PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA DISHARMONI
(STUDI KASUS DI DESA KECANDRAN SALATIGA 2017)
SKRIPSI
Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
NUR ZUMROTUS SHOLIHAH Nim : 111 14 055
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
MOTTO
ِتاَرْيَخْلا ْاوُقِبَتْساَف
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan karya ini.
Kupersembahkan karya ini kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta (Bp. Slamet Amin dan Ibu Istiqomah). Terima
kasih atas kasih sayang, cinta, dorongan, kepercayaan, kesabaran, jerih payah
serta pengorbanan tanpa pamrih.
2. Saudara-saudara sepupuku (Khotijah, Nur Khasanah, Siti Aisyah) yang telah
memberikan semangat untuk mengerjakan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan berbagai ilmu
kepadaku.
4. Ibu Dr. Muna Erawati, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Sahabat-sahabatku (Siti Maunah, Alfinalia Maulani Islamiyah, Titik
Solikhati, Ardhi Suryaningtyas, Novia Ananda P dan Makrifatul Mustaniroh)
yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi
ini.
6. Semua teman seperjuanganku prodi PAI angkatan 2014 khususnya PAI B.
7. Semua teman- teman PPL di MAN Suruh Kab. Semarang (Farida, Nafiatun
Khasanah, Anis Azza, Zulfa Amaliyah, Siti Choiriyah, Mamik Kusrini,
Kedungrejo (Wahidatul Sofiah, Khasanah L, Wahyu H, Siti Nailatul dan Nur
Hayati) yang saya cintai.
8. Kepala Desa Kecandran Salatiga yang telah mengizinkan melakukan
peneltian di Kecandran Salatiga.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Salawat
dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang
telah menuntun manusia kepada jalan yang lurus untuk mencapai kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai berkat motivasi, bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi M.Pd, Ketua Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga.
3. Ibu Hj. Siti Rukhayati M. Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Dosen pembimbing Ibu Dr. Muna Erawati, S.Psi, M.Si yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan motivasi serta pengorbanan waktunya
dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Dosen Pembimbing Akademik Almarhum Bapak Prof. Dr. M. Zulfa, M.Ag.
yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu dan
7. Karyawan-karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta
bantuan.
Semoga amal baik dari beliau mendapatkan pahala dari Allah SWT dan
mendapatkan ridho Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi pembacanya.
Salatiga,10 Maret 2018
Penulis
Nur Zumrotus Sholihah
ABSTRAK
Sholihah, Nur Zumrotus. 2018. Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni (Studi Kasus Di Desa Kecandran Salatiga 2017). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, M.Si.
Kata kunci: pendidikan karakter, keluarga disharmoni
Keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Keutuhan keluarga mempengaruhi proses pembentukan karakter anak. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan kendala pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran Salatiga tahun 2017. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana strategi pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran Salatiga ? (2) Bagaimana kendala atau hambatan pendidikan karakter anak dalam keluargadisharmoni di Desa Kecandran Salatiga ?
Pendekatan yang digunakan dalam penelitan ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan dokumentasi. Keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan sumber data lainnya di sini diperlukan, sedangkan langkah analisis data dilakukan dengan display data, reduksi data dan verifikasi data. Karakteristik informan yang diteliti adalah orang tua baik ayah maupun ibu dari anak yang mengalami disharmonisasi akibat perceraian dan anak dalam keluarga disharmoni. Usia putra-putri berkisar antara 6 sampai 12 tahun, dan mereka tinggal di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari orang tua dan anak dalam 3 keluarga disharmoni.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ... i
LEMBAR BERLOGO ... ii
JUDUL ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 21
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22
A. Pendidikan Karakter ... 22
1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 22
2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 25
3. Fungsi Pendidikan Karakter ... 26
4. Landasan Pendidikan Karakter ... 26
5. Nilai-Nilai Karakter ... 28
6. Pendidikan Karakter dalam Keluarga ... 32
B. Keluarga Disharmoni ... 39
1. Pengertian Keluarga Disharmoni ... 39
2. Faktor Penyebab Keluarga Disharmoni ... 42
3. Dampak Keluarga Disharmoni ... 43
4. Fungsi Keluarga ... 43
5. Komunikasi dalam Keluarga ... 45
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 47
A. Profil Desa Kecandran Salatiga ... 47.
B. Profil Subyek Penelitian ... 55
1. Profil Keluarga Bapak SF………... 55
2. Profil Keluarga Ibu NR... 56
C.Temuan Penelitian ………...………... 59
1. Stategi Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 60
2. Kendala Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 80
BAB IV ANALISIS DATA ... 82
A. Stategi Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 82
1. Tujuan Orang Tua Dalam Mendidik Karakter anak ... 82
2. Materi yang Diajarkan Orang Tua dalam Pendidikan Karakter... 86
3. Cara Mendidik Anak Sesuai Dengan 16 Nilai Karakter... 87
4. Evaluasi Pendidikan Karakter Anak... 97
B. Kendala Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 98
BAB IV PENUTUP ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 102
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Total Berdasarkan Jenis Kelamin... 47
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia... 48
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama... 49
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan... 50
Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 51
Tabel 3.6 Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 Lembar Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 4 Surat Keterangan Setelah Penelitian
Lampiran 5 Pedoman Wawancara
Lampiran 6 Verbatim Wawancara
Lampiran 7 Dokumentasi
Lampiran 8 Daftar Nilai SKK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
terutama untuk anak. Anaklah yang akan menjadi generasi penerus bagi
keluarga, teman dan bangsa. Pendidikan merupakan faktor utama dalam
membentuk pribadi manusia, memperbaiki masyarakat serta membangun
bangsa yang beradap. Sistem pendidikan yang baik diharapkan akan
memunculkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu
menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan.
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak
didik. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga
mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia (Hasbullah, 2012:6).
Membicarakan karakter merupakan hal sangat penting dan mendasar.
Karakter merupakan mustika hidup yang membedakan manusia dengan
binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang.
Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial
Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan
untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau
tidak diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam
masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga yaitu
anak-anak. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas,
maraknya angka kekerasan, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja,
kebiasaan menyontek, dan penyalahgunaan obat-obatan yang hingga saat ini
belum dapat diatasi secara tuntas.
Pendidikan karakter sebaiknya dimulai dari dalam keluarga karena
anak mulai berinteraksi dengan orang lain pertama kali terjadi dalam
lingkungan keluarga. Pendidikan karakter sebaiknya diterapkan sejak usia
kanak-kanak, karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak
dalam mengembangkan potensinya. Pembentukan karakter merupakan salah
satu tujuan pendidikan nasional. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan
bahwa tujuan pendidikan nasional antara lain mengembangkan potensi peserta
didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Zuchdi,
2011: 29).
Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang
mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan
pengembangan etik para siswa. Pendidikan karakter dapat didefinisikan
sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good
nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungannya
dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya
(Samani dan Hariyanto, 2013: 44).
Persoalan karakter atau moral memang tidak sepenuhnya terabaikan
oleh lembaga pendidikan, akan tetapi dengan fakta-fakta seputar kemerosotan
karakter menunjukkan bahwa ada kegagalan pada institusi pendidikan dalam
menumbuhkan manusia yang berkarakter dan berakhlak mulia. Kemerosotan
karakter dan moral yang terjadi menegaskan bahwa peran guru yang mengajar
mata pelajaran apa pun harus memiliki perhatian dan menekankan pentingnya
pendidikan karakter pada para siswa.
Selain itu, dalam masa-masa penuh persoalan seperti sekarang ini,
orang tua perlu berusaha keras dalam ikut mendidik karakter ataupun moral
anak-anaknya agar mereka bisa berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai
dengan norma-norma moralitas. Pendidikan karakter perlu dimulai dengan
penanaman pengetahuan dan kesadaran kepada anak akan bagaimana
bertindak sesuai nilai-nilai moralitas, sebab jika anak tidak tahu bagaimana
bertindak, perkembangan moral mereka akan terganggu.
Keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau
krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini dapat dilihat sebagai
salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Anak memerlukan figur
ibu dan figur ayah secara komplementatif bagi pengembangan karakternya.
perempuan, meskipun perempuan ini adalah single parent yang berperan
sebagai ayah-ibu sekaligus. Peran ayah ini diperlukan, baik bagi anak laki-laki
maupun anak perempuan. Pola pengasuhan ibu yang cenderung hati-hati akan
diseimbangkan oleh ayah. Umumnya ayah bersikap lebih santai, lugas dan
banyak memberikan kebebasan pada anak untuk bereksplorasi (Zubaedi,
2011: 144-148).
Berkaitan dengan pengembangan karakter anak, semua anggota
keluarga dapat memberikan pengaruh yang berarti. Pengembangan karakter
dapat terjadi melalui berbagai cara, yang paling sering dan mudah terjadi
adalah melalui peniruan yaitu dengan melihat dan mencontoh perilaku orang
di sekitarnya. Oleh karena itu, orang tua sebagai acuan pertama anak dalam
membentuk karakter perlu dibekali pengetahuan mengenai perkembangan
anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu, sehingga anak akan
tumbuh sebagai pribadi yang berkarakter.
Pendidikan dalam keluarga pasti punya tujuan yaitu untuk membina
dan membentuk anggota keluarga (anak) yang beriman kepada Allah,
berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat, bertanggung jawab sehingga ia dapat
melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tujuan orang tua dalam mendidik karakter atau akhlak yaitu agar anak
menjadi saleh dan salehah (Zubaedi, 2011: 155).
Berbagai masalah yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam
prinsip hidup yang berbeda berpengaruh dalam pembentukan karakter anak,
apalagi dengan kondisi keluarga disharmoni, yaitu terjadi disfungsi peran
orang tua akibat kesibukan bekerja, karena keluarga yang tidak utuh, maupun
akibat komunikasi yang tidak berjalan dengan baik dalam keluarga sehingga
mengakibatkan anak kurang mendapatkan pengawasan dan bimbingan dari
orang tua. Hal ini juga sering terjadi di desa yang terletak di perbatasan antara
kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yaitu Desa Kecandran Salatiga.
Bahkan ada juga orang tua yang memilih jalan untuk bercerai,
akibatnya anaklah yang menjadi korban. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian.
Peristiwa perceraian itu menimbulkan berbagai akibat terhadap orang tua dan
anak antara lain anak mengalami kurang kasih sayang, anak mengalami
permasalahan moral, anak mudah mendapat pengaruh buruk dari
lingkungannya dan anak tidak berprestasi. Tercipta perasaan yang tidak
menentu, sejak saat ini ayah dan ibu tidak berperan efektif sebagai orang tua.
Mereka tidak lagi memperlihatkan tanggung jawab penuh dalam mengasuh
anak (Dagun, 1990: 150).
Di desa Kecandran terdapat seorang anak yang di anggap tidak baik
oleh masyarakat sekitar dan mengalami masalah tentang belajarnya yaitu sulit
memahami pelajaran serta mengalami masalah dalam pergaulannya.
Berdasarkan informasi yang penulis peroleh, anak tersebut mengalami
Dengan adanya fenomena tersebut dan melihat pentingnya pendidikan
karakter bagi anak, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa
Kecandran Salatiga dengan mengangkat judul “PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA DISHARMONI (STUDI KASUS DI DESA KECANDRAN SALATIGA 2017).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana strategi pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni
di Desa Kecandran Salatiga ?
2. Bagaimana kendala atau hambatan pendidikan karakter anak dalam
keluargadisharmoni di Desa Kecandran Salatiga ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat penulis rumuskan
tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui strategi pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni
di Desa Kecandran Salatiga.
