• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN ANTIBAKTERI DARI MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH, KULIT KAYU MANIS DAN RIMPANG JAHE TERHADAP B. subtillis, S. aureus, DAN P.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUJIAN ANTIBAKTERI DARI MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH, KULIT KAYU MANIS DAN RIMPANG JAHE TERHADAP B. subtillis, S. aureus, DAN P."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN ANTIBAKTERI DARI MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH,

KULIT KAYU MANIS DAN RIMPANG JAHE TERHADAP

B. subtillis,

S.

aureus

,

DAN

P. aeruginosa

Nani Radiastuti

Program Studi Biologi FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta E-mail: n_radiastuti@yahoo.com

ABSTRACT

Many kinds of spice plants grow in Indonesia. Some of them are bunga cengkeh (Eugenia aromatica), kayu manis (Cinnamomum burmani), and jahe (Zingiber officinale). These plants made as an essential oil and used as medicine, food, and beverage industries. Essential oil was compound easily evaporate, it can not be dissolved in water and source from plants. An essential oil had been isolated by using water distillation method . The antibacterial activities of active compounds were investigated by employing in vitro systems (growth inhibition assay) against B. subtilis, S. aureus, P. aeruginosa. The result showed that antibacterial activity of eugenol oil from cengkeh flower could inhibit B. subtilis, S. aureus, P aeruginosa for 72 hours and essential oil from kayu manis inhibited S. aureus, and P. aeruginosa, but not to B. subtilis for incubation 24,28 and 72 hours at the consentration of 1 ml essential oil of kayu manis. Jahe essential oil can retain the growth of P. aeruginosa at the consentration of 1 ml with incubation 24 hours but after 48 and 72 hours the bacteria grow back with the number of colonies more 300 colonies. Jahe essential oil were not inhibition growth S. aureus, and B. subtilis bacteria at time 24 until 72 hours because more than 300 colonies grow . The Essential oil of kayu manis has been antibacterial activity against to S. aureus, and P. aeruginosa but the essential oil of jahe hadn’t antibacterial activity to B. subtilis, S. aureus, and P. aeruginosa. The best activity antibacterial from essential oil of cengkeh.

Key words: antibacterial agent, essential oil PENGANTAR

Proses pengawetan pangan bertujuan untuk menghindari atau mencegah serta menghambat pertumbuhan bakteri dalam pangan agar lebih tahan lama. Salah satu dari beberapa teknik pengawetan pangan adalah memberikan Bahan Tambahan Pangan (BTP) untuk pengawetan, hal ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan kimia tertentu dengan jumlah tertentu yang diketahui memiliki efek mengawetkan dan aman untuk dikonsumsi manusia. Sejalan dengan berkembangnya industri pangan di Indonesia, pemakaian pengawet makanan terutama pengawet sintetik juga makin meningkat. Penggunaannya perlu diwaspadai dan dibatasi karena banyak di antaranya yang membahayakan kesehatan. Pengawet sintetik dilaporkan

menimbulkan kanker bagi pemakainya. Oleh karena itu,

perlu dicari alternatif pengawet lain yang lebih aman dan tidak membahayakan kesehatan manusia

Selama ini berbagai jenis pengawet sering digunakan oleh industri dalam pengolahan makanan. Berdasarkan penelitian bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan. Sebagai alternatif pemecahannya dapat digunakan bahan-bahan alami yang mempunyai kelebihan karena lebih aman untuk dikonsumsi.

Minyak atsiri di antaranya minyak cengkeh, minyak kayu manis dan minyak jahe ternyata dapat digunakan sebagai antibakteri alami terhadap bakteri perusak makanan di antaranya Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, dan Pseudomonas aeruginosa. Keempat bakteri tersebut merupakan kelompok bakteri patogen penyebab keracunan makanan dan menyebabkan infeksi saluran pencernaan (Ardiansyah, 2005).

Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan tertentu. Satu jenis minyak atsiri, umumnya memiliki beberapa khasiat berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri (Jay, 2000).

Beberapa spesies yang dikenal mengandung essential oil (minyak atsiri) berperan sebagai antimikroba, di antaranya eugenol dalam cengkeh, allicin dalam bawang putih, cinnamic aldehyde dalam kayu manis, allyl isothiocyanate dalam biji mostar, thymol dalam oregano. Bahan-bahan tersebut dapat menstabilkan beberapa makanan yang diserang oleh mikroba (Jay, 2000).

Beberapa tanaman yang digunakan sebagai bumbu masak dan juga mengandung minyak atsiri, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui berapa lama kandungan antibakteri dalam bahan tanaman tersebut serta efektivitasnya

(2)

dalam menghambat pertumbuhan bakteri yang mencemari makanan yang dapat menimbulkan penyakit.

BAHAN DAN CARA KERJA Preparasi Sampel

Kulit kayu manis (ulit kayu manis (Cinnamomum burmani) dan rimpang jahe (Zingiber officinale) dibersihkan dari pengotor dan dipotong-potong kecil kemudian dikeringkan terutama untuk rimpang jahe.

Distilasi Uap Kayu Manis dan Jahe

Sebanyak 50,00 gram kulit kayu manis dan rimpang jahe yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam labu distilasi 1000 mL yang telah diisi 500 mL akuades. Tahap berikutnya labu distilasi diletakkan pada penangas listrik dan dipanaskan pada suhu 100° C hingga mendidih selama 4 jam. Distilat yang dihasilkan ditampung menggunakan labu Erlenmeyer 200 mL. Hasil distilasi sederhana dilakukan pengulangan dan selanjutnya dipekatkan dengan cara menguapkannya menggunakan Rotary Evaporator vakum pada suhu 40°C sehingga didapatkan distilat minyak atsiri kulit kayu manis dan rimpang jahe yang murni (bebas air).

Ekstraksi Sokhlet

Sebanyak 50,00 gram bunga cengkeh, kulit kayu manis, dan rimpang jahe kering yang telah dihaluskan dibungkus menggunakan kertas saring dan diletakkan pada bagian atas kondensor menggunakan seutas tali benang. Tahap selanjutnya labu ekstraksi 500 mL diisi akuades sebanyak 250 mL dan diletakkan di atas penangas listrik hingga mendidih pada suhu 100º C selama 4 jam. Ekstrak yang dihasilkan dipekatkan dengan cara menguapkannya menggunakan Rotary Evaporator vakum pada suhu 40° C sehingga didapatkan ekstrak minyak atsiri berupa minyak resin (oleoresin) murni.

Pengujian Antibakteri Minyak Atsiri dengan Metode Difusi Sumur

Salah satu inokulum aktif bakteri uji sebanyak 0,1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambah 10 ml media NA steril suhu 40ºC diratakan dengan cara diputar di atas meja sehingga tercampur inokulum dan media. Setelah itu, didiamkan sampai membeku dan dilubangi dengan diameter 5 mm menggunakan pipet steril yang sudah dipotong bagian ujungnya. Lubang atau sumur dibuat 3 dalam satu cawan sebagai perlakuan 3 kali ulangan. Salah satu konsentrasi minyak atsiri diteteskan ke lubang yang sudah dibuat sampai batas tinggi sumur yang dibuat. Kemudian diinkubasi pada suhu 37° C selama

24 jam. Diameter zona hambat yang terbentuk diukur dengan menggunakan jangka sorong. Hal yang sama dilakukan pada bakteri dan konsentrasi lainnya. Kontrol yang digunakan akuades steril.

Pengujian Waktu Daya Hambat Antibakteri

Medium agar (NA) sebanyak 10 ml dicairkan dalam penangas air, kemudian didinginkan sampai suhunya kurang lebih 40° C. Sebanyak 1 ml berbagai minyak atsiri dimasukkan ke medium agar, kemudian distirrer. Sebanyak 0,1 ml suspensi biakan bakteri (pengenceran 106) diteteskan ke dalam cawan petri steril. Medium agar

dituang secara aseptik ke dalam setiap cawan petri yang sudah ditetesi suspensi bakteri, media dan suspensi bakteri diratakan dengan cara menggoyang petri secara perlahan dan dibiarkan mengeras. Biakan diinkubasi selama 24, 48, dan 72 jam pada suhu kamar, kemudian di lakukan penghitungan jumlah koloni.

HASIL

Uji aktivitas antimikroba minyak atsiri bunga cengkeh, kulit kayu manis dan rimpang jahe ditunjukkan pada tabel 1. Hasil Uji aktivitas antimikroba ketiga jenis bahan tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan penyulingan minyak atsiri antara cara destilasi dan cara ekstraksi Sifat antibakteri dari minyak atsiri bunga cengkeh, kulit kayu manis dan rimapng jahe dinyatakan dalam diameter daya hambat (DDH) terhadap bakteri uji (Tabel 1). Pada tabel1). Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa cara penyulingan distilasi menunjukkan aktivitas penghambatan yang lebih baik dibandingkan dengan cara ekstraksi. Hasil ini diperoleh dari DDH terjadi pada cara distilasi bunga cengkeh untuk ketiga jenis bakteri uji. Sementara itu, semua cara ekstraksi tidak menunjukkan daya hambat yang berarti pada seluruh bakteri uji. Sedangkan hasil pengamatan efektivitas antibakteri dengan melihat laju pertumbuhan bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 1, 2, dan 3 dibawah ini.

Tabel 1. Hasil uji aktivitas antimikroba minyak atsiri bunga cengkeh, kulit kayu manis dan rimpang jahe terhadapmanis dan rimpang jahe terhadap bakteri uji cara distilasi dan ekstraksiistilasi dan ekstraksi

Bahan Uji Diameter zona hambat terhadap (mm) A. Cara Distilasi B. substillis P. aeruginosa S. aureus

Bunga cengkeh 25,33 21,67 23,67

Kulit kayu manis 0 0 0

Rimpang jahe 0 0 0

B. Cara Ekstraksi

Bunga cengkeh 0 0 0

Kulit kayu manis 0 0 0

Rimpang jahe 0 0 0

(3)

Gambar 1. Laju pertumbuhan P. aeruginosa, S. aureus dan

B. subtillis pada minyak atsiri bunga cengkeh pada masa inkubasi 24, 48, dan 72 jam

Gambar 2. Laju pertumbuhan P. aeruginosa, B. subtillis, dan S. aureus pada minyak atsiri kulit kayu manis pada masa inkubasi 24, 48, dan 72 jam Jumlah koloni 0 50 100 150 200 250 300 jum lah koloni

24

jam jam48 jam72 t (jam )

P .aeruginosa B .subtilis S .aureus

Gambar 3. Laju pertumbuhan P. aeruginosa, B. subtillis, dan S. aeureus pada minyak atsiri rimpang jahe pada masa inkubasi 24, 48, dan 72 jam

PEMBAHASAN

Efek minyak cengkeh dalam menghambat pertumbuhan mikroba B. subtillis, S. aureus dan P. aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 1. Selama pertumbuhan dengan menggunakan minyak cengkeh terlihat bahwa ketiga bakteri tersebut tidak ada yang tumbuh selama waktu pengamatan 24, 48 dan 72 jam. Hal ini terlihat dalam hasil pengamatan bahwa laju pertumbuhannya stabil berada di rata-rata pertumbuhan nol, berarti tidak terdapat pertumbuhan bakteri selama waktu inkubasi. Hal ini terlihat di permukaan media agar cawan tidak terlihat satu kolonipun bakteri yang tumbuh, berarti minyak cengkeh dapat membunuh ketiga bakteri uji. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penurunan pertumbuhan bakteri menunjukkan minyak cengkeh mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut dengan merusak

sistem pertahanan sel bakteri karena adanya aktivitas antimikroba yang terkandung di dalam minyak cengkeh. Mekanisme jenis kerusakan sel bakteri oleh senyawa eugenol yang terkandung dalam minyak cengkeh belum diketahui dengan jelas apakah menyebabkan kebocoran membran dan kerusakan DNA, seperti halnya nitrit. Menurut Hill (1991) proses penghambatan nitrit terhadap pertumbuhan sel bakteri yaitu dengan cara mengganggu proses respirasi bakteri. Nitrit pada konsentrasi yang rendah menunjukkan aktivitas penghambatan dengan kerja mengikat komponen dalam proses transfer elektron dalam respirasi. Komponen yang dihambat misalnya sitokrom. Tidak adanya pertumbuhan bakteri pada media uji menunjukkan bahwa minyak cengkeh dapat dikatakan bersifat bakterisidal karena kemampuannya tidak hanya menghambat pertumbuhan bakteri tetapi juga membunuh bakteri perusak makanan seperti B. subtillis, S. aureus dan P. aeruginosa (105 sel/ml). Oleh karena itu, minyak

cengkeh dapat diaplikasikan sebagai pengawet alami dalam makanan.

Efek minyak atsiri kulit kayu manis dalam menghambat pertumbuhan mikroba B. subtillis, S. aureus dan P. aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 2. Selama pertumbuhan dengan menggunakan minyak kulit kayu manis terlihat bahwa hanya S. aureus dan P. aeruginosa yang tidak tumbuh (inkubasi 24 jam), tetapi setelah 48 jam dan 72 jam terlihat adanya pertumbuhan koloni (100%). Pada bakteri Bacillus subtillis selama waktu pengamatan 24, 48, dan 72 jam telah terlihat pertumbuhan yang maksimum (100%). Hal ini dapat dikatakan bahwa kulit kayu manis hanya efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dan P. aeruginosa tetapi tidak pada Bacillus subtillis.

Perbedaan penghambatan pada kedua bakteri yaitu S. aureus dan P. aeruginosa dapat disebabkan karena konsentrasi 1 ml ekstrak minyak atsiri kulit kayu manis belum efektif untuk menghambat pertumbuhan kedua

bakteri tersebut selama 48 dan 72 jam. Oleh karena itu

diperlukan volume yang lebih tinggi lagi untuk dapat menghambat pertumbuhannya. Semakin besar konsentrasi minyak atsiri kulit kayu manis yang diberikan makin besar pula daya hambatnya, dan semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri kulit kayu manis, senyawa antimikroba yang dilepaskan juga semakin banyak sehingga tidak hanya menghambat pertumbuhan S. aureus dan P. aeruginosa akan tetapi mampu menurunkan viabilitas sel bakteri atau bersifat bakterisidal.

Efektivitas minyak atsiri kulit kayu manis belum dapat menghambat laju pertumbuhan B. subtillis . Hal ini mungkin disebabkan pemberian minyak atsiri kulit kayu

(4)

manis belum cukup menghambat pertumbuhan mikroba B. subtillis. Karena konsentrasi yang diberikan berpengaruh terhadap keefektifan menghambat pertumbuhan mikroba, berarti jumlah zat antibakteri yang dikandung belum mampu menghambat pertumbuhan bakteri B. subtillis dengan mengganggu sistem pertahanan sel bakteri tersebut.

Bacillus subtillis merupakan bakteri gram positif yang 90 persen dinding selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan. Beberapa senyawa antimikroba termasuk antibiotika mampu mencegah sintesis peptidoglikan pada sel yang sedang tumbuh. Karena bakteri gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal, maka bakteri ini lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba (Fardiaz,1989).

Menurut hasil penelitian Suherlan (1995), senyawa bioaktif antibakteri dari ekstrak Cinnamomum burmanii (kayu manis) yang diberikan pada bakteri-bakteri Salmonella typhosa, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli menunjukkan aktivitas antibakteri. Aktivitas paling kuat ditunjukkan oleh fraksi n-heksan terhadap Salmonella typhosa dengan diameter zona hambat 14,2 mm. Pada penelitian ini minyak atsiri kayu manis tidak efektif menghambat pertumbuhan S. aureus dan P. Aeruginosa. Hasil ini menandakan bahwa jenis bakteri sangat penting sebagai salah satu alasan bahwa tidak semua bakteri uji sama pekanya terhadap suatu zat. Jadi perlu dievaluasi jenis bakteri uji yang digunakan di antaranya sensitivitasnya, gram positif atau gram negatif, atau dilihat dari jenis bakteri uji yang berkaitan dengan jenis penyakit yang ditimbulkannya.

Efek minyak atsiri rimpang jahe dalam menghambat pertumbuhan mikroba B. subtillis, S. aureus dan P. aeruginosa dapat dilihat pada Gambar 3. Selama pertumbuhan dengan menggunakan minyak atsiri rimpang jahe terlihat bahwa hanya S. aureus dan B. subtilis yang mengalami pertumbuhan sebesar 138 koloni (46%), selama 24 jam tetapi setelah 48 dan 72 jam pertumbuhan kedua bakteri tersebut mengalami peningkatan menjadi lebih dari 300 koloni, berarti minyak atsiri rimpang jahe hanya bersifat bakteriostatik selama 24 jam. Sedangkan P. aeruginosa dengan pemberian minyak atsiri rimpang jahe mengalami pertumbuhan maksimum yaitu lebih dari 300 koloni selama waktu 24, 48 dan 72 jam sehingga dapat dikatakan minyak atsiri rimpang jahe tidak menunjukkan efek antibakteri terhadap ketiga bakteri uji.

Terdapat beberapa hal yang memengaruhi efektivitas antibakteri dari suatu senyawa aktif. Rendahnya efektivitas minyak atsiri rimpang jahe dipengaruhi oleh kurangnya jumlah zat antibakteri yang terkandung dalam minyak atsiri rimpang jahe karena semakin tingginya konsentrasi zat antimikroba yang ditambahkan semakin besar pula daya

bunuhnya. Sehingga untuk minyak atsiri rimpang jahe perlu dilakukan pemurnian zat antibakterinya. Selain itu disebabkan banyaknya komponen senyawa yang kurang aktif pada minyak atsiri rimpang jahe. Efektivitas dari suatu bahan pengawet antibakteri ditentukan oleh konsentrasi dan jenis bahan pengawet. Makin tinggi konsentrasi zat aktif

antibakteri, makin besar efektivitasnya. Menurut (Supardi &

Sukamto, 1999), umumnya bahan pengawet makanan hanya bersifat bakteriostatik, karena jumlah yang ditambahkan ke dalam makanan sangat kecil agar tidak berbahaya bagi kesehatan konsumen.

Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada

umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan

karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran lisis

(Parwata & Dewi, 2008).

Menurut Nurcahyo bahwa kayu manis dan jahe berpotensi sebagai antioksidan dan antimikroba, aktivitas antimikroba minyak atsiri ini terhadap mikroba perusak dan patogen pada makanan. Hasilnya terlihat jelas dari aktivitas antimikroba yang sangat peka menghambat pertumbuhan Salmonella thypii (bakteri gram negatif penyebab tipus), Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus (bakteri gram positif penyebab gangguan pencernaan). Namun bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini bahwa minyak atsiri rimpang jahe lebih sensitif terhadap P. aeruginosa daripada Bacillus subtillis dan Staphylococcus aureus . Perbedaan ini dapat terjadi karena sumber bahan baku yang berbeda juga memengaruhi daya antibakteri. Di sini pentingnya sumber bahan baku yang standar, sehingga perlu informasi-informasi asal bahan baku, bagaimana cara menanam dan budidayanya, dan cara pengolahan setelah panen. Jika sumber bahan baku berbeda dapat memengaruhi kandungan zat aktif dalam bahan baku tersebut, sehingga memengaruhi pula daya antibakterinya.

KEPUSTAKAAN

Ardiansyah, 2005. Daun Beluntas Sebagai Antibakteri dan Antioksidan. http://www.beritaiptek.com. Rabu 13/2/2008.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Sixth Edition.AspenSixth Edition. Aspen

(5)

Nurcahyo, 2006. http:��www Indonesiaindonesia.�om. 18 Oktober 2008. 8.30.

Parwata, I.M & P. Fanny Sastra Dewi, 2008. Isolasi dan �ji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galanga, L). Jurnal Kimia 2(2), Jurusan Kimia FMIPA Univ. Udayana, Bukit Jimbaran. 100–104.

Suherlan, A. 1995. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Kayu Manis (Cinnamomun Burmanii). Skripsi. Dept Farmasi ITB. Bandung.

Supardi dan Sukamto, 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung.

Gambar

Tabel 1.  Hasil uji aktivitas antimikroba minyak atsiri bunga  cengkeh, kulit kayu manis dan rimpang jahe terhadap manis dan rimpang jahe terhadap  bakteri uji cara distilasi dan ekstraksiistilasi dan ekstraksi
Gambar 1.  Laju pertumbuhan P.	aeruginosa,	S.	aureus dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil analisis menunjukan bahwa pemberian SPL dengan suplemen (top mix dan mineral) yang biasa digunakan peternak memberikan warna yolk berbeda nyata (P<

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk menentukan fraksi etil asetat dan fraksi air dari daun Acanthus ilicifolius memiliki aktivitas estrogenik

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2009), di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar menunjukan bahwa pemberian kompres hangat pada daerah aksila dan

Predict, Observe, Explain atau disingkat POE adalah model pembelajaran yang menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu (1) Prediction atau membuat prediksi,

Capaian target Sasaran Kinerja untuk indikator kedua yakni Persentase Badan Publik yang menerapkan standar layanan informasi publik sudah memenuhi besaran target yang

12) Penyelesaian perselisihan; dan 13) Pengakhiran kerjasama. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama, apabila membebani daerah dan masyarakat sebelum ditandatangani para pihak

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses produksi program bingkai sumatera dalam membangun citra DAAI TV Medan... Manfaat

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah