• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MERGER: BUKTI EMPIRIS DARI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MERGER: BUKTI EMPIRIS DARI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 1 Nomor 2, Maret 2013

227

KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MERGER:

BUKTI EMPIRIS DARI INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA

Sylviana May Restika sylvianamay@yahoo.com

Andayani

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out whether there is any different of the financial performance before and after the merger of the banks which is listed on the Indonesia Stock Exchange with using CAMELS ratio which are Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Deposit Ratio, and Interest Rate Risk. The analysis is using pair samples of t test. It is known that from the results of paired sample t test analysis from the eight CAMELS ratios that have been observed there five ratio who is decreasing, and the three ratios are increasing there is Return on Risked Assets, Loan to Deposit Ratio, and Interest Rate Risk, hence it can be concluded, in general the financial performance of PT. CIMB Bank, Tbk,. PT. Artha Graha International Bank, Tbk,. and PT. Windu Kentjana Intenational Bank, Tbk, is decreasing after the merger. It means that the theory was not supported which is said that the merger should be increasing the financial performance. There is no significant different and the decreasing of the financial performance from the three banks are because the merger banks needs time and process in consolidating of all departments in terms of operational. Therefore, in a short term the effectiveness of banks merger cannot be seen yet.

Keywords: Financial Performance, CAMELS Ratio, Merger.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan rasio CAMELS yaitu Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, dan Interest Rate Risk. Analisis yang digunakan untuk mengetahui perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger adalah dengan menggunakan uji t sampel berpasangan. Diketahui dari hasil analisis uji t sampel berpasangan dari delapan rasio CAMELS yang diteliti terdapat lima rasio yang mengalami penurunan, sedangkan tiga rasio lainnya mengalami peningkatan kinerja yaitu rasio Return on Risked Assets, Loan to Deposit Ratio, dan Interest Rate Risk, sehingga dapat disimpulkan secara umum kinerja keuangan PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk mengalami penurunan setelah dilakukan merger. Hal ini berarti tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa merger dapat meningkatkan kinerja keuangan. Tidak adanya perbedaan yang signifikan dan adanya penurunan secara umum kinerja keuangan ketiga bank karena bank yang merger memerlukan waktu dan proses untuk melakukan konsolidasi secara menyeluruh terhadap operasionalnya, sehingga dampak merger belum dapat dilihat secara nyata dalam jangka pendek.

Kata kunci: kinerja keuangan, rasio CAMELS, merger.

PENDAHULUAN

Perbankan merupakan salah satu industri yang memegang peranan penting bagi perkembangan ekonomi nasional. Keadaan perbankan di Indonesia dihadapkan pada

(2)

228

tingkat persaingan yang semakin ketat. Agar dapat bertahan dalam situasi krisis dan memenangkan persaingan dalam era globalisasi, maka kinerja perbankan harus ditingkatkan karena kinerja merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Kinerja perbankan adalah hasil yang dicapai suatu bank dalam mengelola sumber daya yang ada secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Tujuan fundamental bisnis perbankan adalah memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Bagi pemilik saham menanamkan modalnya pada bank bertujuan untuk memperoleh penghasilan berupa deviden atau mendapatkan keuntungan melalui meningkatnya harga pasar saham yang dimilikinya (Kuncoro dan Suhardjono, 2011:495). Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung jumlah rasio keuangan yang dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank.

Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan baru untuk menilai kinerja keuangan perbankan. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 serta ketentuan pelaksanaanya sesuai surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 penilaian kinerja keuangan perbankan yang semula menggunakan rasio CAMEL telah mengalami perkembangan yaitu dengan menggunakan rasio CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity dan Sensitivity to Market Risks). Jika dibandingkan dengan sistem penilaian kesehatan sebelumnya yaitu dengan menggunakan rasio CAMEL, sistem penilaian ini yang berlaku sekarang lebih komprehensif, artinya lebih banyak komponen atau rasio yang dinilai. termasuk penambahan komponen baru yaitu Sensitivity to Market Risk (S). Sebagai lembaga keuangan yang juga mengambil alih risiko dalam pengelolaan dana masyarakat, kepekaan terhadap resiko pasar tidak bisa dipungkiri merupakan prinsip perbankan yang tidak bisa ditawar. Oleh karena itu, penilaian Sensitivity to market risk (S) pada kinerja perbankan sangat penting.

Untuk dapat meningkatkan kinerja, perusahaan perbankan di Indonesia melakukan berbagai upaya agar persahaan perbankan tersebut tidak bangkrut. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan penggabungan usaha melalui merger dan akuisisi. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) NO.22 tentang penggabungan usaha (2009:paragraf 08) dijelaskan bahwa penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain dan memperoleh kendali (kontrol) atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Alasan perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah untuk memperoleh sinergi, strategic opportunities, meningkatkan efektivitas dan mengeksploitasi mispricing di pasar modal.

Pada umumnya tujuan dilakukan merger dan akuisisi adalah untuk mendapatkan nilai tambah. Merger dan akuisisi antar bank terjadi sesuai dengan permintaan bank yang bersangkutan, permintaan Bank Indonesia, ataupun permintaan badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk meminta bank-bank melakukan merger dan akuisisi apabila bank tersebut menunjukkan ketidaksehatan dalam laporan kinerjanya. Diharapkan setelah melakukan merger dan akuisisi, bank yang bersangkutan dapat menunjukkan peningkatan kinerja. Perubahan setelah merger dan akuisisi akan terlihat pada laporan keuangannya. Merger dan akuisisi dikatakan berhasil jika bank yang melakukan merger dan akuisisi menunjukkan peningkatan dalam kinerja keuangannya.

(3)

229

Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu Samosir (2003) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan sebagai Bank Rekapitalisasi” Penelitian tersebut dilakukan dengan melihat tingkat efisiensi bank-bank BUMN mulai tahun 1993 sampai tahun 1998 dan menggunakan periode penelitian sesudah merger yaitu dengan melihat kinerja keuangan Bank Mandiri mulai tahun 1998 sampai tahun 2001. Dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa kinerja usaha Bank Mandiri yang dilihat dari rasio ROA (Return On Assets), ROE (Return On Equity), DER (Debt to Equity Ratio) dan DTAR (Debt to Total Assets Ratio). Sebelum merger menunjukkan bank pemerintah yang tidak sehat. Pada kinerja Bank Mandiri setelah merger juga tidak berdampak positif atau dikatakan tidak sehat. Kusumaningsih (2010) juga melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger Pada PD BPR BKK Kabupaten Kendal”. Penelitian ini menggunakan laporan keuangan PD BPR BKK Boja dari tahun 2005 sampai 2009 dan paired sample t-test, untuk meneliti apakah ada perbedaan kinerja keuangan sebelum dan setelah merger. Rasio yang digunakan meliputi CAR (Capital Adequacy Ratio), PPAP, ROA (Return On Asset), BOPO, NIM (Net Interest Margin), LDR (Loan to Deposits Ratio), Cash Ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan pada kinerja keuangan setelah merger.

Oleh karena itu dari latar belakang penelitian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini juga mengacu kepada keputusan Bank Indonesia mengenai penilaian kinerja perbankan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 yaitu dengan menggunakan metode CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity dan Sensitivity to Market Risks). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal jangka waktu pengambilan sampel yaitu bank umum konvensional yang melakukan penggabungan usaha atau merger pada periode 2005 sampai tahun 2010.

TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Tinjauan Tentang Merger

Pada dasarnya merger adalah suatu keputusan untuk menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan baru. Dalam konteks bisnis merger adalah suatu transaksi yang menggabungkan beberapa unit ekonomi menjadi satu unit ekonomi yang baru. Proses merger umumnya memakan waktu yang cukup lama, karena masing-masing pihak perlu melakukan negosiasi, baik terhadap aspek-aspek permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia serta aspek hukum dari perusahaan yang baru tersebut. Merger dalam Bahasa Indonesia disebut dengan penggabungan adalah suatu prospek hukum untuk meleburkan suatu perusahaan ke dalam perusahaan yang lebih penting, sehingga perusahaan tersebut yang meleburkan diri menjadi bubar dengan atau tanpa likuidasi.

Daya Tarik Merger

Daya tarik utama merger menurut Kuncoro dan Suhardjono (2011:374), setidaknya ada tiga yaitu yang Pertama, dengan merger berarti meningkatkan skala ekonomi (economic of scale). Artinya, penggunaan sumberdaya yang ada menjadi semakin ekonomis, yang pada gilirannya profitabilitas perbankan meningkat. Kedua, meningkatkan efisiensi dengan memungkinkan menutup cabang bank yang saling berdekatan dan menghilangkan duplikasi lainnya. Ketiga, mengurangi persaingan. Konsekuensi terbaik dari merger adalah sinergi kekuatan antara dua bank yang bergabung.

(4)

230

Merger Meningkatkan “Nilai ” Perusahaan Hasil Merger

Masalah mendasar yang akan dihadapi oleh setiap dewan direktur dan manajer bank dalam menjalankan usahanya adalah bagaimana memaksimalkan “nilai” para pemegang sahamnya (stockholder’s value). Oleh karena itu, di antara sekian banyak segi-segi perencanaan strategis yang harus diperhitungkan oleh dewan direktur adalah apakah untuk meningkatkan “nilai” harus dilakukan dengan pembelian bank lain, tetap independen, atau justru harus dijual. Setiap alternatif tersebut memiliki implikasi yang berbeda berkenaan dengan pertumbuhan pendapatannya, keamanan karyawan untuk tetap memperoleh pekerjaan, dan kelangsungan usaha bank dalam melayani nasabahnya dimasa datang. Nilai sebuah bank dapat tercipta melalui dua cara. Pertama, setelah melakukan merger, bank dapat lebih mampu menciptakan pendapatan (atau aliran kas) yang lebih besar daripada sebelum merger. Kedua, sumber-sumber pendapatan potensial, dalam praktek sangat bervariasi seperti skala ekonomi berupa penghematan biaya ini berhubungan dengan pengurangan biaya non-bunga yang tinggi jika bank yang terlibat dalam merger masih bekerja secara independen. Penghematan biaya bisa terjadi ketika kedua bank yang terlibat dalam merger atau akuisisi dalam hal tenaga kerja, staf, kantor cabang, produk dan jasa yang ditawarkan, sehingga operasional bank menjadi kurang efisien. Dengan dilakukannya merger, maka memungkinkan bank untuk memberikan pelayanan produk dan jasa dalam tingkat dan kualitas yang sama, dan hanya dengan melibatkan lebih sedikit karyawan dan capital assets daripada ketika bank yang terlibat dalam merger masih berdiri sendiri-sendiri.

Nilai sebuah bank dapat dibentuk melalui peningkatan pangsa pasar. Seringkali pangsa pasar dana pihak ketiga yang dikuasai sebuah bank menjadi penentu yang sangat penting seberapa besar nilai bank jika dilakukan merger atau akuisisi, karena dengan begitu bank akan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pasar dan bahkan secara politis. Dengan besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh sebuah bank maka akan dapat memperkaya jenis produk yang ditawarkan sehingga dapat membuka pasar baru yang membawa pada tercapainya economies of scale dan economies of scope yang pada akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas bank. Bila pertumbuhan pasar bank sebelum melakukan merger atau akuisisi dinilai sangat lambat, maka akuisisi atau merger dapat memberikan kesempatan pertumbuhan pasar yang lebih cepat.

Prosedur Penilaian Kelayakan Merger

Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2011:381) Sebuah merger atau akuisisi dikatakan berhasil apabila merger atau akuisisi yang dilakukan dapat memaksimalkan keuntungan para pemegang saham bank-bank yang terlibat dalam merger. Agar merger yang akan dilakukan dapat berhasil, maka manajemen bank harus memperhatikan beberapa karakteristik dari bank yang akan diajak terlibat dalam merger. Beberapa karakteristik bank yang menjadi target merger atau akuisisi yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. Sejarah masa lalu, kepemilikan, dan manajemennya. 2. Keadaan neraca

3. Track record atau catatan pertumbuhan dan kinerja operasionalnya. 4. Kondisi laporan laba-rugi dan cash flow.

5. Keadaan dan potensi nasabah yang dilayani oleh bank yang menjadi target. 6. Struktur persaingan pasar yang dilayani oleh bank (seperti yang ditunjukkan

dengan halangan masuk pasar, pangsa pasar dan derajat konsentrasi pasar). Analisis Kinerja Perusahaan

Pengukuran kinerja merupakan analisis data serta sebagai alat pengendalian bagi perusahaan. Pengukuran kinerja digunakan perusahaan untuk melakukan perbaikan

(5)

231

kegiatan operasionalnya agar dapat bersaing dengan perusahaan lain. Bagi investor informasi mengenai kinerja perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain. Selain itu pengukuran juga dilakukan untuk memperlihatkan kepada pemegang saham maupun pelanggan atau masyarakat secara umum bahwa perusahaan memiliki kredibilitas yang baik.

Mudrajat Kuncoro dan Suhardjono (2011:495) menunjukkan bahwa bank yang dapat selalu menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat profitabilitasnya yang tinggi dan mampu membagikan deviden dengan baik serta prospek usahanya dapat selalu berkembang dan dapat memenuhi ketentuan prudential banking regulation dengan baik, maka ada kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan di pasar sekunder dan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan akan naik. Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang bersangkutan.

Penilaian terhadap kinerja suatu bank tertentu dapat dilakukan dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya. Laporan keuangan bank berupa neraca memberikan informasi kepada pihak di luar bank, misalnya bank sentral, masyarakat umum, dan investor, mengenai gambaran posisi keuangannya, yang lebih jauh dapat digunakan pihak eksternal untuk menilai besarnya risiko yang ada pada suatu bank. Laporan laba rugi memberikan gambaran mengenai perkembangan usaha bank yang bersangkutan. Walaupun penilaian kinerja suatu bank dapat dilakukan melalui analisis terhadap laporan keuangannya, tetapi terdapat beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah adanya kemungkinan manipulasi atau rekayasa laporan keuangan yang dilakukan oleh manajemen bank untuk mendapatkan kesan yang baik dari masyarakat dan bank sentral. Oleh karena adanya kenyataan itu maka akan semakin sulit bagi para analis perbankan untuk mengevaluasi dan menganalisis kinerja suatu bank dengan hanya melihat data dari laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang diterbitkan oleh bank yang bersangkutan.

Definisi Rasio Keuangan

Analisis rasio adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan. Menurut Munawir (2002:65) rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara satu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberikan gambaran analisis tentang perusahaan perbankan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio perbandingan yang digunakan sebagai standar.

Penggunaan Rasio CAMELS terhadap Penilaian Kinerja Bank

Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pegawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank-bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya. Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak menjadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatannya.

(6)

232

Bank Indonesia dapat saja menyarankan untuk melakukan perubahan manajemen, merger, konsolidasi, akuisisi atau masalah dilikuidasi keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut. Oleh sebab itu, penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya menggunakan analisis CAMELS.

Pertama, Aspek Permodalan (Capital), Menurut Dendawijaya (2005:12), CAR merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain. Pada aspek ini yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan minimum bank. Capital Adequacy merupakan kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. CAR adalah rasio kecukupan modal bank atau merupakan kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam perkreditan atau dalam perdagangan surat-surat berharga.

Kedua, Aspek Asset Quality menunjukkan kualitas aset sehubungan dengan resiko kredit yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi dana bank pada portofolio yang berbeda. Setiap penanaman dana bank dalam aktiva produktif dinilai kualitasnya dengan menentukan kolektibilitasnya, yaitu apakah lancar, kurang lancar, diragukan atau macet (Kuncoro dan Suhardjono, 2011:519). Kinerja keuangan dari segi aset diukur melalui kualitas aset produktifnya. Salah satu rasio yang digunakan adalah RORA (Return On Risked Assets). RORA adalah rasio yang membandingkan antara laba kotor dengan besarnya risked assets yang dimiliki. Laba kotor adalah hasil pengurangan pendapatan terhadap biaya sedangkan risked assets terdiri atas surat berharga dan kredit yang disalurkan. Nilai RORA yang tinggi mengindikasikan bahwa pendapatan yang diterima besar sehingga laba yang diperoleh juga optimal dan berpengaruh pada kenaikan harga saham.

Ketiga, Aspek Manajemen (Management), Kuncoro dan Suhardjono (2011:520) menyatakan bahwa kualitas manajemen menunjukkan kemampuan manajemen bank untuk mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan mengontrol risiko-risiko yang timbul melalui kebijakan-kebijakan dan strategi bisnisnya untuk mencapai target. Untuk mengukur tingkat kinerja manajemen, dapat dilakukan dengan penghitungan NPM (Net Profit Margin). NPM merupakan rasio keuangan yang mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasional pokok bank. Rasio NPM (Net Profit Margin) menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. NPM ini berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap penjualan bersihnya. Semakin besar nilai NPM berarti semakin efisien biaya yang dikeluarkan yang berarti semakin besar tingkat kembalian keuntungan bersih.

Keempat, Aspek Rentabilitas (Earnings) bertujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektivitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan. Rasio Rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

(7)

233

a) ROA (Return On Asset)

Rasio ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar rasio ROA, berarti semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank. Laba sebelum pajak adalah laba bersih dari kegiatan operasional sebelum pajak, sedangkan total aset adalah volume usaha atau aktiva.

b) ROE (Return On Equity)

Rasio ROE digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank.

c) BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional)

Rasio BOPO digunakan untuk mengukur perbandingan biaya operasi terhadap pendapatan operasi yang diperoleh bank. Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya, sedangkan pendapatan operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya.

Kelima, Aspek Likuiditas (Liquidity), suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua utang-utangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Dalam penelitian ini aspek Likuiditas diukur dengan menggunakan rasio LDR (Loan to Deposits). Rasio LDR diperoleh dengan membandingkan jumlah kredit yang diberikan oleh bank kepada dana pihak ketiga. Semakin besar nilai rasio LDR, maka semakin rendah kemampuan likuiditas bank, sehingga kondisi bank semakin buruk atau tidak sehat.

Keenam, Aspek Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk), Aspek sensitivitas terhadap risiko pasar dalam penelitian ini hanya dihitung berdasarkan risiko tingkat suku bunga saja dengan menggunakan rumus lain yaitu rasio IRR (Interest Rate Risk). Rasio ini mengukur risiko perubahan pendapatan dan nilai dari asset dan liabilitis karena perubahan tingkat suku bunga. Risiko tingkat suku bunga adalah risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat bunga, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai pasar, surat-surat berharga, dan pada saat yang sama bank membutuhkan likuiditas. Rasio IRR menggambarkan perbandingan antara aset yang sensitif terhadap suku bunga dengan kewajiban yang sensitif terhadap suku bunga (Taswan, 2006:267).

Pengembangan Hipotesis

H1 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan menggunakan kriteria aspek permodalan (Capital).

H2 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan menggunakan kriteria aspek kualitas aset (Assets Quality).

H3 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan menggunakan kriteria aspek manajemen (Management).

(8)

234

H4 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan menggunakan kriteria aspek rentabilitas (Earnings).

H5 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan menggunakan kriteria aspek likuiditas (Liquidity).

H6 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu dengan menggunakan kriteria aspek sensitivitas terhadap resiko pasar (Sensitivity to Market Risk).

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang telah melakukan merger terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2005-2010. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan perbankan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 31 desember 2005-2010 yang dinyatakan dalam rupiah, (2) bank umum konvensional yang melakukan merger pada periode 2005 – 2010 termasuk dalam bank berdasarkan aset. Yaitu bank yang memiliki aset > Rp 140.000.000.000,00 berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penilaian dengan metode CAMELS merupakan penilaian kesehatan perbankan yang telah di tetapkan oleh Bank Indonesia. Data yang diperoleh dari laporan keuangan perusahaan perbankan selanjutnya diolah sesuai dengan metode CAMELS yaitu Capital, Asset Quality, Management, Earnings, Liquidity, Sensitivity to Market Risk.

1. Capital

Capital dapat dihitung dengan menggunakan CAR (Capital Adequacy Ratio). CAR merupakan kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam perkreditan atau dalam perdagangan surat-surat berharga. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

CAR = Equity Capital X 100%

Total Loans + Securities 2. Assets Quality

Assets Quality dapat dihitung dengan menggunakan RORA (Return on Risked Assets). RORA adalah pengukur kemampuan bank dalam usaha mengoptimalkan aset yang dimiliki untuk memperoleh laba. Dirumuskan sebagai berikut sesuai dengan (SE Bank Indonesia No. 3/30 DPNP tanggal 14 Desember 2001).

RORA = Operating Income X 100%

Total Loans + Investment

3. Management

Untuk mengukur tingkat kinerja manajemen, dapat dilakukan dengan penghitungan NPM (Net Profit Margin). NPM merupakan rasio keuangan yang mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasional pokok bank. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

NPM = Laba Besih X 100%

(9)

235

4. Earning

Terdapat tiga rasio yang berhubungan dengan Earning, yaitu:

a. ROA (Return on Assets) adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total aset-nya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut menurut (SE BI No 6/73/INTERN DPNP tgl 24 Desember 2004):

ROA = Laba Sebelum Pajak X 100% Total Aset

b.

Rasio ROE digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola

modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE maka

semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank. ROE dapat dirumuskan

sebagai berikut (SE BI No 6/73/INTERN DPNP tgl 24 Desember 2004):

ROE = Laba Setelah Pajak X 100% Ekuitas

c. BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen lembaga keuangan dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rumus yang digunakan sesuai dengan (SE BI No 6/73/INTERN DPNP tgl 24 Desember 2004) adalah sebagai berikut:

BOPO = Biaya Operasional X 100%

Pendapatan Operasional 5. Liquidity

Rasio liquidity dapat diukur dengan menggunakan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio). Rasio LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Bank Indonesia dalam Dendawijaya (2005:116-117) menetapkan ketentuan mengenai rasio LDR sebagai berikut:

LDR = Total Kredit X 100%

Dana Pihak Ketiga

6. Sensistivity to Risk Market

Rasio Sensistivity to Risk Market diukur dengan menggunakan IRR (Interest Rate Risk). Rasio IRR menggambarkan perbandingan antara aset yang sensitif terhadap suku bunga dengan kewajiban yang sensitif terhadap suku bunga (Taswan, 2006:267). Berdasarkan SE BI No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011, risiko ini dapat diukur dengan menggunakan rumus :

IRR = Interest Rate Sensitivity Asset (IRSA) X 100% Interest Rate Sensitivity Liabilities (IRSL)

(10)

236 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif

Dalam penelitian ini dilakukan analisis Rasio CAMELS untuk memberikan gambaran mengenai pencapaian kinerja keuangan yang telah dicapai oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk antara sebelum dan sesudah melakukan merger. Analisis rasio CAMELS dalam penelitian ini menggunakan beberapa rasio yaitu rasio capital dihitung dengan menggunakan CAR (Capital Adequacy Ratio), rasio Assets dihitung dengan menggunakan RORA (Return on Risked Assets), rasio Management dihitung dengan menggunakan NPM (Net Profit Margin), rasio Earning dihitung dengan menggunakan ROA (Return on Assets), dan BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), rasio Liquidity dihitung dengan menggunakan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio), serta rasio Sensitivity dihitung dengan menggunakan rasio IRR ( Interest Rate Risk).

Aspek Capital

Capital dapat dilihat dengan menggunakan CAR (Capital Adequacy Ratio). CAR merupakan kemampuan bank dalam permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian di dalam perkreditan atau dalam perdagangan surat-surat berharga. Semakin meningkat capital adequacy ratio maka kinerja keuangan bank semakin baik. Perbandingan CAR (Capital Adequacy Ratio) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1

Perhitungan Rasio CAR Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun CAR Rata-Rata

1 CIMB 2005 13,11% 2 CIMB 2006 14,06% 39,46% 3 CIMB 2007 12,29% 4 ARTHA 2002 10,21% 5 ARTHA 2003 9,73% 154,03% 6 ARTHA 2004 134,09% 7 WINDU 2005 30,74% 8 WINDU 2006 29,26% 78,39% 9 WINDU 2007 18,39% Tertinggi 134,09% Terendah 9,73% Rata-Rata 30,21% 90,63% Tabel 2

Perhitungan Rasio CAR Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun CAR Rata-Rata

1 CIMB 2009 13,20% 2 CIMB 2010 11,62% 41,04% 3 CIMB 2011 16,22% 4 ARTHA 2006 35,58% 5 ARTHA 2007 5,06% 48,87% 6 ARTHA 2008 8,23% 7 WINDU 2009 12,69% 8 WINDU 2010 16,32% 38,79% 9 WINDU 2011 9,79% Tertinggi 35,58% Terendah 5,06% Rata-Rata 14,30% 42,90%

(11)

237

Berdasarkan perhitungan CAR di atas, dapat diketahui bahwa CAR PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami penurunan sesudah merger yaitu dari 90,63% menjadi 42,90%. Capital adequacy ratio tertinggi sebelum merger dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2004 sebesar 134,09% dan terendah dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2003 sebesar 9,73%, sedangkan sesudah merger capital adequacy ratio tertinggi dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 35,58% dan terendah dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2007 sebesar 5,06%.

Aspek Assets

Assets dapat dihitung dengan menggunakan RORA (Return on Risked Assets). RORA adalah pengukur kemampuan bank dalam usaha mengoptimalkan aset yang dimiliki untuk memperoleh laba. Semakin meningkat Return on Risked Assets maka kinerja keuangan bank semakin baik. Perbandingan RORA (Return on Risked Assets) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3

Perhitungan Rasio RORA Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun RORA Rata-Rata

1 CIMB 2005 2,21% 2 CIMB 2006 2,92% 7,21% 3 CIMB 2007 2,08% 4 ARTHA 2002 2,88% 5 ARTHA 2003 1,10% 59,96% 6 ARTHA 2004 55,98% 7 WINDU 2005 4,02% 8 WINDU 2006 0,70% 11,09% 9 WINDU 2007 6,37% Tertinggi 55,98% Terendah 0,70% Rata-Rata 8,70% 26,09% Tabel 4

Perhitungan Rasio RORA Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun RORA Rata-Rata

1 CIMB 2009 2,53% 2 CIMB 2010 3,26% 9,23% 3 CIMB 2011 3,44% 4 ARTHA 2006 103,53% 5 ARTHA 2007 293,99% 884,89% 6 ARTHA 2008 487,38% 7 WINDU 2009 1,39% 8 WINDU 2010 1,01% 3,45% 9 WINDU 2011 1,06% Tertinggi 487,38% Terendah 1,01% Rata-Rata 99,73% 299,19%

(12)

238

Berdasarkan perhitungan RORA di atas, dapat diketahui bahwa RORA PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami peningkatan sesudah merger yaitu dari 26,09% menjadi 299,19%. Return on Risked Assets tertinggi sebelum merger dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2004 sebesar 55,98% dan terendah dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 0,70%, sedangkan sesudah merger Return on Risked Assets tertinggi dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2008 sebesar 487,38% dan terendah dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2010 sebesar 1,01%. Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan yang terbaik dilihat dari Return on Risked Assets di antara ketiga bank tersebut adalah PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, karena mempunyai rata-rata Return on Risked Assets tertinggi dibanding keempat bank lainnya.

Aspek Management

Untuk mengukur tingkat kinerja manajemen, dapat dilakukan dengan penghitungan NPM (Net Profit Margin). NPM merupakan rasio keuangan yang mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net income dari kegiatan operasional pokok bank. Perbandingan NPM (Net Profit Margin) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 5

Perhitungan Rasio NPM Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun NPM Rata-Rata

1 CIMB 2005 14,76% 2 CIMB 2006 12,11% 41,86% 3 CIMB 2007 14,99% 4 ARTHA 2002 41,61% 5 ARTHA 2003 28,09% 359,26% 6 ARTHA 2004 289,56% 7 WINDU 2005 17,09% 8 WINDU 2006 2,59% 30,77% 9 WINDU 2007 11,08% Tertinggi 289,56% Terendah 2,59% Rata-Rata 47,99% 143,96% Tabel 6

Perhitungan Rasio NPM Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun NPM Rata-Rata

1 CIMB 2009 12,96% 2 CIMB 2010 14,25% 43,25% 3 CIMB 2011 16,04% 4 ARTHA 2006 2,72% 5 ARTHA 2007 3,87% 10,16% 6 ARTHA 2008 3,57% 7 WINDU 2009 6,36% 8 WINDU 2010 8,39% 22,13% 9 WINDU 2011 7,39% Tertinggi 16,04% Terendah 2,72% Rata-Rata 8,39% 25,18%

(13)

239

Berdasarkan perhitungan NPM di atas, dapat diketahui bahwa NPM PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami penurunan sesudah merger yaitu dari 143,96% menjadi 25,18%. Net Profit Margin tertinggi sebelum merger dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2004 sebesar 289,56% dan terendah dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 2,59%, sedangkan sesudah merger Net Profit Margin tertinggi dicapai oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2011 sebesar 16,04% dan terendah dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 2,72%.

Aspek Earnings

Untuk mengukur tingkat kinerja earning (laba), dapat dilakukan dengan penghitungan ROA (Return on Assets), ROE (Return on Equity), dan BOPO (Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional).

1. ROA (Return On Assets) adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total aset-nya. Perbandingan ROA (Return on Assets) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 7

Perhitungan Rasio ROA Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun ROA Rata-Rata

1 CIMB 2005 1,79% 2 CIMB 2006 2,02% 5,69% 3 CIMB 2007 1,88% 4 ARTHA 2002 5,12% 5 ARTHA 2003 2,42% 37,46% 6 ARTHA 2004 29,92% 7 WINDU 2005 2,15% 8 WINDU 2006 0,29% 3,59% 9 WINDU 2007 1,14% Tertinggi 29,92% Terendah 0,29% Rata-Rata 5,19% 15,58% Tabel 8

Perhitungan Rasio ROA Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun ROA Rata-Rata

1 CIMB 2009 2,01% 2 CIMB 2010 2,34% 6,98% 3 CIMB 2011 2,63% 4 ARTHA 2006 0,44% 5 ARTHA 2007 0,37% 1,16% 6 ARTHA 2008 0,35% 7 WINDU 2009 0,82% 8 WINDU 2010 0,87% 2,44% 9 WINDU 2011 0,75% Tertinggi 2,63% Terendah 0,35% Rata-Rata 1,18% 3,53%

(14)

240

Berdasarkan perhitungan ROA di atas, dapat diketahui bahwa ROA PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami penurunan sesudah merger yaitu dari 15,58% menjadi 3,53%. Return on Assets tertinggi sebelum merger dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2004 sebesar 29,92% dan terendah dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 0,29%, sedangkan sesudah merger Return on Assets tertinggi dicapai oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2011 sebesar 2,63% dan terendah dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2008 sebesar 0,35%.

2. ROE (Return on Equity) adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bank menghasilkan keuntungan secara relatif dibandingkan dengan nilai total ekuitasnya.

Tabel 9

Perhitungan Rasio ROE Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun ROE Rata-Rata

1 CIMB 2005 13,79% 2 CIMB 2006 13,65% 42,14% 3 CIMB 2007 14,69% 4 ARTHA 2002 28,79% 5 ARTHA 2003 13,27% 93,39% 6 ARTHA 2004 51,33% 7 WINDU 2005 6,82% 8 WINDU 2006 1,43% 13,46% 9 WINDU 2007 5,21% Tertinggi 51,33% Terendah 1,43% Rata-Rata 16,55% 49,66% Tabel 10

Perhitungan Rasio ROE Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun ROE Rata-Rata

1 CIMB 2009 13,53% 2 CIMB 2010 19,11% 47,52% 3 CIMB 2011 14,89% 4 ARTHA 2006 6,27% 5 ARTHA 2007 4,24% 13,54% 6 ARTHA 2008 3,03% 7 WINDU 2009 5,33% 8 WINDU 2010 5,43% 17,25% 9 WINDU 2011 6,49% Tertinggi 19,11% Terendah 3,03% Rata-Rata 8,70% 26,11%

Berdasarkan perhitungan ROE di atas, dapat diketahui bahwa ROE PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami penurunan sesudah merger yaitu dari 49,66% menjadi 26,11%. Return on Equity tertinggi sebelum merger dicapai oleh PT Bank Artha

(15)

241

Graha Internasional Tbk pada tahun 2004 sebesar 51,33% dan terendah dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 1,43%, sedangkan sesudah merger Return on Equity tertinggi dicapai oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2010 sebesar 19,11% dan terendah dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2008 sebesar 3,03%.

3. BOPO (Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen lembaga keuangan dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Perbandingan BOPO (Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 11

Perhitungan Rasio BOPO Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun BOPO Rata-Rata

1 CIMB 2005 78,78% 2 CIMB 2006 75,94% 288,93% 3 CIMB 2007 134,21% 4 ARTHA 2002 72,56% 5 ARTHA 2003 116,07% 301,96% 6 ARTHA 2004 113,34% 7 WINDU 2005 75,35% 8 WINDU 2006 196,23% 401,29% 9 WINDU 2007 129,71% Tertinggi 196,23% Terendah 72,56% Rata-Rata 110,24% 330,73% Tabel 12

Perhitungan Rasio BOPO Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun BOPO Rata-Rata

1 CIMB 2009 70,55% 2 CIMB 2010 180,92% 423,04% 3 CIMB 2011 171,56% 4 ARTHA 2006 94,92% 5 ARTHA 2007 140,22% 331,69% 6 ARTHA 2008 96,55% 7 WINDU 2009 91,92% 8 WINDU 2010 91,21% 274,13% 9 WINDU 2011 91,01% Tertinggi 180,92% Terendah 70,55% Rata-Rata 114,32% 342,95%

Berdasarkan perhitungan BOPO di atas, dapat diketahui bahwa BOPO PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami peningkatan sesudah merger yaitu dari 330,73% menjadi 342,95%. Adanya peningkatan ini berarti terdapat penurunan kinerja keuangan

(16)

242

bank, karena semakin meningkat Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional maka kinerja keuangan bank semakin buruk. Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional tertinggi sebelum merger dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2006 sebesar 196,23% dan terendah dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2002 sebesar 72,56%, sedangkan sesudah merger Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional tertinggi dialami oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2010 sebesar 180,92% dan terendah dicapai oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2009 sebesar 70,55%.

Aspek Liquidity

Rasio liquidity dapat diukur dengan menggunakan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio). Rasio LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Perbandingan LDR (Loan to Deposit Ratio) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 13

Perhitungan Rasio LDR Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun LDR Rata-Rata

1 CIMB 2005 120,22% 2 CIMB 2006 120,60% 376,28% 3 CIMB 2007 135,46% 4 ARTHA 2002 292,47% 5 ARTHA 2003 303,97% 646,95% 6 ARTHA 2004 50,50% 7 WINDU 2005 71,32% 8 WINDU 2006 48,04% 161,94% 9 WINDU 2007 42,59% Tertinggi 303,97% Terendah 42,59% Rata-Rata 131,69% 395,06% Tabel 14

Perhitungan Rasio LDR Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun LDR Rata-Rata

1 CIMB 2009 176,97% 2 CIMB 2010 157,72% 505,41% 3 CIMB 2011 170,72% 4 ARTHA 2006 0,35% 5 ARTHA 2007 0,02% 0,37% 6 ARTHA 2008 0,00% 7 WINDU 2009 64,43% 8 WINDU 2010 80,14% 222,92% 9 WINDU 2011 78,35% Tertinggi 176,97% Terendah 0,00% Rata-Rata 80,97% 242,90%

Berdasarkan perhitungan LDR di atas, dapat diketahui bahwa LDR PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami penurunan sesudah merger yaitu dari 505,41% menjadi 242,90%. Adanya penurunan ini berarti terdapat peningkatan kinerja keuangan

(17)

243

bank, karena semakin meningkat Loan to Deposit Ratio maka kinerja keuangan bank semakin buruk. Loan to Deposit Ratio tertinggi sebelum merger dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2003 sebesar 303,97% dan terendah dialami oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2007 sebesar 42,59%, sedangkan sesudah merger Loan to Deposit Ratio tertinggi dialami oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2009 sebesar 176,97% dan terendah dicapai oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2008 sebesar 0,00%.

Aspek Sensitivity

Rasio sensitivity dapat diukur dengan menggunakan rasio IRR (Interest Rate Risk). Merupakan rasio untuk menilai kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko pasar. Perbandingan IRR (Interest Rate Risk) ketiga bank dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 15

Perhitungan Rasio IRR Sebelum Merger

No Perusahaan Tahun IRR Rata-Rata

1 CIMB 2005 28,46% 2 CIMB 2006 27,65% 78,54% 3 CIMB 2007 22,43% 4 ARTHA 2002 284,20% 5 ARTHA 2003 319,48% 921,66% 6 ARTHA 2004 317,97% 7 WINDU 2005 125,05% 8 WINDU 2006 113,09% 353,19% 9 WINDU 2007 115,04% Tertinggi 319,48% Terendah 22,43% Rata-Rata 150,38% 451,13% Tabel 16

Perhitungan Rasio IRR Sesudah Merger

No Perusahaan Tahun IRR Rata-Rata

1 CIMB 2009 113,35% 2 CIMB 2010 113,50% 340,86% 3 CIMB 2011 114,02% 4 ARTHA 2006 105,51% 5 ARTHA 2007 114,04% 325,77% 6 ARTHA 2008 106,22% 7 WINDU 2009 105,32% 8 WINDU 2010 107,70% 318,63% 9 WINDU 2011 105,60% Tertinggi 114,04% Terendah 105,32% Rata-Rata 109,47% 328,42%

Berdasarkan perhitungan IRR di atas, dapat diketahui bahwa IRR PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk secara umum mengalami penurunan sesudah merger yaitu dari 451,13% menjadi 328,42%. Adanya penurunan ini berarti terdapat peningkatan kinerja keuangan

(18)

244

bank, karena semakin meningkat Interest Rate Risk maka kinerja keuangan bank semakin buruk. Interest Rate Risk tertinggi sebelum merger dialami oleh PT Bank Artha Graha Internasional Tbk pada tahun 2004 sebesar 319,48% dan terendah dialami oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2007 sebesar 22,43%, sedangkan sesudah merger Interest Rate Risk tertinggi dialami oleh PT Bank CIMB Niaga Tbk pada tahun 2011 sebesar 114,04% dan terendah dicapai oleh PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk pada tahun 2009 sebesar 105,32%.

Tabel 17

Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis

No. Rasio Nilai

Sig. p value Kinerja Sesudah Merger Penolakan / Penerimaan Ho Keterangan

1 CAR 0,305 0,05 Menurun Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

2 RORA 0,128 0,05 Meningkat Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

3 NPM 0,237 0,05 Menurun Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

4 ROA 0,261 0,05 Menurun Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

5 ROE 0,202 0,05 Menurun Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

6 BOPO 0,831 0,05 Menurun Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

7 LDR 0,320 0,05 Meningkat Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

8 IRR 0,360 0,05 Meningkat Tidak berhasil ditolak Tidak Berbeda

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari delapan rasio yang diteliti dari tiga perusahaan perbankan yang melakukan merger diketahui bahwa kedelapan rasio CAMELS yaitu Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, dan Interest Rate Risk, tidak mempunyai perbedaan secara signifikan antara sebelum dan sesudah merger. Hal ini berarti tidak mendukung hipotesis bahwa masing-masing rasio tersebut berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukannya merger.

Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa dari bahwa delapan rasio CAMELS yang diteliti terdapat lima rasio yang mengalami penurunan, sedangkan tiga rasio lainnya mengalami peningkatan kinerja.

Tabel 18

Selisih Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger

No. Rasio Sebelum Sesudah Selisih Kinerja

1 CAR 30,21% 14,30% -15,91% Menurun 2 RORA 8,70% 99,73% 91,04% Meningkat 3 NPM 47,99% 8,39% -39,59% Menurun 4 ROA 5,19% 1,18% -4,02% Menurun 5 ROE 16,55% 8,70% -7,85% Menurun 6 BOPO 110,24% 114,32% 4,08% Menurun 7 LDR 131,69% 80,97% -50,72% Meningkat 8 IRR 150,38% 109,47% -40,90% Meningkat

Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja keuangan PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk mengalami penurunan kinerja sesudah dilakukan merger. Penurunan tertinggi terdapat pada rasio NPM yaitu -39,59%. Hal ini berarti tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa merger dapat meningkatkan kinerja keuangan.

(19)

245

Tidak adanya perbedaan yang signifikan dan adanya penurunan secara umum kinerja keuangan ketiga bank ini karena bank-bank yang merger memerlukan waktu dan proses untuk melakukan konsolidasi secara menyeluruh terhadap operasionalnya, sehingga dampak merger belum dapat dilihat secara nyata dalam jangka pendek. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rentang waktu penelitian yang lebih panjang agar dapat memberikan kesimpulan lebih baik daripada penelitian ini.

SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan

Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1)Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa dari delapan rasio yang diteliti dari tiga perusahaan perbankan yang melakukan merger diketahui bahwa kedelapan rasio CAMELS yaitu Capital Adequacy Ratio, Return on Risked Assets, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, Biaya Operasional dibagi Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, dan Interest Rate Risk, tidak mempunyai perbedaan secara signifikan antara sebelum dan sesudah merger. Hal ini berarti tidak mendukung hipotesis bahwa masing-masing rasio tersebut berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukannya merger; (2) dari delapan rasio CAMELS yang diteliti terdapat lima rasio yang mengalami penurunan, sedangkan tiga rasio lainnya mengalami peningkatan kinerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja keuangan PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Artha Graha Internasional Tbk, dan PT Bank Windu Kentjana Internasional Tbk mengalami penurunan setelah dilakukan merger. Hal ini berarti tidak mendukung teori yang menyatakan bahwa merger dapat meningkatkan kinerja keuangan; (3) Tidak adanya perbedaan yang signifikan dan adanya penurunan secara umum kinerja keuangan ketiga bank karena bank-bank yang merger memerlukan waktu dan proses untuk melakukan konsolidasi secara menyeluruh terhadap operasionalnya, sehingga dampak merger belum dapat dilihat secara nyata dalam jangka pendek.

Keterbatasan

Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah bahwa jumlah sampel yang diuji tidak banyak sehingga untuk melakukan penelitian berkaitan dengan penelitian ini hendaknya menambah jumlah sampel penelitian lebih banyak daripada penelitian ini, menambah periode pengamatan yang lebih banyak, dan untuk penelitian selanjutnya diharapkan mencari indikator yang lebih merepresentasikan pengukuran kinerja bank yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, L.S. dan W. Herdiningtyas. 2005. Analisis Rasio CAMEL terhadap Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Perioda 2000-2002. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, VII (2): 12-16

Algifari. 2003. Statistika Induktif untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Dendawijaya, L.. 2005. Manajemen Perbankan. Edisi Kedua. Cetakan kedua. Ghalia Indonesia. Bogor.

Hanafi, M. M dan A. Halim, 2005. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Kedua. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.1: Penyajian Laporan Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.

(20)

246

______. 2009. Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.22: Akuntansi Penggabungan Usaha. Salemba Empat. Jakarta.

Jusup, A.H. 2005. Dasar-Dasar Akuntansi. Edisi Keenam. STIE YKPN. Yogyakarta. Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Rajawali Pers. Jakarta.

______. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi. Cetakan Kesebelas. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuncoro, M. dan Suhardjono. 2011. Manajamen Perbankan Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Cetakan Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Kusumaningsih, Y. 2010. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger Pada PD BPR BKK Kabupaten Kendal, Skripsi Jurusan Akuntansi Universitas Diponegoro Semarang.

Munawir, S. 2002. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Liberty. Yogyakarta.

Samosir, A. P. 2003. Analisis Kinerja Bank Mandiri Setelah Merger dan Sebagai Bank Rekapitalisasi. Kajian Ekonomi dan Keuangan, VII (1): 1-20

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesepuluh. CV. Alfabeta. Bandung.

Surat Edaran Bank Indonesia No 3/30 DPNP tgl 14 Desember 2001. Perihal Laporan Keuangan Publikasi Bank Umum kepada Bank Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta.

Surat Edaran Bank Indonesia No 6/73/Intern DPNP tgl 24 Desember 2004, Perihal Pedoman Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (CAMELS Rating). Bank Indonesia. Jakarta.

Taswan. 2006. Manajemen Perbankan Konsep,Teknik & Aplikasi. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Dari parameter–parameter kualitatif tersebut, tampak bahwa, filosofi–filosofi pengendalian PID yang dibuat dengan pendekatan logika fuzzy pada daerah 3 dan daerah yang

Penataan bagi ruang kelas anak berkebutuhan khusus pada intinya sama saja dengan penataan pada ruang kelas orang normal, hanya saja perbedaaan terletak pada

Desain penelitian ini yaitu dimulai dari identifikasi masalah melalui observasi awal dengan menggunakan metode wawancara dan observasi awal ini dilakukan

Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu variabel bebas ( independent variable ) dan variabel terikat ( dependent variable ). Variabel bebas adalah program

Program aplikasi ini memang sederhana namun aplikasi ini sangat menunjang aktifitas maupun peran management untuk mengambil keputusan dalam hal penjualan material yang akan dating

Dalam penulisan ilmiah ini penulis akan menjelaskan tentang pembuatan program aplikasi pada Toko Obat RISKI dengan menggunakan program Microsoft Visual Basic 6.0. Dengan

 Hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah- kaidah perilaku yang terhadapnya

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Di Lingkungan Pemerintah