalam proses perhitungannya dapat memanfaatkan beberapa data, baik data iklim maupun kelengasan tanah.

Tabel 1 Beberapa metode indeks kekeringan dan masukan data yang dibutuhkan dalam

perhitungan

Sumber : (Solikhati, 2013, dalam Anggun 2015)

3) El Nino

Terdapat beberapa parameter yang

mempengaruhi terjadinya El Nino, antara lain: 1. Anomali Suhu Permukaan Laut

Ketika terjadi El Nino, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik ekuator bagian tengah dan timur memanas, yakni suhu berada di atas normal. Sebaliknya, suhu permukaan laut di Samudra Pasifik ekuator bagian barat atau di sekitar wilayah perairan Indonesia menjadi lebih dingin dari biasanya, yaitu suhu berada di bawah normal. Keadaan inilah yang menjadi salah satu parameter yang mengindikasikan terjadinya El

Nino. Kondisi sebaliknya mengindikasikan

terjadinya La Nina.

2. Indeks Osilasi Selatan / Southern Oscillation

(7)

7 El Nino juga memiliki intensitas yang

dikategorikan menurut besarnya penyimpangan

suhu muka air laut yang menyebabkan

perubahan tekanan udara di atas nilai rata-ratanya. Perubahan tekanan udara tersebut dapat dibaca dengan Indeks Osilasi Selatan

(South Oscillation Index / SOI). Biasanya nilai

SOI yang dipakai untuk kepentingan analisis klimatologi berskala bulanan, sebab nilai SOI dengan skala harian atau mingguan dapat dipengaruhi oleh pola-pola cuaca harian. SOI mengindikasikan adanya El Nino ataupun La Nina di Samudra Pasifik dengan melihat perbedaan tekanan atmosfer antara Tahiti dan Darwin. Darwin merupakan perwakilan dari wilayah Hindia – Australia, sedangkan Tahiti mewakili wilayah Amerika Selatan. Ketika El Nino terjadi, tekanan udara rata- rata di Darwin lebih tinggi daripada di Tahiti, ditunjukkan dengan nilai SOI yang negatif, sedangkan nilai SOI positif mengindikasikan terjadinya La Nina. Intensitas El Nino dikatakan semakin kuat apabila nilai SOI-nya semakin negative. Hal tersebut dijelaskan

oleh Salmawati (2010) tentang tingkatan

intensitas El Nino dan La Nina :

a. El a. Nino dikatakan lemah, apabila nilai SOI -5 s/d 0 dan berlangsung minimal 3 bulan berturut-turut.

b. El Nino dikatakan sedang, apabila nilai SOI -10 s/d -5 dan berlangsung minimal 3 bulan berturut-turut.

c. El Nino dikatakan kuat, apabila nilai SOI lebih kecil dari -10 dan berlangsung minimal 3 bulan berturut-turut.

Tabel 2 Klasifikasi nilai Indeks Osilasi Selatan /

Southern Oscillation Index(SOI)

Sumber : Based on Oceanic Nino Index

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des 1990 -1.1 -17 -8.5 -0.5 13.1 1 5.5 -5 -7.6 1.8 -5.3 -2.4 1991 5.1 0.6 -11 -13 -19 -5.5 -1.7 -7.6 -17 -13 -7.3 -17 1992 -25 -9.3 -24 -19 0.5 -13 -6.9 1.4 0.8 -17 -7.3 -5.5 1993 -8.2 -7.9 -8.5 -21 -8.2 -16 -11 -14 -7.6 -14 0.6 1.6 1994 -1.6 0.6 -11 -23 -13 -10 -18 -17 -17 -14 -7.3 -12 1995 -4 -2.7 3.5 -16 -9 -1.5 4.2 0.8 3.2 -1.3 1.3 -5.5 1996 8.4 1.1 6.2 7.8 1.3 13.9 6.8 4.6 6.9 4.2 -0.1 7.2 1997 4.1 13.3 -8.5 -16 -22 -24 -9.5 -20 -15 -18 -15 -9.1 1998 -24 -19 -29 -24 0.5 9.9 14.6 9.8 11.1 10.9 12.5 13.3

1999 16 8.6 8.9 18.5 1.3 1 4.8 2.1 -0.4 9.1 13.1 12.8

2000 5.1 12.9 9.4 16.8 3.6 -5.5 -3.7 5.3 9.9 9.7 22.4 7.7 2001 8.9 11.9 6.7 0.3 -9 1.8 -3 -8.9 1.4 -1.9 7.2 -9.1 2002 2.7 7.7 -5.2 -3.8 -15 -6.3 -7.6 -15 -7.6 -7.4 -6 -11 2003 -2 -7.4 -6.8 -5.5 -7.4 -12 2.9 -1.8 -2.2 -1.9 -3.4 9.8 2004 -12 8.6 0.2 -15 13.1 -14 -6.9 -7.6 -2.8 -3.7 -9.3 -8 2005 1.8 -29 0.2 -11 -15 2.6 0.9 -6.9 3.9 10.9 -2.7 0.6 2006 13 0.1 13.8 15.2 -9.8 -5.5 -8.9 -16 -5.1 -15 -1.4 -3 2007 -7.3 -2.7 -1.4 -3 -2.7 5 -4.3 2.7 1.5 5.4 9.8 14.4 2008 14 21.3 12.2 4.5 -4.3 5 2.2 9.1 14.1 13.4 17.1 13.3 2009 9.4 14.8 0.2 8.6 -5.1 -2.3 1.6 -5 3.9 -15 -6.7 -7 2010 -10 -15 -11 15.2 10 1.8 20.5 18.8 25 18.3 16.4 27.1 2011 20 22.3 21.4 25.1 2.1 0.2 10.7 2.1 11.7 7.3 13.8 23

2012 9.4 2.5 2.9 -7.1 -2.7 -10 -1.7 -5 2.7 2.4 3.9 -6

2013 -1.1 -3.6 11.1 0.3 8.4 13.9 8.1 -0.5 3.9 -1.9 9.2 0.6

2014 12 -1.3 -13 8.6 4.4 -1.5 -3 -11 -7.5 -8 -10 -5.5

Sumber : Australian Government Bureau of Meteorology

(http://www.bom.gov.au/climate/current/soi2.shtml)

(8)

8

B. Analisa

1) Uji Konsistensi Data

Untuk memperoleh hasil analisis yang baik, data hujan harus dilakukan pengujian konsistensi terlebih dahulu untuk mendeteksi penyimpangan ini. Uji konsistensi dilakukan dengan metode RAPS.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Nilai statistik Q

*

Dengan melihat nilai statistik di atas maka dapat dicari nilai Qy/ ndanRy/ n

Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai n

Qy/ syarat dan Ry/ nsyarat.

2) Metode Standardized Precipitation Index (SPI)

SPI untuk suatu lokasi dihitung berdasarkan data hujan yang cukup panjang untuk periode yang diinginkan.

McKee et al (1993) menggunakan klasifikasi dibawah ini untuk mengidentifikasikan intensitas kekeringan, dan juga kriteria kejadian

kekeringan untuk skala waktu tertentu.

Kekeringan terjadi pada waktu SPI secara

berkesinambungan negatif dan mencapai

intensitas kekeringan dengan SPI bernilai -1 atau kurang, sedangkan kekeringan akan berakhir apabila nilai SPI menjadi positif.

Tabel 4 Klasifikasi nilai SPI

Sumber : Hayes, “Revisiting the SPI : Clarifying the Process”, 2000

1. Menghitung rata-rata :

x

=

x

= nilai rata-rata kejadian hujan (mm)

x

= jumlah kejadian hujan (mm) n = jumlah data

menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi = AVERAGE (first : last)

2. Menghitung Standar Deviasi :

n

x

x

Sd

(

)

Dengan : S = standar deviasi

menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi = STDEV (first : last)

x = Nilai rata-rata kejadian hujan (mm)

Sd = Standar deviasi

4. Menghitung beta :

x

Dengan :

(9)

9

5. Menghitung gamma distribusi :

menghitung di Microsoft Excel dengan fungsi

= GAMMADIST (x, β, α, true)

6. Menghitung transfom gamma distribution :

hujan 0 mm dalam deret seri data hujan.

7. Menghitung nilai SPI sepuluh, dimana rentetan data diurut menjadi 10 kelompok. Kelompok pertama adalah hujan dengan kemungkinan lebih kecil, 10 % dari seluruh kejadian. Kelompok kedua adalah curah hujan dengan kemungkinan lebih kecil, 20 % dari seluruh kejadian.

i dalam distribusi.

Bb

= Batas bawah rentang interval Desil-1

(nyata)

b

cf

= Frekwensi kumulatif di bawah Desil-1 yang dicari

d

f

= Frekwensi pada interval Desil-1 yang dicari

N

= Jumlah seluruh frekwensi dalam distribusi

n

= Desil yang dicari (

n

= 1)

i

= lebar interval

Tabel 5 Makna peringkat Desil (Gibbs dan Maher, 1967)

Sumber : H. Ghasemi, 2011

4) Evaluasi Ketelitian Kekeringan tehadap El Nino (SOI) dan Besarnya Curah Hujan

Perbandingan ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai El Nino SOI mempengaruhi terjadinya kekeringan dengan cara mencari angka koefisien korelasinya, dimana nilai SPI dan Desil merupakan nilai model (Isim),

sedangkan nilai SOI merupakan nilai

pengamatan lapangan (Iobs).

a.

Koefisien Korelasi

Yang dimana nilai r = 1 berarti bahwa korelasi

antara peubah y dan x adalah positif

(meningkatnya nilai x akan mengakibatkan meningkatnya nilai y), sebaliknya jika r = -1, berarti korelasi antara peubah y dan x adalah

negatif (meningkatnya nilai x akan

mengakibatkan menurunnya nilai y). Nilai r = 0 menyatakan tidak ada korelasi antar peubah. Bentuk persamaan koefisien korelasi sebagai berikut :

I

= Rata-rata nilai pengamatan

Isim = Nilai model

(10)

10 Tabel 6 Skala nilai r

Sumber : Sudjana (1982) dalam Anggraeni (2008)

Akan tetapi pada penelitian ini akan digunakan rumus korelasi pada Microsoft Excel.

5) Model Bangkitan Data dengan Model

Thomas Fiering

Bentuk persamaan metode Thomas Fiering (Fiering, 1971).

p

i, j = pj + bj . (pi,j1pj1) + ti,,j.

(

1

)

dicari (pada tahun ke-i, bulan ke-j)

p

i,j-1 = Curah hujan pada tahun ke-i, bulan ke

j-1 (pada bulan sebelumnya)

j sebelumnya (bulan ke-j-1)

rj = koefisien korelasi curah hujan bulan ke-j

dengan bulan ke-j-1

bj = Koefisien regresi bulan ke-j-1

Sj = Simpangan baku bulan ke-j

ti,j = Nilai acak berdistribusi normal baku (pada

tahun ke-i, bulan ke-j)

Parameter-parameter statistiknya yaitu:

1. Menghitung curah hujan rerata tiap-tiap bulan dari data historis yang tersedia dengan rumus sebagai berikut:

n

2. Menghitung simpangan baku (standar deviasi) tiap-tiap bulan sepanjang data curah hujan historis dengan rumus sebagai berikut:

1

pi,j = Curah hujan tahun ke-I, bulan ke-j (mm)

j

p = Curah hujan rerata bulan ke-j (mm)

3. Menghitung koefisien korelasi tiap-tiap bulan dengan rumus berikut :

ke-j dengan bulan ke-j-1

pi,j = Curah hujan tahun ke-i, bulan ke-j (mm)

4. Menghitung koefisien regresi bulanan

dengan rumus berikut :

1

ke-j dengan bulan ke-j-1

Sj = Simpangan baku bulan ke-j

Sj-1= Simpangan baku bulan ke-j-1

5. Menentukan rangkaian bilangan acak

diperoleh dari program Minitab v.16.

6. Membangkitkan rangkaian data dengan

menggunakan rumus Thomas Fiering.

p

i, j = pj + bj . (pi,j1pj1) + ti,,j.

(

1

)

2

j

j

r

s

Nilai Koefisien Korelasi

Keterangan

0,000 - 0,199

Sangat Rendah

0,200 - 0,399

Rendah

0,400 - 0,599

Cukup

0,600 - 0,799

Kuat

(11)

11

III. Metoda Penelitian

Gambar 1 Bagan Alir Penelitian

IV. Analisa dan Pembahasan

1) Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat dengan tiga stasiun hujan berpengaruh yaitu stasiun hujan Sekotong.

Sumber : Google Maps

Gambar

2

Lokasi penelitian

2) Uji Konsistensi Data Hujan

Dalam pencatatan ini, uji konsistensi data

curah hujan dilakukan dengan metode RAPS.

Berikut

adalah

hasil

dari

uji

dengan

menggunakan metode RAPS.

Contoh analisis uji konsistensi data curah hujan stasiun hujan Sekotong pada tahun 1990 adalah sebagai berikut :

1. Curah hujan tahun 1990 (Xi) = 1258 mm

2. Jumlah data hujan (n) = 25

3. Nilai rata-rata keseluruhan hujan (

X

) = 1362,588 mm

4. Nilai Statistik (SK *)= (

x

i

x

)

= 1258 – 1362,588 = -104,588 mm

5. Nilai Statistik (Dy 2

) =

n

X

X

i

)

2

(

=

25

)

1362,588

-1258

(

2

= 437,542

6. Dy =

D

y2 =

58094,260

= 241,028

7. Nilai Statistik SK ** =

Dy

SK

*

=

241,028

104,588

= -0,434

8. Harga Mutlak | SK

**

| = 0,434

Hasil perhitungan untuk tahun-tahun

selanjutnya stasiun hujan Sekotong dapat dilihat pada Tabel7.

(12)

12 Tabel 7 Uji RAPS stasius hujan Sekotong

Sumber : Hasil perhitungan

Dari hasil perhitungan untuk Uji RAPS data curah hujan, didapatkan nilai

Q

/

n

<

Q

/

n

ijin 90% serta

R

/

n

<

R

/

n

ijin 90 % memenuhi syarat. Berdasarkan uji konsistensi data dengan menggunakan metode RAPS

(Rescaled Adjusted Parsial Sums) hasil

pengujian pada stasiun hujan Sekotong adalah konsisten. Data yang konsisten menunjukan bahwa data curah hujan yang digunakan pada analisa ini tidak mengalami perubahan sifat atau pun pergeseran nilai rata-ratanya (mean).

3) Analisa Kekeringan

a. Metode SPI

Contoh perhitungan pada sasiun hujan Sekotong bulan Januari :

- Menghitung rata-rata :

x =

- Menghitung Standar Deviasi :

1

- Menghitung gamma distribusi :

Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1990 stasiun hujan Sekotong :

dx

- Menghitung probabilitas kumulatif H(x) Contoh perhitungan bulan Januari tahun 1990 stasiun hujan Sekotong :

H(x) = 𝑞+ 1− 𝑞 . 𝐺 𝑥

= 0 + (1 – 0 ) x 0.934 = 0.934

- Menghitung transform gamma distribusi : Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu bulan Januari tahun 1992 :



Contoh perhitungan dengan 0.5 <H(x) ≤ 1.0 bulan Januari tahun 1990 :

Contoh perhitungan dengan 0 < H(x) ≤ 0.5 yaitu

bulan Januari tahun 1992 :

)

Contoh perhitungan dengan 0.5 <H(x) ≤ 1.0 bulan Januari tahun 1990 :

)

1 1990 1258 -104.588 0.434 2 1991 1459 -8.175 0.034 3 1992 1260 -110.763 0.460 4 1993 1420 -53.350 0.221 5 1994 1264 -151.938 0.630 6 1995 1229 -285.525 1.185 7 1996 1229 -419.113 1.739 8 1997 1047 -734.700 3.048 9 1998 1510 -587.288 2.437 10 1999 1762 -187.875 0.779 11 2000 1101 -449.463 1.865 12 2001 1351 -461.050 1.913 13 2002 1344 -479.638 1.990 14 2003 1585 -257.225 1.067 15 2004 961 -658.813 2.733 16 2005 1018 -1003.400 4.163 17 2006 1517.500 -848.488 3.520 18 2007 1813.500 -397.575 1.650 19 2008 1287.000 -473.163 1.963 20 2009 1373.750 -462.000 1.917 21 2010 1396.938 -427.650 1.774 22 2011 972.000 -818.238 3.395 23 2012 1564.300 -616.525 2.558 24 2013 1865.800 -113.313 0.470 25 2014 1475.900 0.000 0.000

Total 34064.688

Sumber : Hasil perhitungan

R / (n)(1/2) tabel

Tabel 4.1 Uji RAPS stasiun hujan Sekotong

(13)

13 Tabel 8 Perhitungan SPI untuk bulan Januari

stasiun hujan Sekotong

Sumber : Hasil perhitungan

Berikut adalah grafik nilai SPI masing-masing stasiun :

Gambar 3 Grafik SPI stasiun hujan Sekotong Kekeringan terparah jatuh pada tahun 1990 dengan nilai SPI amat sangat kering dengan nilai SPI -2.598.

b. Metode Desil

Dalam perhitungan desil seri data curah hujan diurutkan dari nilai terkecil hingga nilai terbesar terlebih dahulu.

Contoh perhitungan bulan Januari stasiun hujan Sekotong :

- Mencari Desil-1

Dari tabel 10 akan dicari Desil-1 (D1). Kemudian

mencari letak D1 atau 1/10 dari seluruh kejadian. 𝐷1=10𝑛 𝑥𝑁 =

1

10𝑥25 = 2.5 (terletak di 99.000)

Tabel 9 Nilai

f

d dan

cf

b bulan Januari stasiun hujan Sekotong

Sumber : Hasil perhitungan

Setelah diketahui letak D1 maka dengan

melihat tabel 10 dapat diketahui :

Bb

= 89.500

Data diatas dimasukkan kedalam rumus desil :

i

Tabel 10 Perhitungan nilai desil bulan Januari stasiun hujan Sekotong

Sumber : Hasil perhitungan

Tahun x G(x) q H(x) t<0,5 t>0,5 spi<0,5 spi>0,5 Klasifikasi 1990 505.000 0.934 0.000 0.934 0.369 2.332 1.440 1.508 SB 1991 356.000 0.796 0.000 0.796 0.675 1.784 0.816 0.829 N 1992 119.000 0.200 0.000 0.200 1.796 0.667 -0.843 -0.830 N 1993 363.000 0.806 0.000 0.806 0.656 1.812 0.851 0.864 N 1994 171.000 0.362 0.000 0.362 1.426 0.948 -0.353 -0.351 N 1995 99.000 0.142 0.000 0.142 1.977 0.553 -1.073 -1.049 CK 1996 99.000 0.142 0.000 0.142 1.977 0.553 -1.073 -1.049 CK 1997 112.000 0.179 0.000 0.179 1.856 0.627 -0.920 -0.904 N 1998 121.000 0.206 0.000 0.206 1.779 0.678 -0.822 -0.810 N 1999 334.000 0.762 0.000 0.762 0.737 1.695 0.705 0.714 N 2000 249.000 0.586 0.000 0.586 1.034 1.327 0.215 0.216 N 2001 293.000 0.686 0.000 0.686 0.867 1.523 0.482 0.485 N 2002 132.000 0.239 0.000 0.239 1.691 0.740 -0.708 -0.700 N 2003 440.000 0.891 0.000 0.891 0.481 2.104 1.194 1.230 CB 2004 206.000 0.468 0.000 0.468 1.232 1.124 -0.079 -0.079 N 2005 80.000 0.093 0.000 0.093 2.181 0.441 -1.325 -1.280 CK 2006 267.000 0.629 0.000 0.629 0.962 1.409 0.328 0.330 N 2007 301.000 0.703 0.000 0.703 0.840 1.557 0.527 0.532 N 2008 99.000 0.142 0.000 0.142 1.977 0.553 -1.073 -1.049 CK 2009 57.000 0.045 0.000 0.045 2.491 0.303 -1.697 -1.598 SK 2010 152.000 0.302 0.000 0.302 1.547 0.848 -0.518 -0.514 N 2011 211.200 0.483 0.000 0.483 1.206 1.149 -0.042 -0.042 N 2012 629.300 0.976 0.000 0.976 0.219 2.735 1.815 1.982 SB 2013 313.900 0.727 0.000 0.727 0.798 1.612 0.598 0.604 N 2014 478.300 0.919 0.000 0.919 0.412 2.240 1.343 1.396 CB Jumlah 6187.700

Mean 247.508 St. Dev 152.405

α (Alpha) 2.637

β (Beta) 93.844

-3

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

N 152.000 1 10 171.000 1 11 206.000 1 12 211.200 1 13 249.000 1 14 267.000 1 15 293.000 1 16 301.000 1 17 313.900 1 18 334.000 1 19 356.000 1 20 363.000 1 21 440.000 1 22 478.300 1 23 505.000 1 24 629.300 1 25

(14)

14 Tabel 11 Klasifikasi tingkat kekeringan desil

bulan Januari stasiun hujan Sekotong

Sumber : Hasil perhitungan

Berikut adalah grafik desil masing-masing stasiun

Gambar 4 Grafik desil stasiun hujan Sekotong

Presentase kejadian kekeringan untuk stasiun hujan Sekotong selama 25 tahun pengamatan sebesar 32.667%.

Dari kedua metode analisis kekeringan baik SPI maupun Desil keduanya memiliki kesamaan yaitu sasiun hujan yang berpengaruh di

Kecamatan Sekotong yaitu stasiun hujan

Sekotong menunjukkan kejadian kekeringan yang cukup tinggi. Oleh karena itu Kecamatan Sekotong termasuk salah satu daerah yang mengalami kekeringan terparah karena stasiun hujan yang berpengaruh memiliki kejadian kekeringan yang cukup tinggi.

4) Evaluasi Ketelitian Hubungan Indeks

Kekeringan Terhadap El Nino (SOI)

Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah nilai El Nino SOI mempengaruhi terjadinya kekeringan dengan cara mencari

angka koefisien korelasinya, dimana nilai SPI dan Desil merupakan nilai model (Isim),

sedangkan nilai SOI merupakan nilai

pengamatan lapangan (Iobs).

Pada penelitian ini digunakan rumus korelasi pada Microsoft Excel menggunakan fungsi =CORREL(array1,array2). Berikut adalah hasil perhitungan :

Tabel 12 Hasil perhitungan koefisien korelasi antara SPI- SOI dan Desil- SOI

r

SPI- SOI 0.175

Desil- SOI 0.216

Sumber : Hasil perhitungan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa SPI- SOI menghasilkan angka koefisien korelasi 0.175

(sangat rendah), sedangkan Desil- SOI

menghasilkan angka korelasi 0.216 (rendah), karena selama tahun pengamatan hanya

beberapa saja/sebagian kecil yang

memperlihatkan adanya hubungan yang searah, dapat dilihat pada grafik berikut.

Jan Desil Klasifikasi 505.000 10 ASB 356.000 8 CB 119.000 3 CK 363.000 8 CB 171.000 4 N 99.000 1 ASK 99.000 2 SK 112.000 3 CK 121.000 3 CK 334.000 8 CB 249.000 6 N 293.000 7 N 132.000 4 N 440.000 9 SB 206.000 5 N 80.000 1 ASK 267.000 6 N 301.000 7 N 99.000 2 SK 57.000 1 ASK 152.000 4 N 211.200 5 N 629.300 10 ASB 313.900 7 N 478.300 9 SB

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

D

e

si

l

(15)

15 Gambar 5 Grafik nilai SPI dan nilai SOI stasiun hujan Sekotong

(16)

16 Dari hasil analisa maka dapat disimpulkan

bahwa nilai indeks kekeringan berdasarkan metode SPI dan Desil di Kecamatan Sekotong, keduanya tidak berkorelasi kuat terhadap nilai EL Nino (SOI).

5) Evaluasi Ketelitian Hubungan Indeks

Kekeringan Terhadap Besarnya Curah Hujan.

Evaluasi ini dilakukan dengan cara mencari angka koefisien korelasinya, dimana nilai SPI dan Desil merupakan nilai model (Isim), sedangkan besarnya hujan merupakan nilai pengamatan lapangan (Iobs).

Pada penelitian ini digunakan rumus korelasi pada Microsoft Excel menggunakan fungsi =CORREL(array1,array2). Berikut adalah hasil perhitungan :

Tabel 13 Hasil perhitungan koefisien korelasi antara SPI-Curah Hujan dan Desil-Curah Hujan

r

SPI-Curah Hujan 0.400

Desil-Curah Hujan 0.510

Sumber : Hasil perhitungan

(17)

17

6) Prediksi Kekeringan

a. Bangkitan Data Curah Hujan dengan Model Thomas Fiering

Pembangkitan data curah hujan dilakukan sebanyak 6 tahun (2015 – 2020). Berikut adalah data curah hujan hasil bangkitan.

Tabel 14 Hasil bangkitan curah hujan stasiun hujan Sekotong

Sumber : Hasil perhitungan

Setelah mendapatkan data curah hujan bangkitan selama 6 tahun (2015 - 2020) masing

– masing stasiun hujan, kemudian akan

dilakukan analisis kekeringan dengan metode

Standardized Precipitation Index (SPI) dan Desil.

7) Evaluasi Ketelitian Indeks Kekeringan Prediksi (Data Hujan Bangkitan) terhadap Kekeringan (Data Hujan Real) Tahun 2015

Saat tahap persiapan data, penulis tidak mendapatkan data hujan tahun 2015, oleh sebab

itu untuk prediksi kekeringan dilakukan

pembangkitan hujan dimulai dari tahun 2015. Dan karena diakhir penelitian ini telah memasuki tahun 2016, maka penulis baru mendapatkan data hujan 2015. Oleh karena itu dilakukan verifikasi kekeringan yang terjadi dari hasil pembangkitan data hujan dengan kekeringan dari hasil data hujan real (lapangan) tahun 2015.

Perhitungan indeks kekeringan dengan data hujan real (lapangan) dapat dilihat dilampiran. Berikut adalah rekapitulasi verifikasi kekeringan yang terjadi dari hasil pembangkitan data hujan

dengan kekeringan dari hasil data real

(lapangan) tahun 2015 :

Tabel 15 Evaluasi kekeringan metode SPI stasiun hujan Sekotong tahun 2015

Sumber : Hasil perhitungan

Gambar 9 Grafik nilai SPI stasiun hujan Sekotong

Didapatkan nilai angka korelasi antara indeks

SPI prediksi dengan indeks SPI real

menggunakan fungsi pada Microsoft Excel

=CORREL(array1,array2) sebesar 0.461.

Tabel 16 Evaluasi kekeringan metode Desil stasiun hujan Sekotong tahun 2015

Sumber : Hasil perhitungan

Bulan 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Jan 305.471 250.989 58.055 345.671 315.512 135.033 Feb 253.723 292.427 193.238 367.015 186.863 197.239 Mar 185.504 96.326 243.469 172.522 122.502 263.838 Apr 90.700 95.718 191.211 216.810 81.997 91.245 Mei 99.955 151.485 70.763 68.896 22.692 72.908 Jun 24.696 29.467 17.510 27.614 17.556 22.343 Jul 9.683 74.255 71.620 0.936 7.353 0.446 Agust 8.851 3.056 6.219 11.024 7.015 3.387 Sept 39.387 9.347 16.007 5.065 2.252 31.496 Okt 10.789 35.510 133.399 54.530 91.620 109.911 Nov 109.807 71.639 44.456 171.783 159.186 187.993 Des 120.883 630.526 175.758 196.821 51.593 291.409

SPI Klasifikasi SPI Klasifikasi Jan 0.582 N 0.224 N Feb -0.082 N -0.753 N Mar 0.314 N 0.660 N Apr -0.296 N 0.816 N May 1.088 CB 0.359 N Jun 0.706 N 0.402 N Jul 0.412 N 0.196 N Aug 1.269 CB 0.000 N Sep 1.558 SB 0.538 N Oct -0.770 N -0.969 N Nov -0.188 N -1.646 SK Dec -0.463 N 0.165 N

Prediksi Real 2015

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0

Jan Feb Ma

r

Ap

r

Me

i

Ju

n

Ju

l

Agu

st

Se

p

t

Ok

t

N

o

v

De

s

S

PI

Prediksi

Real

2015

Desil Klasifikasi Desil Klasifikasi

Jan 7 N 6 N

Feb 5 N 3 CK

Mar 7 N 7 N

Apr 3 CK 8 CB

May 8 CB 5 N

Jun 7 N 6 N

Jul 6 N 5 N

Aug 9 SB 5 N

Sep 9 SB 6 N

Oct 3 CK 2 SK

Nov 5 N 1 ASK

Dec 3 CK 6 N

(18)

18 Gambar 10 Grafik nilai Desil stasiun hujan

Sekotong

Didapatkan nilai angka korelasi antara indeks SPI prediksi dengan indeks SPI real

menggunakan fungsi pada Microsoft Excel

=CORREL(array1,array2) sebesar 0.201.

Tabel 17 Rekapitulasi angka koefisien korelasi antara indeks kekeringan prediksi dengan real

tahun 2015

r

SPI 0.461

Desil 0.201

Sumber : Hasil perhitungan

Hasil perhitungan menghasilkan angka

korelasi antara indeks kekeringan prediksi dengan real memiliki interpretasi rendah, yang berarti bahwa indeks kekeringan prediksi metode SPI maupun Desil yang menggunakan data curah hujan bangkitan output Thomas Fiering tidak berkorelasi kuat terhadap nilai indeks kekeringan metode SPI dan Desil yang menggunakan data curah hujan lapangan (real) tahun 2015.

8) Evaluas Hubungan Indeks Kekeringan (Data Hujan Real) Terhadap El Nino (SOI) Tahun 2015

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui

apakah nilai El Nino SOI tahun 2015

mempengaruhi terjadinya kekeringan tahun 2015

dengan cara mencari angka koefisien

korelasinya. Berikut adalah hasil analisa :

Gambar 11 Grafik nilai SPI - SOI stasiun hujan Sekotong tahun 2015

Didapatkan nilai angka korelasi antara indeks SPI dengan nilai SOI menggunakan fungsi pada

Microsoft Excel =CORREL(array1,array2)

sebesar -0.155.

Gambar 12 Grafik nilai Desil - SOI stasiun hujan Sekotong tahun 2015

Didapatkan nilai angka korelasi antara Desil dengan nilai SOI menggunakan fungsi pada

Microsoft Excel =CORREL(array1,array2)

sebesar 0.001.

Tabel 18 Rekapitulasi angka koefisien korelasi antara indeks kekeringan dengan nilai SOI tahun

2015

r

SPI-SOI -0.155

Desil-SOI 0.001

Sumber : Hasil perhitungan

Hasil perhitungan menghasilkan angka

korelasi antara indeks kekeringan terhadap nilai

(19)

19 SOI memiliki interpretasi rendah, yang berarti

bahwa indeks kekeringan metode SPI maupun Desil tidak berkorelasi kuat terhadap fenomena El Nino (SOI).Oleh karena itu potensi kekeringan tidak hanya bergantung pada faktor curah hujan yang berkurang pada saat terjadi El Nino.

V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

1. Dari hasil analisa kekeringan selama 25 tahun (1990-2014) di Kecamatan Sekotong menunjukkan :

a. Dengan metode Standardized

Precipitation Index (SPI) bahwa

Kecamatan Sekotong mengalami

kekeringan terparah dengan nilai indeks kekeringan sebesar -2,598 pada bulan Februari tahun 1990.

b. Dengan metode Desil presentase

kejadian kekeringan Kecamatan

Sekotong mengalami keadaan curah hujan di bawah normal (kering) sebesar 32,667%.

2. Nilai indeks kekeringan berdasarkan metode SPI dan Desil di Kecamatan Sekotong, keduanya tidak berkorelasi kuat terhadap nilai EL Nino (SOI) dengan nilai (r) masing-masing sebesar 0,175 dan 0,216.

3. Nilai indeks kekeringan berdasarkan metode SPI dan Desil, keduanya berkorelasi cukup kuat terhadap besarnya curah hujan dengan nilai (r) masing-masing sebesar 0,400 dan 0,510.

4. Prediksi indeks kekeringan metode SPI dan Desil yang menggunakan data curah hujan bangkitan output Thomas Fiering masih kurang tepat dalam memprediksi atau

meramalkan indeks kekeringan di

Kecamatan Sekotong.

B. Saran

1. Potensi kekeringan tidak hanya bergantung pada faktor curah hujan yang berkurang pada saat terjadi El Nino. Faktor lain seperti suhu permukaan perairan Indonesia dan

Samudera Pasifik dapat memberikan

pengaruh dan hasil yang berbeda.

Penelitian dengan faktor terkait lainnya perlu

dilakukan untuk kemudian dapat

dibandingkan dengan penelitian ini sehingga dapat memberikan gambaran lebih baik. 2. Untuk membangkitkan curah hujan yang

digunakan sebagai input analisa prediksi dapat dicoba dengan metode yang lebih baik.

3. Diharapkan pemerintah dapat mengambil

langkah antisipasi yang tepat untuk

menangani kejadian kekeringan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Adekayanti, Baiq Maria P. 2015. Analisis Keandalan Data Debit Bangkitan dengan Metode Thomas Fiering (Studi Kasus: Awlr Aik Nyet dan

Awlr Keling). Skripsi. Mataram: Fakultas Teknik

Universitas Mataram.

Anonim. 2004. Pedoman Penulisan Tulisan

Ilmiah. Mataram: Fakultas Teknik. Universitas

Mataram.

Aryadipura, Sudhian. 2012. Analisa Kekeringan Daerah Aliran Sungai Upper Brantas dan Daerah Aliran Sungai Kali Metro dengan Metode Standardized Precipitation Index (Spi) dan Desil. Skripsi. Surabaya: Fakultas Teknik Sipil dan

Perencanaan Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran”

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat.

2014. Kecamatan Sekotong dalam Angka Tahun

2014. Sekotong: CV. Maharani.

Behzadi, Jalal. 2013. An Evaluation of Two Drought Indices, Standard

Distribution and Deciles in Guilan, Iran. Greener

Journal of Social Sciences: Vol. 3 (9), pp. 472-478

Fikri, Ali. Penerapan Data Mining untuk Mengetahui Tingkat Kekuatan Beton yang

Dihasilkan dengan Metode Estimasi

Menggunakan Linear Regression. Skripsi.

Semarang: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro

Gunawan, Dodo. 2007. Cuaca dan Iklim di

Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Badan Meteoroli dan Geofisika.

Ghasemi, H. 2011. Drought Monitoring Using Climatic Indices and Geostatistic Technique (Case Study: Hossein Abad Plain, Sarbisheh,

Iran). Proceedings of the 12th Internatioan

Confrence on Environmental Science and Technology.

Hayes, Michael J. 1999. Monitoring the 1996 Drougth Using the Standardized Precipitation

Index. Bulletin of the American Meteorological

Society: Volume 80 No.3.

Hayes, Michael. 2000. Revisiting the SPI:

Clarifying the Process. University of

Nebraska-Lincoln : Volume 12 No.1.

Kafindo, Anggun Nimaztian. 2015. Analisa Kekeringan Menggunakan Metode Thornthwaite Mather pada Sub-Sub Das Keyang Kabupaten

Ponorogo. Skripsi. Malang: Fakultas Teknik

Universitas Brawijiya.

Keyantash, J., dan John A. 2002. The

Quantification of Drought : An Evaluation of

Drought Indices. American Meteorological

(20)

20 Mahyudin. 2014. Model Prediksi Liku Kalibrasi

Menggunakan Pendekatan Jaringan Saraf Tiruan

(Jst) (Studi Kasus: Sub Das Siak Hulu). Skripsi.

Pekanbaru: Fakultas Teknik Universitas Riau.

Muliawan, Hadi. 2012. Analisa Indeks

Kekeringan dengan Metode Standardized

Precipitation Index (SPI) dan Sebaran

Kekeringan dengan Geographic Information

System (GIS) pada DAS Ngrowo. Skripsi.

Malang: Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.

Parakoti, Ben., dan David Scott. 2003. Drought

Index for Rarotonga (Cook Islands). Proceedings

of the Pacific Regional Consultation on Water in Small Island Countries Theme 2 Case Studie. Smakhtin, V.U., dan Hughes. 2004. Review, Automated Estimation and Analyses of Drought

Indices in South Africa. International Water

Management Institute : Lembar Kerja 83.

S.O.I. (Southern Oscillation Index) Archives, Australian Government Bureau Of Meteorology.

Http://Www.Bom.Gov.Au/Climate/Current/Soi2.S html

Sri Harto, B.R. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Triatmoko, Danu dkk. 2012. Using Standardized Precipitation Index Method for Identification Meteorological Drought in Pantura West Java

Area. Bandung: Program Studi Meteorologi

Institute Teknologi Bandung.

Untari, Erika Dwi. 2008. Pengaruh Panjang Rekaman Data Terhadap Hasil Bangkitan

Metode Thomas Fiering. Skripsi Program Studi

Teknik Sipil. Universitas Mataram. Mataram

Utami, Dwi. 2013. Prediksi Kekeringan

Berdasarkan Standardized Precipitation Index (Spi) pada Daerah Aliran Sungai Keduang di

Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Surakarta: Fakultas

Teknik Universitas Sebelas Maret.

UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air. Yasin, Ismail dkk. 2000. Pemanfaatan IOS (Indeks Osilasi Selatan) untuk Mendukung Model Pertanian Strategik di Lahan Tadah Hujan Pulau

Lombok. Mataram: Fakultas Pertanian

Universitas Mataram.

Yosilia, Mira Anantha. 2014. Analisis Hubungan

El Nino dengan Kekeringan Meteorologis

Menggunakan SPI (Standardized Precipitation

Index) di Pulau Bali. Skripsi. Yogyakarta:

Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

Zulfiana, Nur Syamsi. 2011. Studi Perbandingan Prediksi Kekeringan Menggunakan Metode Desil

dan Spi di Das Brangkal – Jawa Timur. Skripsi.

Gambar

Tabel 2 Klasifikasi nilai Indeks Osilasi Selatan / Southern Oscillation Index (SOI)
Tabel 4 Klasifikasi nilai SPI
Tabel 5 Makna peringkat Desil (Gibbs dan
Tabel 6 Skala nilai r
+7

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya Perolehan Suara pada Pemilihan Umum KDH dan Wa KDH Propinsi Jatim Tahun 2008 Dirinci Menurut Kecamatan dan Nomor Urut Pasangan Cagub dan Cawagub Putaran I Number Votes

Desain gerbang sekolah terbaru saat ini adalah berbentuk lorong atau biasanya memiliki lahan lebih besar untuk membuat gerbang berdesain minimalis yang berbentuk lorong

Memiliki diploma dalam bidang Sains/Kejuruteraan dari Institusi-Institusi yang diiktiraf oleh Senat Universiti Malaysia Sabah dengan mendapat sekurang-kurangnya PNGK 2.8. Calon

(1) Atas impor bahan baku/bahan penolong dan bagian/komponen untuk perakitan mesin dan motor berputar sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini,

Adapun faktor-faktor penyebab kecemasan matematika pada siswa kelas XII Perawat Kesehatan 2 SMK Muhammadiyah Delanggu tahun ajaran 2015/2016 antara lain: kondisi

muscles will lift es will lift your leg and your leg and move it forward. If If you you never never get get thirsty thirsty , , you you need to need to drink drink

Maka untuk itu pemerintahan daerah diberikan kewenangan untuk membuat dan membentuk aturan sendiri sesuai dengan karakteristik daerah masing masing tetapi tidak

Berdasarkan hasil penelitian dan pengumpulan data di lapangan mengenai pemetaan dan deskripsi potensi objek wisata yang terdapat di wilayah Kabupaten Lampung Barat