• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

13 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Keadaan Wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan

Kabupaten Bengkulu Selatan merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Bengkulu, berada di pantai barat Pulau Sumatera yang merupakan wilayah paling selatan dari wilayah Propinsi Bengkulu yang terdiri dari 11 kecamatan dengan luas wilayah 1.185,70 km2. Bengkulu Selatan terletak pada 4o 1’ – 4o 34’ Lintang Selatan dan 102o 48’ – 103o 17’ Bujur Timur (Badan Pusat Statistik Bengkulu Selatan, 2010).

Berdasarkan topografi, kabupaten ini terletak pada tiga jalur yaitu jalur pertama 0–100 m di atas permukaan laut dan terklasifikasi sebagai daerah low land luasnya mencapai 50,93%. Jalur kedua 100–1000 m di atas permukaan laut dan terklasifikasi sebagai daerah bukit range luasnya mencapai 43%. Jalur ketiga terletak di sebelah utara-timur sampai ke puncak Bukit Barisan luasnya mencapai 6,07% (Badan Pusat Statistik Bengkulu Selatan, 2010).

Berdasarkan kondisi teksturnya, tanah di wilayah Kabupaten Bengkulu Selatan sebagian besar bertekstur halus sampai sedang (84,52%), sebagian kecil bertekstur agak kasar sampai kasar (15,48%). Topografi bergelombang dengan ketinggian maksimal lebih dari 1.000 m dari permukaan laut. Suhu maksimum rata-rata 30-33 oC dan suhu minimum rata-rata 22-23 oC, dengan kelembaban rata-rata 80%-88 %.

Keadaan Umum Desa Air Sulau

Air Sulau merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Kedurang Ilir Kabupaten Bengkulu Selatan Propinsi Bengkulu. Secara administratif, batas-batas daerah Desa Air Sulau adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Suka Raja, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kaur, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Suka Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Lubuk Ladung. Desa Air Sulau dengan jumlah penduduk sebanyak 1.852 jiwa memiliki luas wilayah 2.146,160 ha. Penduduk di desa ini sebagian besar merupakan pendatang (transmigran) yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta.

Jenis tanah di Desa Air Sulau pada umumnya podsolik merah kuning. Desa ini memiliki kemiringan tanah 8%–59% dengan asal tanah batuan atau koral. Curah hujan

(2)

14 rata-ratanya yaitu 243,444 mm/bln (Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kedurang Ilir, 2010).

Jenis iklim di Desa Air Sulau adalah tropis. Musim penghujan terjadi antara bulan September sampai dengan April dengan curah hujan terbanyak pada bulan Desember sampai Januari. Keadaan umum Desa Air Sulau disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Keadaan Umum Desa Air Sulau

Keadaan Lokasi Penelitian Keterangan

Luas Wilayah (km2) 21,4*

Jumlah Penduduk (jiwa) 1.852*

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 86,29

Pola Dasar Pembangunan Lahan Pertanian ; Pemukiman

Ketinggian tempat (m/dpl) 0 – 800

Curah Hujan (mm/bln) 243,444

Jenis iklim Tropis

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kedurang Ilir 2010 dan BPS Bengkulu Selatan 2011(*).

Keadaan Umum Peternakan di Desa Air Sulau

Sebagian besar penduduk di Desa Air Sulau bermatapencaharian sebagai petani. Beternak merupakan pilihan usaha untuk menambah pendapatan dalam memenuhi kebutuhan hidup penduduk desa ini. Jenis ternak yang dipelihara di Desa Air Sulau yaitu sapi, kambing, ayam kampung, dan itik. Ternak ruminansia yang dipelihara di desa ini adalah sapi dan kambing dengan jumlah masing-masing 671 dan 170 ekor. Ternak sapi merupakan ternak ruminansia yang paling banyak dipelihara di desa ini. Jumlah populasi ternak di Desa Air Sulau disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Populasi Ternak di Desa Air Sulau

Ternak Populasi (ekor)

Sapi 671

Kambing 170

Ayam kampung 1.024

Itik 650

(3)

15 Keadaan Peternakan Sapi di Desa Air Sulau

Ternak sapi di Desa Air Sulau merupakan yang tertinggi yaitu dengan jumlah 671 ekor (53,42%) dari 1.256 ekor ternak sapi di Kecamatan Kedurang Ilir. Menurut petugas penyuluh setempat, sapi bali merupakan ternak yang paling disukai oleh peternak untuk dipelihara di desa ini karena menurut peternak pemeliharaan sapi bali tergolong mudah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soeprapto dan Abidin (2006) bahwa sapi bali sangat diminati untuk dipelihara oleh peternak kecil di Indonesia karena tingkat kesuburannya tinggi, efisien memanfaatkan sumber pakan, dan daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi.

