EFEK ANALGESIK DENGAN METO
Dia Me
i
SIK DARI INFUSA BUNGA TELANG (Clit
TODE RANGSANG KIMIA PADA MENCIT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Febria Sinaga
NIM : 098114123
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
Clitoria ternatea)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Bapa-mu mengetahui apa yang kamu perlukan,
sebelum kamu minta kepada-Nya”(Matius 6:8)
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yesus atas segala yang Diaberikan, Bunda Maria, bunda
kasih sayang
Bapak Mama tersayang sebagai ungkapan terima kasihku dan
rasa sayangku, Kakak serta adik tersayang,
Semua sahabatku dan almamater kebanggaanku
“You were given this life, because you are strong enough to live it.”
vii
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala kuasa, berkat, limpahan rahmat dan kasih yang tak terbatas sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Analgesik dari Infusa
Bunga Telang (Clitoria ternatea) dengan Metode Rangsang Kimia pada Mencit
Betina” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Farmasi
(S.Farm) di jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari
bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari belajar karena belajar adalah
sesuatu yang tidak terbatas.
Terselesaikannya skripsi ini tentunya tak lepas dari dorongan, bimbingan,
pengarahan, semangat, uluran tangan dan kasih sayang dari berbagai pihak.Oleh
karena itu, tak salah kiranya bila penulis mengungkapkan rasa terimakasih dan
penghargaan kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, atas segala dukungan
dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, memberikan saran dan
semangat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah banyak
memberikan ide, saran, dan masukan yang membangun bagi penelitian ini.
4. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. , selaku Dosen Penguji yang telah banyak
viii
5. Pak Parjiman, Pak Heru, Pak Andri, Pak Kayat atas bantuan dan semangat
yang selalu diberikan kepada penulis selama melakukan penelitian ini.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan sejak awal penulis masuk Fakultas Farmasi
hingga melakukan penelitian ini, Suster Novita Sagala, Devi Yanthre S.
Manurung, Endang M. Tabalubun, atas segala pengertian, bantuan,
kebersamaan, kerja keras, dan semangat.
7. Jang Wooyoung,, 2PM, Jay Park, sebagai inspirator, motivator, dan machine
laughterpenulis selama masa-masa kuliah hingga pengerjaan skripsi.
8. Teman-teman tercinta Maria F. Ambuk, Regina Arning Sari, Rosa D.
Puspitasari, serta semua teman-teman FKK-B atas segala bantuan dan
semangat kepada penulis selama pengerjaan skripsi.
9. Teman-teman dan Ibu kos 99999, atas segala bantuan dan semangat.
Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian
skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi
maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya isi
skripsi ini bermanfaat dalam memperkaya perkembangan ilmu pendidikan.
Yogyakarta, 12 Juli 2013
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
INTISARI ... xviii
ABSTRACT... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan umum ... 5
x
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Nyeri... 6
1. Penggolongan nyeri... 6
2. Mekanisme nyeri... 7
3. Klasifikasi nyeri... 8
B. Analgetika... 10
1. Analgetika berkhasiat lemah... 11
2. Analgetika berkhasiat kuat ... 13
C. Bunga Telang... 13
1. Sistematika tanaman telang... 13
2. Morfologi tumbuhan... 14
3. Kandungan kimia... 14
4. Khasiat dan kegunaan... 15
D. Infusa……... 16
E. Asetosal... 17
F. Metode uji daya analgesik... 17
1. Golongan analgesik narkotika...
2. Golongan analgesik non-narkotika...
17
xi
G. Landasan Teori... 21
H. Hipotesis... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 23
B. Variabel Penelitian... 23
1. Variabel utama... 23
2. Variabel pengacau... 23
C. Definisi Operasional... 24
D. Subjek dan Bahan Penelitian... 25
1. Subjek penelitian... 25
2. Bahan penelitian... 25
E. Alat atau Instrumen Penelitian... 26
F. Tata Cara Penelitian... 27
1. Determinasi tanaman... 27
2. Pengumpulan bahan... 27
3. Penetapan dosis bunga telang... 27
4. Pembuatan infusa bunga telang... 28
5. Pembuatan sediaan... 28
6. Penentuan dosis asam asetat... 29
7. Penentuan waktu pemberian rangsang... 29
xii
9. Perlakuan hewan uji... 30
10. Penetapan kriteria geliat... 32
11. Perhitungan % proteksi geliat... 12. Penentuan daya analgetik……….. 13. Penentuan dosis efektif 50% (ED50)……… 32 33 33 G. Analisis Hasil... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 35
A. Hasil Determinasi Tanaman... 35
B. Uji Pendahuluan... 35
1. Penetapan kriteria geliat... 36
2. Penetapan dosis asam asetat... 36
3. Penetapan selang waktu pemberian rangsang... 37
4. Pemilihan kontrol negatif... 38
C. Efek Analgesik pada Infusa Bunga Telang (Clitoria ternatea)……… 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN ... 55
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I Jumlah konsentrasi senyawa-senyawa yang terkandung di dalam bunga
telang (Clitoria ternatea)... 15
Tabel II Hasil rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit, % proteksi dan ujiMann
Whitneypada semua kelompok perlakuan... 41
Tabel III Hasil rata-rata perubahan % proteksi, daya analgesik dan uji Mann
xiv
DAFTAR GAMBAR
.
Gambar 1. Biosintesis prostaglandin... 12
Gambar 2. Bunga telang (Clitoria ternatea)... 13
Gambar 3. Struktur asetosal ... 17
Gambar 4. Pemilihan dan pengelompokan hewan uji ... 31
Gambar 5. Histogram rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada uji efek analgesik infusa bunga telang untuk semua kelompok perlakuan……… 41
Gambar 6. Histogram % proteksi pada uji efek analgesik infusa bunga telang untuk semua kelompok perlakuan... 42
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi Tanaman... 56
Lampiran 2. Surat PengesahanEthical Clearance... 57
Lampiran 3. Foto tanaman dan bunga telang yang digunakan
dalam penelitian……… 58
Lampiran 4. Foto panci infusa yang digunakan dalam
penelitian... 59
Lampiran 5. Foto cara menginfusa bunga telang yang digunakan
dalam penelitian... 59
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Foto geliat mencit yang masuk kriteria...
Foto geliat mencit yang tidak masuk kriteria ……….. 60
60
Lampiran 8. Hasil analisis uji Saphiro-Wilk pada jumlah geliat
semua kelompok perlakuan... 61
Lampiran 9. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis pada jumlah geliat
semua kelompok perlakuan... 62
Lampiran 10. Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol negatif dan kontrol positif ……… 63
Lampiran 11. Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol negatif dan infusa telang dosis I... 64
Lampiran 12. Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
xvi
Lampiran 13 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol negatif dan infusa telang dosis III... 66
Lampiran 14 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol negatif dan infusa telang dosis IV... 67
Lampiran 15 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol positif dan infusa telang dosis I ... 68
Lampiran 16 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol positif dan infusa telang dosis II ... 69
Lampiran 17 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol positif dan infusa telang dosis III ... 70
Lampiran 18 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara kontrol positif dan infusa telang dosis IV... 71
Lampiran 19 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara infusa telang dosis I dan infusa telang dosis II... 72
Lampiran 20 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara infusa telang dosis I dan infusa telang dosis III... 73
Lampiran 21 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara infusa telang dosis I dan infusa telang dosis IV... 74
Lampiran 22 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara infusa telang dosis II dan infusa telang dosis III… 75
Lampiran 23 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
xvii
Lampiran 24 Hasil analisis uji Mann-Whitney pada jumlah geliat
antara infusa telang dosis III dan infusa telang dosis
xviii INTISARI
Bunga telang (Clitoria ternatea) merupakan salah satu tanaman yang banyak memiliki manfaat bagi kesehatan. Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif yang terkandung di bunga telang. Telah dibuktikan bahwa flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya efek analgesik dari infusa bunga telang (Clitoria ternatea) terhadap mencit betina dengan menggunakan metode rangsang kimia.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Tiga puluh ekor mencit jenis kelamin betina galur Swiss, umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 gram dan dibagi dalam 6 kelompok. Kelompok I adalah kontrol negatif (Aquades 25 g/kgBB), kelompok II adalah kontrol positif (asetosal dosis 91 mg/kgBB), kelompok III-VI adalah kelompok perlakuan infusa bunga telang dengan peringkat dosis (dosis I = 327,5 mg/kgBB, dosis II = 655 mg/kgBB, dosis III = 1310 mg/kgBB dan IV = 2620 mg/kgBB). Kontrol dan bahan uji yang digunakan diberikan secara per oral. Lima belas menit setelah diberikan bahan uji dan kontrol, induktor nyeri (asam asetat 1%) diberikan secara intraperitonial. Diamati jumlah geliat mencit yang ditimbulkan setiap 5 menit, selama 60 menit. Jumlah geliat digunakan untuk menghitung % proteksi geliat. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan uji
Saphiro Wilk, dilanjutkan Kruskal Wallis dan Mann Whitney dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa bunga telang dapat memberikan efek analgesik. Persen proteksi infusa bunga telang pada dosis 327,5; 655; 1310 dan 2620 mg/KgBB berturut-turut adalah 46,27; 51,49; 77,61; dan 82,83%. Dosis efektif 50 % (ED50) infusa bunga telang sebesar 446,7 mg/kgBB.