2. Mengetahui kendala atau hambatan pendidikan karakter anak dalam
keluargadisharmoni di Desa Kecandran Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
Dalam sub bab kegunaan penelitian, berisi tentang manfaat dalam
penelitian. Dalam penelitian ini memuat dua manfaat, yaitu secara teoretis dan
secara praktis sebagai berikut:
Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khazanah
pengetahuan pada kajian pendidikan karakter dan mengenai keluarga
disharmoni.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi
keluarga yang disharmoni dalam program pendidikan karakter.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan dalam memahami, maka perlu diberikan
penegasan istilah yang dianggap penting dalam penafsiran. Adapun istilah
yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Karakter
Menurut Ki Hajar Dewantara (Hasbullah, 2012: 4) menjelaskan
bahwa pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter adalah cara
berpikir, bersikap, dan bertindak yang menjadi ciri khas seseorang yang
menjadi kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat
Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal
positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter
siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter telah menjadi sebuah
pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial,
pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Pendidikan
karakter menurut Burke (2001) semata-mata merupakan bagian yang
fundamental dari pendidikan yang baik .
Menurut Lickona (Samani dan Hariyanto, 2013: 44)
mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh
untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan
landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana, Linckona (2004)
mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara
sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa.
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk
menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,
raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
Nilai-nilai karakter yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu
nilai pendidikan karakter dalam keluarga. Menurut Aziz (2015: 143)
nilai-nilai pendidikan karakter dalam keluarga yang harus dikembangkan
semenjak anak usia dini memuat nilai agama, sosial dan budaya yang
terurai menjadi 16 poin antara lain yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai
prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.
2. Keluarga Disharmoni
Secara etimologis keluarga dalam istilah Jawa terdiri dari dua kata
yakni kawula dan warga. Kawula berarti abdi dan warga adalah anggota.
Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih
demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.
Pengertian keluarga secara realitas adalah sekelompok orang yang terdiri
dari kepala keluarga dan anggotanya dalam ikatan nikah ataupun nasab
yang hidup dalam satu tempat tinggal, memiliki aturan yang ditaati secara
bersama dan mampu mempengaruhi antar anggotanya serta memiliki
tujuan dan program yang jelas. Keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak,
saudara dan kerabat lainnya. Adapun keluarga batin biasanya terdiri dari
seorang ayah, ibu dan anak. Keluarga ini dapat dikatakan sebagai keluarga
Keharmonisan suatu keluarga terutama kedua orang tua sangat
berperan dalam mendidik seorang anak untuk tumbuh dan berkembang,
dan juga dapat berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sosial di
sekitarnya. Banyak keluarga yang mengalami disharmonisasi, ini ditandai
dengan hubungan orang tua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi
antara orang tua dan anak. Disharmoni dapat diartikan sebagai keadaan
keluarga yang tidak harmonis atau tidak bahagia (Astorini, 2014: 188).
Keluarga disharmoni sering diistilahkan sebagai keluarga broken
home. Menurut kamus Inggris Indonesia (1992) kata broken home berasal
dari dua kata yaitu broken dan home. Broken yang artinya memecahkan
atau merusakkan sedangkan home artinya rumah. Keluarga disharmoni
yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu keluarga yang mengalami
disharmonisasi akibat perceraian sehingga orang tua sudah tidak berfungsi
sebagaimana fungsinya.
F. Telaah Pustaka
Penelitian terdahulu dibutuhkan untuk memperjelas, menegaskan,
melihat kelebihan dan kelemahan berbagai teori yang digunakan penulis lain
dalam penelitian atau pembahasan masalah yang serupa. Selain itu penelitian
terdahulu perlu disebutkan dalam sebuah penelitian untuk memudahkasn
pembaca melihat dan membandingkan perbedaan teori yang digunakan dari
melakukan pembahasan tema yang hampir serupa. Berikut ini penelitian yang
mempunyai topik atau tema yang hampir serupa dengan skripsi ini:
1. Skripsi yang ditulis oleh Syarif Anam Muhammad, Jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga 2013 yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler Siswa di Man Salatiga Tahun
2013”. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti terletak
pada subyek penelitiannya yaitu dalam skripsi ini subyek penelitiannya
adalah kegiatan eksta kulikuler siswa di Man Salatiga, sedangkan
persamaan skripsi penulis dengan skripsi ini terletak pada fokus
penelitiannya yaitu sama-sama mengkaji pendidikan karakter.
2. Skripsi yang yang ditulis oleh Wahid Tri Mustofa, Jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga 2012 berjudul “Penerapan Pendidikan Karakter
di SMPIT Nurul Islam Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2011/2012”.
Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada
subyek penelitiannya sedangkan persamaannya yaitu sama-sama mengkaji
tentang pendidikan karakter.
3. Skripsi yang yang ditulis oleh Putra Arief Perdana, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga 2016
yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter yang Terkandung dalam
skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada metode
penelitiannya yaitu dalam skripsi ini menggunakan metode literatur
sedangkan skripsi yang penulis teliti menggunakan metode kualitatif.
Persamaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti sama-sama
mengkaji tentang pendidikan karakter.
4. Skripsi yang ditulis oleh Nasimatun Ni’mah, Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Salatiga 2016 yang
berjudul “Manajemen Pendidikan Karakter Siswa di MTsN Susukan
Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017”. Perbedaan skripsi ini
dengan skripsi yang penulis teliti terletak pada subyek penelitiannya yaitu
pada skripsi ini subyek penelitiannya adalah MTsN Susukan sedangkan
persamaan skripsi ini dengan skripsi penulis yaitu sama-sama
menggunakan metode kualitatif.
5. Skripsi yang ditulis oleh Lu’luul Khasanah, Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Salatiga 2016 yang
berjudul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama
Anak Studi Kasus Pada Tiga Keluarga di Kelurahan Lodoyong
Kecamatan Ambarawa Tahun 2017”. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi
yang penulis teliti terletak pada obyek penelitiannya yaitu dalam skripsi
ini obyek penelitiannya pendidikan agama anak sedangkan skripsi yang
skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada subyek
penelitiannya yang sama-sama meneliti keluarga bercerai.
