• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan makhluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataan ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. merupakan makhluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataan ayam"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam pedaging merupakan bagian dari pertanian secara umum dan merupakan makhluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataan ayam pedaging dijual setelah mengalami masa pertumbuhan selama lima minggu, bahkan diantaranya beragam jenis unggas, hanya ayam pedaging yang dapat memperpendek pengaruh waktu dalam produksi. Dalam jangka waktu 6-8 minggu ayam pedaging sanggup mencapai bobot hidup 1,5-2 kg. Ayam pedaging memiliki sifat-sifat yang benar-benar menguntungkan (Rasyaf, 2002). Hal ini dijelaskan oleh Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa ayam pedaging merupakan hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat. Dengan memperpendek waktu berarti perputaran modal menjadi lebih cepat. Biaya yang dikeluarkan selama lima minggu produksi akan cepat sekali. Salah satu strain ayam pedaging adalah strain New Lohmann MB 202.

Jenis strain ayam broiler yang dipakai dalam penelitian ini adalah Lohman 202 yang diberi nama strain New Lohman MB 202. Starain ini diproduksi oleh PT. Multibreeder Adirama Indonesia yang merupakan anak perusahaan dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP. Adapun karakteristik strain New Lohman (MB 202) yang menjadi “ Broiler Productions Targets “ adalah seperti tabel di bawah ini

(2)

Tabel 1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202).

Umur Konsumsi Pakan Bobot badan FCR (hari) (gr/hari/ekor) (gr/ekor) (%)

0 - 42 - 1 - 53 - 2 - 66 - 3 - 81 - 4 - 97 - 5 - 116 - 6 - 136 - 7 26 159 0,89 8 28 185 0,91 9 32 213 0,94 10 37 244 0,98 11 41 278 1,01 12 48 314 1,04 13 52 354 1,07 14 59 396 1,11 15 63 441 1,14 16 71 489 1,17 17 75 540 1,20 18 81 595 1,22 19 87 652 1,25 20 91 711 1,27 21 97 773 1,30 22 103 838 1,32 23 109 905 1,34 24 115 974 1,37 25 120 1045 1,39 26 127 1119 1,41 27 131 1193 1,43 28 137 1270 1,45 29 143 1348 1,48 30 147 1428 1,50 31 153 1509 1,52 32 157 1590 1,54 33 161 1673 1,56 34 165 1756 1,58 35 170 1839 1,60

(3)

Ciri-ciri Day Old Chick (DOC)

Beberapa ciri Day Old Chick (DOC) yang kualitas yang baik berdasarkan penampilan secara umum dari luar (general appearance) sebagai berikut : 1. Bebas dari penyakit (free disease) terutama penyakit pullorum, omphalitis dan jamur. 2. Berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang berpengalaman. 3. Day Old Chick (DOC) terlihat aktif, mata cerah dan lincah. 4. Day Old Chick (DOC) memiliki kekebalan dari induk yang tinggi. 5. Kaki besar dan basah seperti berminyak. 6. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh. 7. Anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih. 8. Keadaan tubuh ayam normal. 9. Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2004).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler

Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan pada ternak merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasanya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari jaringan seperti berat daging, tulang, otak dan jaringan lainnya, diartikan sebagai pertumbuhan.

Pertambahan berat badan kerap kali digunakan sebagai pegangan berproduksi bagi para peternak dan para ahli. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa ada bibit ayam yang memang pertambahan berat badannya hebat, tetapi hebat pula makanannya. Padahal biaya untuk ransum adalah yang terbesar bagi suatu peternakan ayam. Oleh karena itu, pertambahan berat badan haruslah pula dikaitkan dengan konsumsi ransumnya (Rasyaf, 1994).