xix ABSTRACT
Butterfly pea flower (Clitoria ternatea) is one of plant that has many health benefits. Flavonoid, is one of the active compound contained in butterfly pea flower. It has been proven that flavonoid has antioxidant activity. This study was conducted to find out the effect of analgetic from butterfly pea flower (Clitoria ternatea)infusion on female mice using chemical stimulation method.
This research was a pure experimental research of a complete random design of one-way pattern. 30 swiss strain female mice, aged 2-3 months, 20-30 grams and divided randomly in 6 groups. Group I: negative control (aquades 25 g/kgBW), group II: positive control (acetocal 91 mg/kgBW), group III-VI: treatment groups were given butterfly pea flower infusion doses ratings (dose I = 327,5 mg/KgBW; dose II = 655 mg/kgBW, dose III = 1310 mg/kgBW, dose IV = 2620 mg/kgBW). Control and test materials used were given orally. Fifteen minutes after administration of the test materials and controls, pain inductor (acetic acid 1%) were injected by intraperitonial. The number of mice stretching were observed that appeared every 5 minutes, within 60 minutes. Number of stretching are used to calculate percent protection stretching. The results obtained will be analyzed by the Saphiro wilk, continued by Kruskal wallis and Mann whitneywith 95% confidence level.
The results of the study suggesting that infusion of butterfly pea flower has analgesic effect. Percent protection from infusion of butterfly pea flower at dose 327,5; 655; 1310 and 2620 mg/KgBW were 46,27; 51,49; 77,61; and 82,83 percent, respectively. Effective dose (ED50) from infusion of butterfly pea flower
is 446,7 mg/kgBW.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan secara nyata atau jaringan yang
potensial mengalami kerusakan. Nyeri juga merupakan suatu perasaan tidak
menyenangkan yang disebabkan stimulus spesifik mekanis, kimia, dan elektrik
pada ujung-ujung saraf yang tidak dapat diserahterimakan kepada orang lain
(Aprillia, 2010).
The International Association for the Study of Pain (IASP)
mendefinisikan nyeri sebagai “an unpleasant sensory and emotional experience
which we primarily associate with tissue damage or describe in terms of such
damage, or both”. Definisi ini menyatakan bahwa nyeri merupakan fenomena
kombinasi dari aspek sensori, emosional, serta kognitif, dan ekstensi dari keadaan
patologi fisik tidaklah mutlak muncul pada pasien yang sedang mengalami nyeri
(IASP, 1979).
Indonesia memiliki kekayaan alam yang besar dalam keanekaragaman
hayati di darat maupun di laut, banyak diantaranya mengandung obat. Tumbuhan
obat merupakan aset nasional yang perlu digali, diteliti, dikembangkan dan
dioptimalkan pemanfaatannya. Kecenderungan masyarakat untukback to nature,
dengan indikasi utama peningkatan kebutuhan produk-produk konsumsi untuk
sebagai obat tradisional. Pemakaian obat tradisional selain harganya murah, dapat
dijangkau masyarakat luas dan mudah didapat karena tersebar luas di Indonesia
serta dapat diramu sendiri oleh yang memerlukannya. Obat tradisional juga
mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat modern (Hargono,
2000).
Bunga telang telah banyak digunakan masyarakat sebagai obat mata.
Telah banyak bukti empiris mengenai pemanfaatan ekstrak air bunga telang
sebagai tetes mata penderita mata merah mulai dari bayi sampai orang dewasa.
Namun sampai saa tini belum dilakukan penelitian mengenai efek analgesik dari
bunga telang (Kazuma,et al.2003).
Menurut penelitian Herman (2005), bunga telang yang berwarna ungu
dapat digunakan untuk pewarna makanan. Bunganya yang direndam dalam air
panas dapat diminum sebagai the untuk mengurangkan sakit akibat sariawan
(ulcer). Air rendaman bunganya dapat digunakan untuk obat mata pada penderita
mata merah atau konjungtivitis.
Kazuma et al (2003), telah meneliti mengenai komposisi kimia kelopak bunga
telang dan telah menunjukkan bahwa bunga ini kaya akan senyawa fitokimia.
Salah satu senyawa fitokimia yang berada pada bunga adalah flavonoid. Manfaat
flavonoid bagi kesehatan telah banyak diteliti. Salah satu yang utama adalah
kemampuan senyawa flavonoid berperan sebagai antioksidan yang efektif sebagai
penangkap radikal bebas. Dengan adanya sifat antioksidan, maka radikal bebas
siklooksigenase akan terhambat dan menyebabkan mediator nyeri dan peradangan
tidak terbentuk.
Pada penelitian ini digunakan sediaan infusa, karena pada umumnya
penggunaan obat tradisional (bunga telang) di masyarakat biasanya dalam bentuk
rebusan atau infusa. Dasar pemilihan sediaan infusa pada masyarakat adalah
karena alasan lebih mudah dan sederhana dalam pengerjaannya.
Masyarakat pada umumnya, biasanya sering mengalami nyeri ataupun
sakit kepala, hal ini disebabkan karena nyeri atau sakit kepala merupakan salah
satu gejala yang paling sering muncul pada beberapa penyakit. Mengkonsumsi
obat penghilang rasa nyeri (analgesik) sudah merupakan salah satu kebudayaan
masyarakat pada saat merasakan nyeri atau sakit kepala. Oleh karena itu, pada
penelitian ini diperlukan uji analgesik pada infusa bunga telang agar nantinya
dapat digunakan sebagai obat analgesik pada penggunaan di masyarakat.
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan yaitu:
a. Berapa besar persen proteksi geliat dari infusa bunga telang pada mencit
betina?
b. Apakah infusa bunga telang mempunyai efek analgesik pada mencit betina
dengan metode rangsang kimia?
c. Berapa besar dosis efektif 50% (ED50) dari infusa bunga telang pada mencit
2. Keaslian penelitian
Sepengetahuan penulis, penelitian tentang infusa bunga telang (Clitoria
ternatea) pada mencit betina belum pernah dilakukan. Adapun penelitian terkait
tentang bunga telang adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas Antikanker dariClitoria ternateaterhadap Limfoma (Jacob, 2012).
Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa Clitoria ternatea
memiliki aktivitas sebagai antikanker.
b. Aktivitas Antibakteri Filtrat Mahkota Bunga Teleng (Clitoria ternatea)
terhadap Bakteri Penyebab Konjungtivis (Rokhman, 2007).
Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa filtrat mahkota
bunga Teleng (Clitoria ternatea) memiliki aktivitas sebagai antibakteri.
c. Aktivitas Antimikrobial dari Bunga Clitoria ternatea dan Penggunaanya
Sebagai Indikator Alami pada Titrasi Asam Basa (Pahune, 2013).
Dari hasil penelitian penulis, dapat disimpulkan bahwa bunga Teleng
(Clitoria ternatea) memiliki aktivitas sebagai antimikrobial.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Untuk bahan informasi penelitian lebih lanjut mengenai efek analgesik pada
bunga telang.
b. Manfaat praktis
Untuk mengetahui informasi mengenai efek analgesik, besar persen proteksi,
dan besar dosis efektif 50% (ED50) infusa bunga telang pada mencit betina
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini memberikan informasi tentang adanya efek analgesik pada
infusa bunga telang (Clitoria ternatea).