6. Jurnal Syahrini Alhusin yang berjudul “Strategi Pembinaan Anak-anak
Broken Home di Panti Asuhan Pengamatan Kasus di Panti Asuhan
Yayasan Amal Bakti Sudjono dan Taruno Bakti Sukoharjo”. Persamaan
jurnal ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada subyek
penelitiannya yang sama-sama meneliti anak-anak broken home,
sedangkan perbedaannya terletak pada obyek penelitiannya yaitu pada
jurnal ini meneliti tentang strategi pembinaan anak dan skripsi yang
penulis teliti meneliti tentang pendidikan karakter.
7. Jurnal Kusmaya Sari, yang berjudul “Dinamika Psikologis Anak Amplang
dengan Disharmoni Keluarga: Sebuah Autobiografi”. Tujuan penelitian ini
ialah untuk memahami dinamika psikologis yang terjadi pada anak
amplang yang memiliki disharmoni keluarga serta mencari tahu konflik
yang terjadi baik dari segi eksternal maupun internal pada diri anak
amplang lalu pemaknaan dan penerimaan atas pengalamannya. Persamaan
jurnal ini dengan skripsi yang penulis teliti terletak pada subyek
penelitiannya yaitu sama-sama meneliti tentang keluarga disharmoni
sedangkan perbedaan jurnal ini dengan skripsi yang penulis teliti terletak
pada obyek penelitiannya.
8. Jurnal Endang Astorini, yang berjudul “Hubungan antara Keluarga
Negeri 1 Kutorejo Mojokerto Tahun Ajaran 2012/2013”. Dari hasil
penelitian menerangkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan
antara keluarga disharmonis dengan prestasi belajar siswa. Jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keluarga
disharmonis dan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa.
Persamaan jurnal ini dengan skripsi yang penuis teliti yaitu terletak pada
subyek penelitiannya yang sama-sama meneliti kuluarga disharmoni
sedangkan perbedaannya terletak pada metode penelitiannya yaitu pada
jurnal ini menggunakan metode kuantitatif.
Demikian beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
penulis hanya menemukan empat penelitian dengan fokus yang sama
yaitu sama-sama menangani keluarga disharnoni. Adapun empat
penelitian lainnya juga memiliki persamaan dengan penelitian penulis
yaitu terletak pada obyek penelitian yang sama-sama menagkaji tentang
pendidikan karakter. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terdapat
perbedaan dengan penelitian penulis yaitu terletak pada pendekatan
penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif serta obyek
yang dikaji oleh penulis yaitu pendidikan karakter dan subyeknya yaitu
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang lebih fleksibel
dalam artian langkah selanjutnya akan ditentukan oleh temuan selama
proses penelitian (Sarosa, 2012: 9).
Laporan penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan
gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan mengkaji
permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya melibatkan diri pada
situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang berhubungan dengan
permasalahan pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini yaitu orang tua baik ayah maupun ibu dari
anak yang mengalami disharmonisasi akibat perceraian dan anak dalam
keluarga disharmoni. Usia putra-putri berkisar antara 6 sampai 12 tahun,
dan mereka tinggal di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota
Salatiga.
Pada penelitian ini, Teknik sampel yang digunakan adalah
purposive sampling atau teknik sampel yang didasarkan atas tujuan dan
penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari orang tua dan anak
dalam 3 keluarga disharmoni. Adapun daftar nama mereka yaitu SF
dengan putranya RZ, NR dengan putranya RH dan MF dengan putranya
MR.
3. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data
dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di
lapangan. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain yaitu
manusia dan berbagai bentuk alat-alat bantu serta dokumen-dokumen
lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil
penelitian namun berfungsi sebagai instrumen pendukung, oleh karena itu
kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur
keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan
peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan sumber data
lainnya di sini mutlak diperlukan.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti
Kota Salatiga. Adapun peneliti memilih lokasi di Desa Kecandran
Kecamatan Sidomukti ini karena fenomena di tempat ini belum pernah
diteliti sebelumnya oleh peneliti sehingga peneliti tertarik dan ingin
meneliti lebih jauh lagi.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan
atau tempat penelitian. Kata-kata atau tindakan merupakan sumber
data yang diperoleh dari lapangan dengan mewawancarai. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung
tentang pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa
Kecandran Salatiga. Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan
dari orang tua yang anaknya dalam keluarga disharmoni.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari jumlah
penduduk dan dokumen-dokumen lainnya dari Desa. Peneliti
menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan
melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara.
6. Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah alat dan cara untuk
mengumpulkan data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
teknik yaitu:
a. Wawancara Mendalam
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan
tujuan tertentu (Mulyana, 2010: 180).
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara mendalam
(wawancara tak terstruktur) yang diarahkan pada masalah tertentu
dengan para informan yang sudah dipilih untuk mendapatkan data
yang diperlukan yaitu keluarga disharmoni di Desa Kecandran
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Teknik wawancara yang
digunakan ini dilakukan secara tidak terstruktur, dimana peneliti tidak
melakukan wawancara dengan struktur yang ketat kepada informan
agar informasi yang diperoleh memiliki kapasitas yang cukup tentang
berbagai aspek dalam penelitian ini.
b. Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan
yang berbentuk dokumentasi yang berkaitan dengan pendidikan
karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Dokumen yang dimaksud
adalah data kelurahan yang berbentuk catatan baik yang berbentuk
catatan dalam kertas maupun elektronik.
7. Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis
dalam penelitian. Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya menggunakan
Sedangkan pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan
menggunakan pola induktif dengan menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Display data yaitu peneliti menyajikan semua data yang diperolehnya
dalam bentuk uraian atau laporan terperinci.
b. Reduksi data yaitu peneliti momotong data-data yang tidak perlu untuk
dibuang.
c. Verifikasi data yaitu sejak mulanya peneliti berusaha untuk mencari
makna data yang dikumpulkan, kemudian disimpulkan untuk
menjawab tujuan penelitian.
