• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TEORI PENUNJANG. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TEORI PENUNJANG. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Pada bab ini akan dibahas tentang teori penetasan telur ayam, teori pembuatan dan pengelolaan mesin tetas semimodern, teori kelembaban dan komponen penunjang yang dipakai, yaitu: sensor SHT1x/SHT7x, microcontoller ATmega8.

2.1. Teori Penetasan Telur Ayam 2.1.1. Telur Ayam dan Bagiannya

Bertelur merupakan cara alamiah ayam untuk memperbanyak keturunannya. Ayam betina rata-rata dapat menghasilkan sebutir telur setiap pagi, dan jumlah telur yang sudah dibuahi dapat mencapai 15 butir. Ayam betina akan mengerami telurnya setelah telur terakhir keluar dari badannya. Telur akan menetas setelah dierami oleh ayam betina selama 21 hari. Semakin baik kualitas telur, semakin besar prosentase penetasannya. Baiknya kualitas telur itu sendiri ditentukan oleh pakan ayam betina semasa proses bertelur, dan bahkan jauh sebelum masa bertelur. Dengan kata lain, pakan dan perawatan ayam betina amat menentukan kualitas telurnya. Semakin baik pakan dan perawatannya, semakin baik pula mutu telurnya.

Bagi peternak ayam, membeli telur dan menetaskannya sendiri merupakan cara yang paling murah dalam menambah jumlah ayamnya. Cara lain untuk menambah jumlah ayam adalah dengan membeli DOC (day old chick) yaitu ayam yang baru berusia beberapa hari atau dengan membeli ayam muda yang berusia kurang dari setahun. Membeli anakan jelas lebih mahal daripada menetaskan telur, dan membeli ayam muda lebih mahal lagi dibandingkan dengan membeli anakan. Semuanya sangat bergantung pada kebutuhan dan ketersediaan dana peternak itu sendiri.

2.1.1.1. Struktur Telur

Kuning telur dibentuk dalam tubuh oleh sistem perkembangbiakan ayam betina sewaktu sedang birahi dan siap untuk dikawini ayam jantan yang sedang

(2)

birahi. Semasa si dalam ‘peranakan’, sekelompok kuning telur yang bentuknya seperti sekelompok buah anggur ini dimasuki oleh sel telur betina (ovum), tepat berada di tengah-tengahnya. Karenanya, agar terjadi pembuahan dibutuhkan sel jantan (sperma) yang kuat yang dapat menerobos masuk ke dalam kuning telur sehingga dapat bersatu dengan ovum. Pembuahan terjadi di bagian atas ‘peranakan’.

Gambar 2.1. Telur dan Bagian-bagiannya

Sumber: Riyanto, Anthonius. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2001. p. 2

Proses selanjutnya adalah dilapisinya kuning telur ini oleh lapisan yang terbuat dari zat fosfoprotein (vitellin), yang berfungsi sebagai bagian pengaman pertama pada pembuahan. Pada saat ini dibentuk pula semacam tambang penyimbang, yang biasa disebut chalaza, agar kuning telur dapat tepat berada di tengah-tengah lapisan putih telur. Tambang ini berada tepat di bagian ujung atas dan ujung bawah bulatan kuning telur.

Kuning telur lalu turun ke bagian tengah ‘peranakan’. Di sini dua kali lagi kuning telur dilapisi zat putih telur yang berfungsi sebagai penahan guncangan. Setelah itu, kuning dan putih telur turun ke bagian bawah ’peranakan’ untuk dilapisi dengan kulit ari dan zat kapur yang terlihat sebagai kulit telur. Pada proses akhir ini, kulit ari akan membentuk kantung udara, zat kapur akan semakin mengeras, dan keluar melalui dubur ayam betina. Kantung udara itu sendiri berisi

(3)

udara yang berhasil menerobos masuk ke dalam telur melewati ribuan pori-pori yang terdapat di kulit telur. Udara di kantung ini digunakan embrio untuk bernafas.

Seluruh proses ini terjadi dalam waktu 24-26 jam. Itulah sebabnya, ayam betina (sebagus apa pun kualitasnya) hanya dapat bertelur sebutir setiap pagi. Proses terbentuknya telur pada tubuh ayam betina dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2. Proses Terbentuknya Telur

Sumber: Riyanto, Anthonius. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2001. p. 3

2.1.1.2. Komposisi Telur

Telur pada umumnya memiliki berat sekitar 50-57 gram per butirnya, yang terdiri dari 11% bagian kulit telur, 58% bagian putih telur, dan 31% bagian kuning telur. Komposisi zat yang tergantung di dalam setiap telur sebagai berikut.

Tabel 2.1. Komposisi Telur

Komposisi Air Protein Lemak Lainnya

Putih Telur 88% 11% - 1%

Kuning Telur 48% 18% 33% 1%

Seluruhnya 74% 13% 11% 2%

Sumber: Riyanto, Anthonius. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2001. p. 3

(4)

Pada tabel di atas dapat dihitung bahwa kandungan protein yang terdapat pada setiap butir telur adalah sekitar 7 gram. Lemak yang terdapat pada telur terdiri dari lemak tidak jenuh dan lemak jenuh dengan perbandingan 2 : 1. Oleic Acid adalah komposisi utama lemak tidak jenuh, dan lemak ini tidak berpengaruh terhadap kolesterol darah manusia.

2.1.2. Perkembangan Embrio Semasa Pengeraman

Masa pengeraman selama 21 hari merupakan masa yang sangat kritis untuk menentukan kelahiran seekor anak ayam. Embrio di dalam telur ini tumbuh secara luar biasa setiap harinya sampai akhirnya menetas menjadi anak ayam.

Secara garis besar, perkembangan embrio selama 21 hari pengeraman sebagai berikut.

• Hari ke-1

Sejumlah proses pembentukan sel permulaan mulai terjadi. Sel permulaan untuk sistem pencernaan mulai terbentuk pada jam ke-18. pada jam-jam berikutnya, secara berturut-turut sampai dengan jam ke-24, mulai juga terbentuk sel permulaan untuk jaringan otak, sel permulaan untuk jaringan tulang belakang, formasi hubungan antara jaringan otak dan jaringan syaraf, formasi bagian kepala, sel permulaan untuk darah, dan formasi awal syaraf mata.

• Hari ke-2

Embrio mulai bergeser ke sisi kiri, dan saluran darah mulai terlihat pada bagian kuning telur. Perkembangan sel dari jam ke-25 sampai jam ke-48 secara berurutan adalah pembentukan formasi pembuluh darah halus dan jantung, seluruh jaringan otak mulai terbentuk, selaput cairan mulai terlihat, dan mulai juga terbentuk formasi tenggorokan.

• Hari ke-3

Dimulainya pembentukan formasi hidung, sayap, kaki, dan jaringan pernafasan. Pada masa ini, selaput cairan juga sudah menutup seluruh bagian embrio.

(5)

• Hari ke-4

Sel permulaan untuk lidah mulai terbentuk. Pada masa ini, embrio terpisah seluruhnya dari kuning telur dan berputar ke kiri. Sementara itu, jaringan saluran pernafasan terlihat mulai menembus selaput cairan.

• Hari ke-5

Saluran pencernaan dan tembolok mulai terbentuk. Pada masa ini terbentuk pula jaringan reproduksi. Karenanya sudah mulai dapat juga ditentukan jenis kelaminnya.

• Hari ke-6

Pembentukan paruh dimulai. Begitu juga dengan kaki dan sayap. Selain itu, embrio mulai melakukan gerakan-gerakan.

• Hari ke-7, ke-8, dan ke-9

Jari kaki dan sayap terlihat mulai terbentuk. Selain itu, perut mulai menonjol karena jeroannya mulai berkembang. Pembentukan bulu juga dimulai. Pada masa-masa ini, embrio sudah seperti burung, dan mulutnya terlihat mulai membuka.

• Hari ke-10 dan ke-11

Paruh mulai mengeras, jari-jari kaki sudah mulai sepenuhnya terpisah, dan pori-pori kulit tubuh mulai tampak.

• Hari ke-12

Jari-jari kaki sudah terbentuk sepenuhnya dan bulu pertama mulai muncul. • Hari ke-13 dan ke-14

Sisik dan kuku jari kaki mulai terbentuk. Tubuh pun sudah sepenuhnya ditumbuhi bulu. Pada hari ke-14, embrio berputar sehingga kepalanya tepat berada di bagian tumpulnya telur.

