• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan Masyarakat Tutuala

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan Masyarakat Tutuala"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan

Masyarakat Tutuala

Pendahuluan

Tutuala merupakan salah satu sub distrik dari distrik Lautem yang terletak paling ujung Timur di pulau Timor dengan memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata. Tutuala memiliki ekologi yang besar di negara Timor Leste, keindahan alam di pantai dan laut yang masih sangat indah dan bersih serta pemandangan alam yang indah di mana hutan lindung yang masih terdapat keasliannya. Selanjutnya, kondisi sosial budaya penduduk Tutuala sebagai masyarakat yang berbahasa Fataluco64 yang kaya dan unik, memiliki

dimensi ritual yang sangat penting bagi penduduk lokal Tutuala. Masyarakat lokal Tutuala juga masih memiliki kepercayaan yang kuat pada kekuatan nenek moyang mereka serta kepercayaan akan alam yang memiliki pengaruh kuat pada kehidupan sehari-hari.

Sub distrik Tutuala dipilih dalam topik penelitian ini, disebabkan karena wilayah ini memiliki daya tarik wisata, sering dikunjungi oleh wisatawan asing maupun wisatawan lokal serta LSM Haburas telah mengadakan kerjasama dengan masyarakat lokal di Tutuala dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Sosialisasi kegiatan pariwisata oleh LSM Haburas bagi masyarakat lokal di Tutuala dilakukan sejak tahun 2003 sampai dengan 2005. Melalui pembentukan kelompok koperasi Valusere bagi masyarakat lokal di Tutuala. Koperasi ini dibentuk dengan tujuan untuk melindunggi ekologi, mempertahankan nilai-nilai sosial budaya

(2)

dan meningkatkan ekonomi rakyat. Masyarakat lokal yang dulunya bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani mulai dikenalkan kegiatan pariwisata oleh LSM Haburas. Hal ini tampak dari bergesernya matapencaharian masyarakat lokal di Tutuala dalam bidang pertanian dan nelayan menjadi pengusaha jasa dalam penyewaan akomodasi dan restoran serta menyediakan usaha kios. Masyarakat nelayan memanfaatkan pariwisata berbasis masyarakat dengan menyediakan transportasi laut bagi para tamu.

Pada bab ini penulis akan memaparkan temuan empiris di lapangan mengenai pariwisata berbasis komunitas bagi kehidupan masyarakat lokal di Tutuala. Dengan adanya pariwisata berbasis komunitas di Tutuala maka masyarakat lokal dapat melakukan beberapa jenis usaha. Jenis-jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat lokal di Tutuala berupa usaha akomodasi dan restoran, usaha kios serta masyarakat nelayan menyediakan jasa transportasi laut bagi wisatawan. Disamping itu akan dibahas pula permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat lokal di Tutuala dalam usaha pariwisata berbasis komunitas.

Kondisi Wilayah Tutuala

Sub distrik Tutuala terletak dua puluh tujuh kilometer dari ibu kota distrik Lautem. Perjalanan menuju Tutuala dengan menggunakan kendaraan bermotor kurang lebih satu jam sepuluh menit dari ibu kota Lautem. Sub distrik Tutuala merupakan daerah yang memiliki dataran rendah dan terletak 361 meter diatas permukaan laut.

Luas wilayah sub distrik Tutuala adalah tiga ratus sepuluh kilometer persegi. Sub distrik ini terbagi menjadi dua desa yakni desa Tutuala yang letaknya paling ujung di pulau Timor dan terdiri dari empat dusun. Desa ini sangat indah dengan latar belakang hutan lindung yang masih asli. Hutang yang ada di wilayah ini belum mengalami kehancuran jika dibandingkan dengan wilayah lain di Timor Leste. Desa yang lain adalah desa Mehara yang terbagi ke dalam

(3)

tiga dusun. Kedua desa ini termasuk dalam wilayah hutan lindung berdasarkan regulasi UNTAET65 No. 19 tahun 2000. Pulau Jaco

merupakan sebuah pulau yang secara administratif berada dibawah desa Tutuala dan sub distrik Tutuala. Pulau jaco adalah sebuah pulau yang memiliki kekayaan ekologi. Sampai saat ini pulau tersebut tidak ada penghuni dan bebas dari kegiatan masyarakat. Wisatawan dapat berkunjung ke pulau Jaco dalam waktu yang singkat yaitu kurang dari satu hari serta tidak boleh ada kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan secara fisik di pulau ini. Tentu saja wisatawan tidak boleh tinggal di pulau Jaco karena menurut budaya masyarakat lokal di Tutuala bahwa pulau tersebut adalah tempat sakral.

Sub distrik Tutuala masih memperlihatkan kehidupan yang masih tradisional, baik dilihat dari kehidupan sehari-hari, adat istiadat penduduk lokal, kehidupan sosial budaya serta interaksi antara manusia dengan alam sekitarnya. Jumlah penduduk sub distrik Tutuala berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 adalah sebanyak 3.836 jiwa. Yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 1.853 jiwa dan perempuan sebanyak 1.983 jiwa. Sub distrik Tutuala terbagi menjadi dua desa dan masing-masing desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang disebut dengan chefe Suco. Desa Tutuala terbagi menjadi empat dusun atau biasa disebut dengan Aldeia yang dipimpin oleh seorang kepala dusun atau disebut chefe Aldeia.

Usaha Penginapan (Akomodasi)

Koperasi Valusere memulai program pembangunan fisik pada tahun 2006. Bangunan pertama yang didirikan adalah penginapan atau bungalow tradisional. Proses pembangunan akomodasi melibatkan seluruh anggota koperasi di dampingi oleh 2 orang anggota LSM Haburas. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembangunan berupa

65 UNTAET : United Nation Transition Administration in Esat Timor. Atau merupakan

(4)

bahan lokal yang ada di wilayah Tutuala. Masing-masing kelompok diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengumpulkan bahan bangunan berupa bambu, kayu, daun lontar. Struktur koperasi bertugas untuk mengecek bahan-bahan bangunan yang telah dikumpulkan oleh masing-masing kelompok. Jika terdapat kelompok yang membawa bahan bangunan yang tidak berkualitas, maka ketua koperasi Valusere memberitahukan kepada anggota kelompok tersebut untuk mengantikan dengan bahan-bahan yang berkualitas. Masing-masing kelompok mengumpulkan bahan lokal berdasarkan barang yang dimiliki oleh mereka.

Setelah bahan bangunan dikumpulkan semua, proses berikutnya adalah membangun pondok penginapan. Pada tahap ini anggota koperasi bekerja sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. Dua orang anggota yakni saudara Juviano dan saudara Nus sebagai tukang untuk mendirikan penginapan. Mereka berdua telah mengikuti pelatihan kerajinan bambu selama satu bulan di Baucau. Setelah mereka menggikuti pelatihan tersebut, kemampuan yang dimiliki kemudian dipraktekkan untuk membangun penginapan di pantai Valu. Anggota LSM Haburas yang mendampingi koperasi Valusere di Tutuala merasa bangga dengan keterampilan dari kedua anggota koperasi tersebut. Walaupun hanya mengikuti pelatihan satu bulan, akan tetapi mereka benar-benar memanfaatkan pelatihan tersebut bagi pengembangan usaha di Tutuala.

Anggota koperasi bekerja secara bersama-sama (komunal) dalam membangun penginapan. Tujuh kelompok yang tergabung dalam anggota koperasi Valusere menyapkan konsumsi sendiri. Masing-masing kelompok membawa bekal untuk keperluan satu minggu di lokasi pembangunan. LSM Haburas memfasilitasi anggota koperasi dengan menyediakan sayur, lauk serta bumbu. Selama proses pembangunan berlangsung, semua anggota koperasi menetap di lokasi pembangunan. Hal ini disebabkan oleh jarak tempuh dari rumah mereka ke pantai Valusere adalah 8 km. Berjalan kaki dari rumah ke lokasi membutuhkan 2 sampai dengan 3 jam perjalanan. Akhirnya

(5)

selama pembangunan berlansung dapat meningkatkan ikatan kerjasama yang baik antara sesama anggota koperasi. Penginapan tradisional yang dibangun sebanyak 5 pondok. 4 pondok kecil memiliki kapasitas 2 orang per pondok, sehingga 4 pondok tersebut memiliki kapasitas untuk 8 orang. Sebuah pondok dibangung memanjang, dibagi menjadi 2 kamar besar. Masing – masing kamar memiliki kapasitas 3 orang dan 4 orang. Sehingga kedua kamar tersebut dapat digunakan bagi para pengunjung rombongan. Pondok tradisional yang dibangun tersebut memiliki kapasitas untuk 15 orang tamu. Namun demikian koperasi valusere masih memiliki tenda untuk disewakan bagi para tamu yang berkunjung dalam jumlah yang melebihi kapasitas kamar.

Anggota kelompok koperasi menyelesaikan bangunan penginapan pada tahun 2006. Penginapan tersebut memiliki jenis kamar standar, ukuran kecil dengan fasilitas terbatas. Penginapan ini juga sebagai tempat tinggal sementara yang mencerminkan pola kehidupan masyarakat Tutuala yang tinggal jauh dari kota dan keramaian. LSM Haburas menyediakan fasilitas yang dipakai bagi kebutuhan penginapan. Beberapa fasilitas yang disediakan oleh LSM Haburas adalah tempat tidur dengan kasur yang sederhana, bantal, sprei dan rak kecil untuk menimpang barang. Fasilitas kamar mandi dan toilet berada terpisah dari penginapan. Toilet memiliki dua jenis yakni kloset duduk dan kloset jongkok dengan penyediaan air yang bisa digunakan. Dengan demikian, koperasi Valusere menyewakan kamar kepada tamu yang berkunjung ke Tutuala dan pulau Jaco dengan standar yang sanggat sederhana yang mencerminkan kehidupan masyarakat lokal di ujung pulau Timor. Produk yang dihasilkan oleh anggota koperasi Valusere dalam pengelolaan penginapan adalah kamar tidur dengan perlengkapan yang sederhana, kamar mandi dan toilet serta jasa laundry bagi tamu yang menginap lebih dari 3 hari dan membutuhkan jasa laundry. Produk lainnya adalah kondisi lingkungan yang alami dan menyenangkan, rasa bersahabat, sopan santun, jujur serta rasa hormat dari para anggota koperasi.

(6)

Gambar 5.1. Penginapan Koperasi Valusere. Foto tanggal 6 Februari 2015.

Gambar 5.2. Penginapan koperasi Valusere (bagian interior). Foto tanggal 6 Februari 2015.

Pengelolaan penginapan oleh anggota koperasi Valusere melalui sistem komunal. Semua anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pengelolaan penginapan. Terdapat 7 kelompok di dalam koperasi Valusere yang melakukan rotasi kerja. Setiap kelompok mengelola penginapan selama satu minggu. Kelompok yang bertugas untuk mengelola penginapan diorganisir oleh ketua kelompok. Anggota kelompok yang bertugas untuk mengelola penginapan wajib

(7)

berada di lokasi penginapan selama masa tugasnya. Sehingga mereka harus tingalkan keluarga untuk melakukan kegiatan pengelolaan penginapan di pantai Valusere.

Masing-masing kelompok memiliki struktur organisasi dalam mengelola penginapan. Struktur kelompok tersebut terdiri dari ketua kelompok, yang memiliki tanggung jawab untuk mengorganisir anggota kelompok dalam melaksanakan pengelolaan penginapan agar supaya kegiatan tersebut berjalan dengan baik. Sekretaris bertugas untuk mencatat semua kebutuhan yang diperlukan dalam pengelolaan penginapan, meniapkan absensi bagi para anggota yang sedang bertugas. Bendahara memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan biaya yang diperlukan maupun biaya masuk dari hasil pendapatan penginapan. Melalui struktur kelompok yang sederhana ini, dapat membantu anggota kelompok koperasi dalam pengelolaan penginapan yang baik serta membantu memfasilitasi mereka untuk melakukan laporan mingguan kepada struktur koperasi Valusere maupun kepada angota kelompok lain yang menganti dalam pengelolaan penginapan. Dengan demikian seluruh kegiatan yang dilakukan oleh anggota kelompok selama satu minggu di lokasi memiliki laporan yang lengkap dan transparan. Berbagai jenis transaksi uang masuk dan uang keluar serta kehadiran anggota tercatat dengan rapi sehingga dapat terjamin transparan dalam pengelolaan penginapan.

Tiap – tiap anggota koperasi memiliki tugas dalam kegiatan pengelolaan penginapan di pantai Valusere. Kegiatan utama dalam usaha penginapan ini adalah menyewakan kamar kepada tamu. Kamar yang disewakan adalah empat buah kamar dengan masing-masing kamar memiliki kapasitas untuk dua orang tamu dilengkapi dengan dua buah tempat tidur masing-masing berukuran single. Terdapat pula sebuah kamar tidur yang luas dilengkapi dengan dua buah tempat tidur berukuran single dan doule untuk tiga orang tamu. Adapun satu kamar tidur yang juga dilengkapi dengan dua buah tempat tidur yang berukuran double. Dengan demikian anggota koperasi yang sedang bertugas untuk mengelaola penginapan memiliki tugas untuk

(8)

meniapkan kamar bagi tamu, membersihkan kamar yang telah digunakan oleh tamu, mengantikan serta mencuci kain yang telah digunakan oleh tamu. Adapun tugas lain yang dilakukan oleh anggota koperasi adalah membersihkan kamar mandi sehingga tetap dalam keadaan yang bersih. Mengumpulkan dan membersihkan berbagai jenis sampah yang ditingalkan oleh wisatawan.

Terdapat tiga jenis tarif kamar pada penginapan koperasi Valusere. Tarif untuk empat buah kamar yang dilengkapi dengan dua buah tempat tidur single sebesar US$ 20 per malam atau setara dengan Rp. 260.000,-. Untuk kamar yang dilengkapi dengan sebuah kamar tidur single dan sebuah kamar tidur double dikenakan tarif sebesar US$ 30 per malam atau setara dengan Rp. 390.000. Sedangkan kamar lain yang dilengkapi dengan dua buah kamar tidur double dikenakan tarif sebesar US$ 40 per malam atau setara dengan Rp. 520.000. Adapun tenda dengan fasilitas tempat tidur ukuran double yang disewakan untuk tamu yang ingin menginap di tempat terbuka dikenakan tarif sebesar US$ 10 per malam atau setara dengan Rp. 130.000. Koperasi Valusere juga memberikan kelongaran bagi tamu untuk menambahkan tempat tidur di kamar namun tidak memungut biaya tambahan. Wisatawan yang datang ke lokasi penginapan dan membawa tenda sendiri dapat menggunakan lokasi di sekitar penginapan dengan bebas, anggota koperasi tidak memungut biaya serta dapat mengunakan kamar mandi yang disediakan oleh anggota koperasi. Hal ini disebabkab oleh budaya sosial dari masyarakat Tutuala yang masih tinggi.

Pengelolaan Restoran

Salah satu kebutuhan bagi wisatawan yang berkunjung ke pantai Valusere adalah kebutuhan akan makan dan minum. LSM Haburas melihat bahwa untuk meningkatkan pendapatan anggota koperasi Valusere maka perlu disediakan pula sebuah restoran dan kios bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan. Untuk membuka usaha

(9)

restoran dan kios, maka langkah awal yang dilakukan oleh anggota koperasi Valusere adalah membangun restoran dan kios serta dapur agar kegiatan pengelolaan dapat berjalan dengan baik. Fungsi daripada restoran dan kios adalah melaksanakan penjualan makanan dan minuman. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan restoran dan kios adalah melaksanakan usaha pengembangan produk makanan dan minuman, merencanakan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik tamu untuk makan dan minum di restoran tersebut, membeli bahan-bahan kebutuhan penyediaan makanan dan minuman, melakukan penympanan bahan-bahan makanan dan minuman, menyajikan makanan dan minuman bagi para tamu.

Proses pembangunan fisik untuk kebutuhan restoran masih sama dengan proses pembangunan penginapan. Metode yang digunakan dalam pembangunan fisik adalah metode partisipatif dari semua anggota yang terlibat dalam koperasi Valusere. Pada tahap ini bangunan fisik yang dibangun oleh anggota koperasi berupa sebuah bangunan untuk kebutuhan restoran dan kios. Disamping itu untuk mendukung restoran dapat berjalan dengan baik dan efektif, maka anggota koperasi juga membangun sebuah gudang untuk kebutuhan penimpanan bahan-bahan, sebuah dapur, tempat cuci peralatan makan dan memasak. Karena lokasi penginapan jauh dari perumahan anggota koperasi maka dibangun juga sebuah penginapan bagi anggota koperasi yang bertugas untuk mengelola penginapan, restoran dan kios.