8. Pengecekan Keabsahan Data
Teknik pengujian validitas data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan dengan memanfaatkan suatu yang lain dari data
tersebut sebagai bahan pembanding atau pengecekan dari data itu sendiri.
Teknik triagulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber
lainnya. Ada tiga macam triagulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu
sumber, metode, dan teori. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik triagulasi sumber yang dilakukan dengan cara
membandingkan hasil wawancara apa yang dikatakan orang di depan
umum.
Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke
lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan
laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
a. Tahap Sebelum Ke Lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paragigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup observasi
lapangan dan permohonan ijin kepada obyek yang diteliti, konsultasi
fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.
b. Tahap Pengerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa
Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Data tersebut
diperoleh dengan wawancara dan dokumentasi.
c. Tahap Analisis Data
Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh
melalui dokumen maupun wawancara mendalam tentang pendidikan
karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Kemudian dilakukan penafsiran
data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya
melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber
benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data
yang merupakan proses penentuan dalam memahami kontens
penelitian yang sedang diteliti.
d. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian
makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan
dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan
tersebut oleh penulis skripsi. Langkah terakhir melakukan
penyususnan kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini, maka akan dikemukakan
sistematika hasil penelitian yang secara garis besar dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan
istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.
2. Bab II adalah kajian pustaka, yang berisi tentang penjelasan pendidikan
3. Bab III adalah profil subyek penelitian dan temuan penelitian mengenai
pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.
4. Bab IV adalah pembahasan yang berisi tentang analisis mengenai
pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter secara bahasa berarti watak, sifat-sifat kejiwaan. Ratna
Megawangi menyatakan bahwa karakter berasal dari kata charassein
yakni to engrave yang artinya mengukir hingga terbentuk sebuah pola.
Dari asal kata tersebut dapat dipahami bahwa mendidik anak agar
memiliki karekter yang mulia diperlukan proses mengukir yakni
pengasuhan dan pendidikan yang tepat (Aziz, 2015:129).
Wynne mengemukakan bahwa karakter berasal dari Bahasa
Yunani yang berarti “to mark” (memadai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau
perilaku sehari-hari (Mulyasa, 2014: 3). Oleh sebab itu, seseorang yang
berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang
yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan
suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter
baik/mulia.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa karekter merupakan
nilai perilaku seseorang yang cakupannya tidak hanya menyangkut
dengan Tuhan dan lingkungan yang tersaji melalui pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Dari definisi karekter tersebut, lahirlah konsep pendidikan
karakter (character education) sebagaimana dikemukakan oleh beberapa
ahli diantaranya Ratna Megawangi yang mendifinisikan pendidikan
karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil
keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan
sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada
lingkungannya (Aziz, 2015: 131).
Pendidikan karakter menurut Fakry Gaffar yaitu sebuah proses
transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam
kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan
orang itu. Dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting yaitu proses
transformasi nilai-nilai, ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan
menjadi satu dalam perilaku (Kesuma, dkk 2012: 5).
Pendidikan karakter juga dapat diartikan membentuk tabiat,
perangkai, watak, dan kepribadian seseorang dengan cara menanamkan
nilai-nilai luhur, sehingga nilai-nilai tersebut mendarah daging, menyatu
dalam hati, pikiran, ucapan dan perbuatan, dan menampakkan
pengaruhnya dalam realitas kehidupan secara mudah, atas kemauan
pembentukan kepribadian tersebut dilakukan bukan hanya dengan cara
memberikan pengertian dan mengubah pola pikir dan pola pandang
seseorang tentang sesuatu yang baik dan benar, melainkan nilai-nilai
kebaikan tersebut dibiasakan, dilatihkan, dicontohkan, dilakukan secara
terus menerus dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari (Nata,
2013:400).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
pada hakikatnya merupakan sebuah proses pendidikan yang dilakukan
untuk membentuk perilaku atau watak seseorang sehingga seseorang
mampu memahami, merasakan, membedakan sekaligus menerapkan
perbuatan atau sikap yang baik dan buruk tersebut dalam segala aspek
kehidupan.
Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoretik
sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring diutusnya
Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak
(karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran
yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan
mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh
(kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan
dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang
2. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses
dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai
dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui
pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri
meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan
akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari (Mulyasa,
2014: 9).
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan
nasional. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa tujuan
pendidikan nasional antara lain mengembangkan potensi peserta didik
untuk memilih kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Zuchdi, 2011:
29).
Menurut Triatna,dkk (2012: 9-10), tujuan pendidikan karakter
yang pertama adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan
nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses
sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta
sekolah. Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter adalah mengembangkan
koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam
memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.
3. Fungsi Pendidikan Karakter
Berdasarkan pendapat Kesuma, dkk bahwa pendidikan karakter
memiliki tiga fungsi yaitu:
a. Mengembangkan kemampuan yaitu berbagai kemampuan yang akan
menjadikan manusia sebagai mahluk yang berketuhanan (tunduk patuh
pada konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin
dunia.
b. Membentuk watak mengandung makna bahwa pendidikan nasional
harus diarahkan pada pembentukan watak.
c. Peradaban bangsa, dengan kata lain bangsa yang beradab merupakan
dampak dari pendidikan yang menghasilkan manusia terdidik
(Kesuma, dkk, 2012: 8).
4. Landasan Pendidikan Karakter
Secara filosofis, pendidikan karakter sebagaimana dikemukakan
Muchlas Samani, harus berlandasan falsafah pancasila (Aziz, 2015: 134).
Setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh
dan komprehensif yaitu:
a. Karakter bangsa yang berketuhanan yang maha esa teraplikasi dalam
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, tidak
memaksakan agama dan kepercayaan kepada orang lain, serta tidak
melecehkan kepercayaan agama seseorang.
b. Bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab.
