• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK (Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN

FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP TINGKAT

KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK

(Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar

Selatan)

RESTU MUTMAINNAH MARJAN

kepada

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

(2)

ii

SKRIPSI

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN

FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP TINGKAT

KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK

(Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar

Selatan)

Disusun dan diajukan oleh

RESTU MUTMAINNAH MARJAN

A31110115

kepada

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

(3)

iii

SKRIPSI

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN

FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP TINGKAT

KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK

(Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar

Selatan)

Disusun dan diajukan oleh

RESTU MUTMAINNAH MARJAN

A31110115

telah diperiksa dan disetujui untuk diuji

Makassar, 4 Mei 2014

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Hj. Haliah, SE, M.Si, Ak, CA Drs. M. Christian Mangiwa, CAM.Si, Ak NIP 196507311991032002 NIP 195811101987101001

A.n Ketua Jurusan Akuntansi Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Dr. Yohanis Rura, SE, M.SA, Ak, CA NIP 196111281988111001

(4)

iv

SKRIPSI

PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, PELAYANAN

FISKUS, DAN SANKSI PAJAK TERHADAP TINGKAT

KEPATUHAN FORMAL WAJIB PAJAK

(Studi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar

Selatan)

disusun dan diajukan oleh

RESTU MUTMAINNAH MARJAN A31110115

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 05 Juni 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui, Panitia Penguji

No. Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan

1 Dr. Hj. Haliah, SE, M.Si, Ak, CA Ketua 1 ……….. 2 Drs. M. Christian Mangiwa, M.Si, Ak, CA Sekertaris 2 ……….. 3 Dr. Yohanis Rura, SE, M.SA, Ak, CA Anggota 3 ………..

4 Drs. Deng Siraja, M.Si, Ak, CA Anggota 4 ………..

5 Drs. Haerial, M.Si, Ak, CA Anggota 5 ………..

An.Ketua Jurusan Akuntansi Sekertaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Hasanuddin

Dr. Yohanis Rura, SE, M.SA, Ak, CA NIP 196111281988111001

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

nama : Restu Mutmainnah Marjan

NIM : A31110115

jurusan/program studi : Akuntansi/Strata 1 (S1)

dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

“Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak (Studi di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Makassar Selatan)”

adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Makassar, 4 Mei 2014 Yang membuat pernyataan,

Restu Mutmainnah Marjan Materai

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada.

1. Kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi, Bapak Dr. Ir. Marjani Sultan, M.Si dan Ibu Dra. Hj. Asniar Asiz, yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta doa yang tak pernah putus. Terima kasih telah memberikan segala yang terbaik untuk saya. 2. Ibu Dr. Hj. Haliah, SE, M.Si, Ak, CA, dan Bapak Drs. M. Christian

Mangiwa, M.Si, Ak, CA selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Tim penguji peneliti, Bapak Dr. Yohanis Rura, SE, M.SA. Ak, CA, Bapak Drs. Deng Siraja, M.Si, Ak, CA, dan Bapak Drs. Herial, M.Si, Ak, CA yang telah meluangkan waktu untuk memperbaiki, dan mendiskusikan kekurangan yang ada dalam skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

(7)

vii

4. Kakak Riska Rahmayani Marjan, S.Ip, Adik Nurfitriyah Marjan dan adik Nuraenun Marjan yang selalu memberikan dukungan, dan semangat yang tak pernah putus.

5. Andi Farid Noor, SE yang selalu membantu, menemani, memberikan semangat dan dukungan.

6. Sahabat terbaik saya, Ita Rezky Amaliah, Yuha Nadhirah Q, Ulfia Darwis, Neneng Srisulastri, Farah Nadiah Ilyas, dan Athirah yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tak pernah putus. 7. Teman-teman P1Oneer yang tidak sempat saya sebutkan satu

persatu namanya, terima kasih atas doa, dan dukungannya.

8. Kantor Wilayah DJP Sultanbatara dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan, Bapak Budiyan, S.E., M.Tax, Arafah, Kak Tyo, kak Ida, dan seluruh petugas pajak yang telah memberikan ijin penelitian serta membantu memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

9. Para responden yang telah sangat membantu atas terselesaikannya skripsi ini, terima kasih.

10. Seluruh rekan yang turut serta dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna walaupun telah menerima bantuan dari berbagai pihak. Mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan atau kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran peneliti terima dengan senang hati demi kesempurnaan skripsi ini.

Makassar, 4 Mei 2014

(8)

viii

ABSTRAK

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak (Studi di Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Makassar Selatan)

Effect of Taxpayers Awareness, Service of Fiscus, and Tax Penalties towards The Level of Formal Compliance of Taxpayers (Study in Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan) Restu Mutmainnah Marjan

Haliah

M. Christian Mangiwa

Pada tahun 2010-2012, terjadi penurunan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) di KPP Pratama Makassar Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris dan menganalisis pengaruh kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey terhadap wajib pajak orang pribadi di KPP Pratama Makassar Selatan. Sampel diperoleh secara random sampling. Metode pengumpulan data melalui kuesioner, dan selanjutnya data dianalisis menggunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian ini adalah kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak secara parsial dan simultan. Variabel pelayanan fiskus memberikan pengaruh paling besar terhadap kepatuhan formal wajib pajak. Variabel kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak dapat digunakan untuk menjelaskan kepatuhan formal wajib pajak sebesar 54,8%.

Kata kunci: kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, sanksi pajak, kepatuhan formal wajib pajak.

In 2010-2012, the level of tax compliance of individual taxpayers in KPP Makassar Selatan has decreased significantly. This research aims to test and analyze the impact of taxpayers awareness, service of fiscus, and tax penalties towards the level of formal compliance taxpayers. This research was conducted by survey method in KPP Pratama Makassar Selatan. Sampling obtained in random sampling. Data collection method used are questionnaires, and further data were analyzed using multiple regression analysis. The result of this research is that the taxpayers awareness, service of fiscus, and tax penalties have a positive and significant impact on formal compliance of the taxpayers. Variable service of fiscus provides the greatest influence on formal compliance of the taxpayers. Variable taxpayers awareness, service of fiscus, and tax penalties can be used to describe the formal compliance of the taxpayers which is 54,8%.

Keywords: tax payers awareness, service of fiscus, tax penalties, formal compliance of taxpayers

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .……… i

HALAMAN JUDUL ….……… ii

HALAMAN PERSETUJUAN ..……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN ……….. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ………. v

PRAKATA ………... vi

ABSTRAK ……….. viii

DAFTAR ISI ...………. ix

DAFTAR TABEL …….……… xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ……..……….. 1 1.1 Latar Belakang ….……….. 1 1.2 Rumusan Masalah ………. 5 1.3 Tujuan penelitian ………...………. 5 1.4 Kegunaan Penelitian ………. 6 1.4.1 Kegunaan Teoretis …….……..……….. 6 1.4.2 Kegunaan Praktis ……..……… 6 1.5 Sistematika Penulisan …..………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 8

2.1 Landasan Teori ……….. 8

2.1.1 Theory of Planned Behavior ……… 8

2.1.2 Teori Atribusi ……….. 10

2.1.3 Teori Pembelajaran Sosial ………... 10

2.1.4 Pajak …..……….. 12

2.1.4.1 Pengertian Pajak ………... 12

2.1.4.2 Fungsi Pajak ..……… 12

2.1.4.3 Syarat Pemungutan Pajak ….………….. 13

2.1.4.4 Pengelompokkan Pajak …….………….. 14

2.1.4.5 Tata Cara Pemungutan Pajak …………. 16

2.1.2 Kepatuhan Pajak ………..……… 19

2.1.3 Kesadaran Wajib Pajak ……….………... 21

2.1.4 Pelayanan Fiskus ……..………. 22

2.1.5 Sanksi Pajak ….……….. 24

2.1.6 Wajib Pajak Orang Pribadi ……… 35

2.2 Penelitian Terdahulu ……….. 41

2.3 Kerangka Pemikiran Teoretis ……...………. 44

2.4 Pengembangan Hipotesis ………. 45

BAB III METODE PENELITIAN …….……….. 49

3.1 Rancangan Penelitian ….……….. 49

3.2 Tempat dan Waktu ……….……… 49

3.3 Populasi dan Sampel …….……… 49

(10)

x

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……… 51

3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional …….………… 52

3.7 Instrumen Penelitian ……...……… 55

3.8 Analisis Data ……...………. 55

3.8.1 Uji Kualitas Data ……….. 56

3.8.2 Asumsi Klasik ….………. 57

3.8.3 Pengujian Hipotesis ……… 58

BAB IV HASIL PENELITIAN ……….. 59

4.1 Karakteristik Responden ……….. 59

4.2 Penentuan Range ……… 63

4.3 Analisis Deskriptif dan Perhitungan Skor Variabel X ………. 64

4.4 Analisis Deskriptif dan Perhitungan Skor Variabel Y ………. 67

4.5 Uji Kualitas Data ……….. 69

4.6 Uji Asumsi Klasik ……… 70

4.7 Analisis Regresi Linear Berganda ……… 73

4.8 Pengujian Hipotesis ……… 75 BAB V PENUTUP ……….. 80 5.1 Kesimpulan ……….. 80 5.2 Saran ………. 81 DAFTAR PUSTAKA ….……….. 82 LAMPIRAN ……….. 85

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Tingkat Kepatuhan Pajak di KPP Makassar Selatan ... 4

2.1 Sanksi Administrasi Berupa Denda ... 25

2.2 Sanksi Administrasi Berupa Bunga ... 30

2.3 Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan ... 32

3.1 Definisi Operasional ………..……… 53

4.1 Presentase Usia Responden ……… 59

4.2 Presentase Jenis Kelamin Responden ……… 60

4.3 Presentase Pekerjaan Responden ……… 60

4.4 Presentase Pengalaman Kerja Responden ……….. 61

4.5 Presentase Pendidikan Terakhir Responden ……….. 61

4.6 Presentase Pengisian SPT Responden ……… 62

4.7 Presentase Pendidikan Terakhir Responden ……….. 62

4.8 Tanggapan Responden Mengenai Kesadaran Wajib Pajak …. . 64

4.9 Tanggapan Responden Mengenai Pelayanan Fiskus ……….. 65

4.10 Tanggapan Responden Mengenai Sanksi Pajak ……….. 66

4.11 Tanggapan Responden Mengenai Kepatuhan Formal Wajib Pajak ……… 68

4.12 Hasil Uji Validitas ………... 69

4.13 Hasil Uji Reliabilitas ………... 70

4.14 Hasil Uji Multikolinearitas ……….. 72

4.15 Hasil Uji Regresi Linear berganda ………. 74

4.16 Hasil Uji t ………. 75

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Teoretis ……….. 45

4.1 Normal P-plot ………. 71

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Biodata ……… 86

2. Kuesioner ……… 87

3. Nama Wajib Pajak yang Mengisi Kuesioner ……… 91

4. Hasil Data Olahan SPSS ……… 93

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia, sehingga tidak mengherankan ketika pemerintah kemudian membuat aturan yang diharapkan mampu menambah penerimaan pajak negara. Penerimaan negara disektor pajak terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagai upaya bangsa kita untuk melepaskan diri dari ketergantungan kepada bantuan luar. Sebagaimana yang diharapkan dalam Pokok-Pokok Pikiran dan Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa kebijakan pokok di bidang pajak ditujukan untuk meningkatkan penerimaan pajak menuju kemandirian bangsa dalam pembiayaan negara dan pembiayaan pembangunan.

Pajak merupakan bagian yang cukup potensial sebagai penerimaan negara maupun daerah. Pajak yang dikelola pemerintah pusat merupakan sumber penerimaan negara di dalam APBN, sedangkan pajak yang dikelola pemerintah daerah merupakan sumber penerimaan daerah di dalam APBD. Pemerintah memiliki peranan penting dalam kehidupan ekonomi suatu negara. Pemerintah harus melakukan pengendalian terhadap kondisi yang tengah terjadi dan mengevaluasinya kemudian merancang suatu aturan untuk membuat perekonomian menjadi lebih baik. Dalam melaksanakan kegiatannya, negara memerlukan adanya aliran dana untuk menjalankan roda pemerintahan. Dana yang telah diperoleh dari beberapa sektor penerimaan APBN akan digunakan untuk keberlangsungan atau pengeluaran negara, baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sektor pendapatan terbesar dalam pos

(15)

APBN berasal dari penerimaan pajak yang masih potensial untuk terus ditingkatkan penerimaannya. Pemerintah harus memiliki manajemen yang baik dalam mengelola sumber dana yang telah diperoleh dari sektor pajak agar penggunaanya berjalan efektif dan efisien sehingga tidak terjadi penyalahgunaan.

Mengingat pentingnya peranan pajak, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan diberlakukannya self-assessment system dalam pemungutan pajak sejak tahun fiskal 1984.

Sebelum era reformasi perpajakan, sistem pemungutan pajak yang ditetapkan adalah official assessment system. Sistem ini merupakan sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada fiskus untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak (WP) (Tarjo dan Kusumawati, 2006 dalam Santi, 2012). Kelebihan dari sistem ini adalah segala risiko pajak yang akan timbul menjadi tanggung jawab fiskus, seperti terlambat membayar atau melapor dikarenakan keterlambatan fiskus menetapkan besarnya jumlahnya pajak terutang yang harus dibayar oleh WP. Kelemahan dari sistem ini adalah WP bersifat pasif mengikuti ketentuan dan ketetapan yang dikeluarkan oleh fiskus.

Sistem self assessment memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan seluruh pajak yang menjadi kewajibannya (Tarjo dan Kusumawati, 2006, dalam Santi 2012). Dengan kata lain, wajib pajak menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Kelebihan dari sistem self assesment ini adalah WP diberi

(16)

kepercayaan oleh fiskus untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Fungsi perhitungan adalah fungsi yang memberi hak kepada WP untuk menentukan sendiri pajak yang terutang sesuai dengan peraturan perpajakan. Kelemahan dari sistem ini adalah segala risiko pajak yang nantinya akan timbul menjadi tanggung jawab WP.

Salah satu kendala yang dapat menghambat keefektifan pengumpulan pajak adalah kepatuhan wajib pajak (tax compliance). Kepatuhan wajib pajak dapat didefinisikan sebagai suatu sikap atau perilaku seorang wajib pajak yang melaksanakan semua kewajiban perpajakannya dan menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Agar target pajak tercapai, perlu ditumbuhkan secara terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Kesadaran perpajakan timbul dari dalam diri wajib pajak sendiri, tanpa memperhatikan adanya sanksi perpajakan. Sedangkan kepatuhan perpajakan timbul karena mengetahui adanya sanksi perpajakan. Meskipun demikian, dalam praktek sulit untuk membedakan apakah wajib pajak yang memenuhi kewajiban perpajakannya dimotivasi oleh kesadaran atau kepatuhan perpajakan.

Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Setiawan (2010) dan Santi (2012) menemukan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Pelayanan fiskus yang baik diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dalam penelitian Supadmi (2010) disebutkan bahwa untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, kualitas pelayanan pajak harus

(17)

ditingkatkan oleh aparat pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006). Hasil penelitian Muliari dan Setiawan (2010) dan Santi (2012) menemukan bahwa sanksi pajak memeiliki pengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak. Berikut disajikan tabel yang menjelaskan tentang tingkat kepatuhan pajak di Kantor Pajak Pratama Makassar Selatan dari tahun 2011 hingga 2013.

Tabel 1.1

Tingkat Kepatuhan Pajak di Kantor Pajak Pratama Makassar Selatan Tahun 2010-2012

Tahun Jumlah WP (a) Jumlah SPT Tahunan (b) Kepatuhan (b/a x 100%) 2010 33.414 25.856 77% 2011 43.057 28.360 65% 2012 51.040 27.506 53%

Sumber: KPP Pratama Makassar Selatan (2014)

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas maka dapat dilihat bahwa dari tahun 2010 hingga 2012, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Makassar Selatan semakin menurun. Hal ini tentu membutuhkan suatu kajian agar hal tersebut tidak terjadi berlarut-larut. Oleh karena itu, kondisi tersebut memberikan motivasi untuk dilakukannya penelitian mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak di KPP Pratama Makassar Selatan.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Santi (2012). Santi melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Kesadaran Perpajakan, Sikap Rasional, Lingkungan, Sanksi Denda dan Sikap Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah KPP Pratama Semarang. Populasi dalam penelitian ini adalah WPOP yang ada di Kota Semarang sebanyak 34.183 Wajib Pajak Orang Pribadi efektif dan sampel

(18)

yang digunakan sebanyak 100 orang responden yang diperoleh melalui incidental sampling, yang kebetulan ditemui peneliti yang berada di sekitar 7 wilayah KPP Pratama Semarang. Responden diminta untuk mengisi sejumlah pertanyaan dalam kuesioner yang dibuat dan diberikan langsung oleh peneliti. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan tiga variabel bebas yaitu kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak. Objek dalam penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi yang tercatat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Selatan. Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak.

Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini berjudul,

“Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak?

2. apakah pelayanan fiskus berpengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak?

3. apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan formal wajib pajak?

1.3 Tujuan Penelitian

(19)

1. untuk menganalisis pengaruh kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan formal wajib pajak.

2. untuk menganalisis pengaruh pelayanan fiskus terhadap kepatuhan formal wajib pajak.

3. untuk menganalisis pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan formal wajib pajak.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini sebagai berikut.

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam hal yang berkaitan dengan kepatuhan formal wajib pajak. Selain itu juga menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kepatuhan formal wajib pajak.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Sebagai kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib pajak dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan formal wajib pajak yang dalam penelitian ini adalah kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak, terutama bagi daerah lokasi penelitian.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

BAB I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

(20)

BAB II merupakan tinjauan pustaka sebagai dasar berpijak dalam menganalisis permasalahan yang ada. Pada bagian ini berisi landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.

BAB III merupakan metode penelitian yang berisi rancangan penelitian, tempat dan waktu, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel penelitiaan dan definisi operasional, instrumen penelitian, dan analisis data.

BAB IV merupakan hasil penelitian yang berisi karakteristik responden, penentuan range, analisis deskriptif dan perhitungan skor variabel x dan y, uji kualitas data, uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, dan uji hipotesis.

BAB V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

(21)

8 BAB II

TINJAUAN PUSATAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Theory of Planned Behavior

Ajzen mengembangkan theory of planned behavior (TPB) ini pada tahun 1988. Ajzen (1988) menambahkan sebuah konstruk yang belum ada di TRA. Konstruk ini disebut dengan control perilaku persepsian. Konstruk ini ditambahkan di TPB untuk mengontrol perilaku individual yang dibatasi oleh kekurangan-kekurangannya dan keterbatasan-keterbatasan dari kekurangan sumber-sumber daya yang digunakan untuk melakukan perilakunya. Jogiyanto (2007:61) menjelaskan teori perilaku rencana merupakan pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action (TRA). Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu:

1. behavioral beliefs

Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.

2. normative beliefs

Normative beliefs merupakan keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut.

3. control beliefs

Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

(22)

Penelitian sebelumnya yang menggunakan teori tersebut adalah penelitian Mustikasari (2007). Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Behavioral beliefs berkaitan dengan kesadaran wajib pajak, yaitu ketika sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya, sehingga individu tersebut memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Normative beliefs berkaitan dengan pelayanan fiskus, yaitu ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut dan dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Control beliefs berkaitan dengan sanksi pajak yaitu dibuat untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan formal wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.

Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007). Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh formal pajak. Setelah wajib pajak memiliki kesadaran untuk

(23)

membayar pajak, termotivasi oleh fiskus dan sanksi pajak, maka wajib pajak akan memiliki niat untuk membayar pajak dan kemudian merealisasikan niat tersebut.

2.1.2 Teori Atribusi

Teori atribusi pertama kali ditemukan oleh Heider pada tahun 1958 dan kemudian dikembangkan oleh Weiner pada tahun 1974. Teori atribusi mengasumsikan bahwa orang mencoba untuk menentukan mengapa orang melakukan apa yang mereka lakukan, yaitu atribut menyebabkan perilaku. Seseorang berusaha untuk memahami mengapa orang lain melakukan sesuatu yang mungkin satu atau lebih atribut menyebabkan perilaku itu. Weiner (1974) menjelaskan sebuah proses tiga tahap mendasari suatu atribusi, yaitu:

1. orang harus melihat atau mengamati perilaku

2. maka orang harus percaya bahwa perilaku itu sngaja dilakukan, dan 3. maka orang harus menentukan apakah mereka percaya yang orang lain

dipaksa untuk melakukan perilaku atau tidak.

Kepatuhan formal wajib pajak terkait dengan sikap wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Santi (2012) menjelaskan teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan kondisi internal maupun ekternal wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang taat membayar pajak dilihat dari kondisi internal maupun ekternalnya, begitu pula sebaliknya.

2.1.3 Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar sosial dikenalkan oleh Bandura pada tahun 1986. Konsep dari teori ini menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Bandura (1986) mengatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif

(24)

berupa ekspektasi/penerimaan untuk meraih keberhasilan, sedangkan faktor sosial mencakup pengamatan. Teori ini merupakan perluasan teori pengkondisian operan dari Skinner yaitu teori yang mengandaikan perilaku sebagai suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Bandura (1986) mengatakan bahwa proses dalam pembelajaran sosial meliputi:

1. proses perhatian (attentional)

Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut.

2. proses penyimpanan (retention)

Proses penyimpanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia.

3. proses reproduksi motorik

Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan.

4. proses penguatan (reinforcement)

Proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau penghargaan supaya berperilaku sesuai dengan model.

Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga akan taat membayar pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya. Terkait dengan

(25)

proses penguatan, proses tersebut cukup relevan apabila dihubungkan dengan pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.3 Pajak

2.1.4.1 Pengertian Pajak

Undang–Undang No.28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang–Undang No.6 Tahun 1983 tentang Kententuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa:

“pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Adriani (dalam Priantara, 2012:2) mengatakan bahwa:

“pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Soemitro (dalam Mardiasmo, 2010:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2.1.4.2 Fungsi Pajak

Suandy (2008:13) menjelaskan bahwa ada dua fungsi pajak, yaitu: 1. fungsi pajak budgetair

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.

2. fungsi mengatur

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

(26)

a. pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras,

b. pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif,

c. tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.

2.1.4.3 Syarat Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2010:2) mengatakan bahwa agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2. pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3. tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

(27)

4. pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari pemungutannya.

5. sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh:

a. bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif, misalnya hanya memilih tarif sebanding atau proporsional yaitu tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak, dan tarif tetap yaitu tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap,

b. tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.

2.1.4.4 Pengelompokkan Pajak

Priantara (2012:6) mengatakan bahwa dalam beberapa literatur ilmu keuangan negara dan pengantar ilmu hukum pajak terhadap perbedaan dan penggolongan pajak serta jenis-jenis pajak. Perbedaan pembagian atau penggolongan didasarkan pada suatu kriteria, seperti siapa yang membayar pajak, apakah beban pajak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, siapa yang memungut, serta sifat-sifat yang melekat pada pajak yang bersangkutan. Berikut ini adalah jenis pajak berdasarkan kriteria di atas.

(28)

1. Menurut Golongannya

a. Pajak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya langsung kepada Wajib Pajak yang berkewajiban membayar pajaknya. Contoh: pajak penghasilan

b. Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dialihkan kepada pihak lain.

Contoh: pajak pertambahan nilai 2. Menurut Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang waktu pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah subjek pajaknya, setelah itu barulah menentukan objeknya.

Contoh: pajak penghasilan

b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pada waktu pengenaannya yang pertama diperhatikan adalah objeknya, setelah itu barulah menentukan subjeknya.

Contoh: pajak pertambahan nilai dan pajak bumi bangunan 3. Menurut Lembaga Pemungutannya

a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang diadministrasikan Pemerintah Pusat dalam hal ini adalah Kementrian Keuangan, yakni DJP.

Contoh: pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah dibedakan menjadi Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri dari empat macam pajak, yaitu pajak kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan pajak

(29)

pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan air permukaan. Sedangkan Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari pajak hotel, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengolahan bahan golongan C (mineral bukan logam dan batuan).

2.1.1.5 Tata Cara Pemungutan Pajak

Mardiasmo (2011:6) mengatakan bahwa ada beberapa tata cara pemungutan pajak, yaitu:

1. stelsel pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel: a. stelsel nyata (riel stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan nyata diketahui).

b. stelsel anggapan (fictieve stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan satu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada

(30)

akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

c. stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka wajib pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya akan diminta kembali. 2. asas pemungutan pajak

a. Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.

b. Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

c. Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

(31)

3. sistem pemungutan pajak

a. Official Assessment System

Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:

1. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus,

2. wajib pajak bersifat pasif,

3. utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Ciri-cirinya:

1. wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri,

2. wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

3. fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System

Sistem pemungutan ini adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

(32)

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

2.1.2 Kepatuhan Pajak

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Eliyani (1989) dalam Jatmiko 2006 menyatakan bahwa kepatuhan wajib pajak didefinisikan sebagai memasukkan dan melaporkan kepada waktunya informasi yang diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan membayar pajak pada waktunya tanpa tindakan pemaksaan. Devano dan Rahayu (2006:110) mengemukakan ada dua macam jenis kepatuhan pajak, yaitu.

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Perundang-Undangan Perpajakan. Misalnya memiliki NPWP bagi yang berpenghasilan dan tidak terlambat melaporkan SPT Masa maupun Tahunan sebelum batas waktu.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan wajib pajak secara substantive/hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan yaitu sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Pajak, kepatuhan material juga dapat meliputi kepatuhan formal. Misalnya wajib pajak yang telah mengisi SPT dengan benar sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia NOMOR 192/PMK.03/2007 dijelaskan mengenai syarat-syarat menjadi Wajib Pajak Patuh, yaitu:

a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dalam 3 (tiga) tahun terakhir (sebelumnya hanya dua tahun);

(33)

b. penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk Masa Pajak Januari sampai dengan November tidak lebih dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut;

c. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa pajak berikutnya;

d. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak yang belum melewati batas akhir pelunasan;

e. laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian (WTP) selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan:

Laporan audit harus:

1. disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan; dan

2. pendapat akuntan atas laporan keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak sedang dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik;

f. tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir (sebelumnya 10 tahun).

(34)

Ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi merupakan ketidakpatuhan yang ditimbulkan dari individu yang termasuk dalam kategori wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakaannya (Agustiantono dan Prastiwi, 2012). Sedangkan kepatuhan pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kepatuhan formal.

2.1.3 Kesadaran Wajib Pajak

Muliari dan Setiawan (2010), kesadaran perpajakan adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Indikator dari kesadaran perpajakan sebagai berikut:

1. mengetahui adanya Undang-Undang dan ketentuan perpajakan, 2. mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan Negara,

3. memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

4. memahami fungsi pajak untuk pembiayaan Negara,

5. menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela, 6. menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko (2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Santi (2012) mengenai kesadaran wajib pajak menunjukkan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi kesadaran wajib pajak, maka akan semakin patuh membayar pajak. Oleh sebab itu, kesadaran Wajib Pajak diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak.

2.1.4 Pelayanan Fiskus

Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah

(35)

petugas pajak. Dengan demikian pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan wajib pajak (Santi, 2012).

Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada wajib pajak untuk membantu wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62/PMK.01/2009 Pasal 58 menjelaskan fungsi dari Kantor Pajak Pratama sebagai pelayanan fiskus, yaitu:

a. pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;

b. penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

c. pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

d. penyuluhan perpajakan;

e. pelaksanaan registrasi Wajib Pajak; f. pelaksanaan ekstensifikasi;

g. penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak; h. pelaksanaan pemeriksaan pajak;

i. pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak; j. pelaksanaan konsultasi perpajakan;

k. pelaksanaan intensifikasi; l. pembetulan ketetapan pajak;

m. pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

(36)

n. pelaksanaan administrasi kantor.

Ilyas dan Burton (2008:202) mengatakan bahwa untuk mengetahui bagaimana pelayanan terbaik yang seharusnya dilakukan oleh fiskus kepada wajib pajak, diperlukan juga pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai fiskus. Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU perpajakan adalah:

1. kewajiban untuk membina wajib pajak,

2. kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, 3. kewajiban merahasiakan data wajib pajak,

4. kewajiban melaksanakan putusan.

Sementara itu, terdapat pula hak-hak fiskus yang diatur dalam UU perpajakan, antara lain:

1. hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan, 2. hak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak,

3. hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,

4. hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan,

5. hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi, 6. hak melakukan penyidikan,

7. hak melakukan pencegahan, 8. hak melakukan penyanderaan.

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko (2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Santi (2012) mengenai pelayanan fiskus menunjukkan bahwa pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Apabila pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak tidak memenuhi atau melebihi harapan wajib pajak, berarti pelayanan yang diberikan tidak berkualitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan pajak yang

(37)

diberikan oleh aparat pajak diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Oleh karena itu, kualitas pelayanan digunakan sebagai variabel independen dalam penelitian ini. Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan kepada wajib pajak sehingga akan menjadi patuh dalam memenuhi kewajibannya kembali. Semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat pajak maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak. Oleh sebab itu, pelayanan fiskus diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak.

2.1.5 Sanksi Pajak

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa ada dua macam sanksi, yaitu:

1. sanksi administrasi yang terdiri dari: a. sanksi administrasi berupa denda

Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam Undang-Undang perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana.

(38)

Tabel 2.1

Sanksi Administrasi Berupa Denda

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

1

SPT tidak disampaikan sesuai atas waktu penyampaian atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Pasal 7 ayat (1) UU KUP a. Rp500.000,- SPT Masa PPN b. Rp100.000,- SPT Masa Lainnya c. Rp1.000.000,- SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan d. Rp100.000,- SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi 2 Meskipun telah dilakukan

pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan, Wajib Pajak dengan kemauan

sendiri mengungkapkan

ketidakbenaran tentang data yang dilaporkan dalam SPT dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya

Pasal 8 ayat (3) UU KUP

150% dari jumlah pajak yang kurang bayar

3 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu

Pasal 14 ayat (4) UU KUP

2% dari dasar

pengenaan pajak

4 PKP tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN), selain: a. identitas pembeli, dalam hak

penyerahan dilakukan oleh PKP pada umumnya, dan b. identitas pembeli serta nama

dan tanda tangan, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP Pasal 14 ayat (4) UU KUP 2% dari dasar pengenaan pajak

(39)

Sambungan Tabel 2.1

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

5

PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak Pasal 4 ayat (4) UU KUP 2% dari dasar pengenaan pajak

6 Keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian

Pasal 25 ayat (9) UU KUP

50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sanksi administrasi berupa denda 50% tersebut tidak dikenakan dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding

7 Permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian

Pasal 21ayat (5d) UU KUP

100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan

8 Setiap orang yang karena kealpaan:

a. tidak menyampaikan SPT, b. menyampaikan SPT, tetapi

isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal13A UU KUP

Pasal 33 UU KUP

Didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bualan atau paling lama 1 (satu) tahun

(40)

Sambungan Tabel 2.1

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

9 Setiap orang yang dengan sengaja: a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan PKP

b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak

MPWP atau Nomor

Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

c. tidak manyampaikan SPT d. menyampaikan SPT dan atau

keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap

e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan

f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokuman lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya

g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di

Indonesia, tidak

memperlihatkan atau

meminjam buku, catatan atau dokumen lain

h. tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia, atau

i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU KUP

Didenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, dan dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. pidana diatas ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan

(41)

Sambungan Tabel 2.1

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

10 Setiap Orang yang:

a. melakukan Percobaan menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP atau

b. menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melkukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak

Pasal 39 ayat (3) UU KUP

Didenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah rstitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan, paling banyak 4 (empat) kali jumlah

restitusi yang

dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan, dan dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling

lama 2 (dua)

tahunDidenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah rstitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan, paling banyak 4 (empat) kali jumlah

restitusi yang

dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan, dan dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun 11 Setiap orang yang dengan sengaja:

a. menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan atau bukti setiran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau

b. menerbitkan faktur pajak belum dikukuhkan sebagai PKP

Pasal 39A UU KUP

Didenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak, serta pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) dan paling lama 6 tahun.

(42)

Sambungan Tabel 2.1

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

12 Bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang sedang diperiksa, ditagih pajaknya dan disidik karena adanya tindak pidanan perpajakan dengan sengaja tidak memberi keterangan tau bukti, atau memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar

Pasal 41A UU KUP

Didenda paling banyak Rp25.000.000,- dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun

13 Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan

Pasal 41B UU KUP

Paling Banyak

Rp75.000.000,- dan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 14 Setiap orang dalam instansi

pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak

Pasal 41C ayat (1) UU KUP

Didenda paling banyak Rp1.000.000,- dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun

15 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain di instransi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan lainnya

Pasal 41C ayat (2) UU KUP

Didenda paling banyak Rp800.000,- dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan

16 Setiap orang yang dengan sengaja tidak menerikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak

Pasal 41C ayat (3) UU KUP

Didenda paling banyak Rp800.000,- dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan

17 Setiap orang yang dengan sengaja menyalahguinakan data dan informasi perpajakan, sehingga menimbulkan kerugian pada Negara

Pasal 41C ayat (4) UU KUP

Didenda paling banyak Rp500.000,- dan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun

18 Wajib Pajak yang sedang dilakukan tindakan penyidikan pajak namun kemudian memilih untuk melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau tidak seharusnya dikembalikan

Pasal 448 UU KUP

Didenda 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya

dikembalikan Sumber: Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

(43)

b. sanksi administrasi berupa bunga

Sanksi ini biasa dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.

Tabel 2.2

Sanksi Administrasi Berupa Bunga

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

1 Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Pasal 8 ayat (2) UU KUP Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

Pasal 8 ayat (2) UU KUP

2%perbulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan

2 Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar

Pasal 8 ayat (2a) UU KUP

2%perbulan atas jumlah yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung. Penuh 1 (satu) bulan. 3 Pembayaran atau penyetoran

Pasal 9 ayat (2a) UU KUP pajak berdasarkan SPT Masa yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak

Pasal 9 ayat (2a) UU KUP

2%perbulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai

dengan tanggal

pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan

4 Pembayaran atau penyetoran pajak berdasarkan SPT Tahunan yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan

Pasal 9 ayat (2b) UU KUP

2% perbulan dihitung mulai dari berakhirnya

batas waktu

penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1(satu) bulan

(44)

Sambungan Tabel 2.2

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

5 Dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar

Pasal 13 ayat (2) UU KUP

2%perbulan dari jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB

6 Apabila Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan atau dikukuhkan PKP secara jabatan

Pasal 13 ayat (2) UU KUP

2%perbulan dari jumlah pajak yang tidak atau kurang bayar, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB

7 SKPKB yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun, yang diterima oleh Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

Pasal 13 ayat (5) UU KUP

48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar

8 Dari penelitian rutin:

a. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar

b. SPT salah tulis/salah hitung sehingga terdapat kekurangan pembayaran pajak Pasal 14 ayat (3) UU KUP 2%perbulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai diterbitkannya STP

(45)

Sambungan Tabel 2.2

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

9 Bagi PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pembelian Pajak Masukan

Pasal 14 ayat (5) UU KUP

2%perbulan dari jumlah yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1(satu) bulan.

Sumber: Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)

c. sanksi administrasi berupa kenaikan

Sanksi ini bisa jadi sanksi yang paling ditakuti oleh Wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.

Tabel 2.3

Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

1 Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran pengisisn SPT setelah jangka waktu pembetulan SPT berakhir dan belum pernah diterbitkan surat ketetapan pajak, yang mengakibatkan pajak kurang bayar

Pasal 8 ayat (5) UU KUP

50% dari pajak yang kurang dibayar

2 SPT tidak disampaikan sesuai jangka waktu penyampaian dan setelah ditegur secara tertulis SPT tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran

Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP

a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang bayar dalam satu tahun pajak

b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut tidak atau kurang disetor

(46)

Sambungan Tabel 2.3

No Perilaku

Undang-Undang

Sanksi

3 Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPn BM, ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0%

Pasal 13 ayat (1) huruf c UU KUP

100% dari PPN atas barang dan jasa dan Ph BM yang tidak atau kurang dibayar

4 Apabila Wajib Pajak tidak melakukan pembukuan atau ketika diperiksa wajib pajak tidak:

a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak,

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan

Pasal 13 ayat (3) UU KUP

a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang bayar dalam satu tahun pajak

b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor

5 Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan yang dilakukan ini adalah kealpaan yang pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak

Pasal 134 UU KUP

sanksi kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB

6 Diterbitkan SKPKBT, karena ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap

Pasal 15 ayat (2) UU KUP

100% dari jumlah kekurangan pajak

7 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang telah

mendapat pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak, diterbitkan SKPKB Pasal 17C ayat (5) UU KUP 100% dari jumlah kekurangan pajak

(47)

2. sanksi pidana yang terdiri dari: a. pidana kurungan

Sanksi ini biasa terjadi karena adanya tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan. Batas maksimum hukuman kurungan ialah 1 (satu) tahun, pekerjaan yang harus dilakukan oleh para tahanan kurungan biasanya lebih sedikit dan lebih ringan, selain di penjara negara, dalam kasus tertentu diizinkan menjalaninya di rumah sendiri dengan pengawasan yang berwajib, kebebasan tahanan kurungan lebih banyak, pada dasarnya tidak ada pembagian atas kelas-kelas, dan dapat menjadi pengganti hukuman denda.

b. pidana penjara

Sanksi ini biasa terjadi karena adanya tidak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Batas maksimum penjara ialah seumur hidup, pekerjaan yang dilakukan oleh tahanan penjara biasnya lebih banyak dan lebih berat, terhukum menjalani di gedung atau di rumah penjara, kebebasan para tahanan penjara amat terbatas, dibagi atas kelas-kelas menurut kualitas dan kuantitas kejahatan dari yang tergolong berat sampai dengan yang teringan, dan tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda.

Beberapa hasil penelitian yang dilakukan seperti Jatmiko (2006), Muliari dan Setiawan (2010), dan Santi (2012) mengenai sanksi perpajakan menunjukkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak. Semakin tinggi atau beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu, sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan formal wajib pajak.

Gambar

Tabel 3.1  Definisi Operasional
Tabel 4.12  Hasil Uji Validitas
Tabel 4.13  Hasil Uji Reliabilitas
Gambar 4.1  Normal P-plot
+5

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam Konsep Standar Pemeriksaan Keuangan Negara pada bab Standar Pekerjaan Lapangan Pemeriksaan Keuangan mengenai Pengendalian Intern disebutkan bahwa sistem infomasi yang

Dari proses wawancara yang dilakukan peneliti, keseluruhan jawaban yang di dapatkan peneliti dari informan mengerucut pada satu titik yaitu faktor kebiasaan setelah perkuliahan

Pasific Harvest, tiap langkah dari proses produksi akan dianalisa dengan menggunakan tabel, yang meliputi analisa bagian biologi, fisik, kimia dari tiap langkah pembuatan

Skripsi ini membahas tentang Pandangan Hakim Terhadap Perbandingan Pembagian Harta Warisan Antara Fikih Mawaris Dengan Kompilasi Hukum Islam di Kabupaten Wajo (Studi

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh keberadaan BRT terhadap minat masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perjalanan di Kota Makassar, ditemukan bahwa dari lima faktor yaitu

Perbandingannya adalah antara volume langkah dan ruang bakar (V d +V c ) yaitu pada posisi piston di TMB, dengan volume ruang bakar (V c ) yaitu pada posisi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu komposisi media yang optimal bagi pertumbuhan embrio serta planlet jeruk Siam Kintamani pada perbanyakan melalui

Dasar pemikiran Calvin tentang gereja tidak kelihatan dan gereja kelihatan sangat dipengaruhi oleh konsep eskhatologi yang berpusat kepada Yesus Kristus, karena Yesus adalah