5
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Hasil Analisis
Hasil yang diperoleh dari EOS menunjukkan nilai dimensi kunci
dengan rentang angka 2.46 – 3.70 (skala 5) dimana rincian nilai untuk tiap dimensi adalah sebagai berikut: Orientasi Individu (2.46), Pengambilan Risiko (2.54), Fleksibilitas (3.01), Umum (3.13), Masa Depan (3.19), Rencana Strategi (3.22), Intelijen Pasar (3.45), Fokus (3.45), Dukungan (3.50), Cross Functionality (3.58), dan Kecepatan (3.70). Nilai‐nilai yang dihasilkan ini menunjukkan bahwa dimensi Orientasi Individu, Pengambilan Risiko, Fleksibilitas, Umum, Masa Depan, Rencana Strategi, Intelijen Pasar, dan Fokus memiliki nilai yang
kurang memadai, dan dimensi Dukungan, Cross Functionality, dan Kecepatan
memiliki nilai yang cukup walaupun belum bisa dikatakan baik. Ini berarti
budaya entrepreneurial atau kewirausahaan yang ada di dalam perusahaan
masih tergolong rendah sehingga masih harus ditingkatkan lagi.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil analisis dan hal‐hal
yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan budaya entrepreneurial pada PT
Bank Mega Tbk. adalah:
• Orientasi Individu
Masih kurangnya jiwa entrepreneurship pada diri karyawan. Karyawan
dengan sifat entrepreneurial yang baik dapat melihat, menangkap, atau
bahkan menciptakan peluang bisnis baru dengan cepat sehingga bisa
menciptakan nilai tambah bagi perusahaan. Kurangnya sifat
entrepreneurial dapat menyebabkan perusahaan hanya menjadi follower dan
sulit untuk memimpin / menang dalam persaingan yang ketat.
• Pengambilan Risiko
Masih rendahnya keberanian dalam mengambil risiko. Hal ini terjadi
kemudian gagal walaupun secara teori perusahaan selalu membicarakan
tentang perlunya pengambilan risiko. Hukuman itulah yang
menyebabkan karyawan menjadi terlalu berhati‐hati untuk tidak
membuat kesalahan dan lebih memilih untuk menerima apapun kinerja
perusahaan asalkan posisisinya aman. • Fleksibilitas
Masih kurangnya fleksibilitas bagi karyawan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini terjadi karena karyawan diharapkan untuk selalu mengikuti tahap‐
tahap formal yang telah ditetapkan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Kurangnya fleksibilitas harus diperbaiki karena fleksibilitas merupakan
salah satu faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan
perusahaan. Perusahaan yang lebih fleksibel dalam menjalankan bisnisnya akan lebih cepat dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki untuk menangkap peluang bisnis baru.
• Umum
Masih rendahnya dukungan perusahaan terhadap sifat entrepreneurial.
Dikatakan demikian karena dalam kebijakan anggarannya, perusahaan
melakukan pengendalian dengan ketat dan untuk mendapatkan dana
investasi di luar anggaran, karyawan harus melalui banyak tahapan untuk
mendapatkan persetujuan. Hal ini perlu diperbaiki lagi karena dapat
melemahkan motivasi karyawan untuk berkreasi dalam menangkap
peluang bisnis baru dengan cepat dan nantinya dapat mempersulit
pertumbuhan perusahaan.
• Masa Depan
Masih rendahnya orientasi perusahaan akan masa depan. Hal ini terjadi
karena perusahaan kurang banyak melakukan investasi di R&D dan
kurangnya penghargaan yang diberikan kepada karyawan yang
bereksperimen dengan hal‐hal baru (innovative). Dukungan perusahaan
melalui R&D, perusahaan bisa menciptakan produk‐produk baru yang
inovatif yang nantinya bisa mendukung produktifitas kerja dan
pengembangan bisnis. Selain itu, pemberian penghargaan perlu lebih
ditingkatkan untuk memotivasi karyawan berinovasi yang penting untuk kelangsungan hidup perusahaan.