Perihal ini diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar
warga dalam masyarakat sehingga timbul suasana kewargaan (civic)
yang saling bertanggung jawab, juga adanya saling hormat
menghormati antar warga bangsa sehingga timbul keyakinan dan
perilaku sebagai warga negara yang baik, adil dan beradab dan pada
gilirannya karakter citizenship (perilaku sebagai warga negara yang
baik) ini akan memunculkan perasaan hormat dari bangsa lain.
c. Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini
berarti memiliki komitmen dan perilaku yang selalu mengutamakan
persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi,
kelompok, dan golongan.
d. Bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum dan hak asasi
manusia. Karakter kerakyataan tercerminkan dari sikap bersahaja,
tenggang rasa terhadap rakyat kecil yang menderita, selalu
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk
e. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan. Adapun
karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga
adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan.
Sedangkan secara yuridis, pendidikan karakter pada hakikatnya
menjadi tujuan utama dari muatan UUD 1945 No. 2 Tahun 1989 yang
menjelaskan bahwa pendidikan secara substantif bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia secara utuh.
Adapun landasan secara spiritual, pendidikan karakter merupakan misi
setiap ajaran agama yakni menciptakan perilaku terhadap sesama manusia
secara harmonis (Aziz, 2015: 136).
5. Nilai-Nilai Karakter
Berkaitan dengan dirasakan semakin mendesaknya implementasi
pendidikan karakter di Indonesia tersebut, Pusat Kurikulum Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam
publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011)
menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan
membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh
iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.
Dalam kaitannya itu telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk
Samani dan Hariyanto (2013: 52) nilai-nilai yang bersumber dari agama,
pancasila, budaya dan tujuan pendidikan pendidikan nasional tersebut
adalah:
1) Religius
2) Jujur
3) Toleransi
4) Disiplin
5) Kerja keras
6) Kreatif
7) Mandiri
8) Demokratis
9) Rasa ingin tahu
10) Semangat kebangsaan
11) Cinta tanah air
12) Menghargai prestasi
13) Bersahabat/komunikatif
14) Cinta damai
15) Gemar membaca
16) Peduli lingkungan
17) Peduli sosial
Menurut Aziz (2015: 143-144) nilai-nilai pendidikan karakter
dalam keluarga yang harus dikembangkan semenjak anak usia dini
memuat nilai agama, sosial dan budaya yang terurai menjadi 16 poin
antara lain yaitu:
1) Religius yakni sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, serta hidup rukun baik dengan sesama maupun pemeluk
agama lain.
2) Jujur yaitu dapat dipercaya dalam lingkup perkataan, tindakan dan
pekerjaan.
3) Toleransi adalah sikap dan tindakan untuk senantiasa menghargai
perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin yakni patuh terhadap aturan dalam keluarga.
5) Kerja keras yaitu bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas
apapun yang menjadi tanggung jawabnya.
6) Kreatif yakni bepikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis, berarti memiliki pola pikir, sikap, dan berperilaku yang
9) Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya, dilihat dan didengar.
10) Menghargai prestasi yakni sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat
dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
11) Bersahabat atau komunikatif berarti tindakan yang memperlihatkan
rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
12) Cinta damai yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
13) Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
14) Peduli lingkungan yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam
yang sudah terjadi.
15) Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan
bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
16) iTanggung jawab ialah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
6. Pendidikan Karakter dalam Keluarga
a. Manfaat dan Tujuan Pendidikan Karakter dalam Keluarga
Pendidikan karakter dalam keluarga pada hakikatnya menjadi
sebuah keniscayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan
basis pendidikan pertama dalam kehidupan setiap manusia. Pendidikan
secara formal baik pada lembaga pendidikan umum ataupun Islam
tampaknya kering dalam menyentuh ruang lingkup karakter. Oleh karena
itu, keluarga bermanfaat menjadi institusi pengembang pendidikan
karakter yang pertama bagi anggotanya, sehingga ketika pendidikan
karakter dirasa lemah dan kurang terealisasi pada jenjang pendidikan
formal, keluarga secara otomatis sudah memberikan dasar pendidikan
karakter secara utuh, realistis dan membentengi setiap anak dari gejolak
nafsu yang menggodanya (Aziz, 2015: 137).
Adapun tujuan pendidikan karakter dalam keluarga antara lain
memberikan bekal akhlak yang baik kepada setiap anak untuk mampu
berperilaku dan bersikap sesuai dengan aturan serta norma etika yang
berlaku. Tujuan pendidikan karakter dalam keluarga secara khusus adalah
membina dan mengarahkan anak-anak agar memiliki karakter yang baik
atau akhlak yang terpuji, sedangkan secara umum bertujuan untuk
menyiapkan agar dapat hidup secara optimal dan bermanfaat, baik bagi
dirinya, keluarganya, masyarakat, maupun agama dan bangsanya
Pendidikan dalam keluarga pasti punya tujuan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Rehani dalam (Zubaedi, 2011: 155) bahwa tujuan
pendidikan keluarga adalah untuk membina dan membentuk anggota
keluarga (anak) yang beriman, kepada Allah, berakhlak mulia, cerdas,
terampil, sehat, bertanggung jawab, sehingga ia dapat melaksanakan
fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Tujuan orang tua dalam mendidik karakter atau akhlak yaitu agar
anak menjadi sholeh dan sholikhah. Tujuan yang diharapkan orang tua ini
sejalan dengan harapan Luqman Hakim dalam wasiat kepada anaknya,
seperti firman Allah dalam kitab suci al-Quran surat Luqman ayat 13-14
.ٌمْيِظَع ٌمْلُظَل َكِرْشَّوِا ِللهاِب ْكِرْشُت لا َّىَىُباَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِىْبلا ُناَمْقُل َلاَق ْذِاَو
)
١٣
(
ىِفُ هُلاَصِفَو ٍهْهَو ىَلَع اًىْهَو ُهُّمُأ ُهْتَلَمَح ِهْيَدَلاَوِب َناَسْوِلأْا اَىْيَّصَوَو
َوِلَو ىِلْرُكْشا ِنَأ ِهْيَماَع
ٲ
يَدِل
ُرْيِصَمْلا َّىَلِاَك
)
١١
(
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata keapada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “ Wahai anakku ! Janganlah engkau mempersekutukkan Allah, sesungguhnya mempersembahkan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”. Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.
