• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberkulosis (TB) Paru sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut World health Organization (WHO), Indonesia merupakan negara dengan kasus TB terbesar kelima di dunia, setelah India, China, Afrika Selatan dan Pakistan. WHO memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 539.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 101.000 orang. TB merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan saluran pernafasan, serta merupakan penyakit nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes RI, 2014)

Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan dengan mengadopsi Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai kerangka dasar selain juga memperhatikan Strategi Global pengendalian TB (Global Stop TB Strategy) dalam merencanakan, melaksanakan, monitoring dan evaluasi. Tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaan di lapangan, program TB akan lebih banyak berkolaborasi dengan program-program yang lain, seperti yang sudah dilaksanakan sekarang yaitu Kolaborasi TB-HIV, TB-DM dan tentu akan direncanakan pengendalian TB dengan program TB komprehensif lainnya.

Dalam pelaksanaan upaya pengendalian TB dengan strategi DOTS telah dicapai beberapa kemajuan diantaranya adalah peningkatan cakupan pelayanan TB, Penemuan kasus TB dan meningkatnya angka kesembuhan pengobatan TB. Penyakit TB berpengaruh besar pada kualitas Sumber Daya Manusia, karena berdampak pada kualitas dan produktifitas penderita TB. Jika jumlah penderita TB cukup besar, maka akan berdampak pula pada kualitas dan daya saing bangsa. Apalagi, karena TB terutama menyerang kelompok usia produktif yaitu usia 25-54 tahun yang juga merupakan angkatan kerja. Oleh karena itu, kegiatan pelayanan penemuan dan pengobatan TB di Indonesia harus diupayakan agar menjangkau seluruh masyarakat menuju terwujudnya Indonesia Bebas TB.

(2)

Tabel 1. Proporsi Kasus TB BTA Positif Menurut Kelompok Umur di Indonesia Tahun 2013

Kelompok Umur Prosentase Keterangan

0 – 14 Tahun 0,72

15 – 24 Tahun 16,51

25 – 34 Tahun 21,40 Usia Produktif

35 – 44 Tahun 19,41 Usia Produktif

45 – 54 Tahun 19,39 Usia Produktif

55 – 64 Tahun 15,91

Lebih 64 Tahun 6,65

Sumber : Ditjen P2PL Kementerian Kesehatan RI 2014

Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat bahwa kelompok umur produktif mendominasi lebih dari separuh penderita Kasus TB, yaitu sebesar 60,2%. Oleh karena itu penemuan dan pengobatan seluruh penderita TB sampai sembuh, menjadi sangat penting. Penderita TB berpotensi menularkan pada orang di sekitarnya, termasuk keluarga dan lingkungan kerjanya. Masih adanya penderita TB yang belum diobati akan berpotensi terjadinya penularan yang lebih luas.

Beberapa indikator yang dapat menggambarkan keberhasilan program pengendalian TB yaitu Case Detection Rate (CDR), Case Notification Rate (CNR), Treatment Succes Rate (TSR), Conversion Rate (Angka Konversi), Proporsi Penderita Terkonfirmasi Bakteriologis diantara terduga TB dan Proporsi Pasien TB Anak (Depkes RI, 2014).

Angka Penemuan kasus TB di Indonesia pada tiga tahun terakhir ini cenderung terjadi penurunan, dari tabel dibawah ini digambarkan bahwa Case Detection Rate (CDR) mulai mengalami penurunan dari tahun 2011, sebesar 83,80 % dan hampir turun lebih 10% menjadi 70,08 di tahun 2014.

Tabel 2. Case Detection Rate (CDR) Kasus TB BTA Positif di Indonesia

TAHUN Case Detection Rate (CDR)

2010 78,30

2011 83,50

2012 82,40

2013 80,99

2014 70,08

(3)

Memang saat ini indikator Case Detection Rate (CDR) hanya digunakan untuk menggambarkan cakupan penemuan pasien baru TB Paru BTA Positif di level nasional yang berguna untuk mengevaluasi pencapaian Program Pengendalian TB. Setelah Tahun 2015, indikator Case Detection Rate (CDR) tidak akan digunakan lagi dan diganti dengan Case Notification Rate (CNR) sebagai indikator yang menggambarkan cakupan penemuan pasien TB.

Angka notifikasi kasus atau Case Notification Rate (CNR) adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut.