• Hari ke-15

Jaringan usus mulai terbentuk di dalam badan embrio. • Hari ke-16 dan ke-17

Sisik kaki, kuku, dan paruh semakin mengeras. Tubuh embrio sudah sepenuhnya tertutupi bulu yang tumbuh. Putih telur sudah tidak ada lagi, dan kuning telur meningkat fungsinya sebagai bahan makanan yang sangat penting bagi embrio. Selain itu, paruh sudah mengarah ke rongga kantung udara,

(6)

selaput cairan mulai berkurang, dan embrio mulai melakukan persiapan untuk bernafas.

• Hari ke-18 dan ke-19

Pertumbuhan embrio sudah mendekati sempurna. Kuning telur mulai masuk ke dalam rongga perut melalui saluran tali pusat. Embrio juga semakin besar sehingga sudah memenuhi seluruh rongga telur kecuali rongga kantung udara. • Hari ke-20

Kuning telur sudah masuk sepenuhnya ke dalam tubuh embrio. Embrio yang hampir menjadi anak ayam ini menembus selaput cairan, dan mulai bernafas menggunakan udara di kantung udara. Saluran pernafasan mulai berfungsi dan bekerja sempurna.

• Hari ke-21

Anak ayam menembus lapisan kulit telur dan menetas.

Gambar 2.3. Perkembangan Embrio Selama 21 Hari

Sumber: Sudaryani, Titik, and Hari Santosa. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. p. 121

(7)

2.1.3. Persiapan Menjelang Penetasan

2.1.3.1. Mengelola Telur Sebelum Ditetaskan

Sebelum memasukkan telur ke dalam mesin tetas dan memulai pekerjaan penetasan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

1. Telur yang akan ditetaskan harus diyakini sebagai telur yang telah dibuahi. Telur yang dapat ditetaskan hanyalah telur yang dihasilkan oleh ayam betina melalui perkawinan dengan ayam jantan. Dibuahi tidaknya telur, dapat diketahui dengan menggunakan alat peneropong telur. Telur yang dibuahi memiliki tanda titik hitam dan retakan seperti urat kayu, sedangkan telur yang tidak dibuahi tidak memiliki tanda-tanda ini. Tanda-tanda ini akan semakin sulit terlihat, bila warna kulit telur ayam semakin gelap.

2. Telur disimpan dengan baik pada kondisi temperatur yang ideal. Sel embrio pada telur ayam yang baru keluar (dari tubuh ayam betina), tidak akan segera tumbuh sebelum dierami oleh induknya. Pada temperatur penyimpanan antara 5-15˚C, sel embrio yang ada di dalam telur tidak tumbuh dan tidak mati (dormansi). Pada temperatur ruang seperti inilah idealnya sebutir telur disimpan sebelum ditetaskan. Pada temperatur di bawah 5˚C, sel embrio akan mati. Karenanya, hati-hati dalam menyimpan telur yang akan ditetaskan. Semakin cepat telur masuk ke mesin tetas akan semakin baik hasilnya.

3. Usahakan telur tetap kering, telur harus disimpan di tempat yang sejuk dan kering sebelum ditetaskan. Daerah penyimpanan yang terlalu lembab bukan tempat yang baik untuk menyimpan telur, karena akan menyebabkan telur sulit menetas. Sebaliknya, tempat penyimpanan telur yang terlalu kering akan menyebabkan telur menetas lebih cepat dari waktu normalnya. Terlalu cepat atau terlalu lambat menetas, akan menyebabkan anak ayam mati saat menetas. 4. Uji cobakan mesin tetas sebelum benar-benar digunakan. Mesin tetas

sederhana harus diujicobakan dengan tidak menggunakan telur selama 1 atau 2 hari penuh. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan temperatur dan tingkat kelembaban ruang penetasan. Temperatur yang stabil hanya bervariasi sekitar 0,2 - 0,3˚C. Jangan pernah memasukkan telur untuk ditetaskan ke dalam mesin tetas yang belum diuji coba, karena resiko yang

(8)

ditimbulkan akan terlalu besar seandainya mesin tetas ternyata tidak berjalan lancar seperti yang diharapkan.

5. Jangan menyimpan telur lebih dari seminggu. Telur yang disimpan lebih dari seminggu (sejak ditelurkan), memiliki resiko kegagalan penetasan yang tinggi. Telur yang disimpan terlalu lama dapat saja sudah terpengaruh temperatur dan kelembaban yang tidak ideal, dan ini dapat menyebabkan kematian. Semakin cepat telur masuk ke dalam mesin tetas, semakin baik hasilnya. 6. Telur yang baik saja yang ditetaskan. Maksudnya, telur yang akan ditetaskan

berasal dari ayam betina yang diyakini merupakan ayam betina yang sehat dan terawat dengan baik. Karena, ayam betina yang terawat dengan baik (pakan dan kesehatannya) akan menghasilkan telur yang baik pula. Begitu pula sebaliknya. Ayam betina yang kekurangan kalsium berkemungkinan menghasilkan anak ayam yang cacat kakinya atau tulangnya. Sementara itu, ayam betina yang kekurangan protein akan menghasilkan anak ayam yang tumbuh tidak sempurna, katai, memiliki bentuk tubuh tidak proporsional, dan sakit-sakitan.

Pakan yang diberikan kepada ayam betina serta kesehatan ayam betina sewaktu telurnya dikeluarkan, tercermin dari warna kulit telurnya. Telur yang berwarna agak gelap (lebih coklat) pertanda bahwa telur itu dihasilkan oleh ayam yang sehat dan diberi pakan bergizi baik. Telur yang kulitnya berwarna terang (pucat), pertanda bahwa telur itu dihasilkan oleh ayam betina yang tidak terawat baik (tidak sehat dan atau gizi pakannya kurang baik). Pembedaan warna ini harus dari jenis ayam yang sama, bukan dari jenis ayam yang berbeda.

Selain dari warna kulitnya, kualitas telur yang akan ditetaskan juga dapat dideteksi dari kemulusan kulit telur dan kondisi kantung udara. Kantung udara yang ada di dalam telur ini hanya bisa dilihat menggunakan teropong telur. Telur yang berkualitas baik ditandai dengan kulitnya yang sangat mulus dan kantung udara yang kedalamannya tidak lebih dari 3 mm dihitung dari bagian dalam kulit telur, berwarna putih bening, dan terlihat kokoh. Telur yang berkualitas sedang ditandai dengan kulit telur yang sangat mulus dan kantung udara yang kedalamannya tidak lebih dari 4,5 mm dihitung dari bagian dalam kulit telur serta

(9)

berwarna putih bening. Telur yang berkualitas buruk ditandai dengan kulit telur yang kurang mulus (ada sedikit bercak) dan kantung udara yang kedalamannya lebih dari 4,5 mm dihitung dari bagian dalam kulit telur serta warnanya agak keruh.

2.1.3.2. Meneropong Telur

Meneropong telur adalah pekerjaan yang selalu dilakukan bila mengelola mesin tetas atau menernakkan ayam. Peneropongan telur dilakukan untuk memastikan kondisi dan kualitas telur. Sejak akan ditetaskan, telur yang berkualitas baik dimasukkan ke mesin tetas untuk ditetaskan, dan telur yang berkualitas buruk tidak ditetaskan. Setelah masuk ke mesin tetas, secara berkala telur juga diteropong untuk memperhatikan perkembangan embrio. Peneropongan dilakukan sejak telur pertama kali dimasukkan ke dalam mesin tetas sampai penetasan berhasil dilaksanakan. Pada masa ini, teropong telur umumnya berguna untuk memperhatikan perkembangan embrio, perkembangan putih telur, perkembangan kuning telur, dan perkembangan-perkembangan lainnya yang dapat dipakai untuk mengevaluasi keberhasilan penetasan. Peneropongan biasanya dilakukan di tempat gelap agar isi telur yang diteropong dapat terlihat melalui sinar yang datang dari dalam alat peneropong telur.

Gambar 2.4. Cara Peneropongan Telur

Sumber: Riyanto, Anthonius. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2001. p. 16

Untuk memeriksa telur yang akan ditetaskan atau dierami; saat meneropong, telur diletakkan dalam posisi miring dengan bagian ujung tumpulnya

(10)

menempel pada lubang cahaya peneropong. Bagian yang runcing dipegang dengan tangan. Telur kemudian digerakkan perlahan-lahan ke kiri dan ke kanan. Gerakan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendekatkan kuning telur ke kulit telur sehingga bercak yang ada dapat terlihat. Tingkat kesulitan melihat bercak ini sangat bergantung pada warna kulit telur. Semakin coklat warna kulit telur, semakin sulit untuk melihat ada tidaknya bercak pada kuning telur.

Pada umumnya tidak diperlukan keterampilan khusus untuk membedakan telur yang baik dengan yang rusak. Apalagi jika telur yang diperiksa adalah telur yang masih segar. Telur yang rusak akan memperlihatkan secara jelas bercak-bercak yang muncul, dari bercak-bercak putih sampai bercak-bercak seperti darah atau gumpalan. Bahkan, jika rusaknya parah, kulit telur tampak retak. Kantung udara yang ada di dalam telur juga dengan jelas dapat dibedakan. Pada telur yang baik, kantung udaranya terlihat putih bening. Pada telur yang rusak atau kurang baik, kantung udaranya terlihat buram. Telur yang baru berusia dua atau tiga hari biasanya merupakan telur yang baik. Telur seperti inilah yang sangat layak untuk ditetaskan, karena resiko kegagalannya relatif lebih kecil.

Telur yang sudah dimasukkan ke dalam mesin penetas biasanya diperiksa untuk mengetahui apalah telur yang dierami ini merupakan telur yang telah dibuahi atau belum. Jika telah dibuahi, pada hari ketiga akan nampak pertumbuhan dan perkembangan embrio. Jika warna kulit telur yang ditetaskan agak gelap, perkembangan embrio baru terlihat jelas melalui alat teropong pada hari ke-5 atau ke-6. Pada telur yang telah dibuahi akan terlihat tanda kemerahan yang berbentuk jalur-jalur yang tidak beraturan seperti laba-laba merah yang besar. Ini adalah tanda bahwa embrio hidup dan ‘berenang’ di dalam telur. Pada telur yang tidak dibuahi atau embrionya mati akan terlihat tanda bulatan merah (ring blood) atau garis-garis merah berbentuk lintasan. Telur yang telah mati ini dapat disingkirkan dari mesin tetas.

Semasa proses penetasan berlangsung, secara berkala setiap telur diperiksa dengan menggunakan alat peneropong telur. Pemeriksaan ini untuk menentukan telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi, melakukan penataan kembali dalam mesin tetas, memeriksa embrio yang mati dan segera menjadi busuk, serta memeriksa juga perkembangan pertumbuhan embrio. Pemeriksaan ini dilakukan

(11)

setiap hari, dari hari ke-5 sampai dengan hari ke-17. Pemeriksaan setiap telur harus dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 5 menit, dan segera memasukkannya kembali ke dalam mesin tetas.

2.1.4. Penanganan Telur di Mesin Tetas dan Proses Penetasan

Faktor yang mempengaruhi kesuksesan proses penetasan pada mesin tetas adalah temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, dan pemutaran telur. Sebelum membahas faktor-faktor tersebut akan dijelaskan pengertian setter dan hatcher.

Setter/inkubator adalah tempat yang digunakan untuk meletakkan telur yang akan ditetaskan sampai telur tersebut berumur 18 hari. Sedangkan hatcher adalah tempat yang digunakan untuk meletakkan telur yang akan menetas (berumur 19 hari) sampai telur tersebut menetas.

2.1.4.1. Temperatur

Temperatur setter/inkubator selama anak ayam (umur 1-18 hari) berada di dalamnya yaitu 37,6˚C. Temperatur di dalam setter maupun hatcher harus konstan dan dicek setiap jam. Suhu yang berfluktuasi akan menyebabkan kegagalan proses penetasan. Kegagalan ini ditandai dengan banyaknya anak ayam yang tidak menetas. Kalaupun menetas, bulu anak ayam itu lengket oleh cairan amnion. Selain menyebabkan banyaknya telur yang tidak menetas, temperatur yang tinggi maupun rendah juga berpengaruh terhadap lamanya waktu tetas.

Tabel 2.2. Pengaruh Suhu Terhadap Daya Tetas Telur Ayam Temperatur (˚C) Daya Tetas (%) 35,5 10 36,1 50 36,7 70 37,2 80 37.6 88 38.3 85 38.9 75 39.4 50

Sumber: Sudaryani, Titik, and Hari Santosa. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. p. 122

(12)

Dua masa paling kritis dalam kehidupan embrio yang sedang ditetaskan terjadi pada umur 2-4 hari (24-96 jam) dan 19-20 hari (pada saat anak ayam berusaha memecah kulit telur). Oleh sebab itu, waktu untuk candling (peneropongan telur tidak fertil) dan transfer telur dari setter ke hatcher (saat telur berada di luar mesin tetas) yang dilakukan pada hari ke-19 sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Selain itu, fumigasi di inkubator/setter sebaiknya tidak dilakukan pada hari ke-2 (24 jam) sampai hari ke-4 (96 jam) dari saat telur masuk ke mesin tetas. Untuk mendapatkan hasil tetas yang lebih tinggi, transfer dari setter ke hatcher dilakukan pada saat 5% telur mulai retak.

Tabel 2.3. Pengaruh Suhu Terhadap Lama Waktu Penetasan Temperatur

(˚C)

Waktu Tetas Telur (hari)

36.1 22.5

36.7 21.5

37.3 21.0

38.9 19.5

Sumber: Sudaryani, Titik, and Hari Santosa. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. p. 123

Suhu di dalam mesin setter dijaga agar selalu konstan. Untuk itu digunakan peralatan yang terdapat di dalam mesin tetas. Cara setting-nya pun diatur sehingga kapasitas satu mesin tidak dipenuhi sekaligus, melainkan hanya 1/3 bagian pada setiap minggu. Hal ini berkaitan dengan pengeluaran dan penyerapan panas, sedangkan telur yang berada di mesin tetas kurang dari 4 hari akan menyerap panas).

2.1.4.2. Kelembaban

Kelembaban di setter/inkubator 52-55 %RH, sedangkan kelembaban pada hatcher mula-mula 52-55 %RH. Apabila 1/3 dari jumlah telur di dalam hatcher telah retak, maka kelembaban dinaikkan menjadi 70-75%RH. Untuk mendapatkan data kelembaban di dalam setter maupun hatcher, dapat digunakan hygrometer. Gangguan kelembaban dapat menyebabkan kegagalan pengelupasan kulit telur pada saat telur mulai pecah kulitnya.

(13)

2.1.4.3. Sirkulasi Udara

Fungsi sirkulasi/ventilasi udara pada mesin tetas adalah • Mengirim oksigen masuk ke dalam mesin tetas

• Membuang/mengalirkan CO2 ke luar mesin tetas sehingga kadarnya di

dalam mesin tetas tidak lebih dari 0,5%

• Mendistribusikan panas dan kelembaban secara merata

2.1.4.4. Pemutaran Telur

Selama telur tetas ada di dalam mesin tetas setter/inkubator (umur 1-18 hari), telur tetas harus diputar 90˚ setiap jam untuk menjaga supaya embrio tidak menempel pada kulit telur. Arah pemutaran telur untuk semua rak yang ada di dalam mesin inkubator harus searah. Hal ini terutama penting untuk sirkulasi udara dan panas.

Pada mesin tetas konvensional telur diputar sebesar 180˚, sebab tidak memungkinkan untuk melakukan pemutaran sebesar 90˚. Untuk memudahkannya telur diberi 2 tanda yang berbeda pada bagian atas dan bawahnya. Pada mesin tetas buatan yang modern (memakai sistem digital), maka pengaturan temperatur, kelembaban, pemutaran telur, dan sirkulasi udara tidak perlu terus-menerus dicek dengan membuka pintu mesin, tetapi cukup melihat catatan yang dibuat secara otomatis pada panel mesin tetas.

Gambar 2.5. Pemutaran Telur

Sumber: Riyanto, Anthonius. Sukses Menetaskan Telur Ayam. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2001. p. 37

(14)

Gambar 2.6. Pemberian Tanda pada Telur

2.1.5. Sanitasi di Dalam Mesin Tetas

Sanitasi di dalam mesin tetas sangat penting. Sanitasi ini berpengaruh terhadap daya tetas dan kualitas DOC. Selain kebersihan mesin tetas dijaga dengan cara mencuci bersih hatcher/setter yang kosong, maka perlu juga dilakukan fumigasi di dalam mesin tetas. Fumigasi dilakukan dengan mencampur 120 cc formalin dan 60 gram KMnO4. Lama pelaksanaan fumigasi dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 2.4. Fumigasi di Dalam Mesin Tetas

Jenis yang Difumigasi Kekuatan Fumigasi Lama Fumigasi Setter kosong dan rak 3 x (KMnO4 + formalin) 30 menit

Setter diisi 1 minggu sekali 1/3 kapasitas mesin tetas

1 x (KMnO4 + formalin) 20 menit Hatcher kosong dan rak 3 x (KMnO4 + formalin) 30 menit Hatcher isi telur

sesudah transfer 1 x (KMnO4 + formalin) 20 menit Hatcher isi telur 1/3

retak (untuk bulu supaya kuning dan mengendalikan kasus ompalitis)

formalin + air (perbandingan 1:1)

sampai anak ayam dikeluarkan dari mesin tetas

Sumber: Sudaryani, Titik, and Hari Santosa. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar Swadaya, 2004. p. 125

(15)

2.1.6. Kegagalan Menetas dan Kemungkinan Penyebabnya

 Telur infertil

Perbandingan ayam jantan dan induk betina parent stock tidak betul • Ayam jantan terlalu tua

• Ayam betina terlalu gemuk

• Telur tetas disimpan terlalu lama pada kondisi yang tidak sesuai sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas

Pakan ayam parent stock kekurangan Vitamin A, B, C, atau E Parent stock mengalami stres/sakit

 Embrio mati awal

Temperatur mesin setter terlalu tinggi atau terlalu rendah Faktor genetik ayam parent stock

• Kesalahan fumigasi

• Kesalahan pada pemutaran telur

 Embrio mati di mesin tetas pada umur 11-20 hari • Fluktuasi suhu dalam mesin tetas terlalu tinggi • Sirkulasi udara tidak baik

Pakan parent stock kekurangan vitamin/mineral

 Embrio mati pada umur 19-20 hari • Pemutaran telur yang tidak benar

• Temperatur dan kelembaban yang tidak tepat • Faktor genetik ayam parent stock

Peletakan telur pada tray yang tidak benar arahnya (seharusnya bagian yang runcing di bawah)

 Embrio banyak yang mati setelah kulit telur retak • Fluktuasi temperatur yang terlalu tinggi • Kelembaban dalam hatcher yang terlalu rendah

 Anak ayam tidak serempak menetas • Penyebaran panas yang kurang merata

• Telur tetas berasal dari induk yang berbeda umurnya • Ukuran telur yang beragam

(16)

 Pusar anak ayam tidak menutup secara sempurna • Temperatur dalam hatcher terlalu tinggi Temperatur dalam setter terlalu berfluktuasi Kesalahan fumigasi pada mesin hatcher Kelembaban mesin hatcher yang terlalu rendah

 Anak ayam tertutup cairan

• Temperatur mesin tetas terlalu rendah • Kelembaban mesin tetas terlalu tinggi • Kandungan gizi parent stock kurang tepat

 Anak ayam terlalu kecil

• Berat telur tetas terlalu rendah

• Kelembaban mesin tetas terlalu rendah • Temperatur mesin tetas terlalu tinggi

 Anak ayam lemah

Temperatur di mesin hatcher terlalu tinggi Kelembaban di mesin hatcher terlalu tinggi Kandungan gizi pakan parent stock kurang tepat • Telur tetas berasal dari induk muda

2.2. Teori Pembuatan dan Pengelolaan Mesin Tetas Semimodern 2.2.1. Penetasan Alami

Secara alami, semua jenis hewan melakukan perbanyakan populasi dengan cara perkawinan antara hewan jantan dan betina. Khusus unggas, setelah perkawinan, biasanya dilanjutkan dengan proses bertelur oleh unggas betina. Jumlah telur yang dihasilkan pun tergantung dari jenis unggasnya. Misalnya, jumlah telur yang dihasilkan ayam kampung setiap masa bertelur antara 14-21 butir, sedangkan jumlah telur merpati biasanya hanya dua butir.

Setelah proses bertelur selesai, secara naluriah sang betina akan mengerami telurnya. Lama proses pengeraman berbeda-beda pada setiap jenis unggas. Misalnya, puyuh membutuhkan waktu 14-16 hari, ayam membutuhkan waktu sekitar 21 hari, dan itik 28-30 hari. Setelah proses pengeraman selesai, yang

(17)

ditandai dengan menetasnya telur, unggas betina bertugas mengasuh anak hingga disapih selama sekitar 2 bulan.

Lama masa pengeraman dan pengasuhan anak menyebabkan unggas betina kurang produktif dalam menghasilkan keturunan. Dalam setahun, dengan cara seperti di atas, seekor ayam betina hanya mampu bertelur maksimum 4 kali dengan jumlah telur berkisar 56-84 butir. Itu pun jika telur yang dihasilkan menetas seluruhnya. Padahal, daya tetas telur yang dierami induknya tidak pernah mencapai 100%.

Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur, mendorong manusia untuk terus berinovasi. Karenanya, muncullah gagasan untuk memperpendek atau bahkan meniadakan masa mengasuh anak. Caranya, dengan memisahkan anak-anak ayam (DOC = day old chick) yang baru menetas. DOC dari banyak induk dikumpulkan dalam satu tempat (kandang pemeliharaan) dan mendapatkan perlakuan khusus, misalnya diberi penghangat ruangan. Dengan cara ini, produktivitas ayam betina (induknya) bisa ditingkatkan sampai satu setengah, bahkan dua kali lipat. Dengan kata lain, induk ayam dipaksa bertelur dan mengeram setiap 45-60 hari.

2.2.2. Penetasan dengan Mesin Tetas

Inovasi semakin berkembang, terutama dengan ditemukannya cara-cara menetaskan telur ayam tanpa dierami induknya. Inovasi pertama yang dilakukan manusia adalah menitipkan telur ayam kepada entok. Daya tetas telur dengan sistem ini hampir mendekati daya tetas telur yang dierami oleh induknya. Sejalan dengan diterapkannya metode “titip telur”, dikembangkan pula metode mesin tetas. Pada awalnya, yang disebut ‘mesin tetas” adalah sebuah kotak yang diisi sekam atau pasir, kemudian telur-telur yang akan ditetaskan diletakkan di dalamnya. Sumber panas yang digunakan merupakan sumber panas alami yang berasal dari sinar matahari dan panas yang dihasilkan oleh proses fisiologi embrio di dalam telur yang sedang ditetaskan. Kekurangan metode ini adalah daya tetas telur rendah, yakni hanya berkisar 40-50%. Penyebab terbesar rendahnya daya tetas telur adalah panas di dalam “mesin tetas” ini tidak stabil.

(18)

Pada akhir dekade 1980-an, di Indonesia mulai dikembangkan pembuatan mesin tetas sederhana. Mesin ini berupa sebuah kotak yang didesain menyerupai lemari kecil, kemudian diisi dengan pemanas dan pengontrol suhu. Penetasan telur menggunakan mesin ini secara ekonomi cukup menguntungkan.. Selain itu, peternak bisa memacu produktivitas ayam-ayam betinanya dua kali lipat dibandingkan dengan produktivitas ayam tanpa pengasuhan anak. Artinya, induk ayam mampu bertelur setiap bulan dengan jumlah telur antara 14-21 butir.

Tabel 2.5. Perbandingan Produktivitas Ayam Bertelur, mengerami, dan mengasuh anak Bertelur dan mengerami Hanya bertelur Jumlah telur setiap

periode bertelur 14-21 butir 14-21 butir 14-21 butir Waktu yang dibutuhkan

untuk mencapai periode bertelur selanjutnya

4 bulan 2-3 bulan 1-1,5 bulan Total produksi telur

per tahun 42-63 butir

56-126 butir

126-252 butir Sumber: Abidin, Zainal. Membuat & Mengelola Mesin Tetas Semimodern. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2003. p. 3

Secara umum, ayam tetap memiliki naluri mengeram dan mothering ability (sifat keibuan) terhadap anaknya, terutama ayam-ayam kampung yang memang belum terseleksi. Karena itu, perlu diperlakukan secara khusus, misalnya dengan memandikan ayam-ayam yang sudah menyelesaikan masa bertelurnya, dua kali sehari selama lima hari berturut-turut. Selain itu, bisa juga dengan memberikan preparat parasetamol dengan dosis tertentu. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, ayam sudah bisa bertelur kembali 7-10 hari kemudian.

2.2.3. Perkembangan Mesin Tetas di Indonesia

Perkembangan teknologi di berbagai bidang ternyata juga menyentuh bidang peternakan. Salah satunya adalah teknologi mesin tetas. Di luar negeri, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, pembuatan mesin tetas sudah menjadi industri yang sangat besar. Nilai transaksinya mencapai jutaan US$ per tahun. Salah satu pionir dalam industri ini adalah Jamesway. Pabrik ini sudah mampu memproduksi mesin tetas dengan teknologi yang sangat canggih. Pemutaran telur dilakukan secara otomatis dan dikontrol oleh komputer. Suhu dan kelembaban di

(19)

dalam mesin tetas pun demikian. Kapasitas telur yang ditampung di dalam mesin mencapai 1 juta butir dalam satu periode penetasan. Banyak perusahaan pembibitan di Indonesia (terutama yang sudah sangat maju) menggunakan mesin tetas ini. Harganya mencapai Rp 1 milyar per unit.

Hingga kini negeri berpenduduk lebih dari 200 juta ini masih harus puas dengan menjadi konsumen untuk mesin-mesin tetas buatan asing. Sebagai gambaran di Indonesia, mesin tetas sederhana sudah bisa dibuat sejak awal dekade 1980-an. Banyak buku ditulis tentang cara membuat dan mengelola mesin tetas itu. Sudah banyak pula wirausahawan yang memproduksi mesin tetas dan menjualnya di berbagai tempat. Namun, yang sangat disesalkan, upaya pembuatan mesin tetas tersebut ternyata seperti berjalan di tempat. Tidak pernah ada inovasi-inovasi baru selama 20 tahun lebih. Teknologinya pun masih seperti sejak ditemukan dahulu dengan kapasitas yang tidak pernah meningkat.

Gambar 2.7. Mesin Tetas Konvensional

Amerika Serikat sudah mampu membuat mesin tetas serba canggih dengan kapasitas yang sangat besar (mencapai 1 juta butir per periode), sedangkan di Indonesia masih puas dengan menggunakan mesin tetas sederhana berkapasitas maksimum 200 butir per periode dan masih memakai sumber panas dari lampu minyak. Padahal pada tahun 1990-an, di AS sendiri masih jarang dijual mesin tetas komersial berkapasitas sekitar 100.000 butir. Kini, mesin tetas dengan kapasitas itu bahkan lebih besar lagi sudah berhasil dibuat dan dipasarkan secara masal.

(20)

2.2.4. Mesin Tetas Semimodern

Sehubungan dengan maraknya industri pembibitan ayam skala kecil dan menengah, pembahasan pembuatan mesin tetas selanjutnya akan lebih banyak didasarkan pada proses penetasan telur ayam. Meskipun demikian, mesin tetas ini bisa pula digunakan untuk menetaskan telur puyuh atau itik. Tentu saja dengan sedikit modifikasi pada rak telur dan suhu ideal di ruang mesin tetas, karena waktu penetasan yang dibutuhkan setiap jenis unggas berbeda.

Mesin tetas ini dirancang untuk dapat menghasilkan DOC setiap 3 hari, dengan tujuan memudahkan pemasaran. Dasar pemikirannya sangat sederhana, yakni lebih mudah menjual 100 ekor DOC setiap 3 hari secara kontinu daripada menjual 700 ekor DOC sekaligus dalam 1 hari dengan menunggu waktu selama 21 hari. Jika kapasitas tampungnya ditingkatkan, mesin tetas ini pun bisa dimodifikasi untuk menghasilkan DOC setiap hari.

Agar dapat menghasilkan DOC setiap 3 hari, ruangan mesin tetas dibagi menjadi 2 ruang yang berbeda, yakni inkubator dan hatcher. Inkubator adalah ruang penetasan yang dilengkapi dengan rak telur yang bisa diputar, merupakan tempat peletakan telur tetas (ayam) sejak umur 4-18 hari. Sementara itu, hatcher adalah ruang penetasan yang tidak dilengkapi dengan rak telur yang bisa diputar, merupakan tempat peletakan telur tetas (ayam) sejak umur 1-3 hari dan 19 hari hingga menetas. Dasar pemisahan kedua bagian mesin tetas ini adalah perlakuan terhadap telur yang akan ditetaskan.

(21)

Seperti diketahui, sejak hari pertama sampai hari ke-3, embrio di dalam telur tetas mengalami masa kritis yang pertama. Pada saat ini, guncangan sedikit saja bisa menyebabkan embrio mati dan berhenti berkembang. Karenanya, telur tetas yang berumur 1-3 hari di dalam mesin tetas diletakkan di hatcher. Selain itu, di hatcher juga ditempatkan telur-telur tetas yang sudah berumur 19-21 hari (menjelang menetas), karena saat itu telur-telur tetas barada pada masa kritis kedua. Telur-telur tetas yang berumur 4-18 hari harus diputar dalam jangka waktu tertentu untuk menghindari lengketnya embrio di kulit telur. Inkubator dibuat dan merupakan bagian dari mesin tetas yang memiliki rak telur yang bisa diputar sesuai dengan kebutuhan. Pemutaran telur tidak dilakukan satu per satu, tetapi sekaligus seluruh telur yang ada di dalam inkubator dalam satu gerakan. Bahkan, jika dana memungkinkan, bisa ditambahkan peralatan hidrolik yang dihubungkan dengan timer (pengatur waktu), sehingga pemutaran telur dapat dilakukan secara otomatis. Misalnya, setiap enam jam sekali.

Perbandingan antara mesin tetas konvesional dan semimodern dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.6. Perbedaan Antara Mesin Tetas Konvesional dan Semimodern Faktor Pembeda Mesin Tetas

Konvesional

Mesin Tetas Semimodern Ukuran Relatif kecil Relatif lebih besar Kapasitas telur Maksimal 200 butir Bisa mencapai ribuan

butir Sumber panas Listrik atau lampu

minyak Harus listrik

Inkubator dan hatcher

Terdapat dalam satu

unit mesin Terpisah

DOC yang dihasilkan

Hanya sekali

penetasan selama 21 hari

Setiap hari bisa menghasilkan DOC

Pemutar telur Manual untuk setiap butir telur

Bisa manual atau elektrik dalam sekali gerak

Sirkulasi udara Tidak ada kipas untuk sirkulasi udara

Ada kipas untuk sirkulasi udara

Termoregulator Manual atau elektrik Elektrik atau digital Kontrol kelembaban Tidak ada Manual atau elektrik Sumber: Abidin, Zainal. Membuat & Mengelola Mesin Tetas Semimodern. Jakarta: Agromedia Pustaka, 2003. p. 8

(22)

Semua uraian yang akan dipaparkan dalam bab-bab berikutnya merupakan penjelasan tentang pembuatan mesin tetas yang akan digunakan untuk menetaskan telur ayam, baik ayam ras maupun ayam kampung. Untuk menetaskan telur dari jenis unggas lainnya, misalnya puyuh atau merpati, peternak hanya perlu memodifikasi jumlah rak telur (tray). Sumber panas yang digunakan merupakan sumber panas yang digerakkan oleh daya listrik, baik listrik yang disuplai oleh PLN maupun yang berasal dari generator. Dalam kondisi darurat, bisa saja digunakan lampu minyak sebagai sumber panas. Namun, jika keberadaan listrik PLN sudah memadai, sangat dianjurkan untuk selalu menggunakan sumber panas tersebut, karena panas yang dihasilkan lebih stabil, dan hal ini akan meningkatkan daya tetas telur.

2.2.5. Perbedaan antara Setter dan Hatcher

Seperti telah diketahui, telur ayam akan menetas setelah 21 hari dierami induknya atau berada di dalam mesin tetas. Sama halnya ketika telur dierami oleh induknya, telur yang ditetaskan di dalam mesin tetas juga perlu diputar, setidaknya dua kali sehari atau setiap 12 jam. Perbedaannya, pada penetasan secara alami, pemutaran telur dilakukan oleh induk ayam, sedangkan pada penetasan di dalam mesin tetas, pemutaran telur ini adalah agar panas yang diterima oleh telur merata ke seluruh bagian, serta menghindari terjadinya pelengketan embrio di salah satu dinding kerabang telur. Pemutaran telur harus dilakukan sejak hari ke-4 sampai hari ke-18, sedangkan sejak hari ke 1-3 dan hari ke-19 sampai menetas, telur tidak perlu diputar.

Di sinilah letak pentingnya penggunaan dua ruang mesin berbeda. Berbeda dengan mesin tetas sederhana yang berkapasitas sampai 200 butir, mesin tetas semimodern yang akan dibuat terdiri dari dua ruang mesin yang berbeda, tetapi bekerja secata simultan, yakni ruang setter dan hatcher. Seperti sudah dikemukakan di muka, kedua ruang mesin ini sebenarnya tidak berbeda secara fisik. Perbedaan hanya terletak pada bentuk rak telur. Dalam ruang setter, rak telur dilengkapi dengan pemutar telur, sedangkan ruang hatcher tidak membutuhkan pemutar telur. Selama 15 hari (hari ke-4-18) telur berada dalam setter. Sejak hari 1-3 dan hari ke-19 telur-telur yang siap menetas dipindahkan ke hatcher sampai

(23)

menetas. Tujuan pemindahan dari setter ke hatcher adalah agar mesin tetas mampu menghasilkan DOC setiap hari secara kontinu dalam jumlah yang relatif tetap. Selain untuk memudahkan pemasaran, cara ini jelas akan lebih efisien dalam penggunaan mesin, listrik, dan tenaga kerja.

2.2.6. Peralatan Mesin Tetas

Pada dasarnya, mesin tetas terdiri dari 5 komponen utama, yakni ruang penetasan, alat pemanas, pengontrol suhu dan kelembaban, rak dan tempat telur, serta kipas angin untuk meratakan panas.

2.2.6.1. Ruang Penetasan

Sesuai dengan namanya, ruang penetasan adalah sebuah ruangan yang akan menjadi tempat peletakan telur-telur yang akan ditetaskan. Luas ruangan yang dibutuhkan tergantung dari jumlah telur yang akan ditetaskan. Dengan memperhitungkan ruangan yang dibutuhkan untuk penempatan sumber panas, termoregulator, dan kabel-kabel instalasi, untuk kapasitas 1.000 butir telur tetas dibutuhkan ruangan seluas 1 x 1 x 1 m.

Ruang penetasan bisa dibuat dari berbagai jenis bahan, dari yang harganya mahal seperti pelat aluminium sampai bahan-bahan yang sudah diketegorikan limbah, misalnya kontainer bekas. Selain logam, bahan-bahan dari kayu atau akrilik juga bisa digunakan. Atau jika di rumah terdapat ruangan yang tidak terpakai, tidak tertutup kemungkinan untuk digunakan sebagai ruang penetasan. Tentu saja, dengan beberapa modifikasi. Semuanya tergantung dari jumlah dana yang dimiliki, dan yang penting mesin bisa berfungsi dengan baik. Meskipun demikian, harus diperhatikan bahwa kualitas bahan akan berpengaruh terhadap daya tahan dan umur pakai mesin.

2.2.6.2. Alat Pemanas atau Sumber Panas

Ada berbagai alat pemanas yang bisa digunakan, antara lain kayu bakar, lampu minyak, lampu listrik, dan rangkaian pemanas buatan pabrik atau lilitan kawat nikelin. Setiap sumber panas yang digunakan memiliki keterbatasan. Untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, perlu dipertimbangkan

(24)

penggunaan sumber panas alternatif, selain sumber panas utama. Misalnya untuk sumber panas utama dari kawat nikelin (yang mendapatkan daya dari listrik PLN), perlu disiapkan sebuah generator untuk mengantisipasi terhentinya listrik PLN yang kerap terjadi. Jika dianggap perlu, bisa digunakan sumber panas alternatif berupa lampu minyak, meskipun hal ini tidak terlalu dianjurkan (karena panas yang dihasilkan kurang stabil). Kondisi ini dikhawatirkan akan menurunkan daya tetas telur, karena suhu dan kelembaban di dalam ruang penetasan harus tetap stabil, apa pun yang terjadi. Fluktuasi yang drastis bisa menyebabkan kematian embrio di dalam telur yang sedang ditetaskan. Pada akhirnya, bukan keuntungan yang diperoleh, tetapi kerugian.

2.2.6.3. Pengontrol Suhu dan Kelembaban

Pertumbuhan dan perkembangan embrio telur yang ditetaskan di dalam mesin tetas sangat membutuhkan kondisi suhu dan kelembaban ruangan yang ideal. Pada telur ayam, kondisi itu tercapai jika suhu ruangan bisa tetap stabil adalah 37,6°C dan kelembaban 52-55%. Untuk menjaga kestabilan suhu dan kelembaban di dalam ruangan mesin tetas, dibutuhkan pengontrol suhu dan kelembaban.

Ada berbagai produk pengontrol suhu (termoregulator) yang dijual di toko-toko khusus, baik yang bekerja sendiri-sendiri maupun terintegrasi. Harganya pun berbeda-beda. Sementara itu, pengontrol kelembaban masih sulit dibuat sendiri secara manual, karena alat ini bekerja secara otomatis. Jika kelembaban di dalam ruang penetasan berkurang, secara otomatis alat ini akan menyemprotkan air sampai kelembaban menunjukkan angka normal. Untuk menciptakan kelembaban ruang penetasan ideal bisa ditempatkan bak berisi air di bagian dasar ruang penetas. Jika kelembaban yang ditunjukkan oleh higrometer masih belum ideal, peternak atau pengawas mesin harus menyemprotkan air ke dalam ruangan agar kelembaban ruangan bisa tetap ideal.

Berbeda dengan pengontrol kelembaban, pengontrol suhu bisa dirakit sendiri. Dengan menggunakan beberapa bahan dan alat yang bisa dibeli atau dibuat di bengkel bubut, pengontrol suhu yang disebut termoregulator bisa dibuat sendiri. Kelemahannya, kepekaan alat ini terhadap suhu kurang responsif. Angka

(25)

kesalahan bisa mencapai 0,5°C, terutama termoregulator yang sudah dipakai terlalu lama. Untuk mesin tetas semimodern ini, sebaiknya digunakan termoregulator buatan pabrik, sehingga kepekaannya terjaga. Bahkan, jika dana mencukupi dan kapasitas mesin dibuat cukup besar, termoregulator digital bisa digunakan.

2.2.6.4. Rak dan Tempat Telur

Rak dan tempat telur juga bisa dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang paling praktis adalah dari bahan kayu, karena relatif tidak terlalu berat dibandingkan dengan bahan logam. Rak telur di inkubator harus dilengkapi dengan pemutar telur, sedangkan rak di hatcher tidak membutuhkan pemutar telur. Jumlah telur dalam satu tempat telur perlu dipertimbangkan, agar petugas yang bekerja tidak membutuhkan tenaga ekstra saat mengangkat telur, terutama ketika telur-telur akan diteropong untuk dilihat fertilitasnya atau ketika akan dipindahkan dari setter ke hatcher, atau sebaliknya.

Pada mesin tetas modern, rak-rak telur bisa dikeluar-masukkan dengan mudah, karena rak-rak tersebut dilengkapi roda. Telur-telur yang akan ditetaskan diletakkan di tempat telur (tray) dan disusun rapi di rak telur. Dengan berpedoman pada mesin tetas modern, tempat telur di mesin tetas semimodern ini pun dirancang seperti mesin tetas modern, sehingga dapat dengan mudah keluar masuk. Tujuannya adalah untuk mencegah pengelola atau pekerja di ruang penetasan membawa beban yang terlalu berat. Selain itu, ruang penetasan juga akan lebih mudah dibersihkan karena tempat telur bisa dikeluarkan saat akan dibersihkan.

2.2.6.5. Kipas Angin Untuk Pemerataan Panas

Di dalam ruangan tertutup, sebenarnya panas yang dihasilkan oleh alat pemanas akan secara otomatis dialirkan ke seluruh ruangan tersebut, tetapi untuk meratakan dan mempercepat penyebaran panas ke seluruh ruangan dibutuhkan kipas angin.

Kipas angin ada 2 macam dan kegunaannya bertolak belakang, yakni fan untuk mempercepat penyebaran panas di dalam ruangan dan exhaust fan yang

(26)

berfungsi membantu mengeluarkan panas yang berlebihan. Bahkan, sekarang sudah banyak dijual di pasaran sebuah kipas angin yang bisa berfungsi sebagai fan sekaligus juga sebagai exhaust fan hanya dengan menekan sebuah tombol.

2.2.6.6. Sumber Panas dalam Proses Penetasan

Dalam penetasan alami, telur mendapatkan kehangatan dari tubuh induk, atau induk angkatnya, yakni ayam atau entok. Dalam penetasan dengan mesin tetas, keberadaan sumber panas di dalam mesin tetas mutlak diperlukan, mengingat embrio di dalam telur membutuhkan suhu tertentu untuk berkembang secara optimal.

Pada dasarnya, semua benda yang dapat menghasilkan panas bisa digunakan sebagai sumber panas di dalam mesin tetas. Namun, untuk efektivitas dan efisiensi, mesin tetas yang akan dibuat hanya memperoleh panas dari lampu pijar atau lilitan kawat nikelin yang bekerja jika dialiri arus listrik. Arus listrik bisa berasal dari PLN dan atau dari generator. Keberadaan generator sangat dibutuhkan dalam pengoperasian mesin tetas ini, karena jika terjadi gangguan pada listrik PLN, generator akan berfungsi sebagai sumber arus atau listrik cadangan.

Sebagai konsekuensi, selama mesin tetap bekerja, arus listrik hanya boleh terhenti atau dihentikan akibat kerja pengontrol suhu (termoregulator). Terputusnya aliran listrik secara temporer atau permanen karena gangguan PLN sama sekali tidak bisa ditolerir. Hal ini akan menyebabkan fluktuasi suhu secara mendadak sehingga akan mengganggu perkembangan embrio di dalam telur, bahkan bisa menyebabkan kematian embrio pada semua fase perkembangannya.

2.2.6.7. Jenis Sumber Panas • Lampu pijar

Lampu pijar merupakan pilihan yang paling murah dan efektif. Untuk ruangan seluas 150 x 100 x 100 cm dibutuhkan sebanyak 3-5 buah lampu pijar masing-masing 100 Watt. Jumlah lampu pijar yang akan digunakan akan mempengaruhi lama waktu tercapainya panas ideal bagi penetasan telur.

(27)

Dengan penggunaan 5 buah lampu pijar 100 Watt, suhu 40°C bisa dicapai dalam waktu tidak lebih dari 30 menit.

Setelah dirangkai, lampu-lampu pijar dipasang di dinding pemisah antara ruang pemanas dan ruang penempatan telur.

• Pemanas buatan pabrik

Banyak pemanas buatan yang diproduksi dan bisa langsung dipasang. Biasanya, harganya sekitar Rp.100-300 ribu per buah, tergantung dari kekuatan panas yang dihasilkan. Penggunaan pemanas seperti ini sebenarnya tidak terlalu dianjurkan, jika kapasitas mesin tidak lebih dari 5.000 butir (karena pemanas ini membutuhkan daya listrik di atas 300 Watt). Kelebihan pemanas ini, panas ruangan 40°C bisa dicapai dalam waktu sekejap. Setelah dirangkai, pemanas buatan pabrik dipasang di dinding pemisah antara ruang pemanas dan ruang penempatan telur.

Gambar 2.9. Pemanas Buatan Pabrik

• Lilitan kawat nikelin

Penggunaan lilitan kawat nikelin bisa dilakukan jika Anda memiliki keterampilan yang cukup memadai dalam merangkai dan menggulung kawat nikelin. Jika tidak, sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini disebabkan penghitungan rumus jumlah lilitan dan diameter kawat nikelin cukup rumit. Karenanya, penggunaan lilitan kawat nikelin tidak akan dibahas di sini.

(28)

2.3. Teori Kelembaban

Untuk mengerti tentang Relative Humidity pertama harus dipahami pengertian tentang Absolute Humidity. Absolute Humidity merupakan jumlah uap air pada volume udara tertentu yang dipengaruhi oleh temperatur dan tekanan.

      = T e ah 217 (2.1) ah: absolute humidity

e : tekanan oleh uap air

T : temperatur saat pengukuran

Relative Humidity merupakan persentase rasio dari jumlah uap air yang terkandung dalam volume tersebut dibandingkan dengan jumlah uap air maksimal yang dapat terkandung dalam volume tersebut (terjadi bila mengalami saturasi). Relaltive Humidity juga merupakan persentase rasio dari tekanan uap air saat dilakukan pengukuran dan tekanan uap air saat mengalami saturasi.

      =       = s h s h e e a a f 100 100 (2.2) f : relative humidity

ah: absolute humidity saat pengukuran

as: absolute humidity saat saturasi

eh: tekanan uap air saat pengukuran

es: tekanan uap air saat saturasi

Pembacaan 100%RH berarti udara telah mengalami saturasi (udara penuh dengan uap air). Berkeringat merupakan upaya tubuh untuk menjaga temperatur tubuh. Saat 100%RH, keringat tidak menguap ke udara sehingga tubuh terasa lebih panas. Sebaliknya bila RH rendah, maka tubuh akan terasa lebih dingin.

(29)

2.4. Sensor SHT1x/SHT7x

SHTxx merupakan sebuah chip yang di dalamnya terdapat sensor kelembaban dan sensor temperatur dengan output digital yang telah terkalibrasi. Kedua sensor tersebut dihubungkan dengan analog to digital converter (ADC) 14 bit (setelah mengalami penguatan) dan serial interface circuit pada satu chip yang sama untuk menghasilkan sinyal output yang bagus, waktu respon yang cepat dan ketahanan terhadap gangguan yang berasal dari luar.

Gambar 2.10. SHT7x/1x

Tiap SHTxx secara individual telah dikalibrasi pada suatu ruangan yang dinamakan precision humidity chamber dengan chilled mirror hygrometer sebagai referensinya. Dan koefisien hasil kalibrasi tersebut diprogramkan pada calibration memory. Koefisien ini digunakan secara internal pada saat pengukuran untuk mengkalibrasi sinyal dari sensor.

2-wire serial interface dan internal voltage regulation memungkinkan kemudahan dan kecepatan integrasi ke suatu sistem. Ukurannya yang kecil dan konsumsi daya yang rendah membuatnya pilihan utama untuk sebagian besar aplikasi. Sensor ini terdiri dari 2 bentuk yaitu surface-mountable LCC (Leadless Chip Carrier) dan pluggable 4-pin single-in-line.

(30)

Gambar 2.11. Blok Diagram Sensor

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 1

2.4.1. Spesifikasi Sensor

Tabel 2.7. Spesifikasi Sensor

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 2

(31)

Gambar 2.12. Grafik Akurasi RH

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 2

Gambar 2.13. Grafik Akurasi Temperatur

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 2

2.4.2. Spesifikasi Interface

Gambar 2.14. Aplikasi Sensor

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 2

(32)

2.4.2.1. Power Pin

SHTxx memerlukan supply tegangan antara 2,4V – 5,5V. Setelah dihidupkan, alat ini memerlukan waktu 11ms untuk mencapai keadaan “sleep”. Sebelum keadaan ini tercapai, tidak diperpolehkan adanya pengiriman perintah. Power supply pin (VCC, GND) dapat dipasang kapasitor sebesar 100nF.

2.4.2.2. Serial Interface

Serial interface dari SHTxx dioptimalkan untuk pembacaan sensor dan konsumsi power, dan tidak kompatibel dengan I2C interface.

Serial Clock Input (SCK)

Digunakan untuk sinkronisasi komunikasi antara microcontroller dan SHTxx. Karena interface ini terdiri dari dari static logic sepenuhnya maka tidak ada batasan frekuensi minimum dari SCK.

Serial Data (DATA)

Pin data merupakan tri-state pin yang digunakan untuk transfer data in dan data out. DATA berubah setelah transisi turun, dan valid pada transisi naik dari serial clock SCK. Selama transisi, DATA line harus stabil selama SCK high. Untuk menghindari adanya signal contention, microcontroller hanya diperbolehkan men-drive DATA low. Eksternal pull-up resistor (10K) diperlukan untuk membantu sinyal high.

2.4.2.3. Mengirim Command

Untuk memulai transmisi dikirimkan “Transmisi Start” dengan cara memberi logic low pada DATA line (ketika SCK high), diikuti sebuah sinyal low pada SCK dan memberi logic high lagi pada DATA (ketika SCK high).

Gambar. 2.15. Transmission Start Sequence

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 3

(33)

Urutan pesan terdiri dari 3 bit address (yang mendukung hanya 000) dan 5 bit command bit. SHTxx mengindikasikan penerimaan pesan yang benar dengan memberi logic low pada pin DATA (ACK bit) setelah transisi turun ke-8 dari clock SCK. Kontrol DATA line dilepas (sehingga menjadi high karena pull-up) setelah transisi turun ke-9 clock SCK.

Tabel 2.8. Command List SHTxx

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 3

2.4.2.4. Measurement Sequence

Setelah mengirim perintah pengukuran (‘00000101’ untuk RH, ‘00000011’ untuk temperatur), microcontroller harus menunggu sampai pengukuran selesai yang membutuhkan waktu kurang lebih 11/55/210 ms untuk pengukuran 8/12/14 bit. Waktu sesungguhnya bervariasi sampai +15% dari kecepatan osilator internal. Untuk menandakan pengukuran telah selesai, SHTxx akan memberi logic low pada data line. Microcontroller harus menunggu tanda ini sebelum memulai clock SCK lagi.

Kemudian 2 byte hasil pengukuran dan 1 byte CRC ditransmisikan, microcontoller harus memberi signal acknowledge untuk tiap byte dengan memberi logic low pada DATA line. Semua nilai output dimulai dengan MSB dan right justified (contoh : SCK ke-5 adalah MSB untuk output 12 bit, sedangkan untuk output 8 bit, byte pertama tidak digunakan). Komunikasi berhenti setelah acknowledge bit dari CRC output. Bila CRC tidak diperlukan, maka microcontoller dapat menghentikan komunikasi setelah output pengukuran LSB

(34)

(dengan membiarkan ACK high). SHTxx secara otomatis kembali ke keadaan “sleep” setelah pengukuran dan komunikasi berakhir.

Untuk menjaga self heating dibawah 0,1˚C, SHTxx sebaiknya tidak diaktifkan lebih dari 15% periodenya (misal: maksimal 3 pengukuran per detik untuk akurasi 12 bit ).

Gambar 2.16. Contoh Pembacaan Sensor RH

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 3

2.4.2.5. Connection Reset Sequence

Bila komunikasi dengan chip hilang/putus, maka diperlukan reset koneksi dengan menjalankan clock SCK lebih dari 9 kali dengan menjaga DATA tetap high yang kemudian diikuti dengan “Transmission Start” sequence. sekuen ini hanya me-reset interface komunikasi saja, tidak berpengaruh terhadap isi status register.

Gambar 2.17. Connection Reset Sequence

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 3

(35)

Gambar 2.18. Format Pesan

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 4

2.4.2.6. Status Register

Beberapa fungsi dari SHTxx terdapat pada “Status Register”, di bawah ini akan dideskripsikan lebih lanjut.

Gambar 2.19. Format Penulisan/Pembacaan Status Register Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 4

Tabel 2.9. Status Register

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 4

(36)

2.4.2.7. Resolusi Pengukuran

Default resolusi pengukuran adalah 14 bit untuk temperatur dan 12 bit untuk RH. Resolusi ini dapat diubah menjadi 12 bit untuk temperatur dan 8 bit untuk RH untuk penggunaan yang memerlukan kecepatan tinggi atau konsumsi daya yang rendah.

2.4.2.8. End of Battery

Fungsi End of Battery ini untuk mendeteksi tegangan VDD di bawah 2,47 V dengan tingkat akurasi +0,05V.

2.4.2.9. Heater

Di dalam chip SHTxx terdapat elemen heater yang dapat dinyalakan. Bila heater ini dinyalakan akan meningkatkan temperatur dari sensor +5˚C (9˚F), dan konsumsi daya naik ~8mA @ 5V. Dengan membandingkan hasil pengukuran temperatur dan RH sebelum dan sesudah penggunaan heater, maka akan diketahui berfungsi tidaknya sensor tersebut.

Dalam lingkungan dengan kelembaban tinggi (RH>95%), penggunaan heater akan menghambat terjadinya kondensasi, meningkatkan waktu respon dan tingkat akurasi. SHTxx dengan heater yang dihidupkan akan menunjukkan hasil pengukuran temperatur yang lebih tinggi dan RH yang lebih rendah dari pengukuran pada kondisi normal.

(37)

2.4.3. Electrical Characteristics

Tabel 2.10. Electrical Characteristics

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 4

Gambar 2.20. Timing Diagram

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 4

(38)

2.4.4. Konversi Output SHTxx ke Nilai Fisik 2.4.4.1. Relative Humidity

Untuk kompensasi ke-tidak linear-an dari sensor kelembaban dan memperoleh akurasi penuh, disarankan untuk mengkonversi pembacaan sensor dengan rumus berikut:

RHlinear = c1 + c2 * SORH + c3 * SORH 2

(2.3)

Tabel 2.11. Konstanta Kompensasi Linearitas

SORH c1 c2 c3

12 bit -4 0,0405 -2,8 *10-6 8 bit -4 0,648 -7,2 *10-4

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 5

Sensor kelembaban ini tidak dipengaruhi secara signifikan oleh tegangan.

Gambar 2.21. Grafik Linearitas Sensor RH

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 5

Untuk kompensasi ketergantungan RH terhadap temperatur digunakan rumus berikut:

RHtrue = (T˚C - 25) * (t1 + t2 * SORH) + RHlinear (2.4)

Tabel 2.12. Konstanta Kompensasi Pengaruh Temperatur Terhadap RH

SORH t1 t2

12 bit 0,01 0,00008 8 bit 0,01 0,00128

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 5

(39)

2.4.4.2. Temperatur

Untuk sensor temperatur memiliki desain PTAT yang sudah linear (Proportional To Absolute Temperature). Untuk membaca temperatur dari pembacaan digital dapat digunakan rumus berikut:

Temperatur = d1 + d2 * SOT (2.5)

Tabel 2.13. Konstanta Konversi Temperatur

VDD d1[˚C] d1[˚F] SOT d2[˚C] d2[˚F] 5V -40,00 -40,00 14 bit 0,01 0,018 4V -39,75 -39,50 12 bit 0,04 0,072 3,5V -39,66 -39,35 3V -39,60 -39,28 2,5V -39,55 -39,23

Sumber: Sensirion. SHT1x/SHT7x Humidity & Temperature Sensor. 12 May 2006. <http://www.sensirion.com/en/download/humiditysensor/SHT11.htm>, p. 5

2.5. AVR ATmega8

AVR merupakan salah satu jenis microcontroller yang di dalamnya terdapat berbagai macam fungsi. Perbedaannya dengan mikro yang pada umumnya digunakan seperti MCS 51 adalah pada AVR tidak perlu menggunakan oscillator eksternal karena di dalamnya sudah terdapat internal oscillator. Selain itu kelebihan dari AVR adalah memiliki Power-On Reset, yaitu tidak perlu adanya tombol reset dari luar karena cukup hanya dengan mematikan supply, maka secara otomatis AVR akan melakukan reset. Untuk beberapa jenis AVR terdapat beberapa fungsi khusus seperti ADC, EEPROM sekitar 128 bytes sampai dengan 512 bytes.

Dalam hal ini yang digunakan adalah AVR ATmega8, perbedaannya dengan AVR ATmega8L hanyalah terletak pada besarnya tegangan yang diperlukan untuk bekerja. Untuk ATmega8 tipe L dapat bekerja pada tegangan antara 2,7V – 5,5V sedangkan untuk ATmega8 hanya dapat bekerja pada tegangan 4,5V – 5,5V. Berikut adalah gambar dari blok diagram untuk ATmega8.

(40)

Gambar 2.22. Blok Diagram ATmega8

Sumber: Atmel Corporation. 8-bit AVR ATmega8. 22 January 2006.

Gambar

Gambar 2.1. Telur dan Bagian-bagiannya
Gambar 2.2. Proses Terbentuknya Telur
Gambar 2.3. Perkembangan Embrio Selama 21 Hari
Gambar 2.4. Cara Peneropongan Telur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk berhubungan dengan server menggunakan stream socket, dapat dilakukan dengan mengisi property Address menuju ke alamat IP (Internet Protocol) tujuan atau ke nama host

H2: Ada pengaruh Usefulness of online reviews, timeliness of online reviews, volume of online reviews, valence of online reviews, dan comprehensiveness of

Menurut Kotler (2009), strategi bauran pemasaran (marketing mix) yaitu aktivitas yang menciptakan nilai bagi konsumen dan merupakan suatu kombinasi dari promosi, produk,

Menurut Hannah dan Karp (1991) dalam Musanto (p.126), untuk menciptakan kepuasan pelanggan suatu perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen

Jika digunakan dengan baik dan menghasilkan e-WOM yang positif maka menjadi keuntungan tersendiri bagi perusahaan bukan hanya mendatangkan konsumen baru tapi juga

López dan Sicilia (2014) mengemukakan bahwa semakin besar volume eWOM mengenai suatu produk, maka semakin besar kemungkinan konsumen akan mendengar informasi yang

Pada sistem ini keberadaan minibar attendants hanya dibutuhkan untuk mengganti item yang telah dipakai oleh tamu hotel atau dengan kata lain Minibar attendants yang

Oleh karena itu e-service quality dapat diartikan sebagai kualitas layanan secara online yang dirasakan pelanggan saat menggunakan sebuah situs online untuk melakukan