• Tidak ada hasil yang ditemukan

NIKAH DENGAN NIAT TALAK DAN RELEVANSINYA DENGAN KHI PASAL 3 (Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar S1 Dalam Ilmu Syari’ah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NIKAH DENGAN NIAT TALAK DAN RELEVANSINYA DENGAN KHI PASAL 3 (Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar S1 Dalam Ilmu Syari’ah"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

i

NIKAH DENGAN NIAT TALAK DAN

RELEVANSINYA DENGAN KHI PASAL 3

(Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus

Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar S1

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh

Alfiyatul Jamilah

21210004

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AL AHWAL AS SYAKHSHIYYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

)

“Sesungguhnya semua amal itu disertai niat dan

sesungguhnya bagi setiap

orang adalah apa yang dia niatkan”.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

 Kedua orang tuaku bapak Karmo dan Ibu Rasmini yang telah mencurahkan

seluruh kasih sayangnya kepadaku, merawatku hingga aku dewasa,

memberikan dukungan dan do’anya tanpa henti padaku. Terimakasih atas

kesabaran dan kasih sayang yang kalian berikan untukku selama ini.

 Keempat saudaraku Abdul Fatah, Genduk rofi’atin, Moh. Asrori dan adikku

Atika Nur Diana Fitri terimakasih untuk do’a yang selalu kalian berikan

untukku.

 Januri Sudjak S.Pd, Indhah Setiawati S.Psi dan Eni Daryani S.Pd terimakasih

atas motivasi yang selalu diberikan kepadaku, yang banyak mengajarkanku tentang kehidupan.

 Kepada kakakku Syaiful Aziz terimakasih atas dukungan baik berupa materi

maupun non materi, do’anya, semangat dan motivasinya yang selama ini diberikan padaku.

 Sahabat karipku Siti Nilna Faizah, Lynda Fitri Ariyanti dan farikhatul ulya

yang selalu ada untukku, memberikan semangat dan kecerian dalam hidupku.

 Bunda-bunda PAUD Wafdaa Kids Center yang sudah banyak mengajarkanku

(7)

vii

Ya Allah, dzat yang maha segalanya. Alhamdulillahi robbil’alamin, segala puji dan Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pernikahan Dengan Niat Talak dan Relevansinya Dengan KHI pasal 3 (Studi Kasus di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang)”

Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi utusanMu Muhammad Rasul KekasihMu sang pembawa risalah Uswatun Khasanah beserta keluarga dan para sahabatnya. Mudah-mudahan kita diakui sebagai umatnya dan mendapat syafaat di yaumul qiyamah kelak.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Pernikahan Dengan Niat Talak dan Relevansinya Dengan KHI pasal 3 (Studi Kasus di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang)”

Penulis skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

(8)

viii

2. Syukron Ma’mun, M.Si. Ketua Progdi Al Ahwal Asy Syakhshiyyah IAIN

Salatiga.

3. Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Karyawan-karyawati IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan.

6. Bapak Karmo dan Ibu Rasmini tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing penulis, baik moral maupun spiritual.

7. Bapak Sutimin Kepala Desa Wonoyoso beserta stafnya yang telah memberikan ijin penelitian di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus. 8. Bapak dan Ibu yang ada di Desa wonoyoso yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya.

Salatiga, 23 Februari 2015

(9)

ix ABSTRAK

Jamilah, Alfiyatul. 2015. Pernikahan Dengan Niat Talak Dan Relevansinya Dengan KHI Pasal 3 (Studi Kasus Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang). Jurusan Syari’ah. Program Studi Al Ahwal Asy Syakhshiyyah. Salatiga. Instutut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dra. Siti Zumratun, M.Ag

Kata kunci: pernikahan dengan niat talak, tujuan pernikahan KHI pasal 3

Penikahan menurut syari’at islam merupakan ketentuan yang mengikat setiap muslim. Setiap muslim perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan itu terkandung nilai-nilai ubudiyah. Karena itu, pernikahan diistilahkan oleh Al qur’an dengan mitsaaqan ghalidza yaitu suatu ikatan atau janji yang sangat kuat.

Menghindari perzinaan menjadi salah satu alasan untuk menyegerakan

menikah, sehingga timbul istilah “nikah dengan niat talak” yaitu, seorang pria

menikahi wanita dan di dalam hatinya (niat) akan menceraikan wanita tersebut setelah selesai masa studi atau domisili atau kebutuhannya telah terpenuhi (selesai). Maksudnya adalah untuk menghindari zina, maka lebih baik nikah dengan niat talak. Hal ini ketika dikaitakan dengan masa sekarang, maka harus direlevansikan dengan produk hukum, yakni Kompilasi Hukum Islam (KHI). Apakah nantinya nikah dengan niat talak tersebut sesuai atau tidak dengan ketentuan hukum yang terkandung dalam kompilasi hukum islam (KHI).

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih dalam Bagaimana akad nikah yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan nikah dengan niat talak? Faktor apa yang menyebabkan terjadinya nikah dengan niat talak? Bagaimana pendapat para ulama’ tentang adanya nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang ditinjau dari perspektif hukum islam dan KHI?

Metode yang dilakukan adalah metode kualitatif. Peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research), yakni penelitian yang dilakukan ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini data yang ingin diperoleh adalah adanya niat talak dalam sebuah pernikahan studi kasus di Desa Rejosari Kec. Pringapus kabupaten semarang. Penelitian dilakukan mulai bulan juni 2014 sampai dengan Desember 2014. Responden berjumlah dua pasang pelaku pernikahan dengan niat talak. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview (wawancara) kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap.

Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah bahwa sebagian ulama’

(10)

x

tersebut ada unsur penipuan yang akan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. Jika direlevansikan dengan tujuan pernikahan yang terkandung dalam pasal 3 KHI maka pernikahan dengan niat talak sangat tidak relevan. Selain itu, jika dilihat dari tujuan pernikah dan prinsip pernikahan yang terdapat dalam syari’at

Islam baik dalam Al qur’an maupun hadits pernikahan dengan niat talak juga

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

3. Metode Pengumpulan Data ... 11

4. Sumber Data ... 11

5. Metode Analisi Data ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan/Perkawinan ... 14

1. Pengertian Pernikahan ... 14

2. Hukum Pernikahan ... 19

3. Rukun dan Syarat Pernikahan ... 20

4. Tujuan Pernikahan ... 24

5. Prinsip Pernikahan ... 27

6. Macam-Macam Nikah yang diharamkan………. .. ………33

B. Talak ... 36

1. Pengertian Talak dan Hukumnya ... 36

(12)

xii

C. Pernikahan Dengan Niat Talak ... 43

1. Arti Pernikahan Dengan Niat Talak ... 43

2. Pendapat Ulama’ Tentang Pernikahan Dengan Niat Talak ... 45

BAB III : PAPARAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kab Semarang ... 55

1. Letak Geografis ... 55

2. Struktur Organisasi Desa Wonoyoso ... 56

3. Jumlah Penduduk Desa Wonoyoso ... 57

B. Pernikahan Dengan Niat Talak di Desa Wonoyoso ... 61

1. Pasangan Anto dan Riya ... 61

2. Pasangan Ida Dan Riyan ... 64

BAB IV : ANALISIS A. Tinjauan Hukum Islam Tentang Pernikahan Dengan Niat Talak di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang ... 68

B. Faktor Terjadinya Pernikahan Dengan Niat talak Di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang ... 79

C. Pendapat Ulama’ Tentang Pernikahan dengan Niat Talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang dan Tinjauan dari perspektif Islam dan KHI ... 83

D. Pendapat Peneliti Tentang Pernikahan dengan Niat Talak ... 89

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 97

1. Akad Nikah Pernikahan dengan Niat Talak ... 97

2. Faktor Terjadinya Pernikahan dengan Niat Talak ... 98

3. Pendapat Ulama’ Tentang Pernikahan dengan Niat Talak ... 98

B. Saran ... 99

C. Penutup ... 99

(13)

xiii

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

TABEL 3.1 Jumlah Penduduk menurut Usia

TABEL 3.2 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian TABEL 3.3 Jumlah Penduduk menurut Keagamaan TABEL 3.4 Jumlah Penduduk menurut Pendidikan

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Biodata Penyusun

2. Nota Dosen Pembimbing Skripsi 3. Lembar Konsultasi

4. Surat Ijin Penelitian

5. Surat Persetujuan Ijin Penelitian 6. Surat Pernyataan Telah Meneliti 7. Pedoman Wawancara

(15)
(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram (Rasjid,2010:374). Allah menciptakan manusia seorang diri kemudian menciptakan pasangannya. Dengan pasangan ini, Allah Swt mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan itu, semakin lama makin berkembang banyak, agar mereka mau mengabdi pada-Nya (Q.S An Nisa‟:1)

Penikahan menurut syari‟at islam merupakan ketentuan yang mengikat setiap muslim. Setiap muslim perlu menyadari bahwa di dalam perkawinan itu terkandung nilai-nilai ubudiyah. Karena itu, pernikahan diistilahkan oleh Al qur‟an dengan mitsaaqan ghalidza yaitu suatu ikatan atau janji yang sangat

kuat (Anshary,2010:11).

(17)

2

maka islam menganjurkannya untuk memelihara kehormatan dirinya dengan jalan menahan syahwatnya dari perbuatan yang hina dan tercela (Huda,1994:12).

Pernikahan merupakan perjanjian suci yang berlaku beberapa asas diantaranya adalah kesukarelaan, persetujuan kedua belah pihak, kebebasan memilih, kemitraan suami-istri dan untuk selama-lamanya dan asas monogami. Dari asas tersebut telah disebutkan bahwa salah satu asas pernikahan adalah untuk selama-lamanya, artinya pernikahan dilaksanakan untuk melangsungkan keturunan dan membina kasih sayang selama hidup (Huda,2010:126).

Nikah mut‟ah yakni pernikahan dengan tujuan bersenang-senang saja dilarang oleh Rasulullah. Tetapi bagaimana jika kemudian muncul dalam kehidupan masyarakat nikah dengan niat talak. Apakah pernikahan semacam

ini juga dihukumi nikah mut‟ah. Selain itu, bukankah telah tercantum dalam

KHI bahwa perkawinan itu untuk mewujudkan rumah tangga yang bahagia sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:

“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009:2).

(18)

3

Akan tetapi nikah dengan niat talak hanya memenuhi syarat sahnya suatu perkawinan yang berupa lahirnya saja, sedangkan tujuan dari suatu pernikahan itu tidak terlaksana karena di dalam batinnya ada niat untuk menceraikan istrinya.

Perkawinan semacam ini memang sah dan akadnya pun mutlak tetapi bertentangan dengan syari‟at islam dan tujuan suatu pernikahan yang telah ditetapkan dalam pasal 3 KHI. Dalam pasal tersebut jelas telah memuat tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan penuh kasih sayang. Tetapi dengan adanya nikah dengan niat talak berarti telah menciderai makna dari suatu pernikahan itu sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berbunyi:

“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mīṡāqān ghalīẓān untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. (Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009:2).

Makna perkawinan tersebut menunjukkan bahwa begitu pentingnya arti perkawinan dalam Islam, yaitu diibaratkan dengan perjanjian para nabi dan wali. Begitu mulianya suatu ikatan perkawinan tetapi jika terbesit adanya niat untuk menceraikannya setelah masanya tiba maka akan ternoda makna dari suatu perkawinan.

(19)

4

Undang-undang No.1 tahun 1974 pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa pernikahan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

Observasi pendahuluan yang dilakukan di Desa Wonoyoso ada beberapa kasus pernikahan yang terjadi dengan niat talak. Niat tersebut terbukti dengan perilaku suami yang menceraikan istrinya setelah pernikahan tersebut terjadi beberapa bulan. Pernikahan pertama bermula dari pihak istri yang telah lebih dahulu hamil. Agar tidak menimbulkan kemaluan untuk keluarga, maka pihak keluarga meminta pertanggung jawaban dari laki-laki yang menghamilinya. Tetapi karena laki-laki yang menghamilinya sudah berkeluarga maka laki-laki tersebut mencarikan laki-laki lain yang mau menikahi wanita tersebut dengan imbalan satu buah motor. Pernikahan tersebut diselenggarakan di KUA setempat, dengan dihadiri orang tua dari pihak istri, dua orang saksi dari pihak istri yaitu perangkat desa setempat dan dua orang saksi dari pihak suami karena bapak pihak suami telah meninggal dan ibunya tidak tahu sekarang dimana. Tetapi setelah anak tersebut lahir pihak istri dikembalikan kepada pihak keluarga.

(20)

5

teman-temannya. Selama pernikahan berlangsung tidak pernah ada keharmonisan yang terjadi, persoalan tersebut disebabkan karena pihak istri tidak pernah ada rasa suka dengan pihak suami. Selain itu, pihak suami tidak pernah memberi nafkah malah sebaliknya selalu meminta uang dari istrinya.

Berdasarkan paparan tersebut, tidak ditemukan tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawadah wa rahmah seperti yang tersebut dalam KHI. Peneliti bermaksud akan melakukan penelitian yang berjudul “Nikah Dengan Niat Talak Relevansinya dengan KHI Pasal 3 Studi Kasus di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten

Semarang”.

B. Rumusan Masalah

Setelah uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana akad nikah yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang?

2. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang? 3. Bagaimana pendapat para ulama‟ tentang adanya nikah dengan niat talak

(21)

6

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penyusun merumuskan tujuan penulisan sebagai berikut:

1. Untuk akad nikah yang dilakukan oleh pasangan yang melakukan nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.

2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang

3. Untuk mengetahui pendapat para ulama‟ tentang adanya nikah dengan niat talak yang terjadi di Desa Wonoyoso Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang ditinjau dari perspektif hukum islam dan KHI. D. Telaah Pustaka

Skripsi yang berjudul Praktek Nikah Paska Talak Ba‟in (Studi Kasus di Desa Linggar Galing Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah). Yang ditulis oleh Reka Anita, 21107009 lebih fokus kepada nikah

paska talak Ba‟in atau yang sering disebut nikah muhalil. Skripsi ini sangat

(22)

7

paska talak ba‟in. jadi sangat berbeda sekali nikah muhalil dengan nikah

dengan niat talak.

Sekripsi yang berjudul TELAAH HADITS NIKAH MUT‟AH (Takhrij Terhadap Hadits Kebolehan Nikah Mut‟ah). yang ditulis oleh Muhammad Arif Slamet Raharjo, 211 05 008. Skipsi ini fokus terhadap nikah mut‟ah dan kebolehan untuk nikah mut‟ah. Nikah mut‟ah adalah suatu bentuk pernikahan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam jangka waktu tertentu (ila ajalin musamma‟). Sedangkan pembahasan peneliti tentang nikah dengan niat talak. Meskipun peneliti menyinggung tentang

pembahasan nikah mut‟ah tetapi tidak ada kesamaan antara nikah mut‟ah

dengan nikah dengan niat talak. E. Kerangka Teoritik

Pernikahan adalah akad yang menghalalkan hubungan kelamin antara seorang perempuan dan laki-laki. Zakiyah Darajat dkk. Mengemukakan lima tujuan dalam pernikahan:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keterunan

2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih sayangnya

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan;

(23)

8

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan rasa kasih sayang.