Ayat di atas mengajarkan untuk senantiasa mengajak anak-anak
Hendaknya anak-anak dididik untuk senantiasa berbuat baik kepada orang
tua karena meraka yang sudah mengasuh kita dan menyusui kita sampai
dua tahun. Anak-anak juga dididik untuk bisa berbuat baik terhadap
sesama manusia, menjauhi sifat sombong, angkuh, dan membanggakan
diri.
Atas dasar itu, tujuan pendidikan karakter yang paling utama
adalah membuat anak-anak semakin taat dan patuh kepada Allah,
sehingga ia mampu menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi
segala larangannya dalam setiap kehidupannya. Hal itu tampak dari upaya
keluarga dalam bentuk pemberian nasihat, pembiasaan dan contoh teladan
dari orang tua terhadap anak-anaknya dalam bertakarub kepada Allah
(Zubaedi, 2011: 156).
b. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter dalam Keluarga
Menurut Aziz (2015: 140-141) secara umum prinsip-prinsip
pendidikan karakter dalam rangka melakukan hubungan dalam keluarga
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Dalam konteks menjalin hubungan dengan orang tua dapat dipahami
senantiasa memperlakukan kedua orang tua secara istimewa sebab
orang tua memiliki kedudukan istimewa sehingga seorang anak harus
senantiasa berbakti dan mengistimewakan kedudukannya.
2) Karakter yang berhubungan dengan orang yang lebih tua pada
memperlakukan kedua orang tua selagi orang yang bersangkutan
pantas mendapat penghormatan.
3) Membangun dan mengembangkan karakter terhadap orang yang
lebih muda berarti memberikan kasih sayang dengan ikut
membimbing dan mendidiknya serta membantu apabila mereka
memerlukan bantuan kita.
4) Membangun dan mengembangkan karakter dengan teman sebaya
dapat dilakukan dengan saling menghormati, menghargai, toleransi,
menemani dan bergaul secara tepat.
5) Prinsip karakter yang harus dikembangkan terhadap lawan jenis
diantaranya tidak melakukan pergaulan bebas, menghargai, tidak
membeda-bedakan status.
6) Membangun dan mengembangkan karakter dengan pasangan hidup
pada prinsipnya dapat dilakukan dengan mengembangkan sikap
ketenangan dan kasih sayang secara lahir maupun batin.
c. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Keluarga
Anggapan umum menyatakan bahwa keluarga merupakan
pendidik moral yang utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru moral
pertama bagi anak-anak, pemberi pengaruh yang paling dapat bertahan
lama. Hubungan orang tua dan anak juga mengandung signifikasi
emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan
Pendidikan karakter bagi anak dalam keluarga pada dasarnya
diberikan sedini mungkin agar terpatri perilaku berkarakter dalam
kehidupan sehari-harinya. Pendidikan karakter ini dilakukan dilakukan
dari kebiasaan paling sederhana hingga bersifat komplek. Adapun
pendidikan karakter ini efektifnya diberikan melalui pembiasaan. Metode
pendidikan anak dengan menumbuhkan kasih sayang kepadanya kini
diyakini ketepatannya di dunia modern. Hal itu ternyata telah diterapkan
oleh teladan umat Islam, Rasulullah SAW (Syarifuddin, 2004:101).
Implementasi pendidikan karakter dalam keluarga juga dapat
dilakukan dengan keteladanan dari tiap keluarga yang bersangkutan, baik
keteladanan dari kedua orang tua, saudara ataupun kerabat lainnya. Hal
ini secara fisiologi dan psikologi anak khususnya usia dini hanya mampu
berpikir inderawi. Artinya seorang anak pada usia dini hanya mampu
memahami perihal yang bersifat maknawi. Maka dari itu pendidikan
karakter baik yang menyangkut aspek afektif maupun psikomotorik lebih
memerlukan contoh, keteladananm pembiasaan dan latihan dalam
keluarga secara terus-menerus (Aziz, 2015: 147).
Adapun bentuk implementasi pendidikan karakter dalam keluarga
dapat dilakukan melalui:
a) Manajemen marah
Setiap orang semenjak kecil hingga dewasa tampaknya pernah
Terlepas amarah itu sebagai naluri atau watak seseorang, amarah pada
hakikatnya dapat dikelola dengan baik dan dikendalikan semenjak kecil
pada kehidupan anak.
Bentuk pembiasaan ini dapat dimulai dari kedua orang tua dalam
menahan amarah ketika seorang anak melakukan kesalahan kepada
keduanya, kemudian kedua orang tua tersebut menasihatinya atas sikap
sabar yang dilakukannya. Nasihat mengelola amarah melalui kesabaran
hati juga berhubungan dengan pendidikan spiritual, yaitu Allah SWT
memberikan balasan pahala tanpa batas bagi setiap orang yang bersabar
dan mampu mengelola amarahnya.