(4)

Kebutuhan Pakan Broiler

Ayam mengkonsumsi ransum dengan energi tinggi akan memperlihatkan lemak karkas dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang mengandung energi rendah. Ayam cenderung meningkatkan konsumsi kalau diberi pakan rendah energi. Dalam kondisi demikian, ayam akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena sebelum terpenuhi, ayam akan berhenti mengkonsumsi karena cepat kenyang (Widodo, 2002).

Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu. Usia (minggu) Bobot Badan (kg) Konversi Pakan (kg) Kebutuhan Pakan/Ekor (g) Per hari Komulatif

1 0,159 0,92 21 146 2 0,418 1,23 53 517 3 0,803 1,40 87 1.126 4 1,265 1,52 114 1.924 5 1,765 1,65 141 2.911 6 2,255 1,79 161 4.038 Sumber : Murtidjo (1987). Analisa Usaha

Menurut Riyanto (1978), analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.

Setelah mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu, pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan (Sirait, 1987).

(5)

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha.

Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang rill untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.

Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun

sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan (Kartadisastra, 1994).

Total Biaya Produksi

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan

(6)

biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi broiler yang dijalankan.

Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total. Misalnya : Biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain lain (Rasyaf, 1995).

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan broiler, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan tinja dan alas “litter) (Rasyaf, 1995).

(Murtidjo, 1993), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga perolehan satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani.

Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendpatan adalah penerimaan dengan biaya produksi (Tohir, 1991).

Menurut Gunawan et al., (1993), menyebutkan bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasialan suatu usaha.

(7)

Pane dan Ismed (1986), yang menyatakan bahwa pakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan selain memiliki kandungan nutrisi yang cukup juga harus ekonomis.

Rugi/Laba

Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : K = TR - TC dimana : K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

Soekartawi (1995), mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Memperoleh suatu laba (keuntungan) dari setiap usaha adalah suatu sasaran dalam berusaha. Jadi, jika merencanakan suatu usaha walaupun sederhana sekalipun diperlukan analisa usaha dengan harapan mendapatkan

(8)

keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajeman dan pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut (Karo – karo et al., 1995).

Bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi harga pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka akan diperoleh keuntungan dari usaha peternakan tersebut (Murtidjo, 1993).

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak.

IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

R/C (Return of Cost)

R/C adalah singkatan dari return of cost ratio yaitu perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio perbandingan antara penerimaan dan biaya total, yang menurut (Soekartawi, 2002) persamaannya dapat ditulis: a = R/C ...( )

(9)

dimana: R = Py.Y C = FC+VC a = {(Py.Y)/(FC+VC)} R = penerimaan C = biaya Py = harga output Y = output

FC = biaya tetap (fixed cost)

VC = biaya variabel (variable cost)

Dan nanti hasil dari R/C ratio dikategorikan menjadi 3, yaitu

a. Bila R / C > 1, maka artinya usahaternak mendapatkan keuntungan b. Bila R / C < 1, maka usahaternak mengalami kerugian

c. Bila R / C = 1, maka usahaternak impas (tidak untung/tidak rugi)

Menurut Kadarsan (1995), R/C rasio adalah rasio penerimaan atas biaya yang menunjukkan besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha ternak. Analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha ternak, artinya dari angka rasio tersebut dapat diketahui, apakah suatu usaha ternak menguntungkan atau tidak. Nilai R/C rasio tidak mempunyai satuan. Usaha ternak dikatakan menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan untuk usaha ternak akan memberikan penerimaan lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, usaha ternak dikatakan tidak menguntungkan bila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu. Hal ini berarti setiap

(10)

satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Semakin besar nilai R/C, maka semakin baik usaha ternak tersebut. Usaha ternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu. Rumus yang digunakan :

R/C Rasio = Dengan kriteria :

R/C Rasio > 1 : Usaha untung

R/C Rasio = 1 : Usaha impas atau tidak untung dan tidak rugi R/C Rasio < 1 : Usaha rugi

Dalam suatu analisis usaha tani, sering digunakan return of cost ratio (R/C) yaitu perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya. R/C tidak mempunyai satuan, nilai R/C dapat dibagi menjadi 3 kategori secara teoritis yaitu :

1. Nilai R/C = 1 usahatani impas.

2. Nilai R/C > 1 usahatani menguntungkan.

3. Nilai R/C < 1 usahatani tidak menguntungkan/rugi. (Rumapea, 2010).

Break Even Point (BEP)

Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2005).

(11)

Break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang

dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).

Menurut Rahardi et al., (1993), break even point (BEP) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

Ransum Ayam Broiler

Ransum adalah makanan yang perlu disediakan untuk kebutuhan ayam selama sehari semalam untuk menunjang segala aktivitas ayam setiap harinya. Ransum ayam biasanya terdiri dari campuran dari bebrapa macam makanan yang berasal dari tanam-tanaman dan hewan serta campuran beberapa zat mineral utama yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembangnya ayam (Komandoko, 2002).

Rasyaf (2004), menyatakan bahwa ransum merupakan kumpulan bahan makanan yang layak di makan oleh ayam dan telah disusun mengikuti aturan tertentu. Aturan itu meliputi nilai kebutuhan gizi bagi ayam dan nilai kandungan gizi dari bahan makanan yang digunakan. Untuk pertumbuhan dan keperluan hidupnya, ayam pedaging membutuhkan unsur-unsur protein, energi, vitamin, mineral, lemak dan air. Semua unsur gizi itu saling terkait satu sama lain dan

(12)

Tujuan utama dalam pemberian pakan pada ayam pedaging adalah menjamin penambahan bobot badan selama pertumbuhaan dan penggemukannya. Pada ayam pedaging, kebutuhan zat-zat makanan berbeda jumlahnya pada setiap fase atau tingkatan umur ayam. Kebutuhan zat nutrisi untuk ayam broiler seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler.

Nutrisi

Fase Awal Fase Akhir

Protein 21 – 23 % 19 – 21 %

Energi 2900 – 3200 Kkal/Kg 2900 – 3200 Kkal/Kg

Lemak 5 – 8 % 5 – 8 %

Serat Kasar 3 – 5 % 3 – 5 %

Kadar Abu 4 – 7 % 4 – 7 %

(Rasyaf, 2004)

Menurut Fadilah (2004), kandungan protein dalam ransum untuk ayam broiler umur 1-14 hari adalah 21 - 24% dan untuk umur 14-39 hari adalah 19 - 21%. Kebutuhan protein untuk ayam yang sedang bertumbuh relatif lebih tinggi karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahju,1992). Lebih lanjut Rizal (2006) mengatakan bahwa kebutuhan anak ayam (starter) akan kalsium (Ca) maksimum 1% dan ayam sedang tumbuh dan finisher adalah 0,6%, sedangkan kebutuhan ayam akan fosfor (P) bervariasi dari 0,2-0,45% dalam ransum.

Jenis Ransum Ayam Broiler berdasarkan bentuk fisik ransum

Prosesing pembuatan pakan adalah sangat penting karena selain bisa mendatangkan keuntungan yang besar juga bisa sebaliknya mendatangkan kerugian besar jika prosesingnya tidak sesuai aturan yang berlaku atau standard operasional prosedur (SOP), misalnya terjadinya kerusakan fisik ataupun kimia

(13)

dari bahan pakan. Beberapa jenis prosesing pembuatan pakan adalah : chopping (pemotongan), grinding, cooking, peleting dan crumbling (Ichwan, 2003).

Tilman at a.,l (1991), mengatakan bahwa ada beberapa bentuk pakan ayam yaitu tepung halus, tepung kasar/crumble, pelet. Pakan tepung halus digunakan untuk fase starter, tepung kasar/crumble untuk fase grower selanjutnya pakan ayam dewasa berbentuk pelet. Lebih lanjut menurut Rasyaf (2004), ransum bentuk butiran atau pelet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk “ pelet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran dan pelet. Bentuk fisik pakan yang berbeda menjadikan adanya pilihan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.

Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Hari pertama diberi ransum starter 75% ditambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi ransum starter 50% ditambah ransum finisher 50%, hari berikutnya diberi ransum starter 25% ditambah ransum finisher 75% dan hari terakhir diberi ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Ransum berbentuk Tepung ( Mash )

Program pemberian ransum sangat tergantung terhadap rencana ayam itu dipanen, jika ayam yang akan dipanen berukuran kecil sampai sedang, pemberian

(14)

diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu. Butiran (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler. Bentuk ransum tepung atau mash lebih mudah dicerna dan lebih murah harganya karena tidak membutuhkan alat khusus lagi tetapi jika dipakai lebih dominant atau lebih lama dibandingkan dengan bentuk crumble/pelet maka bisa menyebabkan nilai konversi ransumnya semakin naik (Fadilah, 2004),

Bentuk Tepung (all mash) seluruh bahan baku yang digunakan, digiling menjadi tepung, kemudian dicampur menjadi homogen. Bentuk ini lebih dikenal dengan nama tepung lengkap (all mash), karena di dalam campuran pakan tersebut sudah terkandung seluruh kebutuhan nutrisi yang diperlukan ayam. Bentuk ini menjadi salah satu pilihan termurah untuk pakan ternak unggas, walaupun ada beberapa kekurangan jika digunakan sebagai pakan broiler. Kekurangannya adalah mudah tercecer karena terjadinya segregasi. Segregasi ini akan menyebabkan pakan yang dikonsumsi menjadi tidak seimbang. Kekurangan lainnya adalah pakan banyak yang melekat di paruh ayam. Akibatnya, tempat minum menjadi kotor dan pakan banyak yang terbuang,sehingga nilai FCR menjadi lebih besar dibandingkan dengan bentuk lainnya. Disamping itu, bentuk pakan ini kurang diminati ayam pedaging, sehingga bobot akhir pada umur yang sama akan lebih ringan dibandingkan bentuk crumble (Ichwan, 2005).

Ransum berbentuk Crumble

Ransum berbentuk crumble diperoleh dari proses crumbling. Crumbling adalah proses penggilingan/pemecahan pelet menjadi partikel berbentuk granular. Ransum berbentuk crumble biasanya digunakan untuk ternak pada periode starter dan grower (Perry et al., 2003).

(15)

Bentuk crumble diperoleh dengan memecah pelet menjadi bentuk remah,sehingga cocok untuk dikonsumsi ayam mulai masa starter hingga masa finisher (Ichwan, 2005). Selanjutnya, menurut Agustina dan Purwanti (2009), bentuk crumble ukurannya lebih kecil, disukai oleh ternak dan tidak mempunyai kesempatan memilih. Jadi biasanya ayam lebih baik pertumbuhannya dibanding dengan ayam yang memperoleh ransum bentuk mash. Crumble ini dapat diberikan mulai ayam umur DOC.

Ransum berbentuk crumble dibagi 3 ukuran lagi, yaitu : fine crumble, crumble dan coarse crumble (crumble kasar). Ransum berbentuk fine crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara mash dengan crumble. Kalau ransum berbentuk crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara fine crumble dengan coarse crumble, sedangkan ransum berbentuk coarse crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara crumble dengan pelet (PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008).

Ransum berbentuk Pelet

Ransum berbentuk pelet diperoleh dari proses peleting. Proses peleting adalah proses mengkompressikan pakan berbentuk tepung dengan bantuan uap panas (steam) untuk menghasilkan pakan yang silinderis. Peleting memberikan keuntungan : pakan tidak berdebu, kandungan zat nutrisi dalam setiap pelet tersebut seragam dan homogen, akan mengurangi sisa pakan atau pakan terbuang, membatasi sifat memilih dari ternak dan pada akhirnya akan meningkatkan performans ternak yang bersangkutan (Amrullah, 2004).

(16)

Menurut Ichwan (2003), menyatakan bahwa adapun kelebihan pakan berbentuk pelet adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan selera makan ayam / palatabilitas.

2) Pemborosan pakan akibat tumpah/terbuang dapat ditekan.

3) Dapat mengefesienkan formula pakan, karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama.

4) Ayam tidak diberi kesempatan untuk memilih - milih makanan yang disukai.

Adapun kelebihan yang lain menurut Amrullah (2004), menyatakan bahwa penyajian dalam bentuk pelet dari ransum yang mengandung serat kasar tinggi lebih memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menyajikan ransum berbentuk pelet yang kadar serat kasarnya rendah, pakan yang berbentuk pelet akan menghemat waktu yang diperlukan ayam untuk makan. Kendatipun banyak bergantung pada kepadatan ransum, kalau diperlukan 1 jam untuk menghabiskan sejumlah ransum pelet, maka untuk bobot yang sama ransum bentuk butiran akan memerlukan waktu selama 1,8 jam; 2,1 jam untuk ransum pelet yang dihancurkan ulang; dan 2,4 jam untuk ransum berbentuk tepung. Ransum berbentuk crumbel atau pelet memang dapat memperbaiki penampilan ayam yang dipelihara terutama karean dapat meningkatkan kepadatan zat makanan. Ransum berat jenisnya meningkat dan lebih banyak ransum yang dapat ditampung di dalam tembolok per satuan waktu. Rasa kenyang ayam lebih banyak ditentukan oloeh peregangan temboloknya. Lebih lanjut Rasyaf (2004), menyatakan bahwa ransum berbentuk pelet menghasilkan ayam dengan bobot badan tertinggi dibandingkan ransum tepung komplit. Namun, ransum berbentuk

(17)

campuran antara butiran dengan crumble (butiran pecah) mempunyai konversi pakan terbaik. Ransum berbentuk pelet ini hanya digunakan untuk ayam broiler masa akhir.

Bentuk pakan pelet akan lebih efisien dalam menghasilkan berat badan jika dibadingkan dengan pakan dalam bentuk tepung. Pakan bentuk tepung akan banyak yang terbuang sebagai debu. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi unggas adalah pakan. Pakan yang baik juga mempengaruhi kualitas dan pertumbuhan berat badan unggas. Pelet merupakan pakan yang sangat baik untuk pertambahan berat badan (Santoso, 2008).

Gambar

Tabel 1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202).
Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu.  Usia  (minggu)  Bobot  Badan (kg)  Konversi  Pakan (kg)        Kebutuhan Pakan/Ekor (g) Per hari               Komulatif
Tabel 3.  Kebutuhan Nutrisi Broiler.

Referensi

Dokumen terkait

Imago yang keluar dipindahkan ke dalam kotak pemeliharaan lain (20 x 20 x 30 cm) berisi kentang yang telah dilukai agar larva yang baru menetas bisa dengan mudah

Maka dari itu, penulis mengadakan suatu penelitian untuk dapat memahami lebih lanjut tentang Evaluasi Kinerja BPBD Kabupaten Badung dan faktor pendukung serta penghambat

Dengan pengertian bahwa teknologi mencakup bioteknologi, dan bahwa akses dan pengalihan teknologi di antara para Pihak merupakan unsur- unsur penting bagi pencapaian tujuan

Dengan memanfaatkan library yang sudah ada pada Arduino, maka dengan cepat kita bisa membuat Proses-Proses pertukaran data dari Embedeed System yang kita miliki dengan server database

Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan bahwa rumah sakit melakukan beberapa Kesalahan atas penerapan pemungutan yaitu objek PPh pasal 22, non objek PPh pasal

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Untuk menjaga kesinambungan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, telah disusun rencana kegiatan oleh 6 (enam)

Dan semakin menunjukkan bahwa dalam hal penangguhan upah, DiJjen Binawas KetenagakeJjaan lebih memihak kepada pengusaha, hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya