• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM KARYA AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KITAB TA’LIM AL-MUTA’ALIM KARYA AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER

PADA KITAB

TA’LIM AL-MUTA’ALIM

KARYA AL-ZARNUJI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh:

NURTADHO

NIM: 111 09 028

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

َالله َّْإ

إُِّْٛ٠َعَف َلََا ِكٍُُرٌا َْٓسُح َٚ َءبَراسٌا الَِا ُُْىِْٕ٠ِسٌِ ُحٍُْظَ٠ َلََٚ ِِٗسْفٌَِٕ َْٓ٠ِّسٌا اَصَ٘ َضٍَْرَزْسِا

) ٕٝطلضسٌا ٗخطذ ا( بَِِّٙث ُُْىَْٕ٠ِز

“Sesungguhnya Allah tela

h menyelamatkan Agama (Islam) ini

karena dirinya Dan Allah tidak akan memberi kebaikan pada agama

kalian kecuali dengan bersikap dermawan dan akhlak baik, maka

perhiasilah agama kalian

dengan keduanya.”

(dikeluarkan oleh

(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Bapak-ibuku tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat serta do’anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.

(8)

KATA PENGANTAR

ُ١حطٌا ّٓحطٌا الله ُسث

َطئبظث َطّظثٚ ،َٓ١ِمزٌٍِّ ِحزبؼّسٌا َحِٕٙ ًَّٙسٚ ،َٓ١ِجٌبطٌٍ َك٠ضبطٌا َحػٚأ ِٞصٌّا ِلله ُسّحٌا

ُِىحٌا ِطئبسث َٓ١ِلسظٌّا

ِْبسحلإا َضاٛٔأٚ ِْبّ٠لإا َضاطسأ َُٙحِٕٚ ،ِٓ٠ِّسٌا ٟف َِبىحلأاٚ

ّلَإ ٌٗإ ٢ ْْأ ُسٙشأٚ ،ِٓ١م١ٌاٚ

ُهٌٍّا ٌُٗ َه٠طش لَ َٖسحٚ ُالله

بَٔسّ١س ّْأ ُسٙشأٚ ، ُٓ١جٌّا ُّكحٌا

،ِْٓ٠ِّسٌا ِٟف ُِّْٗٙمَفُ٠ اًطْ١َذ ِِٗث ُالله ِزِطُ٠ َِْٓ ًُئبمٌا ،ُٓ١ِلَا ُسػٌٛا ُقزبّظٌا ٌُٗٛسضٚ ُٖسجػ اًسّحِ

.ِٓ٠ّسٌا َِٛ٠ ٌَٝإ ٍْبسحئث ٌُٙ ،َٓ١ِؼثبّزٌاٚ ِٗثبحطأٚ ٌِٗآ ٍَٝػٚ ِٗ١ٍػ ُالله ٍّٝط

Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah

„Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi cakrawala rindu para umatnya (Nabi Muhammad SAW).

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. ketua jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga.

4. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M.Ag. pembimbing yang telah membimbing dalam penulisan skripsi ini.

(9)
(10)

ABSTRAK

Nurtadho. 2016. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim Karya al-Zarnuji. Jurusan Tarbiyah Pendidikan Agama

Islam.Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Miftahuddin, M.Ag.

Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab

Ta‟lim al- Muta‟alim? (2) Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada

Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim pada dunia pendidikan Islam?

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library

research). Sumber data primer adalah Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim, sumber sekundernya diambil dari buku-buku lain, jurnal, artikel dan lain sebagainya yang bersangkutan dan relevan dengan penelitian. Adapun teknis analisis data menggunakan metode deskriptif analitis dan content analysis.

Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim masih relevan samapai saat ini di dalam dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya antara lain, nilai musyawarah,

wara‟, tekun, cita-cita luhur, hormad dan hidmad, repek terhadap diri, usaha

(11)

DAFTAR ISI

1. JUDUL ... i

2. LOGO IAIN ... ii

3. NOTA PEMBIMBING ...iii

4. PENGESAHAN KELULUSAN ...iv

5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...v

6. MOTTO...vi

7. PERSEMBAHAN...vii

8. KATA PENGANTAR... viii

9. ABSTRAK ... x

10.DAFTAR ISI ...xi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelilitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Penegasan Istilah ... 8

F. Tinjauan Pustaka…...………..……….. 10

G. Metode Penelitian ...15

(12)

BAB II. KAJIAN TEORI

A. Pengertiannilai……….……… 19

B. Pengertian Karakter ……….…………... 21

C. Pendidikan Karakter ………..………. 26

D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ………... 29

E. Prinsip Pendidikan Karakter………....………... 36

BAB III. BIOGRAFI AL-ZARNUJI A. Riwayat Hidup al-Zarnuji……… 38

B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji ………... 41

C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji……...…….. 42

D. Gambaran Umum Kitab Ta‟lim al-Muta‟alim……....… 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kitab Ta‟lim al Muta‟allim…...………... 56

B. Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al -Muta‟allim karya al-Zarnuji ……...……… 70

C. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allimbagi Dunia Pendidikan Islam ….... 80

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84 11.DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, pendidikan di Indonesia semakin kehilangan ruhnya. Hal ini dipengaruhi oleh efek negatif kemajuan teknologi dan informatika yang semakin mudah diakses, tanpa disertakan mental dan moral yang berkualitas. Akibatnya masyarakat bangsa Indonesia dengan mudah menghilangkan nilai-nilai tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian mantab dan mandiri serta rasatanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pendidikan adalah wadah untuk menciptakan manusia yang berkualitas. Proses pengembangan kemampuan manusia dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik hendaknya berjalan dengan seimbang. Namun, pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata seimbang. Karena gaya pendidikan dan pembelajaran yang cenderung formalistik dan hanya mementingkan capaian akademik semata (Darmiyati zuchdi, dkk., 2013:2).

Model pendidikan semacam di atas akan melahirkan para cendikiawan dan pemimpin yang cerdas dan terampil, namum tidak memiliki mental dan moral (karakter) yang berkualitas. Karakter (akhlaqul karimah) yang seharusnya

(14)

malah kurang diperhatikan, bahkan telah dilupakan. Apabila pendidikan yang demikian itu dilestarikan dan dibudayakan, maka degradasi moral pun tidak akan terhindarkan.

Degradasi moral tesebut dapat ditunjukan dengan rendahnya rasa hormat, santun, ramah, jiwa kebhinnekaan, kebersamaan, dan kegotong-royongan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Selain itu, msyarakat Indonesia juga terjangkit

“penyakit” anarkisme, narkoba, KKN, dan lain-lain. Perilaku-perilaku semacam itu menunjukan bahwah masyarakat Indonesia terlilit oleh problem moral, ahlak, atau karakter.

Melihat fenomena demikian itu, melahirkan keprihatina bangsa Indonesia yang amat mendalam sehingga pada tahun 2010, saat peringatan hari Raya Nyepi di Bali Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyampaikan pesan

pidato:”Pembangunan watak (character building) amat penting. Kita akan membangun manusia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berbudi perilaku baik. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demiakian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (goog society).” (Samani dan Hariyanto, 2013:6).

Dengan demikian, pendidikan karakter amatlah penting untuk membangun suatu bangsa yang besar, beradab, dan berperadaban. Ir. Soekarno menegaskan:

“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter

(15)

dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.” (Samani dan Hariyanto, 2013:1-2).

Dalam agama Islam karakter (akhlakul karimah) adalah hal yang amat diutamakan. Nabi Muhammad diutus oleh Allah dengan misi untuk meneyempurnakan akhlak karimah (karakter). Dalam hadist (http:articles.islamweb.net) disebutkan:

Dari Abu Hurairah, Rasulluallh berkata, “Sesungguhnya aku diutus untuk

menyempurnakan akhlak yang mulia”(diriwayatkan oleh Ahmad dari Abaas).

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oeleh Daraquthni dan Tirmidzi yang penulis ambil dari kitab Ihya‟ Ulumuddin (al Ghozali, t.th:48-49) dikatakan:

َإ

“Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan Agama (Islam) ini dan Allah

tidak akan memberikan kebaikan pada agama kamu semua kecuali dengan bersikap dermawan dan akhlak baik. Oleh karena itu perhiasilah agama kamu

semua dengan keduanya.”(dikeluarkan oleh Daruqudni)

(16)

“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi (semoga rahmat dan salam

tercurahkan kepada nabi dan keluarganya): “berikanlah wasiat kepadaku!”

