MODEL PENENTUAN CADANGAN DAN SKENARIO
PENGEMBANGAN LAPANGAN
SHALE OIL
DI INDONESIA
LAPORAN TUGAS AKHIR
Oleh:
Nadiana Yemin Mukti
101316037
FAKULTAS TEKNOLOGI EKSPLORASI DAN PRODUKSI
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PERTAMINA
2020
Universitas Pertamina - i
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tugas Akhir
: Model Penentuan Cadangan dan Skenario
Pengembangan Lapangan
Shale Oil
di
Indonesia
Nama Mahasiswa
: Nadiana Yemin Mukti
Nomor Induk Mahasiswa
: 101316037
Program Studi
: Teknik Peminyakan
Fakultas
: Teknologi Eksplorasi dan Produksi
Tanggal Lulus Sidang Tugas Akhir : 7 Juli 2020
Jakarta, 14 Juli 2020
MENGESAHKAN,
Pembimbing I:
Ir. Agus Rudiyono, M.T., M.B.A., I.P.M.
116110
Pembimbing II:
Raka Sudira Wardana, M.T.
116035
MENGETAHUI,
Ketua Program Studi
Dr. Astra Agus Pramana D.N., S.Si, M.Sc
116111
Universitas Pertamina - ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir berjudul Model Penentuan
Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan
Shale Oil
di Indonesia ini adalah
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang
ditulis oleh orang lain kecuali telah dikutip sebagai referensi yang sumbernya telah
dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan karya ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini, saya
bersedia menerima sanksi dari Universitas Pertamina sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Pertamina hak bebas royalti noneksklusif (
non-exclusive
royalty-free right
) atas Tugas Akhir ini beserta perangkat yang ada. Dengan hak
bebas royalti noneksklusif ini Universitas Pertamina berhak menyimpan, mengalih
media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkatan data (
database
), merawat,
dan mempublikasikan Tugas Akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Jakarta,
8 Juli 2020
Yang membuat pernyataan,
Universitas Pertamina - iii
ABSTRAK
Nadiana Yemin Mukti. 101316037.
Model Penentuan Cadangan dan Skenario
Pengembangan Lapangan
Shale Oil
di Indonesia.
Penelitian ini tentang Model Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan
Lapangan
Shale Oil
di Indonesia menggunakan sampel Lapangan X, dengan tujuan
untuk menentukan teknologi pengembangan, evaluasi potensi cadangan dan
produksi, serta evaluasi keekonomian dan kelayakan pengembangannya. Metode
yang dipergunakan untuk perhitungan
Initial Production
adalah Kuppe & Settari
dan Hegre & Larsen, kurva penurunan produksi menggunakan Arps, SEPD, dan
Duong, serta perhitungan keekonomian menggunakan PSC
Cost Recovery
, dan
Gross Split
. Hasil penelitian menunjukkan pengembangan lapangan
Shale Oil
di
Indonesia masih sangat berisiko karena keterbatasan data, sehingga diperlukan
pilot
project
dengan menggunakan beberapa sumur sebagai
learning curve
pengembangan, untuk mendapatkan kesimpulan teknologi dan pengembangan yang
tepat, data referensi baru, dan
best practices/lesson learned
. Pilihan teknologi yang
diusulkan adalah sumur horizontal dengan
multistage fracturing
untuk
meningkatkan area pengurasan dan peningkatan produktivitas, profil penurunan
produksi menggunakan model duong karena paling sesuai dengan kenyataan
produksi analog dan mengasumsikan
fracture-dominated flow
, beberapa skema
yang dilaksanakan menunjukkan hasil tidak ekonomis, sehingga diperlukan kontrak
khusus dengan menggunakan konsep
Gross Split
dengan modifikasi koreksi
split
,
pemberian insentif, dan nilai MARR yang lebih masuk akal sehingga upaya
pengembangan lapangan dapat layak secara teknologi dan ekonomis.
Kata kunci (
sentence case)
:
Shale Oil
, Cadangan
DCA Unconventional,
Development Plan, Economics Evaluation
Universitas Pertamina - iv
ABSTRACT
Nadiana Yemin Mukti. 101316037.
Model of Reserves Assessment and Field
Development Scenarios for Shale Oil in Indonesia.
This research is about Model of Reserves Assessment and Field Development
Scenarios for Shale Oil in Indonesia using X Field sample, with the purpose to
determine development technology, evaluation of potential reserves and
production, and evaluation of economics and development feasibility. The methods
used for Initial Production calculations is Kuppe & Settari and Hegre & Larsen,
production decline curve uses Arp’s, SEPD, and Duong, economic calculations
using PSC Cost Recovery and Gross Split. The results showed that Shale Oil field
developments in Indonesia still very risky due to limited data, so a pilot project is
needed by using several wells as a development learning curve, to obtain
appropriate technology and development conclusions, new reference data, and best
practices/lesson learned. The proposed technology is horizontal wells with
multistages fracturing to increase drainage areas and productivity, Duong model
used because its most fit with analog production reality and assumes
fracture-dominated flow, several implemented schemes show uneconomic, so special
contracts is required by using Gross Split concept with modified split correction,
incentives, and reasonable MARR value, so the field development becomes
technologically and economically feasible.
Keywords (
sentence case)
:
Shale Oil, Unconventional DCA Reserves,
Development Plan, Economics Evaluation
Universitas Pertamina - v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT, karena berkat rahmat dan
kehendaknyalah penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Model
Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan
Shale Oil
di
Indonesia” tanpa ada halangan yang begitu berarti, meskipun dalam keadaan
pandemi COVID-19 di Indonesia.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu mata kuliah wajib untuk seluruh mahasiswa
Prodi Teknik Perminyakan, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.
Selain untuk memenuhi kewajiban dari Program Studi, penulis merasakan bahwa
Tugas Akhir ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan akademik.
Dalam proses penyelesaian Tugas Akhir, penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin berterima kasih kepada:
1.
Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan pada penulis,
selama proses pengerjaan Tugas Akhir.
2.
Bapak Ir. Agus Rudiyono, M.T., M.B.A., I.P.M. selaku pembimbing I
Tugas Akhir.
3.
Bapak Raka Sudira Wardana, M.T. selaku pembimbing II Tugas Akhir.
4.
Ibu Ajeng Oktaviani, M.T. selaku penguji I yang juga merupakan dosen
wali penulis, selama menjadi mahasiswa aktif Universitas Pertamina.
5.
Ibu Ludovika Jannoke, M.Sc selaku penguji II.
6.
Teman – teman kost Syahril yang selalu saling membantu selama
perkuliahan, juga selama proses pengerjaan Tugas Akhir.
7.
Tak lupa, penulis ucapkan banyak terimakasih kepada pihak lain yang
telah membantu dalam proses pengerjaan Tugas Akhir yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis akui bahwa dalam laporan Tugas Akhir ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh sebab itu penulis meminta maaf apabila terdapat kesalahan dan
sangat mengharapkan kritik beserta saran.