Fasilitas perlengkapan dapur dan restoran dibantu oleh LSM Haburas bagi anggota koperasi Valusere. Bangunan fisik untuk restoran, dapur, tempat cuci serta penginapan untuk anggota koperasi valusere selesai dibangun pada akhir tahun 2006. LSM Haburas membantu anggota koperasi Valusere dalam penyediaan fasilitas perlengkapan dapur, restoran serta air bersih. Jenis perlengkapan restoran yang dibantu oleh LSM Haburas berupa alas lantai yang terbuat dari kain. Karena lantai terbuat dari bambu dan kayu sehingga membutuhkan alas agar nyaman bagi pengunjung. Adapun bantal sebagai alas duduk, meja makan serta alas yang dipakai pada meja

(10)

makan dibantu oleh LSM Haburas. Fasilitas perlengkapan dapur yang digunakan untuk memasak, alat-alat yang dipakai untuk makan dan minum dipersiapkan juga oleh LSM Haburas.

Air bersih merupakan kebutuhan pokok bagi anggota koperasi Valusere dalam pengelolaan penginapan dan restoran. Di lokasi penginapan dan restoran tidak terdapat persediaan air bersih. Dalam penyediaan air bersih ini, LSM Haburas mendatangkan ahli pengebor air dari Dili untuk membantu menyediakan air bersih bagi Koperasi Valusere. Alat yang digunakan untuk mengebor air bersih didatangkan juga dari Dili. Lokasi pengeboran air bersih berjarak 300 meter dari pantai dan sekitar 1 Km dari usaha penginapan dan restoran koperasi Valusere. Namun demikian, air bersih yang didapat tersebut terkontaminasi dengan air laut sehingga tidak bisa digunakan untuk memasak dan minum. Akan tetapi air tersebut dapat membantu anggota koperasi Valusere untuk kebutuhan toilet dan kamar mandi, kebutuhan laundry serta dapat digunakan untuk kebutuhan dapur.

Kegiatan yang dilakukan oleh anggota koperasi dalam pengelolaan restoran dan usaha kios. Seluruh anggota koperasi memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengelola usaha restoran. Sama halnya dengan pengelolaan penginapan, usaha restoran juga dikelola oleh tujuh kelompok yang tergabung dalam koperasi Valusere. Masing-masing kelompok memiliki tugas mengelola restoran selama satu minggu. Para anggota koperasi yang bertugas akan membagi tugas dan tanggung jawab menurut keahliannya. Ketua kelompok memberikan pembagian tugas bagi anggota kelompoknya. Selama pengelolaan restoran, ketua kelompok akan bertanggung jawab sepenuhnya bagi anggota kelompok serta mengorganisir dengan baik sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Tugas dan tanggung jawab yang dilakukan dalam pengelolaan restoran adalah memasak makanan sesuai dengan pesanan tamu, menyajikan makanan kepada tamu, membersihkan serta meniapkan alat masak dan alat makan, meniapkan air bersih untuk kebutuhan memasak, menyediakan kayu bakar yang digunakan untuk memasak. Anggota

(11)

kelompok yang bertugas memasak makanan adalah mereka yang telah menggikuti pelatihan kuliner dan pintar dalam menyediakan beberapa jenis makanan. Pada dasarnya setiap kelompok memiliki anggota kelompok yang pintar masak. Anggota lain yang tidak bertugas untuk menyediakan makanan, secara bergilir melakukan tugas menyediakan air bersih. Anggota kelompok berjalan kaki 6 km mengambil air bersih untuk kebutuhan memasak. Dari jam 3 pagi mereka sudah mulai berangkat dari lokai penginapan untuk mengambil air di daerah Pitileti. Masing-masing orang bisa mengambil air 20 liter, baik anggota kelompok laki-laki maupun perempuan. Mereka membutuhkan satu setengah jam perjalan dari lokasi penginapan ke sumber mata air. Sehingga menyapkan kebutuhan air bersih untuk memasak harus berjalan kaki 12 km dan waktu yang dibutuhkan adalah 3 jam. Anggota kelomok yang tidak bertugas untuk mengambil air, akan melakukan kegiatan lain berupa: membersihkan kamar mandi, mencari kayu bakar, memasak makanan dan melayani tamu. Mencari kayu bakar untuk kebutuhan memasak menempuh jarak antara satu sampai dua kilometer. Kayu bakar yang diambil adalah jenis kayu yang telah jatuh dan sudah kering. Anggota koperasi dilarang keras serta tidak diperkenankan untuk memotong dan mengambil kayu dari pohon. Berbagai tugas dan tanggung jawab tersebut akan dilakukan secara rotasi sehingga semua anggota kelompok akan mendapatkan giliran untuk melaksanakan tugas. Dengan demikian akan menciptakan keadilan bagi semua anggota kelompok dalam mengelola restoran dan penginapan yang dimiliki bersama.

Anggota koperasi Valusere dalam menyediakan jenis-jenis makanan sesuai dengan pilihan wisatawan. Menu yang disediakan pada restoran tersebut terdiri dari menu tradisional dan menu modern. Jika ada wisatawan yang ingin menikmati menu tradisional maka akan disiapkan. Jenis makanan tradisional terdiri dari jagung titi yang direbus, sambal khas Tutuala (mechi)66, ikan saboko67, tokir68. Jenis

(12)

makanan moderen yang disediakan antara lain: sea food (sup ikan, ikan bakar, ikan goreng, kepiting, suntu, cumi-cumi), calderada69, beef, sup

ayam, ayam goreng, ayam bakar. Berbagai jenis makanan tersebut disediakan sesuai dengan musim dan keadaan sehingga wisatawan yang berkunjung juga akan memesan makanan sesuai dengan menu yang ada pada saat itu. Koperasi Valusere memberikan kebebasan kepada tamu untuk membeli ikan dari nelayan kemudian anggota koperasi menyediakan jasa untuk memasak sesuai dengan keinginan tamu. Biaya yang dikenakan untuk jasa memasak sebesar lima dolar.

Gambar 5.3. Jenis makanan tradisional yang dapat disediakan di Restoran koperasi Valusere. Foto tanggal 6 Februari 2015.

lokal maupun asing yang senang dengan sambal tersebut, bahkan ada wisatawan lokal yang membeli sambal tersebut sebagai oleh-oleh karena dapat disimpan lebih lama.

67 Ikan saboko adalah salah satu jenis ikan bakar. Sebelum dibakar, ikan tersebut diberi

bumbu kemudian di taruh didalam daun lontar baru dibakar dengan demikian bumbu yang digunakan tersebut akan terserap.

68 Tokir adalah masakan tradisional. Berbagai jenis masakan tersebut menggunakan

bambu, baik memasak nasi maupun lauk menggunakan bambu.

(13)

Gambar 5.4. Menu Tradisional. Foto tanggal 6 Februari 2015.

Bahan-bahan mentah kebutuhan memasak disediakan oleh masing-masing kelompok yang akan mengelola penginapan dan kios. Kelompok yang bertugas untuk mengelola restoran dan penginapan meniapkan bahan baku yang akan digunakan selama seminggu. Cara pembelian bahan makanan ini dilakukan secara minguan, bahan makanan yang dibeli tidak dalam jumlah yang besar. Orang yang ditugaskan untuk membeli bahan makanan di pasar adalah bendahara kelompok dengan seorang anggota kelompok. Barang-barang tersebut dibeli di distrik Lospalos yang berjarak 27 km dari Tutuala, sehingga untuk melakukan pembelian barang dibutuhkan pula biaya trans-portasi. Bahan makanan yang dibeli di pasar adalah bahan lokal dan bahan impor. Setiap bendahara kelompok mendapatkan biaya belanja dari bendahara umum yang akan digunakan untuk membeli bahan baku. Setelah selesai belanja maka bendahara kelompok akan memberi-kan nota belanja serta sisa biaya kepada bendahara umum. Setiap pengeluaran yang tidak memiliki nota, maka bendahara kelompok melakukan catatan pengeluaran serta besarnya biaya yang digunakan.

