• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Karakter Anak Dalam Keluarga Disharmoni (Studi Kasus Di Desa Kecandran Salatiga 2017) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pendidikan Karakter Anak Dalam Keluarga Disharmoni (Studi Kasus Di Desa Kecandran Salatiga 2017) - Test Repository"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA DISHARMONI

(STUDI KASUS DI DESA KECANDRAN SALATIGA 2017)

SKRIPSI

Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

NUR ZUMROTUS SHOLIHAH Nim : 111 14 055

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

ِتاَرْيَخْلا ْاوُقِبَتْساَف

(7)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya dalam menyelesaikan karya ini.

Kupersembahkan karya ini kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta (Bp. Slamet Amin dan Ibu Istiqomah). Terima

kasih atas kasih sayang, cinta, dorongan, kepercayaan, kesabaran, jerih payah

serta pengorbanan tanpa pamrih.

2. Saudara-saudara sepupuku (Khotijah, Nur Khasanah, Siti Aisyah) yang telah

memberikan semangat untuk mengerjakan skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah memberikan berbagai ilmu

kepadaku.

4. Ibu Dr. Muna Erawati, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabatku (Siti Maunah, Alfinalia Maulani Islamiyah, Titik

Solikhati, Ardhi Suryaningtyas, Novia Ananda P dan Makrifatul Mustaniroh)

yang telah memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

6. Semua teman seperjuanganku prodi PAI angkatan 2014 khususnya PAI B.

7. Semua teman- teman PPL di MAN Suruh Kab. Semarang (Farida, Nafiatun

Khasanah, Anis Azza, Zulfa Amaliyah, Siti Choiriyah, Mamik Kusrini,

(8)

Kedungrejo (Wahidatul Sofiah, Khasanah L, Wahyu H, Siti Nailatul dan Nur

Hayati) yang saya cintai.

8. Kepala Desa Kecandran Salatiga yang telah mengizinkan melakukan

peneltian di Kecandran Salatiga.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi, Allah SWT, yang

telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya yang tidak terhitung banyaknya. Salawat

dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, yang

telah menuntun manusia kepada jalan yang lurus untuk mencapai kebahagiaan dunia

dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai berkat motivasi, bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi M.Pd, Ketua Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

IAIN Salatiga.

3. Ibu Hj. Siti Rukhayati M. Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

4. Dosen pembimbing Ibu Dr. Muna Erawati, S.Psi, M.Si yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan motivasi serta pengorbanan waktunya

dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Dosen Pembimbing Akademik Almarhum Bapak Prof. Dr. M. Zulfa, M.Ag.

yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

6. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu dan

(10)

7. Karyawan-karyawan IAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta

bantuan.

Semoga amal baik dari beliau mendapatkan pahala dari Allah SWT dan

mendapatkan ridho Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

khususnya bagi penulis dan bagi pembacanya.

Salatiga,10 Maret 2018

Penulis

Nur Zumrotus Sholihah

(11)

ABSTRAK

Sholihah, Nur Zumrotus. 2018. Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni (Studi Kasus Di Desa Kecandran Salatiga 2017). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Muna Erawati, M.Si.

Kata kunci: pendidikan karakter, keluarga disharmoni

Keluarga berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Keutuhan keluarga mempengaruhi proses pembentukan karakter anak. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi dan kendala pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran Salatiga tahun 2017. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana strategi pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran Salatiga ? (2) Bagaimana kendala atau hambatan pendidikan karakter anak dalam keluargadisharmoni di Desa Kecandran Salatiga ?

Pendekatan yang digunakan dalam penelitan ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan dokumentasi. Keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan sumber data lainnya di sini diperlukan, sedangkan langkah analisis data dilakukan dengan display data, reduksi data dan verifikasi data. Karakteristik informan yang diteliti adalah orang tua baik ayah maupun ibu dari anak yang mengalami disharmonisasi akibat perceraian dan anak dalam keluarga disharmoni. Usia putra-putri berkisar antara 6 sampai 12 tahun, dan mereka tinggal di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Informan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari orang tua dan anak dalam 3 keluarga disharmoni.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

JUDUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 21

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22

A. Pendidikan Karakter ... 22

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 22

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 25

3. Fungsi Pendidikan Karakter ... 26

4. Landasan Pendidikan Karakter ... 26

5. Nilai-Nilai Karakter ... 28

6. Pendidikan Karakter dalam Keluarga ... 32

B. Keluarga Disharmoni ... 39

1. Pengertian Keluarga Disharmoni ... 39

2. Faktor Penyebab Keluarga Disharmoni ... 42

3. Dampak Keluarga Disharmoni ... 43

4. Fungsi Keluarga ... 43

5. Komunikasi dalam Keluarga ... 45

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 47

A. Profil Desa Kecandran Salatiga ... 47.

B. Profil Subyek Penelitian ... 55

1. Profil Keluarga Bapak SF………... 55

2. Profil Keluarga Ibu NR... 56

(13)

C.Temuan Penelitian ………...………... 59

1. Stategi Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 60

2. Kendala Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 80

BAB IV ANALISIS DATA ... 82

A. Stategi Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 82

1. Tujuan Orang Tua Dalam Mendidik Karakter anak ... 82

2. Materi yang Diajarkan Orang Tua dalam Pendidikan Karakter... 86

3. Cara Mendidik Anak Sesuai Dengan 16 Nilai Karakter... 87

4. Evaluasi Pendidikan Karakter Anak... 97

B. Kendala Pendidikan Karakter Anak dalam Keluarga Disharmoni... 98

BAB IV PENUTUP ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Total Berdasarkan Jenis Kelamin... 47

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Usia... 48

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Agama... 49

Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan... 50

Tabel 3.5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 51

Tabel 3.6 Jumlah Kepala Keluarga Berdasarkan Jenis Kelamin... 53

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 Lembar Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 4 Surat Keterangan Setelah Penelitian

Lampiran 5 Pedoman Wawancara

Lampiran 6 Verbatim Wawancara

Lampiran 7 Dokumentasi

Lampiran 8 Daftar Nilai SKK

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan

terutama untuk anak. Anaklah yang akan menjadi generasi penerus bagi

keluarga, teman dan bangsa. Pendidikan merupakan faktor utama dalam

membentuk pribadi manusia, memperbaiki masyarakat serta membangun

bangsa yang beradap. Sistem pendidikan yang baik diharapkan akan

memunculkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu

menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaan.

Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak

didik. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga

mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia (Hasbullah, 2012:6).

Membicarakan karakter merupakan hal sangat penting dan mendasar.

Karakter merupakan mustika hidup yang membedakan manusia dengan

binatang. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang.

Orang-orang yang berkarakter kuat dan baik secara individual maupun sosial

(17)

Penguatan pendidikan karakter dalam konteks sekarang sangat relevan

untuk mengatasi krisis moral yang sedang terjadi di negara kita. Diakui atau

tidak diakui saat ini terjadi krisis yang nyata dan mengkhawatirkan dalam

masyarakat dengan melibatkan milik kita yang paling berharga yaitu

anak-anak. Krisis itu antara lain berupa meningkatnya pergaulan seks bebas,

maraknya angka kekerasan, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja,

kebiasaan menyontek, dan penyalahgunaan obat-obatan yang hingga saat ini

belum dapat diatasi secara tuntas.

Pendidikan karakter sebaiknya dimulai dari dalam keluarga karena

anak mulai berinteraksi dengan orang lain pertama kali terjadi dalam

lingkungan keluarga. Pendidikan karakter sebaiknya diterapkan sejak usia

kanak-kanak, karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak

dalam mengembangkan potensinya. Pembentukan karakter merupakan salah

satu tujuan pendidikan nasional. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan

bahwa tujuan pendidikan nasional antara lain mengembangkan potensi peserta

didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Zuchdi,

2011: 29).

Pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang

mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan

pengembangan etik para siswa. Pendidikan karakter dapat didefinisikan

sebagai pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia (good

(18)

nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubungannya

dengan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan Tuhannya

(Samani dan Hariyanto, 2013: 44).

Persoalan karakter atau moral memang tidak sepenuhnya terabaikan

oleh lembaga pendidikan, akan tetapi dengan fakta-fakta seputar kemerosotan

karakter menunjukkan bahwa ada kegagalan pada institusi pendidikan dalam

menumbuhkan manusia yang berkarakter dan berakhlak mulia. Kemerosotan

karakter dan moral yang terjadi menegaskan bahwa peran guru yang mengajar

mata pelajaran apa pun harus memiliki perhatian dan menekankan pentingnya

pendidikan karakter pada para siswa.

Selain itu, dalam masa-masa penuh persoalan seperti sekarang ini,

orang tua perlu berusaha keras dalam ikut mendidik karakter ataupun moral

anak-anaknya agar mereka bisa berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai

dengan norma-norma moralitas. Pendidikan karakter perlu dimulai dengan

penanaman pengetahuan dan kesadaran kepada anak akan bagaimana

bertindak sesuai nilai-nilai moralitas, sebab jika anak tidak tahu bagaimana

bertindak, perkembangan moral mereka akan terganggu.

Keluarga sebagai basis pendidikan karakter, maka tidak salah kalau

krisis karakter yang terjadi di Indonesia sekarang ini dapat dilihat sebagai

salah satu cerminan gagalnya pendidikan di keluarga. Anak memerlukan figur

ibu dan figur ayah secara komplementatif bagi pengembangan karakternya.

(19)

perempuan, meskipun perempuan ini adalah single parent yang berperan

sebagai ayah-ibu sekaligus. Peran ayah ini diperlukan, baik bagi anak laki-laki

maupun anak perempuan. Pola pengasuhan ibu yang cenderung hati-hati akan

diseimbangkan oleh ayah. Umumnya ayah bersikap lebih santai, lugas dan

banyak memberikan kebebasan pada anak untuk bereksplorasi (Zubaedi,

2011: 144-148).

Berkaitan dengan pengembangan karakter anak, semua anggota

keluarga dapat memberikan pengaruh yang berarti. Pengembangan karakter

dapat terjadi melalui berbagai cara, yang paling sering dan mudah terjadi

adalah melalui peniruan yaitu dengan melihat dan mencontoh perilaku orang

di sekitarnya. Oleh karena itu, orang tua sebagai acuan pertama anak dalam

membentuk karakter perlu dibekali pengetahuan mengenai perkembangan

anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu, sehingga anak akan

tumbuh sebagai pribadi yang berkarakter.

Pendidikan dalam keluarga pasti punya tujuan yaitu untuk membina

dan membentuk anggota keluarga (anak) yang beriman kepada Allah,

berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat, bertanggung jawab sehingga ia dapat

melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Tujuan orang tua dalam mendidik karakter atau akhlak yaitu agar anak

menjadi saleh dan salehah (Zubaedi, 2011: 155).

Berbagai masalah yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam

(20)

prinsip hidup yang berbeda berpengaruh dalam pembentukan karakter anak,

apalagi dengan kondisi keluarga disharmoni, yaitu terjadi disfungsi peran

orang tua akibat kesibukan bekerja, karena keluarga yang tidak utuh, maupun

akibat komunikasi yang tidak berjalan dengan baik dalam keluarga sehingga

mengakibatkan anak kurang mendapatkan pengawasan dan bimbingan dari

orang tua. Hal ini juga sering terjadi di desa yang terletak di perbatasan antara

kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yaitu Desa Kecandran Salatiga.

Bahkan ada juga orang tua yang memilih jalan untuk bercerai,

akibatnya anaklah yang menjadi korban. Banyak faktor yang menyebabkan

terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan perceraian.

Peristiwa perceraian itu menimbulkan berbagai akibat terhadap orang tua dan

anak antara lain anak mengalami kurang kasih sayang, anak mengalami

permasalahan moral, anak mudah mendapat pengaruh buruk dari

lingkungannya dan anak tidak berprestasi. Tercipta perasaan yang tidak

menentu, sejak saat ini ayah dan ibu tidak berperan efektif sebagai orang tua.

Mereka tidak lagi memperlihatkan tanggung jawab penuh dalam mengasuh

anak (Dagun, 1990: 150).

Di desa Kecandran terdapat seorang anak yang di anggap tidak baik

oleh masyarakat sekitar dan mengalami masalah tentang belajarnya yaitu sulit

memahami pelajaran serta mengalami masalah dalam pergaulannya.

Berdasarkan informasi yang penulis peroleh, anak tersebut mengalami

(21)

Dengan adanya fenomena tersebut dan melihat pentingnya pendidikan

karakter bagi anak, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa

Kecandran Salatiga dengan mengangkat judul “PENDIDIKAN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA DISHARMONI (STUDI KASUS DI DESA KECANDRAN SALATIGA 2017).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana strategi pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni

di Desa Kecandran Salatiga ?

2. Bagaimana kendala atau hambatan pendidikan karakter anak dalam

keluargadisharmoni di Desa Kecandran Salatiga ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat penulis rumuskan

tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui strategi pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni

di Desa Kecandran Salatiga.

2. Mengetahui kendala atau hambatan pendidikan karakter anak dalam

keluargadisharmoni di Desa Kecandran Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Dalam sub bab kegunaan penelitian, berisi tentang manfaat dalam

penelitian. Dalam penelitian ini memuat dua manfaat, yaitu secara teoretis dan

secara praktis sebagai berikut:

(22)

Penelitian ini dapat digunakan untuk menambah khazanah

pengetahuan pada kajian pendidikan karakter dan mengenai keluarga

disharmoni.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi

keluarga yang disharmoni dalam program pendidikan karakter.

E. Penegasan Istilah

Untuk memudahkan dalam memahami, maka perlu diberikan

penegasan istilah yang dianggap penting dalam penafsiran. Adapun istilah

yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Karakter

Menurut Ki Hajar Dewantara (Hasbullah, 2012: 4) menjelaskan

bahwa pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,

adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat

yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai

anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan

yang setinggi-tingginya.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai

sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter adalah cara

berpikir, bersikap, dan bertindak yang menjadi ciri khas seseorang yang

menjadi kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat

(23)

Dalam pengertian yang sederhana pendidikan karakter adalah hal

positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter

siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter telah menjadi sebuah

pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial,

pengembangan emosional, dan pengembangan etik para siswa. Pendidikan

karakter menurut Burke (2001) semata-mata merupakan bagian yang

fundamental dari pendidikan yang baik .

Menurut Lickona (Samani dan Hariyanto, 2013: 44)

mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh

untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan

landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana, Linckona (2004)

mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara

sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa.

Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan

karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk

menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir,

raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan

watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk

memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan

mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh

(24)

Nilai-nilai karakter yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu

nilai pendidikan karakter dalam keluarga. Menurut Aziz (2015: 143)

nilai-nilai pendidikan karakter dalam keluarga yang harus dikembangkan

semenjak anak usia dini memuat nilai agama, sosial dan budaya yang

terurai menjadi 16 poin antara lain yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin,

kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai

prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar membaca,

peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab.

2. Keluarga Disharmoni

Secara etimologis keluarga dalam istilah Jawa terdiri dari dua kata

yakni kawula dan warga. Kawula berarti abdi dan warga adalah anggota.

Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih

demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.

Pengertian keluarga secara realitas adalah sekelompok orang yang terdiri

dari kepala keluarga dan anggotanya dalam ikatan nikah ataupun nasab

yang hidup dalam satu tempat tinggal, memiliki aturan yang ditaati secara

bersama dan mampu mempengaruhi antar anggotanya serta memiliki

tujuan dan program yang jelas. Keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak,

saudara dan kerabat lainnya. Adapun keluarga batin biasanya terdiri dari

seorang ayah, ibu dan anak. Keluarga ini dapat dikatakan sebagai keluarga

(25)

Keharmonisan suatu keluarga terutama kedua orang tua sangat

berperan dalam mendidik seorang anak untuk tumbuh dan berkembang,

dan juga dapat berinteraksi dengan baik dengan lingkungan sosial di

sekitarnya. Banyak keluarga yang mengalami disharmonisasi, ini ditandai

dengan hubungan orang tua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi

antara orang tua dan anak. Disharmoni dapat diartikan sebagai keadaan

keluarga yang tidak harmonis atau tidak bahagia (Astorini, 2014: 188).

Keluarga disharmoni sering diistilahkan sebagai keluarga broken

home. Menurut kamus Inggris Indonesia (1992) kata broken home berasal

dari dua kata yaitu broken dan home. Broken yang artinya memecahkan

atau merusakkan sedangkan home artinya rumah. Keluarga disharmoni

yang dimaksud dalam skripsi ini yaitu keluarga yang mengalami

disharmonisasi akibat perceraian sehingga orang tua sudah tidak berfungsi

sebagaimana fungsinya.

F. Telaah Pustaka

Penelitian terdahulu dibutuhkan untuk memperjelas, menegaskan,

melihat kelebihan dan kelemahan berbagai teori yang digunakan penulis lain

dalam penelitian atau pembahasan masalah yang serupa. Selain itu penelitian

terdahulu perlu disebutkan dalam sebuah penelitian untuk memudahkasn

pembaca melihat dan membandingkan perbedaan teori yang digunakan dari

(26)

melakukan pembahasan tema yang hampir serupa. Berikut ini penelitian yang

mempunyai topik atau tema yang hampir serupa dengan skripsi ini:

1. Skripsi yang ditulis oleh Syarif Anam Muhammad, Jurusan Tarbiyah

Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri (STAIN) Salatiga 2013 yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan

Karakter dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler Siswa di Man Salatiga Tahun

2013”. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti terletak

pada subyek penelitiannya yaitu dalam skripsi ini subyek penelitiannya

adalah kegiatan eksta kulikuler siswa di Man Salatiga, sedangkan

persamaan skripsi penulis dengan skripsi ini terletak pada fokus

penelitiannya yaitu sama-sama mengkaji pendidikan karakter.

2. Skripsi yang yang ditulis oleh Wahid Tri Mustofa, Jurusan Tarbiyah

Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri (STAIN) Salatiga 2012 berjudul “Penerapan Pendidikan Karakter

di SMPIT Nurul Islam Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2011/2012”.

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada

subyek penelitiannya sedangkan persamaannya yaitu sama-sama mengkaji

tentang pendidikan karakter.

3. Skripsi yang yang ditulis oleh Putra Arief Perdana, Jurusan Pendidikan

Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga 2016

yang berjudul “Nilai-Nilai Pendidikan Karakter yang Terkandung dalam

(27)

skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada metode

penelitiannya yaitu dalam skripsi ini menggunakan metode literatur

sedangkan skripsi yang penulis teliti menggunakan metode kualitatif.

Persamaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti sama-sama

mengkaji tentang pendidikan karakter.

4. Skripsi yang ditulis oleh Nasimatun Ni’mah, Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Salatiga 2016 yang

berjudul “Manajemen Pendidikan Karakter Siswa di MTsN Susukan

Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017”. Perbedaan skripsi ini

dengan skripsi yang penulis teliti terletak pada subyek penelitiannya yaitu

pada skripsi ini subyek penelitiannya adalah MTsN Susukan sedangkan

persamaan skripsi ini dengan skripsi penulis yaitu sama-sama

menggunakan metode kualitatif.

5. Skripsi yang ditulis oleh Lu’luul Khasanah, Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Salatiga 2016 yang

berjudul “Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama

Anak Studi Kasus Pada Tiga Keluarga di Kelurahan Lodoyong

Kecamatan Ambarawa Tahun 2017”. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi

yang penulis teliti terletak pada obyek penelitiannya yaitu dalam skripsi

ini obyek penelitiannya pendidikan agama anak sedangkan skripsi yang

(28)

skripsi ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada subyek

penelitiannya yang sama-sama meneliti keluarga bercerai.

6. Jurnal Syahrini Alhusin yang berjudul “Strategi Pembinaan Anak-anak

Broken Home di Panti Asuhan Pengamatan Kasus di Panti Asuhan

Yayasan Amal Bakti Sudjono dan Taruno Bakti Sukoharjo”. Persamaan

jurnal ini dengan skripsi yang penulis teliti yaitu terletak pada subyek

penelitiannya yang sama-sama meneliti anak-anak broken home,

sedangkan perbedaannya terletak pada obyek penelitiannya yaitu pada

jurnal ini meneliti tentang strategi pembinaan anak dan skripsi yang

penulis teliti meneliti tentang pendidikan karakter.

7. Jurnal Kusmaya Sari, yang berjudul “Dinamika Psikologis Anak Amplang

dengan Disharmoni Keluarga: Sebuah Autobiografi”. Tujuan penelitian ini

ialah untuk memahami dinamika psikologis yang terjadi pada anak

amplang yang memiliki disharmoni keluarga serta mencari tahu konflik

yang terjadi baik dari segi eksternal maupun internal pada diri anak

amplang lalu pemaknaan dan penerimaan atas pengalamannya. Persamaan

jurnal ini dengan skripsi yang penulis teliti terletak pada subyek

penelitiannya yaitu sama-sama meneliti tentang keluarga disharmoni

sedangkan perbedaan jurnal ini dengan skripsi yang penulis teliti terletak

pada obyek penelitiannya.

8. Jurnal Endang Astorini, yang berjudul “Hubungan antara Keluarga

(29)

Negeri 1 Kutorejo Mojokerto Tahun Ajaran 2012/2013”. Dari hasil

penelitian menerangkan bahwa ada hubungan yang negatif dan signifikan

antara keluarga disharmonis dengan prestasi belajar siswa. Jadi dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keluarga

disharmonis dan motivasi belajar dengan prestasi belajar siswa.

Persamaan jurnal ini dengan skripsi yang penuis teliti yaitu terletak pada

subyek penelitiannya yang sama-sama meneliti kuluarga disharmoni

sedangkan perbedaannya terletak pada metode penelitiannya yaitu pada

jurnal ini menggunakan metode kuantitatif.

Demikian beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

penulis hanya menemukan empat penelitian dengan fokus yang sama

yaitu sama-sama menangani keluarga disharnoni. Adapun empat

penelitian lainnya juga memiliki persamaan dengan penelitian penulis

yaitu terletak pada obyek penelitian yang sama-sama menagkaji tentang

pendidikan karakter. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut terdapat

perbedaan dengan penelitian penulis yaitu terletak pada pendekatan

penelitian yang digunakan penulis adalah deskriptif kualitatif serta obyek

yang dikaji oleh penulis yaitu pendidikan karakter dan subyeknya yaitu

(30)

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.

Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang lebih fleksibel

dalam artian langkah selanjutnya akan ditentukan oleh temuan selama

proses penelitian (Sarosa, 2012: 9).

Laporan penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan

gambaran penyajian laporan secara jelas. Peneliti akan mengkaji

permasalahan secara langsung dengan sepenuhnya melibatkan diri pada

situasi yang diteliti dan mengkaji buku-buku yang berhubungan dengan

permasalahan pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini yaitu orang tua baik ayah maupun ibu dari

anak yang mengalami disharmonisasi akibat perceraian dan anak dalam

keluarga disharmoni. Usia putra-putri berkisar antara 6 sampai 12 tahun,

dan mereka tinggal di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota

Salatiga.

Pada penelitian ini, Teknik sampel yang digunakan adalah

purposive sampling atau teknik sampel yang didasarkan atas tujuan dan

(31)

penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari orang tua dan anak

dalam 3 keluarga disharmoni. Adapun daftar nama mereka yaitu SF

dengan putranya RZ, NR dengan putranya RH dan MF dengan putranya

MR.

3. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data

dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di

lapangan. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain yaitu

manusia dan berbagai bentuk alat-alat bantu serta dokumen-dokumen

lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil

penelitian namun berfungsi sebagai instrumen pendukung, oleh karena itu

kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur

keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan

peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan sumber data

lainnya di sini mutlak diperlukan.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Kecandran Kecamatan Sidomukti

Kota Salatiga. Adapun peneliti memilih lokasi di Desa Kecandran

Kecamatan Sidomukti ini karena fenomena di tempat ini belum pernah

diteliti sebelumnya oleh peneliti sehingga peneliti tertarik dan ingin

meneliti lebih jauh lagi.

(32)

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan

atau tempat penelitian. Kata-kata atau tindakan merupakan sumber

data yang diperoleh dari lapangan dengan mewawancarai. Peneliti

menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi secara langsung

tentang pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa

Kecandran Salatiga. Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan

dari orang tua yang anaknya dalam keluarga disharmoni.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber bacaan

dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari jumlah

penduduk dan dokumen-dokumen lainnya dari Desa. Peneliti

menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat hasil temuan dan

melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah alat dan cara untuk

mengumpulkan data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa

teknik yaitu:

a. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

(33)

lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan

tujuan tertentu (Mulyana, 2010: 180).

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara mendalam

(wawancara tak terstruktur) yang diarahkan pada masalah tertentu

dengan para informan yang sudah dipilih untuk mendapatkan data

yang diperlukan yaitu keluarga disharmoni di Desa Kecandran

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Teknik wawancara yang

digunakan ini dilakukan secara tidak terstruktur, dimana peneliti tidak

melakukan wawancara dengan struktur yang ketat kepada informan

agar informasi yang diperoleh memiliki kapasitas yang cukup tentang

berbagai aspek dalam penelitian ini.

b. Dokumentasi

Sejumlah besar fakta dan data yang tersimpan dalam bahan

yang berbentuk dokumentasi yang berkaitan dengan pendidikan

karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Dokumen yang dimaksud

adalah data kelurahan yang berbentuk catatan baik yang berbentuk

catatan dalam kertas maupun elektronik.

7. Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis

dalam penelitian. Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya menggunakan

(34)

Sedangkan pengolahan datanya dilakukan secara rasional dengan

menggunakan pola induktif dengan menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Display data yaitu peneliti menyajikan semua data yang diperolehnya

dalam bentuk uraian atau laporan terperinci.

b. Reduksi data yaitu peneliti momotong data-data yang tidak perlu untuk

dibuang.

c. Verifikasi data yaitu sejak mulanya peneliti berusaha untuk mencari

makna data yang dikumpulkan, kemudian disimpulkan untuk

menjawab tujuan penelitian.

8. Pengecekan Keabsahan Data

Teknik pengujian validitas data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan dengan memanfaatkan suatu yang lain dari data

tersebut sebagai bahan pembanding atau pengecekan dari data itu sendiri.

Teknik triagulasi yang paling banyak digunakan ialah melalui sumber

lainnya. Ada tiga macam triagulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu

sumber, metode, dan teori. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik triagulasi sumber yang dilakukan dengan cara

membandingkan hasil wawancara apa yang dikatakan orang di depan

umum.

(35)

Pelaksanaan penelitian ada empat tahap yaitu: tahap sebelum ke

lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, tahap penulisan

laporan. Dalam penelitian ini tahap yang ditempuh adalah sebagai

berikut:

a. Tahap Sebelum Ke Lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian

paragigma dengan teori, penjajakan alat peneliti, mencakup observasi

lapangan dan permohonan ijin kepada obyek yang diteliti, konsultasi

fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.

b. Tahap Pengerjaan Lapangan

Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa

Kecandran Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Data tersebut

diperoleh dengan wawancara dan dokumentasi.

c. Tahap Analisis Data

Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh

melalui dokumen maupun wawancara mendalam tentang pendidikan

karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Kemudian dilakukan penafsiran

data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya

melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber

(36)

benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data

yang merupakan proses penentuan dalam memahami kontens

penelitian yang sedang diteliti.

d. Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini meliputi: kegiatan penyusunan hasil penelitian dari

semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian

makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan

dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi

kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan

tersebut oleh penulis skripsi. Langkah terakhir melakukan

penyususnan kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman skripsi ini, maka akan dikemukakan

sistematika hasil penelitian yang secara garis besar dapat dilihat sebagai

berikut:

1. Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan.

2. Bab II adalah kajian pustaka, yang berisi tentang penjelasan pendidikan

(37)

3. Bab III adalah profil subyek penelitian dan temuan penelitian mengenai

pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni di Desa Kecandran

Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga.

4. Bab IV adalah pembahasan yang berisi tentang analisis mengenai

pendidikan karakter anak dalam keluarga disharmoni.

(38)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter secara bahasa berarti watak, sifat-sifat kejiwaan. Ratna

Megawangi menyatakan bahwa karakter berasal dari kata charassein

yakni to engrave yang artinya mengukir hingga terbentuk sebuah pola.

Dari asal kata tersebut dapat dipahami bahwa mendidik anak agar

memiliki karekter yang mulia diperlukan proses mengukir yakni

pengasuhan dan pendidikan yang tepat (Aziz, 2015:129).

Wynne mengemukakan bahwa karakter berasal dari Bahasa

Yunani yang berarti “to mark” (memadai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau

perilaku sehari-hari (Mulyasa, 2014: 3). Oleh sebab itu, seseorang yang

berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang

yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan

suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter

baik/mulia.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa karekter merupakan

nilai perilaku seseorang yang cakupannya tidak hanya menyangkut

(39)

dengan Tuhan dan lingkungan yang tersaji melalui pikiran, sikap,

perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,

hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.

Dari definisi karekter tersebut, lahirlah konsep pendidikan

karakter (character education) sebagaimana dikemukakan oleh beberapa

ahli diantaranya Ratna Megawangi yang mendifinisikan pendidikan

karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak agar dapat mengambil

keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan

sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada

lingkungannya (Aziz, 2015: 131).

Pendidikan karakter menurut Fakry Gaffar yaitu sebuah proses

transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam

kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan

orang itu. Dalam definisi tersebut, ada tiga ide pikiran penting yaitu proses

transformasi nilai-nilai, ditumbuhkembangkan dalam kepribadian, dan

menjadi satu dalam perilaku (Kesuma, dkk 2012: 5).

Pendidikan karakter juga dapat diartikan membentuk tabiat,

perangkai, watak, dan kepribadian seseorang dengan cara menanamkan

nilai-nilai luhur, sehingga nilai-nilai tersebut mendarah daging, menyatu

dalam hati, pikiran, ucapan dan perbuatan, dan menampakkan

pengaruhnya dalam realitas kehidupan secara mudah, atas kemauan

(40)

pembentukan kepribadian tersebut dilakukan bukan hanya dengan cara

memberikan pengertian dan mengubah pola pikir dan pola pandang

seseorang tentang sesuatu yang baik dan benar, melainkan nilai-nilai

kebaikan tersebut dibiasakan, dilatihkan, dicontohkan, dilakukan secara

terus menerus dan dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari (Nata,

2013:400).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter

pada hakikatnya merupakan sebuah proses pendidikan yang dilakukan

untuk membentuk perilaku atau watak seseorang sehingga seseorang

mampu memahami, merasakan, membedakan sekaligus menerapkan

perbuatan atau sikap yang baik dan buruk tersebut dalam segala aspek

kehidupan.

Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter secara teoretik

sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia, seiring diutusnya

Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak

(karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran

yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan

mu’amalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh

(kaffah) merupakan model karakter seorang muslim, bahkan

dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang

(41)

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses

dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan

akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai

dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui

pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri

meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan

menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan

akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari (Mulyasa,

2014: 9).

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan

nasional. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 dinyatakan bahwa tujuan

pendidikan nasional antara lain mengembangkan potensi peserta didik

untuk memilih kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia (Zuchdi, 2011:

29).

Menurut Triatna,dkk (2012: 9-10), tujuan pendidikan karakter

yang pertama adalah memfasilitasi penguatan dan pengembangan

nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses

sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).

Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengkoreksi perilaku peserta

(42)

sekolah. Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter adalah mengembangkan

koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam

memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

3. Fungsi Pendidikan Karakter

Berdasarkan pendapat Kesuma, dkk bahwa pendidikan karakter

memiliki tiga fungsi yaitu:

a. Mengembangkan kemampuan yaitu berbagai kemampuan yang akan

menjadikan manusia sebagai mahluk yang berketuhanan (tunduk patuh

pada konsep ketuhanan) dan mengemban amanah sebagai pemimpin

dunia.

b. Membentuk watak mengandung makna bahwa pendidikan nasional

harus diarahkan pada pembentukan watak.

c. Peradaban bangsa, dengan kata lain bangsa yang beradab merupakan

dampak dari pendidikan yang menghasilkan manusia terdidik

(Kesuma, dkk, 2012: 8).

4. Landasan Pendidikan Karakter

Secara filosofis, pendidikan karakter sebagaimana dikemukakan

Muchlas Samani, harus berlandasan falsafah pancasila (Aziz, 2015: 134).

Setiap aspek karakter harus dijiwai oleh kelima sila Pancasila secara utuh

dan komprehensif yaitu:

a. Karakter bangsa yang berketuhanan yang maha esa teraplikasi dalam

(43)

menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, tidak

memaksakan agama dan kepercayaan kepada orang lain, serta tidak

melecehkan kepercayaan agama seseorang.

b. Bangsa yang menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab.

Perihal ini diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar

warga dalam masyarakat sehingga timbul suasana kewargaan (civic)

yang saling bertanggung jawab, juga adanya saling hormat

menghormati antar warga bangsa sehingga timbul keyakinan dan

perilaku sebagai warga negara yang baik, adil dan beradab dan pada

gilirannya karakter citizenship (perilaku sebagai warga negara yang

baik) ini akan memunculkan perasaan hormat dari bangsa lain.

c. Bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa. Hal ini

berarti memiliki komitmen dan perilaku yang selalu mengutamakan

persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan.

d. Bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum dan hak asasi

manusia. Karakter kerakyataan tercerminkan dari sikap bersahaja,

tenggang rasa terhadap rakyat kecil yang menderita, selalu

mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara, mengutamakan

musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk

(44)

e. Bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan. Adapun

karakter berkeadilan sosial tercermin dalam perbuatan yang menjaga

adanya kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan.

Sedangkan secara yuridis, pendidikan karakter pada hakikatnya

menjadi tujuan utama dari muatan UUD 1945 No. 2 Tahun 1989 yang

menjelaskan bahwa pendidikan secara substantif bertujuan mencerdaskan

kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia secara utuh.

Adapun landasan secara spiritual, pendidikan karakter merupakan misi

setiap ajaran agama yakni menciptakan perilaku terhadap sesama manusia

secara harmonis (Aziz, 2015: 136).

5. Nilai-Nilai Karakter

Berkaitan dengan dirasakan semakin mendesaknya implementasi

pendidikan karakter di Indonesia tersebut, Pusat Kurikulum Badan

Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam

publikasinya berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011)

menyatakan bahwa pendidikan karakter pada intinya bertujuan

membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,

bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,

berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh

iman dan taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.

Dalam kaitannya itu telah diidentifikasi sejumlah nilai pembentuk

(45)

Samani dan Hariyanto (2013: 52) nilai-nilai yang bersumber dari agama,

pancasila, budaya dan tujuan pendidikan pendidikan nasional tersebut

adalah:

1) Religius

2) Jujur

3) Toleransi

4) Disiplin

5) Kerja keras

6) Kreatif

7) Mandiri

8) Demokratis

9) Rasa ingin tahu

10) Semangat kebangsaan

11) Cinta tanah air

12) Menghargai prestasi

13) Bersahabat/komunikatif

14) Cinta damai

15) Gemar membaca

16) Peduli lingkungan

17) Peduli sosial

(46)

Menurut Aziz (2015: 143-144) nilai-nilai pendidikan karakter

dalam keluarga yang harus dikembangkan semenjak anak usia dini

memuat nilai agama, sosial dan budaya yang terurai menjadi 16 poin

antara lain yaitu:

1) Religius yakni sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah

agama lain, serta hidup rukun baik dengan sesama maupun pemeluk

agama lain.

2) Jujur yaitu dapat dipercaya dalam lingkup perkataan, tindakan dan

pekerjaan.

3) Toleransi adalah sikap dan tindakan untuk senantiasa menghargai

perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain

yang berbeda dari dirinya.

4) Disiplin yakni patuh terhadap aturan dalam keluarga.

5) Kerja keras yaitu bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan tugas

apapun yang menjadi tanggung jawabnya.

6) Kreatif yakni bepikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara

atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7) Mandiri yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8) Demokratis, berarti memiliki pola pikir, sikap, dan berperilaku yang

(47)

9) Rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang

dipelajarinya, dilihat dan didengar.

10) Menghargai prestasi yakni sikap dan tindakan yang mendorong

dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat

dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.

11) Bersahabat atau komunikatif berarti tindakan yang memperlihatkan

rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

12) Cinta damai yaitu sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

13) Gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk

membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

14) Peduli lingkungan yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya

mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam

yang sudah terjadi.

15) Peduli sosial yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan

bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

16) iTanggung jawab ialah sikap dan perilaku untuk melaksanakan tugas

dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan

(48)

6. Pendidikan Karakter dalam Keluarga

a. Manfaat dan Tujuan Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Pendidikan karakter dalam keluarga pada hakikatnya menjadi

sebuah keniscayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan

basis pendidikan pertama dalam kehidupan setiap manusia. Pendidikan

secara formal baik pada lembaga pendidikan umum ataupun Islam

tampaknya kering dalam menyentuh ruang lingkup karakter. Oleh karena

itu, keluarga bermanfaat menjadi institusi pengembang pendidikan

karakter yang pertama bagi anggotanya, sehingga ketika pendidikan

karakter dirasa lemah dan kurang terealisasi pada jenjang pendidikan

formal, keluarga secara otomatis sudah memberikan dasar pendidikan

karakter secara utuh, realistis dan membentengi setiap anak dari gejolak

nafsu yang menggodanya (Aziz, 2015: 137).

Adapun tujuan pendidikan karakter dalam keluarga antara lain

memberikan bekal akhlak yang baik kepada setiap anak untuk mampu

berperilaku dan bersikap sesuai dengan aturan serta norma etika yang

berlaku. Tujuan pendidikan karakter dalam keluarga secara khusus adalah

membina dan mengarahkan anak-anak agar memiliki karakter yang baik

atau akhlak yang terpuji, sedangkan secara umum bertujuan untuk

menyiapkan agar dapat hidup secara optimal dan bermanfaat, baik bagi

dirinya, keluarganya, masyarakat, maupun agama dan bangsanya

(49)

Pendidikan dalam keluarga pasti punya tujuan. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Rehani dalam (Zubaedi, 2011: 155) bahwa tujuan

pendidikan keluarga adalah untuk membina dan membentuk anggota

keluarga (anak) yang beriman, kepada Allah, berakhlak mulia, cerdas,

terampil, sehat, bertanggung jawab, sehingga ia dapat melaksanakan

fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Tujuan orang tua dalam mendidik karakter atau akhlak yaitu agar

anak menjadi sholeh dan sholikhah. Tujuan yang diharapkan orang tua ini

sejalan dengan harapan Luqman Hakim dalam wasiat kepada anaknya,

seperti firman Allah dalam kitab suci al-Quran surat Luqman ayat 13-14

.ٌمْيِظَع ٌمْلُظَل َكِرْشَّوِا ِللهاِب ْكِرْشُت لا َّىَىُباَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِىْبلا ُناَمْقُل َلاَق ْذِاَو

)

١٣

(

ىِفُ هُلاَصِفَو ٍهْهَو ىَلَع اًىْهَو ُهُّمُأ ُهْتَلَمَح ِهْيَدَلاَوِب َناَسْوِلأْا اَىْيَّصَوَو

َوِلَو ىِلْرُكْشا ِنَأ ِهْيَماَع

ٲ

يَدِل

ُرْيِصَمْلا َّىَلِاَك

)

١١

(

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata keapada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “ Wahai anakku ! Janganlah engkau mempersekutukkan Allah, sesungguhnya mempersembahkan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar”. Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya

dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan

menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.

Ayat di atas mengajarkan untuk senantiasa mengajak anak-anak

(50)

Hendaknya anak-anak dididik untuk senantiasa berbuat baik kepada orang

tua karena meraka yang sudah mengasuh kita dan menyusui kita sampai

dua tahun. Anak-anak juga dididik untuk bisa berbuat baik terhadap

sesama manusia, menjauhi sifat sombong, angkuh, dan membanggakan

diri.

Atas dasar itu, tujuan pendidikan karakter yang paling utama

adalah membuat anak-anak semakin taat dan patuh kepada Allah,

sehingga ia mampu menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi

segala larangannya dalam setiap kehidupannya. Hal itu tampak dari upaya

keluarga dalam bentuk pemberian nasihat, pembiasaan dan contoh teladan

dari orang tua terhadap anak-anaknya dalam bertakarub kepada Allah

(Zubaedi, 2011: 156).

b. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Menurut Aziz (2015: 140-141) secara umum prinsip-prinsip

pendidikan karakter dalam rangka melakukan hubungan dalam keluarga

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Dalam konteks menjalin hubungan dengan orang tua dapat dipahami

senantiasa memperlakukan kedua orang tua secara istimewa sebab

orang tua memiliki kedudukan istimewa sehingga seorang anak harus

senantiasa berbakti dan mengistimewakan kedudukannya.

2) Karakter yang berhubungan dengan orang yang lebih tua pada

(51)

memperlakukan kedua orang tua selagi orang yang bersangkutan

pantas mendapat penghormatan.

3) Membangun dan mengembangkan karakter terhadap orang yang

lebih muda berarti memberikan kasih sayang dengan ikut

membimbing dan mendidiknya serta membantu apabila mereka

memerlukan bantuan kita.

4) Membangun dan mengembangkan karakter dengan teman sebaya

dapat dilakukan dengan saling menghormati, menghargai, toleransi,

menemani dan bergaul secara tepat.

5) Prinsip karakter yang harus dikembangkan terhadap lawan jenis

diantaranya tidak melakukan pergaulan bebas, menghargai, tidak

membeda-bedakan status.

6) Membangun dan mengembangkan karakter dengan pasangan hidup

pada prinsipnya dapat dilakukan dengan mengembangkan sikap

ketenangan dan kasih sayang secara lahir maupun batin.

c. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Anggapan umum menyatakan bahwa keluarga merupakan

pendidik moral yang utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru moral

pertama bagi anak-anak, pemberi pengaruh yang paling dapat bertahan

lama. Hubungan orang tua dan anak juga mengandung signifikasi

emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan

(52)

Pendidikan karakter bagi anak dalam keluarga pada dasarnya

diberikan sedini mungkin agar terpatri perilaku berkarakter dalam

kehidupan sehari-harinya. Pendidikan karakter ini dilakukan dilakukan

dari kebiasaan paling sederhana hingga bersifat komplek. Adapun

pendidikan karakter ini efektifnya diberikan melalui pembiasaan. Metode

pendidikan anak dengan menumbuhkan kasih sayang kepadanya kini

diyakini ketepatannya di dunia modern. Hal itu ternyata telah diterapkan

oleh teladan umat Islam, Rasulullah SAW (Syarifuddin, 2004:101).

Implementasi pendidikan karakter dalam keluarga juga dapat

dilakukan dengan keteladanan dari tiap keluarga yang bersangkutan, baik

keteladanan dari kedua orang tua, saudara ataupun kerabat lainnya. Hal

ini secara fisiologi dan psikologi anak khususnya usia dini hanya mampu

berpikir inderawi. Artinya seorang anak pada usia dini hanya mampu

memahami perihal yang bersifat maknawi. Maka dari itu pendidikan

karakter baik yang menyangkut aspek afektif maupun psikomotorik lebih

memerlukan contoh, keteladananm pembiasaan dan latihan dalam

keluarga secara terus-menerus (Aziz, 2015: 147).

Adapun bentuk implementasi pendidikan karakter dalam keluarga

dapat dilakukan melalui:

a) Manajemen marah

Setiap orang semenjak kecil hingga dewasa tampaknya pernah

(53)

Terlepas amarah itu sebagai naluri atau watak seseorang, amarah pada

hakikatnya dapat dikelola dengan baik dan dikendalikan semenjak kecil

pada kehidupan anak.

Bentuk pembiasaan ini dapat dimulai dari kedua orang tua dalam

menahan amarah ketika seorang anak melakukan kesalahan kepada

keduanya, kemudian kedua orang tua tersebut menasihatinya atas sikap

sabar yang dilakukannya. Nasihat mengelola amarah melalui kesabaran

hati juga berhubungan dengan pendidikan spiritual, yaitu Allah SWT

memberikan balasan pahala tanpa batas bagi setiap orang yang bersabar

dan mampu mengelola amarahnya.

Dalam ajaran Islam, terdapat tips mengelola amarah tanpa

merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yaitu dengan cara

berwudhu. Perihal ini karena amarah berasal dari syetan yang berasal dari

api. Dengan demikian, amarah dalam kehidupan keluarga dapat dikelola

dengan baik melalui penanaman kebiasaan untuk tidak marah, penanaman

kebiasaan untuk tidak marah, penanaman kebiasaan hidup sabar, serta

penguatan pendidikan spiritual yang teraplikasi dalam penghayatan

terhadap nilai-nilai agama.

b) Manajemen amanah

Secara sederhana amanah dapat diartikan dengan sikap dapat

dipercaya. Manajemen amanah pada hakikatnya dapat diimplementasikan

(54)

menerus diberikan orang tua kepada anak-anaknya semenjak usia dini

melalui pemberian tugas dan tanggung jawab.

c) Manajemen kejujuran

Secara psikologi, selain sebagai sesuatu yang diajarkan, perilaku

jujur merupakan kebiasaan hidup seseorang. untuk itu pengelolaan

kejujuran dalam keluarga harus dilakukan melalui pembiasaan dan

keteladanan dari berbagai unsur dalam keluarga. Bentuk kejujuran ini

tidak sebatas mencakup sesuatu yang tidak enak semata, namun sesuatu

yang enak dan nyaman juga perlu diungkapkan secara jujur.

d. Tantangan Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Sebuah upaya menciptakan perbaikan dan pengembangan sistem

pastinya terdapat berbagai kendala dan tantangan. Begitu pula dengan

tantangan pelaksanaan pendidikan karakter dalam keluarga terbagi atas

beberapa hal diantaranya:

1) Keluarga modern dizaman sekarang kurang begitu memahami

pentingnya pendidikan karakter.

2) Manusia modern lebih sibuk dalam pencapaian karir.

3) Kurangnya komunikasi dan diskusi baik antara ayah dengan ibu

ataupun antar keluarga dalam konteks pendidikan karakter.

4) Jarangnya kekompakan antara suami dengan istri dalam

mengimplementasikan pendidikan karakter dalam keluarga. Kondisi

(55)

yang bekerja meninggalkan rumah sehingga pengasuhan anak

digantikan oleh orang lain yang dikenal dengan baby sister (Zubaedi,

2011: 155).

B. Keluarga Disharmoni

1. Pengertian Keluarga Disharmoni

Banyak ahli mengemukakan bahwa keluarga memiliki definisi

yang sangat komplek. Secara etimologis keluarga dalam istilah Jawa terdiri

dari dua kata yaitu kawula dan warga. Kawula berarti abdi dan warga

adalah anggota. Artinya kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian

tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di

dalamnya (Aziz, 2015: 15).

Secara normatif, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang

karena terikat oleh suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa

berdiri sebagai suatu gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh

gabungan itu untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua

anggota yang ada di dalam keluarga tersebut. Keluarga adalah jiwa

masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan lahir dan batin yang

dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan

keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang

hidup pada masyarakat bangsa tersebut (Ahid, 2010: 76).

Menurut Rohman (2013: 198) keluarga adalah pusat pendidikan

(56)

kemanusiaan sampai sekarang ini kehidupan keluarga selalu

mempengaruhi perkembangan budi pekerti setiap manusia. Oleh karenanya

manusia akan selalu mendidik keturunannya dengan sebaik-baiknya

menyangkut aspek jasmani dan rohani. Hakekat keluarga itu adalah

semata-mata pusat pendidikan, meskipun terkadang berlangsung secara

amat sederhana dan tanpa disadari, tetapi jelas bahwa keluarga memiliki

andil yang terlibat dalam pendidikan anak.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian keluarga

adalah sekelompok orang yang terdiri dari kepala keluarga dan anggotanya

dalam ikatan nikah ataupun nasab yang hidup dalam satu tempat tinggal,

memiliki aturan yang ditaati secara bersama dan mampu mempengaruhi

antar anggotanya serta memiliki tujuan, program yang jelas dan berfungsi

sebagai pusat pendidikan yang pertama dan utama yang dialami oleh anak.

Keharmonisan keluarga memiliki peranan yang penting dalam

tumbuh kembang seseorang. Keluarga yang harmonis menjadi tempat

yang baik bagi tumbuh kembang seorang anak, sehingga mampu menjadi

individu yang sejahtera. Keluarga yang harmonis merupakan keluarga

dimana terdapat kasih sayang, saling hidup rukun dan saling menghormati

sehingga tercipta perasaan tentram dan damai yang lebih lanjut diharapkan

dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat

(57)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007: 268), kata

disharmoni dapat diarikan sebagai kejanggalan atau ketidakselarasan.

Disharmoni keluarga yaitu kondisi dimana keluarga tidak dapat

menjalankan fungsi dan perannya sehingga masing-masing anggota

keluarga gagal menjalankan kewajiban peran mereka (Sari, 2013: 3). Jadi,

dapat disimpulkan bahwa keluarga disharmoni adalah kehidupan keluarga

yang struktur anggotanya masih lengkap tetapi didalam anggota keluarga

tersebut kurang adanya perhatian, kurangnya komunikasi, anggota

keluarga mempunyai kesibukan masing-masing dan pertengkaran terus

menerus antara ayah dan ibu yang bisa membawa perceraian keluarga.

Keluarga disharmoni sering diistilahkan sebagai keluarga broken

home. Menurut kamus Inggris Indonesia (1992) kata broken home berasal

dari dua kata yaitu broken dan home. Broken yang artinya memecahkan

atau merusakkan sedangkan home artinya rumah. Jadi, yang dimaksud

keluarga broken home adalah keluarga yang mengalami disharmonisasi

akibat perceraian, keributan sehingga orang tua sudah tidak berfungsi

sebagaimana fungsinya.

Menurut prespektif Islam, perceraian adalah berakhirnya akad

(kontrak) nikah karena satu sebab dari berbagai sebab yang mengharuskan

perkawinan itu berakhir (Mathlub, 2005: 305) Talak menurut bahasa arab

adalah “melepaskan ikatan”, yang dimakud di sini ialah melepaskan ikatan

(58)

tujuan-tujuan pernikahan, maa hal itu akan mengakibatkan berpisahnya

dua keluarga. Apalagi bila perselisihan suami istri itu menimbulkan

permusuhan, mananam bibit kebencian antara keduanya atau terhadap

kaum kerabat mereka, sehingga tidak ada jalan lain, sedangkan ikhtiar

untuk perdamaian tidak dapat disambung lagi, maka talak (perceraian)

itulah jalan satu-satunya yang menjadi pemisah antara mereka (Rasjid,

2009: 401).

2. Faktor Penyebab Keluarga Disharmoni

Perceraian dalam keluarga biasanya berawal dengan suatu konflik

antara anggota keluarga. Bila konflik ini sampai titik kritis maka peristiwa

perceraian itu berada di ambang pintu. Banyak faktor yang menyebabkan

terjadinya kasus pertikaian dalam keluarga yang berakhir dengan

perceraian. Menurut Dagun (1990: 146) faktor-faktor ini antara lain:

a. Persoalan ekonomi.

b. Perbedaan usia yang besar.

c. Persoalan prinsip hidup yang berbeda.

d. Perbedaan penekanan dan cara mendidik anak, juga pengaruh dukungan

sosial dari pihak luar, tetangga, sanak saudara, sahabat dan situasi

masyarakat yang terkondisi.

3. Dampak Keluarga Disharmoni

Setiap tingkat usia anak dalam menyesuaikan diri dengan situasi

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam resolusi tersebut dinyatakan bahwa masyarakat internasional dapat mengambil tindakan yang dibutuhkan, termasuk penggunaan kekerasan berdasarkan BAB VII Piagam

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan; teknik observasi yang digunakan untuk mengamati begaimana metode bermain peran dalam

Gejala-gejala yang telah dikelompokkan dijadikan sebagai acuan dalam mengajukan pertanyaan untuk memperoleh feedback, kemudian feedback akan dihitung nilai

Sebagai sebuah bangunan komersial, penentuan lokasi sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya keberadaan Kasan Wisata Jelajah Alam dan Sentra Kerajinan Batu Akik,

Penghimpunan dana (fundraising) dapat diartikan sebagai kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi,

Hukum yang khusus m enangani program - program di bidang pengaj aran ini adalah Pusat Pendidikan dan Pelat ihan ( Pusdiklat ).. Melakukan pendokum ent asian t erhadap perat

The analysis is aimed to find out how the female character portrayed and how female character reflected through liberal feminism by analyzing the evidences

masalah yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010). Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung pada. pasien dengan kehamilan sungsang yaitu