Akhir kata, penulis berharap laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 8 Juli 2020
Universitas Pertamina - vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1
Latar Belakang ... 1
1.2
Rumusan Masalah ... 2
1.3
Batasan Masalah ... 3
1.4
Tujuan Penelitian ... 3
1.5
Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1
Kerangka Teori Penelitian ... 4
2.2
Karakteristik
Shale Hydrocarbon
... 4
2.2.1
Karakteristik
shale hydrocarbon
Amerika ... 6
2.2.2
Karakteristik
shale hydrocarbon
Indonesia ... 8
2.3
Teknologi Pengembangan ... 13
2.3.1
Pengeboran ... 13
2.3.2
Stimulasi sumur ... 14
2.4
Multiple Fractures Initial Production
... 19
2.4.1
Kuppe & Settari 1998... 19
2.4.2
Hegre & Larsen 1994 ... 22
2.5
Model Kurva Penurunan ... 23
2.5.1
Arps decline model
... 24
2.5.2
Stretched exponential production decline model
... 24
2.5.3
Duong model
... 25
2.6
Keekonomian ... 26
Universitas Pertamina - vii
2.6.2
Analisis sensitivitas ... 29
2.6.3
Penentuan pilihan dari alternatif ... 29
BAB III METODE PENELITIAN... 30
3.1
Bentuk Penelitian ... 30
3.2
Lokasi Penelitian ... 30
3.3
Metode Pengumpulan Data ... 30
3.4
Metode Analisis Data ... 30
3.5
Jadwal Penelitian ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
4.1
Review Reservoir Lapangan X dan Analog ... 32
4.1.1
Karakteristik reservoir lapangan X ... 32
4.1.2
Penilaian lapangan analog ... 33
4.2
Konseptual Pengembangan ... 37
4.2.2
Profil produksi sumuran ... 38
4.2.3
Jumlah sumur pengembangan ... 46
4.3
Evaluasi Keekonomian ... 48
4.3.1
PSC
cost recovery
... 48
4.3.2
PSC
gross split
... 50
4.4
Analisis Sensitivitas ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1
Kesimpulan ... 57
5.2
Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
Universitas Pertamina - viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Karakteristik
Shale
Reservoir ... 4
Tabel 2.2. Karakteristik Reservoir
Shale
Amerika ... 6
Tabel 2.3. Karakterisik Komposisi Mineral ... 7
Tabel 2.4. Karakteristik Reservoir
Shale Gas
di Indonesia ... 9
Tabel 2.5. Karakteristik Reservoir
Shale Oil
di Indonesia... 10
Tabel 2.6. Data Porositas dan Permeabilitas Formasi Brown Shale ... 10
Tabel 2.7. Determinasi Komposisi Batuan Formasi Brown Shale... 11
Tabel 2.8. Parameter Penentuan Fluida Rekah ... 16
Tabel 2.9. Komposisi Fluida Perekah ... 18
Tabel 2.10. Tipe
Proppant
... 19
Tabel 2.11. Koefisien Solusi Empiris ... 21
Tabel 2.12.
Variable Split
... 27
Tabel 2.13.
Progressive Split
... 29
Tabel 4.1. Penilaian Lapangan X ... 32
Tabel 4.2. Karaktreistik Reservoir Lapangan Analog ... 33
Tabel 4.3. Karakteristik Reservoir Brown Shale ... 34
Tabel 4.4. Komposisi Mineral Reservoir Lapangan Analog... 34
Tabel 4.5. Komposisi Mineral Reservoir Brown Shale ... 35
Tabel 4.6. Variabel Analisis Kurva Penurunan ... 35
Tabel 4.7. Perhitungan
Chi – Square
... 37
Tabel 4.8. Data
Initial Production
... 39
Tabel 4.9. Tabulasi Hasil Skema Pengembangan IP Kuppe & Settari ... 43
Tabel 4.10. Hasil Kalkulasi Skema Terbaik IP Kuppe & Settari ... 44
Tabel 4.11. Tabulasi Hasil Skema Pengembangan IP Hegre & Larsen ... 45
Tabel 4.12. Hasil Kalkulasi Skema Terbaik IP Hegre & Larsen ... 46
Tabel 4.13. Tabulasi Jumlah Sumur Pengembangan ... 46
Tabel 4.14. Perkiraan Produksi
Pilot Project
Berbagai Ketebalan ... 46
Tabel 4.15. Informasi
Cost Recovery
... 48
Tabel 4.16. Hasil Kalkulasi Keekonomian PSC
Cost Recovery
... 49
Tabel 4.17. Informasi PSC
Gross Split
... 50
Universitas Pertamina - ix
Tabel 4.19.
Break Even Point
Skema Marjinal MARR 20% ... 56
Universitas Pertamina - x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Perbandingan Reservoir Konvensional dan Nonkonvensional
(Zendehboudi & Bahadori, 2017) ... 1
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian ... 4
Gambar 2.2.
American Shale Plays
(EIA, 2010) ... 6
Gambar 2.3.
Indonesian Shale Plays
(EIA, 2015) ... 8
Gambar 2.4. Ilustrasi Sumur Horizontal (Zendehboudi & Bahadori, 2017) ... 13
Gambar 2.5.
Fracturing
(Zendehboudi & Bahadori, 2017) ... 14
Gambar 2.6.
Horizontal Well Multi Stages Fracturing
(Zendehboudi & Bahadori,
2017) ... 14
Gambar 2.7. Ilustrasi Arah Rekahan (Belyadi et al., 2017) ... 15
Gambar 2.8. Peralatan
Fracturing
(Zendehboudi & Bahadori, 2017) ... 16
Gambar 2.9. Komposisi Fluida Perekah (Zendehboudi & Bahadori, 2017) ... 17
Gambar 2.10. Skema
Cash Flow
PSC
Cost Recovery
(Rudiyono, 2019) ... 26
Gambar 2.11. Skema
Cash Flow
PSC
Gross Split
(Rudiyono, 2019) ... 27
Gambar 4.1. Perbandingan Kurva Penurunan Model Arps Lapangan Analog ... 35
Gambar 4.2. Perbandingan Kurva Penurunan Model Arps Hiperbolik, SEPD dan
Duong Lapangan Analog ... 36
Gambar 4.3. Ilustrasi Konseptual Pengembangan Lapangan (Dikembangkan
Penulis Berdasarkan Stratigrafi Sukhyar & Fakhruddin, 2013)... 38
Gambar 4.4. Perbandingan Perkiraan Profil Produksi Sumuran Kondisi Dasar ... 39
Gambar 4.5.
Input Parameters
Prosper... 40
Gambar 4.6.
Model and Global Variable Selection
Prosper ... 40
Gambar 4.7.
Reservoir Model
Prosper ... 40
Gambar 4.8.
Mech/Geom Skin
... 41
Gambar 4.9. Hasil Kalkulasi Prosper
Initial Production
Hegre & Larsen ... 41
Gambar 4.10. Perkiraan Kurva Penurunan Skema IP Kuppe & Settari ... 42
Gambar 4.11. Perkiraan Produksi Kumulatif Skema IP Kuppe & Settari ... 42
Gambar 4.12. Perkiraan Profil Produksi Skema Terbaik IP Kuppe & Settari ... 43
Gambar 4.13. Perkiraan Kurva Penurunan Skema IP Hegre & Larsen ... 44
Gambar 4.14. Perkiraan Produksi Kumulatif Skema IP Hegre & Larsen ... 44
Universitas Pertamina - xi
Gambar 4.16. Profil Produksi
Pilot Project
Ketebalan 66,5 ft ... 47
Gambar 4.17. Profil Produksi
Pilot Project
Ketebalan 133 ft ... 47
Gambar 4.18. Profil Produksi
Pilot Project
Ketebalan 266 ft ... 48
Gambar 4.19.
Spider Diagram
PSC CR 66,5 ft Hegre & Larsen ... 52
Gambar 4.20.
Spider Diagram
PSC GS 66,5 ft Hegre & Larsen ... 53
Gambar 4.21.
Spider Diagram
PSC CR 66,5 ft Kuppe & Settari ... 53
Gambar 4.22.
Spider Diagram
PSC GS 66,5 ft Kuppe & Settari ... 54
Gambar 4.23.
Spider Diagram
PSC CR 133 ft Hegre & Larsen ... 54
Gambar 4.24.
Spider Diagram
PSC GS 133 ft Hegre & Larsen ... 55
Universitas Pertamina - 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hidrokarbon konvensional merupakan cadangan hidrokarbon yang lazimnya terakumulasi pada jebakan stratigrafi dengan karakteristik formasi yang baik dalam porositas maupun permeabilitasnya, dan ditutup oleh lapisan impermeable yang dapat mencegah hidrokarbon untuk terus bergerak. Sedangkan cadangan hidrokarbon nonkonvensional berada di formasi yang tipis, memiliki kualitas reservoir yang rendah, dan lebih sulit dalam proses ekstraksinya. Namun, cadangan hidrokarbon nonkonvensional lebih berlimpah keberadaannya di bumi. Keberlimpahan antara cadangan hidrokarbon konvensional dan nonkonvensional dapat dijelaskan dengan menggunakan sebuah segitiga, dan diilustrasikan pada Gambar 1.1. Hidrokarbon nonkonvensional merepresentasikan keberagaman dari formasi geologi, termasuk di dalamnya Coal Bed Methanes, Gas Hydrates, Gas Shale,
Heavy Oil Sand, Oil Shale, dan Tight Gas Sand (Holditch & Ma, 2016).
Shale Hydrocarbon merupakan salah satu jenis cadangan Hidrokarbon nonkonvensional, yang terletak pada lapisan Shale. Shale Hydrocarbon kemudian digolongkan lagi menjadi Gas Shale dan Oil Shale. Berdasarkan definisi, Gas Shale adalah batuan sedimen berbutir halus, dan memiliki kandungan material organik yang kaya, sehingga dapat diekstraksi menjadi gas hidrokarbon berupa Shale Gas, gas yang berada di
Gas Shale dapat berupa gas yang teradsorpsi maupun gas bebas. Sedangkan Oil Shale adalah Batuan Serpih yang di dalamnya terkandung material kerosen, sehingga ketika mendapatkan panas yang cukup, dapat berubah menjadi Shale Oil atau disebut juga minyak mentah sintetis (Speight, 2017).
Indonesia telah mengalami kekurangan pasokan minyak mentah yang disebabkan oleh lebih besarnya konsumsi dalam negeri, dibandingkan dengan produksinya. Pernyataan ini diperkuat oleh data dari RUEN 2015, yang menyebutkan bahwa sejak tahun 1995 Gambar 1.1. PerbandinganReservoir Konvensional dan Nonkonvensional (Zendehboudi &
Universitas Pertamina - 2 produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan dan rasio pemulihan cadangan dalam 5 tahun terakhir hanya sekitar 65%. Selain itu, kebanyakan lapangan Migas yang ada, sudah digolongkan menjadi lapangan tua, sebagaimana dimuat dalam Arsip Berita Kementrian ESDM, pada tanggal 26 Juni 2011, bahwa hampir seluruh lapangan minyak di Indonesia sudah melewati masa puncak produksi dan sedang dalam fase penurunan.
Dengan mengacu pada PP Nomor 79 Tahun 2014, tentang Kebijakan Energi Nasional dan poin 10 kegiatan untuk mencapai sasaran pengembangan pada BAB IV RUEN 2015, tentang melakukan riset dasar eksplorasi migas dalam rangka meningkatkan cadangan migas, antara lain riset migas nonkonvensional, riset sistem petroleum pra-tersier, riset petroleum gunung api, dan riset gas biogenik. Kemudian dengan tambahan beberapa data mengenai potensi cadangan RiskedShale Oil Indonesia yang menurut EIA (2015) sebesar 234 Bbbl, serta kondisi lapangan Minyak saat ini dan publikasi mengenai Shale Oil yang masih sangat jarang dilaksanakan di Indonesia, kemudian belum adanya model pengembangan Shale Oil di Indonesia dari penilaian produktivitas, cadangan persumuran, pengembangan lapangan, dan keekonomiannya. Maka kemudian Model Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan Shale Oil di Indonesia, diangkat menjadi topik pembahasan agar dapat berperan dalam melaksanakan amanat RUEN 2015 mengenai riset migas nonkonvensional, dan menyumbangkan pemikiran mengenai perkembangan kajiannya di Indonesia, spesifiknya Shale Oil.
1.2
Rumusan Masalah
Minimnya perhatian Shale Oil untuk dapat diproduksikan di Indonesia menyebabkan jarang dilaksanakannya studi mengenai potensi tersebut, hanya terdapat pemetaan – pemetaan persebaran cadangan yang ada. Oleh karena itu, belum banyak ditemui bahasan mengenai Performa dan Evaluasi dari cadangannya.
Penting untuk dilaksanakan pembahasan mengenai performa dan evaluasi reservoir
Shale Oil, dalam hal ini menentukan Initial Rate Production dan juga memerkirakan kurva penurunan, agar dapat dikalkulasikan dan diperkirakan profil produksi. Sehingga, diharapkan dapat berguna untuk perhitungan keekonomian dari potensi cadangan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian awal, yang tidak akan membahas pengembangan proyek Shale Oil secara teknis dan terperinci. Namun akan dilaksanakan penelitian dengan metode literatur, untuk dapat memperkiraan performa dan evaluasi reservoir Hidrokarbon Nonkonvensional, yakni Shale Oil.
Sehingga, masalah yang kemudian dapat dirumuskan dalam kajian “Model Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan Shale Oil di Indonesia” adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana teknologi yang dapat diterapkan untuk pengembangan Shale Oil?
2. Bagaimana potensi cadangan dan profil produksi dari Shale Oil?
3. Bagaimana kelayakan pengembangan Shale Oil di Indonesia dari segi keekonomian?
Universitas Pertamina - 3
1.3
Batasan Masalah
Maksud dari penelitian ini adalah untuk dapat membuat perkiraan profil produksi dan kelayakan ekonomi dari salah satu potensi cadangan Shale Oil yang ada di Indonesia. Sehingga, batasan masalah yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Memembuat konseptual pengembangan lapangan Shale Oil di Indonesia, pada formasi Brown Shale cekungan Sumatera Tengah.
2. Menentukan Initial Rate Production menggunakan model Kuppe & Settari dan Hegre & Larsen, dan perkiraan kurva penurunan menggunakan model Arps, SEPD, dan Duong.
3. Menghitung keekonomian menggunakan PSC Cost Recovery dan Gross Split.
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian “Model Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan Shale Oil di Indonesia” yang dilaksanakan adalah:
1. Menentukan teknologi pengembangan.
2. Melaksanakan evaluasi terhadap potensi cadangan dan produksi dari reservoir
Shale Oil pada Lapangan X.
3. Evaluasi terhadap kelayakan pengembangan Shale Oil di Indonesia, berdasarkan keekonomian.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian mengenai “Model Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan Shale Oil di Indonesia”, dibagi menjadi manfaat teoretis dan praktis.
Manfaat teoretis yang dimaksud adalah:
1. Berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengenai hidrokarbon nonkonvensional, spesifiknya Shale Oil di Indonesia.
2. Diharapkan dapat menjadi referensi baru dalam kajian mengenai Shale Oil.
Adapun manfaat praktis penelitian adalah:
1. Memberikan gambaran konseptual pengembangan lapangan X.
2. Memperkirakan profil produksi dari Lapangan X.
3. Memberikan evaluasi keekonomian Lapangan X.
4. Menunjukkan perkiraan harga minyak agar pengembangan potensi Shale Oil
Universitas Pertamina - 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kerangka Teori Penelitian
Dalam penelitian Model Penentuan Cadangan dan Skenario Pengembangan Lapangan Shale Oil di Indonesia, dilaksanakan dengan berdasar kepada berbagai teori yang telah dikemukakan oleh para ahli, kerangka teori penelitian kemudian dibentuk untuk mempermudah pemahamannya.
2.2
Karakteristik
Shale Hydrocarbon
Menurut Alzahabi & Soliman (2019), parameter terbaik yang digunakan untuk penilaian potensi dari Shale Plays adalah parameter – parameter geologi, petrofisika, dan pemetaan geomekanik. Setiap Shale memiliki kriteria dan metode berbeda dalam pengembangan optimalnya. Penting untuk mengobservasi bahwa ada hubungan langsung diantara sifat dasar dari Shale Plays dan Expected Ultimate Recoveries. Adapun parameter – parameter yang dimaksud ditampilkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakteristik Shale Reservoir
Parameter Critical or Desired Values
TOC >2% (Weight)
Thermal Maturity
Oil window: 0,5 < Ro < 1,3
Gas window: 1,3 < Ro < 2,6 Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Universitas Pertamina - 5
Parameter Critical or Desired Values
Mineralogy
Clay <40%,
quartz or carbonate >40%
Average Porosity >4%
Average Water Saturation <45%
Average Permeability >100 nanoDarcy
Oil or Gas In Place
Gas: free and adsorbed
gas > 100 Bcf/section
Natural Fracture
Moderate to dense, and contained in the target zone
Wettability Oil-prone wetting of kerogen
Formation Lateral Continuity Continuous
Hydrocarbon Type Oil or thermogenic gas
Pressure Overpressure is preferable
Reservoir Temperture >230 °F
Stress <2.000 psia net lateral stress
Young’s Modulus >3,0 MM psia
Poisson Ratio <0,25
Universitas Pertamina - 6
2.2.1 Karakteristik
shale hydrocarbon
Amerika
Berdasarkan pengalaman yang luas dengan Shale di Amerika, kemudian dijadikan lapangan referensi dengan karakteristik produksi Shale bervariasi dalam satu cekungan yang sama (Tabel 2.2), dengan karakteristik komposisi mineral (Tabel 2.3) tertentu.
Tabel 2.2. Karakteristik Reservoir Shale Amerika
No. Parameters Shale Plays T OC W eigh t RO T otal P or os it y Ne t T h ick n es s A ds or be d Gas Gas C on tent De pth P er meabili ty G eo lo g ic a l A g e (%) (%) (%) (ft.) (%) (scf/ton) (ft.) (nD) 1 Antrim 5,5 0,5 9 95 70 70 1.400 N/A Upper Devonian 2 Bakken 10 0,9 5 100 59,50 91,23 10.000 N/A Upper Devonian 3 Barnett 4,5 2 4,5 350 25 325 6.500 25–450 Mississippi an 4 Eagle Ford 4,5 1,5 9,7 250 35 150 11.500 100– 2.500 Upper Cretaceous
Universitas Pertamina - 7 No. Parameters Shale Plays TOC W eigh t RO T otal P or os it y Ne t T h ick n es s A ds or be d Gas Gas C on tent De pth P er meabili ty G eo lo g ic a l A g e (%) (%) (%) (ft.) (%) (scf/ton) (ft.) (nD)
5 Fayetteville 6,75 3 5 110 60 140 4.000 N/A Mississippi an 6 Haynesville 3 2,2 7,3 225 18 215 12.000 10–650 Upper Jurassic 7 Horn River 3 2,5 3 450 34 213,75 8.800 150– 450 N/A 8 Lewis 1,02 1,74 4,25 250 72 29 4.500 N/A Devonian and Mississippi an
9 Marcellus 3,25 1,25 4,5 350 50 80 6.250 N/A Devonian
10 New Albany 12,5 0,6 12 75 50 60 1.250 N/A
Devonian and Mississippi an
11 Ohio 2,35 0,85 4,7 65 50 80 3.000 N/A Devonian
12 Woodford 7 1,4 6 150 63,07 250 8.500 145–
206
Late Devonian —Early
Sumber: Alzahabi & Soliman (2019)
Tabel 2.3. Karakterisik Komposisi Mineral
No. Shale Play Quartz
(%) Feldspar (%) Clay (%) Pyrite (%) Carbonate (%) Kerogen (%) 1 Antrim 40–60 8,1 10,1 6,30 0–5 8,89 2 Bakken 40–90 15–25 10 6,20 5–40 12 3 Barnett 35–50 6–7 30 7 0–30 4
4 Eagle Ford N/A 11–29 20 20 6,65 4–11
5 Fayetteville 45–50 7,5 15 6,597 5–10 7,49
Universitas Pertamina - 8
No. Shale Play Quartz
(%) Feldspar (%) Clay (%) Pyrite (%) Carbonate (%) Kerogen (%) 7 Horn River 9–60 0–3 53 7 0–9 7,13 8 Lewis 56 3,6 25 7,20 3,1 8,78 9 Marcellus 10–60 0–4 22,5 9 3–50 5,1 10 New Albany 28–47 2,1–5,1 17 6 0,5–2,5 7,71 11 Ohio 42,7 11,1 36 6,9 7–80 7,04 12 Woodford 48–74 3–10 16 5 0–5 11,5
Sumber: Alzahabi & Soliman (2019)
2.2.2 Karakteristik
shale hydrocarbon
Indonesia
Shale Hydrocarbon yang ada di Indonesia tersebar di berbagai wilayah, potensi terbesarnya antara lain Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Sumatera dengan jenis Lacustrine Shale yang didominasi Oil-Prone, Kalimantan dengan cekungan Kutei dan Tarakan
mempunyai Lacustrine Shale tebal yang memiliki potensi Minyak dan Gas (EIA, 2015). Karakteristik reservoir Shale Gas ditunjukkan pada Tabel 2.4 dan Shale Oil pada Tabel 2.5.
Universitas Pertamina - 9 Tabel 2.4. Karakteristik Reservoir Shale Gas di Indonesia
Basin/Gross Area Central Sumatera (36.860 mi2) South Sumatera (45.170 mi2) Kutei (35.840 mi2) Tarakan (7.510 mi2) Bintuni (15.200 mi2) Shale Formation Brown Shale Talang
Akar Balikpapan Naintupo Meliat Tabul
Aifam
Group
Geologic Age Paleogene Eocene -
Oligocene Mid. – U. Miocene L. Miocene Mid. Miocenne U. Miocene Permian
Depositional Environment Lacustrine Lacustrine Lacustrine Lacustrine Lacustrine Lacustrine Marine
Prospective Area (𝐦𝐢𝟐) 4.700 15.490 1.630 1.010 880 510 3.340 Thickness (ft) Organically Rich 295 918 900 750 1.000 1.500 1.000 Net 266 367 450 375 400 600 500 Depth (ft) Interval 6.560 – 10.496 3.300 – 8.000 3.300 – 15.000 6.600 – 16.000 3.300 – 13.120 3.300 – 6.600 5.000 – 15.000 Average 8.530 7.000 9.000 11.500 10.000 5.000 9.500
Reservoir Pressure Normal Normal Highly
Overpress. Normal Normal Normal Normal
Average TOC (wt. %) 6 5 4 5 3 3 1,5
Thermal Maturity (% Ro) 0,8 0,7 0,7 1,5 1,15 0,7 1,5
Clay Content Medium High High High High High Low
Gas Phase
Assoc. Gas
Assoc.
Gas Assoc. Gas Dry Gas Wet Gas
Assoc.
Gas Dry Gas
GIP Concentration
(Bcf/𝐦𝐢𝟐) 19,6 25 62,1 170,7 142,3 37,3 213,8
Risked GIP (Tcf) 41,5 67,8 16,2 34,5 25,1 3,8 114,3
Risked Recoverable (Tcf) 3,3 4,1 1,3 5,2 3,8 0,2 28,6
Universitas Pertamina - 10 Tabel 2.5. Karakteristik Reservoir Shale Oil di Indonesia
Basin/Gross Area Central Sumatera (36.860 mi2) South Sumatera (45.170 mi2) Kutei (35.840 mi2) Tarakan (7.510 mi 2)
Shale Formation Brown Shale Talang Akar Balikpapan Meliat Tabul
Geologic Age Paleogene Eocene -
Oligocene Mid. – U. Miocene Mid. Miocenne U. Miocene
Depositional Environment Lacustrine Lacustrine Lacustrine Lacustrine Lacustrine
Prospective Area (𝐦𝐢𝟐) 4.700 15.490 1.630 880 510 Thickness (ft) Organically Rich 295 918 900 1.000 1.500 Net 266 367 450 400 600 Depth (ft) Interval 6.560 – 10.496 3.300 – 8.000 3.300 – 15.000 3.300 – 13.120 3.300 – 6.600 Average 8.530 7.000 9.000 10.000 5.000
Reservoir Pressure Normal Normal Highly
Overpress.
Normal Normal
Average TOC (wt. %) 6 5 4 3 3
Thermal Maturity (% Ro) 0,8 0,7 0,7 1,15 0,7
Clay Content Medium High High High High
Oil Phase Oil Oil Oil Wet Gas Oil
OIP Concentration (MMbbl/𝐦𝐢𝟐) 32,8 50,2 64,7 7,1 103,7
Risked OIP (B bbl) 69,4 136,2 16,9 1,3 10,6
Risked Recoverable (B bbl) 2,77 4,09 0,68 0,04 0,32
Sumber: EIA (2015)
Tabel 2.6. Data Porositas dan Permeabilitas Formasi Brown Shale
Sampel
Permeabilitas Porositas Grain Dens
mD % gr/cc
A 1,27 13,02 2,506
B 0,04 5,8 2,424
Universitas Pertamina - 11 Sampel
Permeabilitas Porositas Grain Dens
mD % gr/cc D 0,1 8,36 2,393 E 0,1 9,52 2,427 F 0,13 8,86 2,386 G 0,09 8,41 2,376 H 7,65 10,71 2,405 I 0,08 8,15 2,422 J 0,73 8,08 2,369 K 0,08 8,72 2,465 L 0,08 7,88 2,372 M 0,14 7,79 2,417 N 0,1 7,4 2,37 O 0,08 7,32 2,392 P 0,36 6,61 2,454 Q 0,09 5,32 2,405 R 0,09 5,88 2,369 S 0,06 4,76 2,412
Sumber: Sukhyar & Fakhruddin (2013)
Tabel 2.7. Determinasi Komposisi Batuan Formasi Brown Shale
No . S a mpe l CLAY MINERALS CARBONATE MINERALS OTHER MINERALS TOTAL % % % % S M E C TIT E ILLITE K A O LIN IT E C HLO R ITE C A L C IT E D O LO M ITE S ID E R IT E Q U A R TZ K - F E LD S F A R PLA G IO C LA S E PYR IT E C LA Y C A R B O N A TE O THE R 1 A 0 11 23 0 6 0 25 35 0 0 0 34 31 35 2 B 0 5 22 0 40 0 8 21 0 0 4 27 48 25
Universitas Pertamina - 12 No . S a mpe l CLAY MINERALS CARBONATE MINERALS OTHER MINERALS TOTAL % % % % S M E C TIT E ILLITE K A O LIN IT E C HLO R ITE C A L C IT E D O LO M ITE S ID E R IT E Q U A R TZ K - F E LD S F A R PLA G IO C LA S E PYR IT E C LA Y C A R B O N A TE O THE R 3 C 0 5 16 0 40 0 4 30 0 0 5 21 44 35 4 D 0 5 15 0 52 0 4 20 0 0 4 20 56 24 5 E 0 8 26 0 20 0 10 36 0 0 0 34 30 36 6 F 0 4 10 0 48 0 4 30 0 0 4 14 52 34 7 G 0 3 6 0 66 0 4 18 0 0 3 9 70 21 8 H 0 6 12 0 41 0 5 30 2 0 4 18 46 36 9 I 0 35 17 0 0 0 3 41 1 3 0 52 3 45 10 J 0 5 12 0 50 0 5 28 0 0 0 17 55 28 11 K 0 6 12 0 50 2 0 30 0 0 0 18 52 30 12 L 0 5 7 0 43 1 5 35 0 0 4 12 49 39 13 M 0 3 7 0 60 0 4 23 0 0 3 10 64 26 14 N 0 2 2 0 95 0 0 1 0 0 0 4 95 1 15 O 0 6 12 0 12 5 10 53 0 0 2 18 27 55 16 P 0 0 0 0 97 0 0 1 0 0 2 0 97 3 17 Q 0 8 16 0 6 0 17 50 0 0 3 24 23 53 18 R 0 4 10 0 60 0 8 10 0 0 8 14 68 18 19 S 0 5 12 0 52 6 0 20 0 0 5 17 58 25
Universitas Pertamina - 13
2.3
Teknologi Pengembangan
2.3.1 Pengeboran
Awal masa eksplorasi dan ekspoitasi minyak bumi, pengeboran dilakukan dengan membentuk sumur vertikal. Kemudian, sekitar tahun 1920, pengeboran terarah mulai digunakan dalam proses produksi minyak bumi.
Zendehboudi & Bahadori (2017), mengatakan bahwa pengeboran terarah dapat didefinisikan sebagai pengontrol arah, sudut, dan deviasi dari arah vertikal sumur untuk mencapai target atau lokasi yang spesifik di bawah tanah. Tipe pengeboran ini juga dilakukan karena banyak alasan yang lain.
Tiga tipe primer dari pengeboran sumur terarah yang termasuk di dalamnya sumur horizontal, sumur multilateral, dan sumur extended-reach. Sumur Horizontal ditunjukkan pada ilustrasi Gambar 2.4, yaitu sumur yang memiliki sudut tinggi dengan inklinasi yang lebih besar dari 80°. Sumur horizontal memainkan peran paling penting dalam formasi Shale.
Batuan dengan jenis permeabilitas rendah yang terlihat dalam tipe reservoir ini mengandung sejumlah besar gas, yang berpotensi untuk dapat diekstrak dari ruang pori yang kecil. Untuk merangsang produkstivitas dari area ini, perusahaan biasanya melakukan pengeboran secara horizontal kemudian dikombinasikan dengan teknik Hydraulic Fracturing untuk menghasilkan permeabilitas buatan (Zendehboudi & Bahadori, 2017).
Fluida pengeboran yang digunakan untuk formasi Shale umumnya merupakan fluida berjenis Oil-Based Mud, karena memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh jenis
Water-Based Mud. Keunggulan Oil-Based Mud adalah dapat meningkatkan kualitas pelumasan, bertindak sebagai shale inhibition, meningkatkan kemampuan pembersihan, dan memiliki kemampuan untuk menahan panas yang lebih baik. Namun, Oil-Based Mud
memiliki dampak yang tidak baik untuk lingkungan, beberapa diantaranya adalah mengandung Polynuclear aromatic hydrocarbons, beracun, biodegradability, dan potensi
bioaccumulation. Sehingga, dikembangkan Synthetic-Based Mud yang memiliki Gambar 2.4. Ilustrasi Sumur Horizontal (Zendehboudi & Bahadori, 2017)
Universitas Pertamina - 14 kemampuan yang sama dengan Oil-Based Mud namun memiliki dampak lingkungan yang lebih baik (Zendehboudi & Bahadori, 2017).
2.3.2 Stimulasi sumur
Salah satu teknik stimulasi sumur untuk meningkatkan perolehan minyak dan gas merupakan
Hydraulic
Fracturing atau dikenal juga dengan Fracking, yaitu cara menciptakan rekahan pada formasi batuan menggunakan fracturing fluids yang diinjeksikan dengan tekanan yang tinggi. Metode yang optimal apabila diaplikasikan pada reservoir shaledengan nilai permeabilitas yang rendah, yaitu kurang dari 10 mD. Umumnya, proses
hydraulic fracturing dibagi menjadi tiga fase. Pertama, fase injeksi fracturing fluids ke dalam formasi dengan laju alir yang cukup tinggi, reologi properti fluida yang telah direncanakan, untuk dapat menghasilkan tekanan yang lebih tinggi dari compressive stresses
bumi dan tensile strength dari formasi batuan, sehingga dapat terjadi rekahan. Fase kedua yaitu injeksi fluida lanjutan pada rekahan, tujuan dari fase ini adalah untuk menghasilkan peningkatan pada lebar dan panjang rekahan. Fase terakhir yaitu penambahan proppant ke dalam fluida yang diinjeksikan, dengan tujuan menahan rekahan untuk dapat kembali tertutup ketika tekanan sudah berkurang. Penambahan proppant juga meningkatkan permeabilitas dari formasi dan menghasilkan aliran minyak yang dapat diproduksikan (Zendehboudi & Bahadori, 2017).
Pengembangan dari teknik Hydraulic Fracturing selanjutnya adalah dengan memperbanyak jumlah pelaksanaan Fracking pada satu zona lateral, sehingga tercipta beberapa rekahan sepanjang bagian sumur horizontal, teknik ini kemudian dikenal sebagai teknik stimulasi Horizontal Well Multi Stage Hydraulic Fracturing.
Gambar 2.5. Fracturing (Zendehboudi & Bahadori, 2017)
Universitas Pertamina - 15
Orientasi dari arah rekahan yang dibuat dan kemudian berkembang, selalu
tegak lurus dengan
minimum horizontal stress
. Orientasi rekahan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti tekanan
overburden
,
pore pressure
,
tectonic forces
,
poisson’s ratio
,
young’s modulus
,
fracture toughness
, dan kompresibilitas batuan.
Adapun jenis dari rekahan yang dapat dihasilkan oleh proses
hydraulic fracturing
,
dibagi menjadi
Longitudinal Fracture
dan
Transverse Fracture
(Belyadi
et al
.,
2017).
Transverse Fracture
merupakan kombinasi dari model panjang dan sempit,
teknik yang diterapkan pada formasi
Shale
.
Transverse Fracture
dibuat searah
dengan dengan
maximum horizontal stress
atau tegak lurus dengan
minimum
horizontal stress
. Sehingga, arah dari sumur horizontal yang dibuat, harus searah
mengikuti
minimum horizontal stress
.
Longitudinal Fracture
mengharapkan bentuk
dari rekahan yang besar, jenis rekahan ini dibuat dengan mengarah kepada
minimum
horizontal stress
atau tegak lurus dengan arah dari sumur horizontal yang mengarah
kepada
maximum horizontal stress
(Belyadi
et al
., 2017).
Proses stimulasi fracturing memerlukan peralatan dan material yang special berdasar kepada tipe sumur yang akan dibor. Umumnya di simpan dalam tangkipada well site, peralatan permukaan dapat terdiri dari beberapa unit pompa, blending units, tangki penyimpanan fluida perekah, tangki bahan kimia, pasokan proppant, peralatan tambahan, dan control monitoring units (Zendehboudi & Bahadori, 2017).
Universitas Pertamina - 16 Fluida perekah yang mengandung proppant dan additives dipompa ke dalam sumur dengan tekanan tinggi selama proses perekahan. Fungsi utama dari fluida perekah adalah untuk memperpanjang rekahan, mengalirkan proppant, dan bertindak sebagai pelumas selama proses perekahan (Zendehboudi & Bahadori, 2017).
Berdasarkan kepada beberapa parameter dasar reservoir, parameter penting termasuk permeabilitas formasi, stress contrast, conductivity requirements, serta mineralogi dan fluida formasi, karena fluida perekah mempunyai perilaku berbeda sebagai fungsi dari variable – variable ini. Rangkuman dari pertimbangan pemilihan fluida perekah ditunjukkan oleh tabel 2.8 (Holditch & Ma, 2016).
Tabel 2.8. Parameter Penentuan Fluida Rekah
Parameter Skenario Pertimbangan Rekomendasi Fluida
Permeabilitas Formasi
Low Leak-off to
formation decreased
Newtonian atau Fluida Well building
dengan low gel loading.
High Leak-off to
formation increased
Fluida Crosslink
dengan gel loading
yang lebih tinggi.
Stress Contrast Low Height growth
expected
Fluida viskositas rendah.
High Lower height /
Containment
Higher viscosity
atau gelled fluid. Gambar 2.8. Peralatan Fracturing (Zendehboudi & Bahadori, 2017)
Universitas Pertamina - 17
Parameter Skenario Pertimbangan Rekomendasi Fluida
Conductivity Requirements
Low Low Permeability /
Gas Wells
Newtonian atau Fluida viskositas rendah.
High High Permeability /
Multiphase Wells
Fluida Crosslink,
higher gel loading fluids, viscoelastic fluids, energized fluids. Mineralogi dan Fluida Formasi Swelling Clays / Emulsions Clay Swelling, emulsions, scale Gunakan surfactants dan nonemulsifying agents.
High Calcite Calcite persent Gunakan acid.
Sumber: Holditch & Ma (2016)
Fluida perekah dapat berupa water, foam, oil, acid, alcohol, emulsion, dan liquefied gases seperti carbon dioxide. Untuk formasi Shale, “slickwater” digunakan dengan fluida
viskositas dan zat penyangga yang rendah, dipompakan dengan laju alir yang tinggi untuk membuat rekahan yang sempit dan kompleks. Biasanya, komposisi Water-Based Fluid
terdiri dari air dengan sedikit kandungan proppant dan tambahan sangat sedikit additives
(Zendehboudi & Bahadori, 2017).
Menurut Zendehboudi & Bahadori (2017), additives yang digunakan untuk
hydraulic fracturing juga bergantung kepada kondisi dari sumur dan viskositas, friksi, dan kompatibilitas formasi, dan berperan sebagai fluid-loss control untuk fluida perekah. Golongan additives berdasarkan fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Biocide, untuk menghindari pertumbuhan bakteri.
Universitas Pertamina - 18 2. Buffer, untuk mengontrol pH.
3. Breaker, untuk mengurangi viskositas atau meningkatkan fluid retrieval.
4. Corrosion Inhibitor, untuk melindungi casing dan perlatan.
5. Crosslinker, untuk mendukung pembentukan gel dan meningkatkan viskositas.
6. Friction Reducer, untuk membentuk aliran laminar.
7. Gelling Agent, untuk mendukung pembentukan gel, viskositas untuk membawa proppant dari bawah permukaan, dan pengangkutan proppant
secara ideal.
8. Scale Inhibitor, untuk menghindari endapan dari mineral scalings pada
casing atau wellhead.
9. Surfactant, untuk emulsifikasi dan salinity tolerance.
Secara umum, ringkasan dari kategori, komposisi utama, tujuan, dan kegunaan umum lainnya dari setiap komposisi pada fluida perekah ditunjukkan oleh tabel 2.9.
Tabel 2.9. Komposisi Fluida Perekah
Kategori Komposisi Utama Tujuan Kegunaan Lain
Water 95.5 % Meningkatkan panjang fracture dan mengantarkan pasir. Landscapping dan Manufacturing. Sand Menjaga rekahan tetap terbuka. Penyaring air minum, pasir mainan, beton, dan lesung bata.
Other 0.5 %
Acid Hydrochloric atau
Muriatic Acid Membantu melarutkan mineral dan memulai rekahan pada batuan.
Bahan kimia dan pembersih kolam renang.
Antibacterial Agent Glutaraldehyde
Mengeliminasi bakteri pada air yang menghasilkan korosif sebagai produk sampingan.
Disinfektan, sterilisasi untuk peralatan medis dan gigi.
Universitas Pertamina - 19
Kategori Komposisi Utama Tujuan Kegunaan Lain
Breaker Ammonium
Persulfate
Memungkinkan untuk breakdown of the gel yang
tertunda.
Pewarna rambut, disinfektan, pembuatan plastik rumah tangga.
Corrosion Inhibitor N,N-dimethyl formamide
Mencegah korosi pada pipa.
Obat – obatan, serat akrilik, dan plastik.
Crosslinker Borate Salts
Mempertahankan viskositas fluida saat suhu meningkat. Deterjen, sabun tangan, dan kosmetik.
Sumber: Zendehboudi & Bahadori (2017)
Salah satu faktor penting pada setiap kegiatan fracturing adalah tipe dari proppant
yang digunakan. Tanpa proppant di dalam formasi, formasi akan kembali menutup sebagai akibat dari tekanan overburden. Pemompaan tanpa proppant akan menghasilkan nilai Initial Production yang bagus, namun produksi akan menurun secara dramatis dan sumur akan menjadi tidak ekonomis untuk waktu yang lama sebagai akibat dari tidak adanya proppant
yang menjaga rekahan tetap terbuka. Beberapa tipe proppant yang digunakan pada kegiatan
hydraulic fracturing ditampilkan pada tabel 2.10 (Belyadi et al., 2017).
Tabel 2.10. Tipe Proppant
Tipe Proppant Closure Pressure (psi)
Sand Up to 6.000
Precured Resin-Coated Sand 6.000 – 8.000
Curable Resin-Coated Sand 6.000 – 8.000
Intermediate-Strength Ceramic Proppant 8.000 – 12.000
Lightweight Ceramic Proppant 6.000 – 10.000
High-Strength Proppant Up to 20.000
Sumber: Belyadi et al. (2017)
2.4
Multiple Fractures Initial Production
2.4.1 Kuppe & Settari 1998
Menurut Kuppe & Settari (1998), hubungan empiris yang menentukan peningkatan produktivitas dari rekahan pada sumur horizontal, dimulai dengan persamaan aliran linear
Universitas Pertamina - 20 dari sumur horizontal dengan deretan infinite conductivity fractures, sebagaimana persamaan
Productivity Index (Mukherjee & Economides, 1991) yang telah diajukan. Dengan mengasumsikan jarak 2 kali anatara rekahan, aliran ke setiap rekahan diperkirakan dengan:
q ΔP
=
0,001127(2kh )(2Xfh) μBx (2.1) Dimana: qΔP : Productivity Index, bbl / day / psi
kh : Permeabilitas Horizontal, mD
Xf : Fracture Half Length, ft
h : Ketebalan, ft
μ : Viskositas, cp
B : Formation Volume Factor, bbl/STB
x : Jarak antara fracture dengan no-flow boundary
Asumsi yang digunakan pada persamaan (2.1) adalah bahwa fluida mengalir normal menuju fracture face secara linear. Asumsi aliran linear sangat tidak memerhatikan efek
fracture end, terutama untuk panjang rekahan yang lebih pendek ketika aliran pseudo-radial
mendominasi. Karena itu, produktivitas sesungguhnya harus lebih tinggi, karena mencakup juga aliran fluida secara pararel menuju fracture face. Sehingga, berdasarkan persamaan (2.1) yang kemudian dimodifikasi agar sesuai dengan kondisi Pseudo-steady State, menjadi:
q ΔP
=
0,001127(2kh )(2Xfh)C
μBx
+ PI
nf (2.2)Dimana:
C : Faktor Koreksi untuk Kondisi PSS
PInf : Productivity Index non-fractured Well
Persamaan (2.2) hanya merepresentasikan perkiraan kasar. Sehingga, untuk menjadikannya lebih akurat, persamaan tersebut dikalikan dengan non-linear term, yang merupakan fungsi dari fracture half length. Bentuk dari non-linear term adalah sebagai berikut:
D = η + αXfd+ θX2fd+ λX3fd (2.3)
Dimana:
D : Non-linear Term
η : First Coefficient of the Polynomial Correction Term α : Second Coefficient of the Polynomial Correction Term θ : Third Coefficient of the Polynomial Correction Term
Universitas Pertamina - 21 λ : Fourth Coefficient of the Polynomial Correction Term
Xfd : Dimensionless Fracture Half Length
Nilai dari η kemudian disesuaikan dengan nilai Xfd, sehingga:
η = (
η0,05−10,05
) X
fd+ 1
untuk Xfd ≤ 0,05 (2.4)η = η0,05 untuk Xfd ≥ 0,05 (2.5)
Sehingga, persamaan empiris final yang telah dimodifikasi menjadi:
q ΔP
= (
0,001127(2kh )(2Xfh)C
μBx
+ PI
nf) × D
(2.6)Adapun nilai – nilai koefisien yang digunakan untuk solusi empiris ditampilkan pada tabel 2.11., yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.11. Koefisien Solusi Empiris
Term. Single Fract. Three Fract. Five Fract. Seven Fract.
C poly 2,3316 – 0,024836k + 0,00026062k^2 – 1,2829e-6k^3 1,5514 – 0,011630k + 0,00021149k^2 – 1,2734e-6k^3 1,6721 – 0,015495k + 0,00035024k^2 – 2,2240e-6k^3 1,5433 – 0,007390k + 0,00013432k^2 – 7,885e-7k^3 α poly -0,1000 + 0,006324k + 1,6595e-5k^2 – 5,725e-7k^3 -0,6300 + 0,018444k – 0,00043036k^2 + 2,7348e-6k^3 -2,0236 + 0,027019k – 0,00065918k^2 + 4,2812e-6k^3 -2,7873 + 0,003921k – 2,0695e5k^2 + 5,79e-8k^3 θ poly 1,6787 – 0,024161k + 0,00016310k^2 – 6,078e-7k^3 2,5276 – 0,044078k + 0,00093111k^2 – 5,7816e-6k^3 5,4892 – 0,063846k + 0,00146191k^2 – 9,3269e-6k^3 7,1272 – 0,018051k – 2,3149e-4k^2 – 1,2394e-6k^3 λ poly -1,3556 + 0,017561k – 0,00015199k^2 + 6,836e-7k^3 -1,9785 + 0,026139k – 0,00051766k^2 + 3,1575e-6k^3 -3,6679 + 0,035429k – 0,00016575k^2 + 4,8053e-6k^3 -4,5551 + 0,013063k – 1,87085e4k^2 + 1,0356e-6k^3 η poly 1,01445 1,0768 1,14853 1,17907 k = 1 mD PInf = 0,7 C 2,307 1,54 1,657 1,536 α -0,3402 -0,6257 -1,9972 -2,78339 θ 1,6547 2,4844 5,42678 7,10939 λ -1,3382 -1,9529 -3,63325 -4,54225 k = 10 mD PInf = 7,0
Universitas Pertamina - 22
Term. Single Fract. Three Fract. Five Fract. Seven Fract.
C 2,108 1,455 1,55 1,482 α -0,28198 -0,49958 -1,81501 -2,75009 θ 1,45279 2,1741 4,98758 6,96861 λ -1,19452 -1,76574 -3,3854 -4,44217 k = 50 mD PInf = 35,0 C 1,580995 1,339498 1,495005 1,410995 α -0,03134 -0,45557 -1,7854 -2,63573 θ 0,80242 1,92872 4,78581 6,64846 λ -0,7721 -1,57103 -3,2102 -4,24024 k = 100 mD PInf = 69,7 C 1,171358 1,229986 1,401043 1,358963 α 0,11185 -0,36811 -1,63222 -2,54422 θ 0,28579 1,64924 4,39683 6,39763 λ -0,43585 -1,38373 -2,97726 -4,08407
Sumber: Kuppe & Settari (1998)
2.4.2 Hegre & Larsen 1994
Produktivitas dari Stimulated Horizontal Well dengan Multiple Transverse Fractures telah diestimasi dengan memartisikan area pengurasan kedalam sektor N, masing – masing dikuras oleh satu rekahan. Dengan segmen reservoir sepenuhnya ditembus oleh sumur horizontal (Hegre & Larsen, 1994). Adapun persamaan Productivity Index (Guo & Evans, 1993)adalah:
PI
hf=
q p̅−pwf=
2πkhN μB (1 3cosh −1[cosh( πb 2aN) sin(πxfa ) ]+ kh 2kfwfln( 4Af eγCAfrw2)) (2.7) Dimana:PI : Productivity Index, bbl/day/psi
q : Laju Alir, BOPD
p̅ : Tekanan Rata – rata, psi
Universitas Pertamina - 23
k : Permeabilitas, mD
h : Ketebalan, ft
N : Number of Fracture
µ : Viskositas, cp
B : Formation Volume Factor, RB/STB
b : Reservoir Legth, ft
a : Reservoir Width, ft
xf : Fracture Half Length, ft
kf : Permeabilitas Rekahan, mD
wf : Lebar Rekahan, ft
Af : Fracture Area
e : Vertical Distance Between the Axis of a Horizontal Well and The Middle of Reservoir Thickness, ft
γ : Konstanta Eksponensial Euler, 1.781
CAf : Vertical Fracture Shape Factor rw : Wellbore Radius, ft
2.5
Model Kurva Penurunan
Menurut Tan et al. (2018), pada dasarnya model DCA merupakan regresi untuk data produksi historis. Sebagaimana teknik eksplorasi dan produksi yang semakin berkembang, banyak kemudian dilaksanakan proses pengeboran sumur. Produktivitas sumur pada masa awal umumnya akan mengalami penurunan yang signifikan dan melambat seiring waktu. Ralph Arnold menjadi salah satu pelopor yang pertama kali menerapkan teknik analisis data ini untuk memperkirakan cadangan minyak.
Dua puluh tahun yang lalu, estimasi cadangan minyak dihitung secara umum dengan menghitung isi batuan reservoir seperti ketebalan, luas, dll., dengan menebak saturasi dan persentase recoverable oil, dan akhirnya mendapatkan perkiraan kasar atas informasi yang diinginkan. Saat ini, berkat banyaknya data yang tersedia dan kesempurnaan metode perhitungan, hasil yang lebih akurat diperoleh. Jika diketahui produksi dari suatu periode tertentu, produksi bertahun – tahun mendatang dan totalnya dapat dihitung dengan akurasi yang luar biasa, dan bisa mendapatkan recoverable reserve untuk sumur tersebut dan sekitarnya (Arnold, 1923).
Arnold tidak secara spesifik menggunakan terminology “Decline Curve Analysis”,
tapi “Great Mass of Data” dan “Methods of Computation”. Namun, ide pokoknya adalah
Arnold telah memperkenalkan konsep DCA, yaitu “Forecast the Production” yang
Universitas Pertamina - 24
2.5.1
Arps decline model
Arps decline model (Arps, 1945)merupakan sebuah model klasik dan simpel. Model ini mengasumsikan aliran boundary-dominated, sehingga tidak tepat apabila akan digunakan untuk kalkulasi reservoir nonkonvensional seperti Shale Hydrocarbon. Hal ini disebabkan oleh, kebanyakan dari sumur shale gas sangat jarang mencapai aliran boundary-dominated, dan akibatnya perhitungan akan menjadi overestimate. Secara matematis, merupakan konsep dari loss-ratio (1/D) dan derivatif dari loss-ratio (b), dimana D dan b merupakan decline parameter dan decline exponent. Ketika b=0 maka model kurva merupakan eksponensial, b=1 model kurva penurunan harmonik, dan 0<b<1 model kurva penurunan hiperbolik. Persamaan Arps kemudian diekspresikan dengan:
1 D
= −
q (dqdt) (2.8)b =
d dt(
1 D) = −
d dt(
q dq dt) ; 0 ≤ b ≤ 1
(2.9)Persamaan empiris dari model eksponensial, dengan nilai b = 0 adalah:
q = q
ie
−Dt (2.10)Ketika nilai b = 1, sehingga kurva penurunan menjadi harmonik dengan persamaan:
q =
qi(1+bDit) (2.11)
Pada kasus analisa performa sumur Horizontal Shale, biasanya menggunakan model hiperbolik (Shelley et al., 2012). Keuntungan dari penggunaan model hiperbolik untuk Shale
adalah biasanya didapatkan kurva penurunan yang masuk akal untuk performa sumur yang dikategorikan long transient flow regimes (Duong, 2010), maka persamaan (Arps, 1945) menjadi:
q = qi( 1 + bDit)−
1
b (2.12)
Dimana:
q : Laju Alir, BOPD
D : Konstanta Penurunan, 1/day
Di : Initial Decline Constant, 1/day qi : Initial Rate, BOPD
t : Waktu Produksi, day
2.5.2
Stretched exponential production decline model
Valko & Lee (2010) mengajukan model Stretched Exponential Production Decline Model (SEPD) degan asumsi laju produksi memenuhi konsep pengurangan Stretch Exponential. Persamaan yang diajukan (Valko & Lee, 2010):
q = q
ie
−(t τ)
n
Universitas Pertamina - 25
Dimana:
q : Laju Alir, BOPD
qi : Initial Rate, BOPD
τ : Characteristic Time Constant
n : Exponent
Tan et al. (2018) mengatakan bahwa model SEPD memodelkan aliran lebih ke transien daripada Boundary-dominated, dan membutuhkan waktu produksi yang lama untuk secara akurat memperkirakan parameter τ dan n. Kemudian, Ahmed (2019) berpendapat bahwa model SEPD pada perkiraan produksi di lapangan Bakken menunjukkan hasil yang paling konsisten dengan minimum eror.
2.5.3
Duong model
Model Duong membahas aliran fracture-dominated pada reservoir shale, berbeda dari model konvensional yang membahas aliran dengan asumsi area pengurasan yang memiliki permeabilitas matriks yang baik, pseudo-radial, dan aliran boundary-dominated
(Delaihdem, 2013). Model Duong diperkenalkan dengan berdasar kepada satu aturan yang diturunkan secara empiris, yaitu log-log plot dari q
Np vs t yang membentuk garis lurus.
Persamaan (Duong, 2011) adalah:
q
Np
= at
−m (2.14)
Dengan persamaan untuk performa laju produksi (q) adalah:
q = q
1t
−me
1−ma (t 1−m−1)(2.15)
Dimana:
a : Intersep pada persamaan 2.14, day−1
m : Slop pada log-log plot
q : Oil Rate, BOPD
t : Waktu Produksi, day
q1 : Oil Rate @Hari 1, BOPD
Ahmed (2019) mengatakan bahwa model Duong bagus digunakan untuk waktu yang panjang dengan data produksi yang minim gangguan, karena apabila performa produksi berubah akibat dari adanya proses workover atau well services, maka hasil perkiraan akan menjadi sangat over estimated.
Universitas Pertamina - 26
2.6
Keekonomian
2.6.1 Kontrak pengusahaan migas
Migas adalah sumber daya alam milik masyarakat (common property resources) yang pengelolaannya berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat 2&3, Migas dikuasai oleh negara dan harus dimanfaatkan sebesar – besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk mengelola migas, pihak ketiga dapat melakukan kerjasama dengan pemerintah melalui kontrak kerjasama yang pada dasarnya adalah kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) berdasarkan Pasal 12 UU No.8 tahun 1971, mulai tahun 1964 – 1977 pada production sharing contract generasi I (Partowidagdo, 2002).
Mulai tahun 2017, berdasarkan UU No.22 tahun 2001 dan Permen ESDM No.8 tahun 2017 digunakan KKS Gross Split dengan harapan bisa mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan efisien, mendorong kontraktor dan industri penunjang untuk lebih efisien, mendorong bisnis proses kontraktor hulu migas (KKKS) dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, dan mendorong KKKS untuk mengelola biaya operasi dan investasi dengan berpijak kepada sistem keuangan korporasi bukan negara.
Universitas Pertamina - 27 Penentuan Contractor Split/Share sebelum pajak dipengaruhi oleh Base Split,
Variable Split, dan Progressive Split. Base Split untuk minyak adalah 57% Pemerintah dan 43% untuk kontraktor, dan untuk gas adalah 52% dan 48% kontraktor. Variable Split
ditampikan pada tabel 2.12 dan tabel 2.13 menampilkan Progressive Split.
Tabel 2.12. Variable Split
Karakteristik Koreksi Bagian Kontraktor
(%)
Status Lapangan POD I 5
POD II dst 3
No. POD 0
Lokasi Lapangan Onshore 0
Offshore (0<h≤20 m) 8 Offshore (20<h≤50 m) 10 Offshore (50<h≤150 m) 12 Offshore (1500<h≤1000 m) 14 Offshore (>1000) 16 Kedalaman Reservoir ≤ 2.500 m 0 > 2.500 m 1 Well Developed 0
Universitas Pertamina - 28
Karakteristik Koreksi Bagian Kontraktor
(%) Ketersediaan
Infrastruktur Pendukung
New Frontier Offshore 2
New Frontier Onshore 4
Kondisi Reservoir Konvensional 0
Non Konvensional 16 Kandungan C02 (%) <5 0 5≤ x <10 0,5 10≤ x <20 1 20≤ x <40 1,5 40≤ x <60 2 x ≥60 4 Kandungan H2S (ppm) <100 0 100≤ x <1.000 1 1.000≤ x <2.000 2 2.000≤ x <3.000 3 3.000≤ x <4.000 4 x ≥4.000 5
Berat Jenis Minyak (API) < 25 2 ≥ 25 0 Tingkat Komponen Dalam Negeri (%) <30 0 530≤ x <50 2 50≤ x <70 3 70≤ x <100 4
Tahapan Produksi Primer 0
Sekunder 6
Tersier 10