• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan. dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu rangkaian proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kurniawan, 2010). Literatur lain menyebutkan pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Salah satu faktor pendukung pembangunan suatu daerah adalah tersedianya infrastruktur yang memadai. Bahkan, dapat dikatakan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting untuk dapat mempercepat proses pembangunan.

Dalam upaya untuk mempercepat proses pembangunan, diberlakukan sistem Otonomi Daerah yang ditandai dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga digantikan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir kali dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

(2)

Definisi Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5). Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah dapat secara otonom menyediakan infrastruktur dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan daerahnya. Saat ini, pemerintah daerah saling berlomba untuk membangun daerahnya sendiri.

Untuk dapat menyediakan infrastrukturnya, pemerintah daerah harus menuangkan rencana tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pengertian APBD menurut UU Nomor 17 tentang Keuangan Negara adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Rencana penyediaan infrastruktur tersebut dituangkan dalam rencana keuangan tahunan pemerintah pada kelompok Belanja Modal.

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, aset tak berwujud (PP 71/2010).

Dalam penganggaran belanja modal, pemerintah daerah juga harus memperhatikan perencanaan keuangan jangka panjang terutama untuk pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut (Abdullah dan Halim, 2004). Perlunya pemeliharaan aset tetap tersebut disebabkan karena seiring

(3)

masa manfaat aset, fungsi dan nilai dari aset yang dimiliki pemerintah semakin berkurang. Maka dibutuhkan biaya tambahan yang digunakan untuk menjaga, memelihara dan memastikan bahwa aset yang dimiliki oleh pemerintah selalu dalam kondisi yang layak dan dapat digunakan sebagaimana tujuan penggunaan aset.

Komitmen pemerintah dalam memastikan aset yang dimiliki pemerintah digunakan sesuai tujuan dengan kondisi layak dan siap pakai sangat menentukan kualitas pembangunan dan pelayanan publik. Jika pemerintah daerah mampu untuk menyediakan infrastruktur dalam usaha untuk percepatan pembangunan daerahnya, harus pula memiliki komitmen untuk menyediakan anggaran pemeliharaan yang akan digunakan untuk pemeliharaan infrastruktur tersebut. Kegagalan pemerintah dalam menyediakan dana pemeliharaan aset tetap yang memadai menimbulkan risiko inefisiensi dan ketidakefektifan penggunaan aset pemerintah (Kukuh Tegar Abdullah, 2015).

Berdasarkan berita yang dikeluarkan oleh minangkabaunews.com,

17 Maret 2015, dapat kita lihat bagaimana kegagalan pemerintah dalam menyediakan dana pemeliharaan asetnya, sehingga menimbulkan ketidakefektifan penggunaan aset GOR H. Agus Salim. Tidak adanya angggaran pemeliharaan diuraikan oleh Kadispora Kota Padang, sehingga dapat terlihat rumput lapangan yang telah panjang, namun pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan pemerintah menyatakan untuk merawat aset tersebut dengan memanfaatkan swadaya dari masyarakat, bukannya menyediakan anggaran pemeliharaan yang memadai.

(4)

Pada 26 Juni 2016, diberitakan oleh economy.okezone.com, terdapat Aset Cagar Budaya Kelas A yang Ambruk. Kadisbudpar Padang membenarkan bahwa aset Klenteng Lama tersebut memang merupakan Aset Cagar Budaya kelas A. Klenteng tersebut saat ini digunakan sebagai museum, karena telah dibangun Klenteng Baru yang digunakan untuk beribadah oleh masyarakat tionghoa. Masyarakat menyayangkan terjadinya peristiwa itu karena nilai historis dan juga nilai pariwisata yang timbul atas adanya Klenteng tersebut. Walaupun tidak ada korban jiwa maupun luka, seharusnya pemerintah memberikan perhatian lebih untuk pemeliharaan Kelenteng lama tersebut. Selain dapat menunjang pariwisata, kurangnya pemeliharaan dapat membahayakan pengunjung museum Klenteng Lama.

Dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 04 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah disebutkan bahwa Belanja Pemeliharaan, Belanja Barang dan Jasa, serta Belanja Perjalanan Dinas termasuk dalam Belanja Barang. Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Hal yang bukan termasuk pengertian Belanja Pemeliharaan adalah jika adanya pengeluaran setelah perolehan aset tetap yang menambah dan memperpanjang

(5)

masa manfaat dan atau kemungkinan besar memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus dikapitalisasi ke dalam belanja modal dan masuk ke dalam laporan keuangan sebagai penambahan nilai aset tetap dan diberikan penjelasan di dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.

Ada kalanya Belanja Pemeliharaan pemerintah daerah mengalami peningkatan, ada kalanya pula terjadi penurunan. Peningkatan jumlah Belanja Pemeliharaan pemerintah daerah dapat disebabkan jika belanja modal yang dilakukan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi atau pemerintah membeli aset baru yang membutuhkan biaya pemeliharaan tambahan. Sementara penurunan jumlah belanja pemeliharaan pemerintah bisa terjadi jika Belanja Modal yang dilakukan pemerintah dimaksudkan untuk mengganti aset tetap yang lama dengan aset tetap yang baru dengan teknologi yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk mendapatkan biaya pemeliharaan yang lebih rendah.

Belanja Pemeliharaan pemerintah daerah juga dapat terbebani dari segi sumber perolehan aset tetap pemerintah. Aset tetap dapat diperoleh dari dua sumber yakni dari belanja modal APBD dan sumber perolehan lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Aset tetap yang diperoleh dari sumber perolehan lain biasanya berasal dari pemberian pihak lain seperti hibah dari pemerintah pusat, lembaga donor ataupun masyarakat. Perolehan aset dari sumber perolehan lain tentu saja tidak akan membebani APBD pada kelompok belanja

(6)

modal. Namun, beban anggaran pada kelompok belanja pemeliharaan tetap akan terbebani.

Beberapa studi empiris terkait hubungan belanja modal dan belanja pemeliharaan telah dilakukan. Hasil penelitian yang ditemukan beberapa penulis terdahulu menunjukkan fakta yang berbeda-beda. Penelitian Abdullah dan Halim (2004) menemukan bahwa alokasi untuk belanja modal berasosiasi positif terhadap belanja pemeliharaan untuk konteks pemerintah daerah di Indonesia, terutama setelah otonomi daerah dilaksanakan. Senada dengan penelitian tersebut, Sembiring (2009) mengemukakan bahwa belanja modal dan pendapatan asli daerah berpengaruh secara signifikan terhadap belanja pemeliharaan. Kukuh Tegar Abdullah (2015) juga berpendapat bahwa Belanja modal pemerintah kota memiliki pengaruh yang signifikan terhadap belanja pemeliharaan pemerintah kota.

Kontras dengan penelitian Abdullah Halim (2004), Sembiring (2009) dan Kukuh Tegar Abdullah (2015), penelitian lain yang dilakukan oleh Peneliti dari Amerika Serikat Bland dan Nunn (1992) dan Karo-Karo (2006) menunjukkan fakta berbeda. Bland dan Nunn mengemukakan bahwa meskipun para manajer di sektor publik, termasuk pemerintah, menyadari bahwa realisasi belanja modal memiliki konsekuensi akan adanya belanja pemeliharaan, tetapi dalam pembuatan keputusan, pengalokasian belanja modal dan belanja pemeliharaan biasanya dilaksanakan secara terpisah. Hal tersebut seolah-olah menunjukkan tidak ada kaitan antara belanja modal dengan belanja operasional dan pemeliharaan. Sementara dalam penelitian Karo-karo, Ia menemukan bahwa tidak terdapat

(7)

korelasi di antara belanja modal dan belanja pemeliharaan. Hal yang ia temukan adalah ketika pemerintah daerah membuat kebijakan untuk mengalokasikan anggaran belanja modal, tidak diiringi dengan pengalokasian untuk belanja operasional dan pemeliharaan yang seimbang.

Berdasarkan paparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh belanja modal terhadap belanja pemeliharaan pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat. Permasalahan yang dibahas disini adalah mengenai pengaruh Belanja Modal terhadap Belanja Pemeliharaan di tahun yang sama, tahun yang berbeda, juga pengaruh Selisih Belanja Modal terhadap Selisih Belanja Pemeliharaan di tahun yang sama.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, peneliti merumuskan permasalahan yaitu:

1. Apakah Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemeliharaan pada Tahun Anggaran yang sama?

2. Apakah Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemeliharaan pada Tahun Anggaran yang berbeda?

3. Apakah Selisih Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Selisih Belanja Pemeliharaan di tahun yang sama?

(8)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian yang hendak dicapai adalah untuk memberikan bukti empiris bahwa:

1. Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemeliharaan pada tahun yang sama.

2. Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Belanja Pemeliharaan pada tahun yang berbeda.

3. Selisih Belanja Modal berpengaruh signifikan terhadap Selisih Belanja Pemeliharaan pada tahun yang sama.

Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi diri peneliti sendiri mengenai hubungan antara Belanja Pemeliharaan dan Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi di Sumatera Barat.

2. Dapat memberikan masukan bagi pembuat kebijakan di Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat dalam membuat kebijakan terkait dengan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan aset di daerah. Dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan pelayanan umum dan infrastruktur daerah kepada masyarakat .

3. Dapat memberikan tambahan yang positif dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan di Bidang Akuntansi Pemerintahan bagi Akademisi.

(9)

4. Dapat digunakan sebagai studi komparatif (perbandingan) bagi peneliti lain yang berhubungan dengan masalah ini.

1.4Sistematika Penelitian

Proposal penelitian ini akan terdiri dari 3 (tiga) bab. Uraian singkat mengenai pembahasan yang terdapat pada masing–masing bab tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian serta sistematika pembahasan.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menguraikan hasil kajian teoritis mengenai Otonomi Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Belanja Modal Pemerintah, Belanja Pemeliharaan yang dikemukakan oleh para ahli di bidang akuntansi dan akuntansi pemerintahan serta Penelitian Terdahulu yang terkait dengan permasalahan penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai metodologi penelitian yang akan digunakan dalam mencari data penelitian dalam menjawab pertanyaan penelitian di bab 1 sehingga tujuan dari penelitian ini dapat tercapai.

(10)

Penjelasan metodologi penelitian dimulai dari gambaran umum objek penelitian, jenis data penelitian, variabel penelitian dan definisi operasionalnya, pengukuran variabel, model penelitian, cara pengujian instrumen penelitian, pengujian hipotesis sampai hasil yang diharapkan dari penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Gaya kepemimpinan disini merupakan suatu kegiatan dimana seorang pemimpin memberikan pengaruh kepada orang lain untuk bekerja sama secara sukarela tentang tugas-tugas

Bahkan kondisi buah ini juga diperburuk dengan perlakuan pasca panen yang sekedarnya sehingga buah jeruk lokal tidak memiliki daya saing pasar yang kuat baik

Use case diagram dapat digunakan untuk kebutuhan apa saja yang diperlukan dalam suatu sistem, sehingga sistem dapat digambarkan dengan jelas bagaimana proses

Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode Realisasi Belanja Modal pada

Alhamdulillah, segala puji syukur hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mendapat bimbingan dan kemudahan dalam menyelesaikan

Bukti sejen kumaha dalitna wangun sisindiran jeung urang sunda, kateangan tina sawatara kakawih barudak, ti leuleutik bari ulin urasng sunda geus mikawanoh wangun

Menjadikan wawasan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang hadis Nabi agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengambil kesimpulan, dan dapat dijadikan sebagai upaya pemahaman

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU OJK, yang dimaksud dengan “Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,