• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Pemuka Agama (Kognisi, Afeksi, Konasi), Sumber Daya Manusia Pemuka Agama, Regulasi, Sikap Birokrat/ Aparatur Pemerintah, Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri No. 9/8 Tahun 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemahaman Pemuka Agama (Kognisi, Afeksi, Konasi), Sumber Daya Manusia Pemuka Agama, Regulasi, Sikap Birokrat/ Aparatur Pemerintah, Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri No. 9/8 Tahun 2006"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

117

PEMAHAMAN PEMUKA AGAMA (KOGNISI, AFEKSI, KONASI),

SUMBER DAYA MANUSIA PEMUKA AGAMA, REGULASI, SIKAP

BIROKRAT/ APARATUR PEMERINTAH, IMPLEMENTASI

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM

NEGERI NO. 9/8 TAHUN 2006

Elfiandri

1)

, Perdamaian

2)

, Febri Rahmi

3)

1) 2) Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Suska Riau, Jl. HR Soebrantas Km 15 Simpangbaru, Tampan, Pekanbaru 28293

Email: ibalzidan@yahoo.com

Abstrak

Berbagai pemicu konflik agama yang terjadi selama ini bukan saja didalangi oleh persepsi umat, tetapi terkadang lebih disebabkan sikap dan perilaku pemuka agama yang tidak terbuka terhadap agama lain. Kesalahan pemahaman, regulasi dan sikap dari birokrat/ aparatur pemerintah terhadap peraturan bersama menteri agama dan menteri dalam negeri (PBM) nomor 9/8 tahun 2006 dalam pembinaan kerukunan umat beragama dapat mendorong munculnya potensi konflik sosial antar dan inter umat beragama. Penelitian ini bertujuan pertama untuk mengetahui pemahaman pemuka Agama terhadap PBM Nomor : 9/8 Tahun 2006 tentang kerukunan Antar Umat beragama. Kedua untuk mengetahui pengaruh Sumber Daya Manusia Pemuka Agama, Regulasi dan Sikap Birokrat/ Aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan PBM Nomor : 9/8 tahun 2006. Sampel penelitian adalah pemuka agama dari 5 agama sebagai berikut Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha yang ada di kota Pekanbaru, propinsi Riau. Penelitian ini menggunakan data primer, dan teknik purposive sampling untuk pengambilan datanya. Metode analisis data yang digunakan adalah pertama metode korelasi untuk menjawab permasalahan pertama. Sementara itu untuk menjawab permasalahan kedua digunakan metode regresi linier berganda. Berdasarkan hasil penelitian untuk hipotesis pertama yaitu pemahaman pemuka agama (kognisi, afeksi dan psikomotorik) berkorelasi signifikan terhadap pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri (PBM) dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Sementara itu, hipotesis kedua menyatakan bahwa Sumber Daya Manusia pemuka agama, regulasi dan sikap aparatur pemerintah secara bersama-sama (F-test) berpengaruh terhadap implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Akan tetapi dari hasil uji t dinyatakan bahwa implementasi PBM dipengaruhi oleh regulasi dan sikap aparatur pemerintah.

Kata kunci: Pemahaman pemuka agama (kognisi, afeksi, konasi), Sumber Daya Manusia Pemuka Agama, Regulasi, Sikap Birokrat/ Aparatur Pemerintah, Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri no. 9/8 tahun 2006

1. Pendahuluan

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan negara yang dihuni lebih kurang 360 etnis, dan ada lima agama yang diakui oleh Negara yaitu agama Islam,

kristen Protestan, Kristen Katholik, Budha, Hindu, Kongfu Chu. Sebagai Negara heterogen, interaksi sosial masyarakat sangat berpeluang terjadinya konflik, baik berlatar belakang ekonomi, suku dan budaya maupun Agama.

(2)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

118 Khusus bidang keagamaan, untuk membina hubungan antar umat beragama di Indonesia, pemerintah berusaha melakukan pembinaan terhadap umat beragama. Salah satunya melalui Peraturan bersama (PBM) menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 9/8 Tahun 2006, mengenai pembinaan kerukunan umat beragama di Indonesia. Dalam PBM Nomor : 9/8 Tahun 2006. Dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RepublikTahun 1945

Sementara itu pelaksana tugas pemeliharaan kerukunan umat beragama dijelaskan dalam Bab 2 pasal 3 dan 4 ayat 1, dibebankan kepada Gubernur untuk pemerintahan Provinsi, dan Walikota/ Bupati untuk pemerintahan Kota dan Kabupaten. Dalam ayat 2 ditambahkan dengan pembantu pelaksanaan tugas oleh Kepala Kantor Departemen Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Lebih lanjut, Peraturan bersama (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9/8 tahun 2006 juga mengatur perlunya keterlibatan masyarakat pemuka-pemuka agama dalam pemeliharaan serta pembinaan kerukunan antar umat beragama, melalui Forum kerukunan Umat beragama (FKUB). Keterlibatan pemeluk agama dengan system perwakilan diharapkan pembinaan kerukunan umat antar beragama dapat dilaksanakan sebagaimana diharapkan dalam PBM nomor : 9/8 tahun 2006 tersebut.

Pelaksanaan kerukunan umat beragama di Indonesia pernah mendapatkan pujian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disampaikan oleh utusan Sekjen PBB Jamsheed Marker yang datang ke Indonesia Maret 1997. Namun berbagai kasus hubungan antar dan inter umat

beragama masih menodai interaksi sosial umat beragama di Indonesia. Noda interaksi sosial antar dan inter umat beragama masih menimbulkan berbagai konflik sosial, baik yang dipicu oleh ajaran keagamaannya, maupun berkaitan dengan pendirian rumah ibadah, serta persepsi antar umat beragama dan lain sebagainya. Misalnya konflik umat inter agama kasus pendirikan Bangunan di Bogor, http://www.suarapembaruan.com/ home/kasus-gki-yasmin-bukan-konflik-antarumat-

beragama/ 10135, down load, 12 maret 2011 pukul 10.53 WIB.

Dipihak lain, Konflik Poso, ada fakta sejarah yang sangat menarik bahwa gerakan kerusuhan yg dimotori oleh umat Kristen dimulai pada awal Nopember 1998 di Ketapang Jakarta Pusat dan pertengahan Nopember 1998 di Kupang Nusa Tenggara Timur. Kemudian disusul dengan peristiwa penyerangan umat Kristen terhadap umat Islam di Wailete Ambon pada tanggal 13 Desember 1998. Sumber http://denaizzkakakecil.wordpress.

com/2009/11/10/ konflik-agama/ Down Load, 12 Maret 2012 pukul 10.12 WIB.

