• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MORFOMETRIK DAN ANALISIS

FILOGENI PADA ENAM SUB POPULASI KAMBING LOKAL

INDONESIA

Pendahuluan

Berdasarkan Statistik Tahun 2010 jumlah populasi ternak kambing di Indonesia sebanyak 16 841 149 ekor, paling tinggi di provinsi Jawa Tengah (3 491 073 ekor), Jawa Timur (2 822 534 ekor), Jawa Barat (1 825 748 ekor), Lampung (1 206 000 ekor), Banten (854 522 ekor), NAD (886 468 ekor), Sumatera Utara (621 492 ekor), NTT (556 190 ekor) dan Sulawesi Selatan (442 297 ekor). Hampir 99% ternak ruminansia kecil di Indonesia merupakan skala usaha ternak kecil (Soedjana 2008). Sekitar 95% penduduk Indonesia adalah Muslim, ruminansia kecil mempunyai peranan penting pada kegiatan keagamaan terutama perayaan Idul Adha. Ternak kambing dapat mengkonversi hijauan berkualitas rendah menjadi protein hewani, sebagai sumber pupuk kandang serta sebagai tabungan.

Parameter fenotipik merupakan metode yang paling mudah digunakan untuk mengidentifikasi karakterisitik ternak ruminansia (Alade et al. 2008; Khan

et al. 2006; Dossa et al. 2007; Jimmy et al. 2010). Perbedaan penampilan disebabkan selama domestikasi tipe-tipe atau rumpun-rumpun hewan terpisah fenotipik secara genetik karena adanya proses adaptasi (ekpresi gen) dengan lingkungan lokal dan kebutuhan komunitas lokal sehingga dihasilkan rumpun yang berbeda. Adanya kemampuan adaptasi hewan disebabkan hewan memiliki kemampuan menghasilkan lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, status fisiologi dan atau tingkah laku sebagai reaksi atau upaya adaptasi terhadap perubahan lingkungan berupa pengaturan ekspresi gen dan perubahan bentuk fenotip (Riva et al. 2004; Mansjoer et al . 2007; Noor 2008; Karna et al. 2001).

Mendukung upaya pelestarian dan pemanfaatan ternak kambing lokal secara berkelanjutan maka perlu diketahui karakteristik fenotipik dan potensi produksi ternak yang ada di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi tentang karakteristik morfometrik dan jarak genetik kambing lokal di Indonesia.

(2)

Bahan dan Metode

Penelitian ini menggunakan beberapa sub populasi kambing lokal Indonesia yang disebut Kambing Samosir, Kambing Muara, Kambing Marica, Kambing Jawarandu, Kambing Benggala dan Kambing Kacang. Penentuan sampel kambing dengan metode purposive sampling, yaitu pertama menentukan Kabupaten daerah sentra produksi di setiap Propinsi, baru kemudian ditentukan Kecamatan dan Kelompok Desa. Setiap sub populasi diambil sekitar 34 - 217 ekor kambing sebagai sampel sesuai dengan ketersediaan populasi ternak yang bisa ditemui di lapangan dan diusahakan diambil dari desa yang jauh kekerabatan/keturunan sampel kambing dengan sampel pada lokasi desa pengambilan lainnya.

Peralatan penelitian yang digunakan yaitu tongkat ukur ketelitian 0.1 cm, pita ukur ketelitian 0.1 cm, jangka sorong stainless steel buatan Jerman, timbangan gantung (shelter) dengan ukuran kg dengan tingkat ketelitian 50 gram, kamera digital Nikon F-9. 8 mega pixel, dan tali rapiah pengikat kambing.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapangan untuk koleksi data fenotipik dilakukan pada bulan Maret 2009 sampai Maret 2011 di empat Propinsi yaitu:

1. Propinsi Sumatera Utara : Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Deli Serdang.

2. Propinsi Jawa Tengah; Kabupaten Blora.

3. Propinsi Sulawesi Selatan: Kabupaten Maros, Kota Makassar, Kabupaten Jeneponto.

4. Propinsi Nusa Tenggara Timur : Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten Sikka dan Kabupaten Ende.

(3)

Gambar 4 Peta lokasi pengambilan sampel dan data penelitian karakterisasi enam sub populasi kambing lokal Indonesia.

Pengumpulan Sampel Kambing

Teknik pengambilan sampel ternak kambing dilakukan secara acak pada 543 ekor kambing, yaitu 96 ekor Kambing Benggala (betina=89, jantan=7), 94 ekor Kambing Jawarandu (betina=72, jantan=22), 60 ekor Kambing Marica (betina=48, jantan=12), 217 ekor Kambing Kacang (betina=193, jantan=24), 34 ekor Kambing Muara (betina=28, jantan=6) dan 42 ekor Kambing Samosir (betina=36, jantan=6).

Pengumpulan data fenotipik dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel darah. Koleksi data dimulai dengan pencatatan jenis kelamin dan umur kambing serta nama pemiliknya. Umur kambing penelitian ditentukan berdasarkan minimal sudah terdapat 1 pasang gigi seri yang permanen. Parameter fenotipik yang digunakan dalam analisis data meliputi :

1) lingkar dada (LIDA), diukur melingkar tepat di belakang scapula, dengan menggunakan pita ukur dalam cm;

JAWARANDU (n=94) Kab. Blora

PROPINSI JAWA TENGAH

KACANG (n=217) Kab. Deli Serdang,

MUARA (n=34) Kab. Tap.Utara,

SAMOSIR (n=42) Kab. Samosir

-PROPINSI SUMATERA UTARA

MARICA (n=60) Kab. Maros, Kab. Jeneponto, Kota Makassar PROPINSI SULAWESI SELATAN

BENGGALA (n=96)

Kab. Kupang, Kab. Sikka, Kab. Ende, PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

(4)

2) lebar dada (LEDA), diukur antara tuberitas humeri sinister dan dexter, dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm;

3) dalam dada (DADA), diukur dari bagian tertinggi pundak sampai dasar dada, dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm;

4) tinggi pundak (TIPU), diukur dari bagian tertinggi pundak melalui belakang

scapula tegak lurus ke tanah, dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm;

5) tinggi pinggul (TIPI), diukur dari bagian tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm;

6) lebar pinggul (LEPI), diukur dengan jarak lebar antara kedua sendi pinggul dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm;

7) panjang badan (PABA), diukur dari tuber ischii sampai tuberitas humeri, dengan menggunakan tongkat ukur dalam cm;

8) lingkar kanon (LIKA), diukur tepat melingkar pada bagian tulang canon kaki belakang sebelah kiri dengan menggunakan pita ukur dalam cm;

9) lebar kanon (LEKA) diukur jarak antar tulang kering lutut dengan tulang kanon; dengan menggunakan pita ukur dalam cm

10) panjang ekor (PAEK), diukur pada pangkal sampai ujung ekor, dengan menggunakan pita ukur dalam cm

11) lebar ekor (LEEK), diukur lebar ekor pada bagian paha ekor, dengan menggunakan jangka sorong dalam cm;

12) tebal ekor (TEEK), diukur tebal pada bagian pangkal ekor, dengan menggunakan jangka sorong dalam cm;

13) panjang telinga (PATEL), diukur pada pangkal telinga sampai ujung telinga; dengan menggunakan pita ukur dalam cm

14) lebar telinga (LETEL) diukur lebar telinga pada bagian paling lebar, dengan menggunakan jangka sorong dalam cm;

15) panjang tengkorak (PATEK), diukur pada posisi tengah kepala diantara dua tanduk sampai ke bagian mulut menghitam, menggunakan pita ukur dalam cm;

16) lebar tengkorak (LETEK), diukur dengan jarak kedua sisi tulang pipi, dengan menggunakan pita ukur dalam cm;

17) tinggi tengkorak (TITEK), diukur mulai dari sudut rahang bawah sampai bagian atas sisi paling atas tegak lurus, dengan menggunakan pita ukur dalam cm;

(5)

18) panjang tanduk (PATA), diukur pada pangkal tanduk sampai ujung tanduk mengikuti arah pertumbuhan tanduk dengan menggunakan pita ukur dalam cm (Lanari et al. 2003 ; Abdullah 2008).

