• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Potensi Kebangkrutan Perusahaan Menggunakan Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Sektor Property & Real Estate yang Terdaftar di BEI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Potensi Kebangkrutan Perusahaan Menggunakan Metode Altman Z-Score pada Perusahaan Sektor Property & Real Estate yang Terdaftar di BEI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Potensi Kebangkrutan Perusahaan Menggunakan Metode Altman

Z-Score

pada Perusahaan Sektor

Property

&

Real Estate

yang Terdaftar di BEI

(Analysis of Bankruptcy Potential Using Altman Z-Score Method in Property & Real

Estate Sector Companies Listed in IDX)

Damara Krishnatama*, Septarina Prita, Sudarno

Jurusan Akuntasi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember (UNEJ) Jln. Kalimantan 37, Jember 68121

E-mail: damara.krishna@yahoo.com

Abstrak

Altman Z-Score merupakan medote yang digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Z-Score diklaim mampu mendeteksi kebangkrutan perusahaan dengan tingkat akurasi yang tinggi dan metode ini ternyata juga sangat populer digunakan. Altman menggunakan perhitungan melalui 5 rasio keuangan yang ada dalam formula, yaitu Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, Market Value of Equity to Book Value of Debt dan Sales to Total Assets. Atas pertimbangan kriteria pemilihan obyek yang telah ditentukan, peneliti melakukan penelitian terhadap 11 perusahaan sektor Property & Real Estate yang listing di Bursa Efek Indonesia. Metode ini menggolongkan kondisi suatu perusahaan ke dalam 3 golongan, yaitu krisis, grey area dan sehat. Adapun hasil dari penelitian ini yang telah dilakukan pada 11 perusahaan adalah terdapat 3 perusahaan dengan kondisi krisis, 4 perusahaan dengan kondisi grey area, dan 4 perusahaan dengan kondisi sehat. Dengan demikian, diharapkan bagi perusahaan yang berada pada kondisi krisis dan grey area agar lebih koreksi dan dapat membenahi permasalahan yang ada guna mencapai kelangsungan hidup perusahan yang lebih sehat kedepannya.

Kata kunci : Altman Z-Score, Kebangkrutan, Laporan Keuagan, Property & Real Estate, Bursa Efek Indonesia (BEI).

Abstract

Altman Z-Score is a method used to analyze the potential bankruptcy of a company. Z-Score is claimed to be able to detect corporate bankruptcy with a high degree of accuracy and this method was also very popularly used. Altman uses calculations through the five financial ratios in the formula, namely Net Working Capital to Total Assets, Retained Earning to Total Assets, Earning Before Interest and Taxes to Total Assets, Market Value of Equity to Book Value of Debt and Sales to Total Assets. On the consideration of the criteria for the selection of the object that has been determined, the researcher conducts research on 11 companies of Property & Real Estate sector listing on Indonesia Stock Exchange. This method classifies the condition of a company into 3 groups, namely crisis, gray area and healthy. The results of this study that has been done on 11 companies are 3 companies with crisis conditions, 4 companies with gray area conditions, and 4 companies with healthy conditions. Thus, it is expected for companies that are in crisis and gray area conditions to be more correction and can fix the existing problems in order to achieve the viability of a healthier company going forward.

Keywords: Altman Z-Score, Bankruptcy, Financial Report, Property & Real Estate, Indonesia Stock Exchange (IDX).

Pendahuluan

Kebangkrutan merupakan kondisi dimana perusahaan mengalami kegagalan dalam beroperasi, menyebabkan ketidakmampuan membiayai operasionalnya secara normal dan ketidakmampuan membayar berbagai kewajiban mereka. Kebangkrutan pada umumnya disebabkan oleh kegagalan keuangan atau financial distress, dimana perusahaan tidak dapat mengelolah keuangannya dengan baik. Setiap perusahaan memiliki kewajiban untuk dapat menjalankan operasinya dengan baik dengan strategi yang tepat agar dapat menjaga keberlangsungan hidupnya.

Perusahaan merupakan salah satu pelaku dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan satu dengan lainnya akan saling bersaing untuk menjadi yang terbaik. Perusahaan yang bereputasi baik dan sudah go public umumnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hingga saat ini sudah banyak perusahaan yang listing atau namanya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut catatan Bursa Efek Indonesia

(BEI), hingga tahun 2017 terdapat 491 perusahaan yang telah

listing di BEI.

Perusahaan merupakan salah satu pelaku dalam perekonomian Indonesia. Perusahaan satu dengan lainnya akan saling bersaing untuk menjadi yang terbaik. Perusahaan yang bereputasi baik dan sudah go public umumnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hingga saat ini sudah banyak perusahaan yang listing atau namanya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga tahun 2017 terdapat 491 perusahaan yang telah

listing di BEI.

Indonesia dalam menjalankan perekonomiannya tidak selalu berjalan dengan mulus, dengan adanya kegagalan perusahaan dalam beroperasi menjadikan salah satu penyebab perekonomian tidak stabil. Jika perusahaan yang cukup baik akan listing di BEI, maka perusahaan yang mengalami kegagalan akan delisting atau pencatatan namanya dihapus dari BEI. Perusahaan delisting karena berbagai pertimbangan, antara lain perusahaan mengalami pembubaran, merger * Corresponding author

(2)

dengan perusahaan lain, dan yang paling umum adalah terkena financial distress sehingga menyebabkan kebangkrutan perusahaan.

Berdasarkan data 5 tahun terakhir, peneliti mencoba mengumpulkan informasi terkait perusahaan-perusahaan yang mengalami financial distress yang mengakibatkan delisting dari BEI. Peneliti juga menyertakan tahun berjalan 2017 sebagai data ter-update, meskipun tahun 2017 belum berakhir sepenuhnya. Berikut daftar perusahaan yang di

delisting dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat dari tabel dibawah ini.

Tabel 1. Daftar Perusahaan Delisting dalam 5 Tahun Terakhir (2011-2017) Sektor 201 1 201 2 201 3 201 4 201 5 201 6 201 7 Tot al Property & real estate 1 1 1 2 5 Makanan & minuman 1 1 2 Bank 1 1 Tekstil dan garmen 1 1 2 Tambang & batubara 1 1 Advertising, printing, media 1 1 Lembaga pembiayaan 1 1 Perdagangan barang produksi 1 1 2 Pulp & kertas 1 1 Pakan ternak 1 1 Kontruksi non bangunan 1 1 Alas kaki 1 1 Plastik & kemasan 1 1 Hotel & pariwisata 1 1 Perdagangan eceran 1 1

Sumber : www.sahamok.com, data diolah lebih lanjut oleh peneliti (2017)

Berdasarkan pengamatan tabel di atas, menunjukkan bahwa sektor property & real estate memiliki jumlah perusahaan yang paling banyak di delisting oleh BEI, yaitu sebanyak 5 perusahaan hingga tahun berjalan 2017 ini. Adapun rincian penyebab perusahaan property & real estate yang delisting di setiap tahunnya, yaitu terkena financial distress di

perusahaan New Century Development (tahun 2012), perusahaan Suryainti Permata (tahun 2013), perusahaan Panca Wirasakti (tahun 2013) dan merger perusahaan Ciputra Surya & Ciputra Properti (tahun 2017) karena tidak efisiensinya kegiatan operasional. Dengan pertimbangan yang telah diuraikan, peneliti akhirnya menetapkan obyek perusahaan yang berada pada sektor property & real estate.

Perusahaan dalam menjalankan operasinya tidak serta merta hanya menjalankan operasinya saja dengan strategi yang baik, melainkan perusahaan juga harus memikirkan dampak buruk dari strateginya dengan harus selalu mewaspadai adanya potensi kebangkrutan sedini mungkin. Resiko kebangkrutan bagi perusahaan dapat dilihat dan diukur melalui laporan keuangan, dengan cara melakukan analisis rasio terhadap laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang bersangkutan (Sondakh, Murni & Mandagie, 2014:2). Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan. Dengan informasi dari laporan keuangan dapat dilakukan analisis potensi kebangkrutan yang dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan kedepannya.

Berbagai analisis telah dilakukan oleh banyak peneliti untuk memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan di masa depan. Terdapat 3 metode analisis dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan, yaitu Zmijewski, Altman Z-score, dan Springate. Fitriyanti dan Yunita (2014) pernah melakukan penelitian menggunakan 3 metode analisis tersebut, hasil analisis yang diperoleh adalah metode Altman

Z-score merupakan metode analisis yang memiliki tingkat akurasi paling tinggi dan paling tepat untuk digunakan. Altman Z-score bekerja secara kompleks dengan berfokus pada lima rasio keuangan yang ada yaitu Modal Kerja terhadap Total Aktiva, Saldo Laba terhadap Total Aktiva, EBIT terhadap Total Aktiva, Nilai Pasar Ekuitas terhadap Total Hutang, dan Penjualan terhadap Total Aktiva. Rasio-rasio tersebut menghubungkan antara satu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Metode ini juga memiliki titik cut off yang dapat mengkategorikan perusahaan pada 3 zona. Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, peneliti mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan “Apakah perusahaan sektor property & real estate yang terdaftar di BEI tahun 2016 berpotensi mengalami kebangkrutan di masa akan datang berdasarkan analisis metode Altman Z-Score ?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi potensi kebangkrutan pada perusahaan sektor property & real estate

yang terdaftar di BEI tahun 2016 berdasarkan analisis laporan keuangan dengan menggunakan metode Altman Z-Score.

Metode

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut.

(3)

Retained earnings total asset

Market value of equity book value of total debts

Sales total asset Earnings before interest and taxes

total asset

Net working

capital

total asset

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah laporan keuangan perusahaan sektor property & real estate yang terdaftar di BEI tahun 2016.

Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang berada pada sektor property & real estate yang terdaftar di BEI. Dari keseluruhan populasi, pemilihan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling.

Pada penelitian ini terdapat jumlah populasi dari perusahaan sektor property & real estate sebanyak 47 perusahaan. Dari total tersebut terbagi menjadi 4 kawasan, yaitu Daerah Ibu Kota Jakarta (36), Jawa Barat (7), Jawa Timur (3) dan Sulawesi Selatan (1). Lalu berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan peneliti melalui sejarah perusahaan property & real estate yang delisting dari BEI selama 5 tahun terakhir, didapat kesimpulan bahwa sebagian besar perusahaan

property & real estate yang delisting berlokasi di luar Jakarta, dengan rincian sebagai berikut :

Tabel 2. Perusahaan Property & Real Estate yang delisting (2011-2017)

Nama Perusahaan Tahun

Delisti ng

Lokasi Penyebab

New Century Develop

Tbk 2011 Surabaya Financial Distress

Suryainti Permata Tbk 20112 Surabay

a Financial Distress

Panca Wirasakti Tbk 2013 Tangera

ng Financial Distress

Ciputra Property Tbk 2017 Jakarta Merger

Ciputra Surya Tbk 2017 Jakarta Merger Sumber : www.sahamok.com, data diolah lebih lanjut oleh peneliti (2017)

Berdasarkan tabel diatas, maka peneliti memutuskan mengambil obyek penelitian pada perusahaan property & real estate yang berada diluar daerah Jakarta, karena dianggap berpotensi bangkrut. Jumlah perusahaan property & real estate di luar daerah Jakarta berjumlah 11 perusahaan.

Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Altman Z-Score. Metode Altman Z-Score digunakan untuk menganalisis potensi kebangkrutan perusahaan melalui laporan keuangan perusahaan, dengan menggunakan 5 rasio keuangan yang ada pada formula Altman Z-Score.

Hasil dan Pembahasan

Hasil Analisis Deskriptif

Metode Altman Z-Score yang digunakan pada penelitian ini memiliki formula :

Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5 Dimana dalam formula ini yang menjadi rasio dalam model Altman Z-Score, yaitu:

1. X1 adalah Net Working Capital to Total Assets.

X1=

2. X2 adalah Retained Earning to Total Assets.

X2=

3.

X3 adalah Earning Before Interest and Taxes to Total Assets.

X3=

4. X4 adalah Market Value of Equity to Book Value of Debt.

X4=

5.

X5 adalah Sales to Total Assets.

X5=

Hasil perhitungan nilai Z-Score bisa dijelaskan sebagai berikut:

1. Jika nilai Z > 2,99 maka Perusahaan tidak mengalami masalah dengan kondisi keuangan.

2. Jika 1,81 < Z < 2,99 maka Perusahaan akan mengalami permasalahan keuangan jika tidak melakukan perbaikan yang berarti dalam manajemen (grey area).

3. Jika Z < 1,81 maka Perusahaan mengalami masalah keuangan yang serius.

4. Mengevaluasi dan menyimpulkan hasil perhitungan Altman Z-Score untuk setiap perusahaan.

Untuk obyek penelitian, terdapat 11 perusahaan sektor

property & real estate yang menjadi obyek dalam penelitian dengan rincian nama dan kode sebagai berikut :

Tabel 3. Daftar Perusahaan Sektor Property & Real Estate

No. Nama Perusahaan Kode

1 Bekasi Asri Pemula Tbk BAPA

2 Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk BEST

3 PT Binakarya Jaya Abadi Tbk BIKA

(4)

5 Bumi Serpong Damai Tbk BSDE 6 Gowa Makassar Tourism Development Tbk GMTD

7 Jaya Real Property Tbk JRPT

8 Lamicitra Nusantara Tbk LAMI

9 Lippo Cikarang Tbk LPCK

10 Lippo Karawaci Tbk LPKR

11 Pakuwon Jati Tbk PWON

Sumber: data sekunder, 2017.

Setelah itu akan dilakukan perhitungan terhadap 5 rasio Altman Z-Score pada 11 perusahaan, berikut hasil dari perhitungan 5 rasio Altman Z-Score pada 11 perusahaan: Tabel 4. Hasil Perhitungan Altman Z-Score pada 11

Perusahaan Sektor Property & Real Estate

No . Perusahaan Rasio X1 Rasio X2 Rasio X3 Rasio X4 Rasio X5 1 BAPA 0,40 0,24 0,01 0,46 0,19 2 BEST 0,25 0,42 0,07 1,35 0,16 3 BIKA 0,44 0,06 -0,03 0,16 0,26 4 BKDP -0,24 -0,27 -0,04 2,14 0,07 5 BSDE 0,28 0,32 0,05 2,42 0,17 6 GMTD 0,06 0,47 0,07 1,2 0,24 7 JRPT -0,01 0,47 0,12 3,36 0,28 8 LAMI 0,43 0,46 0,03 5,02 0,15 9 LPCK 0,65 0,66 0,1 2,49 0,27 10 LPKR 0,67 0,17 0,03 0,09 0,23 11 PWON 0,07 0,34 0,08 2,82 0,23 Rata-rata 0,27 0,31 0,05 1,96 0,2

Sumber : data diolah peneliti, 2017.

Setelah melakukan perhitungan secara sistematis dari 5 rasio Altman Z-Score pada 11 perusahaan property & real estate

yang terdaftar di BEI periode 2016, dilakukan perhitungan Altman Z-Score. Adapun hasil perhitungan Altman Z-Score pada 11 perusahaan property & real estate yang terdaftar di BEI periode 2016 sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Perhitungan Altman Z-Score pada 11 Perusahaan Sektor Property & Real Estate

No . Perusahaan 1,2X1 1,4X2 3,3X3 0,6X4 1,0X5 Z 1 BAPA 0,48 0,34 0,03 0,28 0,19 1,3 2 2 BEST 0,3 0,59 0,20 0,81 0,16 2,0 6 3 BIKA 0,53 0,08 -0,10 0,10 0,26 0,8 7 4 BKDP -0,29 -0,38 -0,13 1,28 0,07 0,5 6 5 BSDE 0,34 0,45 0,17 1,45 0,17 2,5 7 6 GMTD 0,07 0,66 0,23 0,72 0,24 1,9 2 7 JRPT -0,01 0,66 0,40 2,02 0,28 3,3 4 8 LAMI 0,52 0,64 0,10 3,01 0,15 4,4 2 9 LPCK 0,77 0,92 0,33 1,49 0,27 3,7 9 10 LPKR 0,80 0,24 0,10 0,05 0,23 1,4 3 11 PWON 0,08 0,48 0,26 1,69 0,23 2,7 5 Rata-rata 0,33 0,43 0,14 1,17 0,20 2,2 7

Sumber : lampiran data diolah, 2017

Pembahasan

Setelah dilakukan perhitungan dengan formula Altman Z-Score, maka diperoleh nilai Z yang merupakan hasil akhir dari analisis potensi kebangkrutan pada 11 perusahaan

property & real estate yang terdaftar di BEI periode 2016. Dengan hasil perhitungan nilai Z-Score tersebut, selanjutnya tiap perusahaan akan digolongkan ke dalam 3 kategori, yaitu krisis, grey area dan sehat.

Jika nilai Z<1,81 maka perusahaan mengalami masalah keuangan dan dikategorikan sebagai perusahaan yang krisis, jika nilai 1,81<Z<2,99 maka perusahaan berada di tengah-tengah kondisi krisis dan sehat (grey area) dan jika nilai Z>2,99 maka perusahaan berada dalam kondisi yang sehat. Berikut penggolongan perusahaan jika dilihat dari nilai Altman Z-Score yang dihasilkan:

Tabel 6. Analisis Potensi Kebangkrutan pada 11 Perusahaan Sektor Property & Real Estate dengan Altman Z-Score

No. Perusahaan Nilai

Z

Kategori 1 Bekasi Asri Pemula Tbk 1,32 krisis 2 Bekasi Fajar Industrial Estate

Tbk 2,06 rey area

3 PT Binakarya Jaya Abadi Tbk 0,87 krisis 4 Bukit Darmo Property Tbk 0,56 krisis 5 Bumi Serpong Damai Tbk 2,57 grey area

6 Gowa Makassar Tourism

Development Tbk 1,92 grey area

7 Jaya Real Property Tbk 3,34 sehat

8 Lamicitra Nusantara Tbk 4,42 sehat

9 Lippo Cikarang Tbk 3,79 sehat

10 Lippo Karawaci Tbk 1,43 krisis

11 Pakuwon Jati Tbk 2,75 grey area

(5)

Berdasarkan hasil analisis di atas, kondisi perusahaan yang mengalami kondisi krisis dideskripsikan sebagai berikut: 1. Bekasi Asri Pemula Tbk (BAPA)

Dari hasil analisis potensi kebangkrutan yang dilakukan dengan Altman Z-Score, didapatkan hasil bahwa perusahaan ini termasuk dalam kategori perusahaan krisis atau mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berpotensi bangkrut. Jika dianalisis dengan melihat rasio-rasio Altman

Z-Score, perusahaan ini memiliki nilai yang rendah pada rasio X2, X3 dan X4. Perusahaan ini memiliki nilai rasio X2 sebesar 0,34 dengan rata-rata 0,43, nilai rasio X3 sebesar 0,03 dengan rata-rata 0,14 dan nilai rasio X4 sebesar 0,28 dengan rata-rata 1,17. Pada rasio X2, berdasarkan informasi pada laporan keuangan perusahaan hanya memiliki saldo laba sebesar Rp 44.371.049.038, sedangkan total asetnya sebesar Rp 179.260.878.116. Lalu pada rasio X3, perusahaan ini juga hanya memiliki EBIT yang kecil, yaitu hanya sebesar Rp 1.961.065.401. Sedangkan pada rasio X4, perusahaan ini memiliki nilai rasio X4 yang rendah dikarenakan rendahnya nilai pasar ekuitas dan tingginya nilai buku utang yang dimilikinya. Nilai pasar ekuitas perusahaan hanya sebesar Rp 33.089.226.000, sedangkan nilai buku utang sebesar Rp 72.040.603.450. Nilai pasar ekuitas perusahaan ini hanya memiliki harga saham per lembar sebesar Rp 50 saja dengan saham yang beredar 661.784.520 lembar. Sedangkan pada nilai buku utang, yang membuat perusahaan ini memiliki utang cukup tinggi adalah besarnya utang pada bank, yaitu mencapai Rp 22.602.666.668.

2. PT Binakarya Jaya Abadi Tbk (BIKA)

Berdasarkan hasil analisis Altman Z-Score, perusahaan ini termasuk dalam kategori perusahaan krisis atau mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berpotensi bangkrut. Perusahaan ini memiliki nilai skor Z sebesar 0,87. Jika dilihat dari nilai-nilai rasio yang ada, perusahaan ini memiliki nilai rasio X2, X3 dan X4 yang sangat rendah, bahkan rasio X3 bernilai negatif. Perusahaan ini memiliki nilai rasio X2 sebesar 0,08 dengan rata-rata 0,43, rasio X3 sebesar -0,10 dengan rata 0,14 dan rasio X4 sebesar 0,10 dengan rata-rata 1,17. Pada rasio X2, perusahaan ini memiliki saldo laba yang kecil dan total aset yang jauh lebih besar, sehingga menghasilkan nilai X2 kecil. Saldo laba perusahaan ini sebesar Rp 143.510.144.685 dan total asetnya adalah Rp 2.400.682.388.179. Sedangkan pada rasio X3, perusahaan ini memiliki nilai X3 yang kecil dikarenakan memiliki EBIT yang bernilai negatif, yaitu -Rp 77.013.307.787. Perusahaan ini memiliki beban-beban usaha yang cukup besar yaitu mencapai Rp 100.002.931.039, sedangkan laba usahanya sendiri hanya sebesar Rp 22.989.623.252. Lalu pada rasio X4, perusahaan ini memiliki nilai rasio X4 yang kecil karena memiliki nilau buku utang yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 1.731.221.077.695, sedangkan nilai pasar ekuitasnya sendiri hanya sebesar Rp 278.371.600.000. Penyebab perusahaan ini memiliki nilai buku utang yang besar karena perusahaan ini memiliki utang kepada pihak ketiga sebesar Rp 360.351.609.329 pada liabilitas jangka pendeknya dan utang kepada bank yang mencapai Rp 950.149.310.960 pada liabilitas jangka panjangnya.

3. Bukit Darmo Property Tbk (BKDP)

Perusahaan ini masuk dalam kondisi perusahaan krisis atau mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berpotensi

bangkrut. Perusahaan ini memiliki nilai skor Z sebesar 0,56. Perusahaan ini adalah perusahaan yang memiliki kondisi paling parah jika dibandingkan dengan 10 perusahaan lainnya. Dari 5 rasio yang ada, perusahaan ini memiliki nilai yang sangat rendah di 4 rasio yaitu rasio X1, X2, X3 dan X5. Sedangkan rasio X4 nilainya sudah cukup baik. Perusahaan ini memiliki nilai rasio X1 sebesar -0,29 dengan rata-rata 0,32, rasio X2 sebesar -0,38 dengan rata-rata 0,43, rasio X3 sebesar -0,13 dengan rata-rata 0,14 dan rasio X5 sebesar 0,07 dengan rata-rata 0,20. Pada rasio X1, perusahaan ini memiliki modal kerja yang bernilai negatif yaitu -Rp 188.115.464.942. Perusahaan ini hanya memiliki aset lancar sebesar Rp 49.322.341.025 dan memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar yaitu Rp 237.437.805.967. Pada rasio X2, perusahaan ini juga memiliki saldo laba yang bernilai negatif yaitu -Rp 211.955.472.235. Pada rasio X3, lagi-lagi perusahaan ini hanya memiliki nilai EBIT yang negatif yaitu -Rp 28.948.289.175. Lalu pada rasio X5, perusahaan ini memiliki nilai penjualan yang rendah yaitu Rp 52.413.771.234, sedangkan total asetnya sebesar Rp 785.095.652.150. Berdasarkan informasi pada laporan keuangan, perusahaan ini mengalami kerugian penjualan, Hal ini disebabkan penjualan properti yang mengalami penurunan akibat dari melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kondisi ini menimbulkan kesangsian substansial mengenai kemampuan Perusahaan untuk melanjutkan usahanya secara berkelanjutan.

4. Lippo Karawaci Tbk (LPKR)

Berdasarkan analisis Altman Z-Score, perusahaan ini termasuk dalam kategori perusahaan krisis atau mengalami kesulitan keuangan yang serius dan berpotensi bangkrut. Perusahaan ini memiliki nilai skor Z sebesar 1,43. Jika dilihat dari nilai-nilai rasio yang ada, kondisi kriris tersebut dapat terjadi karena perusahaan ini memiliki nilai rasio X2, X3 dan X4 yang kecil. Bahkan, nilai rasio X4 perusahaan ini sangat kecil dan merupakan yang terkecil diantara seluruh perusahaan yang ada. Rasio X4 perushaan ini hanya bernilai 0,05 dengan rata-rata dari seluruh perusahaan adalah 1,17. Rasio X4, perusahaan ini memiliki nilai buku utang yang sangat besar, yaitu mencapai Rp 23.528.544.000.000. Jika diamati, perusahaan ini memiliki total aset sebesar Rp 45.603.683.000.000 dan besar utang perusahaan ini sendiri sudah mencapai setengah lebih dari nilai total asetnya. Dapat dilihat penyebab besarnya nilai buku utang perusahaan ini karena perusahaan ini memiliki utang obligasi yang besarnya mencapai Rp 10.686.105.000.000. Perusahaan melakukan beberapa pendanaan dengan utang obligasi untuk mendukung bisnis Grup. Lalu pada sisi rasio X3 hanya memiliki EBIT sebesar Rp 1.557.747.000.000, sedangkan total asetnya sebesar Rp 45.603.683.000.000. Hal tersebut juga mengakibatkan penentuan saldo laba pada rasio X2 menjadi kecil, yaitu sebesar Rp 7.945.093.000.000. Jika dilihat dari perbandingan laba dan penetapan saldo laba yang dimiliki perusahaan ini berbanding jauh dengan besar total asetnya, sehingga hal mengakibatkan nilai rasio X2 dan X3 menjadi kecil. Peneliti juga mencari informasi yang melatar belakangi kondisi sebenarnya pada perusahaan ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berita, menyebutkan bahwa berdasarkan laporan keuangan yang dirilis Lippo Karawaci, Selasa (3/3/2016), laba bersih tahun berjalan yang diatribusikan untuk entitas induk mencapai Rp 535,36 miliar, turun 79% dibandingkan dengan realisasi sepanjang 2014

(6)

sebanyak Rp 2,55 triliun. Laporan keuangan menunjukkan, pendapatan Lippo Karawaci turun 23,5% menjadi Rp 8,91 triliun. Pos pendapatan lain-lain juga anjlok 59% menjadi Rp240 miliar. Di sisi lain, beban perusahaan berkode emiten LPKR itu mencatat kenaikan signifikan. Pos beban lainnya naik 326% menjadi Rp 270 miliar. Presiden Direktur Lippo Karawaci, Ketut Budi Widjaja, sebelumnya mengatakan indusri properti tahun lalu memang mengalami banyak tekanan sehingga realisasi marketing sales di bawah ekspektasi. Sedangkan pada sisi saham, saham Lippo Karawaci Anjlok 9,55% dari awal tahun 2016 hingga 31 Desember 2016. (http://market.bisnis.com, 2017)

Simpulan

Berdasarkan perhitungan rasio-rasio Altman Z-Score dan juga analisis kebangkrutan perusahaan menggunakan metode Altman Z-Score yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan yang berada pada kondisi krisis adalah Bekasi Asri Pemula Tbk (BAPA), PT Binakarya Jaya Abadi Tbk (BIKA), Bukit Darmo Property Tbk (BKDP), Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) dan Lippo Karawaci Tbk (LPKR).

Lalu untuk perusahaan yang berada pada kondisi grey area adalah Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dan Pakuwon Jati Tbk (PWON).

Sedangkan perusahaan yang berada pada kondisi sehat adalah Jaya Real Property Tbk (JRPT), Lamicitra Nusantara Tbk (LAMI) dan Lippo Cikarang Tbk (LPCK).

Referensi

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Harahap, S. S. 2010. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Persada

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Kamaludin. 2011. Manajemen Keuangan, Konsep Dasar dan Penerapannya. Bandung: Maju Mundur.

Setyawan, D. A. 2013. Data dan Metode Pengumpulan Data Penelitian. Surakarta: Jurusan Akupuntur Poltekkes Kemenkes.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).

Bandung: Alfabeta.

Toto, P. 2011. Analisis Laporan Keuangan Teori dan Aplikasi. PPM. Jakarta.

Dewi, Rafika sari. 2012. Analisis Penggunaan Z-Score Altman dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Textil dan Garmen di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Jember: Universitas Jember. Fitriyanti, E. D. dan I. Yunita. 2014. Penggunaan Model Zmijewski, Altman

Z-Score dan Springate untuk Memprediksi Kebangkrutan pada Sektor

Property & Real Estate yang Terdaftar di BEI Tahun 2011 2013. Jurnal : Vol.2, No.2 Agustus 2015. Bandung: Universitas Telkom.

Irfan, M. 2014. Analisis Financial Distress dengan Pendekatan Altman

Z-Score untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Telekomunikasi. Jurnal : Vol. 3 No. 1. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya.

Maith, Hendry Andres. 2013. Analisis Laporan Keuangan dalam Mengukur Kinerja Keuangan pada PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.

Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen dan Bisnis dan Akuntansi 1 (3). Universitas Sam Ratulangi Manado.

Meita, E. W. F. 2015. Analisis Penggunaan Metode Altman, Springate, dan Zmijewski dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Batubara Periode 2012-2014. Jurnal Vol: 3 No 3. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Peter dan Yoseph. 2011. Analisis Kebangkrutan dengan Metode Z Score

Altman, Springate dan Zmijewski pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005 – 2009. Jurnal: Nomor 04 Tahun ke-2 Januari April. Universitas Kristen Maranatha.

Safitra, B. A., Kertahadi. dan S. R. Handayani. 2012. Analisis Metode Altman (z-score) Sebagai Alat Evaluasi Guna Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan (Studi pada Industri Rokok yang Terdaftar di BEI Periode 2007 - 2011). Jurnal: Administrasi Bisnis 4 (1). Malang: Universitas Brawijaya.

Septiningsih, Dwi. 2011. Analisis Perbankan Tingkat Kesehatan Perusahaan Menggunakan Metode Altman Z- score dan Analisis Rasio Keuangan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Gambar

Tabel 1. Daftar Perusahaan Delisting dalam 5 Tahun Terakhir  (2011-2017) Sektor 201 1 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Total Property   &amp;  real estate 1 1 1 2 5 Makanan   &amp;  minuman 1 1 2 Bank 1 1 Tekstil   dan  garmen 1 1 2 Tambang   &amp;  batubara
Tabel 2. Perusahaan Property &amp; Real Estate yang delisting  (2011-2017)
Tabel 6. Analisis Potensi Kebangkrutan pada 11 Perusahaan  Sektor  Property &amp; Real Estate  dengan  Altman

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan variabel yang tidak signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan di Kampung Tambak Lorok yakni persepsi pembangunan infrastruktur, jumlah anggota keluarga dan

Data yang diperoleh diatas kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan Rapid Upper Limb Assessment (RULA) dan Rapid Entire Body Assessment (REBA) maka di dapat hasil berupa

Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan kecepatan udara pengering 1,25 m/s dan temperatur udara pengering 43 o C - 60 o C. Setiap 5 menit proses pengeringan

Banyuasin Tahun Anggaran 2015, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung Nomor. 07.01/PP.I/Disbun-05/2015 Tanggal 03 September 2015 dan Surat

1). Ia yakin bahwa tata surya terbentuk dari ondensasi awan panas atau kabut gas yang sangat panas. Pada proses kondensasi tersebut sebagian terpisah dan merupakan cincin

Teori kabut ini telah dipercaya orang selama kira-kira 100 tahun, tetapi sekarang telah benyak ditinggalkan karena: (1) tidak mampu memberikan jawaban-jawaban

Makalah ini menguraikan tentang aplikasi SCADA menggunakan jaringan nirkabel 2.4 Ghz dalam pengendalian dan pemantauan peralatan proses di fasilitas penyimpanan bahan

Penelitian ini berjudul “Peranan Waduk Sempor Dalam Bidang Sosial Ekonomi Bagi Masyarakat Desa Sempor Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Tahun 1978-2013”.. Tujuan