Dewasa ini, meskipun PBM nomor 9./8 Tahun 2006, tentang kerukunan hidup antar umat beragama telah tersosialisasi selama hampir lima tahun, akan tetapi berbagai hubungan antar umat beragama masih dinodai oleh berbagai konflik antar dan inter umat beragama. Konflik antar atau inter umat beragama tidak saja merusak interaksi sosial antar dan inter beragama saja, tapi juga menyerek dan sebagai pemicu muncul kerawanan interaksi sosial antara anak bangsa, bahkan konflik agama tidak hanya merusak interaksi sosial ansih tetapi juga akan mengganggu perekonomian masyarakat secara khusus dan Negara secara umum. Dengan adanya konflik agama, akan menimbulkan prasangka sosial antara anak bangsa, bermula dari rasa kecurigaan tersebut mendorong sikap bahkan perilaku tidak bersedia bekerjasama, serta hidup saling menolong, dan bertegur sapa.

Menelaah berbagai pemicu konflik agama, bukan selamanya didalangi oleh

(3)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

119 persepsi umat. Terkadang lebih disebabkan sikap dan perilaku pemuka agama yang tidak terbuka terhadap agama lain, dalam pengertian pemahaman keagamaan yang salah, atau bisa saja adanya lebih disebabkan oleh faktor pemahaman pemuka agama terhadap PBM nomor 9/8 Tahun 2006, tentang kerukunan umat beragama, atau penyebab regulasi atau kepribadian birokrat yang mendorong lahirnya sikap dan perilaku yang berpotensi memicu konflik sosial antar dan inter umat beragama.

Berawal dari berbagai kasus dan pertanyaan diatas, maka ditetapkanlah judul penelitian ini Pemahaman Pemuka Agama Terhadap PBM Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9/8 Tahun 2006 Tentang Kerukunan Antar Umat Beragama Dan Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Pembinaan Kerunan Antar Umat Beragama Di Pekanbaru – Riau.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penlitian ini adalah :

1. Bagaimana Pemahaman pemuka Agama terhadap PBM Nomor : 9/8 Tahun 2006 tentang Pembinaan kerukunan Antar Umat beragama di Pekanbaru Provinsi Riau? 2. Apakah ada Pengaruh Faktor Sumber

Daya Manusia (SDM) Pemuka Agama, Regulasi dan Sikap Birokrat/aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan PBM Nomor : 9/8 tahun 2006 tentang Pembinaan Kerukunan antar umat Bergama di Pekanbaru provinsi Riau? C. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pemahaman pemuka Agama terhadap PBM Nomor : 9/8 Tahun 2006 tentang kerukunan Antar Umat beragama di Pekanbaru Provinsi Riau 2. Untuk mengetahui pengaruh Faktor Sumber

Daya Manusia (SDM) Pemuka Agama, Regulasi dan Sikap Birokrat/aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan PBM Nomor : 9/8 tahun 2006 tentang Pembinaan

Kerukunan antar umat Beragama di kota Pekanbaru Provinsi Riau.

D. Manfaat penelitian.

Hasil dari Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk sebagai berikut :

1. Bahan Masukan Kepada Pemerintah Dalam Melakukan Evaluasi Pelaksanaan PBM Nomor : 9/8 Tahun 2006 Tentang Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia

2. Sebagai Bahan Bagi Pemerintahan Provinsi Dan Kabupaten/ Kota Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Wilayah Masing-Masing

3. Sebagai Bahan Masukan Bagi Pemuka Agama Dalam Melaksanakan Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama

E. Urgensi penelitian

Peraturan bersama Meteri Agama dan Dalam Negeri nomor : 9/8 Tahun 2006, tentang kerukunan umat beragama sudah berjalan selama lima tahun, namun berbagai konflik agama baik inter maupun antar umat beragama masih menodai interaksi sosial agama dalam masyarakat. Berbagai konflik sosial baik yang disebabkan faktor kesenjangan sosial, ekonomi, politik maupun faktor budaya dan bahkan faktor agama, telah merugikan masyarakat secara material dan juga secara spirituil bahkan jiwa manusia. Dalam skop yang lebih umum, berbagai konflik sosial dan agama juga telah memicu kerugian terhadap nilai-nilai kesatuan bangsa yaitu terganggunya interaksi sosial, dimana kekuatan sosial merupakan salah satu modal dalam membangun bangsa ini.

Menurut Jusuf Kalla, konflik suku dapat didamaikan secara adat, sedangkan konflik karena kepentingan politik bisa diatasi dengan memberi konsesi. Kedua konflik ini bisa selesai dengan cepat dan tidak menimbulkan bekas yang mendalam. Berbeda dengan konflik agama yang sangat sulit diatasi tanpa kesadaran yang timbul dari hati nurani kita para pemeluk agama. Konflik antar agama dapat meninggalkan bekas yang mendalam, dan tidak seorang pun dapat bersikap netral dalam mengatasi konflik tersebut.

(4)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

120 Menelaah berbagai konflik antar umat beragama, tidak selamanya dipicu oleh umat itu sendiri. Adapula konflik agama itu bermuara dari pemuka agama itu sendiri, bahkan ada juga diawali dari regulasi atau kebijakan pemerintah. Mengacu kepada hal diatas, maka penelitian ini dinilai sangat urgen untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemahaman pemuka agama terhadap PBM menteri agama dan dalam negeri nomor : 9/8 tahun 2006, tentang kerukunan umat beragama pada pelaksanaan pembinaan kerukunan umat beragama. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana faktor dari Sumber daya manusia pemuka agama, faktor Regulasi serta Sikap Birokrat atau aparatur pemerintah terhadap implementasi PMB dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Mengingat kerukunan umat beragama merupakan salah satu modal sosial dalam membangun interaksi sosial serta karakter bangsa, persoalan yang berkaitan dengan upaya pembinaan kerukunan umat beragama merupakan hal yang sangat urgen untuk diperhatikan baik dalam bentuk interaksi sosial umat beragama maupun regulasi yang berkaitan dengan pembinaan kerukunan umat beragama tersebut.

F. Kerangka Pikir Penelitian

Pemahaman atau pengetahuan terhadap konsep dan tujuan dari suatu program merupakan modal dasar untuk mencapai tujuan dari suatu program, sebab pemahaman atau pengetahuan yang rendah terhadap suatu tujuan akan mempengaruhi hasil yang hendak dicapai. Dalam konteks keagamaan, untuk mencapai tujuan yang baik mengenai kerukunan umat beragama, maka pemahaman atau pengetahuan para pemuka agama harus selalu diperhatikan, untuk melihat suatu pemahaman.

Menurut Wahyudin dkk (2006:30), perilaku dalam pemahaman itu dibagi kedalam tiga klasifikasi perilaku yaitu perilaku kognisi yang berkaitan dengan pengetahuan, kedua perilaku afeksi yang berkaitan dengan perasaan atau emosional, dan ketiga perilaku psikomotorik/ konatif yaitu berhubungan ranah

gerakan fisik. Disisi lain, terjadinya konflik agama sering dikatakan dipicu oleh pemahaman umat yang salah terhadap ajaran agama, sehingga kesalahan umat dalam pemahaman keagamaan mendorong sikap dan tindakan anarkis para pengikuat suatu agama,

Menurut Adat Supratno, berdasarkan fenomena yang ada, sebenarnya timbullah konflik antar umat beragama tersebut didorong oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor tradisi, yang ada sejak nenek moyang mereka.

2) Faktor kekerabatan antar suku bangsa, yang saling menonjolkan yang menimbulkan sengketa.

3) Faktor misi dakwah, yang harusnya menekankan aspek kemanusiaan dan pemberdayaan umat,malah menyimpang ke hal-hal yang radikal.

4) Faktor kerjasama antar tokoh agama, pemimpin adat dan aparat pemerintah yang jarang sekali berdialog.

5) Ada persepsi antar umat agama, bahwa perbedaan agama merupakan masalah yang tidak lazim dan harus diperdebatkan.

6) Adanya provokasi yang menimbulkan perpecahan, baik oleh masyarakat, tokoh dan pemimpin maupun pihak ketiga.

Dari berbagai faktor yang mendorong terjadinya konflik antar umat beragama menjelaskan bahwa tidak efektifnya PBM Menteri Agama dan menteri Dalam Negeri nomor 9/8 Tahun 2006, tentang kerukunan umat beragama lebih menekankan kepada faktor umat.

Dari beberapa penelitian sebelumnya belum menjelaskan bagaimana faktor pemahaman pemeluk agama terhadap PBM mempengaruhi implementasi pelaksnaan PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama, serta bagaimana pula faktor sumber daya manusia pemuka agama dan faktor regulasi yang keluarkan pemerintah serta faktor personality birokrasi atau aparatur Pemerintah memberi pengaruh terhadap implementasi pelaksanaan PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama.

(5)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

121 Berdasarkan beberapa hal diatas, maka dapatlah disusun kerangka berpikir dalam bentuk desain penelitian ini yang dibagi kepada dua Variabel independen dan satu variberl dependen. Adapun variable independen adalah pertama Pemahaman pemuka agama terhadap PBM, kedua Variabel independen berupa Faktor SDM pemuka Agama, Regulasi dan Sikap Birokrat/Aparatur Pemerintah

Sedangkan Variabel dependen adalah Implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama di Pekanbaru provinsi Riau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam desain penelitian berikut :

Desain Penelitian

Variabel Independen(X) Variabel Dependen (Y)

H1

H2

2. Tinjauan Kepustakaan A. Pemahaman

Pemahaman ini berasal dari kata ”Faham” yang memiliki arti tanggap,mengerti benar, pandangan, ajaran. Secara spesifik pemahaman juga dapat diartikan sebagai kemampuan memahami sesuatu. Disisi lain pemahaman juga dapat dimaksudkan sebagai kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pelajaran yang dipelajari tanpa perlu mempertimbangkan atau memperhubungkannya dengan isi pelajaran lainnya.

http://id.shvoong.com/social-

sciences/education/2200774-pengertian-pemahaman/ downl oad tanggal 12 Maret 2011 pukul. 15.52 WiB.

A.1. Tingkatan pemahaman

Menurut Blook dkk (magnum, T 2010:1, dalam http://tatangmanguny. wordpress.com)

membagi tiga bagian utama perilaku yaitu perilaku kognisi, perilaku afeksi dan perilaku psikoomotorik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ranah kognisi adalah kemampuan berkaitan dengan pengetahuan dari tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang terdiri dari ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi.

Menurut Wahyudin dkk (2006:30) perilaku kognisi merupakan perilaku siswa dalam upaya mengenali dan memahami materi pelajaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa perilaku kognisi dibagi kepada 6 tahapan yaitu tahapan pertama pengetahuan/ knowledge, kedua: pemahaman/comprehension, ketiga: penerapan/application, keempat: analisis,

kelima: Sintesis/synthesis, keenam:

evaluasi/evaluation

http://id.shvoong.com/social

sciences/education/ 2200774- pengertian-pemahaman/, Down Load, 12 Maret 2012, pukul 14.25 WIB.

Ranah afeksi adalah kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, sikap, emosi, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap objek.

Ranah psikomotorik adalah kemampuan melakukan pekerjaan dengan anggota badan (berkaitan dengan gerak fisik). Ranah psikomotorik adalah gerak fisik, koordinasi dan kemampuan menggunakan gerak

motorik.http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2200774-pengertian

pemahaman/, Down Load, 12 Maret 2012, pukul 14.25 WIB.

A.2. Faktor yang mempengaruhi Pemahaman

Suatu pemahaman bukanlah berdiri sendiri, artinya pemahaman dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seseorang, berikut ini beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap sesuatu sebagai berikut :

a). Informasi, b). Media massa, c). Dialog. B. Kerukuan Umat Beragama

Menurut H. A. Hamdan, kerukunan beragama berarti hubungan sesama umat

Pemahaman Pemuka Agama (Kognisi,

Afeksi, Konasi) terhadap PBM

Faktor SDM pemuka Agama, Regulasi dan sikap Birokrat/Aparatur Pemerintah Implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama

(6)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

122 beragama dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun1945. (http://www.win2pdf.com. Down load, 10 Maret 2012, pukul 10.00 Wib.). Sementara itu menurut Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9/8 tahun 2006, tentang kerukunan antar umat beragama pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945.

UU hamidy (2003) menjelaskan, memperhatikan segala sesuatu yang berhubungan dengan segi-segi yang harus wujud dalam bentuk yang tertib, yang dahulu didahulukan yang kemudian dikemudiankan merupakan arti sebuah kerukunan, sebagaimana yang dapat kita lihat rujukannya dalam rukun sholat. Semua aspek dalam rukun harus tertib (sistematik) juga tidak boleh ada satu segipun yang diabaikan, seperti peraturan atau kaedah memperkuat satu dengan yang lain. Rukun akan menghasilkan sesuatu yang kokoh, baik dan menguntungkan kepada siapapun, dan sebaliknya jika nilai-nilai, norma dan hukum tidak dipenuhi serta tidak berlaku secara tertib, maka kerukunan tidak dapat terwujud, dan akhirnya akan terjadi perpecahan, perselisihan dan bisa merugikan kepada semua pihak.

Secara fitrah manusia cenderung pada kerukunan, sebab dengan kerukunan orang dapat berbuat tanpa ketakutan maupun keresahan. Dalam hal ini ada dua (2) faktor penentu yaitu hukum dan manusia.

Dalam kerukunan ini, agama mendapat tempat yang paling utama dalam kehidupan manusia, bahkan melampaui budaya buatan manusia seperti politik, ekonomi, ilmu dan teknologi serta seni. Alasannya adalah karena agama dipandang mempunyai kebenaran (hukum) yang jauh lebih lengkap (sempurna) daripada karya budaya. Berpegang kepada agama merupakan suatu jaminan yang mampu memberikan keselamatan. Semakin besar penyerahan manusia terhadap Tuhan semakin dekat dan merasa dekat dia dengan Tuhannya, sehingga akan mempertinggi martabatnya, dan sebaliknya.

B.1. Faktor Penyebab Konflik Antar Umat Beragama

Mencakup pada empat pokok masalah, yakni sebagai berikut.

a) Pendirian Rumah Ibadah. b) Penyiaran Agama.

c) Bantuan Keagamaan dari Luar Negeri. d) Tenaga Asing Bidang Keagamaan.

Sementara itu UU hamidy (2003) menyebutkan bahwa kerukunan hidup beragama antara umat beragama akan mudah terganggu disebabkan sebagai berikut :

a) Adanya perbedaan kitab suci yang menjadi pokok ajaran suatu agama b) Adanya perbedaan konsep keagamaan B.2. Kehidupan Beragama Di Indonesia

UU hamidy (2003) menyatakan bahwa ada beberapa perkara yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama di Indonesia, yaitu: a) Kerukunan hidup beragama antara sesama

pemeluk suatu agama.

Kerukunan hidup beragama dalam suatu agama biasanya akan terganggu berkaitan dengan perbedaan dalam sejarah, beda penafsiran serta perlakuan terhadap teks (matan) daripada kitab suci. Bila persaingan antar agama cukup tajam atau ada semacam ancaman dari luar yang bersifat anti agama (atheis) maka pertentangan dalam masyarakat pemeluk suatu agama akan cenderung tumpul dan sebaliknya. Ini hal yang wajar, karena antar pemeluk agama yang satu dengan yang lain

(7)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

123 berada dalam suasana kompetisi untuk mendapatkan umat sebanyak mungkin. Ketika kompetisi antar agama berkurang atau tidak ada musuh dari luar yang membahayakan, kompetisi beralih kepada persaingan antar sesama penganut agama yang terwujud dalam berbagai corak.

b) Kerukunan hidup beragama antara umat beragama dengan pemerintah.

Kerukunan hidup beragama dipengaruhi oleh hubungan antara umat beragama dengan pihak pemerintah. Jika hubungannya tidak harmonis,maka kerukunan akan rusak. Ketidakharmonisan bisa terjadi dikarenakan:

(1) Intervensi pemerintah terhadap upacara keagamaan yang melampaui batas, sehingga bisa merusak muatan ajaran suatu agama

(2) Tindakan para aparat pemerintah terhadap individu atau suatu golongan umat beragama yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(3) Adanya oknum pemerintah yang mendukung atau menghasut baik terbuka maupun secara rahasia (diam-diam) terhadap kegiatan suatu kelompok umat beragama yang bersifat melanggar peraturan yang berlaku, sehingga perbuatan mereka meresahkan umat lain.

Dari 3 (tiga) dimensi kerukunan hidup beragama tersebut, pemerintah berperanan besar dalam mengatur lalu lintas pergaulan antar umat beragama, untuk mencegah perselisihan sedini mungkin, dengan cara membuat peraturan yang baik dan konsisten dalam pelaksanaannya, dimana pemerintah harus melindungi pihak yang benar, dan memberi peringatan bahkan sanksi pada pihak yang bersalah.

Menurut Ali Mursyid (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi kerukunan antar umat beragama antara lain:

a) Pada umumnya masyarakat setempat (pedesaan) masih bersifat homogen

baik dalam beragama, etnis kultural, politik, ekonomi dan sosial.

b) Efektifitas peranan pranata agama dan sosial dalam kehidupan keseharian, masyarakat mendukung terwujudnya nilai-nilai kebersamaan, persatuan, senasib, kepedulian sosial, serta kepatuhan terhadap tokoh-tokoh agama dan adat setempat yang banyak tercemar oleh dampak pembangunan dan globalisasi.

c) Kebijakan dan keseriusan pemerintah yang didukung segenap aparat dan masyarakat yang bersikap waspada serta cepat bertindak bila muncul gejala kerukunan, dan mengaktifkan forum komunikasi serta dialog antar kelompok beragama dan sosial setempat dan sampai ketingkat yang lebih rendah. Sedangkan yang menjadi potensi gangguan terhadap kerukunan beragama adalah:

a) Persaingan politis yang kurang sehat b) Kesenjangan ekonomi dan sosial c) Rasa kedaerahan yang masih tebal dan

otonomi daerah yang salah arah

d) Pendirian rumah ibadah, kurangnya komunikasi, penyebaran agama yang tidak sesuai ketentuan serta perbedaan paham keagamaan (sempalan).

3. Metode Penelitian A. Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh Pemuka Agama (Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha) yang ada di kota Pekanbaru. Pemuka Agama adalah orang yang memimpin suatu ajaran agama. Sampelnya adalah Pemuka Agama yang ada di kota Pekanbaru sebanyak 25 orang dari masing-masing agama. Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive sampling dengan kriteria yaitu:

1. Memahami ajaran agama yang dianutnya

2. Dianggap sebagai pemimpin dalam suatu ajaran agamanya

(8)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

124 4. Berpengalaman sebagai pemimpin

agama minimal 5 tahun. B. Data Dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer. Sumber data diperoleh dari hasil penyebaran angket kepada setiap responden. Data penelitian dikumpulkan melalui angket yang telah dipersiapkan sebelumnya dan responden diminta menjawab pertanyaan yang telah dibuat dalam angket tersebut sesuai dengan option jawaban dengan menggunakan modifikasi skala likert yaitu ada lima pilihan jawaban responden.

C. Definisi Variabel Operasional Dan Pengukuran

Adapun variabel dalam penelitian ini terbagi kepada tiga klasifakasi variabel yaitu :

Pertama variabel bebas ( Independent

variable) adalah sejumlah nilai untuk mengukur variabel pemahaman pemuka agama meliputi :

1. Pemahaman bersifat Kognisi 2. Pemahaman bersifat Afeksi

3. Pemahaman bersifat Psikomotorik/ Konasi

Kedua, variabel bebas ( Independen variable)

adalah sejumlah nilai untuk mengukur variable faktor yang mempengaruhi Implementasi PBM yaitu Sumber daya Manusia (SDM) Pemuka Agama, Regulasi dan Birokrat atau Aparatur Pemerintah. Ketiga, variabel terikat (dependent Variable) yaitu sejumlah nilai untuk mengukur pelaksanaan BPM no. 9/8 tahun 2006 tentang pembinaan kerukunan antar umat beragama.

Definisi operasional menurut Sofian Effendi (1987) merupakan petunjuk pelaksanan bagaimana cara mengukur satu variabel. Adapun definisi dan pengukuran variabel operasional penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Definisi variabel operasional pemahaman pemuka agama (X1)

Variabel operasional dari Pemahaman Pemuka Agama yang meliputi :

a. Pemahaman bersifat Kognisi

Adapun variabel operasional dari pemahaman bersifat kognisi adalah

1) Mengetahui dari fungsi PBM 2) Mengetahui tujaun PBM

3) Paham dengan fungsi kepala daerah dan FKUB dalam PBM 4) Mengetahui cara tahapan

penyelesaian konflik agama menurut PBM

5) Mengetahui cara pendirian rumah Ibadah (IMB/ Surat izin Sementara)

b. Pemahaman bersifat Afeksi

Pemahaman bersifat Ranah afeksi adalah kemampuan yang berkaitan dengan perasaan, sikap, emosi, derajat, penerimaan atau penolakan terhadap objek. Variabel operasional terhadap pemahaman afeksi adalah :

1) Merasa Bertanggung jawab terhadap kerukunan Antar Umat Beragama

2) Merasa bertanggung jawab untuk mensosialisasikan PBM ketengah Umat

b. Pemahaman bersifat psikomotorik / Konasi.

Ranah psikomotorik adalah kemampuan melakukan pekerjaan dengan anggota badan (berkaitan dengan gerak fisik) yang ranah psikomotorik adalah gerak fisik, kordinasi dan kemampuan menggunakan gerak motorik. Adapun variabel operasional dari pemahaman psikomotorik atau konasi adalah sebagai berikut :

1) Melakukan dialog

2) Melakukan sosialisasi masalah kerukunan umat beragama terhadap umat

3) Saling berkoordinasi dalam mensikapi persoalan Interaksi antar Umat

2. Defenisi operasional Variabel Faktor yang mempengaruhi Implementasi PBM (X2)

(9)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

125 1) Pendidikan yaitu tingkat

pendidikan terakhir khalayak yang dibagi kepada empat tingkatan (1) Tamat sarjana lengkap (S1), (2) Tamatan diploma. (3) Tamat SLTA/ sederajat. (4) Tidak tamat SLTA/Sederajat

2) Pengalaman yaitu berkaitan berapa lama seorang pemuka agama sebagai pemimpin dalam umatnya seperti pengurus mesjid, gereja, kelenteng, vihara atau sebagai penceramah dalam umatnya

3) Motivasi yaitu apa yang mendorong seorang pemuka agama bersedia sebagai pemuka agama.

b. Faktor Regulasi.

1) Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang

2) Peraturan Daerah (Perda)

3) Peraturan Gubernur dan Walikota c. Faktor Birokrat / Aparatur

Pemerintah.

1) Sikap Pemerintah pusat (Kemenag dan kemendagri) 2) Sikap Pemerintah Daerah

(Gubernur dan Walikota)

3) Sikap Forum Kerukunan umat beragama (Provinsi dan Kota) 3. Defenisi operasional Variabel

Implementasi PBM Menteri agama dan Meteri Dalam negeri Nomor : 9/8 Tahun 2006 tentang pembinaan kerukunan umat beragama (Y) adalah sebagai berikut :

Maksud dari implemantasi pelaksanaan PBM Menteri agama dan Meteri Dalam negeri Nomor : 9/8 Tahun 2006 tentang pembinaan kerukunan umat beragama adalah terlaksananya beberapa tujuan dari PMB tersebut. Adapaun variabel operasional dari Implementasi PBM adalah sebagai berikut :

1) Terlaksananya Dialog Antar Umat beragama

2) Terlaksananya penyelesaian konflik antar umat beragama melalui Dialog 3) Terlaksananya Dialog antar Pemuka

Agama dengan Pemerintah

4) Terlaksananya konsisten serta mudah dalam Pengurusan pendirian rumah Ibadah

5) Terjalinnya Kerjasama antara Ormas Agama

6) Terbentuknya FKUB Provinsi atau Kota

D. Metode Analisis Data

Metode analsisi data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: analisis validitas dan reliabilitas, analisis deskriptif, analisis uji normalitas dan pengujian hipotesis dengan metode analisis korelasi dan regresi berganda dengan bantuan SPSS versi 17. D.1. Pengujian Hipotesis

Sebelum melakukan pengujian hipotesis dilakukan penentuan nilai-nilai Pemahaman Pemuka Agama terhadap PBM dan Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan PBM yaitu SDM Pemuka Agama, Regulasi dan Sikap Birokrat/Aparatur pemerintah. Pengujian hipotesis haruslah memenuhi kriteria untuk menolak atau menerima Ha berdasarkan pada P-value, yaitu: P-value < α, maka Ha tidak dapat ditolak (diterima). P-value > α, maka Ha ditolak. Koefisien keyakinan (confidence coefficient) yang digunakan adalah 95%.

Pengujian permasalahan pertama yaitu bagaimana pemahaman Pemuka Agama terhadap Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan Antar umat Beragama (PBM), akan dilakukan dengan analisis korelasi. Analisis korelasi merupakan metode analisis penelitian yang menyelidiki adanya hubungan dua peubah atau lebih dan bila ada, mengukur tingginya derajat hubungan tersebut melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi. Rumus untuk menghitung koefisien korelasi (r) yang dinyatakan dengan persamaan:

(10)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

126 ∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ √ ∑ ∑ Hubungan variabel acak X dan Y yang membentuk garis lurus disebut korelasi linier. Arah korelasi dapat bernilai positif, negatif, atau nol, yakni sebagai berikut:

1. Korelasi positif ditunjukkan dengan nilai r = +1, artinya dua variabel cenderung berubah dalam arah yang sama.

2. Korelasi negatif ditunjukkan dengan nilai r = -1, artinya dua variabel cenderung berubah dalam arah yang berlawanan. 3. Tidak ada korelasi ditunjukkan dengan

nilai r = 0, artinya dua variabel cenderung berubah tidak menentu (berpola acak).

Pengujian permasalahan kedua mengenai pengaruh Faktor SDM Pemuka Agama, Regulasi dan Sikap Birokrat/Aparatur pemerintah terhadap Pelaksanaan Pembinaan Kerukunan Antar umat Beragama (PBM), dianalisis dengan regresi linier berganda, dengan persamaan sebagai berikut:

Y = a1 + b1X1 + b2X2+ b3X3 + e……….………... (2) Keterangan: Y = Pelaksnaan PBM X1 = SDM Pemuka Agama X2 = Regulasi X3 = Sikap Birokrat/Aparatur pemerintah a1 = konstanta b1,2,3 = koefisien 4. Hasil Dan Pembahasan A. Analisis Deskriptif

Penelitian ini memilih 5 pemuka agama yang terbesar di Indonesia sebagai sampel meliputi pemuka agama agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Tabel berikut menggambarkan jumlah data yang disebarkan pada pemuka agama tersebut dan jumlah data yang dapat digunakan dalam penelitian:

Sampel Penelitian N Respond Kuisi Kuisi Kuisio

O en (Pemuk a Agama) oner diseb arkan oner Tida k Kem bali ner Kemb ali 1 Agama Islam 25 0 25 2 Agama Kristen Katolik 25 7 18 3 Agama Kristen Protesta n 25 0 25 4 Agama Hindu 25 1 24 5 Agama Budha 25 4 21 Jumlah Sampel digunak an 125 12 113

Sumber: Data olahan,2012

Dari jumlah kuisioner yang disebarkan yaitu sebanyak 125 lembar, tidak kembali sebanyak 12 lembar, sehingga jumlah sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 113 atau sebesar 90% (113/125X100%). Data yang tidak kembali sebesar 10% (12/125X100%) disebabkan oleh responden tidak mengembalikan kuisioner yang diberikan kepadanya sesuai dengan jadwal penelitian.

B. Uji Reliabilitas Dan Validitas

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh instrumen variabel untuk uji reliabilitas, nilai yang diperoleh diatas nilai cronbach’s alpha 0,60 (Nunly,1960). Artinya seluruh instrumen yang dibentuk dalam penelitian ini adalah reliabel. Sementara itu, seluruh instrumen penelitian dapat memenuhi syarat validitas suatu penelitian yang dilihat dari tingkat signifikansinya. N o Keterangan Reliabil itas Vali dita

(11)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131 127 (Cronb ach’s Alpha) s (sig nifi kan si) 1 Pemahaman Pemuka Agama (kognisi, afeksi dan konasi) 0,880 0,00 0 2 Implementasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) 0,912 0,00 0 3 Regulasi 0,896 0,00 0 4 Sikap Aparatur Pemerintah 0,883 0,00 0 A. Uji Normalitas Residual

Berdasarkan uji normalitas grafik , data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas. Mengacu pada uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) diperoleh nilai sebesar 0,835 dan signifikan pada 0,488 dan nilainya diatas α=0,05. Hal ini berarti Ho diterima yang berarti data residual terdistribusi normal.

B. Uji Hipotesis D.1. Hipotesis Pertama

Pengujian permasalahan pertama yang dituangkan dalam hipotesis pertama adalah bagaimana pemahaman pemuka agama (kognisi, afeksi dan konasi) terhadap pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri (PBM) dalam Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama, dengan analisis korelasi sebagai berikut:

Berdasarkan hasil penelitian, secara kognisi menunjukkan angka korelasi sebesar 0,276 yang signifikan sebesar 0,003, begitu juga secara afeksi yang ditunjukkan dengan angka korelasi sebesar 0,225 dengan signifikansi 0,016 dan secara konasi yang ditunjukkan dengan angka korelasi 0,411 signifikansi 0,000 berada dibawah angka

signifikansi 0,05 dan berkorelasi positif. Artinya pemahaman pemuka agama secara kognisi berkorelasi positif signifikan (0,003) terhadap implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Pemahaman pemuka agama secara afeksi berkorelasi positif signifikan (0,016) terhadap implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Pemahaman pemuka agama secara konasi berkorelasi positif signifikan (0,000) terhadap implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Dengan demikian disimpulkan bahwa pemahaman pemuka agama (kognisi, afeksi dan konasi) berkorelasi signifikan terhadap pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri (PBM) dalam pembinaan kerukunan umat beragama.

D.2. Hipotesis Kedua

Pengujian permasalahan kedua yang dituangkan dalam hipotesis kedua adalah apakah ada pengaruh Sumber Daya Manusia pemuka agama, regulasi dan sikap birokrat atau aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri dalam Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama yang dilakukan dengan analisis regresi. Ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of fitnya. Secara statistik dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (P-value<α, maka Ha diterima) dengan koefisien keyakinan 95%.

Goodness Of Fitnya. Nilai Koefisien Determinasi R Square = 0,334 Uji Statistik F F=18.257, Sig= 0,000 Uji Statistik t SDM pemuka agama (X1): t= – 0,317 sig= 0,274 Regulasi (X2): t= 0,498

(12)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131 128 sig= 0,039 Sikap Aparatur pemerintah (X3): t= 0,977 sig= 0,000

Berdasarkan unstandardized coefficients, variabel implementasi PBM dipengaruhi oleh SDM pemuka agama, regulasi dan sikap aparatur pemerintah dengan persamaan matematis sebagai berikut (tabel 46):

Implementasi PBM =

7,840 – 0,317 SDM + 0,498 Regulasi + 0,977 Sikap aparatur

C. Pembahasan

E.1. Pembahasan Hipotesis Pertama: Hubungan Pemahaman Pemuka Agama (Kognisi, Afeksi, Konasi) Terhadap Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Pekanbaru Provinsi Riau

Berdasarkan analisis korelasi diatas dapat diketahui bahwa ada hubungan positif signifikan pemahaman pemuka agama baik dalam konteks kognisi, afeksi dan konasi terhadap implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Pekanbaru Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pemahaman pemuka agama terhadap SPBM berpengaruh terhadap pembinaan kerukunan umat beragama. Makna dari pemahaman pemuka agama tersebut terhadap pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama harus dipertegas atau diperjelas. Kata lain, pemuka agama harus diberikan informasi yang benar mengenai makna sosial dari kerukunan umat beragama baik secara internal maupun antar umat beragama (eksternal).

Ditambahkan bahwa pemuka agama secara personal tidak dapat dipisahkan dari implementasi ajaran keagamaannya. Artinya

pemahaman pemuka agama terhadap nilai-nilai agama yang dianutnya berhubungan dengan perilaku umat yang dipimpinnya. Mengingat begitu besar hubungannya antara pemahaman pemuka agama terhadap kerukunan umat beragama sebagai pengejawantahan dari SPBM dalam konteks kesosialannya maka sudah menjadi keharusan untuk memberdayakan pemuka agama dalam mewujudkan kerukunan umat beragama.

Disamping itu dalam pembinaan serta mewujudkan kerukunan inter dan antar umat beragama harus dicermati terjadinya percampuran antara pemahaman pemuka agama yang bertendensius personality dengan pemahaman pemuka agama yang berlandaskan kepada nilai tekstual dan kontekstual ajaran agamanya. Hal ini dimaksudkan agar dalam pembinaan dan mewujudkan kerukunan inter dan antar umat beragama tidak bertumpu kepada pemuka agama secara emosional. Kata lain dalam pembinaan dan mewujudkan kerukunan inter dan antar umat beragama tidak terjebak kedalam tataran pemahaman yang sempit. Sebab kekerdilan dalam memahami prinsip dasar dari ajaran keagamaan dan menyeret emosional umat kedalam pemahaman yang tendensius dari pemuka agama akan mempersulit mewujudkan kerukunan umat beragama secara fundamental.

Sebagaimana diketahui bahwa hubungan pemahaman pemuka agama terhadap implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama (SPBM) cukup signifikan, akan tetapi kontribusi sosial budaya masyarakat perlu juga diperhatikan dalam mengimplementasikan SPBM tersebut. Hal ini bertujuan agar tidak terbentuk kondisi sosial yang tidak berimbang antara pemahaman keagamaan dengan praktek budaya yang berkembang dalam masyarakat.

Menurut pengamatan peneliti terhadap kondisi dinamika sosial di Propinsi Riau secara umum dan di Pekanbaru secara khusus, bahwa terwujudnya keharmonisan hubungan inter dan antar umat beragama tidak terlepas dari

(13)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

129 kontribusi budaya yang berkembang dalam masyarakat, dimana dinamika budaya masyarakat memberikan peluang terwujudnya toleransi hidup beragama selama toleransi tersebut tidak bersifat melampaui batasan-batasan agama dan budaya masyarakat. Sebagaimana dikatakan dalam tombo adat melayu, dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, dimana air disauk, disitu ranting

dipatahkan. Tombo unjuk ajar ini

menggambarkan perlunya kearifan dan hidup bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat. Kata lain, walaupun masyarakat hidup dalam heterogenitas budaya dan agama di Pekanbaru khususnya harus saling menghargai dan memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan dan peradaban serta berorientasi masa depan yang lebih dinamis dan harmonis. E.2. Pembahasan Hipotesis Kedua:

Pengaruh Faktor Sumber Daya Manusia Pemuka Agama, Regulasi Dan Sikap Birokrat/Aparatur Pemerintah Terhadap Implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama Di Pekanbaru Provinsi Riau Merujuk pada hasil analisis regresi diatas, dimana faktor Sumber Daya Manusia Pemuka Agama yang diukur berdasarkan tingkat pendidikan, lamanya keterlibatan membina umat, dan faktor motivasi membina umat beragama tidak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama. Hal ini menunjukkan bahwa kerukunan inter dan antar umat beragama tidak dipengaruhi oleh faktor SDM pemuka agama. Kata lain, terjadinya berbagai kekisruhan sosial yang bermuara dari pemahaman keagamaan pemuka agama tidak dapat dibenarkan. Artinya kontribusi SDM pemuka agama tidak dapat dijadikan justifikasi memicu terjadinya konflik sosial yang berlebelkan agama.

Sementara itu berdasarkan hasil analisis regresi bahwa faktor regulasi dan faktor sikap birokrat atau aparatur pemerintah berpengaruh cukup signifikan, mempengaruhi implementasi Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Dalam Pembinaan Kerukunan Umat Beragama. Artinya berbagai hubungan dan konflik antar dan inter umat beragama cukup signifikan dipengaruhi oleh faktor regulasi dan sikap aparat pemerintah itu sendiri. Oleh sebab itu pembinaan kerukunan inter dan antar umat beragama melalui rekayasa kondisi sosial, tidak terlepas dari upaya pembinaan baik dalam bentuk regulasi dan sikap dari aparatur pemerintah sendiri.

Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa dominasi regulasi serta sikap aparatur pemerintah terhadap pembinaan kerukunan umat beragama cukup signifikan. Artinya apapun wujud regulasi serta sikap yang dilakoni oleh aparatur pemerintah berkontribusi terhadap pengimplementasikan SPBM.

Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa dinamika sosial secara umum dan dinamika kehidupan beragama dalam masyarakat secara khusus tidak dapat dilepaskan dari pengaruh regulasi dan sikap dari aparatur pemerintah itu sendiri.

5. Penutup A. Kesimpulan

Menelaah berbagai pemicu konflik agama, bukan selamanya didalangi oleh persepsi umat, tetapi terkadang lebih disebabkan sikap dan perilaku pemuka agama yang tidak terbuka terhadap agama lain. Pengertian pemahaman keagamaan yang salah dari pemuka agama, atau bisa saja disebabkan oleh faktor pemahaman pemuka agama terhadap PBM nomor 9/8 Tahun 2006, tentang kerukunan umat beragama, atau penyabab regulasi atau kepribadian birokrat yang mendorong lahirnya sikap dan perilaku yang berpotensi memicu konflik sosial antar dan inter umat beragama.

Berdasarkan analisis data diperoleh hasil penelitian yang cukup berarti. Semua data memenuhi syarat uji reliabilitas dan uji validitas

(14)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

130 serta uji normalitas. Hipotesis pertama menyatakan bahwa pemahaman pemuka agama secara kognisi berkorelasi positif (0,276 ) signifikan (0,003), secara afeksi berkorelasi positif (0,225 ) signifikan (0,016), secara konasi berkorelasi positif (0,411) signifikan (0,000) terhadap implementasi SPBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Dengan demikian disimpulkan bahwa pemahaman pemuka agama (kognisi, afeksi dan konasi) berkorelasi signifikan terhadap pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri (PBM) dalam pembinaan kerukunan umat beragama.

Pengujian permasalahan kedua yang dituangkan dalam hipotesis kedua adalah ada pengaruh Sumber Daya Manusia pemuka agama, regulasi dan sikap birokrat atau aparatur pemerintah terhadap pelaksanaan Peraturan Bersama Menteri dalam Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama yang dilakukan dengan analisis regresi. Nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0,334. Artinya semua variabel independen yaitu sumber daya manusia, regulasi dan sikap aparatur pemerintah mampu menjelaskan 33,4% variabel implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat (dependen), sementara itu sisanya sebesar 66,6% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain. Diperoleh nilai F hitung sebesar 18,257 dengan probabilitas 0,000, jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama. Kata lain, Sumber Daya Manusia pemuka agama, regulasi dan sikap aparatur pemerintah secara bersama-sama berpengaruh terhadap implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama.

Dari ketiga variabel independen yaitu SDM pemuka agama (X1), Regulasi (X2) dan Sikap Aparatur pemerintah (X3) yang dimasukkan dalam model regresi, hanya variabel SDM pemuka agama yang tidak signifikan (0,274) jauh diatas 0,05. Sedangkan Regulasi (sig= 0,039) dan Sikap aparatur pemerintah (sig=0,000) signifikan pada 0,05. Dapat disimpulkan bahwa implementasi PBM

dipengaruhi oleh regulasi dan sikap aparatur pemerintah.

B. Saran

Mengingat kerukunan umat beragama merupakan salah satu modal sosial dalam membangun interaksi sosial serta karakter bangsa, persoalan yang berkaitan dengan upaya pembinaan kerukunan umat beragama merupakan hal yang sangat urgen untuk diperhatikan baik dalam bentuk interaksi sosial umat beragama maupun regulasi yang berkaitan dengan pembinaan kerukunan umat beragama tersebut. Mengacu pada hasil penelitian dapatlah diberikan saran sebagai berikut:

1. Implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama dipengaruhi oleh regulasi dan sikap aparatur pemerintah hanya diketahui sebatas kalangan pemuka agama, sehingga perlu disosialisasikan lagi kepada masyarakat supaya masyarakat inter dan antar umat beragama dapat mengetahui secara menyeluruh.

2. Sumber daya pemuka agama ternyata tidak berpengaruh terhadap pengimplementasian PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama, dan oleh karena itu perlu diupayakan lagi media yang dapat menyentuh langsung pada masyarakat inter dan antar umat beragama sehingga tercipta kerukunan umat beragama.

3. Pemuka agama perlu mencari alternatif lain dalam penyampaian implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama.

4. Perlunya kerja sama pemerintah dan pemuka agama ditingkatkan agar implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama lebih berdaya guna bagi kepentingan umat beragama. C. Keterbatasan

Ada beberapa hal yang dialami dalam melakukan penelitian ini, sehingga membatasi hasil penelitian, diantaranya:

1. Jumlah sampel dalam penelitian ini dicermati masih terbatas yaitu kalangan pemuka agama yang langsung berperan

(15)

Jurnal RISALAH, Vol. 26, No. 3, September 2015: 117-131

131 dalam agamanya masing-masing. Penelitian selanjutnya diperbanyak lagi jumlah sampelnya dan lokasi penelitiannya supaya dapat dikembangkan lagi, tidak hanya di wilayah Pekanbaru saja.

2. Penelitian ini hanya melihat dari sisi pemuka agama, sementara yang merasakan efek implementasi PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama adalah masyarakat umat beragama. Diharapkan penelitian selanjutnya juga melibatkan umat beragama sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.

3. Dalam penelitian ini variabel SDM pemuka agama, regulasi dan sikap birokrat/ aparatur pemerintah ternyata mampu memberikan kontribusi 33,4% dalam menjelaskan pelaksanaan PBM dalam pembinaan kerukunan umat beragama, sedangkan sisanya 66,6% dijelaskan oleh variabel lain, misalnya budaya. Penelitian selanjutnya disarankan juga untuk meneliti variabel budaya dan lainnya yang berpengaruh terhadap pelaksanaan PBM tersebut.

Daftar Bacaan

Ali, Mursyid. 2003. Peta Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. Departemen Agama Republik Indonesia. Jakarta. Hamidy, UU. 1993. Kerukunan Hidup

Beragama di daerah Riau.

Universitas Islam Riau.

Departemen Agama Republik Indonesia Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2008. Merajut Kerukunan Umat Beragama

Melalui Dialog, Pengembangan

Wawasan Multikultural. Jakarta. Wordpress.http://tatangmanguny.wordpress.co

m), Down Load tanggal 12 Maret 2012

Wordpress. http://denaizzkakakecil.wordpress. com/2009/11/10/ konflik-agama/

Down Load, 12 Maret 2012.

social-sciences. http://id.shvoong.com/social-

sciences/education/2200774-pengertian-pemahaman/, Down Load, 12 Maret 2012, pukul 14.25 WIB.

Suara Pembaruan.

http://www.suarapembaruan.com/hom e/kasus-gki-yasmin-bukan-konflik-antarumat- beragama/ 10135, down load, 12 maret 2011 .

Kumpulan Makalah Seminar. 1990. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia

(beberap permasalahan). INIS,

Jakarta.

Sumanto 1995. Metodologi Penelitian Sosial

dan Pendidikan

http://blog.re.or.id/cara-menentukan-besarnya-sampel-sample-size.htm, diakses tanggal 2 April 2012

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut sesuai dengan hasil observasi peneliti selama di lapangan yang ikut terjun langsung pada RT/RW, bahwa memang ada beberapa kerjasama dari instansi

Kata-kata yang digunakan untuk pemberian nama program, nama alat, nama file, nama record, nama data, nama indeks dan nama data indeks, nama kondisi, nama prosedur, nama seksi,

Perbandingan hasil penilaian antara metode preferensi masyarakat dengan aplikasi program IAM terhadap keindahan tampilan visual fasade bangunan toko di koridor

Selain kendali glikemik, faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan gangguan kognitif pada penyandang DM tipe 2 meskipun penelitian-penelitian yang ada belum jelas

Berdasarkan analisis uji hipotesis, gains score yang digunakan untuk mengetahui adakah pengaruh pemberian musik sebagai pengiring kerja terhadap peningkatan produktivitas

TINGKAT REALISASI KEUANGAN TH 2020 PENGUKURAN KINERJA ESELON IV BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAERAH.. TRIWULAN III KABUPATEN KLATEN

Penelitian ini berjudul Strategi Komunikasi News Presenter dalam penyampaian berfokus pada strategi komunikasi News Presenter dalam penyampaian berita pada program

Dalam hal ini produktivitas tenaga kerja melon adalah 113 kg/HKO dan produktivitas tenaga kerja usahatani semangka 389 kg/HKO.Jadi, berdasarkan hasil penelitian di lapangan