Penimbangan berat badan dilakukan sebelum pengukuran ukuran tubuh, dengan menggunakan timbangan gantung (shelter) dengan ukuran kg (tingkat ketelitian 50 gram), dilaksanakan pada pagi hari sebelum makan. Sifat-sifat fenotip kualitatif yang diamati yaitu warna dominan, warna belang tubuh yang dikelompokkan menurut lokasi dan jenis kelamin. Pengamatan bentuk tanduk dengan cara mengamati arah pertumbuhannya berawal dari kepala sampai ujung tanduk. Setiap individu dicatat arah pertumbuhannya dan dibuat sketsa dari pertumbuhan tanduk tersebut. Bagian-bagian permukaan tubuh kambing yang diukur (cm) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Titik pengukuran morfometrik kambing

Analisis Statistik

Analisis ragam (ANOVA) digunakan untuk mempelajari pengaruh ukuran-ukuran tubuh antar lokasi dengan model matematis menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) sebagai berikut:

Yij= µ + τi + Ɛ Keterangan: 1. Lingkar dada 2. Lebar dada 3. Dalam dada 4. Tinggi pundak 5. Tinggi pinggul 6. Lebar pinggul 7. Panjang badan 8. Lingkar kanon 9. Panjang telinga 10.Panjang ekor 11.Lebar ekor 12.Tebal ekor 13.Panjang tengkorak 14.Lebar tengkorak 15.Tinggi tengkorak 16.Panjang tanduk 17.Lebar telinga 9 ij

(6)

Keterangan: Yij

µ = pengaruh genotip ke-I (i=1, 2, 3,….) = respon peubah yang diamati

τi

Ɛ = pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j ij = respon peubah yang diamati = rataan umum

Data dikoreksi untuk menghilangkan pengaruh jumlah lebih kecil sampel kambing jantan tidak seimbang jumlahnya dibandingkan dengan jumlah sampel betina. Analisis nilai rataan, simpangan baku dan analisis ragam (ANOVA) dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik Minitab V.21. Jika hasil analisis berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan.

Analisis Morfometrik

Fungsi diskriminan sederhana dilakukan untuk penentuan jarak genetik (Traore et al. 2008). Fungsi diskriminan yang digunakan melalui pendekatan jarak Mahalanobis seperti yang dijelaskan oleh Mailund et al. (2008), dimana matriks ragam peragamam antara peubah dari masing-masing tipe kambing yang diamati digabungkan (pooled) menjadi sebuah matriks. Matriks pooled

dapat dijelaskan ke dalam bentuk berikut:

C =





pp p p p p p

c

c

c

c

c

c

c

c

c

c

c

c

....

....

....

....

2 1 3 32 31 2 22 21 1 11 12

Mendapatkan jarak kuadrat genetik minimum digunakan rumus sesuai dengan petunjuk Everitt et al. (2001) dan Quinn et al. (2002) sebagai berikut:

D2( i, j ) = ( i - j ) C-1 ( i - j ) D Keterangan: 2 ( i, j) C

= Nilai statistic Mahalanobis sebagai ukuran jarak kuadrat genetik antara dua rumpun/genotip kambing (antara genotip ke-i terhadap genotip ke-j).

-1

i

= Kebalikan matrik gabungan ragam peragam antar peubah.

j

= Vektor nilai rataan pengamatan dari genotip kambing ke-i pada masing-masing peubah kuantitatif.

= Vektor nilai rataan pengamatan dari genotip kambing ke-j pada masing-masing peubah kuantitatif.

(7)

Analisis statistik Mahalanobis dengan menggunakan paket program SAS versi 9.1 (SAS Inst. 2005) prosedur PROC CANDISC dan PROC DISCRIM. Dari hasil perhitungan jarak kuadrat tersebut, kemudian dilakukan pengakaran terhadap hasil kuadrat jarak, agar jarak genetik yang didapat bukan dalam bentuk kuadrat. Hasil pengakaran dianalisis lebih lanjut dengan program MEGA versi 4.0 seperti petunjuk Tamura et al. (2007) untuk mendapatkan pohon fenogram. Analisis kanonikal (Crepaldi et al. 2001) dilakukan untuk penentuan peta penyebaran kambing dan nilai kesamaan dan campuran di dalam dan di antara kelompok kambing.

Hasil dan Pembahasan

Bobot Badan

Rataan bobot badan betina paling tinggi pada Kambing Muara (37.46±5.42 kg) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan 5 sub populasi kambing lokal lainnya. Rataan bobot badan Kambing Samosir betina adalah 25±5.24 kg hampir sama dengan Kambing Benggala dan Jawarandu, dan berbeda nyata (P<0.05) lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kambing Kacang dan Marica. Rataan dan simpangan baku bobot hidup kambing pengamatan diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Rataan, simpangan baku dan kisaran bobot hidup dewasa 6 sub populasi kambing lokal.

Sub Betina Jantan Gabungan

populasi n ± s (kg) n ± s (kg) n ± s (kg) kk (%) B 89 24.73 b ± 8.69 7 16.00 c ± 3.87 96 24.09 b ± 8.72 36.20 J 72 23.11 bc ± 7.87 22 16.36 c ± 4.79 94 21.15 c ± 7.79 36.19 K 193 21.61 c ± 5.86 24 24.67 b ± 6.09 217 21.95 bc ± 5.95 27.12 M 48 20.88 c ± 6.61 12 19.17 bc ± 5.27 60 20.53 c ± 6.36 30.98 R 28 37.46 a ± 11.01 6 49.00 a ± 26.87 34 38.23 a ± 12.10 31.64 S 36 25.00 b ± 5.42 6 22.00 bc ± 8.10 42 24.57 b ± 5.86 23.82 Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05); K= Kacang; B= Benggala; S= Samosir; J= Jawa randu; M= Marica; R= Muara; n= jumlah sampel; = rataan; s= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Rataan bobot badan jantan paling tinggi didapatkan juga pada Kambing Muara (49±26.87 kg) berbeda nyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan 5 sub populasi kambing lainnya. Rataan bobot badan Kambing Kacang jantan 24.67±6.09 kg hampir sama dengan Kambing Samosir dan Marica berbeda nyata. Rataan bobot badan jantan pada sub populasi Kambing Kacang dan Muara lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot badan kambing betina. Pada

(8)

sub populasi Kambing Benggala, Jawarandu, Marica dan Samosir terdapat sebaran data sampel bobot badan yang tidak normal karena rataan bobot badan kambing jantan lebih rendah jika dibandingkan dengan bobot badan betina, hal ini disebabkan pada keempat sub populasi kambing tersebut kambing jantan biasanya sering dijual oleh peternak lebih cepat. Jumlah kambing jantan yang dipelihara sangat terbatas dan umurnya relatif masih muda, sehingga data yang diperoleh sangat terbatas jumlahnya. Berdasarkan kondisi data ini diduga para peternak tradisional di daerah pedesaan masih kurang memperhatikan perlunya bibit pejantan kambing yang baik untuk sistim perkawinan.

