i
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA
SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PELAJARAN FISIKA
MELALUI KEGIATAN MEMBACA TEKS DAN MENGOBSERVASI
GEJALA FISIKA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh :
CORNELIS ANDRENIKO
031424026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“satu-satunya kekuatan mekanis yang lebih bertenaga
ketimbang energi uap, listrik, dan atom adalah kemauan”
- Albert Einstein -
“perjalanan 1000 kilometer pun dimulai dengan satu langkah”
- NN -
Ku persembahkan karya kecil ini kepada:
Keluarga besar Umak, Bapak (†), dan Nongah Pak Rikto Umak Wandro sekeluarga, Rikto & Lisa
vii
ABSTRAK
Cornelis Andreniko. 2011. PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PELAJARAN FISIKA MELALUI KEGIATAN MEMBACA TEKS DAN MENGOBSERVASI GEJALA FISIKA. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Menurut pendekatannya, penelitan ini adalah penelitan eksperimen-studi kasus. Berdasarkan jenis data dan cara analisisnya, adalah penelitan kuantitatif-kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika sebelum pembelajaran fisika melalui kegiatan membaca teks dan mengobseravsi gejala fisika, mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan membaca teks, mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan mengobservasi gejala fisika, mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan membaca teks, mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan mengobservasi gejala fisika.
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Timbulharjo, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 2011 sampai 17 Maret 2011. Partisipan penelitian adalah siswa-siswi kelas IV.
Penelitian ini didesain mencakup empat tahap, yang terdiri dari pembuatan instrumen, observasi, mengajar dengan kegiatan membaca teks, dan mengajar dengan kegiatan mengobservasi gejala fisika.
viii
ix
ABSTRACT
Cornelis Andreniko. 2011. ENHANCING THE ABILITY OF ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS ASK LESSONS IN PHYSICAL ACTIVITY READING THROUGH TEXT AND PHYSICAL SYMPTOMS OBSERVED. Thesis. Physical Education Studies Program, Department of Education Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teachers Training and Education. University of Sanata Dharma. Yogyakarta.
According to the approach, this research is experimental research of case studies. Based on the types of data and analytical way, is the quantitative-qualitative research. This study aims to determine the ability of students to ask in learn physics before physics learning through reading text and observed physical symptoms, know the ability of students to ask in learn physics by reading the text, knowing the ability of students to ask in learn physics through observing physical symptoms, find out how large increase in the ability students to ask in learn physics by reading the text, find out how much the increase in the ability students to ask in learn physics through observing physical symptoms.
This research was done at Timbulharjo Primary School, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta on March 3rd, 2011 to March 17th, 2011. Study participants were students of class IV.
This study was designed covers four stages, which consist of the manufacture of instruments, observation, teaching with the text reading, and teaching with the activities of observation physical symptoms.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah Bapa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENINGKATAN KEMAMPUAN BERTANYA SISWA SEKOLAH DASAR DALAM PELAJARAN FISIKA MELALUI KEGIATAN MEMBACA TEKS DAN MENGOBSERVASI GEJALA FISIKA ini.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Melalui skripsi ini penulis ingin memberikan sumbangan pemikiran mengenai kemampuan bertanya siswa dalam pelajaran fisika, khususnya siswa Sekolah Dasar.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun yang tidak langsung. Pada kesempatan ini dengan tulus hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
xi
2. Bapak Muh. Thoyib, S.Pd., selaku Kepala SD Negeri Timbulharjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SD Negeri Timbulharjo.
3. Bapak Budi Rahmanto, A.Ma., selaku Guru Kelas IV SD Negeri Timbulharjo yang telah merelakan siswa dan kelasnya sebagai subyek penelitian skripsi ini. 4. Siswa-siswi kelas IV SD Negeri Timbulharjo, atas dukungan dan keterlibatannya
menjadi subyek penelitian skripsi ini.
5. Sahabat penulis, Alphon Sianipar dan Yosef; atas kerelaannya meluangkan waktu dan tenaga menjadi kameraman dan observer serta teman diskusi penelitian skripsi ini.
6. FX. Setiawan, atas kerelaannya meluangkan waktu untuk menterjemahkan abstrak skripsi ini kedalam Bahasa Inggris.
7. Keluarga besar penulis di Ketapang, Kalimantan Barat yang selalu bertanya ‘kapan selesai?’. Pertanyaan ini selalu menjadi cambuk motivasi sekaligus tekanan bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Terimakasih juga atas dukungan keuangan kepada penulis dari awal kuliah hingga terselesaikannya skripsi ini.
8. Maria Veronika beserta keluarga, khususnya Bapak Agustinus Ahui; atas perhatian dan dorongan sehingga penulis tetap bersemangat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYAATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
ABSTRAK ... vii
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 9
1. Pengertian Belajar ... 9
2. Pengertian Pembelajaran ... 11
B. Pembelajaran Sains ... 14
xiv
2. Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Sains .. 15
C. Pertanyaan ... 18
1. Pengertian “Pertanyaan” ... 18
2. Jenis-Jenis Pertanyaan Menurut Taksonomi Bloom ... 19
3. Teknik Bertanya ... 24
4. Pentingnya Pertanyaan Dalam Pembelajaran ... 26
D. Pembelajaran Sains Melalui Kegiatan Membaca Teks dan Mengobservasi Gejala Fisika... ... 27
1. Pembelajaran Sains Melalui Kegiatan Membaca Teks ... 28
2. Pembelajaran Sains Melalui Kegiatan Mengobservasi Gejala Fisika ... 29
E. Gaya ... 30
1. Pengaruh Gaya Terhadap Gerak Benda ... 30
a. Pengaruh Gaya terhadap Benda Diam... 30
b. Pengaruh Gaya terhadap Benda Bergerak... 31
2. Pengaruh Gaya Terhadap Bentuk Benda ... 32
xv
C. Definisi Operasional Penelitian ... 38
D. Waktu Penelitian ... 39
E. Variabel Penelitian ... 39
F. Rancangan Penelitian ... 40
1. Pembutan Instrumen ... 40
2. Observasi ... 40
3. Mengajar Dengan Kegiatan Membaca Teks ... 41
4. Mengajar Dengan Kegiatan Mengobservasi Gejala Fisika ... 41
G. Jenis Data ... 42
A. Deskriptif Pelaksanaan Penelitian ... 45
B. Data ... 49
C. Analisis ... 54
1. Perbandingan Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Siswa Secara Langsung dalam Setiap Pertemuan ... 54
2. Perbandingan Jumlah Jenis Pertanyaan Berdasarkan Tingkat Berpikir Anak yang Diajukan Siswa Secara Langsung dalam Setiap Pertemuan ... 57
a. Pertanyaan Tingkat Rendah ... 58
b. Pertanyaan Tingkat Tinggi ... 59
xvi
3. Tingkat Partisipasi Siswa Dalam Mengajukan Pertanyaan
Secara Langsung dalam Setiap Pertemuan ... 64
4. Pertanyaan Tertulis Pada Lembar Tanya Siswa ... 66
a. Keterlibatan Siswa ... 67
b. Jumlah Pertanyaan ... 67
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.1. Grafik Peningkatan Jumlah Pertanyaan... 55 Grafik IV.2. Grafik Peningkatan Jumlah Pertanyaan Tingkat Rendah ... 59 Grafik IV.3. Grafik Peningkatan Jumlah Pertanyaan Tingkat Tinggi ... 60 Grafik IV.4. Grafik Penurunan Persentase Jumlah Pertanyaan
Tingkat Rendah ... 62 Grafik IV.5. Grafik Peningkatan Persentase Jumlah Pertanyaan
Tingkat Tinggi ... 63 Grafik IV.6. Grafik Peningkatan Keterlibatan Siswa Dalam Mengajukan
xix
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1. Pertanyaan dan Klasifikasi Pertanyaan yang Disampaikan Siswa Secara Langsung Kepada Guru ... 49 Tabel IV.2. Pertanyaan dan Klasifikasi Pertanyaan yang Disampaikan Siswa
Secara Langsung dalam Pembelajaran Fisika Melalui Kegiatan
Membaca Teks ... 49 Tabel IV.3. Pertanyaan dan Klasifikasi Pertanyaan yang Disampaikan Siswa
Secara Langsung dalam Pembelajaran Fisika Melalui
Kegiatan Mengobservasi Gejala Fisika ... 51 Tabel IV.4. Perbandingan Jumlah Pertanyaan yang Diajukan Siswa Secara
Langsung dalam Setiap Pertemuan ... 54 Tabel IV.5. Perbandingan Jumlah Pertanyaan Berdasarkan Tingkat Berpikir
Anak yang Diajukan Siswa Secara Langsung dalam Setiap
Pertemuan ... 57 Tabel IV.6. Perbandingan Persentase Jumlah Pertanyaan Berdasarkan
Tingkat Berpikir Anak yang Diajukan Siswa Secara Langsung
dalam Setiap Pertemuan ... 60 Tabel IV.7. Tingkat Partisipasi Siswa Dalam Mengajukan Pertanyaan
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : RPP 1 – Membaca Teks Pelajaran Fisika Lampiran 2 : RPP 2 – Mengobservasi Gejala Fisika Lampiran 3 : Teks Pelajaran Fisika
Lampiran 4 : Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa Lampiran 5 : Lembar Tanya Siswa
Lampiran 6 : Pertanyaan Tertulis dalam Kegiatan Membaca Teks Fisika Lampiran 7 : Pertanyaan Tertulis dalam Kegiatan Mengobservasi Gejala Fisika Lampiran 8 : Daftar Hadir
Lampiran 9 : Dokumentasi Foto Penelitian Lampiran 10 : Surat Permohonan Ijin Penelitian
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Ilmu didapat melalui lidah bagi yang gemar bertanya dan melalui akal
bagi orang yang suka berpikir”. Kalimat bijak dari Abdullah bin Abbas r.a ini
sekiranya cukup untuk menggambarkan betapa pentingnya ‘bertanya’. Pepatah
kuno juga mengatakan, malu bertanya sesat di jalan.
Dalam pendidikan/pembelajaran, ‘bertanya’ juga sangat penting. Bertanya
bisa digunakan sebagai indikator berpikir. Seperti yang dikemukakan Prof.
Retmono, pakar pendidikan yang sekaligus Ketua Dewan Pendidikan Jawa
Tengah dalam Suara Merdeka (2/5/2010), pendidikan itu bukan menghafal tapi
mempertanyakan. Dengan bertanya, otak akan bekerja untuk terus menerus
mengolah informasi. Tidak hanya menerima segala sesuatu yang sudah ada
sebagai satu-satunya kebenaran.
Pembelajaran yang baik sendiri memiliki empat unsur terpenting, yaitu
siswa yang belajar, guru yang mengajar, bahan pelajaran, dan hubungan antar
guru dan siswa (Suparno, 2007: 2). Komunikasi guru dan siswa sangat penting
sehingga mereka dapat saling membantu. Dalam konteks pembelajaran
konstruktivis, guru fisika diharapkan lebih dekat dengan siswa dan menjalin relasi
yang dialogis dengan siswa. Dengan demikian siswa tidak takut dan lebih berani
untuk bertanya kepada guru. Dalam pembelajaran yang konstruktivistik (menurut
2 45), diperlukan guru yang konstruktivistis, yang mana salah satu cirinya adalah
lebih banyak mengajukan pertanyaan terbuka dan menciptakan kondisi yang dapat
membangkitkan keingin tahu siswa. Proses pencarian pengetahuan pada dasarnya
berarti juga merumuskan pertanyaan yang baik.
Keterampilan bertanya tidak ada begitu saja, ia perlu dilatih. Rohandi
(2001) mengemukakan bahwa anak perlu dilatih untuk bertanya, dengan semakin
mampu untuk mengajukan pertanyan yang baik (relevan) sehingga akan
menumbuhkan rasa ingin tahu yang besar. Hal ini kiranya perlu mendapatkan
perhatian jangan sampai keinginan anak untuk bertanya dan ingin mengetahui
sesuatu menjadi hilang (terbunuh) hanya akibat kurangnya perhatian guru dalam
aspek pertanyaan anak.
Mengingat begitu pentingnya siswa terbiasa dalam mengajukan pertanyaan
(serta gagasan dan hipotesa), Kartika Budi (2001) dalam penelitiannya
menyarankan agar siswa diminta menuliskan pertanyaan (serta gagasan dan
hipotesa) pada secarik kertas dan diserahkan kepada guru, kemudian dibahas,
dikomentari, diberi catatan-catatan yang konstruktif jika siswa takut
menyampaikan pertanyaan (serta gagasan dan hipotesa) mereka secara lisan,
misalnya takut salah dan takut ditertawakan temannya. Dalam salah satu
kesimpulan penelitian yang sama, Kartika Budi menyimpulkan bahwa
membangun konsep melalui pertanyaan-pertanyaan bertahap mampu melibatkan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran fisika.
Dalam penelitian Costa (2000), “An analysis of questioning texts
3 Dharma No. 1 Th. XI Oktober 2001: 63, anak dapat mengajukan beragam
pertanyaan bilamana diberikan kesempatan. Van Zee dalam Rohandi (2001)
mengidentifikasikan bahwa kemunculan pertanyaan anak juga dapat diciptakan
dengan pertanyaan guru yang menyebabkan terjadinya proses pengembangan
pemahaman konsep.
Menurut Isaac (dalam Rohandi, 2001) ada beberapa persoalan yang
mendorong anak melontarkan pertanyaan, diantaranya bila dalam diri
(pengetahuan) anak terdapat kesenjangan antara pengalaman yang pernah dialami
dengan pengalaman yang saat itu dialaminya.
Menurut Rohandi (2001), pertanyaan (khususnya pertanyaan ‘mengapa?’)
memegang peranan penting dalam sains. Pengembangan pengetahuan sangat
bergantung pada pengajuan pertanyaan ‘mengapa’. Hal ini penting untuk memiliki
pengetahuan mengenai fakta yang menanti untuk dijelaskan disamping memahami
keadaan fakta itu sendiri. Dalam konteks pemahaman, seseorang seharusnya
berpikir bahwa ia akan mengetahui sesuatu secara komprihensif bila ia juga
sampai pada pemahaman mengapa hal tersebut terjadi demikian.
Dunia anak memang identik dengan kegembiraan dan segala sesuatu selalu
hadir dalam persepsi baru. Anak-anak normal tentu saja akan selalu bertanya
tentang apa pun yang dihadapinya. Bahkan mereka yang cerdas, melihat hal-hal
kecil seperti kupu-kupu yang hinggap pada sekuntum bunga, atau menyaksikan
semut beriringan di pohon, akan menjadi tanda tanya besar, yang harus segera
4 Pada dasarnya setiap anak (masa kecil) secara natural suka bicara dan
bergerak. Bahkan terkadang suka berceloteh dan bicara sendiri (dialog imaginer).
Namun apabila ditanya oleh orang lain, atau diminta untuk mengajukan
pertanyaan maka disini biasanya muncul kendala-kendala. Anak-anak kita
berubah jadi pemalu dan terdiam seribu bahasa. Hal seperti ini jangan dibiarkan
berlarut-larut dan harus dilakukan upaya untuk pembenahan agar anak kita berani
bertanya dan bicara di depan orang lain/umum.
Tidak semua anak memiliki keberanian bertanya. Bahkan, banyak anak
memilih diam saja, walaupun rasa ingin tahu hadir di dalam pikirannya. Pada
umumnya, anak enggan bertanya disebabkan rasa takut ataupun asing berbicara
pada orang lain atau guru mereka. Kemungkinan penyebab lain karena si-anak
memang tidak mampu untuk mengungkapkan suatu pertanyaan, ataupun mungkin
takut terhadap orang dewasa yang sedang dihadapi.
Dalam kultur masyarakat kita, bertanya sering dianggap sebagai aib
(memalukan), karena tidak tahu. Tidak terkecuali dalam pembelajaran di kelas,
semenjak kecil keinginan bertanya ini ditekan karena guru yang tidak mampu
menjawab pertanyaan siswa merasa otoritasnya diremehkan. Padahal tidak sama
sekali. Tekanan dari kawan-kawan yang menganggap bahwa yang bodohlah yang
bertanya tentu saja ada. Siswa sudah terlalu sering mendengar: “jangan bertanya
begitu bodoh!” atau “jangan bertanya terus menerus saja!”. Menurut Singer (1987:
85), hal ini dapat menimbulkan anggapan: jika ingin dianggap pintar, tidak boleh
mengajukan pertanyaan; pertanyaan yang mungkin terdengar ‘bodoh’ agar kesan
5 Suparno (2007: 2) memaparkan bahwa dari berbagai pemantauan
dilapangan, didapat kesan bahwa guru fisika sering dikatakan galak, tidak suka
senyum, dan menakutkan, sehingga relasi dengan siswa jauh. Dalam konteks
pembelajaran konstruktivis, guru fisika diharapkan lebih dekat dengan siswa,
banyak humor, dan menjalin relasi yang dialogis dengan siswa. Dengan demikian,
siswa tidak takut dan lebih berani untuk bertanya kepada guru.
Penelitian terbaru mahasiswa S1 Pendidikan Fisika Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, Susanti (2010) dalam skripsi “Peningkatan Kemampuan
Bertanya Pada Pembelajaran IPA Pada Siswa Sekolah Dasar Dangan
Menggunakan Metode Tanya-Jawab Dengan Bantuan Media Film Persitiwa
Alam” melaporkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan siswa malas untuk
bertanya adalah kesulitan untuk merangkai kalimat (membuat pertanyaan), malu,
dan takut salah. Susanti dalam penelitian yang sama juga mengidentifikasikan
bahwa siswa memiliki keinginan bertanya yang besar, namun pada beberapa siswa
keinginan bertanya tersebut lebih mudah mereka ungkapkan dalam bentuk
pertanyaan tertulis.
Berdasar pada persoalan dan latar belakang seperti yang penulis uraikan di
atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi ini dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Bertanya Siswa Sekolah Dasar Dalam Pembelajaran Fisika Melalui
Kegiatan Membaca Teks dan Mengobservasi Gejala Fisika”.
Meningkatkan kemampuan bertanya siswa melalui kegiatan observasi
langsung pernah diteliti oleh mahasiswa S1 Pendidikan Fisika Universitas Sanata
6 Kemampuan Bertanya Siswa Melalui Kegiatan Observasi Terhadap Keadaan
Alam Sekitar Untuk Memahami Konsep Tentang Cuaca: Penerapan Model
Pembelajaran Interaktif di SD”. Kadarsih menyimpulkan bahwa kegiatan
observasi yang dilakukan sebagai langkah awal pembelajaran interaktif dapat
menimbulkan rasa ingin tahu dalam diri siswa dan membantu meningkatkan
kemampuan bertanya siswa mengenai konsep-konsep tentang cuaca.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dalam skripsi ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika sebelum
pembelajaran fisika melalui kegiatan membaca teks dan mengobseravsi gejala
fisika?
2. Bagaimana kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan
membaca teks?
3. Bagaimana kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan
mengobservasi gejala fisika?
4. Seberapa besar peningkatan kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika
melalui kegiatan membaca teks?
5. Seberapa besar peningkatan kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika
7 C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitain ini adalah:
1. Mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika sebelum
pembelajaran fisika melalui kegiatan membaca teks dan mengobseravsi gejala
fisika.
2. Mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan
membaca teks.
3. Mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam belajar fisika melalui kegiatan
mengobservasi gejala fisika.
4. Mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan bertanya siswa dalam
belajar fisika melalui kegiatan membaca teks.
5. Mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan bertanya siswa dalam
belajar fisika melalui kegiatan mengobservasi gejala fisika.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bertanya siswa
dalam pembelajaran fisika. Penulis mencoba dua kegiatan pembelajaran fisika,
yaitu dengan kegiatan membaca teks dan mengobservasi gejala fisika. Mengingat
begitu pentingnya bertanya dalam pembelajaran, skripsi ini bisa digunakan
sebagai perbandingan untuk penelitian sejenis ataupun sebagai sumber literatur
untuk penelitian tentang kemampuan bertanya dalam pembelajaran fisika dengan
8 Skripsi ini ditulis untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata
9
BAB II
DASAR TEORI
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertaian Belajar
Dalam kehidupannya, manusia tidak pernah lepas dari kegiatan yang
disebut belajar. Menurut Winkel (1987: 36), belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,
keterampilan dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas.
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari
luar. Seseorang dikatakan telah belajar hanya bisa dilihat dari perilaku orang
tersebut yang disaksikan oleh orang lain karena apa yang sedang terjadi dalam
diri seorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui secara langsung hanya
dengan mengamati orang tersebut. Hasil belajar orang yang sedang belajar
tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu yang
menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar.
Apa yang menjadikan semua kegiatan itu suatu kegiatan belajar?
Kemampuan untuk melakukan itu semua diperoleh, mengingat mula-mula
kemampuan itu belum ada. Maka, terjadilah proses perubahan dari belum
mampu kearah sudah mampu, dan proses perubahan itu terjadi selama jangka
waktu tertentu. Adanya perubahan dalam pola perilaku inilah yang
10
Gagne, seperti dikutip Dahar (1989: 11) mendefinisikan belajar
sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai
akibat pengalaman. Belajar menghasilkan perubahan. Istilah “pengalaman”
membatasi macam-macam perubahan perilaku yang dapat dianggap mewakili
belajar. Pernyataan belajar menghasilkan perubahan tidak dapat dibalik,
seolah-olah setiap perubahan pada manusia merupakan hasil dari suatu proses
belajar. Menurut Winkel (1987: 36-37), setidaknya ada empat perubahan yang
bukan akibat dari belajar, melainkan akibat dari hal lain. Kasus perubahan
yang dimaksud adalah (1) perubahan akibat kelelahan fisik, (2) perubahan
akibat menggunakan obat, (3) perubahan akibat penyakit parah atau trauma
fisik, dan (4) perubahan akibat pertumbuhan jasmani. Jadi, perubahan perilaku
yang disebabkan oleh kelelahan, adaptasi indera, obat-obatan, dan kekuatan
mekanis tidak dianggap sebagai perubahan yang disebabkan oleh pengalaman,
dan karena itu tidak dapat dianggap bahwa belajar telah terjadi.
Mustaqim (2008: 33-34) mengutip pendapat para ahli tentang belajar:
1. Menurut Lyle E. Bourne, Jr. dan Bruce R. Ekstrand:
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan
oleh pengalaman dan latihan.
2. Menurut Clifford T. Morgan:
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan
hasil pengalaman yang lalu.
3. Menurut Guilford:
11
Mustaqim menyimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang
relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman.
Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa:
1. Belajar merupakan sebuah aktivitas yang menghasilkan suatu perubahan.
2. Untuk mencapai suatu perubahan dalam belajar diperlukan proses dan
rangsangan.
3. Perubahan dari hasil belajar relatif tetap.
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari
luar. Dengan belajar, maka kemampuan mental semakin meningkat atau
mengalami perubahan. Untuk dapat berkembang menjadi mandiri, siswa harus
belajar. Bila siswa belajar maka akan terjadi perubahan mental pada diri
siswa.
2. Pengertian Pembelajaran
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran
merupakan aktivitas paling utama. Pemahaman seorang guru terhadap
pengertian pembelajaran akan mempengaruhi cara guru itu mengajar. Secara
umum pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan
dalam perilaku sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Surya (2004: 7) menguraikan pengertian pembelajaran sebagai suatu
proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan
12
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Proses pembelajaran akan
terjadi apabila individu akan menghadapi situasi kebutuhan yang tidak dapat
dipenuhi oleh insting atau kebiasaan. Adanya kebutuhan akan mendorong
individu untuk mengkaji perilaku yang ada dalam dirinya, apakah yang ada
dapat memenuhi kebutuhan atau tidak. Apabila tidak, maka ia harus
memperoleh perilaku yang baru dengan proses pembelajaran.
Menurut Surya (2004: 14-16), proses pembelajaran secara keseluruhan
akan merupakan suatu rangkaian aktivitas sebagai berikut:
1. Individu merasakan adanya kebutuhan dan melihat tujuan yang ingin
dicapai. Dalam situasi ini individu merasakan bahwa ada kekurangan
dalam dirinya sebagai suatu kebutuhan.
2. Kesiapan (readiness) individu untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai
tujuan. Untuk suatu tindakan yang efektif diperlukan adanya kesiapan,
baik fisik maupun mental dan sosial.
3. Pemahaman situasi, yaitu segala sesuatu yang ada di lingkungan individu
dan mempunyai hubungan dengan aktivitas individu dalam memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuannya. Dalam hal ini adalah hal-hal yang
berhubungan dengan proses pembelajaran.
4. Menafsirkan sesuatu, yaitu bagaimana individu melihat kaitan berbagai
aspek yang terdapat dalam situasi kemampuan menafsirkan ini sangat
diperlukan untuk merancang berbagai alternatif aktivitas yang akan
13
5. Tindak balas (respon), dimana dalam fase ini individu melakukan aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan sesuai dengan yang telah
dirancangnya dalam fase ke-3 dan ke-4. Fase ini merupakan aktivitas
pembelajaran yang sesungguhnya, yaitu proses bagaimana individu
mengubah perilakunya.