Dalam ajaran Islam, terdapat tips mengelola amarah tanpa
merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yaitu dengan cara
berwudhu. Perihal ini karena amarah berasal dari syetan yang berasal dari
api. Dengan demikian, amarah dalam kehidupan keluarga dapat dikelola
dengan baik melalui penanaman kebiasaan untuk tidak marah, penanaman
kebiasaan untuk tidak marah, penanaman kebiasaan hidup sabar, serta
penguatan pendidikan spiritual yang teraplikasi dalam penghayatan
terhadap nilai-nilai agama.
b) Manajemen amanah
Secara sederhana amanah dapat diartikan dengan sikap dapat
dipercaya. Manajemen amanah pada hakikatnya dapat diimplementasikan
menerus diberikan orang tua kepada anak-anaknya semenjak usia dini
melalui pemberian tugas dan tanggung jawab.
c) Manajemen kejujuran
Secara psikologi, selain sebagai sesuatu yang diajarkan, perilaku
jujur merupakan kebiasaan hidup seseorang. untuk itu pengelolaan
kejujuran dalam keluarga harus dilakukan melalui pembiasaan dan
keteladanan dari berbagai unsur dalam keluarga. Bentuk kejujuran ini
tidak sebatas mencakup sesuatu yang tidak enak semata, namun sesuatu
yang enak dan nyaman juga perlu diungkapkan secara jujur.
d. Tantangan Pendidikan Karakter dalam Keluarga
Sebuah upaya menciptakan perbaikan dan pengembangan sistem
pastinya terdapat berbagai kendala dan tantangan. Begitu pula dengan
tantangan pelaksanaan pendidikan karakter dalam keluarga terbagi atas
beberapa hal diantaranya:
1) Keluarga modern dizaman sekarang kurang begitu memahami
pentingnya pendidikan karakter.
2) Manusia modern lebih sibuk dalam pencapaian karir.
3) Kurangnya komunikasi dan diskusi baik antara ayah dengan ibu
ataupun antar keluarga dalam konteks pendidikan karakter.
4) Jarangnya kekompakan antara suami dengan istri dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter dalam keluarga. Kondisi
yang bekerja meninggalkan rumah sehingga pengasuhan anak
digantikan oleh orang lain yang dikenal dengan baby sister (Zubaedi,
2011: 155).
B. Keluarga Disharmoni
1. Pengertian Keluarga Disharmoni
Banyak ahli mengemukakan bahwa keluarga memiliki definisi
yang sangat komplek. Secara etimologis keluarga dalam istilah Jawa terdiri
dari dua kata yaitu kawula dan warga. Kawula berarti abdi dan warga
adalah anggota. Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian
tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di
dalamnya (Aziz, 2015: 15).
Secara normatif, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang
karena terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa
berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh
gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua
anggota yang ada di dalam keluarga tersebut. Keluarga adalah jiwa
masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir dan batin yang
dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan
keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang
hidup pada masyarakat bangsa tersebut (Ahid, 2010: 76).
Menurut Rohman (2013: 198) keluarga adalah pusat pendidikan
kemanusiaan sampai sekarang ini kehidupan keluarga selalu
mempengaruhi perkembangan budi pekerti setiap manusia. Oleh karenanya
manusia akan selalu mendidik keturunannya dengan sebaik-baiknya
menyangkut aspek jasmani dan rohani. Hakekat keluarga itu adalah
semata-mata pusat pendidikan, meskipun terkadang berlangsung secara
amat sederhana dan tanpa disadari, tetapi jelas bahwa keluarga memiliki
andil yang terlibat dalam pendidikan anak.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian keluarga
adalah sekelompok orang yang terdiri dari kepala keluarga dan anggotanya
dalam ikatan nikah ataupun nasab yang hidup dalam satu tempat tinggal,
memiliki aturan yang ditaati secara bersama dan mampu mempengaruhi
antar anggotanya serta memiliki tujuan, program yang jelas dan berfungsi
sebagai pusat pendidikan yang pertama dan utama yang dialami oleh anak.
Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam
tumbuh kembang seseorang. Keluarga yang harmonis menjadi tempat
yang baik bagi tumbuh kembang seorang anak, sehingga mampu menjadi
individu yang sejahtera. Keluarga yang harmonis merupakan keluarga
dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling menghormati
sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut diharapkan
dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 268), kata
disharmoni dapat diarikan sebagai kejanggalan atau ketidakselarasan.
Disharmoni keluarga yaitu kondisi dimana keluarga tidak dapat
menjalankan fungsi dan perannya sehingga masing-masing anggota
keluarga gagal menjalankan kewajiban peran mereka (Sari, 2013: 3). Jadi,
dapat disimpulkan bahwa keluarga disharmoni adalah kehidupan keluarga
yang struktur anggotanya masih lengkap tetapi didalam anggota keluarga
tersebut kurang adanya perhatian, kurangnya komunikasi, anggota
keluarga mempunyai kesibukan masing-masing dan pertengkaran terus
menerus antara ayah dan ibu yang bisa membawa perceraian keluarga.
Keluarga disharmoni sering diistilahkan sebagai keluarga broken
home. Menurut kamus Inggris Indonesia (1992) kata broken home berasal
dari dua kata yaitu broken dan home. Broken yang artinya memecahkan
atau merusakkan sedangkan home artinya rumah. Jadi, yang dimaksud
keluarga broken home adalah keluarga yang mengalami disharmonisasi
akibat perceraian, keributan sehingga orang tua sudah tidak berfungsi
sebagaimana fungsinya.
Menurut prespektif Islam, perceraian adalah berakhirnya akad
(kontrak) nikah karena satu sebab dari berbagai sebab yang mengharuskan
perkawinan itu berakhir (Mathlub, 2005: 305) Talak menurut bahasa arab
adalah “melepaskan ikatan”, yang dimakud di sini ialah melepaskan ikatan
tujuan-tujuan pernikahan, maa hal itu akan mengakibatkan berpisahnya
dua keluarga. Apalagi bila perselisihan suami istri itu menimbulkan
permusuhan, mananam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap
kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar
untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka talak (perceraian)
itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka (Rasjid,
2009: 401).
2. Faktor Penyebab Keluarga Disharmoni
Perceraian dalam keluarga biasanya berawal dengan suatu konflik
antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa
perceraian itu berada di ambang pintu. Banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan
perceraian. Menurut Dagun (1990: 146) faktor-faktor ini antara lain:
a. Persoalan ekonomi.
b. Perbedaan usia yang besar.
c. Persoalan prinsip hidup yang berbeda.
d. Perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan
sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat dan situasi
masyarakat yang terkondisi.
3. Dampak Keluarga Disharmoni
Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi