• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Jenis Makanan Kuda Laut Hippocampus Barbouri (Jordan & Richardson, 1908) pada Daerah Padang Lamun Di Kepulauan Tanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Jenis Makanan Kuda Laut Hippocampus Barbouri (Jordan & Richardson, 1908) pada Daerah Padang Lamun Di Kepulauan Tanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

i ANALISIS JENIS MAKANAN KUDA LAUT Hippocampus barbouri, (Jordan &

Richardson, 1908) PADA DAERAH PADANG LAMUN DI KEPULAUAN TANAKEKE, TAKALAR, SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

Oleh : BUDY SANTOSO

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

(2)

ii ABSTRAK

BUDY SANTOSO. L111 10 003 “Analisis Jenis Makanan Kuda Laut

Hippocampus barbouri, (Jordan & Richardson, 1908) pada Daerah Padang Lamun di Kepulauan Tanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan”. Dibimbing oleh Syafiuddin sebagai pembimbing pertama dan Rohani Ambo Rappe sebagai pembimbing kedua.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan persentase jenis makanan kuda laut Hippocampus barbouri pada daerah padang lamun. Pengambilan sampel dan pengukuran data parameter lingkungan dilakukan di Kepulauan Tanakeke, Kab. Takalar. Penentuan stasiun didasarkan pada lokasi penangkapan kuda laut oleh nelayan di Kepulauan Tanakeke. Sampel kuda laut yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 96 ekor. Isi usus kuda laut diamati menggunakan mikroskop, untuk mengetahui jenis dan jumlah makanannya. Evaluasi jenis makanan menggunakan metode frekuensi kejadian. Perbedaan persentase jenis makanan diuji menggunakan uji varians (one way anova). Hasil penelitian menunjukkan makanan utama kuda laut H. barbouri berasal dari ordo Amphipoda, makanan pelengkap berasal dari ordo Mysida, dan Calanoida, serta makanan tambahan berasal dari ordo Harpacticoida, Isopoda dan Euphausiacea. Tidak terdapat perbedaan makanan antara jantan dan betina.

(3)

iii ANALISIS JENIS MAKANAN KUDA LAUT Hippocampus barbouri, (Jordan &

Richardson, 1908) PADA DAERAH PADANG LAMUN DI KEPULAUAN TANAKEKE, TAKALAR, SULAWESI SELATAN

Oleh :

BUDY SANTOSO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

(4)

iv HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Analisis Jenis Makanan Kuda Laut Hippocampus Barbouri (Jordan & Richardson, 1908) pada Daerah Padang Lamun Di Kepulauan Tanakeke, Takalar, Sulawesi Selatan

Nama Mahasiswa : Budy Santoso Nomor Pokok : L111 10 003 Program Studi : Ilmu kelautan

Skripsi telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si NIP.196601201991031002

Pembimbing Anggota,

Prof. Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si NIP : 19690913 199303 2 004

Mengetahui, Dekan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. NIP. 19670308 199003 1 001

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan,

Dr. Mahatma Lanuru, ST. M.Sc NIP. 19701029 199503 1 001

(5)

v RIWAYAT HIDUP

Budy Santoso dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1992 di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan. Anak tunggal dari Ayahanda Muh. Jafar dan Ibunda Syamsiah.

Penulis mengawali pendidikan formalnya di TK Mekar-mekarti Kab. Mamuju Utara, Lalu melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Inp. Sarudu IV Kab. Mamuju Utara pada tahun 1999. Setelah itu pada tahun 2004 melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 36 Makassar, lalu melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN 5 Makassar pada tahun 2007 dan menyelesaikannya pada tahun 2010. Penulis diterima sebagai Mahasiswa di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2010 melalui Jalur Penelusuran Potensi Belajar (JPPB).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten Vertebrata Laut, Dasar Komputasi, Sistem Informasi Geografis (SIG), dan Pencemaran Laut. Dibidang keorganisasian mahasiswa, penulis pernah menjadi Sekretaris Senat Mahasiswa Kelautan Unhas periode 2011/2012, dan Sekretaris Marine Science Diving Club periode 2013/2014.

Penulis melakukan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata dan Praktek kerja lapang di Kelurahan Polewali, Kec. Polewali, Kab. Polewali Mandar, Tahun 2013. Melakukan penelitian dengan judul “Analisis Jenis Makanan Kuda Laut Hippocampus barbouri pada daerah padang lamun di Kepulauan Tanakeke, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan” pada tahun 2014.

(6)

vi UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil Alamin. Tiada kata yang pantas diucapkan selain mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat melewati aral dan hambatan yang menghadang, dan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan di Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam penyusunan skripsi, penulis banyak memperoleh hambatan, namun berkat usaha, kemauan dan doa serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat mengatasinya. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Muh. Jafar dan Ibunda Syamsiah atas cinta dan kasih sayang yang begitu tulus tanpa henti dan selalu memberikan motivasi serta tanpa henti memberikan doa kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si selaku pembimbing utama dan Ibu Prof.

Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si selaku pembimbing anggota, atas dukungan, bantuan dan masukan serta bimbingan yang telah diberikan selama penelitian sampai pada penyusunan skripsi.

3. Para dosen penguji, Bapak Prof. Dr. Andi Iqbal Burhanuddin, M.Fish.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA, dan Ibu Dr. Inayah Yasir, M.Sc yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan kritik dan saran pada penelitian dan perbaikan skripsi penulis serta nasehat-nasehat yang membangun kepribadian penulis lebih baik lagi.

4. Bapak Dr.Ir. Amir Hamzah, M.Si sebagai penasehat akademik, atas segala bentuk pembelajaran, bimbingan dan nasihat selama masa studi. 5. Ibu Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M. Si sebagai Wakil Dekan I FIKP, yang

(7)

vii 6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kelautan atas segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan selama masa studi sebagai bekal di kemudian hari.

7. Seluruh staf jurusan, sub bagian pendidikan, tata usaha, dan perpustakaan. Terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat selesai dalam jenjang studi ini.

8. Saudara seperjuanganku Enhalus acoroides, Ayu Annisa Wirawan, Rizky Alfira, Saldi Nidal Ali, dan Ulil Amri Amang. Canda dan tawa bersama tidak akan pernah hilang dari ingatan penulis.

9. Panglima Muh. Zoel Ikram Noer, Ketua Angkatan Hans Agung Pasak dan saudara seperjuangan ”KONSERVASI „10”, Muh Asri F, Katarina Hesty, Sitti Hardianti, Mahmudin, Abd. Thalib, Musliadi, Frans Habrianto, Roni Maswar, Setiawan Mangando, Putra Siade, Muh. Akram, Fadhilah Abidin, Wendri Rianto, Rezky Ramadhani, Nenni Asriani, Musdalifa Mandasari, Mardi, Januar Putra, Sumito Takdir, Ekaristi Gelong, Andrianto, Asan Yasir, Iswan, Hastuti, Zusan Rapi Sambara, Tenribali, Zulfianti, Fauziah, dan A. Khaeriah Nuryanti. “Wherever we are, it is our friends that make our world”.

10. Kakanda Abdy Wunanto Hasan S.Kel, Steven S.Kel, Nurzahraeni S.Kel, Nurhikma S.Kel, Rahmat Mawaleda S.Kel, Dedof Indra Agung, dan Andi Mahatir. Terima kasih atas bantuannya dalam penelitian penulis.

11. Sahabat dan saudaraku Siswanto, Ika Inayah, Achmad Yoga, Waode Sofia, Hadijah, Muh. Ilham Azis, Millah Muthmainnah, dan Andi Eka Murti.

(8)

viii 12. Sahabat dan saudaraku Siti Muthmainnah, Andi Wahyu Zulkifli, dan

Mirnawati.

13. Teman-teman “Transmania Makassar”, Triana Sari, Fheny Anggriyani, Muh. Fhadly, Mela Paula, Ijma Sulastri, Diah Rachmayanti dan Rukmini rasyid.

14. Saudara seperjuangan KKN UNHAS Gel. 85 Kel. Polewali, Ahmad Fauzi, Nur Amelia Utami, Miftahul Rasyid, Kiki Rizki Amelia, Muh. Ridha, Djaelani Prasetya, Syahrul Nawir, Diah Rachmayanti, Asrianti, Andi Astika dan Anto.

15. Sahabatku Ismayanti, Mutia Nuur Ilmi, Novidia, dan Andi Bayu Indra. 16. Saudara seperjuangan Diklat 22 MSDC, Raodah Septi Legina, Fajria

Sari, Funti Septiawati, Hardin Lakota, Yanuardi, Nizar Hardiansyah, Rahmadi dan Fachrul Razii.