Maka Nabi bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah sebagaimana engkau menjadi

(bertaqwa)!”Laki-laki itu berkata:”Tambahkanlah!”Nabi berkata: “Sertakanlah

perbuatan buruk dengan perbuatan baik, Maka berbuatan baik akan melebur

perbuatan buruk!” Laki-laki itu berkata lagi: “Tambahkanlah!” Nabi berkata:

“Jadikanlah manusia berakhlak baik!” ( dikeluarkan oleh Tirmidzi)

Pendidikan karakter dalam Islam berkiblat pada diri Nabi Muhammad saw. sebagai utusan dan nabi terahir. Nabi telah disetting oleh Allah sebagai hamba Allah yang paling sempurna. Nabi adalah suri tauladan (uswatun khasanah) yang sempurna. Dan dalam diri Nabi terdapat nilai-nilai karakter yang “agung”. Dalam

Qur‟an surat Al- Qolam ayat 4 Allah berfirman:

َٚ ِا

ّٔ

َه

ٌَ

َؼ ٍَ

ُذ ٝ

ٍُ

ك

َػ

ِظ

ْ١ ُ

:ٍُمٌا(

4

)

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”

Aisah pun mengatakan:

ْذٌَبَمَف ,ٍَََُس َٚ ح َلَط ِْٗ١ٍََػ ِٝجٌّٕا ِكٍُُذ َْٓػ بََْٕٙػ ُالله َِٟػَض ُخَشِئبَػ َْٓ١ِِِْٕؤٌُّا َُُّأ ْذٍَِئُس

َو

َْب

ُذ

ٍُ ُم

ُٗ

ُمٌا

ْط

َأ

َْ

)ٍُسٌّا ٖاٚض(

Ummul Mu‟minin („Aisah) ditanya tentang akhlak Nabi „alaihi sholatu wa

salam, „Aisah menjawab, “Akhlaq rasul adalah qu‟an.”(H.R. Muslim)

(http:almoslim.net/node/160472).

(17)

(karakter) Nabi adalah hal yang paling diutamakan untuk dicapai dan dimiliki oleh peserta didik. Ibnu Jama‟ah mengatakan bahwa:

... hal paling penting yang harus segera dicapai dan dimiliki oleh seorang intelektual sejak usia muda ialah adab yang baik (Íusn al-adab). … orang yang paling berkewajiban dan paling utama menyandang sifat yang baik dan memangku kedudukan yang luhur adalah kaum intelektual (

ahlal-‟ilm). Mereka adalah orang-orang yang memperoleh puncak pujian dan terdepan dalam memperoleh julukan pewaris para nabi. Hal itu karena mereka telah mempelajari akhlak dan adab Nabi saw. serta sarah (rekam jejak) para imam dan ulama salaf (Hery Noer Aly, 2012:56).

Proses internalisasi nilai-nilai pendidikan karakter dalam perspektif pendidikan islam tidak lepas dari konsep teologi dan moralitas. Gagalnya pendidikan karakter selama ini, dapat disebabkan karena minus kosep teologi (keimanan) dan adab (moral). Melihat fungsi pendidikan Islam yang amat penting, sebagaimana, Abdurrahman an Nahlawi mengatakan bahwa fungsi pendidikan Islam sebagai pembebasan dan penyelamatan anak didik (Muhammad Arif, 2008:239). Oleh karena itu, untuk membebaskan dan menyelamatkan peserta didik dengan cara membentuk pribadi yang berkarakter dan beradab, maka pendidikan Isalm harus mengarahkan target pendidikan kepada pembangunan individu yang memahami kedudukanya di hadapan Tuhan, dirinya sendiri, dan masyarakat (lingkungan).

Di dalam persidangan mengenai pendidikan Islam yang di adakan di Jeddah, Mekah al Mukarramah tahun 1977 melibatkan 320 tokoh ilmuwan Islam dari 33 buah negara telah menggariskan bahawa matlamat Pendidikan Islam adalah:

“Pendidikan haruslah bermatlamatkan membentuk perkembangan

individu yang seimbang melalui perkembangan rohani, intelek, emosi dan jasmani. Perkembangan ini membolehkan seseorang individu merasai keterikatan emosinya dengan Islam dan membolehkannya mentaati

(18)

hati dan gembira yang memungkinkannya menjalankan amanahnya sebagai Khalifah Allah di muka bumi” (Fairus dan Satiman, 2014:50).

Pendidikan Islam sangat menghendaki pembangunan individu secara integral. Pembangunan individu dalam aspek rohaniyah (soft skill) dan pembangunan dalam aspek jasmaniyah (hard skill). Sebagaimana, Fairus dan Satiman mengatakan bahwa, pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu membentuk manusia seimbang dari segi rohani dan jasmani (Fairus dan Satiman, 2014:50).

Berbicara tentang pendidikan Islam, tentu tidak akan terlepaskan dari tokoh-tokoh pendidikan Islam. Salah satu tokoh-tokoh yang karyanya sangat terkenal dan monumental adalah al-Zarnuji. Karyanya yang berjudul Ta‟lim al Muta‟alim adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang membahas tentang pendidikan Islam dan telah menjadi rujukan para pakar pendidikan baik di dunia Timur maupun Barat.

Dalam kitabnya, al-Zarnuji menawarkan konsep pendidikan yang mengkonsentrasikan learning by doing yang mengacu pada oriented ethic (Hilyatus Saihat, 2008:6). Selain itu, kitab ini juga mengajarkan bahwa, pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan semata, namun yang terpenting adalah transfer nilai moral (Wahdati, 2014:5). Niliai-nilai moral yang diajarkan adalah nilai moral, baik yang bersifat batiniyah maupun lahiriyah. Namun, dalam kitab ini nilai-nilai moral lebih cenderung ditekankan pada aspek nilai moral-transendensi.

(19)

al Muta‟alim. Dan penelitian ini, penulis sajikan dengan judul “Nilai-nilai

Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnuji”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian yang akan diteliti pada:

1. Apa nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al- Muta‟allim? 2. Apa relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim pada dunia pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim karya al-Zarnuji.

2. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan karakter pada Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim pada dunia pendidikan Islam.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoretis

a.

Memberikan sumbangan teori keilmuan tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Islam.

b.

Dapat digunakan penelitian lebih lanjut secara filosofis dalam membahas nilai-nilai pendidikan karakter yang lebih radikal, rasional, dan sistematis.

(20)

Dapat digunakan oleh praktisi pendidikan islam (dosen, guru, dan lain-lain) dalam masalah pendidikan karakter.

E. Penegasan Istilah

1. Penegasan konseptual a. Nilai

Dalam kamus pendidikan umum nilai dapat diartikan harga, kualitas, pada tingkatan atau dapat diartikan sesuatu yang dianggap berharga dan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Dalam kamus pendidikan umum juga disebutkan nilai pembentuk, nilai praktis dan nilai religious. Nilai pembentuk ialah nilai usaha pendidikan yang dapat mempertinggi pengetahuan, kemampuan prestasi, dan pembentukan watak. Nilai praktis ialah nilai yang dianggap bermanfaat dan berguna bagi kehidupan sehari-hari. Sedangkan nilai religious ialah sesuatu yang dianggap bermanfaat ditinjau dari perspektif keagamaan (M. Sastrapradja,1978:339).

Sedangkan Henry Hazlitt berpendapat bahwa, “Bagi manusia nilai

bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai merupakan setandar

baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua manusia berbuat. Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang tidak memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan (Henry Hazlitt,

2003:206)”.

(21)

Imam Al Ghozali mengemukakan bahwa karakter ialah watak yang telah tertanam dalam hati yang mudah keluar dalam bentuk perbuatan tanpa melalui proses berfikir dan merenung. Apabila watak itu muncul

dengan perbuatan yang baik secara akal dan syara‟ maka itu disebut karakter yang baik (khuluqon khasanan). Dan apabila watak itu mucul dengan perbuatan jelek („afalu qobikhah) maka disebut karakter yang jelek (khuluqon syyian) (Al Ghozali, t.th.:52).

Pendidikan karakter didefinisikan oleh Winton ialah usaha sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai pada siswanya. Sedangkan Lickona mengartikan pendidikan karakter ialah usaha secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa (Samani dan Hariyanto, 2013:43-45).

c. Ta‟lim al-Muta‟alim

Merupakan kitab klasik dan monumental karya Imam Burhanuddin al-Zarnuji. Kitab ini menerangkan tentang etika (ahlak) peserta didik dalam menuntut ilmu agar mendapatkan manfaat ilmu yang dipelajarinya. Dalam kitab ini terdapat 13 bab (fasal).

Al-Zarnuji menulis Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim secara terus terang didasari oleh rasa keprihatinan terhadap peserta didik yang salah saat belajar (dalam pendidikan). Dalam muqodimah kitab ini, Al-Zarnuji

(22)

mengamalkan ilmunya dan menyebarkanya. Hal ini terjadi karena cara mereka dalam menuntut ilmu salah dan meninggalkan syarat-syaratnya. Karena, barang siapa yang salah jalan, tentu ia akan tersesat dan tidak

akan mendapatkan tujuannya baik sedikit maupun banyak”.

2. Penegasan oprasional

Agar tidak terjadi kerancuan dan kesamaan dalam penelitiaan ini dengan penelitian yang lain, maka penulis memberikan penegasan bahwa penelitian yang berjudul Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam Kitab

Ta‟lim al-Muta‟allim Karya al-Zarnujiini adalah membahas tentang

nilai-nilai pendidikan karakter yang tercantum dalam teks Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim karya al-Zarnuji baik secara implisit maupun ekplinsit.

F. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran peneliti, peneliti menemukan ada beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji kitab Ta‟lim al Muta‟allim. Judul-judul penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Relevansi Sistem Pendidikan Tradisonal di Era Konteporer (Studi Kritis

Kitab “Ta‟lim al Muta‟alim Tariq al Ta‟alum” Karya Syekh al-Zarnuji)

(23)

Penelitian ini dilakukan untuk menyikapi pengapilkasian konsep yang ditawarkan al-Zarnuji pada pendidikan masa kini dalam hubungan guru dan peserta didik yang dirasa tidak terlalu harmonis dalam pembelajaran, dikarenakan peserta didik harus pasif dalam pembelajaran. Hal ini akan menyebabkan ketidak berhasilan dalam pembelajaran, yaitu mencetak manusia yang memiliki kecerdasan secara utuh dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. Konsep Pendidkan Islam dalam Perspektif Syeh al-Zarnuji(Studi Kitab

Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al Ta‟alum)

Penelitian ini ditulis oleh Unun Zumairoh Asr Himsyah pada tahun 2006. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Dalam penelitian ini dia mengungkapkan kosep pendidikan secara umum menurut al-Zarnuji.

3. Konsep Pembelajaran Menurut Imam al Ghozali dan al-Zarnuji(Sebuah

Tela‟ah Komparatif)

Penelitian ini ditulis oleh Wahyu Wicaksono IAIN Walisongo pada tahun 2012. Penelitian ini membahas persamaan pemikiran konsep pembelajaran Imam al Ghozali dan al-Zarnuji. Bawasanya konsep pembelajaran kedua imam tersebut ialah berlandaskan pada tauhid, moral

dan akhlak yang mengacu pada al Qur‟an dan al Hadist.

4. Pendidikan Anak (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih, Ghozali dan

al-Zarnuji)

(24)

reward and punishmemnt, dalam kitab Ta‟lim al-Muta'allim menurutnya dapat dilihat melalui hubungan guru dan murid.

5. Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh Burhanuddin

al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim

Sekripsi yang ditulis oleh Erwin Laila Wahdati, IAIN Tulungagung tahun 2014. Dalam penelitian ini dia menemukan bahwa internalisasi pendidikan karakter lebih mengarah pada nilai-nilai spiritual yang seharusnya menjadi dasar penanaman karakter bagi peserta didik. Internalisasi karakter tersebut adalah mudzakarah, pemberian nasehat, danstrategi pembentukan mental jiwa secara religius, diantaranya dengan niat dan istifadah.

6. Studi Analisis Pemikiran imam al-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru

Murid dalam Kitab Ta‟limul Muta‟allim

Karya Sri Khomsatun Khoiriyah Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. Yang mana dalam kajian ini peneliti meneliti secara khusus tentang pola hubungan guru-murid berdasarkan pemikiran imam al-zarnuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pemikiran imam al-Zarnuji dalam kitab Ta‟lim Al-Muta‟allim, yang memberi acuan terhadap pola hubungan guru dan murid, yaitu: (1) Murid tidak akan memperoleh ilmu yang

(25)

posisi terhormat, sehingga pemikiran imam al-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dalam ilmu dan pengajarannya.

7. Konsep Belajar dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim

Penelitian Individu (Puslit IAIN Walisongo Semarang, 2000) yang ditulis oleh Drs. Nurul Huda M.Ag. Di dalamnya terdapat pembahasan tentang konsep belajar menurut al-Zarnuji dan ini lebih menawarkan konsep belajar dalam batas kewajaran yang kesemuanya dapat diterima oleh akal dan didasarkan dari hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawab.kan secara ilmiah.

8. Pemikiran Pendidikan Syeh al-Zarnuji(Studi Tentang Hubungan antara Guru dan Peserta Didik dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim Tariq al

Ta‟alum)

Ditulis oleh Suprihatin pada 2004. Fakultas Tarbiyah UIN Malang. dalam penelitan ini, dijelaskan tentang hubungan dan kedudukan antara guru dan murid dalam perspektif al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim Tariq al Ta‟alum.

9. Konsep Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-Zarnuji

(26)

10.Relevansi Konsep Pendidikan al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dalam Sistem Pendidikan Pesantren

Penelitian yang ditulis oleh Supriyanto STAIN Tulungagung pada tahun 2011 memaparkan bahwa system pendidika pesantren sangat relevan dengan Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya al-Zarnuji. Hal ini diungkapkan karena dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim ilmu yang harus dipelajari terlebih dahulu ialah ilmu hal, sesuwai dengan system pendidikan pesantren yang sangat mengutamakan ilmu hal (akhlak/budi pekerti).

11.Etika Terhadap Guru (Analiss Kitab Ta‟lim Muta‟alim Karangan Syikh Az Zarnuji)

(27)

harus menjaga waktu, tidak boleh mengetuk pintunya, dan menunggu sampai guru keluar.

12.Pengaruh Pengajaran Kitab Ta‟limul Muta‟alim Terhadap sikap Ta‟dzim

Siswa Kelas XI MA Ma‟arif Ponggol Grabag Magelang Tahun Pengajaran

2014/2015

Sekripsi ini ditulis oleh Zuhanul Khasanah tahun 2015 di STAIN Salatiga. Dalam skripsi dia menemukan dan menyimpulkan bahwa

pengajaran kitab Ta‟limul Ta‟alim terdapat pengaruh yang signifikan

terhadap sikap ta‟dzim siswa kelas XI di Ma MA”RIF kelas Ponggol

Grabag Magelang tahun pengajaran 2014/2015 dengan ketentuan:

pengajaran Kitab Ta‟limul Ta‟alim dengan kategori sangat baik 36%,

kategori baik 58%, dan ketegori cukup 6%. Sedangkan dalam pembentukan

sikap ta‟dzim siswa dengan kategori sangat baik 78%, kategori baik 25%,

dan kategori cukup 3%.

Berdasarkan penelitian yang telah ada sebelumnya, belum ada yang meneliti tentang nilai-nilal pendidikan karakter dalam perspektif al-Zarnuji. Dengan demikian penulis bermaksud melakukan penelitian pendidikan karakter dalam perspektif al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter pada Kitab Ta‟lim al

-Muta‟allim Karya Imam al-Zarnuji.

G. Metode Penelitian

(28)

Bentuk penelitian ini adalah bentuk penelitian kepustakaan (library

research). Mestika (2008:3) mengartikan library research adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mengolah bahan penelitian. Sedangkan Sutrisno (1989:9) berpendapat,

library research adalah penelitian dengan cara mengadakan studi secara teliti literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

Metode di atas juga bisa disebut metodologi penelitian kualikatif. Metodologi penelitian kualaikatif biasanya memanfaatkan metode wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen (Lexy J.moleong, 2010:5). Metode penelitian kualikatif juga dapat disebut denga metode artistic, karena proses penelitian lebih bersifat seni (tidak terpola) (Sugiono: 2009:7).

2. Sumber data

Dalam penelitian ini, sumber data diambil dari dua sumber yaitu dari sumber data primr dan sumber data sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer ialah sumber data yang diambil secara langung dari naskah asli karya al-Zarnuji. Dalam peneitian ini penulis menggambil data langsung dari naskah syarah (penjabaran) Kitab Ta‟lim

al-Muta‟allimkarya Ibrahim bin Isma‟il.

b. Sumber data sekunder

(29)

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumen yaitu pengambilan sumber data dari dokumen-dokumen, baik berbentuk buku, majalah, artikel, jurnal, dan lain-lain yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim karya Al-Zarnuji.

4. Teknik analisa data

a. Metode analisis deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah usaha mengumpulkan suatu data dan menyususun suatu data dari bentuk yang umum, kemudian dilakukan analisis terhadap data itu. Lexy J. Moleong menambahkan bahwa data yang dikumpukan berupa kata-kata dan gambar, bukan berupa angka-angka. Hal ini disebabkan karena paparan metode kualikatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti (Lexy J. Moleong, (2010:11). Dengan demikian, laporan penelitian ini akan berisi kutipan-kutipan data dari dokumen untuk menggambarkan penyajian penelitiaan.

b. Metode content analyses (kajian isi)

Metode ini digunakan untuk mengetahui isi dan ma‟na dari berbagai data penelitian. Pendekatan dengan metode ini mengharuskan analisis yang obiektif, sitematis, dan general supaya dalam pembuatan dan penarikan kesimpulan memeroleh hasil yang shohih. Noeng Muhajir (1996:69)

(30)

sistematis, dan general”. Sedangkan Weber menambahkan, kajian isi

merupakan metodologi penelitian yang dimanfaatkan seprangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang shohih dari sebuah buku atau dokumen (dalam Lexy J. moleong 2010:220).

H. Sistematika Penulisan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis akan membagi menjadi lima bab yang meliputi, BAB I Pendahuluan, BAB II Kajian Teori, BAB III Biografi al-Zarnuji, IV Hasil Penelitian, dan BAB V Penutup.

1. Bab I Pendahuluan: untuk mengantarkan penelitian secara metodologis yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan teori, teknik pengumpulan data, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II Kajian Teori: dalam kajian teori ini penulis akan menjelaskan tentang pengertian nilai, pengertian karakter, pendidikan karakter, nilai-nilai pendidikan karakter, dan prinsip pendidikan karakter.

3. Bab III Biografi al-Zarnuji: dalam bab ini penulis akan memaparkan riwayat hidup, riwayat pendidikan, situasi pendidikan pada masa al-Zarnujidan gambaran umum karya al-Zarnuji.

4. Bab IV Hasil Penelitian: dalam bab ini penulis akan memaparkan tentang isi

kitab Ta‟lim Muta‟alim terlebih dahulu, kemudian membahas tentang nilai -nilai pendidikan karakter yang ada dalam kitab Ta‟lim al Muta‟alim.

(31)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Nilai

Masalah nilai memang sulit untuk dijelaskan dan digambarkan. Akan tetapi, nilai merupakan yang menarik, yang dicari, yang disukai, dan diinginkan, dengan

kata lain “sesuatu yang baik”. Hans Jonas mengatakan nilai adalah sesuatu yang

ditunjukan dengan kata “Iya” (Bertens, 1997:139). Sebagaimana, Henry Hazlitt

(2003:206) mengatakan;

“Bagi manusia nilai bukan hanya “ada”; nilai itu sangat penting. Nilai

merupakan setandar baku yang dengan itu kita pandang penting. Semua manusia berbuat. Semua manusia berusaha untuk mengubah keadaan yang

tidak memuaskan menjadi keadaan yang lebih memuaskan.”

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (http://kbbi.web.id/nilai) nilai memiliki beberapa arti. Nilai adalah harga, harga uang angka kepandaian. Nilai juga diartikan banyak-sedikitnya isi, kadar, dan mutu. Selain itu nilai juga mempunyai arti sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Dan nilai berarti sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (diperbarui 23 Juni 2014, pukul 06:54) nilai adalah

alat yang menunjukan alasan dasar bahwa “cara pelaksanaan atau keadaan ahir

tertentu secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan ahir yang

berlawanan”. Dalam Encyclopedia Britanica dalam (Sarjono, 2005:136)

(32)

Berdasarkan analisis K. Bertens (1997:141) sekurang-kurangnya nilai mempunyai tiga ciri, yaitu:

1. Nilai berkaitan dengan subyek,

2. Nilai tampil dalam konteks praktis, dan

3. Nilai-nilai menyangkut sifat-siyat yang “ditambah” oleh supyek pada sifat -sifat yang dimiliki oleh obyek.

Dari analisis Bertens dapat dikatakan nilai adalah hal yang subyektif dalam memberikan apresiasi (penilaian) terhadap obyek. Sebuah obyek akan dianggap memiliki nilai tergantung pada subyek yang memandang. Misalnya, musik punk akan memiliki nilai keindah apabila didengarkan dan dinikmati oleh orang yang menyukai musik punk, sedangkan orang yang tidak menykai music punk akan menganggap music punk tidak memiliki nilai apa-apa (non-nilai).

Sedangkan Prof. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Nilai matrial

Nilai matrial adalah nilai yang berguna bagi unsur jasmani manusia. Seperti contoh, makanan, pakaian, rumah, dll.

2. Nilai vital

(33)

3. Nilai kerohaniaan

Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu:

a. Nilai kebenaran, bersumber pada unsur rasio manusia, budi, dan cipta. b. Nilai keindahan, bersumber pada unsur rasa atau intuisi.

c. Nilai moral, bersumber pada kehendak manusia atau kemauan (karsa, etika).

d. Nilai religi, bersumper pada nilai ketuhanan , merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber dari keimanan dan keyakinan kepada Tuhan. Nilai religi bersumber pada penghayatan yang bersifat transedental, dalam usaha manusia untuk

memahami arti dan ma‟na kehadirannya di dunia. Nilai ini berfungsi

sebagi sumber moral yang dipercayai sebagi rahmat dan rida Tuhan (Syarbaini, 2011:34).

Dengan demikian, dari apa yang telah dipaparkan, penulis mengambil kesimpulan bahwa nilai adalah harga dan guna dari kualitas obyek (benda) yang diberikan oleh subyek (penilai). Sebuah benda (obyek) akan bernilai jika memiliki kegunaan. Baik kegunaan yang bersifat jasmani maupun kegunaan yang bersifat rohani.

B. Pengertian Karakter

Karakter bila ditelusuri berasal dar bahasa Latin “Kharakter”, “kharassein”,

“kharax”, dalam bahasa inggris, “character”, dan dalam bahasa Indonesia,

(34)

tajam, membuat (Abdul Majid, dkk., 2013:11). Karakter dalam Kamus Ilmiah Populer berarti tabiat, watak, pembawan, dan kebiasaan (Partanto dan Dahlan, 1994:306). Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan , ahlak atau budipekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik yang terpatri dalam diri dan terejawentahkan dalam perilaku.

Menurut Syarbaini (2011:211) karakter adalah sistem daya juang (daya dorong, daya gerak, dan daya hidup) yang berisikan tata kebijakan akhlak dan moral yang terpatri dalam diri manusia. Jack Corly dan Thomas Phillip beranggapan bahwa karakter adalah sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah dalam tindakan moral (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Kant menambahkan, tindakan moral harus mampu memenuhi tujuanya yaitu mencapai kebaikan tertinggi. Kebaikan tertinggi ialah keluhuran budi

(virtue) (Palmquis, 2007:301). Oleh karena itu, kehidupan yang berbudi luhur harus dicari tanpa mempedulikan kebahagiaan pribadi.