Kesimpulannya bahwa tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk memenuhi naluri hidup manusia, agar terjalin hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian keluarga sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana diterangkan dalam firman Allah surat Ar Rum 21: kekuasaannya dan rahmatNya, Bahawa ia menciptakan untuk kamu (Wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikannya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya Yang demikian itu mengandung keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesadaran) bagi orang-orang Yang berfikir.(Q.S Ar Ruum:21)

Tujuan pernikahan juga dijelaskan dalam KHI pasal 3 yang berbunyi: “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Tim Redaksi Nuansa Aulia,2009:2).

Islam juga mengatur tata cara agar pernikahan tersebut menjadi sah dan sesuai dengan hukum Islam, pernikahan yang sah merupakan pernikahan yang sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah meliputi:

(24)

9

4. Dua orang saksi

5. Shigat ijab qobul. (Tihami, dkk,2010:8)

Perkawinan yang didasarkan pada kelima unsur diatas sudah dianggap sah menurut hukum Islam, yaitu pernikahan itu tidak memerlukan niat dalam hati. Tetapi kemudian muncul persoalan tentang nikah dengan niat talak. Tentang persoalan tersebut para ulama‟ berbeda pendapat. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh imam nawawi dalam kitabnya Sharah Shahih Muslim (9/181) berpendapat:

َلاَق ِوِبَو ، اًدَبَأ اَهْ يَلَع اًعَمْجُم َكِلَذ دْعَ ب ةَلَأْسَمْلا رِّيَصُي َلََو ف َلَِخْلا

رْكَب وُبَأ يِضاَقْلا

َحَكَن ْنَم انَأ ىَلَع اوُعَمْجَأَو : يِضاَقْلا َلاَق ، ّيِن الَِقاَبْلا

حيِحَص وحاَكِنَف اَىاَوَ ن ةادُم الَِإ اَهَعَم ثُكْمَي الََأ وتايِنَو اًقَلْطُم اًحاَكِن

ْلا ِطْراشلاِب َعَقَو اَم ةَعْ تُمْلا حاَكِن اَمانِإَو ، ةَعْ تُم حاَكِن َسْيَلَو ، ل َلََح

روُكْذَم

َلاَقَ ف ُّيِعاَزْوَْلْا اذَشَو ، ساانلا ق َلَْخَأ ْنِم اَذَى َسْيَل : كِلاَم َلاَق ْنِكَلَو ،

مَلْعَأ واللَاَو . ِويِف رْيَخ َلََو ، ةَعْ تُم حاَكِن َوُى :

(25)

10

yang dengan terang terangan disebutkan niat sementaranya yang secara bersama-sama disetujui oleh pihak laki-laki, perempuan dan walinya. Karena hal itu tidak menimbulkan suatu kerugian, kecuali timbulnya sikap mengabaikan terhadap suatu hubungan yang sangat mulia yang merupakan hubungan kemanusian yang paling besar dan mengakibatkan permainan syahwat bagi yang suka kawin cerai, serta mengakibatkan timbulnya berbagai kemungkinan negatif. (Sabiq, 1980:70)

F. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiyah untuk mendapatkan suatu data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data yang empiris yang mempunyai kreteria tertentu yaitu valid. Valid berarti menunjukakan derajat ketepatan antara dua data yang sesungguhnya terjadi pada suatu objek dengan data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti.(Sugiyo, 2012:2)

Untuk mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan tearah dalam penelitian,maka penyusun menggunkan metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian

(26)

11

2. Sifat penelitian

Dalam penulisan ini penyusun menggunakanPenelitian ini bersifat deskriktif-analitik yakni penelitian untuk menyelesaikan masalah dengan cara mendeskripsikan masalah melalui pengumpulan, penyusunan, dan menganalisa data, kemudian dijelaskan.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode: a. Wawancara (interview),penyusun melakukan wawancara mendalam

(in-depth interview) menggunakan dialog, mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan serta menggali keterangan yang lebih jelas secara langsung yang berkaitan dengan masalah yang diteliti kepada responden yaitu pasangan pernikahan dengan niat talak yang berada di Desa Rejosari Kec. Pringapus.

b. Dokumentasi,(Arikunto,2010:201) metode ini digunakan untuk memperoleh sumber berupa tulisan dengan mengutip dokumen-dokumen yang ada dan dipandang relevan.

c. Observasi atau Pengamatan, Metode observasi adalah teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung kepada objek penelitian (Arikunto, 2010:164).

4. Sumber Data

(27)

12

memperoleh sumber informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti lakukan secara langsung yang kemudian dianalisis. Dengan kata lain sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber Data Primer

Yaitu sumber data yang berkaitan langsung dengan objek riset. Data primer dalam penelitian ini adalah perilaku subyek peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil observasi.

b. Sumber Data Skunder

Sumber data skunder adalah sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer. Data skunder dalam penelitian ini adalah buku-buku jurnal dan penelitian orang lain yang berkaitan dengan nikah dengan niat talak.

5. Metode Analisa Data

Analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran data. Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah.(Suprayogo, 2011:191)

G. Sistematika Penyusunan

(28)

13

Bab I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan penulisan, Telaah Pustaka, Kerangka Teoritik, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Bab ini merupakan landasan teori yang menguraikan

tentang kajian Teoritik (konsep nikah, pengertian umum niat dan konsep talak dalam Islam)

Bab III : Bab ini merupakan inti dari penyusunan skripsi ini yang memuat tentang gambaran umum nikah dengan niat talak yang terjadi di desa Rejosari Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.

Bab IV : Analisis tentang nikah dengan niat talak dan pendapat

ulama‟ tentang nikah dengan niat talak.

Bab V : Penutup, pertama kesimpulan dilanjutkan saran-saran, kemudian diakhiri dengan kata penutup.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

(29)

14

Pernikahan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan atau kelompok. Dengan jalan pernikahan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai mahluk yang berkehormatan. Karena itu, Islam mengatur masalah pernikahan itu dengan amat teliti dan terperinci. Agar lebih disadari dan diyakini tentang pentingnya pernikahan, maka akan dijelaskan lebih lanjut tentang pernikahan. 1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan diistilahkan dengan “perkawinan” berasal dari kata

“kawin”, yang menurut bahasa berarti membentuk keluarga dengan lawan

jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh (Thihami,dkk 2010: 7). Menurut ahli fiqh nikah berasal dari kata al-jam‟u dan al dhamu yang artinya kumpul. Makna nikah (Zawaj) bisa diartikan juga dengan aqdu al tazwij yang artinya akad nikah. Hal ini sesuai dengan pengertian yang terdapat dalam buku Fikih Munakahat, mengutip dari ungkapan Zakiyah Drajat yang memberikan definisi perkawinan sebagai berikut:

َجَُٕجَْْعٍَ َْٗأ ِؼِْْٝٗضَّضىث َِٗث ِؿَجنِّْىث ِعْفَيِد ٍبْطَٗ َزَفجَدِإ َََُِّضَضَٝ ٌذْقَع

“Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau tazwij atau yang semakna dengan keduanya.” (Thihami, dkk 2010: 7)

Menurut pengertian Fuqoha perkawinan ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadl nikah atau ziwaj atau yang semakna keduanya.

(30)

15

Ziwaj ialah aqad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batasan hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masingnya. (Departemen Agama, 1985:48-49)

Para Mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang

dianjurkan syari‟at. Orang yang sudah berkeinginan untuk nikah dan

khawatir terjerumus pada perbuatan zina, sangat dianjurkan untuk melaksanakan nikah. Yang demikian adalah lebih utama dari pada haji, shalat, jihad dan puasa sunnah. (Muhammad, 2010: 338)

Makna-makna Nikah dalam Fiqh tersebut terkesan bahwa laki-laki menjadi subjek dan perempuan menjadi objek. Karena hanya aspek biologis yang disoroti. Akhirnya yang berkembang, laki-laki menjadi orang yang berkuasa dan perempuan dikuasai.

Selain itu, dalam undang-undang no. 1 tahun 1974 bab 1 pasal 1 disebutkan sebagai berikut:

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”( Tim New Merah Putih, 2012: 6).

(31)

16

juga nilai-nilai spiritual (ketuhanan YME). selain itu, memiliki tujuan bahagia,dan kekal maksudnya hanya terjadi sekali seumur hidup

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 juga dijelaskan tentang pengertian yaitu sebagai berikut:

“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.(Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2012: 2).

Dari beberapa pengertian nikah tersebut dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang sangat dianjurkan, yang akan menimbulkan kehalalan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridloi Allah SWT dan akan menimbulkan akibat hukum.

Karena pentingnya suatu pernikahan itu maka Allah sangat

menganjurkan suatu pernikahan sebagaimana disebutkan dalam Al qur‟an

surat yasin:36

36. Maha suci Tuhan Yang telah menciptakan makhluk-makhluk semuanya berpasangan; sama ada dari Yang ditumbuhkan oleh bumi, atau dari diri mereka, ataupun dari apa Yang mereka tidak mengetahuinya.

(32)

17

pentingnya suatu pernikahan. Karena itu, Allah melarang bagi manusia untuk hidup membujang. Perintah untuk menikahkan perempuan yang tidak bersuami dengan seorang laki-laki yang tidak beristri itu tertuju kepada seluruh umat islam (Basyir, 2000: 29). Islam sangat menganjurkan seseorang itu untuk menempuh hidup pernikahan sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:

32. dan kahwinkanlah orang-orang bujang (lelaki dan perempuan) dari kalangan kamu, dan orang-orang Yang soleh dari hamba-hamba kamu, lelaki dan perempuan. jika mereka miskin, Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari limpah kurniaNya kerana Allah Maha Luas (rahmatNya dan limpah kurniaNya), lagi Maha mengetahui.( Q.S An Nuur:32)

(33)

18

ِػْشَفْيِى َُِظْفَأَٗ ِشَظَذْيِى ُّضَغَأ َُِّّٔئَف ْػََّٗضَضَْٞيَف َرَءجَذْىث ٌُْنٍِْْ َعجَطَضْسث

َف ًَِّْ٘ظىجِد َِْٔٞيَعَف ٌُْنٍِْْ ْعِطَضْسَٝ ٌَْى ٍََِْٗ

ٌءجَؽِٗ َُٔى َُِّّٔئ

2046. Dari Alqamah, dia berkata, "Sesungguhnya saya berjalan bersama Abdullah bin Mas'ud di Mina, kemudian Ustman bertemu dengan Abdullah bin Mas'ud. Utsman mengahampiri Ibnu Mas'ud. Ketika Ibnu Mas'ud melihat bahwa dia tidak berkeinginan untuk menikah, maka ia berkata kepada Al qamah, 'Kemarilah wahai Al Qamah.' Kemudian aku mendatangi Ibnu Mas'ud, Utsman berkata kepada Ibnu Mas'ud, 'Kami akan menikahkan engkau wahai Ibnu Mas'ud dengan seorang gadis, semoga dengan demikian engkau mengingat kembali masa lampaumu yang indah.' Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Kalau engkau berkata demikian, saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena menikah akan membuat seseorang mampu menahan pandangannya, lebih dapat memelihara kemaluannya. Barangsiapa yang belum mampu untuk menikah, maka hendakah ia berpuasa, karena puasa mampu menahan dan membentengi (gejolak syahwat). '""(shahih, Muttafaq Alaih)

Dalam hadits nabi mengajarkan bahwa pernikahan merupakan jalan untuk menyalurkan naluri manusiawi., untuk memenuhi tuntutan nafsu syahwatnya dengan tetap mempelihara keselamatan agama yang bersangkutan. Apabila nafsu syahwat telah mendesak, padahal kemampuan kawin belum cukup supaya menahan diri dengan jalan berpuasa mendekatkan diri kepada Allah agar mempunyai daya tahan mental dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan godaan setan yang menarik-narik untuk berbuat serong (Basyir, 2000: 12).

2. Hukum Pernikahan

(34)

19

bahwa hidup berpasang-pasangan, berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia (Ghazali, 2010: 10), sebagaimana firman-Nya dalam surat aż-Żariyat ayat: 49:

49. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.

Perkawinan yang merupakan Sunnatullah pada dasarnya adalah mubah tergantung pada tingkat kemaslahatnnya. Sedangkan maslahat dibagi menjadi tiga yaitu maslahat wajib, sunnah dan maslahat mubah .(Tihami, dkk,2010: 9). Namun, terdapat berbagai perbedaan pendapat di kalangan para Ulama.

Segolongan fuqahāˊ, yakni jumhur berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnah. Golongan Ẓahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib. Para ulama Malikiyyah Mutaˊakhkhirīn berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnat untuk sebagian lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain (Ghazali, 2010: 16). Meskipun pada asalnya perkawinan itu adalah mubah, namun dapat berubah menurut ahkām al khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan:

(35)

20

b. Nikah Haram, yakni bagi orang yang tahu dirinya tidak mampu hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir dan batin.

c. Nikah Sunnah, yaitu bagi orang yang sudah mampu tetapi masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, maka lebih baik menikah.

d. Nikah Mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk menikah dan dorongan untuk menikah tidak membahayakan dirinya. e. Nikah Makruh, yaitu bagi yang mampu untuk menikah, tetapi juga

mampu menahan diri dari zina. Hanya tidak mempunyai keinginan kuat untuk memenuhi kewajiban suami istri dengan baik. (Tihami dkk, 2010:16)

3. Rukun dan Syarat pernikahan

Islam juga mengatur tata cara agar pernikahan tersebut menjadi sah dan sesuai dengan hukum Islam, pernikahan yang sah merupakan pernikahan yang sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah meliputi:

a. Mempelai laki-laki b. Mempelai perempuan c. Wali

d. Dua orang saksi

(36)

21

Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Jika syarat-syarat terpenuhi, perkawinannya sah dan menimbulkan adanya segala kewajiban dan hak-hak pernikahan. Syarat suatu pernikahan meliputi perempuan tersebut adalah perempuan yang halal dinikahi, akad nikahnya dihadiri para saksi. (Sabiq, 2000: 87)

Syarat-syarat yang ditujukan untuk kedua mempelai yang akan melangsungkan pernikahan meliputi:

1) Syarat untuk pengantin pria

a) Calon suami beragama islam. b) Terang bahwa calon suami itu betul laki-laki. c) Orangnya diketahui dan tertentu. d) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri. e) Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu bahwa calon istrinya halal baginya. f) Calon suami ridla (tidak dipaksa) untuk melakukan pernikahan itu. g) Tidak sedang melakukan ihram. h) Tidak sedang mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri. i) Tidak sedang mempunyai istri empat.

