• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter

6. Pendidikan Karakter dalam Keluarga

a. Manfaat dan Tujuan Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Pendidikan karakter dalam keluarga pada hakikatnya menjadi sebuah keniscayaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan basis pendidikan pertama dalam kehidupan setiap manusia. Pendidikan secara formal baik pada lembaga pendidikan umum ataupun Islam tampaknya kering dalam menyentuh ruang lingkup karakter. Oleh karena itu, keluarga bermanfaat menjadi institusi pengembang pendidikan karakter yang pertama bagi anggotanya, sehingga ketika pendidikan karakter dirasa lemah dan kurang terealisasi pada jenjang pendidikan formal, keluarga secara otomatis sudah memberikan dasar pendidikan karakter secara utuh, realistis dan membentengi setiap anak dari gejolak nafsu yang menggodanya (Aziz, 2015: 137).

Adapun tujuan pendidikan karakter dalam keluarga antara lain memberikan bekal akhlak yang baik kepada setiap anak untuk mampu berperilaku dan bersikap sesuai dengan aturan serta norma etika yang berlaku. Tujuan pendidikan karakter dalam keluarga secara khusus adalah membina dan mengarahkan anak-anak agar memiliki karakter yang baik atau akhlak yang terpuji, sedangkan secara umum bertujuan untuk menyiapkan agar dapat hidup secara optimal dan bermanfaat, baik bagi dirinya, keluarganya, masyarakat, maupun agama dan bangsanya (Syarbini, 2016: 12).

Pendidikan dalam keluarga pasti punya tujuan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rehani dalam (Zubaedi, 2011: 155) bahwa tujuan pendidikan keluarga adalah untuk membina dan membentuk anggota keluarga (anak) yang beriman, kepada Allah, berakhlak mulia, cerdas, terampil, sehat, bertanggung jawab, sehingga ia dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Tujuan orang tua dalam mendidik karakter atau akhlak yaitu agar anak menjadi sholeh dan sholikhah. Tujuan yang diharapkan orang tua ini sejalan dengan harapan Luqman Hakim dalam wasiat kepada anaknya, seperti firman Allah dalam kitab suci al-Quran surat Luqman ayat 13-14

.ٌمْيِظَع ٌمْلُظَل َكِرْشَّوِا ِللهاِب ْكِرْشُت لا َّىَىُباَي ُهُظِعَي َوُهَو ِهِىْبلا ُناَمْقُل َلاَق ْذِاَو

)

١٣

(

ىِفُ هُلاَصِفَو ٍهْهَو ىَلَع اًىْهَو ُهُّمُأ ُهْتَلَمَح ِهْيَدَلاَوِب َناَسْوِلأْا اَىْيَّصَوَو

َوِلَو ىِلْرُكْشا ِنَأ ِهْيَماَع

ٲ

يَدِل

ُرْيِصَمْلا َّىَلِاَك

)

١١

(

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata keapada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “ Wahai anakku ! Janganlah engkau mempersekutukkan Allah, sesungguhnya mempersembahkan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar”. Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya

dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan

menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. Ayat di atas mengajarkan untuk senantiasa mengajak anak-anak untuk senantiasa taat dan patuh kepada Allah, tidak menyekutukan Allah.

Hendaknya anak-anak dididik untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua karena meraka yang sudah mengasuh kita dan menyusui kita sampai dua tahun. Anak-anak juga dididik untuk bisa berbuat baik terhadap sesama manusia, menjauhi sifat sombong, angkuh, dan membanggakan diri.

Atas dasar itu, tujuan pendidikan karakter yang paling utama adalah membuat anak-anak semakin taat dan patuh kepada Allah, sehingga ia mampu menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangannya dalam setiap kehidupannya. Hal itu tampak dari upaya keluarga dalam bentuk pemberian nasihat, pembiasaan dan contoh teladan dari orang tua terhadap anak-anaknya dalam bertakarub kepada Allah (Zubaedi, 2011: 156).

b. Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Menurut Aziz (2015: 140-141) secara umum prinsip-prinsip pendidikan karakter dalam rangka melakukan hubungan dalam keluarga dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Dalam konteks menjalin hubungan dengan orang tua dapat dipahami senantiasa memperlakukan kedua orang tua secara istimewa sebab orang tua memiliki kedudukan istimewa sehingga seorang anak harus senantiasa berbakti dan mengistimewakan kedudukannya.

2) Karakter yang berhubungan dengan orang yang lebih tua pada prinsipnya dapat dilakukan dengan sikap hampir sama dengan

memperlakukan kedua orang tua selagi orang yang bersangkutan pantas mendapat penghormatan.

3) Membangun dan mengembangkan karakter terhadap orang yang lebih muda berarti memberikan kasih sayang dengan ikut membimbing dan mendidiknya serta membantu apabila mereka memerlukan bantuan kita.

4) Membangun dan mengembangkan karakter dengan teman sebaya dapat dilakukan dengan saling menghormati, menghargai, toleransi, menemani dan bergaul secara tepat.

5) Prinsip karakter yang harus dikembangkan terhadap lawan jenis diantaranya tidak melakukan pergaulan bebas, menghargai, tidak membeda-bedakan status.

6) Membangun dan mengembangkan karakter dengan pasangan hidup pada prinsipnya dapat dilakukan dengan mengembangkan sikap ketenangan dan kasih sayang secara lahir maupun batin.

c. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Anggapan umum menyatakan bahwa keluarga merupakan pendidik moral yang utama bagi anak-anak. Orang tua adalah guru moral pertama bagi anak-anak, pemberi pengaruh yang paling dapat bertahan lama. Hubungan orang tua dan anak juga mengandung signifikasi emosional khusus, yang bisa menyebabkan anak-anak merasa dicintai dan tidak berharga (Lickona, 1991: 42).

Pendidikan karakter bagi anak dalam keluarga pada dasarnya diberikan sedini mungkin agar terpatri perilaku berkarakter dalam kehidupan sehari-harinya. Pendidikan karakter ini dilakukan dilakukan dari kebiasaan paling sederhana hingga bersifat komplek. Adapun pendidikan karakter ini efektifnya diberikan melalui pembiasaan. Metode pendidikan anak dengan menumbuhkan kasih sayang kepadanya kini diyakini ketepatannya di dunia modern. Hal itu ternyata telah diterapkan oleh teladan umat Islam, Rasulullah SAW (Syarifuddin, 2004:101).

Implementasi pendidikan karakter dalam keluarga juga dapat dilakukan dengan keteladanan dari tiap keluarga yang bersangkutan, baik keteladanan dari kedua orang tua, saudara ataupun kerabat lainnya. Hal ini secara fisiologi dan psikologi anak khususnya usia dini hanya mampu berpikir inderawi. Artinya seorang anak pada usia dini hanya mampu memahami perihal yang bersifat maknawi. Maka dari itu pendidikan karakter baik yang menyangkut aspek afektif maupun psikomotorik lebih memerlukan contoh, keteladananm pembiasaan dan latihan dalam keluarga secara terus-menerus (Aziz, 2015: 147).

Adapun bentuk implementasi pendidikan karakter dalam keluarga dapat dilakukan melalui:

a) Manajemen marah

Setiap orang semenjak kecil hingga dewasa tampaknya pernah mengalami amarah atas sesuatu yang menimpa atau merugikan dirinya.

Terlepas amarah itu sebagai naluri atau watak seseorang, amarah pada hakikatnya dapat dikelola dengan baik dan dikendalikan semenjak kecil pada kehidupan anak.

Bentuk pembiasaan ini dapat dimulai dari kedua orang tua dalam menahan amarah ketika seorang anak melakukan kesalahan kepada keduanya, kemudian kedua orang tua tersebut menasihatinya atas sikap sabar yang dilakukannya. Nasihat mengelola amarah melalui kesabaran hati juga berhubungan dengan pendidikan spiritual, yaitu Allah SWT memberikan balasan pahala tanpa batas bagi setiap orang yang bersabar dan mampu mengelola amarahnya.

Dalam ajaran Islam, terdapat tips mengelola amarah tanpa merugikan orang lain dan lingkungan sekitarnya, yaitu dengan cara berwudhu. Perihal ini karena amarah berasal dari syetan yang berasal dari api. Dengan demikian, amarah dalam kehidupan keluarga dapat dikelola dengan baik melalui penanaman kebiasaan untuk tidak marah, penanaman kebiasaan untuk tidak marah, penanaman kebiasaan hidup sabar, serta penguatan pendidikan spiritual yang teraplikasi dalam penghayatan terhadap nilai-nilai agama.

b) Manajemen amanah

Secara sederhana amanah dapat diartikan dengan sikap dapat dipercaya. Manajemen amanah pada hakikatnya dapat diimplementasikan pertama kali dalam lingkungan keluarga. Amanah ini secara terus

menerus diberikan orang tua kepada anak-anaknya semenjak usia dini melalui pemberian tugas dan tanggung jawab.

c) Manajemen kejujuran

Secara psikologi, selain sebagai sesuatu yang diajarkan, perilaku jujur merupakan kebiasaan hidup seseorang. untuk itu pengelolaan kejujuran dalam keluarga harus dilakukan melalui pembiasaan dan keteladanan dari berbagai unsur dalam keluarga. Bentuk kejujuran ini tidak sebatas mencakup sesuatu yang tidak enak semata, namun sesuatu yang enak dan nyaman juga perlu diungkapkan secara jujur.

d. Tantangan Pendidikan Karakter dalam Keluarga

Sebuah upaya menciptakan perbaikan dan pengembangan sistem pastinya terdapat berbagai kendala dan tantangan. Begitu pula dengan tantangan pelaksanaan pendidikan karakter dalam keluarga terbagi atas beberapa hal diantaranya:

1) Keluarga modern dizaman sekarang kurang begitu memahami pentingnya pendidikan karakter.

2) Manusia modern lebih sibuk dalam pencapaian karir.

3) Kurangnya komunikasi dan diskusi baik antara ayah dengan ibu ataupun antar keluarga dalam konteks pendidikan karakter.

4) Jarangnya kekompakan antara suami dengan istri dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dalam keluarga. Kondisi keluarga Indonesia sangat bervariasi, tidak sedikit pasangan orang tua

yang bekerja meninggalkan rumah sehingga pengasuhan anak digantikan oleh orang lain yang dikenal dengan baby sister (Zubaedi, 2011: 155).

Dokumen terkait