Ki Hajar Dewantara memberikan pemahaman definisi karakter dengan menyebutkan susila dan adab (Suyata, dkk., 2001:14). Kedua sikap itu diartikan dengan arti yang sama, tetapi keduanya dirangkai untuk menyempurnakan sifat manusia; hidup batin manusia yang luhur (adab) dan hidup lahirnya yang halus dan indah. Sehingga dimensi kemanusiaan dan ke-Tuhanan tercermin dalam pribadi manusia yang susila dan beradab.

(35)

akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi

(motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan (skills) (Muhdar HM, 2013:110). Hal lain, karakter didefinisikan berbeda oleh Robert Marine karakter adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan yang membangun pribadi seseorang (Samani dan Hariyanto, 2013:42). Doni Koesoema mendefinisikan kareakter adalah kepribadian yang merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (Marzuki, http:.//staff.uny.ac.id.). Di dalam kultur Jawa karakter di gambarkan dengan istilah “Kacang ora ninggal lanjaran.” dengan maksud bahwa karakter adalah sifat keturunan (heredidtas) yang terdapat dalam didri seseorang yang berasal dari kedua orang tuanya.

Selanjutnya, untuk menghilangkan kebiasan istilah yang sering berlaku dalam pembahasan pendidikan karakter antara karakter, akhlak, etika, dan moral, maka penulis akan menguraikan persamaan dan perbedaan secara singkat istilah-istilah tersebut.

(36)

dua syarat yaitu, dilakukan berulang-ulang dan timbul dengan sendirinya tanpa ada pemikiran atau pertimbangan (Daud, 2008:348).

Istilah etika dan moral. Etika adalah ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia (Istighfarotur Rahmaniyah, 2010:57). Dalam perkembanganya etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas moralitas manusia. Pembahasanya meliputi kajian praksis dan reflektif filsafat atas moralitas secara normatif. Kajian praksis menyentuh moralitas sebagai perbuatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat yang mengatur perbuatan susila atau asusila. Sementara, refleksi filsafat tentang ajaran moral filsafat adalah mengajarkan bagaimana moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggung jawab (Syahrial Syarbaini, 2011:11). Selanjutnya istilah

“moral” biasa diartikan sebagai kesusilaan atau akhlak yang mengandung tata tertib batin yang menjadi pembibing tingkah laku batin dalam hidup (Masnur Muslich, 2011:20). Secara etimologi moral berasal dari bahasa Latin yaitu kata

“mos” yang berarti, tata cara, adat istiadat atau kebiasaan. Moral memiliki arti

yang sama dengan kata “etika” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu kata

“ethos”, dan dalam bahasa Arab memiliki arti yang sepadan dengan kata

“akhlaq” (Bamabng Daroeso, 1986:20).

(37)

Di dalam penelitian Muhdar HM (2013:115-116) yang berjudul Pendidikan

Karakter Menuju SDM Paripurna, Muhammad al-Abd memberikan gamabaran perbedaan antara moral, karakter, dan akhlak. sebagai berikut:

Moral, karakter dan akhlak memiliki perbedaan. Moral adalah pengetahuan seseorang terhadap hal baik dan buruk yang ada dan melekat dalam diri seseorang. Istilah moral berasal dari bahasa Latin mores dari suku kata mos, yang artinya adat istiadat, kelakuan tabiat, watak. Moral merupakan konsep yang berbeda. Moral adalah prinsip baik buruk sedangkan moralitas merupakan kualiras pertimbangan baik buruk. Pendidikan moral adalah moral pendidikan. Moral pendidikan adalah nilai-nilai yang terkandung secara built in dalam setiap bahan ajar atau ilmu pengetahuan. Akhlak (bahasa Arab), bentuk plural dari khuluq adalah sifat manusia yang terdidik. Karakter adalah tabiat seseorang yang lansung

di-drive oleh otak. Munculnya tawaran istilah pendidikan karakter (character

education) merupa kankritik dan kekecewaan terhadap praktik pendidikan moral selama ini. Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil.

(38)

C. Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah menciptakan manusia yang lebih manusiawi. Andrias Harefa (2002:41) mengutarakan sudut pandangnya, bahwa pembelajaran (pendidikan) harus melahirkan manusia yang mampu memanusiakan dirinya, masyarakat lingkungan dan bangsa. Artinya pendidikan harus mampu membentuk dan mengembangkan potensi (fitroh) manusia yang sudah ada secara alamiah yaitu sifat aktif dan kreatif sebagai perwujudan diri. Manusia adalah pribadi yang hidup, yang dapat tumbuh dan berkembang dan maksud dari pendidikan sebagaimana Whitehead adalah untuk merangsang dan membibing perkembangan diri pribadi manusia (Soewandi, dkk. 2005:7).

Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pendidikan ialah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadiaan, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Kihajar Dewantara mendefinisikan pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup-tumbuhnya anak-anak, maksudnya adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka menjadi manusia dan menjadi anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya

(http://belajarpsikologi.com di akses tgl., 30 september 2015 jam 12:44).

(39)

adalah peoses dan usaha sadar dalam merangsang, membimbing membentuk, dan mengembangkan potensi manusia (afektif, kognitif, dan psikomotorik) lahir dan batin agar menjadi manusia sempurna (insan kamil).

Dari definisi-definisi pendidikan yang telah dipaparkan diatas, Nampak bahwa praktik pendidikan di Indonesia tidak berjalan sempurna, pendidikan yang dilembagakan dalam bentuk pendidikan formal atau pun nonformal tidak mencerminkan arti pendidikan yang sesungguhnya. Pratik pendidikan yang terjadi cenderung bersifat formalistik dan hanya sekedar transfer ilmu kepada peserta

didik. Sehingga pendidikan mengalami reduksi ma‟na.

Penulis mengutip peryataan Andrias (2002:194) dari bukunya yang berjudul Sekolah Saja Tidak Pernah Cukup untuk menujukan bahwa lembaga pendidikan telah kehilangan fungsinya. Dia menyatakan bahwa:

… lembaga persekolahan sebenarnya diberi misi terselubung, yaitu

untuk melestarikan kekuasaan dan status quo. Terlepas dari pernyataan misi

(mission statement) resmi yang tercantum dalam AD/ART lembaga-lembaga pengajaran tersebut, yang umumnya berisi kata-kata luhur dan mulia, misi lembaga pesekolahan yang sesungguhnya adalah yang

terselubung itu …

Disadari atau tidak, banyak pihak memandang lembaga pendidikan tak

ubahnya sebagai sebuah pabrik. Peserta didik dipandang sebagai “bahan baku”

yang siap dioleh mesin-mesin. (Djoko dan Gatut, 2012:48). Dalam hal ini, “bahan

(40)

pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan kepribadian peserta didik. Sangatlah wajar dan logis, jika lembaga pendidikan diharapkan berperan besar dalam pendidikan karakter. David Brooks mengemukakan alasan bahwa, sekolah adalah tempat yang sangat setrategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah (Djoko dan Gatut, 2012:50).

Pendidikan karakter di Indonesia merupakan ilmu dan hal yang masih baru. Meskipun, pendidikan karakter sesungguhnya telah dikenalkan sejak tahun 1900-an oleh Thomas Lickon, terutama ketika ia menulis buku y1900-ang berjudul The

Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for

Character:How Our School Can Teach Respect and Responsibility

(http:.//staff.uny.ac.id./sites). Sehingga, pendidikan karakter di Indonesia belum bisa dipahami secara menyeluruh.

Menurut Lickon pendidikan karakter ialah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti (Samani dan Hariyanto, 2013:44).

(41)

Winton mendefinisikan pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada siswanya. Sedangkan, Burke memberikan pemahaman bahwa, pendidikan karakter adalah bagian dari pembelajaran yang baik, dan merupakan pendidikan fundamental dari pendidikan yang baik (Samani dan Hariyanto, 2013:43).

Dengan demikian, pendidikan karakter bukan hanya mengajarkann ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebaikan di dalam kepribadian seseorang. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan (Wanda Chrisyana, 2005:83).

D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berkaitan dengan nilai-nilai, perilaku yang baik, dan sikap positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan bertanggung jawab (Zamroni, dkk., 2011:174). Pendidikan karakter barkaitan dengan pengembangan kemampuan individu, menentukan tujuan dalam hidup, dan mengambil sikap dalam bertindak. Oleh sebab itu, pendidikan karakter harus dibiasakan dan dilaksanakan secara berkelanjutan agar tidak berhenti pada satu titik tertentu.

Aristoteles mengatakan, pendidikan karakter itu erat kaitanya dengan

(42)

tindakan inilah yang akan memberikan kredit “berkarakter” atau tidak kepada individu.

Pendidikan karakter memiliki fungsi yang amat penting. Dalam Pedoman

Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Hasana, 2013: 190) dinyatakan bahwa pendidikan karakter berfungsi:

1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, dan berperilaku baik. 2. Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.

3. Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia. Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, tentu dalam pengambilan nilai-nilai pendidikan karakter tidak lepas dari idiologi pribadi bangsa Indonesia. Indonesia

yang merupakan bangsa dan negara berke-Tuhanan, mengedepan tradisi, sosial, serta kebudayaan, lantas, buakan mustahil apabila dalam pengambilan nilai-nilai pendidikan karakter berdasarkan nilai-nilai yang terdapat dalam hal-hal tersebut. Sebagaimana Hasana, menyebutkan, nilai-nilai pendidikan karakter yang berkembang di Indonesia bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional. Terdapat 18 nilai pendidikan karakter yang dikembangkan di Indonesia saat ini, yaitu:

1. Religius, merupakan suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

(43)

3. Toleransi, suatu tindakan dan sikap yang menghargai pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda pendapat, sikap, dan tindakan dengan dirinya.

4. Disiplin, suatu tindakan tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakannya.

5. Kerja keras, suatu upaya yang diperlihatkan untuk selalu menggunakan waktu yang tersedia untuk suatu pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan selesai tepat waktu.

6. Kreatif, berpikir untuk menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa yang telah dimilikinya.

7. Mandiri, kemampuan melakukan pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya.

8. Demokratis, sikap dan tindakan yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dalam kedudukan yang sama.

9. Rasa ingin tahu, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara lebih mendalam dan meluas dalam berbagai aspek terkait.

10. Semangat kebangsaan, suatu cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

(44)

12.Menghargai prestasi, suatu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

13.Bersahabat/komunikatif, suatu tindakan yang memperlihatkan rasa senang, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.

14. Cinta damai, suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat dan bangsa.

15.Senang membaca, suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu untuk membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16.Peduli sosial, suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan kesulitan yang mereka hadapi.

17.Peduli lingkungan, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

18.Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Penelitian Liliek Channa, Dosen FITK UIN Sunan Ampel yang berjudul

(45)

1. Nilai perilaku terhadap Tuhan, meliputi, taat kepada Tuhan, syukur, ikhlas, sabar, dan tawakkal (berserah diri kepada Tuhan).

2. Nilai perilaku terhadap diri sendiri, meliputi, reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar,berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil,rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet atau gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat, efisien, menghargai, dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan, sportif, tabah, terbuka, dan tertib. 3. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap sesama manusia meliputi: taat

peraturan, toleran, peduli, kooperatif, demokratis, apresiatif, santun, bertanggung jawab, menghormati orang lain, menyayangi orang lain, pemurah (dermawan), mengajak berbuat baik, berbaik sangka, empati dan konstruktif.

4. Nilai-nilai perilaku manusia terhadap lingkungan meliputi: peduli dan bertanggung jawab terhadap pelestarian,pemeliharaan dan pemanfaatan tumbuhan, binatang dan lingkungan alam sekitar.

(46)

ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari oleh warga sekolah Islam sebagaimana disampaikan sebagai berikut :

1. Nilai karakter terhadap tuhan: iman dan taqwa, tawakal, syukur, ihlas, sabar, mawas diri, disiplin, berfikir jauh kedepan, jujur, amanah, pengabdian, susila, dan beradap.

2. Nilai karakter terhadap diri sendiri: Adil, jujur, mawas diri, disiplin, kasih sayang, kerja keras, pengambil resiko, berinisiatif, kerja cerdas, kreatif, berpikir jauh ke depan, berpikir matang, bersahaja, bersemangat, berpikir konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, angguh, ulet, berkemauan keras, hemat, kukuh, lugas, mandiri, menghargai kesehatan, pengendalian diri, produkti, rajin, tekun, percaya diri, tertib, tegas, sabar, dan ceria atau periang.

3. Nilai karakter terhadap keluarga: adil, jujur,disiplin, kasih sayang, lembut hati, berpikir jauh ke depan, berpikir konstruktif, bertanggug jawab, bijaksan, hemat, menghargai kesehatan, pemaaf, rela berkorban, rendah hati, setia, tertib, kerja keras, kerja cerdas, amanah, sabar, teggang rasa, bela rasa / empati, pemura, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka.

4. Nilai karakter terhadap orang lain: Adil, jujur, disiplin, kasih sayang, lembut hati, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan, pemaaf, rela berkorban, rendah hati, tertib, amanah, sabar, tenggang rasa, bela rasa / empati, pemurah, ramah tamah, sopan santun, sportif, dan terbuka.

(47)

depan, bijaksana, berpikir konstrukti, bertanggung jawab, menghargai kesehatan, produktif, rela berkorban, setia, tertib, amanah, sabar, tenggang rasa, bela rasa / empati, penurah, dan ramah tamah.

6. Nilai karakter terhadap alam lingkungan: adil, amanah, disiplin, kasih sayang, kerja keras, kerja cerdas, berinisiatif, berpikir jauh ke depan, berpikir konstruktif, bertanggung jawab, bijaksana, menghargai kesehatan dan kebersihan, dan rela berkorban.

Sementara menurut CEO IDEAL (Zuchdi, 2009:44) terdapat tujuh nilai karakter yang dipilih dan dibudayakan. Dalam penelitianya, ternyata tujuh nilai karakter yang itu dipilih berbeda-beda. Dari keseluruhan karakter yang dipilih ialah sebagai berikut:

1. Honest (jujur)

2. Forward looking (berpandangan jauh)

3. Competent (kompeten)

4. Inspiring (bisa member inspirasi)

5. Intelligent (cerdas)

6. Fair minded (adil)

7. Broad minded (berpandangan luas)

8. Supportive (mendukung)

9. Straightforward (terus terang)

10.Dependable (bisa diandalkan)

(48)

12.Determined (tegas)

13.Imaginative (berdaya imaginasi)

14.Ambitious (berambisi)

15.Courageous (berani) 16.Caring (perhatiaan)

17.Mature (matang)

18.Loyal (setia)

19.Self-controlled (penguasaan diri)

20.Independent (independen)

Dari semua butir nilai-nilai pendidikan karakter yang telah disebutkan di atas, dapat diketahi bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang harus dimiliki oleh semua peserta didik meliputi nilai yang bersumber dari agama maupun nilai-nilai yang bersumber dari ajaran moral.

E. Prinsip Pendidikan Karakter

Untuk menju pendidikan karakter holistik dan agar sampai pada tujuan pendidikan karakter, maka tidak boleh lepas dari prinsip-prinsip pendidikan karakter. Karena prinsip adalah hal yang paling fundamental dan utama, hal yant tidak boleh tak ada dalam bertindak. Prinsip merupakan roh dari sebuah perkembangan ataupun perubahan, dan merupakan akumulasi pengalaman dan

pema‟naan oleh sebuah obyek atau subyek tertentu.

(49)

yang disusun oleh The Character Education Partnership, sebagai berikut; (1) mempromosikan nilai-nilai kode etik berdasarkan karakter positif; (2) mendefinisikan karakter secara komprehensip untuk berpikir, berperasaan dan berperilaku; (3) menggunakan pendekatan yang efektif, komprehensif, intensif dan proaktif; (4) menciptakan komunitas sekolah yang penuh kepedulian; (5) menyediakan kesempatan kepada siswa untuk melakukan dan mengembangkan tindakan bermoral; (6) menyusun kurikulum yang menantang dan bermakna untuk membantu agar semua siswa dapat mencapai kesuksesan; (7) membangkitkan motivasi instrinsik siswa untuk belajar dan menjadi orang yang baik di lingkungannya; (8) menganjurkan semua guru sebagai komunitas yang profesional dan bermoral dalam proses pembelajaran; (9) merangsang tumbuhnya kepemimpinan yang transformasional untuk mengembangkan pendidikan karakter sepanjang hayat; (10) melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam pendidikan karakter; (11) mengevaluasi karakter warga sekolah untuk memperoleh informasi dan merangcang usaha usaha pendidikan karakter selanjutnya.

Sedangkan Marzuki, dalam penelitaannya berjudul Prinsip Pendidikan

(50)
(51)

BAB III

BIOGRAFI al-Zarnuji

A. Riwayat Hidup al-Zarnuji

Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah karya yang amat terkenal dan monumental di berbagai dunia akademik, baik di bangku perkuliahan, pendidikan persekolah, maupun di dalam dunia pesantren, baik salafi maupun modrn. Hal yang amat kontradiksi terjadi kepada pengarangnya yang biasa disebut al Zarnuj. Bukan tanpa sebab para pengkaji Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim tidak mengetahi riwayat penulis, memang literature yang menuliskan riwayatnya belum diketahui secara pasti.

Nama asli al-Zarnuji belum diketahui kepastiannya, setidaknya terdapat tiga nama yang dikemukakan oleh Erwin Laila Wahdati dalam sekripsinya yang berjudul Internalisasi Pendidikan Karakter pada Santri Menurut Seykh

Burhanuddin al-Zarnuji dalam Kitab Ta‟lim al Muta‟alim. Ia mengutip dari penelitian-penelitian sebelumnya:

Beberapa penelitian telah menyebutkan nama lengkap al-Zarnuji dengan nama yang berbeda-beda. Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Sholeh dalam literature sekripsinya, khoiruddin Zarkeli menyebut nama al-Zarnujiadalah al Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji Tajuddin. Sebagimana dikutip oleh Muhammad Arifin, M. Ali Hasan Umar, dalam sampul buku al-Zarnuji, menyebutkan nama lengkap al-Zarnujiadalah Syaih

al Nu‟man bin Ibrahim bin Isma‟il bin Kholil al-Zarnuji. Disisi lain ada juga menyebutkan nama lengkapnya adalah Syaikh Tajuddin Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji (Wahdati, 2014:39-40).

Dari kutipan di atas, dapat diketahui ketiga nama itu adalah al Nu‟man bin

(52)

Kholil al-Zarnuji, dan Tajuddin Nu‟man bin Ibrohim bin Kholil al-Zarnuji. Sementara, nama yang disebutkan terahir hampir terdapat kemiripan dengan al-Zarnuji yang lain, nama lengkapnya adalah Tajudin Nu‟man bin Ibrohim al-Zarnuji, dia juga ulama besar dan pengarang yang wafat pada tahun 640 H/1242 M (Dicky Wirianto, 2013:175).

Sebutan “al Zarnuji” adalah nama marga yang diambil dari sebuah tempat di

mana dia berada yaitu kota Zarnuj. Selain dikenal denangan nama itu, ada yang menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama) sehingga menjadi Syaikh Burhanuddin al-Zarnuji. Ada juga yang menyebutnya dengan Burhan al Islam (bukti kebenaran Islam) (Anisa Nandiya, 2013:14).

Sebagaimana peneliti-peneliti sebelumnya, mengenai tempat kelahiran al-Zarnuji penulis juga belum menemukan literature yang baru dan bisa menunjukan keterangan yang pasti dimana al-Zarnuji dilahirkan. Dan sesuai dengan keterang yang penulis dapatkan, al-Zarnujin dilahirkan di dairah Zarnuj diambil dari nama marganya yang tersemat di nama belakang. Sedangkan dairah Zarnuj itu sendiri terjadi tiga penafsiran yaitu Negara Afghanistan, Turki, dan Turkistan. Untuk menunjukan hal itu, penulis mengutip pernyataan Maryati dalam sekripsi yang

berjudul “Konsep Pemikiran Buhannudin al-ZarnujiTentang Pendidikan Islam”

yang dia kutip dari beberapa peneliti, sebagai berikut:

Mengenai daerah tempat kelahiran juga tidak ada keterangan yang pasti. Tapi jika dilihat dari nasabnya, yaitu al-Zarnuji, maka sebagian peneliti mengatakan bahwa beliau berasal dari Zarandji, sebuah kota di Persia dan Sijistan sebuah kota selatan Heart (sekarang Afganistan). Mengenai hal ini Mochtar Affandi mengatakan “It is a city in Persia wich

was formally a capital and city of Sajidjistan to the south of Heart (now

Afghanistan)”. Pendapat senada dikemukakan oleh Abdul Qodir Ahmad

(53)

Afghanistan. Pada sisi lain, ada yang berbeda pendapat menurut al Quraisyi,

Sebutan “Zarnuj”, yaitu sebuah perkampungan yang terletak di Turki. Sedangkan Yaqut al Humawi menisbatkan kata “Zarnuj” kepada

perkampungan pekerja di Turkistan (Maryani, 2014:31).

Diduga al-Zarnuji lahir pada tahun 570 H, informasi itu penulis temukan dalam skripsi Hilyatus Saihat yang berjudul Konsep Memulyakan Guru Menurut

al-Zarnujidalam Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim yaitu:

. “… Afandi Muchtar mendapat informasi lain tentang tentang al-Zarnuji berdasar dari Ibn Khalilkan , yaitu;

Menurutnya imam al-Zarnuji adalah seorang guru Imam Rukn Zada Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178) dalam bidang fiqih. Imam Zada juga berguru pada Syekh Ridau al Din an Nishapuri (wafat 550 dan 600) dalam bidang mujahadah. Kepopuleran Imam Zada diakui karena prestasinya dalam usuluddin bersama kepopuleran ulama lain yang juga mendapat gelal Rukn (sendi). Mereka antara lain, Rukn ad Din al „Amidi (wafat 651) dan Rukn ad Din at Tawusi (wafat 600). Dari data ini, dapat dikatakan al-Zarnujihidup sezaman dengan Syaih Rida ad Din an Nisaphuri. Sehingga mengenai kelahiran atau masa hidup al-Zarnujidapat

diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H. …” (Hilyatus, 2008:28-29). Sedangkan wafat al-Zarnuji terdapat dua spekulasi pendapat terkemuka. Pendapat pertama, al-Zarnuji wafat pada 591 H./1195 M. Pendapat ke-dua, al-Zarnuji wafat pada tahun 840 H./1243 M (Abuddin Nata, 2001:104). Sementara, Prof.Moch Muizzuddin (2012:4) mengemukakan hal yang lain mengenai wafatnya yaitu pada tahun 630 H.

Al-Zarnuji hidup pada dinasti Abbasiyah di Irak (750-1258 M.), pada

(54)

B. Riwayat Pendidikan al-Zarnuji

Mengenai riwayat pendidikan al-Zarnujidapat diketahui melalui para peneliti. Djudi mengatakan bahwa al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand (Syamsuddin, 2012:3). Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainya. Masjid-masjid di kedua kota itu dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta‟lim yang diasuh antara lain oleh, Burhanuddin al Marginani, Syamsuddin Abdl. Al Wajdi Muhammad bin Muhammad bin Abd as Sattar al Amidi dan lain-lain.

Dicky Wirianto (2013:176) menjelaskan al-Zarnuji belajar kepada ulama-ulama besar, antara lain:

1. Burhanuddin Ali bin Abu Bakar al Marghinani, ulama besar bermazhab Hanafi, sauatu kitab fiqih rujukan utama dalam mazhabnya. Beliau wafat pada 593 H./ 1177 M.).

2. Ruknul Muhammad bin Abu Bakar, populernya Khowahir Zadeh. Beliau ulama besar bermazhab Hanafi, pujangga sekaligus penyair, pernah menjadi mufti di Bochara dan sangat masyhur fatwa-fatwanya. Wafat pada 573 H. 3. Muhammad bin Ibrahim, seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi,

sastrawan dan ahli kalam. Wafat pada 573 H.

4. Fahruddin al Kayani, yaitu Abu Bakar bin Mas‟ud al Kayani. seorang ulama ahli fiqih bermazhab Hanafi. Wafat pada 587 H.

(55)

6. Ruknuddin al Farfhani, seorang ulama ahli fiqih bermazhab hanafi dan pujangga sekaligus penyair. Wafat pada 594 H.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa al-Zarnuji adalah seorang ulama fiqih pengikut Mazhab Hanafi. Hal ini dapat dilihat dari guru-guru yang mengajarnya kebanyakan ulama-ulama ahli fiqih mazhab Hanafi. Sehingga dimungkinkan beliau tergolong orang yang banyak menggunakan akal dalam berbahas, kerana diketahui salah satu ciri mazhab ini adalah lebih mengutamakan akal (rasional) dan analogi (secara qiyas) dalam berpikir (Dicky Wirianto, 2013:176).

Bukti bahwa al-Zarnujipengikut mazhab Hanafi dapat dilihat dalam kitabnya, beliau banyak mengutip pendapat Abu Hanifah misalnya, “al fiqhu

ma‟rifat al nafsi ma laha wa ma „alaiha. Ma al „ ilmu illa li al „amali bihi wa al

„amalu bihi tarku al ajili lillajili”. Fiqih adalah pengetahuan tantang hal-hal yang

berguna dan yang membahayakan bagi diri seseorang. Ilmu itu hanya diamalkannya, sedangkan mengamalkanya berarti meninggalkan orientasi dunia demi ahirat (Fairus dan Satiman, 2014:52).

C. Situasi Pendidikan pada Masa al-Zarnuji

Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, siklus sejarah peradaban islam terbagi menjadi tiga periode yaitu:

1. Perode klasik (650-1250 M.)

Pada periode klasik meliput masa Nabi Muhammd, Khulafa‟urrasidin,

(56)

2. Periode pertengahan (1250-1800 M)

Pada periode ini terjadi dua masa, yaitu masa kemunduran dawlah Abbasiyah dan tiga kerajaan besar, antara lain, Turki Usmani, Dawlah Shafawiyah, dan Kerajaan Mongol. Tiga kerajaan besar mengalami kemajuaan pada tahun 1500-1700 M. dan mengalami kemunduran pada tahun 1700-1800 M.

3. Periode modern (1800 M.-sekarang)

Pada periode ini, banyak umat islam belajar dari dunia barat untuk mengembalikan balance of power. Dalam era ini dunia islam mulai bangkit

kembali dengan melakukan pembaharuan (tajdid)

(https://tatangjm.wordpress.com diakses 09 Oktober jam 23:40).

Sedangkan, dalam sejarah pendidikan islam, sekurangnya tercatat lima periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam. Lima periode itu antara lain, masa Nabi Muhammad saw. (571-632 m.), masa Khulafa‟ur Rasidin (632-661 M.), masa Bani Umayah (661-750 M.), masa Bani Abbasiyah (750-1250 M.), dan masa jatuhnya Khalifah di Baghdad (1250-sekarang) (Syamsudin, 2012:4).

(57)

Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah mencapai puncak popularitas pada masa Khalifah Harun ar Rosyid (786-809 M.) dan al Ma‟mun (813-833 M.). Pada kedua khalifah ini, kekayaan kerajaan banyak digunakan dibidang kemajuan sosial, pembangunan infra struktur, pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan, filsafat, kebudayaan dan kesusastraan. Satu hal yang menjadi maha karya

Khalifah al Ma‟mun ialah Baitul Hikmah, pusat penerjemahan dan berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan besar. Pada masa al Ma‟mun inilah Bagdad menjadi pusat peradaban dunia (Wikipedia, diperbarui pada 24 Mei 2015, jam 18:55).

Namun, secara khusus, al-Zarnuji hidup pada periode kelima Bani

Abbasiyah, pada zaman Khalifah al Mu‟tasim (1226-1242 M.), dimana pada masa ini Bani Abbasiyah mengalami kemunduran. Mereka hanya menguasai kota Bagdad saja. Hal ini, penulis mengutip penelitia Ilun Mualifah yang berjudul

Integrasi Spirit Pendidikan Islam dan Barat yang dikutp dari beberapa peneliti, yaitu:

“Zarnuji hidup di masa dinasti Abbasiyah di Iraq (750-1258 M.). Pada periode kelima dinasti Abbasiyah di zaman al Mu‟tasim (1226-1242 M.). Waktu itu wilayah kekuasaan dinasti Abbasiyah sudah menyempit. Banyak dairah memerdekakan diri dan melepaskan diri dari pusat.Mereka hanya menguasai Bagdad saja. Ketika berbagai propinsi memisahkan diri, gejolak

politik dalam negri terjadi dan membuat perekonomian kian terpuruk …”

(58)

era Harun ar Rosyid dan al Ma‟mun. Meskipun al-Zarnujihidup di masa yang mulai hancur, tentu masih ada warisan-warisan ilmu pengetahuan yang tersisa. D. Gambaran Umum Kitab Ta’lim al-Muta’alim

Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya karya al-Zarnujiyang masih tersisa. Hal ini dijelaskan oleh Rahmat Darmawan dalam, (Wahdati, 2014:45) bahwa, diantara 150.000 judul literatur yang dimuat pada abad 17 itu terdapat penjelasan bahwa Kitab Ta‟lim al-Muta‟allim adalah satu-satunya kitab yang ditulis oleh al-Zarnuji.

Keistimewaan dari kitab Ta‟lim al-Muta'allim tersebut adalah terletak pada materi yang dikandungnya. Sekalipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membicarakan tentang metode belajar, namun sebenarnya membahas tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar dan lain sebagainya yang secara keseluruhan didasarkan pada moral religius (Syamsuddin, 2012:6).

Dalam penulisan kitab ini, al-Zarnujibanyak mengutip syair-syair dari para guru-gurunya dan ulama terdahulu untuk menuangkan ide-idenya dalam persoalan-persoalan yang ditulisnya. Namun, beliau tidak banyak mengutip

dalil-dalil al Qur‟an dan Hadis untuk memperkuat apa yang ia bicarakan. Dikarenakan syair akan mudah diterima sebagai nasihat dan pembelajaran, semisal ia mengutip syair Imam Syafi‟i,

َش َى ْٛ ُد ِا ٌَ َٚ ٝ ِو ْ١ ِغ ُس َؤ ِحٌا ْف ِظ َف * ٝ َأ ْض َش َس ِٔ ِا ٝ ٌَ َر ٝ ْط ِن ٌَّا َؼ ِطب ٝ

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa nama “Melayu” 2 pertama muncul sebagai nama sebuah kerajaan Melayu di Jambi pada abad ke-7 yang kemudian adat dan bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu kuno bercampur

Dalam praktek peradilan pidana keterangan saksi tidak lagi diberikan secara langsung (fisik) harus dipersidangan untuk memberikan kesaksiannya. Selain hal diatas, saat ini

Untuk mencapai semangat kerja yang tinggi maka perusahaan harus memperhatikan dan memenuhi kebutuhan dari karyawannya yaitu dengan program kesejahteraan yang sesuai

Sewa mesin fotokopi dan sewa angkutan darat ini merupakan sewa yang dikenakan pajak penghasilan pasal 23, karena merupakan pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan

Untuk kegiatan/proyek yang sumber dananya murni dari APBD masyarakat (laki-laki dan perempuan) tidak terlibat pada pelaksanaan pembangunan, hal ini disebabkan pelaksana

Respons yang segera mengemuka adalah terhadap pembatasan jumlah tempat praktik dokter. Pembatasan tersebut telah menimbulkan dampak kepada kemampuan pemilik atau pengelola

Sedikitnya jumlah responden yang memiliki waktu keterlibatan kurang dan sama dengan satu tahun memperlihatkan bahwa secara umum responden peserta Program SPP PNPM di Desa Gunung

Hasil pengujian merupakan tahapan akhir dari peneitian ini, hasil dalam aplikasi ini merupakan keluaran yang sesuai dari keluaran jaringan syaraf tiruan yang telah dilakukan