Tabel 3. Case Notification Rate (CNR) Kasus TB BTA Positif dan Total Kasus Tuberculosis di Indonesia

Tahun Case Notification Rate (CNR) BTA Positif

Case Notification Rate (CNR) Total Kasus 2010 78 129 2011 83 133 2012 82 135 2013 81 134 2014 70 113

Berdasarkan Tabel diatas, Case Notification Rate (CNR) pada lima tahun terakhir baik pada Kasus TB BTA Positif maupun Total Kasus TB mengalami penurunan, dan pada tahun 2014 merupakan tahun dengan angka Case Notification Rate (CNR) terendah yang berarti bahwa ada penurunan penemuan kasus TB di Indonesia dibanding tahun sebelumnya. Hal ini juga bisa merupakan kegagalan program TB dalam menemukan kasus.

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 angka prevalensi penyakit tuberkulosis paru di Indonesia sebesar 0,4 %, yang berarti bahwa setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400 orang yang di diagnosa Tuberculosis Paru. Dan hasil survey Riskesdas ini tidak jauh berbeda dengan hasil survey Riskesdas yang dilakukan pada tahun 2007.(Depkes RI 2014)

(4)

Indikator Keberhasilan Pengobatan atau Treatment Succes Rate (TSR) juga merupakan indikator yang menunjukan presentase penderita TB paru yang sembuh dan menyelesaikan pengobatan, indikator ini berkaitan dengan Kinerja Petugas TB dalam pengawasan pengobatan, pencatatan, ketersediaan obat dan juga sistim rujukan pasien.

Tabel 4. Angka Keberhasilan Pengobatan atau Traetment Succes Rate (TSR) Indonesia

TAHUN Traetment Succes Rate (TSR)

2011 90,3

2012 90,2

2013 90,5

2014 81.3

Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015

Angka penemuan kasus atau Case Detection Rate (CDR) di Propinsi Bengkulu juga mengalami penurunan. Hal ini juga tercermin dari angka Case Notification Rate (CNR) yang juga mengalami penurunan cukup signifikan. Pada tahun 2013 angka Case Notification Rate (CNR) sebesar 125 dan pada tahun 2014 sebesar 106, sementara di tahun 2015 angka Case Notification Rate (CNR) turun lagi menjadi 100. Hasil ini menunjukkan adanya tren penurunan penemuan kasus TB Paru di propinsi Bengkulu, yang bisa berarti penurunan prevalensi kasus TB di Provinsi Bengkulu atau memang masih rendahnya kinerja petugas TB dalam melakukan kegiatan penemuan kasus.

Tabel 5. Case Detection Rate (CDR) Kasus TB BTA Positif di Propinsi Bengkulu TAHUN Case Detection Rate

(CDR)

Case Notification Rate (CNR) 2011 60,81 104 2012 71,09 122 2013 77,55 125 2014 66,54 106 2015 44,00 100

Sumber : Program Pengendalian TB Propinsi Bengkulu

Angka Keberhasilan Pengobatan (Treatment Succes Rate) di Provinsi Bengkulu sudah menunjukan angka yang baik, walaupun adanya penurunan

(5)

dalam dua tahun terkhir, namun hal itu tidak lebih rendah dari target yang diharapkan Program Pengendalian TB.

Tabel 6. Angka Keberhasilan Pengobatan atau Traetment Succes Rate (TSR) di Provinsi Bengkulu

TAHUN Traetment Succes Rate (TSR)

2011 90,6

2012 94,3

2013 95,2

2014 84,7

2015 88,6

Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015

Cakupan penemuan kasus TB Paru di Kabupaten Bengkulu Utara pada lima tahun belakangan ini juga belum mencapai target yang diharapkan, naik turunnya angka pencapaian penemuan penderita masih merupakan indikasi bahwa program pengendalian TB belum berjalan optimal. Tentu banyak hal yang mempengaruhi cakupan penemuan kasus ini, antara lain Faktor Kinerja Petugas TB, sistem pencatatan dan pelaporan di wilayah tersebut, jumlah fasilitas pelayanan yang terlibat layanan DOTS, dan juga masih banyaknya kasus TB yang tidak terlaporkan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Angka pada Tabel 5. Case Detection Rate (CDR) dan Case Notification Rate (CNR) pada tahun 2015 menggambarkan masih sangat rendahnya penemuan kasus TB di Kabupaten Bengkulu Utara. (Profil Dinkes Kabupaten Bengkulu Utara, 2015).