2) Syarat calon pengantin perempuan

a) Beragama islam atau ahli kitab. b) Terang bahwa ia wanita bukan khuntsa. c) Wanita itu tertentu orangnya. d) halal bagi calon suami. e) wanita itu tidak dalam ikatan pernikahan dan tidak

dalam masa „iddah. f) Tidak dipaksa/ikhtiyar. g) Tidak dalam

(37)

22

Selain itu, dalam UU No.1 tahun 1974 dijelaskan tentang syarat-syarat suatu pernikahan yang meliputi sebagai berikut:

1. Pernikahan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. 2. Untuk melangsungkan pernikahan, seseorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin orang tua. 3. Dalam hal seseorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau

dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) Pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam hal tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan menyatakan kehendaknya. 5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang

dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain. ( Tim New Merah Putih, 2012: 7).

(38)

23

Persoalan pencatatan pernikahan dalam fiqh klasik dinilai sebagai suatu yang tidak signifikan untuk dilakukan karena pola pikir dan kehidupan yang masih tradisional. Padahal apabila ideal moral yang

terkandung dalam Al qur‟an sangat jelas memerintahkan perlunya sistem

administrasi yang rapi dalam urusan hutang piutang maupun transaksi perjanjian, sehingga masalah yang berhubungan dengan perbuatan hukum seseorang seperti pernikahan, kewarisan, perwakafan mempunyai akibat hukum yang lebih kompleks.(Khusen,2013: 10)

Keabsahan suatu perkawinan merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, karena berkaitan erat dengan akibat-akibat perkawinan, baik yang menyangkut dengan anak (keturunan) maupun yang berkaitan dengan harta (Anshary, 2010: 12). Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan telah memutuskan kreteria keabsahan suatu pernikahan, yang diatur di dalam Pasal 2, sebagai berikut:

1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.( Tim New Merah Putih, 2012: 6).

(39)

24

2010: 12). Kedua adalah tentang pencatatan nikah pencatatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1975 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Pencatatan suatu pernikahan ditujukan bagi segenap warga Indonesia. Perkawinan yang dilakukan dengan menggunakan tata cara yang sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku akan mempunyai akibat hukum, yakni akibat yang mempunyai hak mendapat pengakuan dan perlindungan hukum (Anshary, 2010: 22).

4. Tujuan Pernikahan

Berdasarkan ayat tersebut di atas bisa dilihat bahwa perkawinan juga merupakan ibadah sesuai yang telah tetera dalam KHI pasal 2:

“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mīṡāqān ghalīẓān untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” (Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2009: 2).

Di jelaskan pula dalam Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974, bahwa perkawinan adalah:

“Ikatan lahir batin antara seorang pria seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yangg Maha Esa” (Tim

Redaksi Nuansa Aulia, 2009: 7).

(40)

25

disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagian. (Departemen Agama, 1985: 62)

Selain itu, dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 juga telah dijelaskan tentang tujuan pernikahan yaitu sebagai berikut:

“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah”(Tim Redaksi Nuansa

Aulia,2009:2).

Perkawinan juga bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksana pendidikan yang paling menentukan. Sebab keluarga salah satu di antara lembaga pendidikan informal, orang tua yang dikenal mula pertama oleh putera-puterinya dengan segala perlakuan yang diterima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan kepribadian.(Tihami dkk, 2010:16)

Zakiyah Darajat dkk. Mengemukakan lima tujuan dalam pernikahan:

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan;

2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih sayangnya;

(41)

26

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal; serta

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan rasa kasih sayang.

Kesimpulannya bahwa tujuan pernikahan dalam islam adalah untuk memenuhi naluri hidup manusia, hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian keluarga sesuai dengan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana tersebut dalam firman Allah: kekuasaannya dan rahmatNya, Bahawa ia menciptakan untuk kamu (Wahai kaum lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan hidup mesra dengannya, dan dijadikannya di antara kamu (suami isteri) perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya Yang demikian itu mengandung keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesadaran) bagi orang-orang Yang berfikir.(Q.S Ar Ruum:21)

5. Prinsip-Prinsip Pernikahan

(42)

prinsip-27

prinsip pernikahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 1974 meliputi sebagai berikut:

a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal. Prinsip tersebut bisa diruju‟ pada surah ar Rum:30-31

agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.31. dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah

b. Sahnya perkawinan sangat tergantung pada ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-masing.

(43)

28

221. dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-ayat-ayat-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

c. Asas monogamy

Monogami adalah menikah dengan satu istri. Dalam islam ada kebolehan memiliki istri lebih dari satu orang, tetapi juga membatasi tidak boleh lebih dari 4 orang dengan syarat harus berlaku adil.

Prinsip ini telah dijelaskan dalam Al qur‟an Surat An Nisa: 3

(44)

29

mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

d. Calon suami dan istri harus telah dewasa jiwa dan raganya. Prinsip tersebut bisa diruju‟ pada surah ar Rum:30-31

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.31. dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,

e. Mempersulit terjadinya perceraian.

(45)

30

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal.

f. Hak dan kedudukan suami adalah seimbang.

Prinsip ini dijelaskan dalam surat An Nisa‟:32

dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Dalam ajaran islam ada beberapa prinsip-prinsip perkawinan yang meliputi:

(1) Prinsip keabsahan dalam memilih jodoh

(46)

31 beliau bersabda, "Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah karena agamanya, maka engkau akan beruntung dan bahagia.

(shahih Muttafaq Alaih).

Bagi para wali yang ingin menjodohkan perempuan di bawah perwaliannya maka, islam telah memberikan pedoman untuk memilih jodoh yang tepat. sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Titmidzi yang berbunyi:

َن َلَْجَع ِنْبا ْنَع َناَمْيَلُس ُنْب ِديِمَحْلا ُدْبَع اَنَ ثادَح ُةَبْيَ تُ ق اَنَ ثادَح

ِواللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْ يَرُى يِبَأ ْنَع ِّيِرْصانلا َةَميِثَو ِنْبا ْنَع

ِوْيَلَع ُواللا ىالَص

ُوَنيِد َنْوَضْرَ ت ْنَم ْمُكْيَلِإ َبَطَخ اَذِإ َمالَسَو

ٌضيِرَع ٌداَسَفَو ِضْرَْلْا يِف ٌةَنْ تِف ْنُكَت اوُلَعْفَ ت الَِإ ُهوُجِّوَزَ ف ُوَقُلُخَو

1084. Qutaibah menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Sulaiman memberitahukan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Ibnu Watsimah An-Nashri, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila ada orang yang agama dan budi pekertinya baik meminang (anak-anak perempuan dan kerabat) kalian, maka kawinkanlah dia. Jika kalian tidak melaksanakannya, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan'." (H.R Tirmidzi)

(47)

32

pilihan atas dasar pertimbangan kekuatan jiwa, agama dan akhlak. Hal tersebut sangatlah penting karena pernikahan bukan semata-mata kehidupan duniawi, tetapi juga untuk membina kehidupan yang sejahtera lahir dan batin serta menjaga keselamatan agama dan nilai-nilai moral anak keturunan. Meskipun demikian, islam juga mengatur faktor-faktor lain yang sudah tentu sangat ideal.

(2) Prinsip mawadah wa rahmah

Tujuan pernikahan adalah untuk dapat keturunan dan untuk ketenangan, ketentraman dan cinta serta kasih sayang. Semua itu hanya dapat dicapai hanya dengan prinsip bahwa pernikahan itu untuk selamanya. Bukan sekedar dalam jangka waktu tertentu saja.

(3) Prinsip saling melengkapi dan melindungi

Dalam hukum islam tidak selamanya laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ketika seseorang itu memutuskan untuk melakukan suatu pernikahan maka masing-masing harus merelakan hak kebebasan seperti sebelum menikah. Masing-masing mempunyai kewajiban baru seperti suami wajib melindungi istri dan anak-anaknya, wajib memberi nafkah dan sebagainya, istri wajib melayani keperluan suami seperti ketentuan yang ada.

(48)

33

Merawat cinta kasih dalam keluarga ibarat merawat tanaman. Maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat

agar tumbuh subur dan indah, diantaranya dengan mu‟asyarah bil

ma‟ruf. Rasulullah saw bersabda bahwa: “ Sebaik-baik orang

diantara kamu adalah orang yang baik terhadap istrinya, dan aku

(Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap istriku.”.

(H.R Thabrani dan Tirmidzi) 6. Macam-Macam Nikah yang diharamkan

Ada beberapa macam nikah yang diharamkan oleh Allah Swt. yaitu:

a. Nikah Mut‟ah yaitu seorang pria yang menikahi wanita sampai jangka waktu tertentu yang telah disepakati berdua dan nikah itu akan berakhir dengan sendirinya apabila jangka waktu yang telah ditentukan itu habis. Umpamanya, seseorang mengatakan.”Aku

nikahi engkau selama satu bulan atau satu tahun,” dan sejenisnya.

(Muhammad, 2010: 351) Dinamakan nikah Mut‟ah karena pihak

laki-laki hanya ingin bersenang-senang sementara waktu saja. (Sabiq, 2000: 63)

(49)

34

mut‟ah, namun pada saat perang Khaibar Rasulullah melarangnya

sebagaimana hadis di bawah ini:

ِ َ ِثددَ َ َيددَ اللَّ ََْددِ ِيددَبا َيددَ بددِنََه َيددَ نددَىَيَح يٌَِنَثددَح

َيَ ََوِْىِبَأ َيَ اللَّبِنََط يِبَأ ِيَب ِّيِلَ ِيَب ِثَوَيُه َيٌََبا ِيَسَيَناَو

َ اللَّبدِنََط يدِبَأ ِيدَب ِّيِلَ

نَلدََّ ِ َ َاللَّ دُوَ َىَأ ُ دٌََ ُ َ َيدِض

ِ دَلَأ َيدَ َو ََدَ َىَخ َمَ َح ِءََسٌِّنا ِةَعَتُه َيَ نًََْ َنَلَوَو ِ َىَلَ ُ َ

ِةَىِسًَِ َلْا َُِوُيَنا ِم ُيُن

994. Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab dari Abdullah dan Hasan keduanya adalah anak Muhammad bin Ali bin Abu Thalib, dari Bapaknya dari Ali bin Abu Thalib berkata, "Pada perang Khaibar Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam melarang nikah mut'ah makan daging keledai jinak”.(HR

malik)

Pernikahan mut‟ah itu tidak sah. Jadi, wajib dibatalkan kapan

saja terjadi, mahar tetap wajib dibayarkan jika orang tersebut telah menggauli istrinya dan tidak wajib jika ia belum menggaulinya. (Abu Bakr, 2000; 591) Diharamkannya nikah ini karena mengandung hikmah yang agung, di antaranya nikah merupakan akad kepemilikan pemanfaatan kehormatan untuk abadi selamanya, sehingga keabadian merupakan proses mencapai tujuan pernikahan dalam Islam.

(50)

35 "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah melarang nikah syighar." Dalam riwayat lain terdapat kalimat tambahan yang berbunyi, "Aku bertanya kepada Nafi' "Apa yang dimaksud dengan Syighar?" Nafi menjawab, "Yaitu seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita, dan bapak dari wanita tersebut menikah juga dengan anak wanita laki-laki yang menjadi besannya tanpa mahar. Atau seorang menikah dengan saudara perempuan seorang laki-laki, kemudian sang saudara tersebut menikah dengan saudara peremapuan laki-laki yang menikah dengan adiknya, tanpa mahar yang harus dibayar.

(shahih, Muttafaq Alaih)

Sebagian ulama berpendapat bahwa nikah syighar ini pada dasarnya tidak diakui, karena itu hukumnya batal. Menurut Abu hanifah nikah syighar itu sah, hanya bagi tiap-tiap anak perempuan yang bersangkutan wajib menerima mahar yang sepadan. (sabiq, 2000: 86) Nikah syighār bisa dibagi dua macam, yaitu:

(1) Tidak adanya mahar bagi masing-masing istri

(2) Masing-masing wali mensyaratkan kepada yang lain agar menikahkan kepadanya wanita yang di bawah perwaliannya. (Sholeh, 2010:16)

(51)

36

terjadi persetubuhan dengannya maka jatuh talak. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: Muhallil (yang menghalalkan) dan orang yang dihalalkannya”.

(HR. Ahmad, Nasa‟i dan Tirmidżi dan Tirmidżi mengesahkannya)

Nikah Tahlil sebenarnya adalah tipu muslihat atas suatu yang haram. Dalam nikah ini tidak ada cinta dan kasih sayang, tidak ada keinginan memperbanyak anak maupun membangun keluarga bahagia. Tujuan yang ada hanyalah agar wanita itu bisa kembali kepada suami pertamanya.( Sholeh, 2004: 20)

B. Talak

1. Pengertian talak dan Hukumnya

Allah menentukan syari‟at pernikahan dengan tujuan untuk

(52)

37

Talak diambil dari kata “iṭlaq” yang menurut bahasa artinya

“melepaskan atau meninggalkan”. Menurut istilah syara‟:

س ُّوَف

َث

ِزَّٞؽَّٗضىث ِزقلََعْىث ُءجِّْٖإٗ ِػثَّٗضىث ِزطِد

.

”Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.” ( Ghazali, 2010: 191-192)

Sedangkan Talak dalam KHI telah dijelaskan dalam pasal 117: ”Talak ialah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131”.(Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2009: 35).

Jadi talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga istri

tidak lagi halal bagi suaminya dan ini terjadi dalam hal bāˊin. Sedangkan

mengurangi ikatan pelepasan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suaminya yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talak, yakni

disebut talak raj‟i. (Ghazali, 2010: 192)

(53)

38

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perbuatan halal yang paling dibenci Allah ialah cerai." Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Abu Hatim lebih menilainya hadits mursal.

Syara‟ menjadikan talak sebagai jalan yang sah untuk bercerainya

suami istri, namun syara‟ membenci terjadinya perbuatan ini dan tidak

merestui jatuhnya talak tanpa sebab atau alasan. Adapun sebab-sebab jatuhnya talak itu menyebabkan hukum talak menjadi wajib, adakalanya haram, mubah dan adakalanya juga sunnah. (Daradjat, 1995: 190) Penjelasan adanya hukukm-hukum tersebut adalah sebagai berikut:

a. Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri karena tidak mampu menunaikan hak-hak istri dan kewajiban sebagai suami. b. Talak diharamkan jika dengan talak itu suami berlaku serong, baik

dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain. Hal itu diharamkan jika mengakibatkan suami terjatuh ke dalam perbuatan haram.

c. Talak hukumnya mubah, ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena jeleknya perilaku istri atau suami menderita madlarat lantaran tingkah laku istri, dsb.

d. Talak disunnatkan jika istri rusak moralnya atau melanggar

larangan-larangan agama, tidak „afīfah (menjaga diri) dll (Daradjat, 1995:

(54)

39

e. Talak menjadi makruh ketika hubungan pergaulan suami istri sedang rukun, damai dan tentram. (Muhammad, 2010: 366)

2. Macam-Macam Talak

Ditinjau dari waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.

Dikatakan sunni jika memenuhi empat syarat:

(1) Istri sudah pernah digauli, jika belum pernah digauli tidak termasuk talak sunni.

(2) Istri segera melakukan iddah suci setelah ditalak, yaitu dalam keadaan suci dari haiḍ. Talak terhadap istri yang menopause atau belum pernah haiḍ, atau sedang hamil, talak karena khulu‟, ketika istri haiḍ, semuanya tidak termasuk talak sunni.

(3) Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik permulaan, pertengahan maupun akhir suci.

(4) Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan. Jika dijatuhkan dalam keadaan suci tetapi pernah digauli tidak termasuk talak sunni. (Departemen Agama, 1985: 227-228)

b. Talak Bid‟i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntunan

(55)

40

(1) Talak yang dijatuhkan kepada istri pada waktu haiḍ, baik di permulaan maupun pertengahan.

(2) Talak yang dijatuhkan kepada istri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli suami dalam keadaan suci tersebut.

c. Talak Laa Sunni Wa Laa Bid‟i. Talak ini ialah talak yang tidak termasuk talak kategori talak Sunni dan tidak pula talak bid‟i, yaitu: (1) Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah digauli. (2) Talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum pernah haidl. (3) Talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil. (daradjat,

1995: 174)

Ditinjau dari segi tegas dan tidaknya kata-kata yang dipergunakan sebagai ucapan talak, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Talak Ṣarih, yaitu talak menggunakan kata-kata jelas dan tegas. Imam

Syafi‟i mengatakan bahwa kata-kata yang digunakan talak Ṣarih ada

tiga, yaitu talak, firqah dan sarah. (Departemen Agama, 1985: 228) b. Talak Kinayah, yaitu talak menggunakan kata-kata sindiran atau

(56)

41

Ditinjau dari segi ada atau tidaknya kemungkinan bekas suami merujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi dua macam:

a. Talak Raj‟i, yaitu talak yang masih memungkinkan suami rujuk dengan bekas istrinya tanpa akad nikah baru. Talak pertama dan kedua yang dijatuhkan kepada istri yang pernah digauli dan bukan karena permintaan istriyang disertai dengan uang tebusan (iwad), selama masih dalam masa idah. (Basyir, 2010: 80)

Talak Raj‟i hanya terjadi pada talak pertama dan kedua saja,

berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 229:

cara yang baik. (Q.S Al Baqarah: 229)

Ayat ini memberi makna bahwa talak yang disyarī‟atkan Allah ialah talak yang dijatuhkan satu demi satu tidak sekaligus dan suami boleh memelihara kembali bekas istrinya setelah talak pertama maupun kedua dengan cara yang baik. (Departemen Agama, 1985: 231)

(57)

42

Talak Bāˊin Ṣughra ialah talak yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan untuk kawin kembali kepada bekas istri, baik istri dalam masa iddah maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Sedangkan Talak Bāˊin Kubra ialah talak yang menghilangkan pemilikan serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istrinya, kecuali setelah bekas istri itu telah menikah lagi dengan laki-laki lain dan juga telah digauli kemudian baru bercerai. (Daradjat, 1995: 177) Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 230: yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. (Q.S Al baqarah: 230)

Ditinjau dari segi cara suami menyampaikan talak, ada beberapa macam sebagai berikut:

a. Talak dengan ucapan, yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.

b. Talak dengan tulisan, yaitu diampaikan secara tertulis kepada istrinya dan istrinya membaca serta memahaminya.

(58)

43

sahnya talak dengan isyarat bagi orang bisu itu adalah buta huruf. Jika mengenal dan dapat menulis, maka tidak cukup dengan isyarat kecuali tidak dapat menulis.

d. Talak dengan Utusan, yaitu disampaikan melalui perantara orang lain sebagai utusan kepada istrinya yang tidak berada di hadapan suami. Dalam hal ini utusan sebagai wakil suami untuk menjatuhkan talak suami dan melaksanakan talak itu. (Daradjat, 1995: 177-178)

C. Nikah dengan Niat Talak dan Pendapat Ulama’

1. Arti Nikah dengan Niat Talak

Nikah menurut islam adalah nikah yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada kita, lengkap dengan rukun dan syaratnya, tidak ada penghalang yang menghalangi keabsahannya, tiada unsur penipuan dari kedua belah pihak baik suami maupun istri atau salah satu dari keduanya, serta niat kedua mempelai sejalan dengan tuntunan

syari‟at islam. (Sholeh, 2004: 7)

Sementara nikah yang tidak disukai oleh Allah SWT adalah nikah yang tidak sempurna salah satu dari rukun dan syaratnya, ada salah satu penghalang, ada unsur penipuan, salah satu dari kedua mempelai atau keduanya tidak menginginkan tujuan pernikahan dalam islam. Nikah

semacam ini tidak sesuai dengan syari‟at islam.

(59)

44

Malik berkata “Kadangkala seorang pria menikahi wanita dengan niat

tidak ingin memilikinya, ternyata kemudian ia ingin memilikinya sepenuh hati karena cocok. Dan kadangkala seorang pria menikahi wanita dan ingin memilikinya sepanjang masa, kemudian karena tidak cocok lalu ia

pun menceraikannya”. (Sholeh, 2004: 22-23)

Nikah dengan niat talak berbeda dengan nikah mut‟ah. perbedaan

diantara keduanya adalah nikah dengan niat talak melakukan akad nikah

sesuai dengan ketentuan yang disyari‟atkan oleh agama tanpa

mengucapkan penentuan batasan waktu saat melakukan akad, sedangkan

nikah mut‟ah menentukan batasan waktu pada saat akad berlangsung.

Karena itu nabi melarang nikah mut‟ah sebagaimana dijelaskan dalam

hadits:

ِنَسَحْلاَو ِواللا ِدْبَع ْنَع ِّيِرْىُّزلا ْنَع ُناَيْفُس اَنَ ثادَح َرَمُع يِبَأ ُنْبا اَنَ ثادَح

يِبَأ ِنْب ِّيِلَع ْنَع اَمِهيِبَأ ْنَع ٍّيِلَع ِنْب ِدامَحُم ْيَنْ با

ايِبانلا انَأ ٍبِلاَط

ِرُمُحْلا ِموُحُل ْنَعَو ِءاَسِّنلا ِةَعْ تُم ْنَع ىَهَ ن َمالَسَو ِوْيَلَع ُواللا ىالَص

َرَ بْيَخ َنَمَز ِةايِلْىَْلْا

1121. Ibnu Abu Umar menceritakan kepada kami, Sufyan memberitahukan kepada kami dari Zuhri, dari Abdullah dan Hasan -keduanya anak Muhammad bin Ali- dari ayahnya, dari Ali bin Abu Thalib: Ketika perang Khaibar Rasulullah SAW melarang menikahi perempuan-perempuan dalam waktu sementara (nikah mut'ah) dan melarang (memakan) daging-daging Khimar kampung. Shahih: Ibnu Majah (1961) dan Muttafaq 'alaih

(60)

45

Para ahli fiqh sependapat, bila seseorang menikah dengan perempuan tanpa menyebutkan batas waktu tertentu, tetapi di dalam hatinya ada niat akan mentalaknya beberapa saat kemudian, atau beberapa saat setelah urusan di negeri itu selesai, maka akad nikahnya sah. Tetapi

Imam Auza‟I berbeda dengan pendapat ini, beliau menganggap hal

tersebut sebagai nikah mut‟ah (Sabiq, 2000: 69). Sedangkan Imam nawawi dalam kitabnya yang berjudul Syarah Shohih Muslim jus 9/181 juga mengemukakan pendapatnya tentang pernikahan dengan niat talak adalah sebagai berikut:

ِوِبَو ، اًدَبَأ اَهْ يَلَع اًعَمْجُم َكِلَذ دْعَ ب ةَلَأْسَمْلا رِّيَصُي َلََو ف َلَِخْلا

انَأ ىَلَع اوُعَمْجَأَو : يِضاَقْلا َلاَق ، ّيِن الَِقاَبْلا رْكَب وُبَأ يِضاَقْلا َلاَق

ايِنَو اًقَلْطُم اًحاَكِن َحَكَن ْنَم

اَىاَوَ ن ةادُم الَِإ اَهَعَم ثُكْمَي الََأ وت

ةَعْ تُمْلا حاَكِن اَمانِإَو ، ةَعْ تُم حاَكِن َسْيَلَو ، ل َلََح حيِحَص وحاَكِنَف

ْنِم اَذَى َسْيَل : كِلاَم َلاَق ْنِكَلَو ، روُكْذَمْلا ِطْراشلاِب َعَقَو اَم

َ ف ُّيِعاَزْوَْلْا اذَشَو ، ساانلا ق َلَْخَأ

رْيَخ َلََو ، ةَعْ تُم حاَكِن َوُى : َلاَق

مَلْعَأ واللَاَو . ِويِف

.

” Berkata Al Qadhi:” Mereka sepakat bahwa seseorang yang

menikah dengan akad nikah mutlak (akad yang memenuhi rukun dan syaratnya), tetapi di dalam hatinya ada niat untuk tidak bersama istrinya kecuali dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan niatnya, maka nikah

tersebut sah, dan bukan termasuk nikah mut‟ah. dan sesungguhnya nikah

(61)

46

disebutkan dan tetapi imam Maliki mengatakan bahwa nikah mut‟ah bukanlah akhlak manusia Imam auza'iy menghukumi nikah mutah adalah syadz, maka beliau berkata nikah mut‟ah tidak ada kebaikan di dalamnya dan tuhan yang tahu.”

Selain itu, Berkata imam Al Zulqani dari madzhab maliki di dalam syarh al muwatho‟: “ Dan mereka sepakat bahwasannya siapa yang

menikah secara mutlak, sedangkan ia berniat untuk tidak bersamanya (istrinya) kecuali sebatas waktu yang diniatkan, maka hal itu diperbolehkan

dan bukan merupakan nikah mut‟ah.” ( http://www.ahmadzain.com, akses

23 Desember 2009 )

Alasan dari kedua pendapat tersebut adalah perkawinan tersebut telah memenuhi syarat dan rukun nikah. Masalah hati semua diserahkan kepada Allah SWT, selama ini tidak pernah ada yang menyebutkan niat itu ada dalam syarat dan rukun nikah maupun dalam akad nikah.

Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan tentang kebolehan nikah dengan niat talak berdasarkan hadits:

ِِْد َرَسثَسُص َِْع ،َرَدجَضَق َِْع ،َزَّثََ٘ع ُْ٘دَأ جََّشَذْخَأ ،َزَذَْٞضُق جًَْعَّذَف

َرَشَْٝشُٕ ِْٜدَأ َِْع،َٚفَْٗأ

:ٌيسٗ ٔٞيع اللَّ ٚيط ِاللَّ ُهُْ٘سَس َهجَق ،َهجَق

ثَزٕ ،ِِٔد ْوََْعَصَْٗأ ِِٔد ٌَّْيَنَص ٌَْىجٍَ جََٖسُفَّْأ ِِٔد ْشَعَّذَف جٍَ ِْٜضٍَُّ ِلَ ُاللَّ َصَٗجَؾَص

َوُؽَّشىث ََُّأ :ٌِْيِعْىث ِوْٕأ َذِْْع ثَزٕ َٚيَع ُوَََعْىثَٗ .ٌـِْٞقَط ٌَِسَف ٌظِْٝذَف

َطَّذَف ثَرإ

ِِٔد ٌََّيَنَضَٝ َّٚضَف جًتَْٞش ُِْنَٝ ٌَْى ،ِق َلََّطىث جِد َُٔسْفَّ

.

(62)

47

apa yang dikatakan di dalam hatinya, selagi belum diucapkan atau dikerjakannya. "(H.R Tirmidzi) Shahih: Ibnu Majah (2040)

dan Muttafaq 'alaih. Abu Isa berkata, "Hadits ini hasan shahih." Sebagian ulama berpendapat, jika seorang lelaki mengatakan cerai di dalam hatinya, maka cerai itu tidak akan jatuh selagi tidak diucapkan (secara iisan).

Ini adalah pendapat madzhab Jumhur ulama seperti Abu Hanifah,

Syafi‟i dan Ahmad. Dan salah satu dari dua pendapat Imam Malik. Tidak

mesti apabila syarat pembatasan waktu dalam nikah itu membatalkan nikah, berarti secara otomatis niat mentalak istrinya setelah akad tidak membatalakan nikah juga. Karena niat yang bisa membatalkan itu adalah manakala niat itu bertentangan dengan maksud akad, sementara talak yang terjadi setelah beberapa saat akad berlangsung adalah suatu hal yang boleh, tidak bertentangan dengan maksud akad hingga talak itu diucapkan.

Gambar

Table 1
table di bawah ini:
Table 3
Tabel 4

Referensi

Dokumen terkait

Sinambela (2016, 332-333) menyatakan bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja, terdapat hubungan yang signifikan di antara variabel disiplin kerja dengan

1976 (TAC) serta Piagam ASEAN serta mendorong pihak-pihak untuk menyelesaikan sengketa mekanisme regional ASEAN dengan cara menempuh jalur diplomasi. Namun

Berdasarkan data responden kelompok kasus atau pasien dengan diagnosis Non-Glaukoma yang memiliki riwayat Diabetes Melitus positif (+), sebanyak 10 dari 17 orang

Oleh karena itu, penelitian ini akan menganalisis TOKI LC dan mengembangkan sistem manajemen pembelajaran agar dapat mendukung dan melengkapi proses pembelajaran di

Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur “melakukan usaha penyediaan tenaga listrik” telah terpenuhi karena pendistribusian tenaga listrik sebagaimana yang

Berdasarkan hasil pengamatan selama 7 kali pemetikan, produksi pucuk menunjukkan hasil signifikan terhadap perlakuan pupuk mikro Zn dan Cu (melalui daun) dengan pupuk

Sedangkan tabel 2 memperlihat- kan bahwa wanita lanjut usia yang mempunyai lemak tubuh normal dan lebih, jumlahnya sama yaitu 50%, dan tidak ditemukan lemak tubuh kurang..

Kajian ini mendapati bahawa pengetahuan tentang peta pemikiran dalam kalangan pelajar akan dapat meningkatkan kualiti pendidikan kerana peta pemikiran merupakan