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui seberapa besar efek analgesik dari infusa bunga telang
dengan metode rangsang kimia pada mencit betina
b. Untuk mengetahui seberapa besar persen proteksi geliat dari infusa bunga
telang pada mencit betina
c. Untuk mengetahui besar dosis efektif 50% (ED50) dari infusa bunga telang
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak
menyenangkandan berkaitan dengan kerusakan jaringan. Nyeri bersifat individu
dan ambang nyeri pada setiap orang berbeda-beda (Roach, 2004).
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat atau level saat nyeri dirasakan
pertama kali atau intensitas rangsang yang terendah saat seseorang merasakan
nyeri. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal merupakan suatu gejala yang berfungsi
sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan pada jaringan, seperti
peradangan, infeksi, dan kejang otot (Tjay dan Rahardja, 2002).
1. Penggolongan nyeri
Berdasarkan waktu dan lama kejadian, nyeri dibedakan menjadi
nyeri akut dan kronik. Nyeri akut memiliki onset yang jelas dan seringkali
berkaitan dengan tanda-tanda hiperaktifitas sistem saraf autonom seperti
takikardi, hipertensi dan pucat. Nyeri akut biasanya mempunyai penyebab
yang jelas dan berfungsi sebagai protektif, yaitu memberi peringatan terhadap
gangguan internal maupun eksternal. Rasa nyeri yang terjadi lebih dari 6 bulan
dikategorikan sebagai nyeri kronik (Cragg dan Newman, 2002).
Berdasarkan mekanismenya, nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu nyeri
superfisial dan nyeri viseral/deep pain. Nyeri superfisial adalah nyeri yang
kemudian disusul slow delayed pain (Serabut C). Nyeri viseral/deep pain
adalah jenis nyeri yang sangat terpengaruh dengan sistem saraf otonom yang
berkaitan dengan dermatoma yang disebut sebagaireffered pain(Satyanegara,
2010).
2. Mekanisme nyeri
Proses penghantaran nyeri terdiri dari 4 tahap, yaitu stimulasi, transmisi,
persepsi nyeri dan modulasi.
a. Stimulasi
Sensasi nyeri dimulai dengan pembebasan reseptor nyeri akibat
rangsangan mekanis, panas, dan kimia. Adanya rangsangan tersebut
(nozius stimuli)akan menyebabkan lepasnya bradikinin, K+, prostaglandin,
histamine, leukotrien, serotonin dan substansi P. Aktivasi reseptor
menimbulkan aksi potensial yang ditransmisikan sepanjang serabut saraf
aferen menuju sumsum tulang belakang.
b. Transmisi
Transmisi rangsang nyeri terjadi di serabut aferen Aδ dan C. Serabut
saraf aferen tersebut merangsang serabut nyeri di berbagai lamina spinal
cord’s dorsal horn melepaskan berbagai neurotransmitter termasuk
glutamate, substansi P, dan kalsitonin.
c. Persepsi nyeri
Persepsi nyeri adalah titik utama transmisi impuls nyeri. Otak akan
mengartikan sinyal nyeri dengan batas tertentu, sedangkan fungsi kognitif
parah. Relaksasi, pengalihan, meditasi dan berkhayal dapat mengurangi
rasa nyeri.Sebaliknya, perubahan biokimia saraf yang terjadi pada keadaan
seperti sepresi dan stress dapat memperburuk rasa nyeri.
d. Modulasi
Modulasi nyeri melalui sejumlah proses yang kompleks. Diketahui
bahwa sistem opiate endogen terdiri dari berbagai neurotransmitter (seperti
µ, δ, dan k) yang ditemukan dalam sistem saraf pusat. Opioid endogen
berikatan dengan reseptor opioid dan mengantarkan transmisi rangsang
nyeri (DiPiro, Tabert, Yee, Matzke, Wells, and Posey, 2008).
3. Klasifikasi nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan
pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri dan waktu lamanya serangan.
a. Nyeri berdasarkan tempatnya;
1. Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
misalnya pada mukosa, kulit.
2. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih
dalam atau pada organ-organ tubuh visceral.
3. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh
didaerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
4. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada
b. Nyeri berdasarkan sifatnya;
1. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang.
2. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama.
3. Paroxysmal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan
kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap sekitar 10-15 menit, lalu
menghilang, kemudian timbul lagi.
c. Nyeri berdasarkan berat-ringannya;
1. Nyeri rendah , yaitu nyeri dengan intensitas rendah
2. Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi.
3. Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
d. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan;
1. Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan
berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui
dengan jelas. Rasa nyeri mungkin sebagai akibat dari luka, seperti luka
operasi, ataupun pada suatu penyakit arteriosclerosis pada arteri
koroner.
2. Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri
kronis ini polanya beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan
B. Analgetika
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan
perasaan sakit terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di
bagian otak besar danreaksi-reaksi emosional dan individu terhadap
perangsang ini (Anief, 2000). Karena khasiat dari obat analgetika ini dapat
mengurangi rasa sakit atau nyeri, maka obat analgetika ini menjadi sangat populer
dan disenangi oleh masyarakat, meskipun tidak dapat menyembuhkan atau
menghilangkan penyakit dari penyebabnya (Widjajanti, 2008).
Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang
melampaui suatunilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri). Rasa nyeri tersebut
terjadi akibat terlepasnya mediator-mediator nyeri (misalnya bradikinin,
prostaglandin) dari jaringan yang rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri
di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. Dari tempat-tempat ini selanjutnya
rangsang nyeri diteruskan ke pusat nyeri di korteks serebri oleh saraf sensoris
melalui sumsum tulang belakang dan thalamus. Obat penghalang nyeri (analgetik)
mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran akan
perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psychis yang
diakibatkan oleh rangsangan sakit (Anief, 2000).
Berdasarkan kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua
1. Analgetika berkhasiat lemah (Analgetika non-narkotik)
Obat-obat ini meringankan rasa nyeri tanpa menurunkan kesadaran
dan tidak menyebabkan ketergantungan seperti penggunaan analgetika
narkotik. Penggunaan obat ini banyak pada nyeri ringan sampai sedang, yang
penyebabnya beraneka ragam, misalnya nyeri kepala, gigi, otot atau sendi,
perut, nyeri haid, nyeri akibat benturan, atau kecelakaan (trauma) (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Analgetika narkotik terdiri dari senyawa golongan salisilat,
non-salisilat seperti asetaminophen, dan nonsteroid anti-inflamatory drugs
(NSAIDs). Obat ini digunakan untuk mengatasi nyeri ringan hingga sedang
(Roach, 2004).
Mekanisme kerja analgesik adalah menghambat secara langsung dan
selektif enzim-enzim pada SSP yang mengkatalis biosintesis prostaglandin,
seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh
mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin, serotonin,
prostasiklin, prostaglandin, ion-ion kalium dan hidrogen, yang dapat
merangsang rasa sakit secara mekanik atau kimiawi (Siswandono dan
Trauma/luka pada sel
Gangguan pada membran sel
Fofolipid
dihambat kortikosteroid
Asam arakhidonat
Dihambat obat AINS
Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH
Leukotrien PGE2,PGF2,PGD2 Prostasiklin
Tromboksan A2
Gambar 1. Biosintesis prostaglandin (Wilmana, 1995)
Asam asetilsalisilat (asetosal) sebagai prototip nonsteroidal
anti-inflammatory drugs (NSAID) merupakan analgetika non-steroid, non-narkotik.
Kerja utama asam asetilsalisilat dan kebanyakan obat anti radang nonsteroid
lainnya sebagai penghambat enzim siklooksigenase yang mengakibatkan
penghambatan sintesis senyawa endoperoksida siklik PGG2/PGH. Kedua senyawa
ini merupakan zat semua senyawa prostaglandin (mediator nyeri), dengan
demikian sintesis prostaglandin akan terhenti (Campbell, 1991).
Enzim Fosfolipase
2. Analgetika berkhasiat kuat (Analgetika narkotik)
Analgetika narkotik disebut juga opioida, adalah zat yang bekerja
terhadap reseptor opioid khas di sistem saraf pusat, hingga persepsi nyeri dan
respons emosional terhadap nyeri berkurang (Tjay dan Rahardja, 2002).
Dalam penggunaan obat analgesik narkotik harus mempertimbangkan
banyak hal, karena obat analgesik narkotik memiliki banyak efek samping
yang tidak diinginkan, misalnya depresi pernafasan,dan adiksi (ketagihan).
Akan tetapi obat analgesik golongan narkotik memiliki kemampuan analgesik
yang cukup kuat untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri derajat sedang
keatas (Kusuma, 2007).
C. Bunga Telang (Clitoria ternatea)
1. Sistematika tanaman telang
Gambar 2 Bunga telang (Clitoria ternatea) (Herman, 2005).
Bunga telang (Gambar 2) termasuk dalam famili Papilionaceae
(Leguminosae). Telang berdasarkan taksonomi termasuk ke dalam kingdom
Plantae, subkingdom Tracheobionta, divisi Spermatophyta, subdivisi
Fabaceae, marga Clitoria, species Clitoria ternatea (Michael dan Kalamani
2003).
2. Morfologi tumbuhan
Bunga telang biasanya ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias.
Bunganya akan bermunculan sekitar 4 sampai 6 minggu setelah bertunas.
Bunga telang memiliki bagian-bagian bunga seperti tangkai bunga, kelopak
bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik. Bunga ini mempunyai lima
buah kelopak yang berlekatan dalam dua lingkaran sedangkan tajuk bunga
jumlahnya tiga buah dan saling berlekatan dalam satu lingkaran. Jika suhu
sesuai dan kadar air di dalam tanah mencukupi, maka tanaman ini akan terus
berbunga setiap hari di sepanjang tahun. Jika bunga dibiarkan maka akan
menjadi buah. Buahnya berbentuk polong dengan panjang 5-7 cm.
Masing-masing polong berisikan 6 hingga 10 biji.
Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh subur yaitu di daerah
basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut.Tanaman
ini dapat tumbuh subur dalam medium yang agak lembab atau tanah yang
mempunyai kandungan humus yang tinggi. Tanaman ini dapat membiak
dengan cara stek batang atau biji. Tanaman rambat ini biasanya digunakan
sebagai tanaman penghias pagar.bunganya yang berwarna biru keunguan akan
mekar sepanjang tahun (Michael dan Kalamani 2003).
3. Kandungan kimia
Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa di dalam kelopak bunga
memiliki potensi besar untuk berkontribusi di dalam pemeliharaan kesahatan
manusia.
Jumlah konsentrasi senyawa-senyawa yang terkandung di dalam bunga
telang disajikan dalam tabel I (Clitoria ternatea) (Michael dan Kalamani,
2003).
Senyawa Konsentrasi (mmol/mg bunga)
Flavonoid 20,07 ± 0,55
Antosianin 5,40 ± 0,23
Flavonol glikosida 14,66 ± 0,33
Kaemferol glikosida 12,71 ± 0,46
Quersetin glikosida 1,92 ± 0,12
Mirisetin glikosida 0,04 ± 0,01
Tabel I. Jumlah konsentrasi senyawa-senyawa yang terkandung di dalam bunga telang (Clitoria ternatea)
4. Khasiat dan kegunaan
Penelitian selama 8 tahun menunjukkan bahwa kaemferol, myricetin dan
quercetin memiliki kemampuan mencegah kanker pankreas pada perokok.
Sementara itu quercetin juga dilaporkan mampu mengurangi resiko terkena
penyakit kardiovaskular. Isoquercetin, jika digunakan bersama senyawa flavonol
lain, secara klinis terbukti mampu mengurangi sakit yang dialami penderita
penyakit pembuluh darah vena (Kazumaet al.2003).
Quercetin dan isoquercetin merupakan substansi antiradang yang efektif
dan memiliki potensi atau melawan alergi (Kazuma et al.2003). Delphinidin
Kazuma et al (2003), delphidin dan malvidin melawan kanker dengan cara
mendorong terjadinya apoptosis. Selain itu, astragalin mampu menghambat
radang selular yang ditimbulkan oleh bakteri periodontal. Antosianin (pigmen
warna) pada bunga telang memiliki manfaat untuk kesehatan manusia yaitu
berupa antioksidan yang kuat, disebabkan karena kemampuannya untuk
menyumbang hidrogen kepada radikal dan membantu mengakhiri reaksi radikal
berantai (Rein, 2005).
D. Infusa
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk menyari zat
kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan
cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan
kapang. Oleh sebab itu, diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari
24 jam (Departemen Kesehatan RI, 1986).
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit.Pembuatan infusa dalam panci
dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung
muulai suhu mencapai 90oC sambil sekali-sekali diaduk. Serkai selagi panas
melalui kain flannel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh volume infusa yang dikehendaki (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat
Ga Asetosal ata
dari asam, berbentuk
larut dalam air, sang
Termasuk dalam gol
a. Metode jepitan e
dosis tertentu sec
E. Asetosal
Gambar 3. Struktur asetosal (Helmenstine, 2010) atau asam asetil salisilat (gambar 3) merupaka
uk kristal putih seperti batang atau jarum dan
ngat larut dalam alkohol. Nilai pKa dari asetosa
golongan analgesik non-narkotik. Indikasi
eri, sakit kepala, nyeri ringan lain yang berhubun
nyeri ringan sampai sedang setelah operasi, m
setosal stabil pada penyimpanan pH rendah
es, 2010).
adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang se
analgesik (penahan rasa sakit), antipiretik (oba
) dan antiinflamasi (anti radang) (Encyclopedi
F. Metode Uji Daya Analgesik
ongan metode pengujian daya analgesik be
rut Turner (1965) adalah:
sik narkotika
ekor. Sekelompok tikus diinjeksi dengan se
secara subkutan (s.c) maupun intravena (i.v) 2010).
ndah (2-3) dan pada
g sering digunakan
(obat yang dapat
edia, 2003).
berdasarkan jenis
senyawa uji pada
kemudian jepit dipasang pada pangkal ekor tikus yang dilapisi karet tipis
selama 30 detik. Tikus yang tidak diberi analgesik akan berusaha untuk
melepaskan diri dari kekangan karet dengan cara menggigiti jepitan, tetapi
tikus yang diberi analgesik akan mengabaikan kekangan tersebut (karena rasa
sakit tidak begitu dirasakannya). Respon positif adanya daya analgesik dapat
dicatat jika tidak ada usaha dari tikus untuk melepaskan diri dari jepitan
(selama 15 menit).
b. Metode pengukuran tekanan. Alat yang digunakan adalah sebuah alat untuk
mengukur tekanan yang diberikan pada tikus secara seragam. Alat tersebut
terdiri dari 2syringeyang dihubungkan ujung dengan ujungnya yang rata-rata
bersifat elasatis, fleksibel, dan terdapat pipa plastik yang diisi sebuah cairan.
Sisi pipa dihubungkan dengan manometer. Manometer akan membaca ketika
tikus memberikan respon. Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta
kemudian akan mengeluarkan suara (mencicit) kesakitan.
c. Metode rangsang panas. Alat yang digunakan adalah lempeng panas (hot
plate) yang terdiri dari silinder untuk mengendalikan. Hot plate bersuhu
sekitar 500-550C, dilengkapi dengan penangas yang berisi campuran
sebanding antara aseton dengan etil format yang mendidih. Tikus yang sudah
diberi larutan secara subkutan atau peroral, diletakkan pada hot plate yang
sudah disiapkan. Reaksi tikus adalah menjilat-jilat kakinya lalu akan
melompat dari silinder.
d. Metode potensi petidin. Metode ini kurang baik karena dibutuhkan hewan uji
20 ekor, setengah dari kelompok dibagi menjadi 3 bagian diberi petidin
dengan dosis berturut-turut 2, 4, dan 8 mg/kg. Setengah kelompok yang lain
diberi petidin dengan senyawa uji dengan dosis 25% dari LD50. Persen
analgetik dihitung dengan bantuan metode rangsang panas.
e. Metode kejang okstitosin. Oksitoksin adalah hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar pituitary posterior, dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga
menimbulkan kejang pada tikus. Respon kejang meliputi kontraksi abdominal,
sehingga menarik pinggang dan kaki ke belakang. Penurunan kejang diamati,
dan ED50dapat diperkirakan.
f. Metode pencelupan pada air panas. Tikus disuntik secara intraperitonial
dengan senyawa uji, kemudian ekor tikus dicelupkan dalam air panas (suhu
580C). Respon tikus dilihat dari hentakan ekornya yang menghindari air
panas..