Secara umum ternak sapi di Desa Air Sulau dipelihara dengan dikandangkan di pekarangan belakang maupun samping rumah. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peternak mengawasi ternaknya. Selain itu, pemeliharaan dengan dikandangkan bertujuan untuk mencegah terjadinya perusakan tanaman pertanian oleh ternak karena sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan untuk perkebunan.

Penggunaan Lahan

Desa Air Sulau memiliki luas wilayah 2.146,16 ha. Sebagian besar lahan di desa ini dimanfaatkan sebagai lahan untuk perkebunan. Pemanfaatan lahan pada suatu daerah sangat mempengaruhi ketersediaan pakan bagi ternak. Lahan yang digunakan sebagai perkebunan maupun pertanian sangat berpotensi dalam penyediaan pakan bagi ternak yaitu dari hijauan yang tumbuh di sela tanaman di lahan tersebut. Penggunaan lahan secara rinci di Desa Air Sulau disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Air Sulau

Jenis Penggunaan Luas

Sawah 74 Ha

Perkebunan 1.845,1 Ha

Pemukiman 34,5 Ha

Tegalan 51,5 Ha*

Hutan Rakyat 141 Ha*

Sumber: BPS Bengkulu Selatan 2011 dan Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kedurang Ilir 2010 (*).

Lahan di Desa Air Sulau sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan yaitu 64% dari total luas desa. Sebagian besar perkebunan yang

(4)

16 diusahakan di desa ini adalah perkebunan karet dan sawit. Rumput yang tumbuh di sela tanaman perkebunan secara alami (Gambar 1.a) diperoleh peternak di perkebunan milik sendiri maupun orang lain yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya. Sedangkan rumput budidaya seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.) dan Setaria splendida Stapf. (Gambar 1.b) diperoleh peternak dari lahan milik sendiri yang sengaja ditanam dan dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Sawah dan tegalan juga merupakan lahan hijauan pakan bagi ternak baik hijauan yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja ditanam oleh peternak. Selain itu, lahan pinggir jalan (Gambar 1.c) merupakan lahan lain yang berpotensi menyumbang sumber hijauan rumput seperti alang-alang (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.). Gambar potensi lahan sumber hijauan pakan ternak sapi ditampilkan pada Gambar 1.

a. Perkebunan (rumput alami)

c. Pinggir Jalan

b. Perkebunan (rumput budidaya)

Gambar 1. Potensi Lahan Sumber Hijauan Pakan Ternak Sapi Sumber: Dokumentasi penelitian (2011).

Karakteristik Peternak

Peternak di Desa Air Sulau memiliki karakteristik yang berbeda berdasarkan umur, tingkat pendidikan, pekerjaan utama, pengalaman beternak, jumlah tanggungan,

(5)

17 dan pendapatannya. Data karakteristik peternak di desa ini diperoleh dari wawancara menggunakan kuisioner yang dilakukan pada saat penelitian. Karakteristik peternak disajikan pada Lampiran 4.

Ternak sapi yang dipelihara di Desa Air Sulau adalah sapi bali yang tersebar di seluruh wilayah desa. Jumlah peternak di Desa Air Sulau sebanyak 209 kepala keluarga dengan kisaran umur antara 23–74 tahun. Faktor umur sangat menentukan produktivitas kerja peternak, dimana produktivitas kerja akan tinggi pada umur produktif (15-54 tahun) (Ningsih, 2010).

Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan responden peternak masih rendah, umumnya sampai tingkat SD yaitu 60,29%, sedangkan lulusan SMP, SMA, dan D3 masing-masing sebanyak 27,94%, 10,29%, dan 1,47%. Meskipun tingkat pendidikan masih rendah, peternak di desa ini tidak membatasi masuknya teknologi baru, sehingga pemeliharaan ternak tidak hanya dilakukan dengan cara tradisional. Hal ini dikarenakan telah terbentuknya kelompok tani dan rutinnya dilaksanakan berbagai jenis penyuluhan oleh petugas penyuluh lapang tentang peternakan di desa ini.

Pekerjaan utama sebagian besar peternak adalah sebagai petani yaitu 65 responden (95,59%), selain itu 2 responden memiliki pekerjaan sebagai pedagang (2,94%), dan 1 responden (1,47%) sebagai PNS. Beternak bukan menjadi pekerjaan utama peternak di desa ini melainkan hanya sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan yang bersifat sebagai tabungan hidup yang sewaktu-waktu dapat diuangkan jika dibutuhkan.

Pengalaman peternak dalam melakukan usaha peternakan ini berkisar antara 1– 38 tahun. Sebanyak 30,88% responden sudah menjalankan usaha ini lebih dari 10 tahun. Hoda (2002) menyatakan bahwa pengalaman beternak merupakan indikator keberhasilan dalam beternak. Lama usaha berpengaruh terhadap pengetahuan dan keahlian peternak dalam mengatasi permasalahn yang timbul sehingga dapat meningkatkan produksi pada masa yang akan datang (Arbi, 2010).

Responden peternak sebagian besar memiliki pendapatan berkisar antara Rp 500.000–Rp 1.000.000 yaitu sebanyak 75% dari 68 responden dengan tanggungan rata-rata tiga orang. Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah anggota keluarga inti seperti suami, istri, dan anak, serta termasuk anggota keluarga lainnya seperti

(6)

18 saudara yang masih menjadi tanggungan. Pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga diperoleh yaitu salah satunya dengan beternak.

Usaha Ternak Sapi

Sebagian usaha ternak sapi yang dilakukan di Desa Air Sulau adalah dengan sistem gaduhan atau sistem bagi hasil. Status dan jumlah kepemilikan ternak disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Status dan Jumlah Kepemilikan Ternak Sapi

Uraian Jumlah Peternak (KK) Persentase (%) Jumlah Ternak (ekor) Jumlah ternak (ST) Status kepemilikan ternak

a. Milik b. Gaduhan 49 19 72,06 27,94 142 64 100 44 Jumlah ternak (ekor)

a. < 2 b. 2 – 5 c. >5 8 53 7 11,76 77,94 10,29 8 154 44 7 106 31 Sumber: Data primer (2011).

Sebanyak 27,94% responden merupakan penggaduh dengan jumlah ternak yang digaduh sebanyak 31,06%, sedangkan sebanyak 72,06% responden merupakan pemilik ternak dengan jumlah ternak yang dimiliki sebanyak 68,93% dari 206 ekor ternak sapi yang dimiliki oleh 68 responden peternak. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak di desa ini telah mandiri dalam menjalankan usaha peternakannya. Jumlah ternak sapi yang dipelihara masing-masing responden bervariasi yaitu 1 sampai 8 ekor dengan rata-rata kepemilikan 3 ekor per kepala keluarga.

Komposisi Botani Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Komposisi botani hijauan pakan di Desa Air Sulau dilakukan dengan metode “Dry-Weight Rank” menurut Mannetje dan Haydock (1963). Komposisi dihitung berdasarkan dugaan berat kering yang kemudian dilakukan peringkat (1, 2, dan 3) terhadap jenis hijauan tertentu yang diberikan oleh peternak di kandang.

(7)

19 Semakin tinggi persentase ini menunjukkan tingginya jumlah hijauan tersebut diberikan pada ternak. Komposisi botani hijauan pakan ternak sapi di Desa Air Sulau secara rinci disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi Botani Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

No. Nama Hijauan Jenis Hijauan % tiap jenis

1. Centotheca lappacea (L.) Desv. Rumput 0,56 2. Leersia hexandra Swartz. Rumput 6,16 3. Paspalum conjugatum P.J. Bergius. Rumput 23,13 4. Setaria splendida Stapf. Rumput 6,97 5. Pennisetum purpureum Schum. Rumput 20,75 6. Imperata cylindrica (L.) P. Beauv. Rumput 2,42 7. Paspalum commersoni Lam. Rumput 32,53

8. Oryza minuta Presl. Rumput 5,14

9. Leucaena leucocephala Lamk. Kacangan 0,14 10. Fimbristylis miliacea (L.) Vahl. Ramban 2,20 Sumber: Data primer yang diolah (2011).

Berdasarkan Tabel 6, komposisi botani hijauan tertinggi (peringkat pertama) yang diberikan pada ternak sapi di Desa Air Sulau adalah Paspalum commersoni Lam. (Gambar 2.a) dengan persentase 32,53%. Rumput P. commersoni Lam. merupakan rumput yang banyak tumbuh di rawa. Paspalum conjugatum P.J. Bergius. (Gambar 2.b) merupakan hijauan yang paling banyak diberikan (peringkat kedua) yaitu dengan persentase 23,13%. Menurut peternak, P. conjugatum P.J. Bergius merupakan rumput yang disukai oleh ternak sapi sehingga rumput ini sering diberikan pada ternak. Sedangkan peringkat ketiga jenis hijauan yang paling banyak diberikan adalah Pennisetum purpureum Schum. (Gambar 2.c) dengan persentase 20,75%. Rumput gajah (P. purpureum Schum.) merupakan rumput budidaya yang sengaja ditanam oleh peternak. Rumput ini biasanya ditanam di sela-sela perkebunan seperti perkebunan karet.

Jenis hijauan lainnya yang diberikan pada ternak sapi di desa ini yaitu Leucaena leucocephala Lamk., Centotheca lappacea (L.) Desv., Fimbristylis miliacea (L.) Vahl., Imperata cylindrica (L.) P. Beauv., Oryza minuta Presl., Leersia hexandra

(8)

20 Swartz., dan Setaria splendida Stapf. dengan persentase 0,14%-6,97%. Jenis rumput Imperata cylindrica (L.) P. Beauv. (alang-alang) juga dimanfaatkan oleh peternak sebagai pakan. Friday et al. (1999) menyatakan bahwa alang-alang muda (0-15 hari) kualitasnya setara dengan Panicum maximum Jacq. Jenis hijauan berdasarkan peringkat 1, 2, dan 3 di Desa Air Sulau disajikan pada Gambar 2.

a. Paspalum commersoni Lam. b. Paspalum conjugatum P.J. Bergius.

c. Pennisetum purpureum Schum.

Gambar 2. Hijauan Pakan Ternak Sapi (Peringkat 1, 2, dan 3) Sumber: Dokumentasi penelitian (2011).

Konsumsi Jenis Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Data konsumsi jenis hijauan berdasarkan kepemilikan ternak diperoleh dari 15 peternak yang masing-masing 5 peternak sapi dengan kepemilikan ternak kurang dari 2 ekor, 5 peternak dengan kepemilikan ternak 2-5 ekor, dan 5 peternak dengan kepemilikan ternak lebih dari 5 ekor selama 5 hari. Persentase konsumsi jenis hijauan pakan ternak sapi berdasarkan jumlah kepemilikan ternak di Desa Air Sulau disajikan pada Tabel 7.

(9)

21 Tabel 7. Persentase Konsumsi Jenis Hijauan Pakan Ternak Sapi Berdasarkan Jumlah

Kepemilikan Ternak di Desa Air Sulau

Jumlah ternak Rumput (%) Kacangan (%) Ramban (%)

< 2 96,93 3,07 0

2-5 97,63 1,68 0,69

>5 97,14 2,47 0,39

Sumber: Data primer yang diolah (2011).

Hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa dengan jumlah ternak yang berbeda, persentase konsumsi jenis hijauan rumput paling tinggi yaitu dengan jumlah konsumsi diatas 90%. Peternak yang memiliki 1 ekor sapi tidak memberikan hijauan jenis ramban pada ternaknya, ini ditunjukkan pada Tabel 7 dengan persentase penggunaan 0%. Sedangkan peternak yang memiliki ternak 2-5, dan lebih dari 5 ekor masing-masing menggunakan ramban 0,69% dan 0,39%.

Jenis kacangan (legum) dan ramban yang hanya sedikit digunakan oleh peternak dikarenakan selain sapi beberapa peternak juga memelihara kambing. Dikemukakan oleh peternak bahwa kambing lebih menyukai legum dan ramban dibandingkan rumput, sehingga kacangan lebih diperuntukkan bagi kambing. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suminar (2011) yang menunjukkan bahwa jenis hijauan yang diberikan pada ternak kambing di Desa Cigobang didominasi oleh legum dan ramban, dengan persentase rataan konsumsi masing-masing 79,53 dan 13,35%, sedangkan persentase rataan konsumsi rumput yaitu hanya 7,12%.

Kacangan (legum) dapat diberikan pada ternak sapi sebagai sumber protein. Putra (1999) menyatakan bahwa pemberian hijauan pakan leguminosa akan meningkatkan penampilan sapi bali. Jumlah pemberian hijauan kacangan yang kurang dari 4% dari total pemberian hijauan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan protein ternak sapi, karena di Desa Air Sulau konsentrat sebagai sumber protein tidak pernah diberikan.

Keragaman Jenis Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Hijauan pakan ternak yang diberikan pada ternak sapi di Desa Air Sulau umumnya berupa rumput, kacangan, dan ramban. Jenis hijauan pakan ternak sapi di Desa Air Sulau secara rinci disajikan pada Tabel 8 dan gambar jenis hijauan pakan

(10)

22 ternak sapi (rumput, kacangan, dan ramban) yang digunakan di Desa Air Sulau disajikan pada Lampiran 5.

Tabel 8. Jenis Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

No. Nama Latin Nama Lokal Jenis Hijauan

1. Centotheca lappacea (L.) Desv. - Rumput 2. Eragrostis unioloides (Retz) Nees. - Rumput 3. Imperata cylindrica (L.) P. Beauv. - Rumput 4. Leersia hexandra Swartz. Lameta Rumput 5. Macaranga triloba (Thunb.) Mull. Arg. Marak Rumput 6. Oplismenus compositus (L.) P. Beauv. - Rumput

7. Oryza minuta Presl. Cenduai Rumput

8. Panicum maximum Jacq. - Rumput

9. Paspalum cartilagineum Presl. - Rumput 10. Paspalum commersonii Lam. Kolomento Rumput 11. Paspalum conjugatum P.J. Bergius. Rumput Pait Rumput 12. Pennisetum polystachion (L.) Schult. - Rumput 13. Pennisetum purpureum Schum. Gajahan Rumput 14. Setaria splendida Stapf. Setaria Rumput

15. Albizzia falcata Backer. - Kacangan

16. Gliricidia sepium Jacq. - Kacangan

17. Leucaena leucocephala Lamk. Lamtoro Kacangan

18. Pueraria javanica Benth. - Kacangan

19. Ageratum conyzoides L. - Ramban

20. Cyperus kyllingia Endl. - Ramban

21. Fimbristylis miliacea (L.) Vahl. Bulu Mata Munding

Ramban 22. Melastoma affine D. Don. Dedughuak Ramban 23. Melastoma malabathricum L. Sengganen Ramban 24. Mikania cordata (Burm.f) B.L. Robinson. Arey Ramban 25. Theobroma cacao L. Daun cokelat Ramban Sumber: Gilliland (1971), Heyne (1987), Soerjani et al. (1987), Henty (1969), Hellena (2005).

(11)

23 Hijauan pakan ini diperoleh peternak dari lahan sawah, pinggir sungai, perkebunan, dan pinggir jalan. Peternak di Desa Air Sulau memberikan pakan berupa rumput lapang atau hijauan pakan alami yang tumbuh secara liar, serta rumput yang sengaja dibudidayakan. Soeprapto dan Abidin (2006) menyatakan bahwa rumput lapang merupakan pakan yang diberikan pada sapi dengan pemeliharaan secara tradisional. Tingginya proporsi pemberian pastura alami merupakan kebiasaan petani secara turun temurun (Budiasa, 2005).

Jenis rumput Oryza minuta Presl. atau yang biasa disebut cenduai merupakan salah satu jenis rumput di lahan persawahan yang tumbuh pasca panen padi, sehingga ketersediaan rumput jenis ini sangat tergantung musim. Rumput yang tumbuh di sekitar perkebunan dan pinggir jalan juga dimanfaatkan peternak sebagai pakan ternak sapi. Selain itu, beberapa peternak menggunakan lahan perkebunan karet sebagai lahan untuk membudidayakan hijauan seperti rumput gajah dan setaria. Budiasa (2005) menyatakan bahwa rumput gajah ditanam pada daerah khusus akan memberikan kontribusi yang baik dibandingkan dengan hanya ditanam menyebar sesuai keinginan petani. Sebagian peternak masih membudidayakan rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum.) di sela tanaman karet. Ini mengakibatkan pertumbuhan rumput gajah akan terhambat karena menurut Elly et al. (2008), P. Purpureum Schum. tidak

tahan terhadap naungan, sehingga penanaman dilakukan di lahan terbuka. Selain

rumput gajah, rumput setaria merupakan satu jenis rumput lain yang dibudidayakan di Desa Air Sulau. Rumput ini biasa ditanam peternak di sela tanaman perkebunan. Menurut peternak, setaria lebih tahan terhadap naungan sehingga bila ditanam di sela tanaman karet, rumput ini masih dapat tumbuh dengan baik.

Pemeliharaan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Usaha ternak sapi potong yang berkembang di Desa Air Sulau umumnya merupakan peternakan rakyat yang dilakukan secara individu dengan sistem pemeliharaan secara tradisional. Pemeliharaan ternak sapi di Desa Air Sulau dilakukan dengan menggunakan sistem intensif dan semi-intensif.

Sebagian besar peternak di desa ini memeliharaan ternak sapi dengan sistem intensif (Tabel 9). Sistem ini merupakan sistem pemeliharaan dimana ternak selalu dikandangkan sehingga pakan dan minum ternak diberikan di kandang (Gambar 3.a). Hal ini sesuai dengan Sudarmono dan Sugeng (2008) yang menyatakan bahwa secara

(12)

24 tradisional, pemeliharaan sapi yaitu dengan sistem kreman atau dikandangkan siang dan malam. Ternak sapi di desa ini umumnya dipelihara atau dikandangkan disekitar pekarangan belakang rumah. Ternak sapi yang dipelihara secara intensif yaitu sebanyak 144 dari 206 ekor ternak sapi yang dimiliki oleh 68 responden peternak di Desa Air Sulau. Secara rinci sistem pemeliharaan dan jumlah tenaga kerja yang digunakan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Sistem Pemeliharaan dan Tenaga Kerja

Uraian Jumlah Peternak (KK) Persentase (%) Jumlah Ternak (ekor) Jumlah ternak (ST) Sistem pemeliharaan a. Intensif b. Semi-intensif 50 18 73,53 26,47 144 62 102 42 Tenaga kerja a. <2 orang b. 2-3 orang c. >3 orang 9 53 6 13,24 77,94 8,82 12 144 50 9 100 35 Sumber: Data primer (2011).

Selain sistem intensif, sebagian peternak di desa ini melakukan pemeliharaan dengan sistem semi-intensif (Gambar 3.b). Berbeda dengan hasil penelitian Nugraha (2011), sistem semi-intensif yang diterapkan yaitu ternak digembalakan untuk mencari pakan sendiri, sedangkan sistem pemeliharaan semi-intensif di Desa Air Sulau yaitu pada siang hari sapi diikat di sekitar pekarangan rumah saja yang ditumbuhi rumput, kemudian pada sore hari sapi dimasukkan ke dalam kandang dan diberi pakan hijauan.

Menurut peternak di desa ini, sistem pemeliharaan secara intensif lebih efektif karena peternak tidak perlu mengawasi ternaknya saat sedang mencari makan, serta keamanan ternak lebih terjamin dalam hal ini terhindar dari bahaya seperti dicuri. Menerapkan sistem intensif merupakan kesepakatan peternak dengan mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Bengkulu Selatan No. 03 Tahun 1997 tentang pemeliharaan dan penertiban hewan ternak. Pemeliharaan dengan sistem intensif ini juga mempermudah peternak dalam mengumpulkan kotoran ternak yang akan dimanfaatkan sebagai pupuk yang digunakan untuk lahan perkebunan dan pertanian serta dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Keadaan pemeliharaan

(13)

25 ternak sapi dengan sistem pemeliharaan intensif dan semi-intensif disajikan pada Gambar 3.

a. Intensif b. Semi-Intensif Gambar 3. Sistem Pemeliharaan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Sumber: Dokumentasi penelitian (2011).

Penggunaan tenaga kerja dalam pelaksanaan usaha-tani masih didominasi oleh tenaga kerja manusia yang bersumber dari dalam keluarga dan dari luar keluarga berupa tenaga gotong royong sedangkan sistem upahan jarang dilakukan (Kapa, 2004). Sebanyak 77,94% responden menunjukkan jumlah tenaga kerja yang digunakan antara dua sampai tiga orang tenaga kerja yang biasanya terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri, dan anak. Setiap individu memiliki peran masing-masing. Tugas mencari hijauan pakan ini biasanya dilakukan oleh anak bersama ayah, karena pakan pada sistem pemeliharaan secara intensif diberikan langsung pada ternak di kandang, sehingga peternak bertugas untuk menyediakan hijauan pakan bagi ternaknya. Kegiatan lain seperti membersihkan kandang dan memberikan pakan kepada ternak biasanya dilakukan oleh istri. Namun ada sebagian keluarga dimana istri ikut serta dalam mencari hijauan untuk ternak.

Moda Penyediaan Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Pemberian pakan dilakukan dengan cara mencari (mengarit) rumput dengan menggunakan sabit (Gambar 4.a), kemudian rumput dibawa ke kandang dan diberikan pada ternak untuk dikonsumsi oleh ternak atau yang dikenal dengan sistem cut and carry. Penyediaan hijauan pakan ternak tersebut dilakukan peternak pada pagi hari pukul 07.00 – 10.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 – 16.00 WIB.

Hijauan pakan diperoleh peternak dengan menempuh jarak mulai dari 200 m sampai 5 km dari tempat tinggal. Peternak yang mencari hijauan dengan jarak relatif

(14)

26 dekat biasanya memanggul sendiri hijauan tersebut untuk dibawa ke kandang (Gambar 4.c). Sedangkan peternak yang memperoleh hijauan dengan jarak yang cukup jauh, biasanya mengangkut hijauan pakan dengan sepeda atau dengan menggunakan sepeda motor (Gambar 4.b).

a. Peternak Sedang Mengarit b. Pengangkutan dengan Sepeda Motor

c. Pengangkutan dengan Dipanggul Gambar 4. Moda Penyediaan Hijauan Pakan

Sumber: Dokumentasi penelitian (2011).

Jumlah hijauan yang diambil peternak tanpa menggunakan alat transportasi sangat terbatas pada kemampuan peternak untuk memanggul hijauan tersebut. Biasanya hijauan yang diperoleh dimasukkan ke dalam karung untuk mempermudah pekerjaan peternak saat membawa hijauan tersebut ke kandang.

Pola Penyediaan Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau

Sistem pemeliharaaan di Desa Air Sulau sebagian besar dilakukan secara intensif dengan penyediaan hijauan pakan secara cut and carry. Penyediaan hijauan pakan dengan cara ini dilakukan dengan mencari (mengarit) rumput menggunakan sabit kemudian rumput dibawa ke kandang dan diberikan dengan frekuensi tertentu pada ternak. Penyediaan hijauan pada sistem intensif tidak jauh berbeda dengan

(15)

27 penyediaan hijauan pada pemeliharaan intensif. Peternak yang menggunakan sistem semi intensif menyediakan hijauan pakan ternak secara cut and carry, tetapi jumlah yang diberikan tidak sama dengan ternak yang dipelihara secara intensif karena pada siang hari ternak sapi di ikat di pekarangan atau lapangan untuk merumput sendiri.

Hijauan pakan ternak diperoleh peternak dari hijauan yang tumbuh secara alami dan budidaya. Sebanyak 66,18% peternak memperoleh pakan dari hijauan alami (Tabel 10). Sementara itu 23,53% responden peternak memperoleh pakan dari kombinasi antara hijauan alami dan budidaya. Menurut peternak, penggunaan hijauan pakan alami dilakukan saat jumlah hijauan pakan budidaya tidak mencukupi dan saat hijauan budidaya masih dalam masa pertumbuhan sehingga belum dapat dipanen untuk digunakan sebagai pakan ternak. Adapun secara rinci sumber hijauan dan frekuensi pemberian pakan disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Sumber Hijauan dan Frekuensi Pemberian Pakan Uraian Jumlah Peternak (KK) Persentase (%) Jumlah Ternak (ekor) Jumlah Ternak (ST) Sumber Hijauan a. Budidaya b. Hijauan Alami

c. Budidaya dan Hijauan Alami

4 48 16 5,88 70,59 23,53 17 148 41 12 105 27 Frekuensi Pemberian Pakan

a. 2 kali b. 3 kali 61 7 89,71 10,29 172 34 120 24 Sumber: Data primer (2011).

Frekuensi pemberian hijauan pakan dengan pola penyediaan hijauan pakan secara cut and carry di Desa Air Sulau yang banyak dilakukan adalah 2 kali (pagi dan sore) yaitu sebanyak 89,71% responden dan 10,29% responden memberikan pakan sebanyak 3 kali yaitu pagi, siang, dan sore. Pada pemeliharaan secara semi intensif, frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pagi sebelum sapi dikeluarkan dari kandang dan sore hari setelah sapi kembali ke kandang. Berbeda dengan pemeliharaan secara semi-intensif, pemberian pakan pada pemeliharaan secara intensif bervariasi. Beberapa peternak memberikan pakan sebanyak 3 kali, selain itu

(16)

28 ada juga diantara peternak lain yang hanya memberikan pakan sebanyak 2 kali. Siregar (2003) menyatakan bahwa frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan sapi untuk mengkonsumsi ransum dan juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan itu sendiri, sehingga dapat menambah jumlah zat-zat gizi yang dapat dimanfaatkan untuk produksi dan pertumbuhan.

Hijauan Pakan Potensial di Desa Air Sulau

Hijauan pakan potensial merupakan hijauan pakan yang tersedia dan belum dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hijauan pakan potensial di Desa Air Sulau terdiri dari rumput, kacangan, dan ramban disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jenis Hijauan Pakan Potensial di Desa Air Sulau

No. Nama Latin Jenis

1. Dactyloctenium aegyptium (L.) Willd. Rumput 2. Digitaria ciliaris (Retz.) Koel. Rumput

3. Echinochloa colona (L.) Link. Rumput

4. Eragrostis megastachya (Koef.) LK. Rumput

5. Paspalum scrobiculatum L. Rumput

6. Paspalum sp. L. Rumput

7. Setaria pallide-fusca (Schumach.) Staf. R. Hubbz. Rumput 8. Calopogonium mucunoides Desv. Kacangan

9. Cyperus sphacelatus Rottb. Ramban

10. Fimbristylis schoenoides (Retz.) Vahl. Ramban Sumber: Gilliland (1971), Heyne (1987), Soerjani et al. (1987), Henty (1969), Hellena (2005).

Berdasarkan Tabel 11, jenis hijauan pakan potensial di Desa Air Sulau terdiri dari 7 jenis rumput, 1 jenis kacangan, dan 2 jenis ramban. Jumlah hijauan ini cukup banyak, sehingga tersedia apabila memungkinkan untuk diberikan kepada ternak sebagai pakan.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia Metode Nell dan Rollinson (1974)

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan yang menunjukkan besarnya kapasitas suatu wilayah tertentu dalam jumlah pemeliharaan ternak dan penyediaan hijauan pakannya. Kapasitas peningkatan

(17)

29 populasi ternak ruminansia dihitung berdasarkan metode Nell dan Rollinson (1974) dengan pendekatan potensi lahan untuk hijauan pakan di Desa Air Sulau. Konversi lahan disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12. Konversi Lahan Garapan di Desa Air Sulau terhadap Padang Rumput Permanen berdasarkan Metode Nell dan Rollinson (1974)

Lahan Luas Lahan Kesetaraan (Ha) terhadap Padang Rumput Permanen (ton BK/Ha/thn)

Total Luas Sawah 74 Ha 22,2

Perkebunan 1.845,1 Ha 7,725

Tegalan 51,5 Ha* 1383,825

Hutan Rakyat 141 Ha* 158,625

Total 2.111,6 1.572,375

Sumber: BPS Bengkulu Selatan 2011 dan Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kedurang Ilir 2010 (*).

Daya dukung hijauan dihitung berdasarkan konversi lahan terhadap padang rumput permanen dengan asumsi bahwa hijauan diperoleh dari lahan sawah, tegalan, perkebunan, dan hutan rakyat. Hasil perhitungan daya dukung hijauan pakan ternak disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil Perhitungan berdasarkan Metode Nell dan Rollinson di Desa Air Sulau

Uraian Hasil Perhitungan (ST)

Daya Dukung HMT 684,877

Populasi Ternak Riil 493,65

KPPTR Efektif 191,227

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai total kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia dengan pendekatan potensi lahan sebesar 191,227 ST. Hal ini berarti bahwa Desa Air Sulau masih berpotensi menampung ternak ruminansia sebesar nilai KPPTR tersebut. Sebagian besar lahan di Desa Air Sulau digunakan sebagai lahan untuk perkebunan, sehingga berpotensi dalam penyediaan hijauan pakan ternak dan lahan untuk pemeliharaaan ternak. Berbeda dengan Desa Air Sulau yang terletak di pulau Sumatera dengan masih luasnya lahan yang berpotensi sebagai sumber hijauan pakan memungkinkan dilakukan peningkatan jumlah ternak ruminansia di desa ini, sedangkan di pulau Jawa sebagian besar lahan digunakan untuk

(18)

30 wilayah pemukiman sehingga kurangnya lahan yang berpotensi untuk menyediakan hijauan pakan bagi ternak. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ningsih (2010) menyatakan bahwa desa Sidoarjo mengalami kelebihan ternak ruminansia sebanyak 177,38 ST dari populasi riil ternak 299,3051 ST.

Gambar

Tabel 4. Luas Penggunaan Lahan Desa Air Sulau
Gambar 1.  Potensi Lahan Sumber Hijauan Pakan Ternak Sapi     Sumber: Dokumentasi penelitian (2011)
Tabel 6. Komposisi Botani Hijauan Pakan Ternak Sapi di Desa Air Sulau
Gambar 2.  Hijauan Pakan Ternak Sapi (Peringkat 1, 2, dan 3)      Sumber: Dokumentasi penelitian (2011)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran dan asimetri

Pada Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dibaca bahwa kadar asam dari bubuk dadih yang dibuat dengan cara penge- ringan sinar matahari dan oven adalah 1,5 % dan 1,46 %.. Kadar

“Hukum materiil sipil dan untuk sementara waktupun hukum materiil pidana sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah Swapraja dan orang-orang yang dahulu

1) Udjo melakukan persiapan dengan membekali dirinya dengan berbagai keahlian dan keilmuan yang menunjang pengembangan seni tradisi. Keahlian yang dimiliki berhasil

Pabrik Es yang berfungsi sebagai tempat penghasil es untuk mengawetkan hasil tangkapan. Pabrik es ini sangat penting untuk menjamin tepeliharanya kualitas ikan tangkapan

Dengan mengucap Alhamdulillahi rabbil’alamin, atas segala rahmat, karunia, ijin dan ridho-Nya, akhirnya tesis yang berjudul: “Pengaruh Koordinasi dalam Penyusunan Rencana

a) Guru memberikan beberapa soal tiket masuk kelas (menggunakan kartu soal) untuk mengingatkan materi yang sudah dipelajari yaitu pembulatan ke satuan terdekat dengan

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, dengan melakukan observasi langsung, melakukan wawancara dan mengumpulkan data berupa dokumen yang dilakukan