• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif - BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif - BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Konsumtif

1. Pengertian Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal (Tambunan, 2001). Peter & Paul (2014) menyatakan bahwa perilaku konsumtif merupakan interaksi dinamis antara pengaruh dan kondisi perilaku dan kejadian sekitar lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam kehidupan mereka. Engel, Blackwell, & Miniard (2002) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

(2)

14

Adapun perilaku konsumtif didefinisikan sebagai perilaku membeli yang berlebihan sebagai usaha seseorang untuk memperoleh kesenangan dan kebahagian yang hanya bersifat semu (Fromm, 2008). Fromm (2008) menjelaskan seseorang dikatakan konsumtif apabila dirinya memiliki barang yang lebih disebabkan karena pertimbangan status. Seseorang yang konsumtif membeli barang yang diinginkan, bukan yang dibutuhkan, secara berlebihan dan tidak wajar untuk menunjukkan status dirinya.

Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perilaku konsumtif merupakan suatu tindakan konsumen dalam menggunakan, mendapatkan atau mengonsumsi suatu barang secara berlebihan tanpa melihat faktor kebutuhan (need), tetapi hanya didasarkan atas keinginan (want) semata tanpa melihat prioritasnya. Perilaku membeli yang berlebihan sebagai usaha seseorang untuk memperoleh kesenangan dan kebahagian yang hanya bersifat semu, dirinya memiliki barang yang lebih disebabkan karena pertimbangan status.

2. Aspek-aspek Perilaku Konsumtif

Sumartono (2002) mengemukakan bahwa aspek-aspek sikap konsumtif merupakan indikator perilaku konsumtif. Adapun indikator tersebut yaitu :

a. Pembelian secara impulsif.

Pembelian barang yang semata-mata hanya didasari oleh hasrat yang tiba-tiba atau keinginan sesaat tanpa melalui pertimbangan dan perencanaan serta keputusan dilakukan di tempat pembelian dan tidak mengetahui manfaat seta kegunaannya.

(3)

15

Pembelian yang lebih didasari oleh sifat emosional karena adanya dorongan untuk mengikuti orang lain atau juga berbeda dengan orang lain serta adanya perasaan bangga.

c. Pemborosan (wasteful buying).

Pembelian yang lebih mengutamakan keinginan dari pada kebutuhan sehingga menyebabkan seseorang mengguakan uang untuk bermacam-macam keperluan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pokok.

Fromm (2008), membagi aspek perilaku konsumtif menjadi empat aspek yaitu: a. Pemenuhan keinginan

Pembelian dilakukan secara terus-menerus dan berlebihan, untuk memuaskan keinginan. Pembelian dilakukan terus menerus, seringkali disertai oleh keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lain (hadiah, potongan harga, kepercayaan diri) sehingga rasa puas yang didapatkan lebih besar.

b. Barang di luar jangkauan

Pembelian dilakukan tanpa pertimbangan rasional, tetapi lebih pada pemenuhan keinginan. Barang-barang yang diinginkan seringkali merupakan barang-barang di luar jangkauan. Individu berusaha untuk membeli barang di luar jangkauan tersebut untuk menjaga eksistensi dirinya.

c. Barang tidak produktif

(4)

16

dibeli seringkali tidak produktif atau bersifat pemborosan karena keputusan individu bukan keputusan yang rasional.

d. Status

Pembelian dilakukan atas dasar keinginan memperoleh status tertentu. Fromm (2008) menyatakan bahwa terdapat perubahan pandangan di masyarakat mengenai produk yang dikonsumsi. Masyarakat saat ini memiliki pandangan bahwa “new is beautiful”. Individu dalam menjaga eksistensinya perlu untuk

senantiasa mengikuti perkembangan dari trend yang ada. Barang-barang yang baru dianggap lebih baik dan menarik daripada barang-barang yang lama. Barang-barang yang dimiliki individu merepresentasikan status yang dimiliki individu tersebut dalam masyarakat.

