• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Budidaya Gurami (Osphronemus gouramy)

Gurami merupakan ikan air tawar yang berasal dari Indonesia (Welcomme 1988). Gurami merupakan spesies ikan yang berukuran besar, memiliki sifat herbivora dan dapat hidup pada kelarutan oksigen rendah di dalam air (Welcomme 1988). Gurami disukai karena dagingnya yang tebal dan rasanya yang enak. Gurami telah dibudidayakan secara luas oleh masyarakat Indonesia dan menyebar ke negara lain. Teknik budidaya gurami menyebar dari Indonesia ke India tahun 1916, Filipina tahun 1927, Srilanka tahun 1939 dan Maritius tahun 1951 (Welcomme 1988).

Ikan gurami tergolong ikan air tawar yang pertumbuhannya lambat. Di perairan alam, gurami hidup di sungai, rawa air tawar yang berada 50–600 meter di atas permukaan laut. Tempat ideal untuk budidaya gurami berada pada ketinggian 50–400 meter di atas permukaan laut dengan suhu optimal bagi pertumbuhan gurami adalah 24–28°C (Murtidjo 2001). Salah satu lokasi di Sumatera Utara yang menjadi pusat budidaya gurami adalah Perbaungan. Perbaungan merupakan kecamatan di Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah Perbaungan yang berada pada ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut merupakan daerah ideal untuk budidaya gurami (Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai 2006). Kolam budidaya gurami di daerah Perbaungan ditampilkan pada Gambar 2. Keberhasilan budidaya gurami sangat dipengaruhi oleh kualitas bibit, kondisi cuaca, kondisi kualitas air dan penyakit.

Pembenihan gurami di daerah Perbaungan dilakukan secara tradisional. Setelah proses pemijahan, telur yang berada di sarang gurami dipindahkan untuk proses penetasan. Proses penetasan ada tiga cara yaitu penetasan pada kolam pemijahan, penetasan pada wadah terapung dan menggunakan paso (Murtidjo 2001).

(2)

Gambar 2. Kolam budidaya gurami

Penetasan yang dilakukan oleh petani di daerah Perbaungan di lakukan pada bak beton berukuran 1 x 1 x 1 meter dan diberi pelindung agar tidak terkena cahaya matahari langsung. Tingkat keberhasilan penetasan telur sangat dipengaruhi oleh kualitas induk. Telur yang berasal dari induk yang masih muda biasanya tingkat penetasan telurnya rendah. Hal ini disebabkan telur masih muda sehingga sisa kuning telur yang tidak menetas menjadi media yang baik untuk Saprolegnia (Rach et al. 1997). Infeksi Saprolegnia dengan cepat menyebar kepada telur yang sehat dan menyebabkan penurunan tingkat keberhasilan penetasan telur gurami. Bentuk infeksi Oomycetes pada telur gurami di pembenihan tradisional ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk infeksi Saprolegnia sp. pada telur gurami di pembenihan tradisioan. (A) Telur normal, (B) Telur terinfeksi Saprolegnia sp. A

(3)

2.2. Saprolegnia sp.

Saprolegnia yang termasuk dalam Oomycetes merupakan patogen utama pada ikan air tawar (Noga 2000). Oomycetes dibagi menjadi 4 ordo dan tiga diantaranya dapat menginfeksi ikan yaitu Saprolegniales, Leptomitales dan Peronosporales (Noga 1993). Infeksi Saprolegnia pada ikan paling sering disebabkan oleh Saprolegnia dari famili Saprolegniaceae (Noga 2000). Klasifikasi Saprolegnia didasarkan pada siklus hidup, morfologi hifa dan unit reproduksi seperti tipe spora yang dihasilkannya (Khoo 2000).

Secara konvensional, Oomycetes dimasukkan ke dalam kingdom Saprolegnia berfilamen. Namun analisis secara molekular dan biokimia menyebutkan bahwa Oomycetes secara taksonomi sedikit memiliki kesamaan dengan jamur berfilamen namun dekat kekerabatannya dengan alga cokelat (heterokont) dalam Stramenophiles yaitu salah satu eukaryot (Kamoun 2003). Karakteristik Saprolegnia ini yang membedakannya dengan yang lain adalah Oomycetes menghasilkan heterokont zoospora yaitu spora motil biflagelata (Roberts 2001). Zoospora adalah alat reproduksi aseksual utama yang dihasilkan oleh zoosporangium. Reproduksi seksual dengan peleburan dua gamet membentuk dinding tebal yaitu oospora yang merupakan asal penamaan kelas Oomycetes (Roberts 2001). Secara ultrastruktur, Oomycetes memiliki krista mitokondria dengan bentuk tubular berbeda dengan Saprolegnia lainnya yang memiliki bentuk platelike cristae atau bentuk pipih (Kamoun 2003). Keunikan Oomycetes juga ditemukan pada komposisi dinding selnya. Penyusun utama dinding sel Oomycetes adalah polimer β-1,3 glukan dan selulosa namun dengan sedikit kitin. Walaupun kitin penyusun dinding sel yang minor namun merupakan komponen penting dalam dinding sel disebabkan kitin sintase menghambat polyoxin D yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dinding sel Oomycetes (Kamoun 2003).

Struktur hifa Saprolegnia sp. yang diambil dari lesi sampel kulit atau insang ikan dapat diamati di bawah mikroskop. Pengamatan Saprolegnia di bawah mikroskop menunjukkan hifa transparan (hialin), bercabang, tidak bersepta dan hifa berukuran besar (ukuran 7–40 µm) (Khoo 2000). Gambar pengamatan preparat basah

(4)

sampel kulit ikan yang mengalami lesi akibat Saprolegnia sp. dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengamatan preparat basah sampel kulit yang mengalami lesi akibat infeksi Saprolegnia sp. (Khoo 2000)

Oomycetes secara alami tersebar di perairan air tawar dan mewakili kelompok patogen yang menginfeksi ikan dan telur (Mastan 2008). Saprolegnia tidak dapat mensintesis nutrisi karena bersifat heterotrof yaitu membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Saprolegnia dikategorikan sebagai saprofit yang menggunakan bahan organik ataupun sebagai parasit yang menginfeksi mahluk hidup agar dapat bertahan hidup (Khoo 2000).

Oomycetes merupakan patogen utama pada telur ikan (Noga 2000) baik pada telur yang hidup maupun telur yang sudah mati (Mastan 2008). Infeksi dimulai pada telur yang tidak difertilisasi atau dibuahi ataupun telur yang tidak hidup (Noga 2000). Infeksi menyebar kepada telur yang sehat melalui kemotaksis positif (Bruno dan Wood 1999). Pada saat awal menginfeksi, Saprolegnia menghasilkan lebih banyak zoospora yang dapat menginfeksi lebih banyak telur sehingga sangat penting untuk dapat memindahkan telur yang mati dari bak pembenihan (Carral 2004) namun

(5)

metode ini memerlukan ketelitian dan dapat menyebabkan kerusakan pada telur sehat (Carral 2004). Pada tahap ini diperlukan bahan yang bersifat fungistatik untuk menghambat pertumbuhan Saprolegnia dari telur yang mati yang terinfeksi dan menghambat penyebaran Saprolegnia.

2.3 Pengendalian Oomycetes di Pembenihan

Pengendalian infeksi Saprolegnia di pembenihan ikan biasanya menggunakan bahan kimia (Rach 1997). Beberapa bahan kimia yang dapat digunakan dalam pengendalian Saprolegnia adalah malachite green, formalin (Noga 2000 ; Rach 1997), hidrogen peroksida (Rach 1998) dan natrium klorida. Malachite green adalah bahan kimia yang paling efektif dalam pengendalian Saprolegnia (Van West, 2006; Aldermann 1994). Malachite green meracuni enzim yang berperan dalam respirasi sel sehingga sel kekurangan oksigen (Aldermann 1994). Pengendalian Saprolegnia dengan menggunakan malachite green pada telur ikan salmon menyebabkan pengaruh pada proses mitosis disebabkan kerusakan kromosom (Aldermann 1994). Pelarangan dan pembatasan penggunaan bahan kimia menyebabkan banyak penelitian yang mencari kandidat pengendalian Saprolegnia. Bahan anti Saprolegnia yang berasal dari alam menjadi alternatif pengendalian Saprolegnia. Beberapa bahan anti Saprolegnia yang mampu menurunkan tingkat kematian pada telur salmon adalah kombinasi minyak esensial (CEO) dari tumbuhan Thymus vulgaris, Salvia officinalis, Eucalyptus globulus dan Methapiperita (Mousavi et al. 2009). Ekstrak dari tanaman Armoracia rusticana mampu menghambat pertumbuhan miselium Saprolegnia parasitica secara in vitro (Khomvilai et al. 2006). Pirbalouti et al. (2009) menyatakan bahwa minyak esensial dari T. daenensis dan T. khuzestanicum dan ekstrak etanol berpotensi digunakan untuk menghambat pertumbuhan S. parasitica pada telur salmon. El Kassas & Khairy (2009) melaporkan bahwa jamur Aspergillus japonicus dan Trichoderma viridae serta beberapa jenis chlorophyceae (Chlorella salina, Tetraselmis chuii, dan Nannochloropsis oculata) memiliki kemampuan dalam menghambat jamur patogen Fusarium solani. Lategan et al. (2004) menyatakan

(6)

bahwa bakteri Aeromonas strain A 199 memiliki kemampuan menurunkan kejadian saprolegniosis pada ikan.