Bahan baku yang telah dibeli oleh bendahara kelompok akan dikumpulkan di rumahnya. Pada hari minggu siang akan melakukan pergantian kelompok untuk mengelola usaha penginapan dan restoran

(14)

di pantai Valusere. Anggota kelompok akan berkumpul di rumah bendahara agar melakukan pembagian tugas untuk membawa barang-barang yang telah dibeli ke lokasi penginapan dan restoran. Anggota kelompok yang tidak kebagian tugas untuk membawa barang maka mereka akan mengambil air bersih untuk kebutuhan memasak. Dengan demikian semua anggota kelompok yang berangkat ke lokasi memiliki tugas dan tanggung jawab untuk membawa kebutuhan restoran dan kios yang akan digunakan selama mereka melakukan pengelolaan tersebut.

Pergantian kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam melaksanakan pengelolaan usaha penginapan, restoran maupun kios. Masing-masing kelompok melakukan rotasi pengelolaan selama seminggu yakni dari hari senin sampai dengan hari minggu. Pada hari minggu siang adalah pergantian kelompok satu dengan kelompok lainnya. Sebelum pergantian, anggota kelompok yang telah menye-lesaikan tugasnya melaporkan semua kegiatan yang telah dilakukan selama seminggu kepada struktur koperasi Valusere serta kelompok yang akan mengelola usaha tersebut. Anggota kelompok lama akan menyampaikan pendapatan dan pengeluaran yang telah dilakukan selama proses pengelolaan tersebut. Pendapatan yang diperoleh dari usaha penginapan dan usaha restoran dilaporkan tersendiri, pendapatan yang diperoleh dari usaha kios dilaporkan tersendiri. Oleh karena pendapatan dari usaha penginapan dan restoran akan dibagikan kepada anggota koperasi, pendapatan dari usaha kios digunakan untuk meningkatkan modal usaha. Pendapatan bersih yang diperoleh dari hasil kegiatan tersebut diberikan kepada bendahara koperasi Valusere untuk disimpan di brankas koperasi. Sehingga setiap rapat pergantian kelompok selalu dihadiri oleh ketua serta bendahara koperasi Valusere agar melakukan catatan untuk persiapan rapat bulanan.

Salah satu jenis usaha yang dilakukan oleh koperasi Valusere adalah usaha kios. Jenis usaha ini dilakukan oleh koperasi Valusere agar meningkatkan modal usaha mereka. LSM Haburas membantu koperasi Valusere menyediakan barang-barang kios untuk dijual

(15)

kepada wisatawan yang berkunjung ke pantai Valu dan pulau Jaco. Usaha kios ini juga membantu para nelayan di sekitar lokasi penginapan yang membutuhkan. Jenis usaha ini sangat membantu wisatawan dan para nelayan untuk memenuhi kebutuhan mereka, oleh karena lokasi wisata pantai Valu dan pulau Jaco berjarak 8 km dari perumahan penduduk di Tutuala. jenis-jenis barang yang dijual adalah minuman ringan, aqua, makanan ringan seperti biskuit, rokok, minuman beralkohol. Masing-masing kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengelola kios tersebut. Hasil pendapatan yang diperoleh dari usaha kios disimpang tersendiri sebagai penambahan modal bagi koperasi Valusere. Penghasilan yang diperoleh tidak dibagikan kepada anggota kelompok akan tetapi digunakan untuk membeli kembali barang-barang yang dibutuhkan dalam peningkatan usaha koperasi Valusere.

Rapat Anggota dan Sistim Pembagian Keuntungan

Anggota koperasi melakukan rapat anggota selama empat kali setiap satu tahun. Rapat pertama yang dilakukan adalah rapat mingguan. Rapat ini dilakukan oleh anggota kelompok dengan tujuan mengadakan handover. Pada rapat ini, struktur dari kelompok yang telah melakukan kegiatan pengelolaan menyampaikan hasil kerjanya selama satu minggu kepada struktur koperasi Valusere maupun struktur kelompok yang akan mengantikan pengelolaan usaha koperasi Valusere. Pada rapat ini hanya melibatkan struktur kelompok yang telah mengelola usaha, struktur kelompok yang akan mengantikan dalam mengelola usaha serta struktur koperasi Valusere. berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan usaha dapat didiskusikan oleh struktur kelompok dengan struktur koperasi Valusere agar dapat diselesaikan oleh orang-orang yang duduk di struktur kelompok maupun struktur koperasi.

Rapat anggota koperasi tiap tiga bulan. Rapat ini dilaksanakan setiap empat kali setahun yakni, pada bulan Maret, Juni, September

(16)

dan Desember. Rapat yang diadakan setiap tiga bulan melibatkan semua anggota koperasi Valusere. Agenda rapat adalah melakukan evaluasi kerja, mengadakan analisis bisnis, membagi keuntungan kepada seluruh anggota koperasi. Didalam rapat ini, semua anggota memiliki hak untuk menyampaikan pendapat.

Rapat anggota semesteran yang diadakan dua kali tiap tahun. Rapat ini direalisasikan setiap bulan April dan bulan Oktober. Agenda penting yang didiskusikan pada rapat ini adalah melakukan evaluasi kegiatan usaha koperasi Valusere. Tiap-tiap anggota kelompok menyampaikan permasalahan maupun kendala yang dihadapi dalam proses pengelolaan koperasi. Struktur koperasi maupun anggota koperasi melakukan diskusi bersama untuk mencari solusi bagi permasalahan maupun kendala yang dihadapi tersebut.

Rapat tahunan untuk anggota koperasi Valusere dilaksanakan setiap tahun sekali. Rapat dilaksanakan pada bulan Desember sebelum tanggal 20. Struktur koperasi Valusere menyampaikan laporan pertanggungjawaban kegiatan koperasi Valusere. Laporan ini disampaikan kepada seluruh anggota koperasi secara terbuka atau transparan baik kegiatan bidang usaha maupun bidang keuangan. Laporan tersebut juga berupa seluruh proses kegiatan yang telah berjalan mulai dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tiap tahun. Seluruh anggota koperasi dapat berpartisipasi aktif dalam memberikan saran, kritik maupun ide untuk rencana kerja koperasi pada periode yang akan datang dapat berjalan dengan lancar. Bahasa yang digunakan dalam rapat adalah bahasa daerah Fataluku sebab seluruh anggota koperasi Valusere merupakan masyarakat lokal Tutuala.

Melalui rapat anggota koperasi yang diadakan setiap tiga bulan sekali dapat dimanfaatkan untuk membagi hasil keuntungan kepada seluruh anggota koperasi. Pada rapat tersebut anggota koperasi Valusere memperoleh informasi mengenai hasil pendapatan dari kegiatan pengelolaan penginapan, restoran dan kios. Anggota koperasi yang tidak mengerti dan masih ragu mengenai pendapatan yang

(17)

diperoleh tersebut dapat ditanyakan langsung kepada bendahara umum koperasi Valusere maupun struktur koperasi. Keputusan untuk membagi bersarnya pendapatan hasil usaha koperasi melalui rapat anggota tiap tiga bulan.

Pendapatan yang diperoleh dari usaha penginapan dan usaha restoran dibagikan kepada anggota koperasi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan oleh anggota koperasi dalam mengelola usaha koperasi Valusere. Kewajiban anggota koperasi adalah kerja rutin yang telah dilakukan melalui kelompok masing-masing. Para anggota koperasi yang tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak hadir dalam mengelola usaha koperasi maka pendapatan yang diperoleh akan dikurangi sesuai dengan tingkat kehadirannya. Dalam rapat tersebut masing-masing ketua kelompok melaporkan tingkat kehadiran anggota kelompoknya. Untuk memotong pendapatan anggota kelompok yang tidak hadir diputuskan melalui rapat tersebut. Orang-orang yang berada dalam struktur koperasi maupun anggota biasa memperoleh pendapatan yang sama atau pembagian hasil usaha sama rata sehingga tidak ada diskriminasi terhadap anggota koperasi.