Aspek-aspek perilaku konsumtif menurut Lina & Rosyid (1997) adalah: a. Pembelian Impulsif (Impulsive buying)

Aspek ini menunjukkan bahwa seorang remaja berperilaku membeli semata-mata karena didasari oleh hasrat yang tiba-tiba / keinginan sesaat, dilakukan tanpa terlebih dahulu mempertimbangkannya, tidak memikirkan apa yang akan terjadi kemudian dan biasanya bersifat emosional.

b. Pemborosan (Wasteful buying)

Perilaku konsumtif sebagai salah satu perilaku yang menghambur-hamburkan banyak dana tanpa disadari adanya kebutuhan yang jelas.

c. Mencari kesenangan (Non rational buying)

(5)

17

dimana para remaja dalam hal ini dilatar belakangi oleh sifat remaja yang akan merasa senang dan nyaman ketika dia memakai barang yang dapat membuatnya lain daripada yang lain dan membuatnya merasa trendy.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan bahwa aspek-aspek perilaku konsumtif adalah pembelian yang impulsif, pembelian yang tidak rasional, pembelian yang bersifat pemborosan, pemenuhan keinginan, barang di luar jangkauan, barang tidak produktif, status, dan mencari kesenangan. Dari beberapa teori yang telah dijelaskan peneliti memilih untuk menggunakan aspek yang dikemukakan Fromm (2008) dalam penyusunan skala, karena lebih bersifat penjelasan terhadap keinginan seseorang dalam melakukan pembelian terhadap barang-barang kebutuhan, juga lebih memiliki aspek yang lengkap sehingga sesuai dengan target penelitian.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif ada dua, yaitu internal dan eksternal:

a. Faktor Eksternal/Lingkungan

Perilaku konsumtif dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia dilahirkan dan dibesarkan. Variabel-variabel yang termasuk dalam faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan keluarga.

1) Kebudayaan

(6)

18

dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Mangkunegara, 2002). Manusia dengan kemampuan akal budaya telah mengembangkan berbagai macam sistem perilaku demi kebutuhan hidupnya. Kebudayaan adalah determinan yang paling fundamental dan keinginan perilaku seseorang (Kotler, 2000).

2) Kelas sosial

Pada dasarnya manusia Indonesia dikelompokkan dalam tiga golongan (Mangkunegara, 2002) yaitu: golongan atas, golongan menengah dan golongan bawah. Perilaku konsumtif antara kelompok sosial satu dengan yang lain akan berbeda dalam hubungannya dengan perilaku konsumtif (Mangkunegara, 2002).

3) Keluarga

Sangat penting dalam perilaku membeli karena keluarga adalah pengaruh konsumsi untuk banyak produk. Selain itu keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu unit masyarakat yang terkecil yang perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam pengambilan keputusan membeli (Mangkunegara, 2002). Peranan setiap anggota keluarga dalam membeli berbeda-beda menurut barang yang dibelinya.

b. Faktor Internal

Faktor internal ini juga terdiri dari dua aspek, yaitu faktor psikologis dan faktor pribadi.

(7)

19

a) Motivasi, dapat mendorong karena dengan motivasi tinggi untuk membeli suatu produk, barang/jasa maka mereka cenderung akan membeli tanpa menggunakan faktor raionalnya.

b) Persepsi, berhubungan erat dengan motivasi. Dengan persepsi yang baik maka motivasi untuk bertindak akan tinggi, dan ini menyebabkan orang tersebut bertindak secara rasional.

c) Sikap pendirian dan kepercayaan. Melalui bertindak dan belajar orang akan memperoleh kepercayaan dan pendirian. Dengan kepercayaan pada penjual yang berlebihan dan dengan pendirian yang tidak stabil dapat menyebabkan terjadinya perilaku konsumtif.

2) Faktor pribadi, menurut Kotler (2000) keputusan untuk membeli sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu:

a) Usia, pada usia remaja kecenderungan seseorang untuk berperilaku konsumtif lebih besar daripada orang dewasa. Tambunan (2001) menambahkan bahwa remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya.

b) Pekerjaan, mempengaruhi pola konsumsinya. Seseorang dengan pekerjaan yang berbeda tentunya akan mempunyai kebutuhan yang berbeda pula. Dan hal ini dapat menyebabkan seseorang berperilaku konsumtif untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

(8)

20

mempunyai uang yang cukup akan cenderung lebih senang membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang, sedangkan orang dengan ekonomi rendah akan cenderung hemat (Swastha & Handoko, 1998).

d) Kepribadian. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang menentukan dan merefleksikan bagaimana seseorang merespon lingkungannya (Schiffman & Kanuk , 2004).

e) Jenis kelamin. Jenis kelamin mempengaruhi kebutuhan membeli, karena remaja putri cenderung lebih konsumtif dibandingkan dengan pria (Tambunan, 2001).

Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif menurut Suyasa (2005) adalah hadirnya iklan, konformitas, gaya hidup, dan kartu kredit.

a. Hadirnya iklan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada khalayak melalui media massa yang bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat untuk mencoba dan akhirnya membeli produk yang ditawarkan.

b. Konformitas terjadi karena keinginanan yang kuat pada individu untuk tampil menarik dan tidak berbeda dari kelompoknya serta dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya.

(9)

21

d. Kartu kredit digunakan oleh pengguna tanpa takut tidak mempunyai uang untuk belanja.

Kesimpulan dari uraian di atas yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah faktor eksternal di antaranya faktor kebudayaan, faktor kelas sosial, faktor keluarga, dan faktor internal diantaranya motivasi, persepsi, sikap pendirian, usia, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian, dan jenis kelamin. iklan, konformitas, gaya hidup, dan kartu kredit juga mendukung terjadinya perilaku konsumtif.

Dari beberapa faktor yang telah dijabarkan tersebut peneliti mengambil salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku konsumtif pada remaja yaitu konformitas, karena masa remaja merupakan masa pencarian jati diri dan remaja lebih sering menghabiskan waktu di luar bersama teman-temannya dibandingkan di rumah bersama keluarganya. Sehingga konformitas sangat memiliki peran terhadap perilaku remaja baik itu berperilaku konsumtif maupun yang lainnya.

B. Konformitas

1. Pengertian Konformitas

(10)

22

sebagai usaha dari individu untuk selalu selaras dengan norma-norma yang diharapkan oleh kelompok. Sears (1994) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena disebabkan oleh orang lain juga menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas.

Solomon (2002) mendefinisikan konformitas sebagai perubahan dalam sikap dan perilaku yang dibawa seseorang sebagai hasrat untuk mengikuti kepercayaan atau standar yang ditetapkan orang lain. Konformitas adalah suatu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada anggota kelompok (Zebua dan Nurdjayadi, 2001).

Baron dan Byrne (1994) berpendapat bahwa seseorang melakukan konformitas terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Sementara itu, Santrock (2003) menyatakan bahwa konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan. Menurut Tambunan (2001) kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang menyebabkan remaja berusaha mengikuti atribut yang sedang menjadi mode dan melakukan pembelian impulsif.

(11)

23

ketidaksamaan atau keterkucilan. Konformitas merupakan usaha untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok yang berupa suatu tuntutan tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja anggota kelompok tersebut.

2. Aspek-aspek Konformitas

Menurut Baron dan Byrne (2005), aspek konformitas di bagi menjadi 2 yaitu: a. Aspek Normatif

Aspek Normatif ini disebut juga pengaruh sosial normatif, aspek ini mengungkapkan adanya perbedaan atau penyesuaian persepi, keyakinan, maupun tindakan individu sebagai akibat dari pemenuhan penghargaan positif kelompok agar memperoleh persetujuan, disukai dan terhindar dari penolakan. b. Aspek Informatif

Aspek ini di sebut juga pengaruh sosial informative, aspek ini mengungkap adanya perubahan atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun perilaku individu sebagai akibat adanya kepercayaan terhadap informasi yang dianggap bermanfaat yang beradal dari kelompok.

Adapun aspek konformitas menurut Taylor, dkk (2004) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu:

a. Peniruan

(12)

24

Penyesuaian merupakan keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan individu bersikap konformitas terhadap terhadap orang. Individu biasanya melakukan penyesuaian pada norma yang ada pada kelompok. c. Kepercayaan

Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana individu memiliki keyakinan kepadanya. Kepercaaan merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Semakin besar kepercayaan individu pada informasi yang benar dari orang lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memiliki konformitas terhadap orang lain

d. Kesepakatan

Kesepakatan merupakan suatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadi kekuatan sosial yang mampu menimbulkan konformitas

e. Ketaatan

Ketaatan merupakan respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau keetertundukan individu atas otoritas tertentu, sehingga otoritas dapat membuat menjadi konformitas terhadap hal-hal yang disampaikan.

(13)

25

C. Hubungan antara Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Pada

Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi yang kompleks pada saat individu beranjak dari anak-anak menuju perkembangan ke arah dewasa. Remaja merupakan masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa (Santrock, 2003). Menurut Hurlock (2004), karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga.

Konformitas mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan remaja seperti pilihan terhadap aktivitas sekolah atau sosial yang akan diikuti, penampilan, bahasa yang digunakan, sikap dan nilai-nilai yang dianut. Melakukan konformitas pada remaja umumnya terdiri atas keinginan untuk dilibatkan di dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian seperti teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggotanya (Santrock, 2011). Jadi dengan bertindak konformitas, remaja merasa bisa diterima dan merasa terhindar dari celaan kelompoknya. Untuk menyamakan perilaku dengan kelompok, remaja melakukan peniruan.

(14)

26

Hurlock (2004) menyatakan bahwa pada masa remaja, individu cenderung untuk sama dengan kelompok dan akan meniru kelompoknya. Kelompok akan menyebapkan seorang remaja ingin meniru apa yang sedang “trend” di kalangan kelompoknya. Remaja berusaha untuk melakukan imitasi dengan kelompoknya agar tidak dikucilkan dan dapat diterima dengan baik dalam kelompok tersebut.

Remaja akan melakukan perilaku dengan suka rela untuk menyesuaikan diri agar mendapatkan status dan diterima oleh kelompoknya, meskipun harus kehilangan uangnya untuk membeli sesuatu. Hal itu menyebabkan dalam membeli, remaja sering melakukan pembelian sesuai dengan keinginannya bukan kebutuhannya (Sumartono, 2002). Seperti contoh dalam suatu kelompok remaja membeli baju dengan merk yang sama maka semua anggotanya pun akan meniru untuk membelinya dengan suka rela tanpa adanya tekanan dari kelompok. Remaja tersebut telah melakukan pembelian yang implusif agar tetap kompak dengan kelompoknya tanpa merencanakan dan memikirkan terlebih dahulu, sehingga menyebabkan pembelian yang bersifat pemborosan pada suatu kelompok remaja tersebut (Santrock, 2011).

(15)

27

utama yaitu perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat dan menyesuaikan diri karena ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan (Sears, 1994). Remaja cenderung melakukan penyesuaian diri secara berlebihan hanya untuk diterima dan memperoleh pengakuan secara sosial, sehingga perilaku konsumtif yang dilakukan remaja disebabkan oleh keinginan dirinya yaitu kebutuhan untuk diakui oleh kelompoknya.

Aspek ketiga adalah kepercayaan. Semakin besar kepercayaan remaja terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok (Sears dkk, 1994). Apabila remaja memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap teman-teman dalam kelompoknya, remaja akan berusaha untuk menyamakan dirinya dengan kelompoknya agar keberdaannya dapat diterima dan diakui. Jika remaja sudah tidak mempunyai kepercayaan terhadap kelompoknya, maka hal ini dapat mengurangi kepedulian remaja terhadap kelompok (Sears, 1994). Remaja merasa bahwa kelompok dapat memberikan berbagai macam informasi yang benar, sehingga remaja akan percaya dan mengikuti informasi yang diberikan oleh teman kelompoknya tanpa mencari kebenarannya dan referensi yang lain. Misalnya informasi dalam pembelian merk suatu barang yang sedang trend, makanan yang marak dibeli oleh kelompok dan hal tersebut menyebapkan perilaku konsumtif pada remaja (Sears, 1994).

(16)

28

terjadinya perbedaan yang dapat berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka konformitas cenderung akan semakin tinggi. Individu akan sepakat mengikuti pendapat yang ada dalam kelompok karena remaja ingin diakui keberadaannya di dalam kelompok tersebut meskipun dari kesepakan tersebut anggota harus mengeluarkan biaya (Sears, 1994).

Aspek terakhir dari konformitas adalah ketaatan. Ketaatan merupakan respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan individu terhadap kelompok, individu dengan suka rela akan taat pada apapun yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat terus diterima dan tidak dikucilkan. Sehingga individu akan mengikuti apa yang ada dan menyebabkan konformitas terhadap hal-hal yang disampaikan, remaja akan cenderung untuk mentaati harapan yang ada pada lingkungannya. Harapan-harapan orang lain dapat menimbulkan ketaatan, bahkan meskipun harapan itu bersifat implicit (Sears, 1994). Hal inilah yang menyebabkan remaja berperilaku konsumtif karena membeli tanpa merencanakan dan memikirkannya terlebih dahulu dan menyebabkan pembelian yang bersifat pemborosan.

(17)

29

lebih mudah dalam melakukan konformitas, mengikuti norma yang berlaku di kelompok, meskipun tidak ada paksaan secara langsung untuk hal itu. Remaja akan menyamakan tingkah laku, hobi, gaya hidup, penampilan agar tidak beda dengan rekan-rekannya dan dapat diterima sebagai bagian dari kelompoknya, maka perilaku konsumtif pun terjadi.

Laudon & Bita (1993) perilaku membeli seorang remaja dipengaruhi oleh konformitas terhadap kelompoknya, perilaku membelinya cenderung lebih impulsif. Saat berbelanja remaja biasanya tidak pernah sendirian, remaja selalu terlihat berema-ramai menuju pusat perbelanjaan. Produk yang dibeli pun cenderung sama, padahal barang tersebut tidak remaja butuhkan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konformitas remaja akan mendorong remaja untuk melakukan perilaku apapun yang dianggap sesuai dengan norma di dalam kelompoknya. Jika dalam kelompoknya rata-rata aktif dalam berperilaku konsumtif maka remaja lainnya juga akan terpengaruh untuk berperilaku konsumtif. Semakin tinggi tingkat konformitas pada kelompok remaja tersebut, maka perilaku remaja tersebut untuk berperilaku konsumtif cenderung tinggi.

(18)

30

antara konformitas dengan perilaku konsumtif dengan pengaruh 10.9% dari konformitas terhadap perilaku konsumtif.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Pulyadi Hariyono dengan judul Hubungan Gaya Hidup dan Konformitas dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Samarinda. Penelitian ini melibatkan 152 siswa dengan menggunakan analisis regresi sebagai analisa data, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara gaya hidup dan konformitas terhadap dengan perilaku konsumtif pada remaja di SMAN 5 Samarinda. Kemudian dari hasil analisis regresi bertahap didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara gaya hidup dengan perilaku konsumtif, dan juga terdapat hubungan positif pada konformitas dan perilaku konsumtif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti tertarik mengambil permasalahan yang sama karena Yogyakarta merupakan kota pelajar, kota Yogyakarta disebut kota pelajar karena di daerah Yogyakarta juga terdapat fasilitas sekolah dan universitas yang megah, berkualitas, terjamin mutunya dan sudah terakreditasi secara baik didunia pendidikan Indonesia, sehingga banyak remaja yang ingin menimba ilmu di Yogyakarta. Menurut sensus penduduk 2010 Yogyakarta memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa. Menurut alumni Pengembangan Wilayah Fakultas Geografi UGM, saat ini jumlah mal yang sudah berdiri sudah melebihi angka ideal. Mal yang sudah lama berdiri dan mal yang baru-baru berdiri dianggap sudah melebihi kebutuhan (Tribun, 2016).

(19)

31

pertumbuhannya terlalu cepat. Karena dalam 2-3 tahun terakhir jumlah shopping mall di Yogyakarta berlipat. Bahkan, lanjutnya, pertumbuhan shopping mall di Yogyakarta melampaui Jawa Tengah, provinsi yang jumlah wilayahnya lebih luas dan jumlah penduduknya berlipat dibanding DIY (Koran Sindo, 2016). Pesatnya pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan (mall) dan kafe berskala internasional berbanding lurus dengan jumlah pengunjungnya. Selain karena cukup tersedianya fasilitas, gempuran iklan melalui media massa pun semakin membentuk perilaku konsumtif pada remaja. Kebutuhan akan konsumsi tidak lagi didasari oleh keperluan namun hanya atas dasar keinginan dan bahkan cenderung memasuki taraf berlebihan (Suminar, 2015).

(20)

32

D. Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Loyalitas konsumen sangat penting bagi suatu perusahaan baik jasa maupun produk (barang) untuk meningkatkan keuntungan bagi suatu perusahaan, karena apabila

Berdasarkan pengertian perilaku konsumen diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan memillih dan menilai suatu barang atau jasa yang dibutuhkan dan

Brand image suatu produk yang baik akan menarik minat konsumen untuk membeli produk tersebut dibandingkan membeli produk yang sejenis dari perusahaan lain, oleh karena itu

Pelanggan merekomendasikan loyalitas mereka pada suatu perusahaan atau merek dengan membeli berulang kali, membeli produk atau jasa tambahan perusahaan tersebut,

Promosi adalah segala bentuk kegiatan yang memiliki tujuan utama untuk mendorong minat konsumen untuk membeli atau menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh

memfasilitasi terjadinya pertukaran produk dengan pelanggan dalam pasar industri, mencakup semua perusahaan yang membeli barang dan jasa industri, untuk digunakan

Intensi membeli merupakan suatu awal dari terbentuknya perilaku membeli yang diawali dengan suatu perhatian terhadap produk, proses psikologis yang melibatkan

Keputusan pembelian adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada kegiatan manusia untuk membeli suatu barang atau jasa dalam memenuhi keinginan dan