2.4. Bakteri Kitinolitik sebagai Pengendali Hayati Saprolegnia sp.

Kitin adalah adalah homopolimer β 1-4 N-asetilglukosamin yang tersebar luas di alam ini dan ditemukan pada kutikula serangga, kerapas krustasea dan dinding sel Saprolegnia (Watanabe et al. 1999; Gohel et al. 2006). Enzim yang dapat melakukan degradasi kitin adalah kitinase atau enzim kitinolitik. Kitinase terdiri atas famili glycosyl hydrolase 18 dan 19 berdasarkan klasifikasi dari Henrissat & Bairoch (1993), serta 20 (Chernin & Chet 2002). Klasifikasi ini didasarkan pada persamaan sekuen asam amino dari domain katalitik enzim tersebut (Henrissat dan bairoch 1993). Walaupun dalam famili yang sama, kitinase menunjukkan perbedaan dalam hal spesifikasi substrat, reaksi dan pH optimum (Chernin & Chet 2002). Sifat hidrolisis dari kitinase menjadi dasar untuk dapat digunakan sebagai pengendali hayati Saprolegnia dengan memanfaatkan organisme yang menghasilkan enzim ini.

Organisme yang dapat mendegradasi kitin tersebar luas di alam, termasuk organisme yang tidak memiliki kitin seperti bakteri, virus, tumbuhan tingkat tinggi dan hewan yang memiliki peran penting dalam fisiologi dan ekologi. Mikroba mendegradasi kitin dengan mensekresikan enzim yang memiliki spesifitas tertentu untuk mengubah atau menghidrolisis kitin (Matsumoto 2006). Kitinase yang diproduksi oleh beberapa mikroba memiliki perbedaan dalam hal berat molekul, suhu optimum dan tingkat stabilitasnya serta memiliki rentang pH yang luas (Chernin & Chat 2002).

Sebagian besar pendapat menyebutkan bahwa bakteri yang ditemukan di perairan atau lingkungan akuatik berasal dari tanah dan terlarut di dalam air secara alami (hujan) ataupun aktivitas manusia. Bacillus dan Pseudomonas adalah bakteri yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tanah atau air (Sousa & Siva-sousa 2001). Mikroba yang berada di perairan atau lingkungan akuatik telah banyak dilaporkan memiliki kemampuan kitinolitik, pada air tawar seperti danau (Donderski & Brzezinska 2001; Brzezinska & Donderski 2006 dan Chang et al. 2007) maupun pada

(7)

air laut (Han et al. 2009) dan danau yang memiliki hipersalin dan alkalin (Lecleir & Hollibaugh 2006).

Keberadaan bakteri kitinolitik di lingkungan akuatik berperan penting sebagai pendegradasi sisa kitin dari eksosekeleton karapas krustasea, diatom, protozoa, nematoda (Brzezinska & Donderski 2006) yang telah mati sehingga berperan dalam siklus C dan N dalam ekosistem perairan (Chernin & Chat 2002). Bakteri ini dapat mengubah kitin menjadi bahan organik sehingga dapat digunakan sebagai sumber nitrogen dan karbon (Han et al. 2009). Bakteri kitinolitik menyebabkan shell diseases syndrome yaitu kondisi degradasi pada eksoskeleton krustasea sehingga terbentuk lesi spot hitam (Vogan dan Rowley 2002).

Bakteri kitinolitik merupakan kandidat bakteri yang dapat digunakan dalam pengendali hayati jamur. Gohel (2006) menyebutkan beberapa bakteri yang digunakan sebagai biokontrol jamur patogen pada tanaman antara lain Pseudomonas syringae sebagai biokontrol patogen Botrytis cinerea, Penicillium spp., Mucor

pyroformis dan Geotrichum candidum. Jamur patogen pada tanaman yaitu Fusarium

semitectum, Ganoderma boninense and Penicillium citrinum dapat dihambat oleh isolat bakteri kitinolitik (Suryanto & Munir 2006).

Mikroba hidup yang memberikan pengaruh positif pada hewan akuatik (inang) dengan memodifikasi inang atau komunitas mikroba di lingkungan inang, meningkatkan pengggunaan pakan atau meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan respons inang melawan penyakit atau dengan meningkatkan kualitas lingkungan inang didefinisikan sebagai probiotik dalam akuakultur (Watson et al. 2008). Penggunaan probiotik atau bakteri menguntungkan yang dapat mengendalikan patogen secara alami dengan mekanisme yang bervariasi merupakan suatu alternatif penggunaan antibiotik (Balcazar et al. 2006). Ringkasan penelitian probiotik sebagai pengendali hayati Saprolegnia sp. dalam bidang akuakultur ditampilkan pada Tabel 1.

(8)

Tabel 1. Ringkasan penelitian penggunaan probiotik sebagai pengendali hayati infeksi Saprolegnia sp. dibidang akuakultur

Hewan Percobaan

Probiotik

potensial Patogen Metode uji Referensi Aeromonas media Ed. tarda, V. anguillarum, Y. ruckeri, A. salmonicida, Lactococcus garvieae, Saprolegnia parasitica

In vitro Lategan et al.

(2006)

Pseudomonas fluorescens

Saprolegnia spp. In vitro Bly et al.

(1997) Eel Aeromonas media Saprolegnia spp. In vitro dan In vivo Lategan dan Gibson (2003) Eel Aeromonas media Saprolegnia parasitica

In vivo Lategan et al.

(2004b) Silver

perch

Aeromonas media

Saprolegnia sp. In vivo Lategan et al.

(2004a)

Peningkatan kolonisasi dan pengaruh penghambatan secara langsung melawan patogen adalah faktor utama yang dimiliki probiotik dalam mengurangi kejadian dan lamanya penyakit. Strain beberapa probiotik menunjukkan kemampuan menghambat bakteri patogen baik secara in vitro maupun in vivo (Balcazar et al. 2006). Selanjutnya, Balcazar et al. (2006) menyebutkan bahwa probiotik sebagai pengendali hayati memiliki mekanisme kerja antara lain kompetisi, sumber nutrisi dan kontribusi enzim untuk pencernaan, mempengaruhi kualitas air, meningkatkan respon kekebalan tubuh. Watson et al. (2008) menyebutkan bahwa kompetisi oleh probiotik adalah kompetisi sumber energi dan perlekatan probiotik pada mukosa hewan akuatik. Aktivitas probiotik Aeromonas media strain A199 berasal dari produksi bahan penghambat ekstraseluler (Lategan et al. 2006).

(9)

Pengendalian hayati infeksi Saprolegnia sp. menggunakan bakteri telah banyak dilaporkan. Beberapa jenis bakteri yang dapat digunakan sebagai pengendali hayati Saprolegnia sp. adalah P. fluorescens yang diisolasi dari jaringan tubuh ikan salmon yang terinfeksi S. parasitica (Hatai & Willoughby 1988). Aeromonas media strain A199 memiliki kemampuan sebagai pengendali hayati infeksi Saprolegnia sp. pada Bidyanus bidyanus (Mitchell) (Lategan et al. 2004a) dan Anguilla australis (Lategan et al. 2004b). Pengendalian hayati infeksi Saprolegnia sp. pada telur gurami dengan menggunakan bakteri kitinolitik yang berasal dari perairan tawar belum banyak dilaporkan.

Gambar

Gambar 3.  Bentuk  infeksi  Saprolegnia  sp.  pada  telur  gurami  di  pembenihan  tradisioan
Gambar 4.   Pengamatan  preparat  basah  sampel  kulit  yang  mengalami  lesi  akibat   infeksi Saprolegnia sp
Tabel 1.  Ringkasan  penelitian  penggunaan  probiotik  sebagai  pengendali  hayati  infeksi Saprolegnia sp

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini sejalan dengan pe- nelitian yang dilakukan oleh Sullivan (2001), Dowlatabadi, Saadat dan Jahangiri (2013), dan Hosseinkhanzadeh dan Niyazi (2011)

(Suatu hal yang dapat diterapkan secara umum untuk semua persaingan tidak jujur atau curang dalam perdagangan dan bisnis, tetapi terutama diterapkan pada praktik berusaha

Kondisi ini dapat terjadi akrena untuk kedua tempuhan ini, 2 jam tahap reaksi pada akhir siklus dilakukan periode aerob, selain itu pada tempuhan 5, COD rata-rata umpan yang

ini guru model merasa tidak jauh berbeda dengan open lesson ketiga yakni sudah mulai merasa percaya diri, dan masuk kelas tepat waktu sehingga apa yang

Peraturan dan ketentuan dalam SOA yang relevan di antaranya adalah (i) SOA Seksi 404 yang mensyaratkan manajemen bertanggung jawab atas dilakukannya

Hasil produksi ikan pelagis pada kuartal II dapat mewakili suhu permukaan laut pada musim pancaroba bulan April dan Mei, sedangkan data bulan Juni masih memiliki pengaruh

Peneliti melakukan tes awal (tes diagnostik) dan wawancara setiap mahasiswa yang mengontrak mata kuliah progam linear tersebut. Hasil dari tes awal dan wawancara

Hasil uji F menunjukkan bahwa naungan dan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap luas daun trifoliat, luas daun spesifik, luas daun total dan jumlah..