• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEGIATAN PRAKTIKUM DENGAN PENDEKATAN GUIDED INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KEGIATAN PRAKTIKUM DENGAN PENDEKATAN GUIDED INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA KONSEP SISTEM SARAF"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KEGIATAN PRAKTIKUM DENGAN PENDEKATAN GUIDED INQUIRY TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SISWA PADA KONSEP

SISTEM SARAF A. Keterampilan Proses

Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS) merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Keterampilan Proses dalam pendekatan KPS dapat dikembangkan secara terpisah-pisah, tergantung pada metode pembelajaran yang digunakan.

Ada beberapa jenis keterampilan proses yang sebenarnya satu sama lain tidak dapat dipisahkan namun memiliki penekanan tersendiri, yaitu :

1. Melakukan Pengamatan (Observasi) 2. Menafsirkan (Interpretasi)

3. Mengelompokan (Klasifikasi) 4. Meramalkan (prediksi)

5. Berkomunikasi 6. Berhipotesis

7. Merencanakan percobaan atau penyelidikan 8. Menerapkan konsep atau prinsip

9. Mengajukan pertanyaan

(Rustaman, 2005 :80) Seandainya kita mengamati cara kerja para ilmuwan, sebetulnya mereka menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan mental dan fisik tertentu, yaitu menumbuhkan keterampilan proses. Keterampilan-keterampilan tersebut merupakan dasar dari proses kerja ilmiah.

Menurut Semiawan (1988 ; 18) keterampilan proses dapat menumbuhkan potensi dan mengembangkan kemampuan tersebut dalam diri anak didik atau siswa. Dengan mengembangkan keterampilan proses anak akan mampu

(2)

menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai ilmiah. Seluruh irama gerak dalam proses belajar ini akan membawa dan menciptakan kondisi cara belajar yang aktif bagi siswa. Penjelasan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Hubungan KPS dengan Belajar Aktif (Semiawan,1988)

Sebagaimana telah diungkapkan oleh Rustaman (2005) bahwa keterampilan proses terdiri atas beberapa unsur yang berkaitan, maka untuk memperjelas masing-masing butir dalam keterampilan proses di bawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing butir, yaitu :

1. Observasi atau pengamatan.

Observasi atau pengamatan adalah salah satu keterampilan ilmiah yang mendasar. Mengobservasi tidak sama dengan melihat. Dalam mengobservasi kita harus memilah dan memilih mana yang penting dan

KONSEP SIKAP

KPS

CBSA

(3)

yang kurang penting. Untuk melakukan observasi kita menggunakan seluruh indera kita, untuk melihat, mendengar, meraba, mengecap, dan membaui.

2. Interpretasi data

Kemampuan interpretasi atau menafsirkan data adalah salah satu keterampilan yang penting untuk dimiliki oleh ilmuan. Data yang dikumpulkan dalam observasi dapat dicatat atau disajikan dalam bentuk tabel, diagram, grafik, atau histogram. Data yang disajikan dalam berbagai bentuk tersebut kemudian dapat diolah dan didapatkan kesimpulan yang sesuai. Oleh karena itu menarik kesimpulan juga termasuk kedalam interpretasi data.

3. Klasifikasi atau Mengelompokkan.

Keterampilan mengklasifikasi atau menggolongkan adalah salah satu kemampuan yang penting dalam kerja ilmiah. Dalam membuat klasifikasi perlu diperhatikan beberapa hal yaitu, alasan atau dasar dari pengklasifikasian, misalnya diklasifikasikan berdasarkan fungsi, bentuk, asal, dll. Selain itu diperlukan kecermatan dan ketelitian yang baik dalam mengklasifikasi.

4. Prediksi atau meramalkan

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering meramalkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang sebelumnya. Para ilmuwan sering membuat ramalan atau prediksi berdasarkan hasil observasi dan penelitian yang memperlihatkan suatu pola atau kecenderungan gejala tertentu. Siswa

(4)

dapat dilatih untuk membuat prediksi berdasarkan pengetahuan, pengalaman atau data yang didapat dari observasi.

5. Berkomunikasi

Setiap ahli dituntut untuk dapat menyampaikan hasil dari penemuannya. Penyampaian penemuan tersebut dapat berupa laporan tertulis seperti membuat paper, laporan penelitian atau menyususn kerangka. Mungkin pula penyampaiannya berupa bahasa lisan, atau dengan membuat gambar, grafik, histogram, diagram dan tabel yang dapat dibaca dan dipahami oleh orang lain.

6. Berhipotesis

Kemampuan membuat hipotesis adalah salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh oleh ilmuwan dan merupakan kemampuan paling mendasar. Hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan. Dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen. Penyusunan hipotesis adalah kunci pembuka dari penemuan baru.

7. Menrencanakan percobaan atau penyelidikan

Para ilmuwan biasanya terbiasa dengan pekerjaan eksperimental. Namun kegiatan tersebut tidak hanya hak mutlak para ilmuwan. Banyak orang yang dalam hidupnya melakukan eksperimen atau percobaan. Eksperimen atau biasa disebut juga penelitian adalah usaha menguji gagasan-gagasan. Untuk melakukan suatu eksperimen diperlukan

(5)

kecakapan untuk menyusun atau merancang kegiatan percobaan tersebut terlebih dahulu. Karena bila suatu eksperimen dilakukan tanpa adanya perencanaan maka akan terjadi pemborosan waktu, biaya dan tenaga.

Dalam merencanakan penelitian atau eksperimen kita akan menentukan alat,bahan,faktor pendukung, kriteria keberhasilan, cara dan langkah kerja, serta bagaimana data diambil dan akan diolah untuk menarik suatu kesimpulan.

8. Menerapkan konsep atau prinsip (Aplikasi)

Keterampilan menerapkan atau mengaplikasikan konsep adalah kemampuan umum yang dimiliki para ilmuan. Menerapkan konsep dapat dilatih dengan memecahkan suatu masalah atau kasus.

9. Mengajukan pertanyaan

Pertanyaan apa, mengapa, bagaimana dan mengajukan pertanyaan tentang hipotesis adalah hal dasar untuk mengetahui sesuatu. Dari berbagai pertanyaan yang diajukan dapat terlihat bahwa terjadi proses berpikir, dan terlihat bahwa penanya telah memiliki ketertarikan tertentu. Berdasarkan penjabaran di atas dapat dilihat bahwa keterampilan proses harus dimiliki oleh setiap ilmuwan. Dapat diketahui pula bahwa semua aspek keterampilan proses adalah hal mendasar dan penting untuk dimiliki oleh peserta didik.

B. Pembelajaran Guided Inquiry

Menurut Sund & Trowbridge (1997) sains adalah batang tubuh dari pengetahuan dan suatu proses. Sains dapat dibedakan berdasarkan pendekatan

(6)

yang digunakan untuk menemukan pengetahuan. Selama ini yang ditekankan dalam pembelajaran sains adalah produk yang dihasilkan dari pada proses sains. Salah satu proses pembelajaran yang tidak hanya menekankan pada produk sains yang berupa materi atau fakta adalah Inquiry.

Menurut Sudjana & Arifin (1988 ; 67) pembelajaran inquiry bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subjek dan objek dalam belajar. Mereka mempunyai kemampuan dasar untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Proses pembelajaran harus dipandang sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar.

Dalam inquiry siswa didorong untuk menggunakan prosedur ilmiah dengan cara mengenal masalah, mengajukan pertanyaan, mengemukakan langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg, membuat ramalan dan penjelasan yang menunjang pengalaman ( Rustaman et. al,. 2003). Melakukan pembelajaran inquiry berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para peneliti. Menurut Hamalik (1990), pengajaran berdasarkan inquiry adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa dimana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada satu persoalan/masalah atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas. Goldmark (Nasution, 1992) mendefinisikan inquiry sebagai pola bereaksi dalam bentuk bertanya yang terarah menguji sesuatu nilai. Bertanya itu amat penting sebagai bentuk mereaksi dan sebagai tanda aktif peserta didik.

(7)

Tujuan umum dari pembelajaran inquiry adalah untuk membantu anak didik mengembangkan disiplin secara intelektual dengan memberikan pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas usaha dan keingintahuan mereka. Esensi dari pembelajaran inquiry adalah merancang lingkungan belajar untuk melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student center dan memberikan panduan untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan penelitian berdasarkan konsep dan prinsip seorang ilmuwan (Sund&Trowbridge, 1997).

Dua unsur utama dalam model inquiry adalah data dan teori, atau dalam arti operasionalnya adalah bekerja berdasarkan kenyataan (data) dan atas dasar konsep (teori dan hipotesis). Pola prilaku murid yang terlihat dalam model ini bergerak dari alur data ke alur teori, atau sebaliknya dari alur teori ke alur data dan seterusnya, dan titik awalnya dapat berganti-ganti. Proses penggunaan teori dapat terjadi berkat penggunaan alat berupa hipotesis, ramalan atau prediksi, asumsi, interpolasi, dan lain-lain. Alat pengumpulan data dapat berupa observasi, pengukuran, interview, eksperimen, mempelajari buku, melihat buku dan sebagainya.

Beberapa peneliti ada yang berpendapat bahwa pembelajaran inquiry dan pembelajaran discovery adalah sama. Masing-masing pembelajaran ini berfokus pada belajar penemuan. Namun Sund & Trowbridge (1997) menyatakan bahwa discovery adalah suatu proses mental untuk mengasimilasi konsep dan prinsip. Discovery terdiri dari beberapa proses kognitif, yaitu observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penjelasan, dan menarik kesimpulan. Sedangkan inquiry adalah suatu discovery yang ditambah dengan

(8)

kemampuan kinerja ilmiah. Proses-proses yang terdapat dalam inquiry adalah mengenali suatu permasalahan, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen, dan memiliki sikap ilmiah seperti objektif, sikap ingin tahu, terbuka, tanggung jawab, dan peduli terhadap berbagai teori yang berkembang. Jadi dapat dikatakan bahwa inquiry lebih menekankan terhadap proses yang dilaksanakan, sedangkan discovery lebih menekankan pada hasil yang didapat.

Menurut Sudjana & Arifin (1988 ; 67) ada lima tahapan yang harus ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inquiry yaitu : tahap pertama, perumusan masalah untuk dipecahkan oleh siswa. Tahap kedua, menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis. Tahap ketiga, siswa mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan/hipotesis. Tahap keempat, menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi, dan tahap kelima yaitu, mengaplikasikan kesimpulan dalam situasi yang baru.

Ada beberapa keuntungan dari pembelajaran inquiry yang hampir sama dengan pembelajaran discovery, yaitu :

1. Mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa

2. Siswa dapat membangun konsep sendiri sesuai dengan pemahamannya melalui pengalaman belajar yang dilakukan

3. Dapat mengembangkan potensi yang terdapat pada diri siswa 4. Melalui inquiry belajar tidak hanya pada tingkat verbal 5. Dengan inquiry terjadi asimilasi dan akomodasi informasi

(9)

Jerome Bruner (dalam Sund & Trowbridge, 1997) menyatakan beberapa keuntungan inquiry dan discovery, yaitu : siswa akan lebih mengerti konsep-konsep dasar dan ide yang lebih baik. Selain itu pembelajaran ini dapat membantu dalam penggunaan ingatan, pola pikir, dan bekerja secara inisiatif dan intuitif. Pembelajaran ini pula dapat memberikan kepuasan intrinsik serta memberikan situasi yang lebih menantang untuk mendorong siswa belajar.

Menurut Winataputra (1992) pada pembelajaran inquiry guru kurang mendominasi tetapi siswa lebih menguasai ilmu yang dipelajari, dan lebih mudah menyampaikan maksud dari pelajaran yang dipelajari. Sedangkan pada pendekatan lain selain inquiry guru lebih mendominasi pelajaran seperti halnya pada pendekatan konsep yang sampai sekarang masih sering digunakan oleh para guru pada umumnya.

Selain memiliki beberapa keuntungan inquiry juga memiliki beberapa kekurangan seperti yang di ungkapkan oleh Winataputra (1992), yaitu :

1. Tidak mudah untuk mengubah gaya belajar yang telah ada

2. Tidak mudah untuk mengubah gaya mengajar guru yang pada umumnya belum merasa puas dalam mengajar jika belum banyak menyajikan informasi melalui metode ceramah

3. Dalam pelaksanaannya metode ini membutuhkan penyediaan berbagai sumber belajar, fasilitas yang memadai dan biasanya sukar untuk menyediakannya

4. Pada sistem klasikal dengan jumlah dengan jumlah siswa yang relatif banyak, penggunaan metode ini sukar untuk dikembangkan dengan baik. Dalam inquiry guru berperan sebagai fasilitator, narasumber, dan konselor kelompok. Dengan demikian siswa lebih banyak melakukan kegiatan sendiri atau berkelompok dalam memecahkan masalah. Beberapa kriteria yang harus diperhatikan guru menurut Hamalik (1990) adalah sebagai berikut :

(10)

1. Merumuskan topik inquiry dengan jelas dan bermanfaat bagi siswa 2. Membentuk kelompok yang seimbang, baik akademis maupun sosial

3. Menjelaskan tugas dan menyediakan balikan kepada kelompok dengan cara yang responsif dan tepat waktunya

4. Sekali-kali perlu intervensi oleh guru agar terjadi interaksi antar pribadi yang sehat demi kemajuan tugas

5. Melaksanakan penilaian kelompok, baik terhadap kemajuan kelompok maupun terhadap hasil yang dicapai.

Sund & Trowbridge (1997) menyatakan bahwa inquiry terbagi menjadi inkuiri terbimbing (guided inquiry), dan inkuiri bebas (free inquiry). Pada pembelajaran guided inquiry, siswa mendapatkan bimbingan dari guru, sedangkan pada free inquiry pada pelaksanaanya mendapatkan sedikit sekali bantuan dari guru.

Menurut Trowbridge ada tiga tingkatan dalam inquiry, yaitu dimulai dengan belajar penemuan. Pada tingkat ini guru menentukan masalah dan prosesnya, sedangkan siswa akan mencari alternatif atau cara penyelesainya. Tingkat berikutnya, berdasarkan kompleksnya tingkatan masalah melalui bentuk guided inquiry. Pada tingkat ini guru mengajukan masalah dan siswa diminta untuk menentukan prosesnya dan pemecahannya. Tingkatan ketiga adalah tingkatan tertinggi dalam inquiry yaitu free inquiry. Pada tingkat ini guru hanya menentukan konteks untuk memecahkan masalah, kemudian siswa melakukan identifikasi dan menyelesaikan masalah yang diberikan.

(11)

Pada kegiatan Guided Inquiry guru membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberikan bahan penunjang pelajaran, topik pelajaran. Sedangkan dalam menganalisis hasil, menarik kesimpulan siswa diberikan kebebasan atau mandiri.

Ciri dari pembelajaran guided inquiry yaitu siswa memperoleh bantuan dari guru yang umumnya berupa pertanyaan. Pembelajaran guided inquiry ini bertujuan agar murid atau siswa dapat menemukan suatu konsep dan prinsip sendiri melalui perbincangan, pertanyaan atau penyelesaian. Pada umumnya guided inquiry terdiri dari :

1. Pernyataan masalah. Masalah dapat diberikan dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan

2. Kelas/tingkat. Ini menunjukkan tingkatan kelas yang akan diberi pelajaran 3. Prinsip atau konsep yang diharapkan dapat ditemukan oleh siswa

4. Alat dan bahan, yang dibutuhkan harus disediakan terlebih dahulu 5. Diskusi pengarah

6. Kegiatan yang dilakukan oleh siswa, biasanya kegiatan ini dalam bentuk percobaan

7. Proses berpikir kritis dan ilmiah

8. Pertanyaan yang bersifat open-ended. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan pengarah untuk pengembangan tambahan kegiatan penelitian yang dilakukan

(12)

9. Catatan guru, catatan untuk guru lain yang berisi materi pelajaran, hal-hal yang dianggap sulit dalam pelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil.

C. Praktikum dalam Pembelajaran Sains

Kegiatan praktikum dapat dikategorikan sebagai belajar penemuan atau Hands on. Kegiatan praktikum merupakan kegiatan belajar mengajar yang memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa. Rustaman et al (2003) berpendapat bahwa “kegiatan praktikum merupakan latihan aktivitas ilmiah baik berupa eksperimen, observasi maupun demonstrasi yang menunjukkan adanya keterkaitan antara teori dengan fenomena yang dilaksanakan baik di laboratorium maupun di luar laboratorium”.

Tujuan dari kegiatan praktikum antara lain untuk membangun motivasi siswa, membangun pemahaman konsep, mengembangkan keterampilan dasar eksperimen, mengembangkan keterampilan proses, dll. Melalui praktikum, tujuan pembelajaran dapat tercapai secara menyeluruh, mencakup ranah kognitif,afektif dan psikomotor.

Menurut Woolnough & Allsop dalam Rustaman dkk, 1995 terdapat empat alasan pentingnya kegiatan praktikum, yaitu :

1. Praktikum membangkitkan motivasi belajar IPA, melalui kegiatan laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memenuhi dorongan rasa ingin tahu dan ingin bias. Prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum dimana siswa menemukan pengetahuan melalui eksplorasinya terhadap alam.

(13)

2. Praktikum mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen. 3. Praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah. Salah satu metode

praktikum yang dikemukakan oleh para ahli yaitu metode inquiry, metode ini dikembangkan melalui pendekatan heuristik yang memandang saintis sebagai penemu. Dalam metode praktikum ini siswa diibaratkan sebagai seorang penemu yang sedang melakukan eksperimen, belajar dengan cara seperti ini dikenal pula dengan belajar penemuan yang dikemukakan oleh Bruner. Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan diantaranya pengetahuan yang didapat bertahan lama, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya, dan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas (Dahar, 1989).

4. Praktikum menunjang pemahaman materi pelajaran, hal ini berhubungan dengan kenyataan banyaknya konsep dan prinsip belajar IPA yang terbentuk dalam diri siswa melalui proses generalisasi dari fakta yang diamati dalam praktikum.

Menurut Rustaman, N (2005), bentuk praktikum berdasarkan tujuannya dapat dibedakan menjadi :

a. Bentuk praktikum latihan, digunakan untuk mengembangkan

keterampilan dasar seperti menggunakan alat, mengobservasi, mengukur dan kegiatan lainnya.

(14)

b. Bentuk praktikum Investigasi (penyelidikan), digunakan untuk kemampuan memecahkan masalah.

c. Bentuk praktikum bersifat memberi pengalaman, digunakan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran. Kontribusi praktikum dalam meningkatkan pemahaman dapat tercipta apabila siswa diberi pengalaman langsung. Pengalaman langsung siswa terhadap fenomena alam menjadi prasyarat penting untuk mendalami dan memahami materi pelajaran.

D. Sintaks Model Pembelajaran Bebasis Praktikum

Dalam penelitian ini kegiatan praktikum akan dipadukan dengan pembelajaran Guided Inquiry, adapun sintaks model pembelajaran berbasis praktikum menurut Sudargo(2009):

a. Fase 1: orientasi masalah

Guru menjelaskan area yang akan diselidiki serta langkah – langkah praktikum.

b. Fase 2: perumusan masalah

Siswa merumuskan masalah dan mengidentifikasi langkah – langkah penyelidikan

(15)

Siswa mengidentifikasi masalah untuk diselidiki, melakukan kegiatan penyelidikan, pengumpulan data, interpretasi data, memanipulasi variabel dalam penyelidikan, mengidentifikasi kesulitan dalam proses penyelidikan d. Fase 4: mengatasi kesulitan

Guru menugaskan siswa untuk memikirkan berbagai cara dalam mengatasi kesulitan dalam proses penyelidikan, serta merancang ulang percobaan, mengorganisasi data melalui berbagai cara, menginterpretasi data, mengkontruksi pengetahuan.

e. Fase 5 : merefleksikan hasil penyelidikan

Mengaitkan hasil praktikum atau penyelidikannya dengan konsep atau teori.

E. Konsep Sistem Saraf

Sistem saraf berfungsi merasakan perubahan-perubahan di dalam dan diluar tubuh serta menginterpretasikan sikapnya untuk memberi tanggapan atau respon. Kesatuan struktural dan fungsional system saraf disebut neuron. Sel neuron tersusun dari serabut-serabut saraf, yaitu dendrit, dan akson (Pratiwi ,2002)

Jaringan saraf tersusun atas dua jenis sel, yaitu sel saraf (neuron) dan sel-sel pendukung (neuroglia). Neuron merupakan unit structural dan fungsional dari system saraf. Neuron berfungsi sebagai penghantar impuls saraf, baik dari organ penerima impuls ke pusat saraf maupun sebaliknya. Neuroglia berfungsi memberi nutrisi, proteksi, dan memisahkan neuron dengan jaringan lainnya (Lestari&Kistinah, 2009).

(16)

Neuron tersusun atas tiga bagian, yaitu badan sel, dendrit, dan akson. Di dalam badan sel terdapat nukleus, nukleolus, dan sitoplasma dengan organel, seperti retikulum endoplasma, neurifibril, lisosom, dan mitokondria. Badan sel berwarna abu-abu. Dendrit berupa tonjolan sitoplasma dari badan sel yang berfungsi menhantarkan impuls ke badan sel. Biasanya dalam satu neuron terdapat beberapa dendrit. Akson atau neurit juga merupakan tonjolan panjang dari badan sel yang berfungsi menghantarkan impuls dari badan sel ke sel lain(Pratiwi ,2002).

Neuron ada yang berselaput ada pula yang tidak. Selaput tersebut dinamakan selubung mielin, yang tersusun atas sel-sel Schwann. Diantara sel-sel Schwan terdapat bagian yang tidak terselubung yang disebut nodus Ranvier. Fungsi selubung mielin adalah meningkatkan kecepatan penghantaran impuls serta untuk mengisolasi dan memelihara akson. Selubung mielin juga menyebabkan penampakan warna putih pada otak, dan sumsum tulang belakang. Nodus Ranvier merupakan bagian akson yang menyempit dan tidak dilapisi selubung mielin. Bagian ini tersusun dari sel-sel pipih. Dengan adanya bagian ini, terlihat bagian akson tampak berbuku-buku. (Lestari&Kistinah, 2009).

Gambar 2.2

Struktur dan bentuk sel saraf (neuron)

(17)

Suatu impuls dapat dirambatkan akibat adanya hubungan antara satu saraf dan sel lainnya yang disebut sinapsis. Sinapsis ini dapat terjadi antarneuron, antara neuron dan sel otot (neuromuscular), serta antara neuron dan kelenjar (neurogladular).penghantaran impuls dapat terjadi melalui dua cara, yaitu melalui sel saraf dan mealui sinapsis. Apabila tidak ada impuls, bagian dalam membran sel saraf bermuatan negatif (-) sedangkan bagian luar bermuatan positif (+). Keadaan yang demikian dinamakan potensial istirahat karena membran sel saraf terpolarisasi. Pada saat impuls merambat melaui akson, dalam waktu singkat muatan dibagian dalam membran sel saraf menjadi positif (+) dan bagian luarnya bermuatan negatif (-). Perubahan tiba-tiba pada saat potensial istirahat ini menimbulkan potensial aksi yang menyebabkan membran sel saraf mengalami depolarisasi. Proses tersebut terjadi dalam waktu singkat dan akan segera kembali dalam keadaan terpolarisasi (repolarisasi) (Pratiwi, 2002).

Sinapsis merupakan penghubung yang mengendalikan komunikasi antarneuron. Di dalam gelembung sinapsis ujung akson terdapat zat kimia yang disebut neurotrasmiter atau neurohumor. Zat ini memegang peranan penting dalam merambatkan impuls. Contoh neurotrasmiter adalah asetilkolin dan noradrenalin. Perambatan impuls melalui zat kimia seperti ini disebut sinapsis kimiawi. Adapun perambatan melalui arus listrik dinamakan sinapsis listrik. Kerja asetil kolin dapat dihambat oleh enzim kolinesterase. Akibatnya, asetilkolin menjadi tidak aktif. Perambatan impuls pada sinapsis kimiawi hanya berlangsung ke satu arah, yaitu dari ujung akson menuju dendrit pada neuron lain (Pratiwi,2002).

(18)

Berdasarkan fungsinya, sel saraf dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu sel saraf sensoris (saraf aferen), sel saraf motoris (saraf eferen), dan saraf konektor (interneuron, saraf asosiasi, atau ajustor). Sel saraf sensoris membawa impuls dari reseptor (penerima impuls), misalnya kulit, menuju sistem saraf pusat. Sel saraf motoris membawa impuls dari sistem saraf pusat ke efektor, misalnya ke otot atau kelenjar. Adapun sel saraf konektor menghubungkan sel sensoris dan sel saraf motoris. Sel saraf konektor terdapat pada otak dan sumsum tulang belakang (Pratiwi ,2002)..

Berdasarkan strukurnya, neuron dibedakan atas neuron anaksonik, neuron bipolar, neuron unipolar, dan neuron multipolar. Neuron anaksonik banyak terdapat di otak dan indra. Neuron ini tidak dapat dibedakan antara dendrit dan akson. Neuron bipolar memiliki dua juluran yang dipisahkan oleh badan sel, yaitu akson dan dendrit. Neuron unipolar atau neuron pseudounipolar banyak terdapat pada sistem saraf tepi, yaitu sebagi neuron sensoris. Akson dan dendrit neuron ini bersambungan pada badan sel yang letaknya di satu sisi terhadap kedua julurannya. Neuron multipolar banyak terdapat di dalam sistem saraf pusat dan sebagai neuron motoris. Neuron ini memiliki dua atau lebih dendrit dan satu akson (Pratiwi ,2002)..

Sistem saraf dikelompokkan berdasarkan posisi dan fungsinya menjadi system saraf pusat dan system saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan

sumsum. Keduanya dilindungi oleh selaput berupa jaringan pengikat yang disebut meninges. Selaput ini terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter (terdiri dari jaringan kolagen), arachnoid (terdiri atas kolagen dan selabut elastis yang

(19)

tersusun seperti sarang laba-laba), dan piameter (terdiri atas jaringan kolagen dan serabut elastis transparan). Piameter merupakan lapisan yang langsung menempel pada permukaan otak dan sumsum tilang belakang. Diantara piameter dan arachnoid terdapat rongga subarachnoid yang berisi cairan serebrospinal. Cairan ini berfungsi sebagai pelindung otak dan sumsum tulang belakang, serta pengantar makanan ke sistem saraf pusat. Otak dibagi menjadi otak besar (cerebrum), otak tengah (mesensefalon), dan otak kecil (cerebellum). Otak besar atau cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak dengan permukaan berlipat-lipat. Diduga, semakin banyak lipatannya, maka semakin cerdas seseorang. Serebrum terdiri atas dua belahan (hemisfer) yang dipisah oleh fisura longitudinal. Kedua hemisfer dihubungkan oleh sejumlah serabut yang disebut korpus kalosum. Melalui serabut ini, impuls diteruskan dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain (Pratiwi,2002).

Setiap hemisfer terdiri atas empat lobus, masing-masing nama disesuaikan dengan nama tulang pelindugnya, yaitu bagian depan (lobus frontalis), belakang (lobus oksipitalis) samping bawah (lobus temporalis) dan samping atas (lobus parietalis). Lobus frontalis berfungsi mengendalikan gerakan otot rangka. Pada lobus ini juga terjadi proses intelektual tingkat tinggi, seperti pemecahan masalah, konsentrasi, dan perencanaan. Lobus oksipitalis merupakan pusat penglihatan. Lobus temporalis berfungsi sebagai pusat penglihatan. Lobus temporalis berfungsi sebagai pusat pendengar dan pembau. Lobus parietalis merupakan pusat sentuhan, perubahan, perasa, tekanan, dan rasa sakit. Selain itu pada otak besar terdapat pula daerah asosiasi merupakan penghubung daerah sensoris dan

(20)

daerah motoris. Daerah ini berhubungan dengan proses belajar, seperti berpikir, mengingat, menalar, pengambilan keputusan, dan kemampuan belajar bahasa (Pratiwi,2002).

Pada otak besar juga terdapat talamus, hipotalamus, bagian dari kelenjar pituitari, dan kelenjar pineal. Talamus merupakan penjaga pintu gerbang pada korteks serebrum. Semua pesan sensori yang sampai ke otakharus melalui talamus terlebih dahulu agar dapat dirasakan secara sadar,kecuali bau semua rangsangan dari reseptor diterima talamus dan kemudian diteruskan ke area sensorik serebrum (Lestari&Kistinah, 2009).

Hipotalamus berfungsi sebagai pusat koordinasi bagi banyak kegiatan organ-organ dalam. Selain itu, hipotalamus juga berfungsi untuk mengatur suhu dan kandungan air dalam darah. Hipotalamus juga merupakan penghasil hormon. Hormon yang dihasilkan, antara lain oksitosin dan ADH(antideuretik hormon) yang tersimpan di lobus posterior pada pituitari, serta TSH (hormon perangsang tiroid) dan LH (Luteinizing hormon) yang tersimpan di lobus anterior pada pituitary (Lestari&Kistinah, 2009).

Otak tengah atau mesensefalon terletak dibawah permukaan bawah (inferior) serebrum, di atas pons dan otak kecil. Bagian terbesar otak tengah adalah lobus optikus yang berhubungan dengan gerak refleks mata. Pada dasar otak tengah terdapat kumpulan badan sel saraf (ganglion) yang berfungsi mengontrol gerakan, kedudukan tubuh, dan kesadaran. Dan Otak kecil merupakan otak terbesar kedua yang terletak tepat dibawah bagian posterior otak besar (serebrum). Otak kecil merupakan pusat keseimbangan gerak, koordinasi gerak otot, serta posisi tubuh.

(21)

Tepat dibagian bawah serebelum terdapat jembatan Varol yang berfungsi menghubungkan otak besar dan otak kecil (Pratiwi,2002).

Sumsum dikelompokkan menjadi medulla oblongata dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Medulla oblongata disebut juga batang otak. Struktur ini merupakan lanjutan otak yang menghubungkan otak dengan sumsum tulang belakang. Panjangnya sekitar 3cm, terletak diantara pons varolli . Sumsum lanjutan berfungsi mengatur denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, gerak menelan, bersin, bersendawa, batuk, muntah, dan pusat pernapasan. Selain itu Medula oblongata juga meruoakan tempat keluarnya saraf otak VIII, IX, X, XI dan XII (Kurnadi,2001)

Sumsum tulang belakang merupakan lanjutan medula oblongata. Struktur berbentuk silindris ini sampai vertebrae lumbalis kedua. Sumsum tulang belakang, seperti halnya otak, diselaputi meninges. Bagian tengah sumsum tulang belakang ini berisi cairan serebrospinal. Jika medula spinalis diiris melintang, pada bagian tengahnya terdapat substansi kelabu berbentuk H dan bagian luar berwarna putih. Substansi kelabu terbagi atas akar ventral (ventral root) dan akar dorsal (dorsal root). Akar vetral mengandung badan neuron motoris yang aksonnya menuju efektor. Adapun akar dorsal mengandung badan neuron motoris yang aksonnya menuju resertor. Bagian putih yang mengelilingi bagian kelabu mengandung dendrit dan akson. Adanya kelainan atau gangguan pada sumsum lanjutan ketidaknormalan terhadap denyut jantung, irama pernapasan, dan tekanan darah (Pratiwi,2002)..

(22)

Fungsi sumsum tulang belakang adalah sebagai penghubung impuls dari dan ke otak, serta memberi kemungkinan terjadinya gerak refleks. Apakah gerak refleks itu? Gerak refleks adalah gerak disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya mengejutkan atau menyakitkan. Contoh gerak refleks adalah membesar dan mengecilnya pupil mata sebagai respons terhadap cahaya, serta batuk dan bersin sebagi respons terhadap gerakan sistem pernapasan (Pratiwi,2002).

Gerak reflek berbeda dengan gerak biasa karena rangsangan tidak diolah diotak terlebih dahulu. Ada dua macam gerak reflek yaitu reflek spinal dan reflek kranial. Jalur perjalanan gerak reflek adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Skema Gerak Refleks

(Lestari & Kistinah,2009) Contoh refleks diatas merupakan refleks sumsum tulang belakang karena neuron penghubung terdapat di otak, refleksnya disebut refleks otak, misalnya bersin dan batuk. Jika refleks melibatkan otak dan sumsum tulang belakang, refleks tersebut dinamakan refleks kompleks, misalnya gerak saat menginjak

(23)

benda panas. Refleks kompleks berlangsung agak lambat karena sinapsis pada sumsum tulang belakang yang diteruskan ke otak melewati jarak yang lebih jauh bila dibanding dengan refleks otak (Pratiwi,2002).

Sistem saraf tepi disebut juga system saraf perifer. Sistem saraf perifer, mengatur penghantur penghantaran impuls dari dan ke sistem saraf pusat. Berdasarkan fungsinya sistem saraf tepi dibedakan menjadi system saraf aferen (membawa impuls dari reseptor ke saraf pusat) dan system saraf eferen (dari saraf pusat ke efektor). Sistem saraf aferen dibedakan menjadi sistem saraf somatis yang berfungsi mengatur kontraksi otot rangka,dan sistem saraf otonom yang berfungsi mengatur kontraksi otot polos, otot jantung, dan sekresi kelenjar. Sistem saraf otonom dibedakan menjadi dua, yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis (Pratiwi,2002).

Sistem saraf tepi dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu saraf cranial (dari otak) dan saraf spinal (dari tulang belakang). Sistem saraf kraniospinal terdiri dari 12 pasang saraf yang keluar dari otak dan 31 pasang saraf yang keluar dari sumsum tulang belakang. Kedua belas pasang saraf otak tersebut berhubungan dengan reseptor dan efektor untuk daerah kepala. Saraf otak dapat dikelompokkan menjadi saraf sensoris, saraf motoris, dan saraf gabungan antara sensoris dan motoris (Pratiwi,2002)..

Saraf sensoris terdiri atas saraf I, II, dan VIII. Saraf motoris terdiri atas saraf III, IV, VI, XI, dan XII. Adapun saraf gabungan terdiri atas saraf V, VII, IX, dan X. Saraf X, yaitu saraf vagus, disebut juga saraf pengembara karena daerah yang

(24)

dipengaruhinya amat luas. Saraf ini bekerja secara tidak sadar walaupun merupakan saraf sadar (Pratiwi,2002).

Tiga puluh pasang saraf tepi yang keluar dari sumsum tulang belakang merupakan campuran serabut saraf sensoris dan serabut saraf motoris. Serabut saraf sensoris masuk melalui akar dorsal, sedangkan serabut saraf motoris keluar melalui akar ventral. Berdasarkan letaknya, saraf tersebut dibedakan menjadi delapan pasang saraf leher, dua belas saraf punggung, lima pasang saraf pinggang, lima pasang saraf pinggul, dan satu pasang saraf ekor (Pratiwi,2002).

Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar merupakan sistem saraf yang mengendalikan aktivitas tubuh yang tidak disadari, seperti denyut jantung, gerak saluran percernaan, dan eksresi enzim. Sistem saraf otonom juga merupakan saraf motorik ini terdiri dari atas sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Keduanya berasal dari otak dan sumsum tulang belakang, kemudian menuju ke efektor yang sama, tetapi kerjanya berlawanan. Oleh karen itu, keduanya dikatakan bersifat antagonis. Jika saraf simpatis menyebabkan kontraksi pada suatu efektor, saraf parasimpatik menyebabkan relaksasi pada efektor tersebut. Mekanisme kerja saraf seperti ini bertujuan agar proses-proses di dalam tubuh berjalan dengan normal.oleh karena sistem saraf saraf otonom banyak mengendalikan organ viseral, sistem ini merupakan bagian terpenting dalam mekanisme untuk mempertahankan lingkungan internal agar konstan. Dengan demikian sistem saraf otonom sangat berperan dalam mekanisme homeostatis (Lestari & Kistinah, 2009).

(25)

Kerja saraf otonom dipengaruhi oleh hipotalamus. Dengan demikian, kerja sistem saraf otonom tidak sepenuhnya otonom. Hipotalamus berhubungan dengan saraf simpatis maupun dengan saraf parasimpatis. Bagian depan dan tengah hipotalamus mengendalikan saraf parasimpatis, sedangkan bagian belakang dan sampingnya mengendalikana saraf simpatis (Lestari & Kistinah, 2009).

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan KPS dengan Belajar Aktif  (Semiawan,1988)
Gambar 2.3  Skema Gerak Refleks

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraikan, maka dapat disusun rumusan masalah utama dari penelitian yang akan dilakukan adalah : “ bagaimanakah pengaruh

Ketika objek yang dipelajari diperlihatkan pada peserta didik, ternyata tes performance menunjukkan sebagai alat ukur yang lebih valid untuk mengukur keterampilan