6. Akibat (hasil) pembelajaran, dimana dalam fase ini individu akan
memperoleh umpan balik dari apa yang telah dilakukannya. Ada dua
kemungkinan yang akan terjadi, yaitu berhasil (sukses) atau tidak. Berhasil
berarti ia dapat memenuhi kebutuhannya dan mencapai tujuannya,
sedangkan gagal artinya ia tidak memenuhi kebutuhan dan tidak mencapai
tujuan.
Menurut Kartika Budi (2001) pembelajaran sendiri mempunyai dua
fungsi. Kedua fungsi tersebut adalah: (1) fungsi umum yaitu fungsi yang
berkaitan dengan berlangsungnya proses pembelajaran; dan (2) fungsi khusus
yaitu fungsi yang menunjang terjadinya proses belajar secara optimal.
Pembelajaran menekankan pada kegiatan atau keaktifan siswa, bukan kegiatan
guru. Ukuran kualitas pembelajaran tidak terletak pada baiknya guru
menerangkan, tetapi pada kualitas dan kuantitas belajar siswa, dalam arti
seberapa banyak dan seberapa sering siswa terlibat secara aktif. Menurut
Brooks (dikutip Kartika Budi dalam Widya Dharma No. 1 Th. XI, April 2001:
46), peran guru yang pokok adalah menciptakan situasi, menyediakan
kemudahan, merancang kegiatan, dan membimbing siswa agar mereka terlibat
14
B. Pembelajaran Sains
1. Hakekat Pembelajaran Sains
Pemahaman para pendidik tentang hakikat sains sangat mempengaruhi
cara mereka mengajarkan sains dan pemilihan pokok bahasan yang
diajarkannya. James B. Conant, seorang ilmuwan berkebangsaan Amerika
Serikat yang mendefinisikan sains sebagai “serangkaian skema konsep-konsep
dan konseptual yang telah dikembangkan sebagai suatu hasil eksperimen dan
pengamatan yang mendorong dilakukannya eksperimen dan pengamatan lebih
lanjut” (Nandang, dalam http://nandang.blogdetik.com).
Menurut Mariana dan Praginda (2009: 13), hakikat Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) merupakan makna alam dan berbagai
fenomenanya/perilaku/karakteristik yang dikemas menjadi sekumpulan teori
maupun konsep melalui serangkaian proses ilmiah yang dilakukan manusia.
Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002), sains diartikan sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan.
Dari pandangan beberapa ahli, Kartika Budi (2001) menyimpulkan
sains merupakan kesatuan dari proses, hasil, dan sikap. Kesatuan tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut (Kartika Budi, dalam Widya Dharma No. 1
15
Gambar II.1 Hakekat Sains
Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk
“mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Pendidikan sains merupakan pemahaman tentang pentingnya mempelajari
alam sehingga akan membawa manusia pada kehidupan yang bermakna dan
bermartabat. Pendidikan sains di sekolah dasar diharapkan dapat menjadi
wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar.
2. Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran Sains
Jika definisi IPA/sains di atas kita cermati dan analisis, aspek proses
atau metode termuat didalamnya. Kurikulum Berbasis Kompetensi (2002)
16
“berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman
yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Belajar sains sangat menarik dan menantang. Dengan belajar sains kita
termotivasi untuk berpikir dan memecahkan masalah. Sains berkembang melalui
rasa ingin tahu manusia. Sains didasarkan pada empirisme, yaitu suatu pencarian
pengetahuan berdasarkan eksperimentasi dan observasi (Mahmuddin, dalam
http://mahmuddin.wordpress.com/2010/04/10/pentingnya-penilaian-keterampilan-proses-sains/). Langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
dalam IPA/sains ini disebut proses atau metode ilmiah.
Proses ilmiah merupakan proses pencarian kebenaran dan
pengetahuan. Di dalam sains, metode pencarian pengetahuan dikenal sebagai
metode ilmiah. Fisika menggunakan metode ilmiah didalam cara kerjanya
(Suparno, 1987). Metode itu secara garis besar memuat pengamatan/observasi,
hipotesa, ramalan, dan pengujian. De Groot, seperti dikutip Suparno (1987)
menyatakan adanya lima tahapan dalam proses atau metode ilmiah yaitu
observasi, induksi, dedukasi, kajian, dan evaluasi.
Bacon berpandangan bahwa sains itu seakan-akan seperti suatu
kegiatan mengumpulkan pengetahuan objektif. Bacon menjelaskan
langkah-langkah yang diperlukan untuk menemukan pengetahuan sebagai berikut
(Suparno, 1997: 13-14):
1) Mengamati/observasi. Dalam proses ini orang mengamati suatu kejadian
atau peristiwa yang terjadi, lalu mencatat data-data dan pattern yang
17
2) Membuat pernyataan umum atau hipotesis. Dalam pattern yang ada dibuat
suatu keterangan umum, mengapa hal itu terjadi. Inilah suatu hipotesis
awal.
3) Mengetes kebenaran hipotesis. Hipotesis awal itu dites dalam
kejadian-kejadian lain yang serupa ataupun dites dalam suatu laboratorium. Dalam
pengetesan dilihat apakah memang hipotesis itu sungguh berlaku dalam
peristiwa atau kejadian yang lain.
4) Menggunakan hipotesis itu untuk penyelidikan selanjutnya. Hipotesis yang
telah dites ini digunakan dalam penyelidikan lebih lanjut untuk semakin
menjejaki keberlakuan hipotesis tersebut. Semakin hipotesis itu berlaku
umum, semakin hipotesis menjadi kuat.
5) Hipotesis yang semakin berlaku umum dan dapat menjelaskan banyak
peristiwa atau kejadian yang serumpun, akhirnya diangkat menjadi sesuatu
hukum. Langkah terakhir inilah yang merumuskan suatu pengetahuan
ilmiah.
Dalam pengajaran sains, aspek proses ini muncul dalam bentuk
kegiatan belajar mengajar. Belajar keterampilan proses dan mengembangkan
sikap lebih tergantung kepada bagaimana pelajaran itu diajarkan (Conny,
2008: 136-137). Kegiatan pembelajaran sains dapat dilakukan melalui
berbagai kegiatan seperti pengamatan, penyelidikan/penelitian, diskusi,
penggalian informasi mandiri melalui tugas baca, wawancara nara sumber,
simulasi/bermain peran, nyanyian, demonstrasi/peragaan model (Kurikulum
18
Ada atau tidak adanya aspek proses di dalam pengajaran sains sangat
tergantung kepada guru. Suatu teori yang tertulis di dalam buku pelajaran
fisika misalnya, dapat diajarkan begitu saja seperti adanya tertulis di dalam
buku itu; tetapi dapat pula diajarkan dengan cara membawa persoalannya
secara konkrit kemudian para murid dibimbing melakukan berbagai aktivitas
-baik fisik maupun mental- sampai akhirnya merumuskan kembali teori yang
sudah tertulis di dalam buku tersebut.
Pentingnya seseorang memiliki keterampilan proses karena (1)
merupakan cara yang khas dalam menghadapi pengalaman yang berkenaan
dengan semua segi kehidupan yang relevan dan (2) merupakan cara yang khas
dalam menghadapi pengalaman yang berkanaan dengan semua segi kehidupan
yang relevan baginya (Conny, 2008: 137).
C. Pertanyaan
1. Pengertian “Pertanyaan”
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), kata “tanya” diartikan
sebagai permintaan keterangan; sedangkan “bertanya” diartikan sebagai (1)
meminta keterangan atau penjelasan, dan (2) meminta supaya diberitahu
tentang sesuatu. Menurut Ramlan (2005: 28), pertanyaan atau kalimat tanya
berfungsi untuk menanyakan sesuatu. English (2005: 143) menjelaskan bahwa
19
memerlukan jawaban. Fungsi berbagai kata tanya ditentukan berdasarkan
kemungkinan kalimat jawabnya.
Kegiatan bertanya akan lebih efektif bila pertanyaan yang diajukan
cukup berbobot, mudah dimengerti atau relevan dengan topik yang
dibicarakan. Pertanyaan yang baik mempunyai berbagai fungsi, antara lain
(Hutasoit, dalam
http://callmeamel.blogspot.com/2010/07/keterampilan-bertanya.html):
a) Mendorong siswa untuk berfikir.
b) Meningkatkan keterlibatan siswa.
c) Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan.
d) Mendiagnosis kelemahan siswa.
e) Memusatkan perhatian siswa pada satu masalah.
f) Membantu siswa mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik.
Agar pertanyaan yang diungkapkan dapat meningkatkan fungsi
pertanyaan yang diinginkan maka perlu diketahui berbagai jenis pertanyaan.
2. Jenis-Jenis Pertanyaan Menurut Taksonomi Bloom
Menurut Taksonomi Bloom, ada enam tingkatan pertanyaan untuk
20
2009: 13-17 dan Hutasoit dalam
http://callmeamel.blogspot.com/2010/07/keterampilan-bertanya.html.).
Keenam tingkat pertanyaan itu adalah pertanyaan pengetahuan, pertanyaan
pemahaman, pertanyaan aplikasi atau penerapan, pertanyaan analisis,
pertanyaan sintetis, dan pertanyaan evaluasi. Berikut adalah penjelasan
keenam tingkat pertanyaan tersebut.
a. Pertanyaan Pengetahuan (recall question atau knowlagde question)
Pertanyaan pengetahuan yaitu pertanyaan yang menuntut peserta didik
mengingat kembali dan menyebutkan informasi yang telah dipelajari
sebelumnya. Dalam hal ini peserta didik tidak dituntut memanipulasi atau
menilai informasi, tetapi hanya mengingat kembali apa yang telah
dipelajarinya. Oleh karena itu, peserta didik harus mengingat kembali
fakta, defenisi, hasil, pengamatan, dalil, rumus dan lain sebagainya yang
telah dipelajari sebelumnya.
Contoh: Siapa? Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana?
b. Pertanyaan Pemahaman (conprehention question)
Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang menuntut peserta didik
menjawabnya dengan mengorganisasikan informasi yang pernah
dipelajarinya dengan kata-kata sendiri, membuat perbandingan atau
menerjemahkan bahan informasi dari komunikasi verbal ke bentuk lain
21
Contoh: Bisa dijelaskan apa yang Anda dengar? Menurut Anda apa
pengertian dari…..?
c. Pertanyaan Aplikasi atau Penerapan (application question)
Merupakan pertanyaan yang menuntut peserta didik menerapkan informasi
yang dipelajari sebelumnya, berupa aturan, hukum, rumus, kriteria, atau
prinsip-prinsip tertentu dalam situasi konkrit. Dengan pertanyaan tersebut
peserta didik diharapkan dapat memberikan jawaban tunggal dengan
menerapkan informasi-informasi yang dimaksud.
Contoh: Bagaimana ini berhubungan dengan itu? Kenapa itu sangat
berarti?
d. Pertanyaan Analisis (analysis question)
Pertanyaan analisis yaitu pertanyaan yang menuntut peserta didik untuk
berpikir lebih kritis dan mendalam. Dengan pertanyaan analisis ini, peserta
didik diharapkan dapat menemukan jawaban dengan cara
mengindentifikasikan motif, alasan atau penyebab kejadian yang spesifik
dan mempertimbangkan dan menganalisis informasi yang diperlukan agar
dapat ditarik suatu kesimpulan, atau generalisasi berdasarkan informasi
yang telah dipelajari sebelumnya.
22
e. Pertanyaan Sintetis (synthesis question)
Pertanyaan sintetis yaitu pertanyaan yang menuntut peserta didik
menyusun suatu pemikiran yang sifatnya mandiri dan kreatif.
Contoh: Apa yang terjadi bila ini digabungankan dengan itu? Apa jalan
keluar yang bisa anda sarankan?
Pertanyaan sintetis dapat berupa membuat ramalan atau prediksi,
pemecahan masalah berdasar imajinasi anak, maupun mencari komunikasi.
(1) Membuat ramalan
Contoh: Apa yang terjadi jika cahaya tidak bisa dipantulkan.
(2) Memecahkan masalah berdasarkan imajinasi anak
Contoh: Bayangkan jika periskop kapal selam rusak saat dalam
perjalanan, bagaimana kapal salam tersebut melajutkan perjalanannya?
(3) Mencari komunikasi
Contoh: Susunlah suatu karangan pendek yang menggambarkan proses
sehingga kita dapat melihat benda.
f. Pertanyaan Evaluasi (evaluation question)
Pertanyaan evaluasi yaitu pertanyaan yang menuntut peserta ide/gagasan,
23
meminta peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya tentang suatu
isu yang ditampilkan.
Contoh: Bagaimana Anda menilai itu? Apa saja yang perlu diprioritaskan?
Jenis-jenis pertanyaan menurut Taksonomi Bloom ini dapat
dikelompokkan lagi kedalam jenis pertanyaan berdasarkan tingkat berpikir
anak, yaitu pertanyaan tingkat berpikir rendah dan pertanyaan tingkat berpikir
tinggi.
a. Pertanyaan tingkat rendah
Pertanyaan tingkat rendah menekankan daya ingat seseorang terhadap
informasi yang diperoleh. Pertanyaan terfokus pada fakta. Yang termasuk
pada pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan pengetahuan,
pertanyaan pemahaman, dan pertanyaan aplikasi.
b. Pertanyaan tingkat tinggi
Pertanyaan tingkat tinggi menuntut jawaban dengan tingkat berikir yang
kompleks dan abstrak. Pertanyaan tingkat tinggi digunakan untuk menilai
kemampuan berpikir anak yang bersifat kompleks dan abstrak. Tipe
pertanyaan ini menuntut anak untuk dapat berpikir analitis, sintetis,
maupun berpikir evaluatif, dan keterampilan pemecahan masalah. Yang
termasuk pertanyaan tingkat tinggi adalah pertanyaan analisis, pertanyaan
24
3. Teknik Bertanya
Melalui bertanya, kita akan mengetahui dan mendapatkan informasi
tentang apa saja yang ingin kita ketahui. Dikaitkan dengan proses
pembelajaran maka kegiatan bertanya jawab antara guru dan siswa
menunjukan adanya ineraksi di kelas yang dinamis dan multi arah.
Keterampilan bertanya mutlak harus dikuasai oleh guru baik itu guru
pemula maupun yang sudah profesional karena dengan mengajukan
pertanyaan baik guru maupun siswa akan mendapatkan umpan balik dari
materi serta juga dapat menggugah perhatian siswa atau peserta didik. Cara
yang digunakan untuk mengajukan pertanyaan yang baik disebut teknik
bertanya.
Untuk mencapai tujuan, dalam penyampaian pertanyaan perlu dijalin
kehangatan dan keakraban dalam kelas. Kehangatan ini dapat terlihat dari
gaya, suara, ekspresi wajah, gerakan dan posisi badan, termasuk juga cara
guru menerima jawaban siswa dan menggunakan jawaban itu sebagai titik
tolak uraian selanjutnya.
Beberapa hal yang perlu dihindari dalam mengajukan pertanyaan:
a. Mengulangi pertanyaan sendiri.
Pertanyaan yang diajukan berulang akan mengurangi perhatian siswa dan
kurang memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir maksimal, karena
25
b. Mengulangi jawaban siswa
Mengulangi jawaban siswa terhadap pertanyaan yang diajukan guru
kadang-kadang dapat menjadi penguatan, namun dapat juga menjadi
kendala dalam efisiensi waktu serta dapat mengurangi perhatian siswa
lainnya dalam menyimak jawaban teman.
c. Menjawab pertanyaan sendiri
Kebiasaan seorang guru menjawab pertanyaan sendiri kurang memberi
kesempatan pada siswa untuk berpikir dan kesempatan mengajukan
pendapat.
d. Pertanyaan yang memancing jawaban serentak.
Pertanyaan yang memancing jawaban serentak dari siswa menyebabkan
guru tidak mengetahui mana siswa yang menjawab benar atau salah.
e. Pertanyaan ganda
Beberapa pertanyaan yang dilontarkan sekaligus dapat mematahkan
semangat siswa dan mengurangi partisipasi siswa. Hendaknya
pertanyaan-pertanyaan diajukan secara terpisah.
f. Menentukan siswa sebelum pertanyaan diajukan.
Siswa yang ditunjuk untuk menjawab suatu pertanyaan seyogianya
ditunjuk setelah pertanyaan diajukan, hal ini untuk menghindari siswa lain
tidak memikirkan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan guru,
26
4. Pentingnya Pertanyaan Dalam Pembelajaran
Pentingnya pertanyaan dalam pembelajaran merupakan sesuatu hal
yang tidak perlu disangkal lagi. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu
bermula dari “bertanya”. Ada berbagai jenis pertanyaan, namun seberapa
efektif pertanyaan-pertanyaan tersebut mendukung keberhasilan pembelajaran
adalah merupakan hal yang kurang diungkapkan.
Di sekolah, kita dapat melihat bahwa sebagian dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan datang dari pihak guru. Guru bertanya untuk
menguji, untuk menyuruh murid mengulangi, untuk memaksakan perhatian;
guru mengajukan pertanyaan untuk meminta jawaban serta untuk membahas
pelajaran; guru bertanya dengan maksud melanjutkan pelajaran; guru
menanyakan sesuatu yang sudah lama diketahuinya (Singer, 1987: 85).
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi
siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran, yaitu
menggali, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan
perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Menurut Amri & Ahmadi
(2010: 29-30), dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya
juga berguna untuk:
1. Mengecek pemahaman siswa,
27
3. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa, dan
4. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.
Menurut Kartika Budi (2000), rasa ingin tahu adalah modal awal yang
besar bagi siswa untuk pembelajaran yang konstruktivistik. Rasa ingin tahu
seseorang biasanya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Menurut Singer
(1987: 84-85), pada mulanya si anak mengajukan pertanyaan berdasarkan
dorongan perasaan ingin meneliti, karena ingin tahu. Setiap pertanyaan yang
diajukan menunjukkan bahwa si murid menyadari adanya suatu masalah. Ia
telah menemukan suatu kekurangan dalam pengetahuannya tentang dunia ini,
kekurangan yang kini ingin dilengkapinya.
Seorang anak yang tidak diperbolehkan bertanya dan melihat secara
bebas dan wajar akan mengalami kesukaran dalam mengembangkan minat
belajarnya; sikap rasa ingin tahu yang tak dapat tumbuh itu pasti akan
menghambat proses belajar (Singer, 1987: 78).
D. Pembelajaran Sains Melalui Kegiatan Membaca Teks dan Mengobservasi
Gejala Fisika
Pada dasarnya tidak ada strategi belajar paling ideal (Amri & Ahmadi,
2010: 145). Masing-masing strategi mempunyai kelebihan dan kekurangan
sendiri. Hal ini sangat bergantung pada tujuan yang hendak dicapai, pengguna
28
1. Pembelajaran Sains Melalui Kegiatan Membaca Teks
Menurut Katika Budi (2000: 46), melaksanakan pembelajaran yang
konstruktivistik berarti menciptakan atau merancang variasi kegiatan yang
dapat melibatkan siswa secara aktif dan berkesinambungan dalam proses,
terutama proses sains. Salah satu alternatifnya adalah dengan membaca
sendiri.
Untuk pokok bahasan-pokok bahasan tertentu atau bagian tertentu dari
suatu pokok bahasan yang memungkinkan, dan untuk sebagian besar contoh
soal dipelajari sendiri oleh siswa dengan membaca. Untuk itu perlu tersedia
bacaan atau reader yang readable, yaitu bacaan dengan pengungkapan
gagasan, kerangka berfikir, gaya bahasa, yang sesuai dengan kemampuan
siswa. Teknisnya, menurut Katika Budi (2000: 46), bisa dilakukan dengan dua
cara: (1) jam pelajaran di kelas yang biasanya didominasi oleh guru untuk
memberi penjelasan dipakai oleh siswa untuk mempelajari sendiri materi.
Mereka diberi kebebasan untuk memilih tempat dimana mereka harus
membaca, agar mereka melakukannya tanpa tekanan karena diawasi oleh
guru, agar kegiatan dilakukan secara alami. Kalau tersedia beberapa buku
yang membahas pokok bahasan bersangkutan, mereka boleh memilih buku
yang mereka sukai; (2) membaca dilakukan di luar jam pelajaran atau di
rumah.
Kebiasaan dan kepercayaan memang harus dibangun jika dilakukan di
29
untuk mendorong agar siswa membaca sungguh-sungguh apa yang seharusnya
dibaca, antara lain dengan menetapkan semacam target, misalnya membuat
catatan tentang konsep-konsep yang dapat ditangkap yang berupa pengertian,
definisi, persamaan-persamaan, mengajukan secara tertulis minimal sekian
pertanyaan atau masalah yang ditemui, hal-hal menarik apa yang mereka
peroleh dari apa yang mereka pelajari. Hasil mereka harus dipelajari untuk
diberi umpan balik secara lisan maupun tertulis. Umpan balik tersebut harus
bersifat memberi dorongan dan penghargaan atas jerih payah mereka.
Perbedaan perolehan pengetahuan siswa dalam pembelajaran dengan
cara membaca sendiri sangat bervariatif, baik kuantitas maupun kaulitasnya.
Dengan membaca sendiri dalam situasi kebebasan, siswa akan bekerja dan
maju sesuai dengan potensinya. Dengan kata lain, pembelajaran dengan cara
membaca sendiri sangat manusiawi.
2. Pembelajaran Sains Melalui Kegiatan Mengobservasi Fenomena Fisika
Dalam pelaksanaannya, pembelajaran sains melalui kegiatan
mengobservasi fenomena fisika merupakan gabungan dari dua metode
pembelajaran, yaitu metode pembelajaran fisika aneh (fun) dan metode
demonstrasi. Dari pihak siswa, pembelajaran sains melalui kegiatan
mengobservasi fenomena fisika merupakan model pembelajaran fisika aneh
30
(baca: fenomena fisika) yang dapat menarik minat anak untuk mengerti
prinsip fisika lebih dalam (Suparno, 2007: 86).
Di pihak guru, pembelajaran sains melalui kegiatan mengobservasi
fenomena fisika merupakan metode pembelajaran fisika dengan demonstrasi.
Demonstrasi berasal dari kata demonstration yang berarti penunjukan. Model
pembelajaran dengan demonstrasi diartikan sebagai model mengajar dengan
pendekatan visual agar siswa dapat mengamati proses, informasi, peristiwa,
alat dalam pembelajaran fisika. Tujuannya sangat jelas agar siswa lebih
memahami bahan yang diajarkan lewat suatu kenyataan yang dapat diamati
sehingga mudah dimengerti. Siswa lewat demonstrasi dapat mengamati
sesuatu yang nyata dan bagaimana cara bekerjanya proses tersebut. Selama
proses demonstrasi dan juga pada akhir, guru tetap harus mengajukan
pertanyaan kepada siswa. Dengan pertanyaan itulah siswa dibantu terus
mengembangkan gagasan mereka dan aktif berpikir. Dengan demikian siswa
bukan hanya melihat, tetapi aktif memikirkan, mengolah proses itu dalam
pikirannya, dan mengambil kesimpulan (Suparno, 2007: 142-143).
E. Gaya
1. Pengaruh Gaya terhadap Gerak Benda a. Pengaruh Gaya terhadap Benda Diam
Kursi yang diam akan bergerak jika ditarik. Bola yang diam akan
31
gaya. Gaya dapat membuat benda diam menjadi bergerak dan dapat mengubah
posisi benda. Tanpa gaya, tidak akan ada gerakan.
b. Pengaruh Gaya terhadap Benda Bergerak
Gaya yang diberikan pada benda bergerak memberi hasil yang
bermacam-macam. Benda bergerak dapat menjadi diam jika diberikan gaya.
Benda bergerak dapat menjadi berubah arah jika dikenai gaya. Bola yang
menggelinding dapat berbalik arah saat ditahan dengan kaki. Hal ini dapat
terjadi jika benda dihadang saat sedang bergerak kencang.
Benda bergerak juga dapat bergerak semakin cepat jika mendapat
gaya. Meja akan bergeser semakin cepat jika orang yang mendorongnya
makin banyak. Semakin banyak orang yang mendorong, semakin besar gaya
yang diberikan. Semakin besar gaya yang diberikan, benda dapat bergerak
makin cepat.
Selain gaya karena adanya dorongan atau tarikan, ada pula gaya yang
disebabkan oleh gaya tarik bumi atau gaya gravitasi. Gaya ini menyebabkan
banda yang berada di atas atau dilempar ke atas akan jatuh ke tanah atau ke
bumi.
2. Pengaruh Gaya terhadap Bentuk Benda
Berbagai kegiatan sehari-hari menunjukan bahwa bentuk benda dapat
berubah saat mendapat gaya. Makin besar gaya, makin besar perubahan benda
yang terjadi. Orang dapat membentuk plastisin (lilin mainan) menjadi mainan
32
plastisin tersebut. Ketika orang melakukan itu, sebetulnya orang tersebut sedang
memberikan gaya.
3. Besar Gaya
Besar gaya yang dimiliki sumber gaya tidak sama. Misalnya, besar gaya
yang diberikan kuda berbeda dengan besar gaya yang diberikan sapi. Begitu pun
manusia. Gaya yang dihasilkan setiap orang mungkin berbeda-beda. Alat khusus
yang digunakan untuk mengukur gaya disebut dinamometer.
Besar dan kecilnya gaya menentukan pengaruh gaya pada benda. Gaya
memiliki keterbatasan dalam memengaruhi gerak benda. Demikian juga, ketika
gaya harus mengubah bentuk benda. Hanya gaya-gaya yang mencukupi yang
dapat memengaruhi benda. Oleh karena itu, untuk mengubah suatu benda harus
menggunakan sumber gaya yang sesuai. Misalnya, untuk menghancurkan
bangunan atau meratakan tanah. Sumber gaya yang paling tepat untuk
melakukannya adalah bulldozer.
4. Gaya-Gaya yang Ada di Alam a. Gaya Gravitasi Bumi
Jika kita melempar bola ke atas, bola akan kembali. Setiap benda yang
dilempar ke atas akan kembali. Ini menandakan adanya gaya gravitasi. Gaya
gravitasi merupakan gaya yang timbul dari Bumi. Bumi menarik setiap benda
yang ada di permukaannya. Gaya gravitasi membuat kamu kokoh menempel
33
b. Gaya Apung
Bola, piring plastik, sterofoam terapung di air. Jika kita menekan
benda-benda itu ke dalam air, maka seolah air menahannya. Air memang
memberi tekanan ke atas. Ini menunjukan bahwa air memberikan gaya ke atas
di dalam air. Gaya tersebut dinamakan dengan gaya apung.
Gaya apung dipengaruhi volume benda. Makin besar volume benda,
makin besar gaya yang akan diberikan air. Bentuk dapat mempengaruhi
kemampuan suatu benda untuk mengapung atau tenggelam di dalam air.
Contoh, kapal dari besi dapat mengapung di air padahal sebatang jarum akan
tenggelam saat diletakkan di air.
c. Gaya Gesek
Kelereng bergerak lebih lamban di tanah. Itu terjadi karena pengaruh
hambatan lintasan geraknya. Hambatan gerak dari lantai keramik lebih kecil
dibandingkan dengan hambatan gerak tanah. Hambatan gerak dari lantai
disebut gaya gesek. Makin kasar permukaan, makin besar pula gaya geseknya.
Gaya gesek dapat diperkecil dengan cara menghaluskan permukaan lantai.
Selain itu, dapat juga dengan cara melicinkannya. Gaya gesek juga dapat
diperkecil dengan cara memberikan bantalan. Bantalan diletakkan di bawah
benda yang akan dipindahkan. Dengan demikian, benda tidak kontak langsung
34
F. Energi Panas dan Energi Bunyi
1. Sumber Energi Panas
Semua yang dapat menghasilkan panas disebut sumber energi panas. Lilin
yang menyala menghasilkan panas. Api unggun menghasilkan panas. Gesekan
antara dua benda dapat menghasilkan panas. Ini berarti bahwa lilin yang menyala,
api unggun, dan gesekan antara dua benda merupakan sumber energi panas. Air
panas juga merupakan sumber energi panas.
Alam telah menyediakan sumber energi panas yang sangat besar dan tidak
akan habis. Sumber energi panas itu adalah matahari. Panas matahari kita gunakan
untuk mengeringkan makanan dan pakaian.
Panas matahari dapat dikumpulkan dalam suatu alat yang disebuit panel
surya. Di rumah-rumah modern, panel surya dimanfaatkan untuk memanaskan air.
2. Perpindahan Panas
Panas dapat berpindah dari sumbernya ke tempat lain. Panas dari matahari
berpindah ke bumi sehingga permukaan bumi menjadi hangat. Matahari
merupakan sumber energi panas terbesar bagi bumi. Biarpun sebagian panasnya
telah pindah ke tempat lain, misalnya ke bumi, matahari tidak menjadi dingin.
Perpindahan panas yang terjadi pada logam disebut perpindahan secara
konduksi. Selain secara konduksi, panas dapat berpindah secara konveksi dan
35
air. Perpindahan panas secara radiasi contohnya terjadi pada peristiwa keringnya
jemuran oleh Matahari.
Perpindahan panas dapat dicegah. Memasukan air panas ke dalam termos
dapat mencegah perpindahan panas. Dengan memasukan air panas ke dalam
wadah yang tertutup rapat, dapat mengurangi perpindahan panas ke udara luar.
3. Sumber Energi Bunyi
Seperti halnya energi, bunyi pun tidak dapat dilihat. Yang dapat diamati
adalah sumber dan akibatnya. Contoh pada saat gendang dipukul, membran (kulit
gendang) bergetar. Pada saat gitar dipetik, senar terlihat bergetar. Pada saat kita
berteriak, tenggorokan kita terasa bergetar. Bunyi-bunyi tersebut dihasilkan oleh
getaran. Semua getaran benda yang dapat menghasilkan bunyi disebut sumber
bunyi.
Getaran bunyi merambat ke segala arah sebagai gelombang, mirip seperti
gelombang air. Ketika kita melempar batu ke air yang tenang, maka gelombang
air bergerak ke segala arah. Makin jauh dari tempat batu jatuh, gelombang makin
kecil. Demikian juga dengan bunyi. Makin jauh dari sumber bunyi, bunyi
36
Lalu apa sebenarnya getaran itu?
Gambar II.2
Proses terjadinya getaran pada penggaris
Pada Gambar II.2, terlihat sebuah penggaris yang diletakkan di ujung meja.
Ketika penggaris digetarkan, akan terjadi gerakan bolak-balik. Gerakan ujung
penggaris dari titik asal sampai kembali lagi ke titik asal disebut satu getar.
Misalnya, gerakan A–B–C–B–A, B–C–B–A–B, atau C–B–A–B–C. Jadi, getaran
dapat diartikan gerakan bolak-balik yang melalui titik setimbang.
Pada Gambar II.2, titik setimbang adalah B. Jarak dari B ke A atau B ke C
dinamakan amplitudo. Makin besar amplitudo, makin keras bunyi yang terdengar.
Contohnya, jika kamu pukul gong. Pukulan lemah membuat gong bergetar sedikit.
Bunyi pun terdengar sangat lemah. Sebalik nya, jika dipukul keras, gong bergerak
hebat dan bunyi pun terdengar keras.
Satu kali gerak ke atas dan ke bawah disebut satu getaran. Banyak getaran
yang terjadi dalam satu detik disebut kekerapan atau frekuensi. Bunyi yang
frekuensinya teratur disebut nada. Bunyi yang frekuensinya tidak teratur disebut
desah.
37
BAB III
METODOLOGI
A. Jenis Penelitian
Menurut pendekatannya, jenis penelitan ini adalah eksperimen-studi kasus. Menurut Hasan (2004: 10), penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta diadakannya kontrol terhadap variabel tertentu. Penelitian ini dikatakan penelitian eksperimen karena peneliti melakukan treatment kepada subyek yang diteliti. Dikatakan penelitian studi kasus karena penelitian ini merupakan penelitian yang mendalami suatu kasus pada individu atau sekelompok individu. Ary (dalam Idrus, 2009: 57) menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu penyelidikan intensif tentang seorang individu, namun studi kasus terkadang dapat juga dipergunakan untuk menyelidiki unit sosial yang kecil seperti keluarga, sekolah, kelompok-kelompok “geng” anak muda.
38 dan mengikuti alur kehidupan informan secara apa adanya (wajar). Dalam penelitian ini, peneliti mengamati jenis pertanyaan yang disampaikan oleh siswa (informan). Jenis pertanyaan siswa digolongkan kedalam pertanyaan tingkat tinggi dan pertanyaan tingkat rendah.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 4 SD. Pertimbangan pemilihan subyek penelitian ini karena anak kelas 4 SD karena anak usia 10-11 tahun berada dalam tahap perkembangan operasional konkret. Pada tahap ini pikiran anak sudah mulai stabil dalam arti aktivitas normal (internal action), dan skema pengamatan mulai diorganisasikan menjadi sistem pengajaran yang logis (logikal operational system). Anak mulai dapat berpikir lebih dulu akibat-akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan yang akan dilakukannya.
C. Definisi Operasional Penelitian
39 jenis pertanyaan yang diajukan oleh siswa yang digolongkan kedalam pertanyaan tingkat tinggi dan pertanyaan tingkat rendah berdasarkan tingkat berpikir siswa.
D. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 Maret 2011 sampai 17 Maret 2011.
E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang bila dalam suatu saat berada bersama variabel lain, variabel yang terakhir ini berubah (atau diduga berubah) dalam variasinya; atau bisa juga diartikan sebagai variabel yang mengakibatkan perubahan bagi variabel terikat. Sedang variabel terikat adalah variabel yang berubah karena variabel bebas. Variabel terikat bisa juga diartikan sebagai variabel yang menjadi akibat karena adanya variable bebas.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pengajarannya, yaitu dengan kegiatan membaca teks serta mengobservasi fenomena fisika.
2. Variabel Terikat
40
F. Rancangan Penelitian
Langkah pertama dari rangkaian kegiatan penelitian ini dimulai dengan pembuatan instrumen (alat ukur) penelitian. Setelah pembuatan instrumen penelitian selesai, pengambilan data penelitian dimulai dengan kegiatan observasi kelas. Kegiatan observasi kelas bertujuan untuk mengetahui kemampuan bertanya awal siswa. Berikutnya adalah melakukan treatment yaitu dengan kegiatan mengajar. Mengajar dilakukan dalam dua kegiatan siswa, yaitu dengan kegiatan membaca teks serta mengobservasi fenomena fisika.
1. Pembuatan Instrumen
Peneliti membuat instrumen penelitian yang akan digunakan, meliputi instrumen pembelajaran dan instrumen pengambilan data. Instrumen pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), teks pelajaran fisika, dan perangkat alat fenomena fisika. Sedang instrumen pengambilan data meliputi lebar observasi aktivitas guru dan siswa, transkrip pertanyaan siswa, “lembar tanya siswa”.
2. Observasi
41
3. Mengajar Dengan Kegiatan Membaca Teks
Peneliti melakukan kegiatan belajar mengajar dengan menitikberatkan pada kegiatan siswa berupa membaca teks pelajaran fisika. Teks pelajaran fisika dipilih dan dibuat oleh peneliti sendiri. Masing-masing siswa minimal mendapatkan dan membaca satu teks.
4. Mengajar Dengan Kegiatan Mengobservasi Gejala Fisika
Peneliti melakukan kegiatan belajar mengajar dengan menitikberatkan pada kegiatan siswa mengobservasi fenomena fisika yang dipertunjukan/didemonstrasikan oleh peneliti.
Berikut adalah diagram blok dari rancangan penelitian:
Pembuatan Instrumen
Observasi Kelas
Mengajar I (Kegiatan Membaca Teks)
Mengajar II (Observasi Fenomena Fisika)
Pengambilan Data
42
G. Jenis Data
Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan fakta. Data kualitatif yaitu data yang berhubungan dengan kategorisasi, karakteristik berwujud pertanyaan atau berupa kata-kata. Sedang data kuantitatif yaitu data yang berwujud angka-angka (Riduwan, 2008: 5). Data kualitatif penelitian ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa pada saat pembelajaran, dan data kuantitatifnya berupa banyaknya pertanyaan yang diajukan oleh siswa.
H. Metodologi Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data ialah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data (Riduwan, 2008: 24). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan cara pengamatan/observasi dan dokumentasi.
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitain untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2008: 30). Pengamatan/observasi dilakukan oleh observer dengan berbekal lembar pengamatan sebagai catatan anekdot, yaitu catatan peneliti mengenai segala sesuatu yang terjadi pada saat pengamatan berlangsung. Peristiwa atau sesuatu yang dianggap penting dicatat dengan singkat tanpa harus menuruti aturan tertentu.
43 dalam penelitian ini berupa foto-foto, video, lembar observasi aktivitas siswa dan guru, dan lembar tanya siswa.
I. Instrumen Penelitian
Insrumen penelitian dalam penelitian ini dibagi dalam dua jenis, yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen pengambilan data. Instrumen pembelajaran meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), teks pelajaran fisika, dan perangkat alat fenomena fisika. Sedang instrumen pengambilan data meliputi lebar observasi aktivitas siswa dan guru di kelas untuk melihat kemampuan bertanya awal siswa, lebar observasi aktivitas siswa dan guru di kelas saat teratment yang juga dapat difungsikan sebagai transkrip kemampuan bertanya, dan “lembar tanya siswa”.
Untuk lebih lengkapnya, RPP bisa dilihat di lampiran 1 dan lampiran 2; teks pelajaran fisika pada lampiran 3, lembar observasi aktivitas guru dan siswa di lampiran 4. Lembar tanya siswa terlampir sebagai lampiran 5.
J. Metode Analisis Data
1. Data Kualitatif
44 mempermudah dalam hal analisis, data kualitatif peningkatan kemampuan bertanya anak dalam penelitian ini akan ditampilkan dengan diagram batang.
2. Data Kuantitatif
Peningkatan kemampuan bertanya anak secara kuantitatif dapat dilihat dari meningkatnya jumlah pertanyaan yang mereka ajukan. Semakin banyak jumlah pertanyaan yang anak ajukan berarti semakin tinggi kemampuan bertanya mereka. Peningkatan kemampuan bertanya secara kuantitatif dalam penelitian ini dinyatakan dalam persen dan dihitung dengan persamaan:
% 100 1
1 2
x E
E E P= −
Keterangan:
P = peningkatan jumlah kemampuan bertanya secara kuantitatif, dalam persen E1 = jumlah pertanyaan awal
45
BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Deskriptif Pelaksanaan Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IV Sekolah Dasar Negeri Timbulharjo. Peneliti memilih Sekolah Dasar Negeri Timbulharjo sebagai tempat penelitian karena sekolah ini masih berada dalam kawasan yang terjangkau.
46 Pertemuan kedua pada hari Kamis, 10 Maret 2011, peneliti mengajar di kelas. Pembelajaran dilaksanakan dengan metode tanya-jawab. Satu hari sebelum pembelajaran dilaksanakan, peneliti membagikan teks pelajaran tentang gaya kepada siswa untuk dibaca dirumah masing-masing. Pertimbangan peneliti agar siswa melakukan kegiatan membaca teks pelajaran di rumah karena banyaknya waktu luang yang membuat siswa bebas memilih waktu masing-masing untuk belajar. Pertimbangan lain adalah berkait tekanan kepada siswa dalam belajar. Jika kegiatan membaca teks pelajaran di rumah dan dalam suasana/waktu bebas membuat tekanan dalam belajar menjadi lebih kecil. Waktu pelajaran yang hanya 2x35 menit menurut peneliti juga tidak memungkinkan untuk menyuruh siswa membaca teks pelajaran yang cukup banyak mengingat peneliti juga harus menjelaskan tentang materi pelajaran tersebut dan membuka kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Pada pertemuan kedua ini, peneliti dibantu oleh dua orang teman yang masing-masing bertugas mengobservasi pembelajaran dengan merekam kegiatan pembelajaran dalam bentuk video dan mengobservasi pembelajaran secara manual seperti yang peneliti lakukan pada pertemuan pertama tanggal 3 Maret 2011.
Pertemuan kedua ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam pembelajaran fisika melalui kegiatan membaca teks. Data yang diperoleh dari penelitian kedua ini berupa pertanyaan yang disampaikan oleh siswa secara langsung maupun tidak langsung melalui lembar tanya siswa.
47 Peneliti mengajar di kelas dan direkam serta diobservasi oleh dua orang teman. Jika pada pertemuan kedua siswa diminta membaca teks pelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran, pada pertemuan ketiga ini siswa cukup mengamati/mengobservasi gejala fisika serta penjelasannya oleh peneliti di dalam kelas. Tujuan pembelajaran ini untuk mengetahui kemampuan bertanya siswa dalam pembelajaran fisika melalui kegiatan mengobservasi gejala fisika.
Pembelajaran dalam pertemuan ketiga tentang sumber energi panas dan energi bunyi. Dalam mengajar, peneliti menunjukan gejala fisika yang berkait materi pelajaran. Selain menunjukan, untuk gejala fisika yang memungkinkan, peneliti juga menyuruh siswa mencoba sendiri membuat gejala fisika yang telah peneliti sampaikan agar siswa merasakan sendiri gejala tersebut. Aspek pengalaman sains ditekankan dalam pembelajaran ini.