2. Golongan analgesik non-narkotika
a. Metode rangsang kimia. Dalam metode ini, rasa nyeri yang timbul berasal dari
rangsang kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang diinjeksikan secara
intraperitonial pada hewan uji. Beberapa zat yang sering dipergunakan untuk
menimbulkan rasa nyeri dipakai dalam metode ini, yaitu asam asetat dan fenil
kuionon. Metode ini cukup peka untuk pengujian senyawa-senyawa analgesik
yang mempunyai daya analgesik lemah. Metode ini telah sering digunakan
oleh banyak peneliti dan bisa direkomendasikan sebagai metode penapisan
sederhana (Vogel, 2002). Efek analgesik dapat dievaluasi menggunakan
% proteksi = 100 – (P/K x 100%)
Keterangan:
P: Jumlah kumulatif geliat mencit yang diberi perlakuan K: Jumlah kumulatif geliat mencit kontrol negatif
(Putra, 2003).
Perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif
menggunakan rumus:
Perubahan % proteksi geliat =(ି୮)
୮ x 100 % Keterangan:
P = % proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan KP = rata-rata % proteksi geliat pada kontrol positif
(Putra, 2003).
b. Metode pedodolorimeter. Metode ini menggunakan aliran listrik untuk
mengukur besarnya daya analgesik. Alas kandang tikus terbuat dari kepingan
metal yang bisa mengalirkan listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut
kemudian dialiri aliran listrik. Respon ditandai dengan teriakan dari tikus
tersebut. Pengukuran ini dilakukan setiap 10 menit selama 1 jam (Putra,
2003).
c. Metode rektodolorimeter. Tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat
khusus dengan alas tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi
yang berupa gulungan. Ujing lain dari gulungan tersebut kemudian
dihubungkan dengan silinder elektroda tembaga. Sebuah voltmeter yang
sensitif untuk mengubah 0,1 volt dihubungkan dengan kondukutor yang
berada di gulungan di atas. Tegangan yang sering digunakan untuk
G. Landasan Teori
Nyeri merupakan suatu perasaan sensoris dan emosional yang muncul
sebagai pertanda adanya kerusakan jaringan(Roach, 2004). Nyeri mengeluarkan
mediator nyeri berupa prostaglandin untuk mengaktivasi reseptor nyeri, yang akan
menandakan adanya suatu peradangan.Impuls yang diterima reseptor nyeri akan
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar dan kemudian dirasakan sebagai nyeri
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Tjay dan Raharja (2007) melaporkan bahwa ada kaitan antara
penangkapan radikal bebas dengan penghambatan pembentukan mediator nyeri
dan peradangan. Bila radikal bebas ditangkap oleh suatu senyawa antioksidan
dimungkinkan proses perubahan asam arakidonat menjadi enderoperoksida dan
asam hidroperoksida melalui jalur siklooksigenase akan terhambat sehingga
mediator nyeri dan peradangan tidak akan terbentuk serta tidak akan terjadi nyeri.
Mekanisme kerusakan sel oleh suatu senyawa radikal bebas, yaitu
melalui proses inisiasi peroksidasi lipid. Radikal bebas akan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lipid membran sel. Dimulai jika ada suatu senyawa radikal
bebas berdekatan dengan membran phosfolipid sehingga akan menyerang rantai
lipid tersebut serta dapat mengambil elektron dari lipid dan akhirnya
mengakibatkan adanya kerusakan sel. Peroksidasi ini akan mempengaruhi
fluiditas membran, serta struktur dan fungsi membran (Powers and Jackson,
2008).
Penelitian terhadap komposisi kimia bunga telang menunjukkan bahwa
seperti senyawa jenis flavonoid yang berperan sebagai antioksidan yang
terkandung pada bunga telang. Menurut penelitian Herman (2005), air rendaman
bunga telang dapat digunakan sebagai obat tetes mata pada penderita
konjungtivitis. Menurut penelitian Kazuma et al (2003), senyawa aktif pada
bunga telang, quercetin dan isoquercetin merupakan substansi antiradang yang
efektif dan juga memilki potensi dalam melawan alergi.
H. Hipotesis
Kandungan senyawa aktif pada bunga telang dapat berperan sebagai
antioksidan, sehingga diharapkan bahwa bunga telang dapat memberikan efek
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek analgesik bunga telang (Clitoria ternatea)
terhadap mencit betina merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama
a. Variabel bebas: dosispemberian infusa bunga telang
b. Variabel tergantung: jumlah geliat mencit yang dihitungsebagaijumlah %
proteksi
2. Variabel pengacau
a. Terkendali
1) Mencit sebagai subjek uji adalah galur Swiss
2) Berat badan hewan uji, yaitu 20-30 g
3) Usia hewan uji, yaitu 2-3 bulan
4) Jenis kelamin hewan uji, yaitu betina
5) Status puasa; hewan uji dipuasakan satu hari sebelum diberi
perlakuan
6) Waktu pengamatan, yaitu antara pukul 09.00-14.00 WIB
1) Kondisi fisiologis hewan uji
2) Variabilitas hewan uji
C. Definisi Operasional
1. Dosis bunga telang merupakan sejumlah bunga yang diambil dari tanaman
telang (Clitoria ternatea), yang berwarna ungu kebiruan, tidak berlubang dan
segar.
2. Infusa bunga telang adalah sejumlah (gram) bahan yang dipanaskan dengan
air dalam panci selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil
sekali-sekali diaduk. Kemudian diserkai selagi panas, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki
(Depkes RI, 1995).
3. Geliat adalah bila mencit menarik kedua kaki belakang ke belakang dengan
mengempiskan perutnya sehingga permukaan perut menempel pada alas
tempat berpijak mencit tersebut.
4. Persen proteksi geliat terhadap rangsang kimia adalah seratus dikurangi jumlah
kumulatif geliat kelompok perlakuan dibagi rata-rata jumlah kumulatif geliat
kelompok kontrol dikali 100 persen.
5. Jumlah ∑ geliat adalah banyaknya geliat yang terjadi akibat pemberian
6. Daya analgesik dengan metode rangsang kimia, yaitu suatu metode uji
analgesik berupa zat kimia asam asetat 1% yang diberikan secara
intraperitonial pada mencit yang sudah diberi senyawa uji secara oral pada
selang waktu tertentu. Respon nyeri pada mencit adalah geliat berupa
kontraksi perut disertai kedua kaki belakang dan perut menempel pada tempat
perlakuan (lantai). Geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam. Adanya efek
analgesik ditunjukkan dengan penurunan jumlah geliat sebesar 50% dari
kontrol negatif. Semakin sedikit geliat semakin besar efek analgesiknya.
D. Subjek dan Bahan Penelitian 1. Subjek penelitian
Subjek uji yang digunakan adalah mencit betina galur swiss, dengan
berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma (untuk kelompok kontrol negatif,
kontrol positif, infusa bunga telang dosis 327.5, 655 dan 1310 mg/kgBB) dan
LPPT unit IV Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (untuk infusa bunga
telang dosis 2620 mg/kgBB).
2. Bahan penelitian
a. Bunga telang (Clitoria ternatea) berwarna ungu kebiruan diperoleh dari
kebun obat, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
yang dipanen pada bulan Maret 2013.
b. Asetosal (Merck) sebagai kontrol positif diperoleh dari Laboratorium
c. Asam asetat sebagai perangsang nyeri buatan berupa cairan jernih, tidak
berwarna, berbau khas, menusuk dan berasa asam (Depkes RI, 1995),
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma.
d. Natrium Karboksimetil Selulosa kualitas analisis berupa serbuk halus
atau berbentuk granul berwarna putih, bersifat higroskopis (Depkes RI,
1995), digunakan untuk mensuspensikan asetosal, diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma.
e. Aquades sebagai pelarut dan kontrol negatif diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma.
E. Alat atau Instrumen Penelitian
1. Alat infusa (panci infusa)
2. Neraca analitik (merk Mettler-Toledo)
3. Kotak kaca tempat pengamatan geliat
4. Stopwatch(merk Casio)
5. Syringedanspuitinjeksi dan oral
6. Alat-alat gelas berupa labu ukur, beaker glass, pengaduk, Erlemeyer, gelas
ukur, pipet tetes
7. Kamerahandphone(merk Sony Ericsson Xperia Arc S)
F. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanamanClitoria ternateamenggunakan bunga, daun dan
buah secara benar sesuai dengan buku acuan “Flora untuk Sekolah di
Indonesia”. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi
Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.
2. Pengumpulanbahan
Bunga telang diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang dipanen pada bulan Maret 2013. Bunga yang
diambil adalah bunga segar berwarna ungu kebiruan dan tidak berlubang.
3. Penetapan dosis bunga telang
Dosis diambil berdasarkan penggunaan yang dipakai oleh masyarakat
pada umumnya, yaitu 5 g, dengan konsentrasi 5,038 g/100 ml. Kemudian
dikonversi ke mencit dengan berat 20 g. Sehingga didapatkan:
D = 0,0026 x 5038 mg (untuk manusia 70 kg)
D = 13,1 mg/20 g
D = 0,655 mg
D = 655 mg/kgBB (sebagai dosis peringkat II)
Dosis peringkat I (327,5 mg/kgBB) didapatkan dengan menurunkan ½
dari dosis peringkat II (655 mg/kgBB). Untuk peringkat dosis III (1310
mg/kgBB) didapatkan dengan menaikkan ½ dari dosis peringakat II (655
mg/kgBB), sedangkan dosis IV (2620 mg/kgBB) didapatkan dengan
4. Pembuatan infusa bunga telang
Menimbang bunga telang segar sebanyak 5 g, kemudian tambahkan
100 ml aquades dan masukkan ke bejana infus. Panaskan diatas penangas air
selama 15 menit dengan suhu 90OC. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu
pada campuran mencapai suhu 90oC. Selanjutnya, campuran diserkai selagi
panas.
5. Pembuatan sediaan
a. Larutan asam asetat 1% sebanyak 25,0 ml
Larutan asam asetat dibuat dengan cara pengenceran dari larutan
asam asetat glasial 100% v/v dengan volume pengambilan dihitung
dengan menggunakan rumus:
Volume1 x konsentrasi1 = volume2 x konsentrasi2
Sebanyak 0,25 ml asam asetat glasial kemudian ditambah aquades
hingga 25,0 ml menggunakan labu ukur 25 ml.
b. Larutan CMC Na 1 %
Larutan CMC Na 1 % dibuat dengan cara melarutkan serbuk CMC
Na sebanyak 1,0 g kemudian ditaburkan di atas permukaan air panas
sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga mengembang. Larutan yang
terbentuk diaduk kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan
tambahkan aquades hingga tanda batas 100 ml kemudian digojog.
c. Suspensi asetosal 1% 25 ml dalam CMC Na 25 ml
Suspensi asetosal 1% dibuat dengan mensuspensikan 250,0 mg
6. Penentuan dosis asam asetat
Larutan asam asetat 1 % digunakan sebagai senyawa penginduksi rasa
nyeri pada mencit. Menurut Gunawan (2010), Andini (2010), Tokiman
(2011) dan Sidebang (2011), larutan asam asetat 1% diberikan pada 3
kelompok mencit dengan dosis berbeda, yaitu 25, 50 dan 75 mg/KgBB. Dari
ketiga dosis tersebut dicari dosis optimum yang dapat menimbulkan respon
nyeri berupa geliat yang dapat diamati sehingga memudahkan pengamatan.
7. Penentuan waktu pemberian rangsang
Selang waktu pemberian asam asetat ditentukan untuk mengetahui
waktu dimana senyawa uji telah terabsorbsi dengan optimal sehingga dapat
segera menimbulkan efek. Andini (2010) telah melakukan penelitian
mengenai penentuan selang waktu dengan menggunakan asetosal 91
mg/KgBB dengan variansi selang waktu adalah 5, 10 dan 15 menit. Dari
ketiga selang waktu tersebut dicari selang waktu optimum yang dapat
menimbulkan respon nyeri berupa geliat yang dapat diamati sehingga
memudahkan pengamatan.
8. Penetapan dosis asetosal
Kontrol positif yang digunakan adalah asetosal sehingga asetosal harus
memberikan respon pengurangan geliat. Dosis asetosal yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dosis lazim, yaitu 0,5 g atau 500 mg yang
kemudian dikonversikan pada mencit sehingga dosisnya dapat dihitung
Berat badan manusia Indonesia adalah 50 kg. Faktor konversi dengan
pedoman manusia Eropa adalah 70 Kg adalah (70:50)x 500 g= 700 mg.
Konversi dari manusia 70 Kg ke mencit 20 g adalah 0,0026 x 700 = 1,82 mg.
Maka dosis asetosal adalah 1,82 mg: 20 g = 0,091 mg/gBB atau 91/KgBB
diperoleh dosis 91 mg/KgBB. Menurut penelitian terdahulu Handara (2006);
Riadiani (2006) danTusthi (2007) penetapan dosis asetosal 91 mg/KgBB.
9. Perlakuan hewan uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih
betina galur Swiss yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 20-30
g. Semua mencit dipelihara dengan kondisi yang sama meliputi: pakan,
minum, kandang dan alasnya. Sebelum diperlakukan mencit terlebih dahulu
dipuasakan selama 24 jam dengan tetap diberi minum, hal ini bertujuan untuk
mengurangi pengaruh makanan terhadap hasil uji. Mencit yang digunakan
sebanyak 30 mencit yang terbagi secara acak dalam 6 kelompok.Kelompok I
adalah kontrol negatif (aquades dosis 25 g/kgBB), kelompok II adalah
kontrol positif (asetosal dosis 91 mg/KgBB) dan kelompok III, IV, V dan VI
berturut-turut adalah kelompok perlakuan bunga telang, dengan peringkat
dosis 327,5, 655, 1310 dan 2620 mg/KgBB yang diberikan secara per oral.
Setelah selang waktu tertentu hasil orientasi, mencit diberikan rangsang
kimia berupa asam asetat 1% secara intraperitonial dengan dosis hasil
orientasi kemudian respon geliat diamati dan dicatat selang waktu 5 menit
Sebanyak 30 ekor mencit dibagi secara acak dalam 6 kelompok
kontrol kontrol infusa infusa infusa infusa
negatif positif B. telang B. telang B. telang B. telang
(aquades) (asetosal dosis 327,5 dosis 655 dosis 1310 dosis 2620
91mg/kgBB) mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
Diberi larutan asam asetat 1 % dosis 50 mg.kgBB secara i.p
Dihitung jumlah geliat tiap 5 menit selama 1 jam
Hitung % proteksi
AnalisisdenganujiSaphiroWilk, dilanjutkandenganKruskal WallisdanMann Whitney
10. Penetapan kriteria geliat
Respon geliat yang terjadi pada pengujian daya analgesik
menggunakan rangsang kimia sangat bervariasi. Oleh karena itu, perlu
ditetapkan geliat yang kurang lebih sama sehingga pengamatan tidak
mengacaukan hasil penelitian. Geliat yang diamati dan dihitung adalah
geliat dengan kriteria mencit menarik kedua kaki belakang kearah belakang
dan perutnya menempel ke alas pengamatan sehingga tubuh mencit terlihat
memanjang.
11. Penentuan % proteksi geliat
Metode penentuan % proteksi geliat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode rangsang kimia. Besarnya penghambatan jumlah
geliat dihitung dengan menggunakan persamaan Handershot and Forshait
yang telah dimodifikasi,yaitu:
% proteksi geliat = (100-(P/K x 100))%
Keterangan:
P = Jumlah kumulatif geliat hewan uji perlakuan
K = Jumlah rata-rata kumulatif geliat hewan uji kontrol negatif
Perubahan persen proteksi geliat terhadap kontrol positif menggunakan rumus:
Perubahan % proteksi geliat =(ି୮)
୮ x 100 %
Keterangan:
12. Perhitungan daya analgetik
Perhitungan daya analgetik dilakukan dengan membandingkan %
proteksi geliat dari kelompok perlakuan terhadap kontrol positif (asetosal
dosis 91 mg/kgBB).
Daya analgesik =
୮ x 100 %
Keterangan:
P = % proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan KP = rata-rata % proteksi geliat pada kontrol positif
(Putra, 2003).
13. Penentuan dosis efektif 50% (ED50)
Penentuan dosis efektif 50% dilakukan dengan cara memplotkan log dosis
dan persen proteksi geliat. Hasil yang didapatkan selanjutnya dimasukkan di
dalam persamaan regresi linear dengan menggunakan rumus:
G. Analisis Hasil
Geliat yang muncul pada masing-masing mencit dikumulatifkan.Jumlah
∑ geliat yang didapatkan selanjutnya dihitung sebagai persen proteksi geliat
dan dianalisis menggunakan Saphiro Wilk Test untuk mengetahui distribusi
datanya.Analisis kemudian dilanjutkan menggunakan Kruskal Wallis taraf
kepercayaan 95%. Jika hasil yang diperoleh berbeda bermakna maka analisis
dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan taraf kepercayaan 95%. Data
kuantitatif % proteksi geliat disajikan dalam rata-rata (mean) ±standard error
dengan 5 subyek uji untuk tiap kelompok perlakuan. Untuk daya analgesik
dihitung dengan membandingkan kelompok perlakuan dengan kontrol positif
(asetosal dosis 91 mg/kgBB), sedangkan untuk perhitungan dosis efektif 50 %
35 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Bahan yang diteliti pada penelitian ini adalah bunga dari tanaman telang
(Clitoria ternatea). Sebelum bunga telang (Clitoria ternatea) digunakan dalam
pengujian efek analgesik maka diperlukan determinasi tanaman untuk memastikan
bahwa tanaman yang digunakan adalah benar-benar tanaman telang (Clitoria
ternatea). Tanaman bunga telang (Clitoria ternatea) kebanyakan dimanfaatkan
masyarakat Indonesia sebagai obat mata.Bagian tanaman yang digunakan dalam
determinasi adalah bagian batang, daun, biji, buah dan bunga.
Determinasi dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan “Flora
untuk Sekolah di Indonesia” dan hasil determinasi sesuai dengan yang diharapkan
hingga kategori jenis (spesies) membuktikan bahwa yang dideterminasi adalah
benar bunga telang (Clitoria ternatea).
B. Uji Pendahuluan
Sebelum dilakukan uji analgesik bunga telang (Clitoria ternatea),
terlebih dahulu dilakukan uji pendahuluan.Uji pendahuluan merupakan
serangkaian uji-uji yang dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan hal-hal
yang diperlukan dalam pengambilan data penelitian. Guna uji pendahuluan adalah
untuk menetapkan hal-hal yang akan dilakukan pada pengujian sebenarnya, agar
pendahuluan ini adalah penetapan kriteria geliat hewan uji, penetapan dosis asam
asetat dan penetapan selang waktu pemberian rangsang.
Kriteria hewan uji yang digunakan dalam uji pendahuluan sama dengan
yang digunakan dalam pengambilan data penelitian, yaitu mencit betina galur
Swiss, umur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 g. Sebelum melakukan
pengujian, mencit dipuasakan selama 24 jam.
1. Penentuan kriteria geliat
Kriteria geliat perlu ditentukan agar geliat yang mucul bersifat
seragamsehingga pada saat dilakukan pengamatan menjadi lebih mudah dan
lebih valid.Gerakan mencit yang dianggap sebagai geliat adalah apabila
mencit menarik kedua kaki belakang ke belakang hingga batas maksimal dan
perut hewan uji bagian bawah menyentuh alas tempat perlakuan (lampiran 6).
Respon geliat yang terjadi diakibatkan karena mencit disuntikan dengan
larutan asam asetat 1 % secara intraperitonial. Respon menggeliat tersebut
timbul karena rasa sakit yang yang ditimbulkan oleh pemberian asam asetat
yang menyebabkan jaringan teriritasi. Namun, respon geliat tiap mencit tidak
selalu sama atau bersifat subjektif. Hal ini dikarenakan penilaian rasa nyeri
oleh masing-masing mencit dipengaruhi oleh ketahanan masing-masing
mencit terhadap rangsang nyeri yang diberikan.
2. Penentuan dosis asam asetat
Penentuan dosis asam asetat dilakukan untuk mencari dosis efektif
asam asetat yang dapat menimbulkan respon nyeri. Penelitian efek analgesik
metode ini.senyawa penginduksi nyeri yang diinjeksikan adalah asam asetat
secara intraperitoneal pada mencit putih betina.
Gunawan (2010), Andini (2010), Tokiman (2011) dan Sidebang
(2011) telah melakukan penelitian mengenai penentuan dosis asam asetat.
Pada penentuan dosis asam asetat digunakan tiga peringkat dosis, yaitu 25,50
dan 75 mg/KgBB dengan konsentrasi asam asetat yang digunakan pada
penelitian sebelumnya, yaitu 1% (Putra, 2003). Dari hasil penelitian,
disimpulkan bahwa dosis asam asetat yang digunakan adalah 50 mg/kgBB.Hal
ini dikarenakan bahwa geliat yang dihasilkan tidak terlalu banyak dan tidak
terlalu sedikit. Menurut Handara (2006), menyebutkan bahwa kontrol dosis
yang paling baik digunakan sebagai kontrol negatif, yaitu yang memberikan
jumlah geliat yang tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak karena dapat
menyulitkan pengamatan.
3. Penetapan selang waktu pemberian rangsang
Selang waktu pemberian rangsang merupakanjarak waktu antara
pemberian zat uji secara per oral dengan saat pemberian injeksi rangsang nyeri
(asam asetat) secara intraperitonial. Penetapan selang waktu pemberian
rangsang bertujuan untuk mengetahui waktu dimana zat uji (asetosal sebagai
kontrol positif dan bunga telang sebagai senyawa uji) terabsorbsi secara tepat
sehingga dapat memberikan efek yang optimal. Zat uji yang digunakan dalam
Andini (2010), telah melakukan penelitian mengenai penetapan
selang waktu pemberian rangsang.Pada penelitian selang waktu pemberian
rangsang, digunakan asetosal (sebagai kontrol positif) dosis 500 mg yang
merupakan dosis lazim.Dosis ini kemudian dikonversikan pada mencit,
sehingga menjadi 91 mg/kgBB.Dosis asam asetat yang digunakan adalah 50
mg/kgBB. Rentang waktu yang diujikan adalah 5 menit, 10 menit, dan 15
menit. Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa pada selang waktu 15 menit
merupakan selang waktu yang optimum, dikarenakan rata-rata jumlah geliat
pada menit ke-15 lebih sedikit dibandingkan menit ke-10 sedangkan pada
menit ke-5 jumlah geliat yang muncul masih terlalu banyak. Oleh karena itu,
dipilih selang waktu menit ke-15 karena dalam waktu 15 menit asetosal telah
dapat memberikan efek dengan cara menghambat geliat. Selanjutnya, asam
asetat diberikan pada menit ke-15 setelah pemberian zat uji (asetosal sebagai
kontrol positif, aquades sebagai kontrol negatif dan infusa bunga telang
sebagai senyawa uji).
4. Pemilihan kontrol negatif
Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah aquades
yang digunakan untuk melarutkan senyawa uji (infusa bunga telang).Kontrol
negatif merupakan bahan yang berfungsi untuk melarutkan suatu senyawa
yang diujikan dan tidak dapat memberikan efek proteksi atau menghambat
C. Efek Analgesik pada Infusa Bunga Telang (Clitoria ternatea)
Sebelum dilakukan uji efek analgesik pada infusa bunga telang (Clitoria
ternatea) terlebih dahulu telah dilakukan uji pendahuluan. Hasil yang didapatkan
pada uji pendahuluan selanjutnya digunakan pada pengujian efek analgesik pada
infusa bunga telang (Clitoria ternatea). Dari hasil uji pendahuluan Gunawan
(2010), Andini (2010), Tokiman (2011) dan Sidebang (2011) diperoleh zat
penginduksi nyeri digunakan adalah asam asetat 1% 50 mg/kgBB. Andini (2010),
telah melakukan uji pendahuluan mengenai penetapan selang waktu pemberian
rangsangKontrol positif, yaitu asetosal dosis 91 mg/kgBB, yang diberikan dengan
selang waktu 15 menit sebelum pemberian asam asetat 1% 50 mg/kgBB.
Data-data yang diperoleh dari masing-masing kelompok perlakuan
dianalisis secara statistik dan dihitung jumlah kumulatif geliatnya yang kemudian
digunakan untuk menghitung persen proteksi dan perubahan persen proteksi.
Persen proteksi senyawa uji terhadap nyeri dibandingkan dengan kontrol negatif
(aquades), sedangkan daya analgesik senyawa uji terhadap nyeri dibandingkan
dengan kontrol positif (asetosal 91 mg/kgBB). Hasil rata-rata jumlah kumulatif
geliat mencit, persen proteksi, perubahan persen proteksi dan daya analgesik pada
uji efek analgesik pada infusa bunga telang (Clitoria ternatea) disajikan dalam
Tabel II. Hasil rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit, % proteksi dan ujiMann Whitneypada semua kelompok perlakuan
Kelompok
Tabel III. Hasil rata-rata perubahan % proteksi, daya analgesik dan ujiMann Whitneypada semua kelompok perlakuan
Kelompok
X±SE =Mean±Standart Error
Dari tabel II dan III di atas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah geliat dan
perubahan persen proteksi memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan
rata-rata proteksi geliat. Semakin sedikit atau kecil geliat serta perubahan persen
proteksi, semakin besar proteksi geliat atau daya analgesiknya. Pada kelompok
kontrol negatif dapat dilihat jumlah rata-rata geliat paling besar, yaitu 26,8 ± 1,64,
hal ini membuktikan bahwa kontrol negatif (aquades) tidak memiliki kemampuan
untuk mengatasi rasa nyeri, sehingga geliat yang dihasilkan banyak, sedangkan
pada kontrol positif (asetosal 91 mg/kgBB), memiliki nilai yang jauh lebih kecil
dibandingkan kontrol negatif (aquades), yaitu 4,2 ± 0,18, hal ini menunjukkan
bahwa kontrol positif (asetosal 91 mg/kgBB) memiliki efek analgesik.
Data rata-rata jumlah kumulatif geliat mencit pada infusa bunga telang
untuk seluruh kelompok disajikan dalam bentuk histogram berikut.
Data persen proteksi pada uji efek analgesik infusa bunga telang untuk seluruh
kelompok disajikan dalam bentuk histogram berikut.
Gambar 6.Histogram % proteksi uji efek analgesik pada infusa bunga telang untuk semua kelompok perlakuan
Keterangan :
X±SE =Mean±Standart Error
KND 25 g/kgBB = Kontrol negatif (Aquades) dosis 0,5 ml/20 g KPD 91 mg/kgBB = Kontrol positif (Asetosal) dosis 91 mg/kgBB IBT 327,5 mg/KgBB = Infusa bunga telang dosis 327,5mg/KgBB IBT 655 mg/KgBB = Infusa bunga telang dosis 655 mg/KgBB IBT 1310 mg/KgBB = Infusa bunga telang dosis 1310 mg/KgBB IBT 2620 mg/KgBB = Infusa bunga telang dosis 2620 mg/KgBB
Persen proteksi kemudian diolah menggunakan uji Saphiro Wilk untuk
mengetahui apakah distribusi data yang diperoleh normal atau tidak. Hasil
pengolahan statistik tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal
(lampiran 8). Data kemudian diolah dengan menggunakan statistik Kruskal
Dari hasil penelitian, didapatkan probabilitas keseluruhan yang
dihasilkan pada data statistik analisis variansi adalah 0,000 (<0,05), hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar kelompok (lampiran 9).
Selanjutnya, untuk mengetahui apakah perbedaan tersebut bermakna atau tidak
bermakna, hasil analisis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney (lampiran 10 –
lampiran 24). Hasil analisis dapat dilihat pada tabel II dan III.
Dari tabel II, dapat dilihat bahwa infusa bunga telang dari peringkat dosis
terendah sampai tertinggi (327,5; 655; 1310 dan 2620 mg/kgBB) berturut-turut
memiliki persen proteksi sebesar 46,27; 51,49; 77,61 dan 82,83 %. Dari data
dapat disimpulkan bahwa semakin besar dosis infusa bunga telang maka semakin
besar persen proteksi infusa bunga telang yang didapatkan.
Hasil analisis antara kontrol negatif (aquades) terhadap kelompok
perlakuan infusa bunga telang dosis 327,5; 655; 1310 dan 2620 mg/kgBB
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini menyatakan
bahwa pemberian infusa bunga telang dosis 327,5; 655; 1310 dan 2620 mg/kgBB
memiliki kemampuan efek proteksi nyeri. Selain itu, hal ini membuktikan bahwa
kontrol negatif (aquades) tidak memiliki efek analgesik, yang dapat ditunjukkan
dengan rata-rata jumlah geliat yang paling besar dibandingkan dengan
kelompok-kelompok lainnya (26,8 ± 1,64) dan memiliki persen proteksi yang paling kecil
(0,002 ± 6,10).
Hasil analisis pada kontrol positif (asetosal dosis 91 mg/kgBB)
menunjukkan bahwa kelompok perlakuan infusa bunga telang dosis 327,5; 655;
menyatakan bahwa kelompok perlakuan infusa bunga telang dosis 327,5; 655; dan
1310 mg/kgBB tidak mempunyai kemampuan proteksi nyeri yang sama dengan
asetosal 91 mg/kgBB, sedangkan pada hasil analisis kontrol positif (asetosal 91
mg/kgBB) menunjukkan bahwa kelompok perlakuan infusa bunga telangdengan
dosis 2620 mg/kgBB terdapat perbedaan yang tidak bermakna. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa kelompok perlakuan infusa bunga telang dosis 2620
mg/kgBB mempunyai kemampuan proteksi nyeri yang sebanding dengan asetosal
91 mg/kgBB.
Dapat dilihat pada tabel III, perubahan % proteksi terhadap asetosal pada
kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 327,5 mg/kgBB, 655
mg/kgBB, 1310 mg/kgBB dan 2620 mg/kgBB berturutturut adalah 45,13;
-38,93; -7,96 dan -1,76%. Hal ini menunjukan bahwa perubahan % proteksi
kelompok perlakuan yang infusa diberi bunga telang dosis 327,5 mg/kgBB, 655
mg/kgBB, dan 1310 mg/kgBB lebih rendah dibanding perubahan % proteksi
asetosal (0 %). Namun pada kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang
dosis 2620 mg/kgBB terjadi perubahan % proteksi terhadap asetosal berupa
peningkatan sebesar -1,76%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan % proteksi
kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 2620 mg/kgBB
memiliki perubahan % proteksi terhadap nyeri yang sebanding dengan asetosal,
dan secara statistik, peningkatan ini berbeda tidak bermakna.
Pada kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 655
mg/kgBB, terjadi peningkatan persen proteksi dibanding pemberian infusa bunga
statistik peningkatan ini tidak berbeda bermakna. Pada kelompok perlakuan infusa
bunga telang dosis 1310 mg/kgBB terjadi peningkatan persen proteksi dibanding
infusa bunga telang dosis 327,5 mg/kgBB. Peningkatan tersebut sebesar 31,34 %,
dan secara statistik peningkatan ini berbeda bermakna, sedangkan pada kelompok
pemberian infusa bunga telang dosis 2620 mg/kgBB terjadi peningkatan persen
proteksi sebesar 36,56% dibanding pemberian infusa bunga telang dosis 327,5
mg/kgBB dan secara statistik peningkatan persen proteksi kelompok perlakuan
yang diberi infusa bunga telang dosis 2620 mg/kgBB berbeda bermakna dengan
kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 327,5mg/kgBB.
Pada kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 1310
mg/kgBB menunjukan adanya peningkatan % proteksi sebesar 26,12 % dibanding
dengan kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 655mg/kgBB,
dan secara statistik perubahan ini berbeda bermakna, sedangkan kelompok
perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 2620 mg/kgBB jus tomat
menunjukan peningkatan % proteksi sebesar 31,34 % dibanding dengan kelompok
perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 655 mg/kgBB, dan secara statistik
perubahan ini berbeda bermakna.
Pada kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 2620
mg/kgBB menunjukkan peningkatan % proteksi sebesar 5,22 % dibanding dengan
kelompok perlakuan yang diberi infusa bunga telang dosis 1310 mg/kgBB dan