• Rencana Strategi
Masih kurang tepatnya penerapan dari rencana strategi yang dimiliki
perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan masih menggunakan
proses perencanaan strategi yang formal dan karena perusahaan
mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan
anggaran tahunan secara agak kaku. Penggunaan proses perencanaan
strategi yang formal dapat menghambat kemajuan perusahaan karena
strategi perusahaan menjadi sulit beradaptasi dalam lingkungan bisnis
yang selalu berubah. Selain itu, dengan selalu berpedoman pada
perencanaan yang telah ditetapkan dapat membuat para manajer bekerja
dengan kaku dan sulit melakukan hal‐hal baru yang bisa berguna bagi perusahaan.
• Intelijen Pasar
Masih kurangnya intelijen pasar yang dilakukan perusahaan. Hal ini
terjadi karena masih rendahnya dorongan perusahaan terhadap karyawan
yang berada di luar divisi pemasaran atau penjualan untuk bertemu
konsumen. Dorongan ini perlu ditingkatkan lagi karena dengan bertemu
langsung dengan konsumen secara terkoordinir, perusahaan jadi bisa
melakukan cross‐check dan mengetahui dengan sebenarnya apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen sehingga bisa terus
memberikan layanan terbaik.
• Fokus
Masih kurang fokusnya perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini
strategi perusahaan. Ketidaksepahaman ini harus dikoreksi karena dapat menyebabkan perusahaan berjalan tanpa arah yang jelas.
• Dukungan
Perusahaan cukup memberi dukungan terhadap ide‐ide baru. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya dorongan untuk memikirkan cara‐cara baru
dan berbeda, fungsi penting untuk inovasi dan pengembangan bisnis
baru, sarana sumbang saran yang menampung ide‐ide karyawan, dan
pertemuan informal untuk mendiskusikan ide baru. • Cross Functionality
Kerjasama antar departemen/fungsi yang telah dilakukan selama ini
sudah cukup baik. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya hambatan
yang berarti dalam bekerjasama, adanya sharing information, dan adanya perotasian karyawan pada fungsi yang berbeda.
• Kecepatan
Perusahaan digambarkan sebagai perusahaan yang bergerak cukup cepat.
Hal ini ditunjukkan dengan cepatnya penanganan keluhan kosumen,
penyelesaian masalah, dan pembuatan keputusan.
Selain dimensi kunci di atas, diperoleh juga hasil penilaian mengenai
Kondisi Perusahaan yaitu sebesar 3.17 (skala 5) dan “Tentang Saya” yaitu sebesar 3.48 (skala 5). Hal ini menunjukkan bahwa:
• Kondisi perusahaan masih tergolong rendah. Rendahnya kondisi
perusahaan disebabkan karena masih rendahnya pemberdayaan sumber
daya manusia, kurangnya inovasi perusahaan, dan kebijakan penggajian
yang kurang kompetitif. Pemberdayaan sumber daya manusia harus
diperbaiki lagi karena sumber daya manusia merupakan aset terbesar
perusahaan. Hal utama yang harus diperhatikan adalah kebijakan
sesuai dengan kinerja karyawan. Hal ini perlu dicarikan solusinya karena dapat menurunkan motivasi karyawan dalam bekerja dan berinovasi.
• Cukup tingginya keyakinan karyawan bahwa entrepreneur bukanlah
dilahirkan melainkan diciptakan melalui proses pembelajaran. Adanya
keyakinan ini sudah merupakan dasar bagi perusahaan untuk segera
membangun budaya entrepreneurial yang nantinya dapat menciptakan
nilai lebih bagi kelangsungan hidup perusahaan.
Hasil dari ELQ menunjukkan bahwa antara tingkat kepentingan
dengan tingkat frekuensi dari dilakukannya perilaku entrepreneurial masih terdapat kesenjangan yaitu untuk Explorer, Miner, Accelerator, Integrator, dan
GEL adalah sebesar 6.68 (18.58%), 4.91 (17.32%), 7.65 (18.57%), 9.74 (17.82%),
dan 5.03 (16.67%). Selain kesenjangan yang terjadi antara tingkat frekuensi dan tingkat kepentingan, terjadi juga kesenjangan antara tingkat frekuensi dan nilai maksimum yaitu untuk Explorer, Miner, Accelerator, Integrator, dan GEL adalah sebesar 15.74 (34.97%), 11.55 (32.99%), 16.44 (32.88%), 25.07
(35.81%), dan 19.87 (44.15%). Kedua kesenjangan yang terjadi, menunjukkan
bahwa perilaku entrepreneurial yang dilakukan oleh manajer dan top
management perusahaan masih kurang, baik dari ekspektasi karyawan
maupun dari nilai maksimum, sehingga masih perlu ditingkatkan.
Peningkatan perilaku entrepreneurial pada kepemimpinan di PT Bank Mega
Tbk. dapat diprioritaskan dengan berdasarkan pada kondisi perusahaan dan kepentingan perusahaan pada saat ini.
5.2 Rekomendasi
Berdasarkan skema proses pembentukan budaya pada Gambar 3.2,
rekomendasi yang ditawarkan untuk meningkatkan budaya entrepreneurial
• Meningkatkan interaksi antar pemimpin atau pendiri perusahaan dengan
kelompok/perorangan dalam perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar
karyawan dapat secara rutin mengkomunikasikan harapannya kepada
pihak manajemen dalam hal entrepreneurial leadership sehingga pihak
manajemen mengetahui ekpektasi karyawan dan kesenjangan yang terjadi bisa berkurang.
• Meningkatkan dukungan terhadap budaya entrepreneurial dengan cara:
o Lebih fleksibel dalam pengendalian anggaran dengan diberikannya
kelonggaran dalam pengalokasian dana untuk ide‐ide baru yang
berpotensi.
o Mengatur agar perencanaan strategi perusahaan tidak terlalu formal
sehingga dapat membangkitkan jiwa entrepreneur karyawan.
o Memberikan keleluasan lebih kepada karyawan untuk mencoba ide‐
ide barunya secara terencana dan tidak langsung memberikan
hukuman ketika mereka gagal mencoba, karena kesalahan
merupakan proses dari pembelajaran. Ini dapat meningkatkan
budaya pengambilan risiko pada diri karyawan.
o Menyederhanakan proses persetujuan anggaran pelaksanaan ide
baru yang sudah disetujui sehingga proyek baru tidak kehilangan
kesempatan berhasil dan meningkatkan motivasi karyawan untuk
berkreasi.
o Mengurangi banyaknya tahapan yang harus dilalui oleh karyawan
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan karena tahapan yang terlalu
banyak dapat menyebabkan gerak karyawan dalam menangkap
peluang menjadi lambat.
o Meningkatkan investasi di R&D karena dengan R&D, perusahaan
bisa menciptakan produk‐produk baru ataupun hal‐hal baru yang
o Meningkatkan dorongan kepada karyawan yang berada di luar divisi
pemasaran untuk bertemu langsung dengan konsumen secara
terkoordinir.
o Memperbaiki sistem penggajian agar menjadi lebih kompetitif
sehingga karyawan menjadi lebih termotivasi dalam bekerja dan
setia (loyal) kepada perusahaan.
o Memperbaiki sistem pemberian penghargaan terhadap karyawan
yang suka bereksperimen. Dengan adanya penghargaan, karyawan
akan menjadi lebih termotivasi dalam berinovasi.
• Melakukan proses pembelajaran
o Seleksi
Dengan cara melakukan perekrutan terhadap orang‐orang yang
berorientasi dan berperilaku entrepreneurial.
Dengan melakukan penilaian akan karyawan terhadap
entrepreneurial leadership. Hal ini dimaksudkan agar pihak
manajemen dapat memperbaiki perilaku entrepreneurial
leadership.
o Manajemen Puncak
Dengan cara menjelaskan dan memberikan contoh akan pelaksanaan
perilaku entrepreneurial. Pemberian contoh dari pihak manajemen
merupakan hal yang penting karena karyawan cenderung mengikuti perilaku atasannya (leading by example).
o Internalisasi
Dengan melakukan pelatihan‐pelatihan yang berbasis
intrapreneurship agar karyawan menyadari tentang pentingnya
memiliki jiwa entrepreneurial dan menerapkannya dalam
bekerja.
Dengan melakukan pelatihan‐pelatihan yang berbasis
dalam rangka memenuhi kebutuhan perusahaan akan pemimpin dengan jiwa entrepreneurial.