Rataan bobot badan betina dan jantan pada pada Kambing Kacang dan Jawarandu pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Setiadi et al. (1997) di Kabupaten Purworejo yaitu 23.83 kg dan 26.88 kg untuk Kambing Kacang, 28.74 kg dan 30.91 kg untuk Kambing Jawarandu. Rataan bobot badan Kambing Jawarandu sangat berbeda diduga karena kualitas bibit dan cara pemeliharaan di Kabupaten Purworejo lebih baik dibandingkan dengan di Kabupaten Blora yang pada umumnya kambing dilepas atau diumbar pada siang hari dan pada malam hari dikandangkan, sistim pemberian pakan pada umumnya hanya mengandalkan rumput alam saja.

Jika digabungkan rataan bobot badan betina dan jantan menunjukkan bahwa bobot badan Kambing Muara (38.23 ± 12.10 kg) berbeda nyata (P<0.05) paling tinggi jika dibandingkan dengan 5 sub populasi kambing lokal lainnya. Rataan bobot badan Kambing Samosir (24.57± 5.86 kg) hampir sama dengan Kambing Benggala (24.09± 8.72 kg) dan Kacang (21.95±5.95 kg), berbeda nyata

(P<0.05) lebih tinggi jika dibandingkan dengan Kambing Jawarandu (21.15 ± 7.79 kg) dan Marica (20.53 ± 6.36 kg). Tingkat keragaman bobot badan

keenam kambing lokal yang diamati sangat beragam, dapat dilihat berdasarkan koefisien keragaman rataan bobot badan berkisar 23.82 %-36.20 %.

Parameter Ukuran Tubuh

Rataan dan simpangan baku ukuran tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, dalam dada dan lingkar dada jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing lokal disajikan pada Tabel 2. Hasil pengukuran menunjukkan rataan parameter ukuran-ukuran tubuh kambing antar sub populasi kambing secara umum berbeda nyata (P<0.05). Ukuran tinggi pundak Kambing Muara betina (65.29 ± 3.82 cm) berbeda nyata (P<0.05) paling tinggi jika dibandingkan dengan

(9)

kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang, Kambing Benggala dan Samosir.

Tabel 2 Rataan dan simpangan baku ukuran tinggi pundak, panjang badan, lebar dada, dalam dada, dan lingkar dada kambing jantan dan betina 6 sub populasi kambing lokal

Ukuran Tubuh Sub populasi Betina Jantan ± s (cm) n kk (%) ± s (cm) n kk (%) Tinggi Pundak B 55.30 b ± 7.05 89 12.76 47.71 c ± 4.89 7 10.25 J 52.47 cd ± 7.69 72 14.65 48.91 c ± 6.88 22 14.07 K 55.62 b ± 4.22 193 7.58 56.33 b ± 4.44 24 7.88 M 51.42 d ± 5.15 48 10.02 51.17 bc ± 5.86 12 11.45 R 65.29 a ± 3.82 28 5.58 78.00 a ± 11.31 6 14.50 S 54.50 bc ± 4.35 36 7.97 50.56 bc ± 5.09 6 10.04 Panjang Badan B 61.56 bc ± 9.12 89 14.81 51.41 bc ± 3.98 7 7.77 J 53.06 d ± 11.29 72 21.29 46.36 c ± 6.51 22 14.03 K 58.87 c ± 5.58 193 9.47 58.00 b ± 3.01 24 5.18 M 54.92 d ± 5.09 48 9.26 58.67 b ± 14.33 12 24.43 R 72.82 a ± 6.99 28 9.60 76.50 a ± 14.85 6 19.41 S 63.44 b ± 5.07 36 8.00 59.33 b ± 7.89 6 13.30 Lebar Dada B 11.48 b ± 4.83 89 42.03 17.71 ab ± 3.77 7 21.30 J 12.60 b ± 3.64 72 28.87 10.36 c ± 3.72 22 35.92 K 11.61 b ± 2.14 193 18.40 15.00 b ± 2.64 24 17.58 M 16.25 a ± 3.19 48 19.60 15.83 b ± 3.10 12 19.57 R 15.11 a ± 3.37 28 27.54 21.00 a ± 3.49 6 53.03 S 15.25 a ± 2.29 36 14.98 14.50 b ± 3.51 6 24.19 Dalam Dada B 20.56 a ± 5.56 89 27.05 27.71 b ± 3.77 7 13.62 J 27.33 b ± 4.07 72 14.90 24.82 b ± 4.20 22 16.94 K 25.61 c ± 2.14 193 8.34 29.00 b ± 2.64 24 9.09 M 27.25 b ± 3.19 48 11.69 26.83 b ± 3.10 12 11.15 R 30.25 a ± 3.37 28 11.15 34.00 a ± 8.49 6 24.96 S 26.25 bc ± 2.29 36 8.70 25.50 b ± 3.51 6 13.75 Lingkar Dada B 68.35 b ± 7.81 89 11.43 57.86 bc ± 5.52 7 9.54 J 64.28 c ± 9.62 72 14.97 54.73 c ± 7.34 22 13.42 K 63.15 c ± 7.03 193 11.13 66.67 b ± 5.16 24 7.75 M 63.71 c ± 6.81 48 10.69 61.33 bc ± 7.35 12 11.99 R 79.93 a ± 8.19 28 10.24 85.50 a ± 17.68 6 20.68 S 66.00 bc ± 6.13 36 9.29 59.83 bc ± 12.77 6 21.34 Lebar Pinggul B 15.90 c ± 2.88 89 18.09 16.86 b ± 2.91 7 17.27 J 15.28 c ± 2.08 72 13.60 13.82 c ± 1.62 22 11.74 K 12.21 d ± 2.28 193 18.69 13.67 c ± 0.96 24 7.05 M 16.75 c ± 2.11 48 12.59 16.33 b ± 1.87 12 11.48 R 20.00 a ± 2.51 28 12.55 19.50 a ± 0.71 6 3.63 S 18.97 b ± 2.34 36 12.31 19.83 a ± 2.48 6 12.52 Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05); K= Kacang; B= Benggala; S= Samosir; J= Jawa randu; M= Marica; R= Muara; n= jumlah sampel; = rataan; s= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Tinggi pundak paling rendah dijumpai pada Kambing Jawarandu dan Marica. Tinggi pundak jantan dewasa paling tinggi juga pada Kambing Muara (78.00 ± 11.31 cm) berbeda nyata jika dibandingkan dengan kelima sub populasi

(10)

lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang, Marica dan Samosir. Tinggi pundak paling rendah pada Kambing Benggala dan Jawarandu.

Rataan panjang badan betina paling tinggi pada Kambing Muara (72.82 ± 6.99 cm) berbeda nyata (P<0.05) dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Samosir, Benggala dan Kacang. Panjang badan betina paling rendah pada Kambing Jawarandu dan Marica. Panjang badan jantan paling tinggi pada Kambing Muara (76.50 ± 14.85 cm), disusul Kambing Samosir, Marica, Kacang dan Benggala. Panjang badan jantan paling rendah pada Kambing Jawarandu (46.36 ± 6.51 cm).

Lebar dada betina paling tinggi pada Kambing Marica (16.25 ± 3.19 cm), disusul Kambing Samosir dan Kambing Muara, yang berbeda nyata (P<0.05) dengan Kambing Jawarandu, Kacang dan Benggala. Lebar dada jantan dewasa paling tinggi pada Kambing Muara dan Benggala, kemudian disusul Kambing Marica, Kacang dan Samosir. Lebar dada jantan paling rendah pada Kambing Jawarandu (10.36 ± 3.72 cm).

Dalam dada betina paling tinggi pada Kambing Muara dan Benggala berbeda nyata (P<0.05) dengan keempat sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Jawarandu, Marica dan Samosir. Dalam dada betina paling rendah pada Kambing Kacang. Dalam dada jantan paling tinggi pada Kambing Muara yang berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi lainnya. Dalam dada Kambing Samosir tidak berbeda nyata (P>0.05) jika dibandingkan antara Kambing Marica, Kacang, Jawarandu dan Kambing Benggala.

Lingkar dada betina paling tinggi pada Kambing Muara (79.93 ± 8.19 cm) berbeda nyata (P<0.05) dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Benggala dan Samosir. Lingkar dada betina paling rendah pada Kambing Kacang, Marica dan Jawarandu. Lingkar dada jantan paling tinggi pada Kambing Muara (85.50 ± 17.68 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang, Marica, Samosir dan Benggala. Lingkar dada jantan paling rendah pada Kambing Jawarandu (54.73 ± 7.34 cm).

Panjang tengkorak betina paling tinggi pada Kambing Kacang (15.68 ± 1.38 cm) dan Kambing Benggala (15.30 ± 1.88 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan keempat sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Muara dan Kambing Jawarandu. Tabel 3 menunjukkan rataan dan

(11)

simpangan baku ukuran panjang tengkorak, lebar tengkorak, dan tinggi tengkorak jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing yang berbeda. Panjang tengkorak betina paling rendah pada Kambing Marica dan Samosir. Panjang tengkorak jantan dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (16.00 ± 2.83 cm) dan Kacang (15.67 ± 1.40 cm) berbeda nyata jika dibandingkan dengan keempat sub populasi kambing lainnya, akan tetapi Kambing Benggala, Marica, Jawarandu dan Kambing Samosir tidak berbeda nyata (P>0.05).

Tabel 3 Rataan dan simpangan baku ukuran panjang tengkorak, lebar tengkorak, dan tinggi tengkorak jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing lokal Ukuran tubuh Sub popu lasi Betina Jantan ± s (cm) n kk (%) ± s (cm) n kk (%) Panjang tengkorak B 15.30 ab ± 1.88 89 12.28 12.86 b ± 1.46 7 11.39 J 14.08 cd ± 2.52 72 17.87 12.36 b ± 1.81 22 14.67 K 15.68 a ± 1.38 193 8.78 15.67 a ± 1.40 24 8.96 M 13.73 d ± 1.77 48 12.90 13.00 b ± 1.35 12 10.37 R 14.64 bc ± 1.54 28 10.55 16.00 a ± 2.83 6 17.68 S 13.69 d ± 1.86 36 13.61 13.33 b ± 1.97 6 14.75 Lebar tengkorak B 10.53 cd ± 1.30 89 12.33 8.71 d ± 0.76 7 8.67 J 10.28 de ± 2.09 72 20.35 9.18 d ± 1.14 22 12.41 K 10.97 bc ± 1.19 193 10.81 12.33 b ± 0.48 24 3.90 M 9.79 e ± 1.27 48 12.98 8.67 d ± 0.49 12 5.68 R 13.79 a ± 2.91 28 21.11 13.50 a ± 2.12 6 15.71 S 11.56 b ± 2.45 36 21.24 10.67 c ± 0.82 6 7.65 Tinggi tengkorak B 11.70 c ± 1.39 89 11.84 11.29 cd ± 1.11 7 9.86 J 11.14 c ± 1.78 72 15.97 10.45 d ± 1.65 22 15.82 K 12.58 b ± 1.73 193 13.78 15.00 b ± 1.87 24 12.43 M 11.58 c ± 1.20 48 10.36 11.33 cd ± 1.15 12 10.19 R 14.36 a ± 1.47 28 10.25 17.00 a ± 2.83 6 16.64 S 12.94 b ± 1.19 36 9.22 12.50 c ± 1.05 6 8.39 Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05); K= Kacang; B= Benggala; S= Samosir; J= Jawa randu; M= Marica; R= Muara; n= jumlah sampel; = rataan; s= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Lebar tengkorak betina paling tinggi pada Kambing Muara (13.79 ± 2.91 cm), yang berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Samosir, Kacang, Benggala dan Jawarandu. Lebar tengkorak betina paling rendah pada Kambing Marica. Lebar tengkorak jantan paling tinggi pada Kambing Muara (13.50 ± 2.12 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang dan Samosir. Lebar tengkorak jantan tiga urutan terendah Kambing Marica, Benggala dan Jawarandu.

Tinggi tengkorak betina paling tinggi pada Kambing Muara (14.36 ± 1.47 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi

(12)

kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Samosir dan Kacang. Tinggi tengkorak betina tiga urutan terendah pada Kambing Jawarandu, Marica dan Kambing Benggala. Tinggi tengkorak jantan paling tinggi pada Kambing Muara (17.00 ± 2.83 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang (15.00 ± 1.87 cm), Kambing Samosir (12.50 ± 1.05 cm), Kambing Marica (11.33 ± 1.15 cm) dan Kambing Benggala (11.29 ± 1.11 cm). Ukuran tinggi tengkorak jantan dewasa paling rendah pada Kambing Jawarandu (10.45 ± 1.65cm).

Parameter rataan ukuran dan simpangan baku panjang dan lebar ekor jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing pada sub populasi yang berbeda ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan dan Simpangan Baku panjang dan lebar ekor jantan dan betina 6 sub populasi kambing lokal

Ukuran tubuh Sub populasi Betina Jantan ± s (cm) n kk (%) ± s (cm) n kk (%) Panjang ekor B 10.22b ± 2.79 89 27.30 7.86 c ± 4.41 7 56.17 J 11.22 b ± 1.79 72 15.98 10.27 bc ± 2.31 22 22.52 K 11.40 b ± 6.47 193 56.72 11.50 b ± 0.98 24 8.50 M 10.13 b ± 1.18 48 11.64 9.17 bc ± 0.72 12 7.83 R 13.96 a ± 1.73 28 12.40 16.50 a ± 3.54 6 21.43 S 10.08 b ± 1.99 36 19.75 9.50 bc ± 1.05 6 11.04 Lebar ekor B 3.92 c ± 1.71 89 43.53 2.71 c ± 0.49 7 17.98 J 1.90 e ± 0.70 72 36.54 1.82 c ± 0.39 22 21.71 K 4.73 b ± 0.79 193 16.71 4.33 b ± 1.13 24 26.06 M 2.35 d ± 0.48 48 20.53 2.17 c ± 0.72 12 33.13 R 5.29 a ± 1.21 28 22.94 5.50 a ± 0.71 6 12.86 S 4.11 c ± 0.71 36 17.23 3.67 b ± 0.82 6 22.27 Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05); K= Kacang; B= Benggala; S= Samosir; J= Jawa randu; M= Marica; R= Muara; n= jumlah sampel; = rataan; s= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Secara umum rataan ukuran panjang dan lebar ekor kambing antara 6 sub populasi kambing berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan antara satu sama lainnya. Rataan ukuran panjang ekor betina dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (13.96 ± 1.73 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya. Ukuran rataan panjang ekor betina dewasa pada Kambing Jawarandu, Marica, Samosir, Kacang dan Kambing Benggala tidak berbeda nyata (P>0.05). Ukuran rataan panjang ekor jantan dewasa paling tinggi dijumpai pada Kambing Muara (16.50 ± 3.54 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang (15.00 ± 1.87 cm), Kambing Jawarandu (10.27 ± 2.31 cm), kambing Samosir (9.50 ± 1.05 cm) dan Kambing

(13)

Marica (9.17 ± 0.72 cm). Ukuran panjang ekor jantan dewasa paling rendah pada Kambing Benggala (7.86 ± 4.41 cm).

Rataan ukuran lebar ekor betina dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (5.29 ± 1.21 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang (4.73 ± 0.79), Kambing Samosir (4.11 ± 0.71 cm), Kambing Benggala (3.92 ± 1.71) dan Kambing Marica (2.35 ± 0.48 cm). Ukuran rataan lebar ekor betina dewasa paling rendah pada Kambing Jawarandu (1.90 ± 0.70 cm). Ukuran rataan lebar ekor jantan dewasa paling tinggi dijumpai pada Kambing Muara (5.50 ± 0.71 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang (4.33 ± 1.13 cm) dan kambing Samosir (9.50 ± 1.05 cm). Ukuran lebar ekor jantan dewasa paling rendah pada Kambing Jawarandu (1.82 ± 0.39 cm), Kambing Marica (2.17 ± 0.72 cm) dan Kambing Benggala (2.71 ± 0.49 cm).

Tabel 5 Rataan dan simpangan baku panjang telinga dan lebar telinga jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing lokal

Ukuran tubuh Sub populasi Betina Jantan ± s (cm) n kk (%) ± s (cm) n kk (%) Panjang telinga B 14.63 c ± 2.94 89 20.12 11.86 c ± 1.46 7 12.35 J 15.47 b ± 1.75 72 11.32 14.64 b ± 2.06 22 14.07 K 16.08 b ± 1.96 193 12.16 14.00 b ± 1.02 24 7.30 M 13.38 d ± 1.33 48 9.95 13.50 bc ± 1.98 12 14.65 R 19.14 a ± 2.86 28 14.96 21.00 a ± 1.41 6 6.73 S 13.92 cd ± 1.87 36 13.46 13.83 b ± 1.17 6 8.45 Lebar telinga B 15.51 c ± 3.44 89 22.17 10.29 c ± 3.99 7 38.77 J 15.28 c ± 2.08 72 13.60 14.27 b ± 1.75 22 12.27 K 12.10 d ± 2.29 193 18.93 13.50 b ± 1.93 24 14.32 M 16.83 b ± 1.99 48 11.84 15.92 b ± 1.73 12 10.87 R 20.00 a ± 2.51 28 12.55 19.50 a ± 0.71 6 3.63 S 19.19 a ± 2.21 36 11.54 18.83 a ± 3.13 6 16.59 Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0.05); K= Kacang; B= Benggala; S= Samosir; J= Jawa randu; M= Marica; R= Muara; n= jumlah sampel; = rataan; s= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Pada Tabel 5 ditampilkan parameter ukuran rataan dan simpangan baku panjang telinga dan lebar telinga jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing yang berbeda. Secara umum hasil menunjukkan rataan ukuran telinga kambing antar sub populasi berbeda nyata (P<0.05). Parameter ukuran tubuh panjang telinga betina dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (19.14 ± 2.86 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Kacang (16.08 ± 1.96 cm), Kambing Jawarandu (15.47 ± 1.75 cm), Kambing Benggala (14.63 ± 2.94 cm) dan

(14)

Kambing Samosir (13.92 ± 1.87 cm). Ukuran panjang telinga betina dewasa paling rendah pada Kambing Marica (13.38 ± 1.33 cm).

Ukuran panjang telinga jantan dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (21.00 ± 1.41 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Jawarandu (14.64 ± 2.06cm), Kambing Kacang (14.00 ± 1.02 cm), Kambing Samosir (13.83 ± 1.17 cm) dan Kambing Marica (13.50 ± 1.98 cm). Ukuran panjang telinga jantan dewasa paling rendah pada Kambing Benggala (11.86 ± 1.46 cm). Parameter ukuran lebar telinga betina dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (20.00 ± 2.51 cm) dan Kambing Samosir (19.19 ± 2.21 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Marica (16.83 ± 1.99 cm), Kambing Benggala (15.51 ± 3.44 cm), dan Kambing Jawarandu (15.28 ± 2.08 cm). Ukuran lebar telinga betina dewasa paling rendah pada Kambing Kacang (12.10 ± 2.29 cm). Ukuran lebar telinga jantan dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (21.00 ± 1.41 19.50 ± 0.71 cm) dan Kambing Samosir (18.83 ± 3.13 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan keempat sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Marica (15.92 ± 1.73 cm), Kambing Jawarandu (14.27 ± 1.75 cm) dan Kambing Kacang (13.50 ± 1.93 cm). Ukuran lebar telinga jantan dewasa paling rendah pada Kambing Benggala (10.29 ± 3.99 cm). Parameter ukuran Rataan dan simpangan baku lingkar kanon jantan dan betina dewasa 6 sub populasi kambing disajikan pada Tabel 6. Secara umum ukuran lingkar kanon antar sub populasi berbeda nyata (P<0.05). Parameter ukuran tubuh lingkar kanon betina dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (16.71 ± 1.46 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan kelima sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Benggala (14.64 ± 1.65 cm), Kambing Samosir (14.11 ± 1.26 cm), Kambing Jawarandu (13.83 ± 1.67 cm) dan Kambing Marica (13.29 ± 1.07 cm).

Ukuran lingkar kanon betina dewasa paling rendah pada Kambing Kacang (7.73 ± 0.69 cm). Ukuran lingkar kanon jantan dewasa paling tinggi pada Kambing Muara (19.50 ± 4.95 cm) berbeda nyata (P<0.05) jika dibandingkan dengan keempat sub populasi kambing lainnya, kemudian disusul Kambing Samosir (14.67 ± 0.82cm), Kambing Marica (13.83 ± 0.94 cm), Kambing Benggala (13.43 ± 0.53 cm) dan Kambing Jawarandu (13.27 ± 1.58

(15)

cm). Ukuran lingkar kanon jantan dewasa paling rendah pada Kambing Kacang (9.17 ± 0.38 cm).

Tabel 6. Rataan dan simpangan baku lingkar kanon jantan dan betina 6 sub populasi kambing lokal

Ukuran tubuh Sub Populasi Betina Jantan ± s (cm) n kk (%) ± s (cm) n kk (%) Lingkar kanon B 14.64 b ± 1.65 89 11.24 13.43 b ± 0.53 7 3.98 J 13.83 c ± 1.67 72 12.07 13.27 b ± 1.58 22 11.90 K 7.73 e ± 0.69 193 8.98 9.17 c ± 0.8 24 4.15 M 13.29 d ± 1.07 48 8.06 13.83 b ± 0.94 12 6.78 R 16.71 a ± 1.46 28 8.75 19.50 a ± 4.95 6 25.38 S 14.11 c ± 1.26 36 8.93 14.67 b ± 0.82 6 5.57 Huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan berbeda nyata (P<0,05); K=Kacang; B=Benggala; S=Samosir; J=Jawarandu; M= Marica; R=Muara; n= jumlah sampel; = rataan; s= simpangan baku; kk= koefisien keragaman

Perbedaan ukuran tubuh ini disebabkan laju pertumbuhan ukuran-ukuran tubuh ternak kambing yang dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Suparyanto et al. (1999) menyatakan bahwa karakteristik ukuran-ukuran tubuh dapat menggambarkan ciri khas dari suatu bangsa. Selain perbedaan secara genetik dan lingkungan yang dapat berupa adanya perbedaan iklim, hal lainnya yang dapat mempengaruhi karakteristik ukuran-ukuran tubuh tersebut adalah manajemen pemeliharaan di setiap lokasi yang berbeda-beda.

Plot Penyebaran Kambing menurut Ukuran Fenotipik

Hasil analisis morfologi menunjukkan bahwa pada keenam sub populasi kambing penelitian memperlihatkan adanya keragaman yang tinggi. Keragaman sifat morfologi dapat terjadi karena adanya proses seleksi (alam dan buatan), perkawinan silang atau bencana alam yang dapat berakibat hilang atau hanyutnya gen tertentu (Anderson 2001). Gambar 6 menunjukkan bahwa kambing dari keenam sub populasi kambing penelitian dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kelompok Kambing Muara (R) ada di kuadran II, kelompok Kambing Jawarandu (J) ada sebagian besar di kuadran II dan kuadran III, kelompok Kambing Kacang ada di kuadran I dan IV, kelompok Kambing Benggala sebagian besar ada di kuadran III dan sebagian kecil ada di kuadran II, kelompok Kambing Marica ada di kuadran II dan kuadran III, dan kelompok Kambing Samosir ada di kuadran III. Sub populasi Kambing Kacang merupakan kelompok yang jauh terpisah bergeser ke kiri di kuadran I dan IV jika dibandingkan dengan sub populasi lainnya. Kambing Kacang diduga mempunyai

(16)

ukuran-ukuran tubuh relatip lebih kecil, seperti lingkar kanon, lebar pinggul dan lebar dada. Karakteristik ukuran tubuh Kambing Marica di Propinsi Sulawesi Selatan, Kambing Samosir di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara berdekatan, relatip sama. Hal ini diduga karena adanya proses adaptasi terhadap kondisi fisik lingkungan juga kondisi ketersediaan pakannya. Faktor lingkungan sebagai pembatas bagi ternak di daerah ini adalah ketersediaan pasokan pakan yang tersedia bagi ternak, dimana di Propinsi Sulawesi Selatan mempunyai bulan kering antara 6 - 9 bulan dalam 1 tahun dan kondisi tanah yang relatip tipis tanah humusnya. Sedangkan di Kabupaten Samosir walaupun curah hujan relatip tinggi, tetapi kondisi tanah hampir sama dengan kondisi di Sulawesi Selatan yaitu ketebalan tanah humus relatip tipis dan berbatu-batu.

Gambar 6 Plot penyebaran kelompok kambing berdasarkan ukuran-ukuran fenotipik pada 6 sub populasi kambing lokal.

K. Kacang K. Muara K. Jawarandu K. Marica K. Samosir K. Benggala I II III IV

(17)

Nilai Campuran Fenotipik antar Kelompok

Tabel 7 menyajikan persentase nilai kesamaan dan campuran kelompok sub populasi kambing. Kemungkinan besar proporsi nilai campuran yang mempengaruhi kesamaan suatu rumpun lain didasarkan atas kesamaan ukuran fenotipik (Sumantri et al. 2007).

Tabel 7 Persentase nilai kesamaan dan campuran 6 sub populasi kambing lokal Sub

populasi

Benggala Jawa randu

Kacang Marica Muara Samosir Total

Benggala 88.57 0.00 0.00 5.71 0.00 5.71 100.00 Jawarandu 2.17 91.30 0.00 6.52 0.00 0.00 100.00 Kacang 0.00 0.00 99.28 0.73 0.00 0.00 100.00 Marica 0.00 10.00 0.00 83.33 0.00 6.67 100.00 Muara 0.00 0.00 0.00 0.00 93.33 6.67 100.00 Samosir 5.00 2.50 0.00 2.50 7.50 82.50 100.00

Hasil analisis nilai kesamaan dan campuran kelompok Kambing Samosir mempunyai nilai kesamaan paling rendah 82.50% karena dipengaruhi nilai campuran dengan Kambing Muara 7.5%, Kambing Benggala 5.71%, Jawarandu 2.5% dan Kambing Marica 2.5%. Kelompok Kambing Marica mempunyai nilai kesamaan 83.33%, karena dipengaruhi nilai campuran Kambing Jawarandu 10% dan Kambing Samosir 6.67%. Kelompok Kambing Benggala mempunyai nilai kesamaan 88.57%, karena dipengaruhi oleh nilai campuran Kambing Marica dan Kambing Samosir dengan nilai masing-masing sub populasi kambing sebesar 5.71%.

Kelompok Kambing Jawarandu mempunyai nilai kesamaan 91.30% karena dipengaruhi oleh nilai campuran Kambing Marica 6.52% dan Kambing Benggala 2.17%. Kelompok Kambing Muara mempunyai nilai kesamaan paling tinggi 93.33%, karena hanya dipengaruhi oleh nilai campuran Kambing Samosir 6.67%. Faktor genetik dan lingkungan mempunyai hubungan yang erat, dan untuk mengekpresikan kapasitas genetik individu secara sempurna diperlukan kondisi lingkungan yang ideal.

(18)

Penentuan Jarak Genetik dan Pohon Fenogram

Nilai matrik jarak genetik antar kelompok 6 sub populasi kambing pada sub populasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8, digunakan untuk membuat konstruksi pohon fenogram (Gambar 7). Pohon fenogram tersebut menggambarkan jarak genetik keseluruhan kelompok. Hasi analisis pada Tabel 8 memperlihatkan bahwa nilai terkecil didapat pada jarak antara sub populasi Kambing Samosir dengan Kambing Marica yaitu sebesar 11.207. Nilai terbesar diperoleh dari Kambing Muara - Benggala (255.110), kemudian disusul oleh Kambing Muara - Marica (187.865), serta Kambing Kacang - Benggala (139.942) dan Kambing Muara - Kacang (133.471). Nilai matrik jarak genetik yang relatip besar didapatkan dari jarak genetik antara Kambing Muara - semua kelompok, dan jarak genetik Kambing Kacang - Benggala.

Tabel 8 Jarak genetik berdasarkan ukuran tubuh antar 6 sub populasi kambing Sub populasi Benggala Jawa randu Kacang Marica Muara Samosir

Benggala 0 Jawa randu 97.977 0 Kacang 139.942 66.599 0 Marica 15.339 51.890 98.214 0 Muara 255.110 64.170 133.471 187.865 0 Samosir 22.888 57.964 93.086 11.207 162.586 0

Jarak genetik adalah tingkat perbedaan gen antar populasi atau spesies yang diukur oleh beberapa kuantitas numerik (Nei 1987). Metode yang lebih murah dan sederhana yang dapat dilakukan dengan penentuan pola perbedaan sifat fenotipik yang dapat ditemui dalam setiap individu ternak (Hartl 1988). Penggunaan ukuran-ukuran tubuh sebagai penduga terhadap jarak genetik dan peubah pembeda dari 5 kelompok Kambing Andalusia dengan menggunakan analisis diskriminan telah dilaporkan Herera et al. (1996) dan Traore et al. (2008) pada kambing lokal di Burkina Faso serta Suparyanto et al. (1999) dan Sumantri

et al. (2007) pada domba di Indonesia.

Secara umum hasil analisis matrik jarak berdasarkan data ukuran-ukuran tubuh dengan program MEGA menunjukkan bahwa setiap sub populasi masing-masing menunjukkan indek jarak > 60 % antara satu sub populasi terhadap sub populasi kambing lainnya. Ini menunjukkan bahwa jarak karakteristik morfometrik antara setiap sub populasi berbeda nyata terhadap sub populasi kambing lokal lainnya. Pohon fenogram dari 6 sub populasi kambing lokal menurut ukuran fenotipik dapat dilihat pada Gambar 7.

(19)

K=Kacang; B=Benggala; S=Samosir; J=Jawa randu; M=Marica; R=Muara.

Gambar 7 Pohon fenogram dari 6 sub populasi kambing lokal berdasarkan ukuran fenotipik.

Matrik jarak menunjukkan bahwa sub populasi Kambing Samosir - Marica dan Kambing Marica - Benggala memiliki ukuran jarak yang relatip dekat yaitu berturut-turut 11.207 dan 15.339, jika dibandingkan dengan jarak berdasarkan ukuran fenotipik antara sub populasi Kambing Samosir - Benggala (22.888) dan Kambing Marica - Jawarandu (51.890). Sub populasi Kambing Muara di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara berdasarkan analisis fenogram terpisah dari kelompok Kambing Benggala, Kacang, Marica dan Kambing Samosir. Jarak sub populasi Kambing Muara menunjukkan cabang kaitan tidak langsung antara Kambing Marica, Samosir, Benggala dan Kambing Kacang.

Hasil pohon fenogram sesuai dengan peta penyebaran yang menunjukkan adanya enam kelompok sub populasi terpisah, yaitu; (1) Kambing Muara, (2) Kambing Jawarandu, (3) Kambing Kacang, (4) Kambing Benggala, (5) Kambing Marica dan (6) Kambing Samosir. Hasil peta penyebaran berdasarkan ukuran tubuh dan pohon fenogram memberikan gambaran kelompok ternak kambing sebaiknya kita silangkan. Bourdon (2000) menjelaskan persilangan antar individu yang mempunyai jarak lebih jauh akan memberikan performa yang lebih baik dari rataan para tetuanya, karena adanya peningkatan heterosigositas dan kombinasi gen.

M S B K J R 2.1752 4.0053 4.9284 1.6738 4.0053 1.6738 0.5013 3.2989 0.9232 0.5456 0 1 2 3 4 5

(20)

Peubah Pembeda Rumpun Kambing

Hasil analisis struktur kanonikal disajikan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa ukuran fenotipik kambing yang memberikan pengaruh kuat terhadap peubah pembeda kelompok sub populasi kambing adalah lingkar kanon (0.7- Kan1), lebar telinga (0.5-Kan2), lebar pinggul (0.5-Kan2), lebar ekor (0.7-Kan3), panjang badan (0.7-Kan3), tinggi tengkorak (0.5 Kan-3), lebar tengkorak Kan3), tinggi pundak Kan3), bobot badan Kan3), lingkar dada (0.5-Kan3), lebar dada (0.5-Kan4) dan dalam dada (0.5-Kan4). Dari 19 variabel pengukuran yang diamati terdapat 11 variabel ukuran tubuh yang mempunyai nilai kanonikal ≥ 0.5 (data dalam tabel dibulatkan menjadi satu desimal) sehingga lingkar kanon, panjang badan, lebar tengkorak, tinggi tengkorak, lebar ekor dapat digunakan sebagai peubah pembeda kelompok kambing.

Tabel 9 Struktur kanonikal kelompok kambing dari 6 sub populasi berdasarkan ukuran fenotipik

Variabel Kan-1 Kan-2 Kan-3 Kan-4

Bobot badan 0.04 0.26 0.48 -0.21 Panjang badan 0.02 0.03 0.67 -0.17 Lingkar dada -0.03 0.21 0.46 -0.28 Lebar dada -0.18 0.03 0.07 0.52 Tinggi Pundak 0.22 0.11 0.50 -0.29 Dalam dada 0.33 0.30 0.05 0.46 Lingkar pinggul 0.00 0.18 0.37 -0.23 Lebar pinggul -0.45 0.46 0.44 0.24 Tinggi Pinggul 0.30 0.25 0.34 -0.05 Dalam pinggul 0.33 0.00 0.07 0.09 Lingkar kanon 0.67 0.67 0.20 -0.11 Panjang tanduk -0.09 0.24 0.24 -0.09 Panjang telinga 0.40 0.18 0.26 -0.37 Lebar telinga -0.31 0.46 0.37 0.36 Panjang tengkorak 0.24 -0.32 0.18 -0.39 Lebar tengkorak 0.28 0.11 0.52 -0.14 Tinggi tengkorak 0.29 -0.06 0.53 0.01 Panjang ekor 0.17 0.04 0.09 -0.07 Lebar ekor 0.37 -0.35 0.71 -0.31

Menurut Traore et al. (2008) analisis variasi kanonikal digunakan untuk mendapatkan kombinasi karakter yang membedakan secara keseluruhan dan dapat digunakan untuk menggambarkan plot skor guna membandingkan di dalam dan diantara variabilitas populasi (kelompok kambing) pada dimensi yang kecil. Semakin rendah angka yang diperoleh dari hasil analisis struktur kanonik, semakin tidak dapat digunakan sebagai peubah pembeda kelompok kambing

(21)

Pola Warna Tubuh

Pola warna dibedakan atas dua kelompok yaitu kelompok warna dominan dan kelompok warna belang. Warna dominan adalah kelompok warna yang paling banyak persentase warna tubuh atau paling tidak diperkirakan diatas atau sama dengan 60%, sedangkan yang dimaksud dengan warna belang adalah warna tubuh yang selain warna dominan. Persentase pola warna tubuh dominan dan warna belang tubuh pada 6 sub populasi kambing lokal Indonesia dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Persentase pola warna tubuh dominan dan warna belang pada 6 sub populasi kambing lokal

Pola Warna tubuh

Kacang Samosir Benggala Muara Marica Jawarandu n=217 n=42 n=96 n=34 n=60 n=94 Warna dominan Variasi Putih Hitam Variasi Variasi Variasi

Putih 28 86 10 53 17 6 Coklat muda 15 2 10 0 30 4 Coklat kemerahan 5 0 10 37 10 0 Coklat 6 7 18 0 37 57 Coklat tua 16 7 0 0 0 13 Abu-abu 2 0 0 3 0 2 Hitam 28 5 60 7 7 17

Warna belang Variasi Variasi Variasi Variasi Hitam Variasi

Putih 43 12 18 37 27 34 Coklat muda 19 2 20 3 3 0 Coklat kemerahan 22 0 15 0 0 2 Coklat 8 26 0 37 3 17 Coklat tua 4 10 0 0 0 2 Abu-abu 0 2 0 0 0 2 Hitam 4 48 47 23 67 43

Warna tubuh kambing yang diamati antara lain warna putih, coklat muda, coklat kemerahan (merah bata), coklat, coklat tua kehitaman, abu-abu, dan warna hitam. Warna tubuh dan pola warna kambing sangat bervariasi, ada yang mempunyai pola warna yang dominan tunggal dan ada juga yang sangat beragam (pola warna belang dan totol-totol). Kambing Benggala dan Samosir mempunyai warna tubuh tunggal dominan yang khas yaitu Kambing Benggala didominasi warna tunggal hitam dan Kambing Samosir didominasi warna putih.

Kambing Muara walaupun kebanyakan warna putih tetapi dikombinasi belang atau totol-totol berwarna hitam, coklat kemerahan (merah bata) dan warna abu-abu. Kambing Marica bervariasi antara lain warna coklat, coklat

(22)

muda dan warna putih dengan kombinasi warna belang hitam, putih dan warna coklat muda. Sedangkan Kambing Kacang dan Jawarandu menunjukkan pola warna tubuhnya yang sangat bervariasi, sehingga hampir semua warna yang diamati terdapat pada kedua sub populasi kambing tersebut.

Pola warna tubuh Kambing Kacang secara umum sangat bervariasi antara lain warna putih, hitam, coklat dan warna abu-abu keputihan. Dari hasil pengamatan warna tubuh dominan putih dan hitam (masing-masing 28%) yang paling tinggi, kemudian diikuti oleh warna coklat tua (16%), coklat muda (15%), coklat (7%), coklat kemerahan (merah bata) (5%) dan abu-abu (2%). Pola warna belang tubuh juga yang paling tinggi adalah warna putih (43%), kemudian coklat kemerahan (22%) dan warna coklat muda (19%). Kemudian diikuti warna coklat (8%), coklat tua (4%) dan belang warna hitam (4%). Contoh warna dan pola warna dominan 6 sub populasi kambing lokal Indonesia dapat dilihat pada Gambar 8.

Warna yang dominan Kambing Samosir adalah warna putih (86%), kemudian warna coklat dan coklat tua, hitam dan coklat muda. Pola warna belang Kambing Samosir paling tinggi adalah warna hitam (48%) dan coklat (26%), kemudian diikuti oleh warna putih (12%), coklat tua (10%), hitam (2,4%) dan coklat muda (2%). Kambing Benggala mempunyai pola warna dominan hitam (60%), kemudian warna coklat (18%), coklat kemerahan, coklat muda dan warna putih (masing-masing 10%). Pola warna belang Kambing Benggala antara lain warna hitam (47%), diikuti warna coklat muda (20%), putih (18%) dan warna coklat kemerahan(15%). Kambing Muara mempunyai warna tubuh dominan bervariasi kebanyakan warna putih yang paling tinggi (53%) dan coklat (37%), kemudian warna hitam (7%) dan abu-abu (3%). Pola warna belang Kambing Muara antara lain putih dan coklat (masing-masing 37%), kemudian hitam (23%) dan coklat muda (3%). Pada Kambing Muara dijumpai pola warna dominan putih dengan warna totol-totol (spotted) warna hitam. Kambing Marica mempunyai warna tubuh dominan bervariasi, mulai warna coklat yang paling tinggi (37%) dan coklat muda (30%), kemudian diikuti warna putih (17%), coklat kemerahan (merah bata) (10%) dan warna hitam (7%). Pola warna belang Kambing Marica antara lain hitam (67%) dan putih (27%). Kemudian diikuti warna coklat dan coklat kemerahan (masing-masing 3%).

(23)

Gambar 8 Pola warna dominan dan belang pada 6 sub populasi kambing lokal

Kambing Jawarandu mempunyai warna dominan sangat bervariasi, kebanayakan warna coklat (57%), kemudian diikuti oleh warna hitam (17%), coklat tua (13%), putih (6%), coklat muda (4%)dan abu-abu (2%). Pola warna belang Kambing Jawarandu antara lain hitam (43%), putih (34%), kemudian diikuti oleh warna coklat (17%), coklat kemerahan, coklat tua dan abu-abu

Kambing Kacang Kambing Muara Kambing Jawarandu Kambing Marica Kambing Samosir Kambing Benggala

(24)

(masing-masing 2 %). Dengan beragamnya warna dominan dan warna belang tubuh kambing yang diamati semakin terbuka peluang untuk melakukan seleksi pembentukan warna-warna tertentu yang khas jika dibutuhkan.

Simpulan

Keenam sub populasi kambing yang diamati menunjukkan bahwa setiap sub populasi berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, sehingga dapat dibedakan menjadi 6 kelompok kambing yaitu Kambing Muara, Kambing Kacang, Kambing Jawarandu, Kambing Marica, Kambing Samosir dan Kambing Benggala.

Kambing Muara memiliki bobot badan dan ukuran tubuh lebih besar jika dibandingkan dengan Kambing Jawarandu, Benggala, Kacang, Samosir dan Kambing Marica. Variabel pembeda untuk karakterisasi dan seleksi berdasarkan morfometrik pada kambing lokal adalah parameter bobot badan hidup, panjang badan, tinggi pundak, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, lebar tengkorak, tinggi tengkorak, lebar ekor, panjang ekor, lebar telinga, panjang telinga dan lingkar kanon.

Terdapat warna dominan yang khas yaitu warna hitam pada Kambing Benggala dan warna putih pada Kambing Samosir, sedangkan Kambing Kacang, Jawarandu, Muara dan Marica menunjukkan pola warna dominan sangat bervariasi.

Gambar

Gambar 4  Peta lokasi pengambilan sampel dan data penelitian karakterisasi  enam sub populasi kambing lokal Indonesia
Gambar 5  Titik pengukuran morfometrik kambing
Tabel 2  Rataan dan simpangan baku ukuran tinggi pundak, panjang badan,  lebar dada, dalam dada, dan lingkar dada kambing jantan dan betina  6 sub populasi kambing lokal
Gambar 6  Plot penyebaran kelompok kambing berdasarkan ukuran-ukuran  fenotipik pada 6 sub populasi kambing lokal
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitin ini penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif. Dimana jenis penelitian ini bertujuan agar dapat memberikan gambaran yang jelas dan lengkap

Normitettujen sukupuoliroolien toistaminen ei välttämättä ole mi- tenkään tarkoituksellista, vaan kertoo pikemminkin siitä, että roolit ovat niin juurtuneita kulttuurissamme,

Dengan mengetahui jumlah akurat pemesanan bahan baku yang dibutuhkan pada tiap periode dan pencatatan pemakaian bahan baku dapat menunjang perkembangan usaha bagi

mengungkapkan 5 hal mendasar yang sangat perlu dilakukan oleh setiap orang tua: melakukan ibadah keluarga yang rutin sehingga setiap anggota keluarga dapat saling

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan dalam budidaya menggunakan media limbah pelepah sawit 75% dengan campuran kotoran ayam 25% untuk meningkatkan populasi

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga

harus berada dalam sumur potensial. Ia harus bernilai nol di batas- batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi bila lebar sumur potensial L sama dengan

a. GMP merupakan kaidah cara pengolahan makanan yang baik dan benar untuk menghasilkan makanan atau produk akhir yang aman, bermutu, dan sesuai dengan selera konsumen. Tujuan