• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. analisis kepustakaan tentang hukum yang mengatur tentang kontrak (obligations) yang timbul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. analisis kepustakaan tentang hukum yang mengatur tentang kontrak (obligations) yang timbul"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sebagaimana judul Bab ini, berikut di bawah ini Penulis menggambarkan suatu analisis kepustakaan tentang hukum yang mengatur tentang kontrak (obligations) yang timbul dari adanya apa yang disebut sebagai suatu pengayaan yang tidak sah (unjust enrichment). Sehubungan dengan misi dalam Bab ini (perumusan masalah pada Bab I skripsi ini), yaitu menguraikan suatu tinjauan kepustakaan mengenai bagaimana unjust enrichment; maka perlu Penulis kemukakan di sini, bahwa bahan-bahan hukum, terutama kepustakaan atau literatur yang ditulis dalam bahasa Indonesia mengenai konsepsi obligations arising from unjust

enrichment itu sangat langka, apabila tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh sebab

itu, maka gambaran tentang asas atau kaedah hukum yang timbul dari obligations arising

from unjust enrichment, atau supaya penyebutannya mudah bagi Penulis sendiri maka oleh

skripsi ini disingkat dengan unjust enrichment saja, hanya akan merujuk kepada suatu hasil penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Jeferson Kameo, SH., LL M., Ph.D17.

Dalam Buku berjudul Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, penulis di atas menggambarkan dalam Sub Bab ruang lingkup kontrak, bahwa dalam pengelompokkan atau kategorisasi perikatan, ada kelompok perikatan yang muncul karena hukum. Satu dari dalam kelompok perikatan sebagaimana telah Penulis kemukakan tersebut, yaitu kelompok perikatan yang timbul untuk

17

Perlu Penulis kemukakan di sini bahwa Penelitian Hukum, termasuk di dalammnya penelitian tentang unjust enrichment tersebut tidak dipublikasikan oleh yang bersangkutan. Namun demikian, untuk memeroleh gambaran tentang kaedah ini, dalam Buku Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universias Kristen Satya Wacana Salatiga, hal itu (ujust enrichment) mendapat perhatian tersendiri. Lihat misalnya dalam Buku tersebut, hal., 6, 45, 46, dan 60. Uraian detail mengenai hal itu masih dalam proses penulisan oleh yang bersangkutan ketika skripsi ini disusun.

(2)

13 mencegah terjadinya pengayaan yang tidak sah, atau satu pemulihan kembali (restorasi) ke kekeadaan semula setelah terjadi suatu pengayaan (enrichment) yang tidak sah atau tidak adil

(unjust); atau pengambilan keuntungan yang dilakukan oleh seseorang yang melebihi

(eksesif) dari apa yang seharusnya diambil (unjust enrichment)18 oleh orang tersebut. Orang dalam pengertian skripsi ini yaitu termasuk subyek hukum (the parties to contract), yang dalam hal ini, lebih khususnya adalah badan-badan hukum yang menyelenggarakan jasa dan atau jaringan telekomunikasi yang mengadakan interkoneksi dalam Putusan 26 KPPU Republik Indonesia. Dengan perkataan lain, hal itu (obligations arising from unjust

enrichment) terjadi atau dilahirkan mengingat; hukum, atau lebih tepatnya keadilan (justice)

menuntut agar ada kewajiban yang harus direalisasikan dengan mengembalikan kembali jumlah yang telah diambil melebihi apa yang seharusnya (restitution)19.

Bab ini terdiri dari beberapa sub bab. Sekali lagi perlu Penulis ketengahkan di sini bahwa semua susunan dan isi sub bab yang ada di dalam Bab II ini dimaksudkan, tidak lain adalah untuk menggambarkan suatu jawaban atas pertanyaan dalam perumusan masalah penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah yang di dalam Bab I dirumuskan: bagaimana

unjust enrichment interkoneksi telekomunikasi. Apa yang ada di balik rumusan kata tanya

bagaimana itu adalah: akan dilihat bagaimana sejarah singkat tentang keberadaan asas hukum larangan unjust enrichment, bagaimana hakikat perikatan unjust enrichment, jenis-jenis

unjust enrichment, yaitu gambaran singkat tentang sejumlah kaedah yang mengatur mengenai

larangan unjust enrichment yang dapat dilihat dari jenis-jenis ganti rugi untuk menghindari keuntungan yang tidak sah. Pada bagian akhir dari tinjauan kepustakaan ini Penulis akan kemukakan secara singkat, penilaian Penulis sendiri atau arti penting dari studi kepustakaan bagi penelitian dan penulisan karya tulis kesarjanaan Penulis ini.

18 Lihat Buku Jeferson Kameo, SH., LLM., Ph.D., berjudul Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, hal., 7.

19

(3)

14

2.1. Sejarah Singkat Keberadaan Unjust Enrichment

Secara etimologis, atau berdasarkan kata dan pengertian kata yang diambil dari kamus, orang dapat saja berasumsi bahwa keberadaan konsep unjust enrichment itu sebetulnya adalah suatu kata dalam bahasa Inggris. Konsekuensinya, karena Inggris atau England adalah masuk dalam himpunan negara-negara dalam sistem hukum English common law, maka orang akan dapat leluasa menarik kesimpulan bahwa sejarah keberadaan prinsip

unjust enrichment itu berasal dari sistem hukum English common law. Hanya saja, perlu

Penulis kemukakan di sini bahwa, apabila literatur-literatur sejarah institusi-institusi hukum dibaca dengan lebih teliti, maka institusi hukum unjust enrichment itu sebetulnya sudah ada dalam sistem hukum Romawi, yang nota bene merupakan bangsa yang mengikuti tradisi hukum civil law, sama seperti Perancis, Belanda dan dalam hal ini hukum positif negara kita yaitu Indonesia.

Bukti bahwa sejarah keberadaan institusi hukum yang bernama unjus tenrichment itu dapat dilihat dalam sistem hukum yang mendikte (the dictate of the Law) penulis surat-surat pribadi Paulus kepada jemaatnya yang hidup dalam bangsa Romawi ditemukan dalam Penelitian individuil oleh Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D., penelitian mana tidak dipublikasikan. Dalam Penelitian individuil itu dikatakan bahwa para jurists Skotlandia yang ternama dan sangat terkenal seperti Stair, Erskine dan Bell sudah menganalisis institusi unjust

enrichment tersebut di dalam karya-karya mereka yang juga sangat terkenal.

Stair (dengan nama lengkap James, Viscount of stair yang menjabat sebagai hakim dan Ketua Mahkamah Agung Skotlandia/Lord President of the Session) misalnya, menurut penelitian individuil Dr. Jeferson Kameo di atas, dalam buku Stair yang berjudul The Institutions of The Law of Scotland, Deduced from its Originals, and Collated with the Civil,

(4)

15 dalam 4 Buku dan diterbitkan pada tahun 1693, sudah membahas secara lengkap mengenai institusi unjust enrichment itu dalam Buku ke-I. Institusi hukum yang bernama unjust

enrichment itu mulai dari Paragraf ketujuh sampai dengan Paragraf kedelapan. Hal yang

sama juga dilakukan oleh ahli hukum Skotlandia seperti Erskine. Penulis Skotlandia yang kedua itu membicarakan keberadaan unjust enrichment dalam Bukunya yang berjudul An

Institute of the Law of Scotland yang hanya dapat mulai dibaca dari Edisi kedelapannya satu

setengah abad lebih, atau tepatnya 178 tahun kemudian setelah Stair. Buku Erskin yang memuat pembahasan yang menurut Kameo tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah diletakkan oleh Stair itu, dipublikasikan pada tahun 1871. Dalam Buku III, Paragraf I, juga dalam Paragraf 10 sampai dengan Paragraf 11, Erskin membahas unjust enrichment tersebut. Sementara itu, penulis Skotlandia yang ketiga yang juga membicarakan tentang keberadaan institusi hukum yang bernama unjust enrichment itu adalah Bell. Dalam Bukunya yang berjudul Commentaries on the Law of Scotland and Principles of Merchantile Jurisprudence yang mulai dapat dibaca dalam Edisi Ketujuh itu. Buku Bell lainnya yang mengandung pembahasan asas hukum yang sama yaitu berjudul Principles of the Law of Scotland yang mulai dapat dibaca pada edisi kesepuluh dan diterbitkan dua abad lebih setelah Stair dan Erskine, Bell membicarakan hakikat unjust enrichment tersebut dalam Paragraf ke 437 sampai dengan Paragraf ke-446, serta hal itu diulang lagi dalam Paragraf ke 525 sampai dengan Paragraf ke-54120 buku yang baru saja dikemukakan tersebut di atas. Masih ada banyak lagi penulis-penulis hukum kontemporer yang membahas dan membicarakan institusi hukum unjust enrichment itu, khususnya penggunaan asas itu sesuai dikte hukum untuk menyelesaikan berbagai persoalan hukum. Hanya saja, hal itu tidak mungkin untuk

20 Perlu Penulis kemukakan di sini bahwa pemaparan karya-karya para ahli hukum Skotlandia itu Penulis rujuk dari hasil Penelitian Dr. Jeferson Kameo yang tidak dipublikasikan. Di tengah-tengah kesulitan untuk memeroleh Literatur yang baik dan dapat dirujuk untuk menggambarkan bagaimana unjust enrichment, Penulis akhirnya merasa sangat ditolong oleh hasil penelitian individuil yang tidak dipublikasikan dimaksud. Penulis sangat berterima kasih kepada Pak Jeff yang telah membolehkan Penulis merujuk hasil-hasil Penelitian yang sanga bernilai dimaksud.

(5)

16 dikemukakan di sini, kecuali hasil penelitian Jeferson Kameo., SH., LL.M., Ph.D. Namun, satu hal yang sangat penting untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan sub pokok bahasan kepustakaan mengenai unjust enrichment itu adalah bahwa semua penulis di atas memiliki satu pendapat, yaitu bahwa institusi unjust enrichment itu adalah sudah ada di dalam hukum positif bangsa Romawi, yang juga merupakan buah dari suatu hasil dikte suatu sistem hukum yang absolut dan berlaku universal sesuai dengan tuntutan keilmuan yang juga dikenal oleh ilmu hukum dan sudah lebih dahulu dikenal di Skotlandia dengan sebutan

Common Law21.

2.2. Hakikat Unjust Enrichment

Seperti telah Penulis kemukakan di atas bahwa perikatan yang timbul karena ada pengayaan yang tidak sah (unjust enrichment) itu, dalam Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum digolongkan atau terkategorisasikan sebagai perikatan yang timbul karena hukum. Dalam pandangan Penulis, rumusan seperti itu, sejatinya menunjuk dengan tegas ke dalam sistem hukum positif Indonesia yang sesungguhnya, apabila ditransposisikan, juga mengenal hal yang sama (unjst enrichment)22. Namun, seperti telah Penulis kemukakan di atas, tidak ada penulis Indonesia, kecuali yang literaturnya telah Penulis rujuk di atas, yang membicarakan hal yang demikian itu dalam konteks unjust enrichment23. Hal ini di dalam

21 Gambaran perbedaan antara English common law dan Scottish Common Law dapat dibaca di dalam Buku Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum yang banyak dirujuk oleh Bab Studi Kepustakaan mengenai Unjust Enrichment ini. Dapat dilihat mulai halaman 3.

22 Hal yang paling nyata bahwa sistem hukum positif Indonesia juga mengenal unjust enrichment adalah apa yang di dalam literatur-literatur hukum perdata Indonesia (the Indonesian Civil Code) dibicarakan di bawah topik pembayaran yang tidak diwajibkan. Perhatikan Buku yang ditulis oleh Riduan Syahrani, SH., berjudul

Seluk-Beluk Asas-Asas Hukum Perdata., Alumni, Bandung, 2000, hal., 269 – 273. Sebetulnya, dalam perspektif transposisi, suatu penelitian individual yang tidak dipublikasikan oleh Dr. Jeferson Kameo, dikatakan bahwa masih masuk dalam konteks unjust enrichmentadalah apa yang di dalam literatur mengenai hukum positif Indonesia sebagai zaakwaaneming atau sudatu perbuatan di mana seseorang dengan sukarela dan tanpa mendapat perintah, mengurus kepentingan (urusan) orang lain, dengan atau tanpa sepengetahuan orang ini. Lihat Riduan Syahrani, SH., hal., 266 227.

23

Teknik analisis seperti ini dikenal dalam Kontrak Seabgai Nama Ilmu Hukum sebagai analisis perbandingan (comparative analysis), lebih tepatnya transposisi. Seperti dikutip oleh Arinatasya Siahaan dalam Skripsinya

(6)

17 literatur tentang Hukum Positif Indonesia termasuk sebagai perikatan yang timbul karena perbuatan melawan hukum (PMH) atau apa yang di dalam Bahasa Belanda disebut

onrechmatige daad. Professor Subekti menulis bahwa:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Di sini pun ada suatu kejadian, dimana oleh undang-undang ditetapkan suatu perikatan antara dua orang, yaitu antara orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum dan orang yang menderita kerugian karena perbuatan tersebut. Perikatan ini lahir dari “undang-undang karena perbuatan orang”, dalam hal ini suatu perbuatan yang melanggar hukum”.

Apabila hakikat sesuatu dapat dilihat dari pengertian yang diberikan kepada sesuatu itu, maka unjust enrich didefinisikan sebagai suatu prinsip yang umum bahwa seseorang tidak boleh memperkaya dirinya secara tidak adil yaitu dengan biaya dari pihak lain dan karena itu harus mengembalikan harta atau manfaat keuntungan yang telah diterimanya, ditahannya atau diambilnya, dan pengambilan ini dirasakan adil dan layak serta tidak bertentangan atau menghalangi hukum atau berlawanan dengan dengan kepentingan umum baik secara langsung maupun tidak langsung atau memperkaya diri secara tidak pantas.

Dalam menentukan apakah seseorang telah memperkaya diri sendiri secara tidak adil atau adil adalah sangat sukar dan karena itu dalam kasus Everhart vs Miles, 47 Md.App 131, 136, 422 A 2d 28 ditentukan tiga unsur atau elemen untuk menentukannya, yaitu: (1) Ada suatu manfaat atau keuntungan yang diberikan atau diperbuat oleh penggugat kepada

yang berjdul Beban Pembuktian dalam Sengkeansposisi adalah metode dalam studi perbandingan hukum yang termasyur di dunia dikembangkan oleh Profesor Esin Orucu Ph.D (Highger) dalam buknya yang berjudul The

Enigma of Comparative Law Variations on a Theme for the Twenty-First Century, Martinus Nijhoff Publishers, Boston, pp., 33 – 102. Gelar Ph.D Higher adalah satu-satunya Gelar di Inggris yang diberikan kepada ilmuan yang sudah memiliki gelar Ph.D namun ditambahkan lagi satu gelar Ph.D yang lebih tinggi dari sekedar PhD biasa. Metoda ini telah dipergunakan oleh para hakim di Skotlandia sejak lama. Lihat misalnya catatan kaki Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D, pada Buku berjudul Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, hal., 42.(Sebagaimana dikutip Siahaan SH., lihat hal., 12 skripsi tersebut.

(7)

18 tergugat; (2) Manfaat atau keuntungan ini adalah berharga atau dimengerti oleh tergugat; (3) Tergugat menerima atau menahan manfaat itu adalah merupakan hal yang tidak patut bila tidak disertai dengan pembayarannya.

Unjust Enrichment dalam English common law ini dalam hukum perjanjian Indonesia

dapat mentransposisikan Pasal 1359 KUHPer yang menyatakan, bahwa tiap-tiap pembayaran memperhatikan adanya suatu hutang; dan apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan dapat dituntut kembali. Tuntutan ganti rugi yang terdapat dalam kwasi kontrak atau kontrak yang semu ini adalah quantum meruit yang menurut Black’s Law Dictionary adalah kewajiban yang bersumber dari hukum tanpa adanya dari pihak yang terkait, dengan alasan untuk keadilan dan kepatutan.

2.3. Kategorisasi Kewajiban dan Jenis-Jenis Unjust Enrichment

Apabila Roman Law atau hukum bangsa Romawi hendak dirujuk untuk memelajari unjust enrichment itu, maka perlu Penulis kemukakan di sini bahwa hukum positif Romawi memang mengakui sejumlah kategori kewajiban atau kontrak-kontrak (obligations) yang timbul atas dasar pengkategorisasian yang bernama quasi ex contractu. Dalam bahasa Latin,

Quasi artinya semu, sedangkan ex artinya sebelumnya sudah ada dan contractu adalah

perikatan. Dengan demkian maka sebagai suatu jenis perikatan, maka unjust enrichment adalah satu dari perikatan-perikatan yang masuk dalam kategori perikatan-perikatan yang timbul mengingat hukum mendikte bahwa harus ada kewajiban, seolah-olah (quasi atau semu), sudah pernah ada (ex) perikatan (contractu). Hal ini berarti bahwa meskipun tidak ada perjajian, tidak ada janji, maupun tidak ada kesepakatan antara masing-masing pihak, namun hukum mengatakan bahwa harus ada kewajiban yang timbul, hal itu dimaksudkan oleh hukum untuk menghindarkan terjadinya suatu pengayaan yang tidak sah.

(8)

19 Adapun kategori perikatan-perikatan yang masuk ke dalam jenis-jenis unjust

enrichment itu adalah: (1) perikatan untuk mengembalikan suatu benda kepada pemilik yang

sebenarnya; (2) perikatan kepada setiap orang, mengijinkan suatu repetisi (repetition), atau secara lebih sederhana, seperti dikatakan di dalam penelitian individuil di atas, mendapatkan kembali (recovery) uang yang pernah dibayarkan kepada seseorang yang tidak berhak; (3) perikatan untuk memberikan suatu penggantian uang (recompense)24 dari seseorang yang merasa bahwa ia telah menggunakan “benda” milik orang lain; (4) perikatan untuk membayar kompensasi karena ada negotiorum gestio; (5) dan masih ditambah lagi dengan kewajiban untuk membayar pengorbanan karena keadaan darurat dan iuran umum dalam dunia maritim internasional. Dalam Bab ini, mengingat begitu banyaknya jenis tentang unjust enrichment sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas, maka Penulis hanya akan mengemukakan satu jenis unjust enrichment yang mungkin relevan bagi kajian atau analisis putusan Komisi Persaingan Usaha No. 26 sebagaimana diuraikan dalam bagian hasil penelitian di Bab III karya tulis kesarjanaan Penulis ini.

Prinsip yang cukup signifikan untuk dikemukakan di sini sehubungan dengan pemaparan tentang jenis-jenis unjust enrichment sebagaimana telah dikemukakan di atas adalah bahwa alasan dasar dari semua jenis perikatan yang tergolong dalam perikatan karena dikte hukum di atas adalah penghindaran terjadinya unjust enrichment atau pengayaan secara tidak sah dan eksesif. Perlu Penulis kemukakan di sini bahwa prinsip ilmiah unjust

enrichment inilah yang diadopsi ke dalam sistem pemberantasan korupsi di Hongkong oleh

24 Contoh sederhana mengenai hal ini adalah: kalau Pak Jeff diminta oleh seorang bangsawan Italy (Mr. Nunzio Tarantino) yang terkena masalah hukum oleh oknum-oknum di dalam sistem hukum Indonesia yang rumit. The Italian itu kedudukannya ada di Semarang. Maka, kehadiran pak Jeffke kota Semarang atau mungkin Demak untuk membantu the Italian tersebut,mendampingi yang bersangkutan memberikan pendapat hukum misalnya, jasa pak Jeff tersebut sama sekali tidak dibayar, dan hal itu diketahui oleh orang seperti the Italian tersebut.Sebab, pak Jeff, dalam kapasitas sebagai dosen, telah memperoleh gaji dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, tidak boleh dobel-dobel menerima gaji, baik membayar, maupun, apalagi tanpa membayar pajak. Uang yang diberikan oleh the Italian itu, dalam perspektif unjust enrichmentadalah merupakan recompense; karena dibisiki oleh Hukum untuk mencegah yang namanya unjust enrichment; misalnya untuk mengganti solar yang sangat besar dikonsumsi mobil pak Jeff. Tidak praktis dan elegan apabila the Italian itu menyiapkan drum solar di Semarang untuk ditimba oleh pak Jeff.

(9)

20 para ahli yang mendesain komisi antirasuah di Hongkong. Perlunya asas unjust enrichment itu diikuti, mengingat apabila tidak ada dikte hukum seperti itu, dalam hal ini kehendak hukum untuk mengembalikan kembali kepada yang berhak (to restore atau restorasi25) maka itu sama dengan pembiaran terhadap tindakan seseorang untuk secara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan mengambil keuntungan, apalagi keuntungan yang eksesif dengan cara melobangi kantong orang lain dan menyebabkan si pemilik kantong, misalnya rakyat Indonesia yang dibocori oleh para koruptor itu menjadi menderita.

Suatu hal juga yang perlu dikemukakan sehubungan dengan pemaparan mengenai jenis-jenis unjust enrichment tersebut adalah bahwa meskipun unjust enrichment adalah suatu kontrak yang dapat digolongkan ke dalam kategori perikatan yang berbeda dari kategori perikatan berupa asas-asas dan kaedah yang berlaku untuk janji (promises) maupun perjanjian (agreement), terutama merupakan kategori perikatan yang timbul karena adanya dikte hukum sebagaimana Penulis kemukakan di atas, dan kewajiban yang lahir karena unjust

enrichment itu tidak lahir secara sukarela, namun dalam banyak hasil penelitian keilmuan

murni hukum dapat dibuktikan bahwa kewajiban untuk menghindari adanya unjust

enrichment itu tumpang tindih dengan kewajiban-kewajiban yang masuk dalam kategori

perikatan lainnya dalam suatu sistem yang oleh Kontrak sebagai nama Ilmu Hukum didefinisikan sebagai:

“Segenap kewajiban bagi setiap orang berjanji atau bersepakat dengan orang lain untuk memberikan, atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain tersebut, atau berkenaan dengan segenap kewajiban yang dituntut oleh hukum kepada setiap orang untuk memberikan

25Ketika skripsi ini ditulis, sedang ada begitu besar keinginan dari bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berupa pemberantasan korupsi di Indonesia. Indonesia membutuhkan suatu gerakan perubahan dengan cara menerapkan restorasi yang mendasarkan diri kepada prinsip hukum pencegahan unjust enrichment tersebut di atas.

(10)

21 atau berbuat atau tidak berbuat sesuatu terhadap atau untuk orang lain

apabila keadilan menghendaki meskipun tidak diperjanjikan sebelumnya”26

.

Memperhatikan definisi atau pengertian kontrak sebagai nama ilmu hukum sebagaimana dikemukakan di atas, berikut ini Penulis dapat memerlihatkan tempat dimana

unjust renricment itu dapat dicantolkan di dalam struktur definisi kontrak sebagai nama ilmu

hukum di atas. Bahwa di dalam struktur kontrak itu, kontrak yang dilihat sebagai suatu sistem kewajiban bagi setiap subyek hukum (orang), baik itu manusia maupun badan hukum seperti perusahaan penyedia jaringan maupun jasa telekomunikasi yang dibicarakan di dalam skripsi ini, terdiri dari kumpulan perikatan (obligations) atau kewajiban yang jumlahnya sangat banyak dan saling bahu-membahu: untuk setiap orang berbuat, tidak berbuat dan memberikan atau tidak memberikan sesuatu karena ada janji, ada perjanjian, tuntutan hukum dan keadilan.

Dalam struktur sistem kewajiban atau perikatan yang demikian itu, larangan unjust

enrichment dapat dicantolkan ke dalam kategori perikatan yang lahir karena hukum atau

karena ada tuntutan keadilan (Justice).

2.4. Arti Penting Unjust Enrichment bagi Telekomunikasi di Indonesia

Dalam rangka menemukan arti penting uraian hasil studi kepustakaan mengenai

unjust enrichmen tyang secara singkat telah Penulis eksplorasikan dan paparkan di atas, maka

Penulis merasa perlu untuk mengemukakan pengertian telekomunikasi yang ada di Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan mengenai Telekomunikasi yang berlaku yaitu: “Setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap

26 Definisi atau pengertian mengenai Kontrak yang disebut sebagai nama Ilmu Hukum ini dapat dilihat dalam Buku Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D., Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, hal., 2.

(11)

22 informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,

optik, atau sistem elektromagnetik lainnya”27.

Dalam kaitannya dengan interkoneksi telekomunikasi yang pada hakikatnya adalah suatu perjanjian sewa-menyewa, maka dalam hubungan hukum sewa-menyewa atau interkoneksi jaringan telekomunikasi antara para pelaku usaha jasa telekomunikasi yang menggunakan jaringan telekomunikasi di Indonesia juga dituntut oleh hukum untuk mencegah adanya kerugian yang ditimbulkan oleh unjust enrichment. UU Telekomonikasi nampaknya juga mengakui eksistensi atau keberadaan unjust enrichment tersebut. Hanya saja, apakah prinsip yang dikenal di dalam ilmu hukum sebagaimana telah Penulis kemukakan di atas untuk menghindari unjust enrichment itu sudah dipergunakan oleh lembaga-lembaga yang berwenangan untuk menguji penyelenggaraan jasa telekomunikasi di Indonesia? Hal itulah yang harus dianalisis lebih lanjut; terutama setelah Penulis memaparkan hasil penelitian terhadap Putusan KPPU Republik Indonesia No. 26 yang akan dikemukakan dalam Bab III berikut ini.

27

Referensi

Dokumen terkait

Metode inputing data yang optimal dengan menggunakan Program (IRMS) Dalam menentukan titik-titik koordinat suatu ruas jalan, dilihat pada track jalan hasil survey dengan

Selain itu, fumigasi di inkubator/setter sebaiknya tidak dilakukan pada hari ke-2 (24 jam) sampai hari ke-4 (96 jam) dari saat telur masuk ke mesin tetas. Untuk mendapatkan

Daun : Warna hijau, merupakan daun majemuk dengan bentuk elliptical, kedudukannya mengelompok pada batang, panjang daun mencapai 30 cm, lebar 0,5-2 cm, jumlah daun 2-8 helai,

Tidak diperkenankan untuk menawarkan kapal yang masih dalam keadaan disewa oleh Pertamina dengan akhir masa sewa (plus 15 hari) jatuh pada laycan yang telah ditentukan,

Rata- rata rasa nori pada penyaringan rumput laut 90% adalah 5,9 dengan rasa hampir sama dengan penyaringan 100% yaitu rasa yang tidak terasa asin dan agak

Tindakan untuk menurunkan pengeluaran yang kami lakukan telah membuahkan hasil seperti yang terlihat dalam penurunan 13% beban crewing menjadi US$ 11,1 juta

(Non-Player Character). Pembelajaran yang dimaksud adalah bagaimana ayam beradaptasi di lingkungan sekitar dengan menerapkan makan atau dimakan pada rantai

Jawab : Saat ini sekolah SMA PGRI Cikampek sudah tersedia fasilitas internet melalui jaringan wifi yang di pasang di beberapa tempat di sekolah yaitu