Sistem pembagian keuntungan yang dilakukan oleh koperasi Valusere sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan. Sebelum membagikan pendapatan tersebut, bendahara koperasi valusere melaporkan besarnya keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha koperasi selama periode waktu tiga bulan. Dengan demikian anggota koperasi akan menyampaikan pendapat secara demokratis dalam rapat tersebut sehingga dapat menghindari timbulnya konflik. Proses pembagian keuntungan tersebut dilakukan secara transparan oleh pengurus koperasi kepada seluruh anggota koperasi yang terlibat. Jumlah pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha koperasi sebesar 25% disimpan untuk meningkatkan modal usaha koperasi. Keuntungan yang dibagikan kepada anggota koperasi Valusere sebesar 75%. Sedangkan hasil pendapatan yang diperoleh dari usaha kios tidak akan dibagikan kepada anggota koperasi namun disimpan sebagai modal usaha koperasi Valusere. Seluruh anggota koperasi Valusere

(18)

memperoleh pendapatan dari usaha pengelolaan penginapan maupun restoran setiap tiga bulan sekali.

Kegiatan Pemandu Wisata

Masyarakat lokal yang tergabung dalam koperasi Valusere berasal berbagai latar belakang pendidikan. Mulai dari anggota koperasi yang tidak berpendidikan, tidak lulus sekolah dasar sampai dengan mereka yang menyelesaikan pendidikan menengah atas atau sekolah teknik yang setingkat dengan sekolah menengah atas. Anggota koperasi Valusere yang memiliki tugas sebagai pemandu wisata ditentukan melalui rapat anggota koperasi dengan catatan bahwa mereka yang menyelesaikan sekolahnya di tingkat sekolah menengah atas atau setingkat. Anggota koperasi memilih mereka yang telah menyelesaikan sekolah menengah atas untuk pemandu wisata karena mereka telah belajar bahasa ingris sejak sekolah menengah pertama sampai dengan sekolah menengah atas.

Anggota koperasi Valusere dalam kerjasamanya dengan LSM Haburas sejak tahun 2003 telah mengikuti pelatihan dan telah diajarkan hal-hal yang menyangkut konservasi, ekologi, sejarah dan sosial budaya masyarakat lokal Tutuala. anggota koperasi yang bertugas dalam kegiatan pemandu wisata telah memiliki informasi mengenai lokasi wisata di Tutuala. Berbekal pada pengetahuan yang telah diajarkan tersebut serta pengetahuan mengenai berbagai sejarah lokasi wisata di Tutuala, mereka dapat menjadi pemandu wisata maupun asisten peneliti bagi wisatawan yang melakukan penelitian di wilayah Tutuala. Dalam melaksanakan tugasnya, pemandu wisata di Tutuala berada di bawah koordinasi koperasi Valusere.

Jenis pelatihan lain yang dilakukan bagi para pemandu wisata di koperasi Valusere adalah kursus bahasa ingris. Empat orang anggota koperasi Valusere yang bertugas sebagai pemandu wisata mengikuti kursus bahasa ingris di Dili pada tahun 2008 selam tiga bulan. Kursus tersebut difasilitasi oleh LSM Haburas untuk mempersiapkan anggota

(19)

koperasi Valusere dalam kegiatan pemandu wisata. Setelah selesai mengikuti kursus bahasa ingris selama tiga bulan, mereka memperoleh sertifikat dan sudah bisa berkomunikasi dalam bahasa ingris. Namun demikian, tiga orang anggota koperasi Valusere selain bapak Mario yang telah mengikuti kursus tersebut memilih keluar dari anggota koperasi Valusere karena mereka mendapatkan pekerjaan lain di distrik Lospalos dan memperoleh pendapatan yang lebih baik dibandingkan dengan menjadi anggota koperasi Valusere. LSM Haburas juga mengutus bapak Mario melakukan studi banding di Bali pada tahun 2009. Pada saat itu LSM Haburas memfasilitasi kelompok masyarakat lokal di Maubisse dan Maubara untuk melakukan studi banding di Bali. LSM Haburas membeikan satu jatah kepada anggota koperasi Valusere untuk mengikuti studi banding tersebut. Karena bapak Mario yang bekerja sebagai koordinator untuk pemandu wisata maka koperasi Valusere mengutus beliau mengikuti studi banding agar dapat menerapkan cara-cara memandu wisatawan di Tutuala.

Kegiatan pemandu wisata yang dilakukan oleh anggota koperasi adalah mengantar wisatawan berkunjung ke tempat-tempat sejarah dan tempat wisata. Pemandu wisata menjelaskan seluk beluk wilayah Tutuala, sejarah, keadaan pantai, budaya, adat dan kebiasaan masyarakat lokal. Pemandu wisata juga menjelaskan keadaan ekologi, berbagai jenis kehidupan yang terdapat di Tutuala sampai pada kehidupan di Pulau Jaco. Wisatawan yang berkunjung ke Tutuala ingin mengetahui budaya Tutala, sehingga sebagai pemandu wisata memiliki pengetahuan mengenai budaya masyarakat lokal di Tutuala. Disamping itu, tempat yang sering di kunjungi oleh wisatawan dan membutuhkan pemandu wisata adalah gua Iri Kere-Kere. Gua tersebut memiliki jenis-jenis ukiran yang unik dan menurut cerita nenek moyang bahwa lukisan tersebut sudah ada sejak ribuan tahun. Lukisan-lukisan tersebut memiliki maknanya tersendiri berdasarkan cerita dari para leluhur. Berbagai lukisan yang terdapat di gua tersebut berjarak sekitar tiga sampai empat meter dari tanah. Potensi wisata lain yang dikunjungi oleh wisatawan dan membutuhkan jasa pemandu wisata adalah Pulai Jaco. Pulau tersebut terletak diujung pulau Timor, tidak ada orang yang

(20)

tinggal di pulau tersebut. Pulau Jaco terdapat berbagai jenis binatang darat maupun binatang laut. Untuk datang ke Pulau Tutuala maka membutuhkan transportasi laut berupa campang yang dimiliki oleh nelayan dan memiliki jarak tempuh sekitar enam sampi dengan sepuluh menit tergantung dari cuaca. Wisatawan yang berkunjung ke pulau Jaco dan menggunakan jasa pemandu maka biaya transportasi untuk pemandu dibayar oleh wisatawan. Pemandu wisata akan menjelaskan kepada wisatawan mengenai berbagai jenis binatang yang terdapat di pulau Jaco serta menjelaskan juga kenapa orang tidak bisa tinggal di Pulau tersebut. Melalui pengalaman dan ketrampilan sebagai pemandu wisata, mereka terlibat juga dengan kegiatan-kegiatan penelitian dengan membantu para peneliti yang melakukan penelitian di Tutuala. Kelompok mahasiswa dari Jepang yang datang berkunjung ke Tutuala pada tahun 2007 dipandu oleh guide dari anggota koperasi Valusere. Mereka menjelaskan kepada para mahasiswa tersebut mengenai keaneka ragaman hayati yang terdapat di Tutuala, sejarah dari situs yang terdapat di Tutuala serta budaya dan kebiasaan dari masyarakat lokal Tutuala.

Kegiatan sebagai pemandu wisata membawa manfaat bagi anggota koperasi. Manfaat yang didapat dari kegiatan guide ini berupa peningkatan pendapatan sampingan yang meningkat. Selain itu juga meningkatkan pula pengetahuan dan wacana anggota koperasi tentang masalah-masalah ekologi dan lingkungan. Pemandu wisata juga merasa bangga dan senang dapat melakukan interaksi dengan orang asing yang datang berkunjung ke wilayah mereka. Disamping itu mereka bisa meningkatkan bahasa inggris melalui interaksi yang dilakukan dengan para wisatawan yang berkunjung ke wilayah Tutuala.

Pariwisata Berbasis Masyarakat Bagi Kehidupan Masyarakat

Nelayan di Pantai Valu Tutuala

Pada saat Pemerintahan transisi PBB di Timor Leste antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2002, Tutuala hanyalah merupakan

(21)

sebuah desa tradisional dan masyarakat yang hidup di daerah Tutuala melakukan kegiatan pertanian dan nelayan secara tradisional. Penduduk di wilayah ini menggantungkan hidupnya di bidang pertanian dengan bercocok tanaman serta nelayan menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pendapatan masyarakat lokal di Tutuala dari hasil kegiatan menangkap ikan tidak stabil karena berbagai permasalahan yang dihadapi. Salah satu masalah yang dihadapi secara turun temurun adalah bahwa hasil penangkapan ikan tersebut harus dibawah dari lokasi penangkapan ikan di pingir pantai Valusere ke Tutuala dengan jarak delapan kilometer. Para nelayan tersebut membutuhkan waktu antara dua sampai dengan tiga jam untuk tiba di Tutuala. hasil tangkapan tersebut hanya dijual kepada penduduk lokal yang tinggal di wilayah Tutuala karena nelayan yang mau menjual hasil tangkapan ikan tersebut di distrik Lospalos maka membutuhkan transport publik untuk mengantar ikan tersebut ke Lospalos. Antara tahun 2000 sampai dengan 2002 jarang sekali terdapat transport publik dari desa ke kota sehingga ikan yang didapat tersebut hanya dapat dijual di wilayah Tutuala serta sisanya akan dikonsumsi maupun dikeringkan dengan sinar matahari agar dapat disimpan dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan oleh belum adanya penerangan listrik di wilayah Tutuala. Masalah lain yang dihadapi oleh para nelayan adalah alat yang digunakan untuk menangkap ikan masih tradisional. Mereka menggunakan sampan yang terbuat dari pohon yang besar dan tidak menggunakan mesin motor untuk membantu sampan tersebut berlayar. Secara tradisional masyarakat nelayan hanya mendayung sampan tersebut untuk mencari ikan di tengah laut. Dengan demikian maka jika cuacanya buruk dan gelombang laut tinggi mengakibatkan para nelayan tidak bisa melaut. Keadaan tersebut membuat para nelayan tidak memperoleh pendapatan sehingga kehidupan masyarakat nelayan menjadi terganggu.

Sejak tahun 2002 para nelayan di Tutuala mempunyai inisiatif sendiri untuk melakukan aktivitas nelayan sambil menjaga keamanan di pantai Valusere sampai dengan pulau Jaco. Para nelayan tersebut saling mengorganisir diri sendiri dan membagi tugas untuk melakukan

(22)

penjagaan keamanan di pantai Valusere Tutuala. Mereka melakukan penjagaan di pantai Valusere karena ada nelayan dari daerah lain yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Tutuala. Disamping itu orang-orang yang melakukan penangkapan ilegal tersebut juga mencuri barang-barang para nelayan yang disimpang di pantai Valusere. Biasanya para pencuri tersebut datang melakukan aktivitas pencurian pada malam hari setelah para nelayang pulang ke rumah mereka di Tutuala yang berjarak delapan kilometer. Barang yang pernah dicuri di pantai Valusere adalah motor Jhonson yang dipakai untuk berlayar beserta sampang. Masyarakat nelayan di Tutuala merasa kehilangan karena modal utama yang digunakan untuk mencari nafkah dicuri oleh orang-orang dari wilayah lain. Sejak jaman nenek moyan secara turun temurun, masyarakat lokal di Tutuala mayoritas adalah nelayan. Mereka melakukan aktivitas nelayan di pantai Valusere sampai di Pulau Jaco. Barang-barang kebutuhan nelayan hanya disimpan di pingir pantai Valusere dan tidak pernah hilang. Masyarakat lokal di Tutuala mempunyai keyakinan bahwa pingir pantai dan tempat-tempat sejarah adalah tempat sakral sehingga barang-barang yang disimpang di pingir pantai Valusere tidak akan dicuri oleh orang dan jika ada orang yang mencuri barang-barang mereka maka akan kena karma. Akan tetapi orang-orang dari daerah lain melakukan penangkapan ilegal di wilayah mereka serta mencuri barang-barang para nelayang yang disimpang di pinggir pantai Valusere sehingga masyarakat nelayan di Tutuala secara sukarela melakukan penjagaan di pantai Valusere. Sejak para nelayan melakukan penjagaan di pantai Valusere pada tahun 2002 sampai sekarang tidak ada lagi penangkapan ilegal dari daerah lain maupun barang-barang dari para nelayan yang hilang.

Sejak jaman nenek moyang masyarakat Tutuala sudah menjadi nelayan sehingga pada saat ini juga mereka memilih untuk tetap menjadi nelayan. Profesi ini dipilih oleh masyarakat lokal di Tutuala karena mereka terbiasa hidup di pantai sehingga memilih bertahan dengan usaha ini. Masyarakat nelayan di Tutuala juga merasa bahwa tidak ada lapangan kerja lain yang dapat menampung mereka untuk

(23)

bekerja mendapatkan penghasilan. Selain itu daerah mereka tidak cocok untuk melakukan kegiatan pertanian berupa pertanian lahan basah maupun lahan kering. Para nelayan juga merasa bahwa untuk melakukan kegiatan pertanian maupun peternakan maka membutuhkan proses yang panjang agar memperoleh pendapatan. Sehingga masyarakat memilih usaha nelayan sebagai sumber pendapatan bagi kehidupan sehari-hari karena mereka merasa bahwa pada pagi hari mereka melaut maka siang sampai sore hari sudah bisa pulang ke Tutuala untuk menjual hasil usaha tersebut. Dengan demikian dalam waktu yang singkat mereka sudah bisa memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan lain yang dibutuhkan. Namun usaha nelayan tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kegiatan menangkap ikan oleh masyarakat nelayan di Tutuala merupakan suatu kegiatan yang menjadi matapencaharian dan sandaran ekonomi keluarga. Kegiatan nelayan dalam menangkap ikan sangat dipengaruhi oleh cuaca sehingga pada musim-musim tertentu jika terjadi ombak besar akibat dari angin kencan maka nelayan tidak dapat melaut. Jika para nelayan tidak melakukan kegiatan melaut, maka pendapatan masyarakat nelayan menjadi terganggu sehingga kebutuhan dasar keluarga menjadi terganggu pula. Sehingga mereka mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan misalnya dengan cara meminjam barang di kios. Kadang para nelayan tersebut tidak mendapat pinjaman dari orang lain sehingga mereka berusaha keluar dari kesulitan yang dihadapi dengan cara mereka sendiri. Para nelayan di Tutuala melakukan kegiatan menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pada saat kebutuhan mereka tidak terpenuhi maka kehidupan mereka akan terganggu sehingga para nelayan tersebut mencari alternatif lain atau kerja sampingan agar meningkatkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Alternatif lain yang dilakukan oleh para nelayan di pantai Valusere adalah dengan menggunakan sampan yang dimiliki tersebut untuk mengantar para wisatawan berkunjung ke pulau Jaco maupun tempat lain yang ada di sekitar wilayah Tutuala. Oleh karena para wisatawan

(24)

yang ingin berkunjung ke pulau Jaco maka transportasi alternatif yang digunakan adalah transportasi laut berupa sampan yang hanya dimiliki oleh masyarakat nelayan di daerah tersebut.

Pada akhir tahun 2002, masyarakat nelayan di Tutuala mendapatkan bantuan sampan beserta motor Jhonson dari pemerintah pusat. Melalui kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan di daerah Tutuala. Bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat nelayan di Tutuala karena sejak jaman nenek moyang mereka secara turun temurun merupakan nelayan. Adapun faktor lain yang mendorong pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan di Tutuala karena ada nelayan dari wilayah lain yang datang mencuri ikan dengan menggunakan bom (granat) sehingga akan menghancurkan kehidupan di laut Tutuala. Dengan demikian maka, pemerintah pusat memberikan bantuan agar masyarakat nelayan di Tutuala dapat menggunakan bantuan tersebut untuk memenuhi kebutuhan maupun menjaga wilayah mereka dari orang-orang yang datang mencuri di daerah Tutuala.

Bantuan dari pemerintah tersebut diberikan kepada masyarakat nelayan yang telah mendirikan kelompok nelayan sebanyak tujuh belas kelompok. Para nelayan membentuk kelompoknya masing-masing serta memilih anggota kelompok sesuai dengan kehendak mereka. Setiap kelompok mempunyai anggota kelompok terdiri dari dua sampai dengan empat orang, satu kelompok yang memiliki anggota duabelas orang. Total anggota kelompok dari masyarakat nelayan dari tujuh kelompok adalah lima puluh dua orang. Dari tujuh belas kelompok tersebut memilih saudara Adriano da Costa sebagai ketua untuk masyarakat nelayan serta saudara Tito da Costa sebagai wakil ketua. Ketua dan wakil ketua masyarakat nelayan hanya memiliki tanggung jawab untuk mengorganisir setiap kelompok untuk melakukan rotasi penjagaan di pantai Valusere. Tiap-tiap kelompok menerima bantuan berupa sebuah sampan dilengkapi dengan sebuah motor Jhonson. para nelayan yang menjadi anggota kelompok memiliki

(25)

tanggungjawab untuk menjaga pantai. Kegiatan untuk melaut dan mencari ikan tidak diorganisir akan tetapi masing-masing kelompok dan anggota kelompok memiliki tanggung jawab sendiri untuk melakukan kegiatan tersebut. Hasil penangkapan ikan adalah milik pribadi dan dijual atau dikonsumsi sesuai dengan kehendaknya sehingga hasil pendapatan yang diperoleh dari seorang anggota tidak dibagikan kepada sesama anggota kelompok. Dengan demikian masyarakat nelayan tidak memiliki managemen yang baik dalam menggelola modal yang mereka miliki serta pendapat yang diperoleh dari hasil kegiatan melaut atau menangkap ikan. Oleh karena masyarakat nelayan tidak memiliki kemampuan dalam organisasi dan manajemen maka dari tujuh belas kelompok yang ada berkurang menjadi tiga belas kelompok. Empat kelompok yang sudah tidak aktif tersebut disebabkan oleh sampan dan motor Jhonson yang rusak. Mereka tidak memiliki simpanan kelompok maka terjadinya kerusakan pada sampan maupun mesin tidak ada dana serta tidak memiliki simpanan untuk memperbaiki sampan maupun mesin yang rusak. Para nelayan yang melakukan kegiatan menjaga pantai maupun mencari ikan bertanggung jawab sendiri terhadap bahan bakar yang digunakan. Sehingga jika sampan maupun mesin Jhonson rusak maka kelompok tersebut memilih keluar dan melakukan aktivitas lain karena mereka tidak dapat menjaga pantai maupun mencari ikan karena tidak ada dukungan modal.

Masyarakat nelayan yang masih memiliki sampan yang dilengkapi dengan motor Jhonson selain melakukan kegiatan menangkap ikan dan menjaga pantai mereka juga memanfaatkan sampan sebagai alat transportasi laut bagi wisatawan. Dengan adanya pariwisata di Tutuala memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat nelayan. Transportasi laut yang disediakan oleh masyarakat nelayan bagi wisatawan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di Tutuala. Mereka menyediakan jasa transportasi bagi wisatawan yang berkunjung ke pulau Jaco, melakukan kegiatan memancing, mengelilinggi pulau jaco serta melakukan perjalanan dari pantai Valusere ke pantai lain di wilayah Tutuala yang tidak dapat

(26)

dijangkau dengan transportasi darat dan tersedia pula jasa transportasi bagi wisatawan yang ingin melakukan perjalanan dari pantai Valusere menuju ke pantai Com. Tarif yang dikenakan untuk mengantar tamu ke lokasi wisata di Tutuala maupun pulau Jaco sesuai dengan lokasi yang akan dikunjunggi oleh wisatawan. Untuk melakukan perjalan dari pantai Valusere menuju ke pulau Jaco dan balik lagi ke pantai Valusere maka biaya yang dikenakan sebesar sepuluh dolar per orang. Tarif yang dikenakan bagi wisatawan yang melakukan kegiatan memancing diantara pantai Valusere dan pulau Jaco sebesar dua puluh dolar per orang. Kegiatan memancing yang dilakukan oleh wisatawan tidak dibatasi oleh waktu sehingga para wisatawan dapat melakukan kegiatan memancing sepuasnya. Bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke pantai Jhon dengan menggunakan jasa transportasi nelayan akan dikenakan biaya sebesar dua puluh dolar per orang. Tarif untuk mengantar wisatawan dari pantai Valusere menuju ke pantai Com dan kembali lagi ke pantai Valusere sebesar seratus dolar per orang. Masyarakat nelayan menyediakan jasa transportasi bagi wisatawan dikenakan tarif per orang dengan demikian walaupun hanya seorang wisatawan yang membutuhkan transportasi laut akan dibayar sesuai dengan tarif normal yang telah tersedia. Akan tetapi bagi para mahasiswa yang berkunjung ke Tutuala dan menggunakan jasa transportasi untuk berkunjung ke pulau Jaco maka biaya yang dikenakan adalah sebesar lima dolar per orang.

Sampan yang digunakan oleh para nelayan untuk mengantar tamu memiliki kapasitas muat sebanyak tujuh sampai dengan sepuluh orang. Gelombang laut normal maka para nelayan akan mengantar tamu maksimal tujuh orang bagi wisatawan yang memiliki berat badan besar dan sepuluh orang untuk wisatawan yang memiliki berat badan kecil. Akan tetapi jika gelomban laut tinggi maka para nelayan akan mengantar wisatawan dengan kapasitas antara empat sampai dengan enam orang. waktu tempuh dari pantai Valusere ke pulau Jaco antara lima sampai dengan enam menit pada saat gelombang laut normal, akan tetapi pada waktu gelombang laut tinggi maka waktu tempuh adalah sepuluh sampai dengan dua belas menit. Khusus untuk

(27)

mengantar tamu mengelilinggi pulau Jaco maka kapasitas muat hanya untuk empat orang meskipun gelombang laut normal, waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi pulau Jaco adalah tiga puluh menit sampai dengan satu jam. Bagi para wisatawan yang melakukan aktivitas memancing, para nelayan menggunakan sampan dengan muatan maksimum empat orang karena membutuhkan empat hingga lima jam berada di tengah laut untuk memancing.

Sistim yang diterapkan oleh masyarakat nelayan untuk mengantar wisatawan menuju ke lokasi wisata berdasarkan rotasi kelompok yang bertugas menjaga pantai. Masyarakat nelayan membagi tugas kepada masing-masing dua kelompok untuk menjaga pantai setiap hari minggu malam sampai dengan hari kamis pagi. Pada hari senin sampai dengan hari rabu, setiap ada tamu yang berkunjung ke Tutuala dan membutuhkan jasa transportasi laut maka kelompok yang menjaga pada saat itu yang memiliki hak untuk mengantar tamu. Hasil pendapatan yang diperoleh pada saat itu adalah mutlak bagi anggota kelompok yang menyediakan jasa transportasi untuk mengantar tamu. Pendapatan tersebut tidak dibagikan kepada anggota kelompok yang lainnya. Anggota kelompok yang bertugas menjaga pantai tetapi tidak ikut menjaga dan mengantar tamu maka anggota tersebut juga tidak punya hak untuk memperoleh hasil pendapatan tersebut. Setiap hari kamis sampai dengan hari minggu, semua anggota nelayan dari tiga belas kelompok tersebut mempunya hak yang sama untuk menjaga pantai serta mengantar tamu yang membutuhkan jasa transportasi laut. Hal ini dilakukan berdasarkan kesepakatan dari semua anggota kelompok nelayan karena mereka melihat bahwa pada hari kamis sampai dengan hari minggu banyak wisatawan yang berkunjung ke Tutuala dan membutuhkan jasa transportasi laut. Kegiatan nelayan pada hari kamis sampai dengan hari minggu dilakukan secara bersama dan pendapatan yang diperoleh juga dibagi sama rata bagi semua anggota kelompok yang hadir pada saat itu. Pendapatan yang diperoleh dari Kegiatan mengantar tamu mulai dari hari kamis sampai dengan hari minggu dikumpulkan menjadi satu. Pada hari minggu sore sebelum pulang ke rumah para nelayan membagikan hasil pendapatan

(28)

tersebut secara merata. Anggota kelompok nelayan yang tidak hadir pada hari kamis sampai dengan hari minggu tidak memperoleh pendapatan. Para nelayan juga memiliki kebebasan untuk menggunakan sampan mereka untuk mencari ikan pada hari kamis sampai dengan hari minggu. Hasil dari pada kegiatan melaut dan mencari ikan tersebut tidak dibagikan kepada sesama anggota akan tetapi hasil tersebut adalah milik pribadi dan dapat dijual ataupun dikonsumsi sendiri. Dengan demikian, masyarakat nelayan di Tutuala yang terbagi dalam tiga belas kelompok tersebut selain menggunakan sampan untuk melakukan kegiatan mencari ikan dan menjaga pantai, mereka juga meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga melalui penyediaan jasa transportasi laut bagi para wisatawan yang membutuhkan transportasi untuk melakukan kunjungan ke pulau Jaco, kegiatan memancing, mengelilinggi pulau Jaco maupun ingin berkunjung ke pantai lain di sekitar Tutuala yang tidak dapat dijangkau melalui transportasi darat.

Perkembangan koperasi Valusere di bidang usaha pariwisata membawa manfaat bagi kehidupan masyarakat nelayan di Tutuala. Wisatawan yang berkunjung ke Tutuala maupun pulau Jaco melalui LSM Haburas akan menggunakan sampan yang dimiliki oleh masyarakat nelayan di pantai Valusere untuk mengantar para wisatawan tersebut berkunjung ke pulau Jaco. Adapun para mahasiswa yang melakukan kunjungan studi pariwisata berbasis masyarakat di Tutuala dan melanjutkan turnya ke pulau Jaco tetap menggunakan jasa transportasi masyarakat nelayan dengan harga diskon sebesar lima puluh persen. Pendapatan nelayan dari melaut dan mencari ikan dijual kepada koperasi Valusere dengan harga yang sedikit lebih tinggi daripada harga jual bagi masyarakat lokal di wilayah Tutuala. Hasil penangkapan tersebut juga tidak dibawah lagi dari pantai Valusere ke Tutuala yang berjarak delapan kilometer akan tetapi melalui kerjasamanya dengan koperasi Valusere maka hasil penangkapan ikan tersebut didistribusikan di pantai Valusere melalui koperasi untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan. Dengan adanya koperasi

(29)

Valusere yang bergerak di bidang pariwisata dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan Tutuala.

Masyarakat nelayan dalam melakukan kegiatan nelayan maupun usaha jasa transportasi laut menghadapi hambatan atau permasalahan. Hambatan utama yang dihadapi pada penyediaan jasa transportasi bagi wisatawan adalah masalah bahasa. Masyarakat nelayan yang berada di tiap kelompok hanya satu atau dua orang yang bisa berbahasa tetun, anggota lainnya hanya bisa berbahasa daerah (Fataluku). Seluruh anggota kelompok nelayan tidak dapat berbahasa ingris maupun berbahasa portugis. Wisatawan yang datang ke pantai Valusere didampinggi oleh orang Timor Leste maka nelayan yang bisa berbahasa tetum yang akan melayani dan menjelaskan tarif transportasi maupun tujuan perjalanan wisatawan. Akan tetapi jika wisatawan asing yang berkunjung sendiri ke pantai Valusere dan ingin menggunakan jasa transportasi dari masyarakat nelayan maka para nelayan hanya menunjukkan tarif yang tertera di papan dengan tujuan perjalanan. Hambatan lain yang dihadapi oleh masyarakat nelayan dalam mencari ikan dan melaut adalah masalah buaya. Di wilayah Tutuala pada tahun 2014 buaya sudah menunjukkan keganasannya dengan memangsa 2 orang penduduk lokal di dekat pantai Valusere dan pantai Jhon. Terjadinya kasus buaya memangsa penduduk lokal di Tutuala maka ada anggota nelayan yang takut dan tidak melaut sehingga pendapatan mereka dari nelayan terganggu. Permasalahan lain yang dihadapi oleh masyarakat nelayan di pantai Valusere adalah manajemen pengelolaan usaha. Masyarakat nelayan tidak memiliki pendidik yang tinggi, para nelayan tersebut sebagian tidak berpendidikan dan sebagian berpendidikan dengan tingkat pendidikan yang paling tinggi adalah tamatan sekolah menengah pertama sehingga mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengelola usaha maupun hasil pemdapatan. Kelompok nelayan tidak memperoleh bantuan pelatihan manajemen baik dari pemerintah maupun dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Maka dari itu kelompok nelayan tidak memiliki simpanan sehingga jika terjadi kerusakan pada mesin sampan maupun sampannya rusak maka kelompok tersebut memilih untuk keluar dari kelompok

(30)

nelayan karena mereka tidak memiliki modal berupa sampan dan motor untuk melakukan kegiatan di pantai Valusere.

Kesimpulan

Pariwisata berbasis komunitas bagi masyarakat lokal di Tutuala membawa harapan baru bagi masyarakat. Masyarakat lokal di Tutuala dilibatkan secara langsung dalam mengelola usaha-usaha pariwisata di pantai Valusere, Tutuala secara bersama melalui wadah koperasi. Keterlibatan masyarakat dalam usaha pariwisata tersebut dimulai sejak awal perencanaan sampai dengan implementasi kegiatan usaha pariwisata. Masyarakat yang terlibat dalam koperasi tersebut bersama-sama melakukan pembangunan fisik yakni pembangunan penginapan, pembangunan restoran dan kios dan kebutuhan lainnya berupa toilet, dapur dan penginapan bagi anggota koperasi yang mengelola usaha pariwisata tersebut. Disamping itu dalam proses pengelolaan usaha pariwisata juga melibatkan semua anggota koperasi sehingga proses pengelolaan usaha tersebut dapat berjalan dengan transparan. Jenis-jenis usaha yang dikelola antara lain, usaha penginapan, usaha restoran, usaha kios dan pemandu wisata.

Pariwisata berbasis komunitas juga membawa keuntungan tersendiri bagi masyarakat nelayan yang ada di Tutuala. Dengan adanya pariwisata dan usaha pariwisata oleh koperasi Valusere maka pengunjung yang berkunjung ke pantai Valusere dan menginap di penginapan koperasi Valusere akan menggunakan jasa para nelayan untuk mengantar tamu berkunjung ke pulau Jaco maupun pantai lain yang ada di sekitar wilayah Tutuala. disamping itu masyarakat nelayan juga dapat menjual hasil tangkapan ikan ke koperasi Valusere sebab sebelum ada usaha koperasi valusere, tidak ada pasar atau konsumen untuk menjual hasil tangkapan tersebut.

Oleh karena itu, dengan adanya usaha pariwisata di pantai Valusere masyarakat Tutuala dapat memperoleh keuntungan secara ekonomi. Dari pendapatan yang diperoleh tersebut, masyarakat dapat

(31)

menyekolahkan anaknya sampai pada perguruan tinggi. Disamping itu masyarakat lokal di Tutuala juga dapat membangun rumah yang layak. Bahkan ada anggota koperasi Valusere yang menggunakan hasil pendapatan usaha pariwisata untuk mengurus surat dan bekerja di eropa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha pariwisata berbasis masyarakat yang dikembangkan oleh LSM Haburas dengan masyarakat lokal di Tutuala membawa berkah bagi masyarakat lokal di desa Tutuala.

Gambar

Gambar 5.2. Penginapan koperasi Valusere (bagian interior). Foto tanggal 6  Februari 2015
Gambar 5.3. Jenis makanan tradisional yang dapat disediakan di Restoran  koperasi Valusere
Gambar 5.4. Menu Tradisional. Foto tanggal 6 Februari 2015.

Referensi

Dokumen terkait

PP 28/1992, PEMBENTUKAN 8 (DELAPAN) KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II SINJAI, SOPPENG, GOWA, MAROS, DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II UJUNG PANDANG

The application developer needs to provide only four items to the Hadoop framework: the class that will read the input records and transform them into one key/value pair per record,

Gary Roberts dan Michael Pregitzen (2007), meneliti tentang mengapa karyawan tidak menyukai sistem penilaian kinerja yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan

Realisasi PAD agregat seluruh Pemda di Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan triwulan III-2019 sebesar Rp1,48 triliun atau 61,62 persen dari target PAD tahun 2019

(3) Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dengan dengan tahapan penyampaian dari teori belajar Bruner untuk mendapatkan rata-rata hasil belajar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok wanita yang melakukan vaksinasi HPV sebanyak 76% memiliki pengetahuan tinggi, sedangkan pada kelompok wanita yang

Untuk mengetahui gambaran asupan tiamin pada siswa yang mengalami. obesitas di SMP Santo Thomas 1 Medan

Berdasarkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, konflik perebutan lahan yang berakibat pada kekerasan hingga menimbulkan korban jiwa ini semakin sering