Tabel 7. Case Detection Rate (CDR) dan Case Notification Rate (CNR) Kasus TB di Kabupaten Bengkulu Utara

TAHUN Case Detection Rate (CDR)

Case Notification Rate (CNR) 2011 45,27 68 2012 48,59 77 2013 57,44 92 2014 48,37 78 2015 36,98 44

Sumber : Program Pengendalian TB Kabupaten Bengkulu Utara

Indikator Treatment Succes Rate (TSR) atau angka keberhasilan pengobatan merupakan alat ukur yang menunjukan prosentase kasus baru TB Paru terkonfirmasi bakteriologis yang menyelesaikan pengobatan baik yang

(6)

sembuh maupun yang pengobatan lengkap dari semua kasus TB Paru terkonfirmasi bakteriologis yang tercatat. Treatment Succes Rate (TSR) dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain : Faktor Petugas TB Paru, Faktor Penderita, Faktor Pengawas Menelan Obat (PMO), Faktor Logistik Obat juga mempengaruhi angka cakupan Treatment Succes Rate (TSR.

Tabel 8. Angka Keberhasilan Pengobatan atau Traetment Succes Rate (TSR) di Kabupaten Bengkulu Utara

TAHUN Traetment Succes Rate (TSR)

2011 92,30

2012 94,39

2013 87,71

2014 89,56

2015 93,06

Sumber : Profil Dinas Kesehatan kabupaten Bengkulu Utara, 2015

Proporsi Penderita Baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis diantara terduga TB ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosa serta kepekaan dalam menetapkan kriteria terduga TB. Tetapi faktor reward juga di perkirakan mempunyai berpengaruh terhadap penemuan kasus TB Paru.

Tabel 9. Proporsi Penderita Baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis di antara terduga TB di Kabupaten Bengkulu Utara

TAHUN Proporsi TB (+) diantara Terduga TB

2011 9,47 %

2012 9,50 %

2013 9,59 %

2014 9,27 %

2015 78, 33 %

Sumber : Profil Dinas Kesehatan kabupaten Bengkulu Utara, 2015

Proporsi TB anak diantara Seluruh Penderita TB di Kabupaten Bengkulu Utara berada dalam angka berkisar 8-12%. indikator ini menunjukan tidak adanya kelonggaran atau terlalu ketatnya prosedur diagnosis yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan DOTS yang ada. Peningkatan Kasus TB anak mencerminkan tranmisi TB yang terus berlangsung di populasi, dan kasus TB anak mempunyai kecenderungan tidak terlaporkan dikarenakan belum maksimalnya pencatatan di fasilitas kesehatan, apalagi yang belum menerapkan strategi DOTS. Bila kondisi

(7)

pencatatan dan pelaporan berjalan dengan balk, angka ini dapat

menggambarkan over atau under diagnosis, serta tinggi-rendahnya angka

penularan TB pada anak. Bila angka indikator ini kurang dari atau melebihi

kisaran yang diharapkan, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap prosedu

diagnosis TB anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tersebut.

Tabel 10. Proporsi Penderita TB Anak di antara Seluruh Penderita TB di Kabupaten Bengkulu Utara

TAHUN Proporsi TB Anak diantara Penderita TB

2011 6,04

2012 6,37

2013 4,89

2014 5,00

2015 6,29

Sumber : Profil Dinas Kesehatan kabupaten Bengkulu Utara

Puskesmas merupakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdepan dalam Program Pengendalian TB Nasional dengan Strategi DOTS. Tumpuan Penemuan dan pengobatan kasus TB masih dibebankan pada Puskesmas selaku garda terdepan dalam pembangunan kesehatan di masyarakat. Hampir 98 % Puskesmas yang ada di Indonesia sudah menerapkan Program DOTS, semua sumber daya manusia juga sudah mendapatkan Pelatihan dengan Startegi DOTS. Namun dalam pelaksanaan di lapangan tentu masih mengalami banyak kendala yang terkait dengan situasi dan kondisi tertentu. Hasil kerja petugas TB Puskesmas di Kabupaten Bengkulu Utara tercermin dari hasil Cakupan pencapaian Program yang terpapar dalam angka Case Notification Rate (CNR) berikut :

Tabel 11. Case Notification Rate (CNR) Kasus TB berdasarkan Puskesmas di Kabupaten Bengkulu Utara

PUSKESMAS TAHUN 2012 2013 2014 2015 Enggano 35 0 0 0 Lubuk Durian 169 56 66 56 Tj.Gung Palik 65 117 104 39 Kerkap 120 164 120 88 Dusun Curup 80 0 0 80 Arga Makmur 25 45 30 35

(8)

Kemumu 32 74 53 43 Perumnas 31 67 49 49 Lais 70 79 131 31 Air Padang 84 203 135 84 Batiknau 108 93 62 15 Air Bintunan 69 30 30 23 Air Lais 59 73 37 26 Ketahun 79 118 33 26 D 6 Ketahun 33 46 40 13 Bukit Harapan 0 0 0 14 Napal Putih 30 50 90 60 Tj. Harapan 18 117 27 18 Sebelat 167 344 205 126 Karang Pulau 66 22 33 33 Sukamakmur 133 194 72 82 Hulu Palik 0 106 44 106

Sumber : Program Pengendalian TB Kabupaten Bengkulu Utara

Rendahnya penemuan kasus di Kabupaten Bengkulu Utara di sebabkan oleh banyak faktor. Dari beberapa dokumen hasil laporan monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan, kinerja petugas TB Puskesmas merupakan masalah yang sering menjadi muncul, kegiatan yang belum terintegrasi dalam lintas program di puskesmas sehingga petugas TB puskesmas harus bekerja sendirian dalam semua kegiatan yang berkaitan dengan TB, penyuluhan di lapangan, pemeriksaan kontak serumah, pengobatan di Puskesmas, pelaporan dan pencatatan, perencanaan anggaran, terkadang dibeberapa Puskesmas Satelit Petugas TB harus melakukan pengambilan dahak untuk pemeriksaan mikroskopis. Dengan beban kerja yang tinggi seperti itu, menyebabkan kegiatan tidak berjalan dengan baik, dan tidak menutup kemungkinan program tidak berjalan sama sekali. Pemecahan masalah ini adalah mensinergikan kegiatan-kegiatan program yang ada di Puskesmas. Memang bukan hal mudah untuk menghilangkan ego program, semua ingin menonjolkan kegiatan masing-masing, apalagi bila berkaitan dengan pendanaan.

Kebijakan program yang belum mengoptimalkan kegiatan supervisi juga menjadikan lemahnya kinerja petugas TB puskesmas, disamping pengawasan yang kurang, juga informasi terkini yang tidak sepenuhnya dapat di terima

(9)

petugas puskesmas terkait perkembangan ilmu atau pedoman pelaksanaan kegiatan.

Disisi lain, masih ada Petugas TB Puskesmas yang mempunyai kinerja tidak sesuai dengan program DOTS yang menjadi acuan, baik itu kegiatan di lapangan atau pun untuk pencatatan dan pelaporannya, misalnya pemeriksaan mikroskopis yang seharusnya Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) terkadang hanya dilakukan sekali saja, dan hasilnya sudah dapat menjadi dasar penegakkan diagnosa. Dan di beberapa puskesmas juga ditemukan petugas TB yang belum terpapar pelatihan DOTS. Hal ini juga masalah yang menyebabkan program belum berjalan secara baik. Dengan rendahnya pengetahuan dan kemampuan petugas TB maka sudah barang tentu berimbas pada output yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk mengekplorasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas TB Puskesmas dalam penemuan kasus tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Bengkulu Utara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah yang dapat dikemukakan adalah bagaimana kinerja petugas TB di puskesmas dan faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan Kinerja Petugas TB Puskesmas dalam penemuan kasus tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Bengkulu Utara.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja petugas TB di puskesmas dan faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kinerja petugas TB puskesmas dalam penemuan kasus tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Bengkulu Utara.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan mampu menambah khasanah bagi ilmu pengetahuan pada umumnya, dan khususnya bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat

(10)

terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Petugas TB dalam penemuan kasus TB Paru di Puskesmas.

Manfaat praktis :

1. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti dalam memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Petugas TB dengan penemuan kasus TB Paru di Puskesmas Kabupaten Bengkulu Utara. 2. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan dan Puskesmas

untuk meningkatkan Kinerja Petugas TB dalam Penemuan kasus TB Paru. 3. Diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan untuk dikembangkan pada

penelitian berikutnya tentang Faktor – faktor yang berhubungan dengan kinerja Petugas TB dalam penemuan kasus TB Paru.

E. Keaslian Penelitian

Arianta (2005) juga melakukan penelitian tentang Kajian penemuan Penderita TB Paru BTA positif, dengan faktor-faktor yang diteliti meliputi : Pengetahuan petugas, pelatihan DOTS, koordinasi, supervisi, pencatatan pelaporan dan penyuluhan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Desain penelitian Studi kasus, kualitatif dengan hasil sebagian besar kepala puskesmas memahami strategi DOTS, petugas belum mengikuti pelatihan DOTS, kurangnya koordinasi antara petugas puskesmas, supervisi tidak ditindak lanjuti oleh sebagian besar puskesmas.

Yayun Maryun (2007) Melakukan penelitian tentang Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Program TB Paru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA (+) di Kota Tasikmalaya Tahun 2006, adapun faktor-faktor yang diteliti meliputi : pengetahuan, pelatihan, persepsi terhadap pekerjaan, persepsi terhadap kepemimpinan, persepsi terhadap imbalan, persepsi terhadap sarana, motivasi, sikap, dan kinerja Petugas TB, Jenis penelitian Observasional, data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan uji statistik Rank-Spearman. Hasil Penelitian menyatakan bahwa Faktor yang signifikan mempengaruhi Kinerja Petugas TB Puskesmas terhadapa penemuan kasus TB

(11)

BTA Positif adalah adalah pengetahuan, pelatihan, persepsi terhadap pekerjaan, persepsi terhadap kepemimpinan, persepsi terhadap sarana, sikap petugas.

Subekti (2011) dalam judul penelitian Evaluasi Penemuan Penderita Baru TB BTA Positif Program Penanggulangan Tuberkulosis (P2TB) Puskesmas Di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa petugas TB Puskesmas hanya mengacu pada tugas pokok dan fungsi masing-masing, sehingga bekerja hanya menggunakan uraian tugas yang bersifat umum. Dukungan pimpinan belum sesuai dengan harapan dari petugas TB Puskesmas.

Eva Emaliana Saomi, (2013) Meneliti tentang Hubungan Karakteristik Individu Dengan Penemuan Kasus TB Paru Di Eks Karesidenan Pati Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan karakteristik individu yang meliputi : Umur, Jenis Kelamin, Lama Kerja, Sikap Petugas, Pendidikan, Pengetahuan dengan penemuan kasus TB paru di eks Karesidenan Pati tahun 2013. Jenis penelitian adalah survey analitik dengan pendekatan case control. Sampel berjumlah 15 orang pada masing-masing kelompok kasus dan kontrol yang diambil dengan teknik simple random sampling. Analisis data menggunakan uji chi square dengan derajat kemaknaan (α)=0,05. Hasil penelitian menunjukkan faktor risiko yang berhubungan dengan penemuan kasus TB paru adalah latar belakang Pendidikan (p value=0,027, OR=8,00) dan pengetahuan (p value=0,023, OR=9,75). Variabel yang tidak berhubungan adalah umur (p value=0,264), jenis kelamin (p value=0,449), lama kerja (p value=0,245), dan sikap petugas (p value=0,053).

(Banda et al. 2016) meneliti Tingkat Pengetahuan Petugas TB di Layanan Kesehatan Primer di Ntcheu District, Malawi. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah petugas kesehatan ditingkat primer memiliki pengetahuan yang cukup tentang TB , dan untuk menbandingkan tingkat pengetahuan petugas sebelum diberi pelatihan dan yang sesudah diberi pelatihan tentang TB selama 1 minggu. Jenis penelitian Cross sectional dengan pendekatan Studi kasus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dokter mempunyai pengetahuan yang lebih baik dari pada

(12)

petugas kesehatan asisten medis serta petugas kesehatan lingkungan. Dan diperlukan kontrol serta supervisi on the job training oleh dinas kesehatan kesehatan. Pengetahuan yang memadai dapat meningkatkan manajemen dan efektifitas program TB .

Gambar

Tabel 2. Case Detection Rate (CDR) Kasus TB BTA Positif di Indonesia
Tabel 3. Case Notification Rate (CNR) Kasus TB BTA Positif dan Total Kasus  Tuberculosis di Indonesia
Tabel 5. Case Detection Rate (CDR) Kasus TB BTA Positif di Propinsi Bengkulu  TAHUN  Case Detection Rate
Tabel 7. Case Detection Rate (CDR) dan Case Notification Rate (CNR) Kasus TB   di Kabupaten Bengkulu Utara
+3

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Pendekatan sektoral yaitu suatu pendekatan dengan mengelompokan pelanggan menjadi 4 sektor (rumah tangga, bisnis, umum, dan industri). Data kelistrikan yang

keamanan, persepsi kemudahan penggunaan, kualitas layanan, kepercayaan pelanggan, pelanggan internet banking signifikan terhadap adopsi internet banking sedangkan umpan

[r]

Oleh karena itu, peneliti beranggapan bahwa penelitian yang berjudul Sikap Hidup Masyarakat Jawa dalam novel Nawung Putri Malu dari Jawa karya Galuh Larasati

Dalam implementasi Program Keluarga Harapan tahun 2016 di Kelurahan Kawal sudah memiliki standard dan sasaran yang jelas, sasaran dan tujuan yang ingin

Data yang telah dikumpul kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui mengenai pentingnya media barang bekas mengembangkan kreativitas anak di taman kanak-kanak Aisyiyah 1

Berdasarkan hasil simulasi terhadap desain semi-free piston two stroke diesel engine karya Fathallah dan Barus (2013), dapat dilihat bagaimana karakteristik dari angular moment