17. Keluarga besar Senat Mahasiswa Kelautan UNHAS dan Marine Science Diving Club. Ilmu, canda dan tawa yang telah engkau berikan takkan pernah dilupakan oleh penulis.

18. Kantin Dg. Bunga dan Mone yang selama ini memberikan asupan gizi kepada penulis.

19. My Homemate, Muh. Ruslan dan Budi Utomo.

20. Dg. Mu‟ding dan warga Dusun Lantangpeo, Kepulauan Tanakeke, Kab. Takalar.

21. Semua pihak yang berjasa dalam penyelesaian skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih.

Penulis telah melakukan semua hal yang tebaik demi kesempurnaan skripsi ini, namun penulis hanyalah manusia biasa yang tak jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun

(9)

ix sangatlah diperlukan untuk memperbaiki kesalahan yang ada. Akhir kata semoga skripsi ini dapat digunakan untuk kemajuan dunia kelautan dan bermanfaat bagi pembacanya. Amiin

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh JALASVEVA JAYAMAHE

Penulis,

(10)

x DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan dan Manfaat ... 2

C. Ruang Lingkup ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Biologi Kuda Laut ... 3

C. Padang Lamun ... 7

D. Kualitas Air ... 9

III. METODE PENELITIAN ... 12

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Prosedur Kerja ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

A. Jenis makanan Kuda laut Hippocampus barbouri ... 18

B. Perbandingan antara jenis makanan ... 20

C. Persentase jenis makanan berdasarkan jenis kelamin ... 22

D. Parameter Lingkungan ... 22 V. PENUTUP ... 24 A. Simpulan ... 24 B. Saran ... 24 DAFTAR PUSTAKA ... 25 LAMPIRAN ... 28 Halaman

(11)

xi DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kategori makanan ikan (Nikolsky, 1963) 16

(12)

xii DAFTAR GAMBAR

No Nama gambar Halaman

1 Morfologi kuda laut (Burton dan Maurice, 1983) 4 2 Morfologi Hippocampus barbouri (Lourie et. al, 2004) 5

3 Peta lokasi penelitian Kepulauan Tanakeke 12

4 Pengambilan sampel menggunakan alat tangkap seser 14 5 Pengamatan sampel di laboratorium (a) Pengukuran panjang

(b) pembedahan dan pengambilan usus (c) pengawetan usus kuda laut menggunakan formalin 4%

15

6 Rata-rata persentase jenis makanan H. barbouri seluruh stasiun

19 7 Jumlah makanan kuda laut Hippocampus barbouri per stasiun 19 8 Perbandingan jumlah jenis makanan kuda laut Hippocampus

barbouri

21 9 Persentasi jenis makanan Hippocampus barbouri berdasarkan

jenis kelamin

(13)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data preferensi makan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada stasiun 1 (Lambo’ lambere)

Lampiran 2. Data preferensi makan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada stasiun 2 (Butung)

Lampiran 3. Data preferensi makan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada stasiun 3 (La’bo tallua)

Lampiran 4. Data preferensi makan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada stasiun 4 (Cambang-cambangan)

Lampiran 5. Data preferensi makan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada stasiun 5 (Ta’kalabbua)

Lampiran 6. Data preferensi makan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada stasiun 6 (Batu laccu)

Lampiran 7. Data rata-rata jenis makanan dari seluruh stasiun

Lampiran 8. Uji One Way Anova terhadap jenis makanan kuda laut Hippocampus barbouri

Lampiran 9. Data kemunculan jenis makanan antar jenis kelamin kuda laut Hippocampus barbouri

Lampiran 10. Data parameter lingkungan

Lampiran 11. Jenis makanan yang ditemukan pada usus kuda laut Hippocampus barbouri

(14)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kuda laut dengan nama latin Hippocampus spp. termasuk dalam family Syngnathidae, dikenal sebagai tangkur kuda dan kerabat dekat dengan tangkur buaya (pipe fishes). Bentuknya yang unik, tubuh agak pipih, melengkung, permukaan kasar, seluruh tubuh terbungkus lempengan-lempengan tulang atau cincin-cincin, kepala menyerupai kuda bermahkota, mata kecil sepasang yang sama lebar, sirip punggung cukup besar dan tidak mempunyai sirip ekor (Lourie et al., 1999).

Kuda laut tersebar luas, ditemukan di seluruh dunia di habitat pantai yang dangkal tropis dan subtropis, termasuk padang lamun, terumbu karang, mangrove dan muara sungai (Lourie et al., 1999).

Kepulauan Tanakeke Sulawesi Selatan merupakan salah satu perairan dimana kuda laut dapat ditemukan. Hewan unik ini kebanyakan ditangkap dari daerah padang lamun di perairan tersebut (Syafiuddin, 2004).

Menurut Nikolsky (1963), makanan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan suatu organisme, yang energinya digunakan oleh orgnisme tersebut sehingga dapat hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Dengan melakukan studi preferensi makan, kita dapat mengetahui makanan suatu organisme, dan menggolongkan makanan utama serta makanan tambahan organisme tersebut.

Secara umum, kuda laut adalah karnivora dan memangsa zooplankton seperti copepoda (Al-Baharna 1986; Tipton & Bell 1988; Whitfield 1995; Kanou & Kohno, 2001), amphipoda dan mysids (Kitsos et al., 2008). Berdasarkan penelitian Mira dan Yulianto (2007), digunakan Artemia dewasa untuk

(15)

2 pemeliharaan di keramba apung, dan untuk pemeliharan indoor digunakan Artemia dewasa, juvenil ikan seribu dan jentik-jentik nyamuk.

Menurut Lunn dan Hall (1998), eksploitasi kuda laut yang berlebihan menyebabkan hewan ini masuk dalam status terancam (IUCN 1996). Berdasarkan hal tersebut perlu dikembangkan teknik penangkaran kuda laut untuk mengantisipasi permintaan pasar dan memperlahankan kelestariannya. Perkembangan konservasi kuda laut yang baik berhubungan dengan pakan yang diberikan. Pemberian pakan yang disesuaikan dengan kondisi di alam kemungkinan besar akan memberikan pengaruh yang baik terhadap keberhasilan penangkaran. Informasi penting mengenai makanan kuda laut di alam yang mendasari mengapa penelitian ini perlu dilakukan.

B. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan persentasi makanan kuda laut Hippocampus barbouri pada daerah padang lamun di Kepulauan Tanakeke. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pembudidaya kuda laut dalam pemilihan jenis pakan.

C. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini dibatasi oleh jenis dan jumlah makanan dari kuda laut Hippocampus barbouri. Parameter lingkungan pendukung keberadaan kuda laut yang diukur meliputi suhu, DO, arus dan salinitas.

(16)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Kuda Laut

1. Taksonomi dan Morfologi

Kuda laut terdiri dari satu genus, yaitu Hippocampus dari family Syngnathidae, yang terdiri dari sekitar 52 genera Pipe fishes (tangkur pipa), pipe horses dan sea dragon. CITES yang merupakan komite penamaan saat ini mengakui terdapat sekitar 39 spesies kuda laut di dunia. Sebagian besar spesies kuda laut belum diteliti secara memadai di alam liar. Meskipun mudah dikenal sebagai sebuah kelompok, banyak spesies kuda laut yang memiliki kemiripan dalam hal morfologi (Foster, 2004).

Perbedaan antara pipe fishes, pipe horses, dan sea dragons terhadap kuda laut (seahorse) yaitu pipe fish terlihat seperti kuda laut namun lebih panjang dan silindris, dan ekornya tidak dapat menggulung. Pipe horse memiliki kepala yang miring sedikit ke arah tubuhnya, dan memiliki tubuh memanjang dengan ekor melingkar. Sea dragons memiliki tubuh dengan bentuk yang rumit, dan dilengkapi dengan organ pelengkap di sekitar tubuhnya yang menyerupai daun, sehingga menyamarkan tubuh mereka ketika berada di daerah lamun atau rumput laut (Lourie et al., 2004).

Kuda laut memiliki kepala yang terletak pada sudut kanan tubuh, ekor menggulung tanpa sirip, dan tubuh yang melengkung. Kulit membentang dari tubuh hingga ekor yang berbentuk seperti cincin tulang. Beberapa spesies juga memiliki benjolan yang muncul pada cincin tulang tersebut. Kuda laut dapat mengubah warna dari waktu ke waktu untuk berbaur dengan lingkungan mereka. Perubahan warna jangka pendek juga dapat terjadi selama masa kawin dan interaksi intra-spesies lainnya (Lourie et al., 2004).

(17)

4 Ketinggian seahorse dewasa (Gambar 1) bervariasi tergantung spesies, mulai dari lebih kecil dari 2 cm (H. denise) hingga 35 cm (H. abdominalis). Bobot kuda laut bervariasi saat tahap reproduksi, di mana akan bertambah ketika kuda laut betina membawa telur dan sang jantan sedang hamil.

Gambar 1. Morfologi kuda laut (Burton dan Maurice, 1983)

Menurut Lourie et al. (2004), terdapat 9 jenis kuda laut di Indonesia. Hippocampus barbouri merupakan salah satu jenis yang terdapat di Indonesia, khususnya di Kepulauan Tanakeke (Lourie et al., 2004).

Menurut Lourie et al. (2014), tinggi maksimum yang pernah ditemukan dari spesies H. barbouri adalah 15 cm, dengan cincin tubuh sebanyak 11 dan cincin ekor sebanyak 34-35. Segmen pada sirip dorsal sebanyak 19, dan pada sirip pectoral sebanyak 17-18. Terdapat 2 cincin tubuh dan 1 cincin ekor yang menopang sirip dorsal. Terdapat mahkota kecil dengan 5 duri yang tajam. Tubuh

(18)

5 berwarna putih, kuning pucat atau coklat pucat, terdapat bintik serta garis pada tubuh yang berwarna coklat kemerahan (Gambar 2).

Gambar 2. Morfologi Hippocampus barbouri (Lourie et. al, 2004)

2. Distribusi

Kuda laut menempati perairan pesisir yang beriklim sedang dan tropis, dengan distribusi dari 50 derajat utara sampai 50 derajat selatan. Mereka biasanya ditemukan di antara karang, alga makro, akar bakau dan padang lamun, tetapi beberapa hidup di pasir terbuka atau dasar berlumpur. Spesies tertentu dapat ditemukan di muara sungai atau laguna. Kuda laut cenderung terdistribusikan dengan kepadatan rendah. Mereka sangat rentan terhadap degradasi habitat dari aktivitas manusia. Kuda laut yang masih muda memiliki sifat planktonik,. Luasnya penyebaran kuda laut muda dengan cara pasif tidak diketahui, tetapi dapat dilihat dari beberapa aliran gen antara populasi (Lourie et al. 2004).

(19)

6 H. barbouri ditemukan pada kedalaman maksimum 10 meter, pada padang lamun dangkal dan karang keras (hard coral). Sampai saat ini hanya ditemukan di Indonesia, Malaysia, dan Philipina (Lourie et al. 2004).

Rentang hidup kuda laut diperkirakan berkisar satu tahun untuk spesies ukuran kecil, dan 3 – 5 tahun untuk spesies ukuran lebih besar. Tingkat kematian umumnya tidak diketahui, namun kemungkinan predasi yang terjadi pada remaja yang dimakan oleh ikan dan invertebrata. Kuda laut ditemukan dalam perut ikan pelagis yang berukuran besar seperti tuna dan ikan dorado, yang selanjutnya dimakan oleh penguin dan burung laut (Lourie et al. 2004).

3. Kebiasaan Makan

Secara umum, kuda laut adalah karnivora rakus yang memangsa zooplankton seperti copepoda (Al-Baharna 1986; Tipton & Bell 1988; Whitfield 1995, Kanou & Kohno 2001), amphipoda dan mysids (Kitsos et al. 2008).

Sudaryanto dan Al Qodri (1993) menyatakan bahwa kuda laut aktif makan pada siang hari atau selama ada penyinaran cahaya matahari sedangkan pada malam hari kurang aktif makan. Kuda laut memakan segala jenis hewan kecil yang berenang sesuai dengan bukaan mulutnya (Burton dan Maurice, 1983).

Kamuflase membantu kuda laut dalam peran mereka sebagai predator penyergap. Kuda laut akan berenang tenang hingga hewan kecil, seperti udang mysid, berada dalam jangkauan. Kemudian kuda laut akan mengangkat kepalanya, dan menyedot mangsa dari kolom air melalui moncong panjang yang dimiliki. Seluruh gerak terjadi dalam sepersekian detik dan nyaris tak terlihat oleh mata manusia. Kuda laut dewasa akan memakan binatang hidup kecil yang muat di mulut mereka, termasuk anak ikan kecil, krustasea dan invertebrata lainnya. Perubahan cara makan akan terjadi mengikuti pertumbuhan kuda laut,

(20)

7 kemungkinan dikarenakan microhabitat mereka yang berubah atau keterampilan makan yang semakin berkembang (Lourie, 1999).

Kuda laut tidak memiliki gigi dan lambung, mangsa yang ditelan utuh dan akan langsung masuk ke saluran pencernaan. Kuda laut berusia 2 minggu makan kurang lebih 3600 juvenil udang dalam waktu sepuluh jam. Hippocampus zosterae mengonsumsi cukup banyak copepoda di padang lamun Florida untuk mengontrol populasi setidaknya satu spesies dari krustasea (Lourie, 1999).

Berdasarkan penelitian Mira dan Yulianto (2007), digunakan Artemia dewasa untuk pemeliharaan di keramba apung, dan untuk pemeliharan indoor digunakan Artemia dewasa, juvenil ikan seribu dan jentik-jentik nyamuk.

C. Padang Lamun

Padang lamun adalah suatu habitat di lingkungan estuaria atau pantai dengan produktivitas yang tinggi baik flora maupun fauna, sehingga padang lamun menarik perhatian para ahli untuk melakukan penelitian mengenai struktur dan fungsinya, dinamika dan struktur komunitasnya, interaksi biologis serta pengaruh produktivitasnya terhadap ekosistem pantai (Kikuchi, 1980).

Ekosistem padang lamun memiliki banyak manfaat bagi organisme yang berada di sekitarnya. Apabila air sedang surut rendah sekali atau surut purnama, sebagian padang lamun akan tersembul keluar dari air terutama bila komponen utamanya adalah Enhalus acoroides, sehingga burung-burung berdatangan mencari makanan di padang lamun ini (Nontji, 1987). Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal. Menurut hasil penelitian diketahui bahwa kontribusi padang lamun dalam produktivitas ekosistem pesisir sebagai berikut:

(21)

8 1. Sebagai produsen primer

Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang (Thayer et al, 1975).

2. Sebagai habitat biota

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuhan. Selain itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivora dan ikan– ikan karang (coral fishes) (Kikuchi & Peres, 1977).

3. Sebagai penangkap sedimen

Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Ginsburg & Lowestan, 1958).

4. Sebagai pendaur zat hara

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut, khususnya zat-zat hara yang dibutuhkan oleh algae epifit.

(22)

9 Sedangkan menurut Philips & Menez (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif. ekosistem lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain:

1. Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui I tekanan–tekanan dari arus dan gelombang.

2. Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.

3. Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.

4. Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit. 5. Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.

6. Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.

D. Kualitas Air

Kehidupan kuda laut sangat dipengaruhi oleh parameter kualitas perairan. Beberapa parameter penting kualitas air laut yang perlu diketahui misalnya salinitas, suhu, DO, pH, amoniak, nitrit dan nitrat (Gufran dan Kordi, 2010).

1. Salinitas

Salinitas adalah garam-garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu. Salinitas berpengaruh terhadap tekanan osmotik air, semakin tinggi kadar garam maka semakin besar pula tekanan osmotiknya. Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut akuatik dan merupakan parameter yang berperan penting dalam lingkungan ekologi laut (Nybakken, 1992).

(23)

10 Salinitas media menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh dan mempunyai pengaruh penurunan terhadap metabolisme, tingkah laku, pertumbuhan dan kemampuan bereproduksi (Syafiuddin, 2010).

Menurut Al Qodri dkk. (1998) kuda laut bersifat euryhaline sehingga dapat beradaptasi pada wilayah perairan yang cukup luas yaitu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan dengan kisaran salinitas optimum 30 ppt – 32 ppt.

2. Suhu

Suhu adalah salah satu parameter utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi dan kelangsungan hidup kuda laut (Wong & Benzie, 2003). Menurut Syafiuddin (2010), suhu media sangat besar pengaruhnya terhadap metabolisme jika suhu air yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan serta menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terserang penyakit. Sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan stress dan aktif bergerak sehingga banyak mengeluarkan energi.

3. DO

Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat esensial mempengaruhi proses fisiologis organisme akuatik. Menurut Boyd (1979) apabila oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l dan berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berkurangnya nafsu makan ikan. Selain itu kurangnya oksigen terlarut menyebabkan aktifitas kuda laut menjadi menurun, namun kelebihan oksigen terlarut dapat menyebabkan penyakit gelembung udara pada bagian kantung pengeraman kuda laut (Syafiuddin, 2010).

(24)

11 4. pH

Derajat keasaman atau pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan yang cenderung asam menjadi kurang produktif dan justru dapat membunuh ikan. Menurut Nontji (1993), air laut memiliki nilai pH yang cenderung stabil dan nilainya berkisar 7,5 – 8,4. Pada pH yang rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun (Ghufran dan Kordi, 2010).

(25)

12 III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian di perairan Kepulauan Tanakeke, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 3). Analisis isi usus kuda laut untuk mengetahui kebiasaan makannya dilakukan di Laboratorium Biologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

(26)

13 B. Alat dan Bahan

1. Lapangan

Alat yang digunakan di lapangan adalah GPS (Global Positioning System) untuk menentukan koordinat stasiun, alat tangkap seser untuk mengambil sampel, layang-layang arus untuk mengukur arus, kompas bidik untuk menentukan arah arus, Handrefractometer untuk mengukur salinitas, Thermometer untuk mengukur suhu, DO meter untuk mengukur DO (Dissolved Oxygen), toples sebagai tempat sampel, nampan sebagai wadah pengukuran,

2. Laboratorium

Alat dan bahan yang digunakan di laboratorium adalah pisau bedah untuk membedah usus kuda laut, penggaris untuk mengukur panjang kuda laut, mikroskop untuk mengamati jenis makanan kuda laut, SRC (Sedgewick rafter counter) untuk menghitung jenis makanan kuda laut, cover glass untuk menutup SRC, tissue untuk membersihkan kotoran, formalin 4% untuk mengawetkan sampel, alat tulis untuk menulis data, sampel objek sebagai bahan yang akan diamati, pinset untuk menjepit sampel, cawan petri sebagai wadah objek yang diencerkan, dan buku identifikasi sebagai acuan identifikasi jenis makanan kuda laut.

C. Prosedur Kerja

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan meliputi survei lokasi penelitian. Studi literatur untuk mencari referensi yang berkaitan dengan penelitian.

(27)

14 2. Penentuan Stasiun

Penentuan stasiun penelitian dilakukan berdasarkan lokasi penangkapan kuda laut pada daerah padang lamun oleh nelayan di kepulauan Tanakeke. Stasiun pengambilan berada di daerah La’bo lambere (Stasiun1), Butung (Stasiun 2), La’bo Tallua (Stasiun 3), Cambang-cambangan (Stasiun 4), Ta’kalabua (Stasiun 5), dan Batu laccu (Stasiun 6).

3. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel kuda laut dilakukan menggunakan alat tangkap seser. Sampel kuda laut yang dipisahkan menurut stasiun. Sampel stasiun I berjumlah 15 ekor, stasiun II 17 ekor, stasiun III 16 ekor, stasiun IV 16 ekor, stasiun V 16 ekor dan stasiun VI 16 ekor. Seluruh sampel berjumlah 96 ekor, dimana jantan sebanyak 44 ekor, dan betina sebanyak 52 ekor.

(28)

15 4. Pengamatan sampel di laboratorium

Panjang total kuda laut diukur mulai dari mahkota pada bagian kepala, sampai ke ujung ekor yang paling belakang dengan mistar dan ditempeli nomor menggunakan kertas label. Sesudah itu, kuda laut dibedah dan diambil organ pencernaannya (usus). Lalu usus dimasukkan ke dalam botol yang telah diberi label dan larutan formalin 4% sebagai pengawet sebanyak 5ml. Usus diletakkan pada cawan petri kemudian dikeluarkan isinya. Isi usus setiap ekor kuda laut diencerkan dengan menggunakan aquades dan diaduk sampai isi usus tidak menggumpal/padat. Selanjutnya sebanyak 1 ml larutan isi usus dimasukkan kedalam Sedgewick Rafter Counter (SRC). Selanjutnya SRC cell diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 40 atau 100 kali. Setiap sampel dilakukan pengamatan sebanyak 5 kali hingga larutan usus habis.

Gambar 5. Pengamatan sampel di laboratorium (a) Pengukuran panjang (b) pembedahan dan pengambilan usus (c) pengawetan usus kuda laut menggunakan formalin 4%

5. Pengolahan data

Evaluasi jenis makanan dilakukan menggunakan metode frekuensi kejadian. Dasar dari metode ini sama dengan metode jumlah. Setiap organisme makanan

(29)

16 yang terdapat dalam pencernaan kuda laut dicatat, demikian juga alat pencernaan yang sama sekali kosong harus dicatat pula. Masing-masing organisme yang terdapat di dalam sejumlah alat pencernaan yang berisi dinyatakan keadaannya dalam persen dari seluruh alat pencernaan yang diteliti. Dengan demikian akan dapat diketahui frekuensi kejadian suatu organisme yang dimakan oleh organisme yang diteliti dalam persen (Effendie, 1992).

Untuk kebiasaan makan, Nikolsky (1963) membedakan makanan ikan ada tiga golongan, yaitu :

Tabel 1. Kategori makanan ikan (Nikolsky, 1963)

No. Persentase Makanan Kategori

1 >40 % Makanan utama

2 4 – 40 % Makanan pelengkap

3 <4 % Makanan tambahan

6. Data Oseanografi

a. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan langsung di lapangan dengan menggunakan thermometer dengan cara thermometer dicelupkan kedalam perairan kemudian mencatat hasil yang tertera pada skala thermometer.

b. Salinitas

Salinitas diukur dengan menggunakan handrefraktometer. Sampel air laut diambil kemudian ditetes pada lensa handrefraktometer yang telah dibersihkan dengan menggunakan air tawar dan dikeringkan dengan tissue. Setelah itu handrefaktometer diarahkan ke sumber cahaya dan mencatat hasil yang tertera pada skala handrefaktometer.

c. Arah dan Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan layang-layang arus dengan panjang tali 6 meter. Sebelum melepas layang-layang arus, terlebih dahulu

(30)

17 mencatat waktu pengukuran. Layang-layang arus dilepas diperairan hingga tali meregang dan mencatat waktu disaat tali telah meregang. Kecepatan arus dihitung menggunakan formula:

Dimana;

v = kecepatan arus (m/s) s = jarak (m)

t = waktu (s)

d. DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved Oxygen diukur dengan menggunakan DO meter. DO meter dicelupkan ujungnya pada air, kemudian mencatat hasil yang tertera pada DO meter.

7. Analisis Data

Data yang diperoleh berupa jenis makanan beserta persentasenya dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan gambar. Untuk mengetahui perbedaan antara jenis makanan dilakukan uji varians (one way anova) menggunakan PASW versi 18.

(31)

18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis makanan Kuda laut Hippocampus barbouri

Setelah melakukan pengamatan di laboratorium dengan menggunakan sampel kuda laut Hippocampus barbouri sebanyak 96 ekor, jenis makanan yang ditemukan pada usus kuda laut H. barbouri yang tertangkap di daerah padang lamun di Kepulauan Tanakeke terdiri dari 2 class, yaitu malacostraca dan maxillopoda. Class malacostraca terdiri dari ordo Mysidiacea, Amphipoda, Euphausiacaea dan Isopoda sedangkan class maxillopoda dari subclass copepoda terdiri dari ordo Harpacticoida, dan Calanoida.

Klasifikasi jenis makanan yang ditemukan adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Subphylum : Crustacea Class : Malacostraca Order : Isopoda Amphipoda Euphausiacaea Mysidiacea Class : Maxillopoda Subclass : Copepoda Order : Calanoida Harpacticoida

Secara umum dari semua jenis makanan yang ditemukan, seluruhnya tergolong sebagai zooplankton, ini menunjukkan bahwa kuda laut H. barbouri termasuk hewan karnivora. Secara umum, kuda laut adalah karnivora yang memangsa zooplankton seperti copepoda, amphipoda dan mysida (Al-Baharna, 1986; Tipton & Bell, 1988; Whitfield, 1995; dan Kanou & Kohno, 2001).

(32)

19

Gambar 6. Rata-rata persentase jenis makanan H. barbouri seluruh stasiun

Gambar 7. Jumlah makanan kuda laut Hippocampus barbouri per stasiun

Berdasarkan penggolongan kategori makanan ikan oleh Nikolsky (1963) (Tabel 1), maka kategori makanan utama (>40%) yang dimangsa kuda laut H. barbouri yang tertangkap di daerah padang lamun di Kepulauan Tanakeke (Gambar 6) berasal dari ordo Amphipoda, makanan pelengkap (4-40%) berasal

(33)

20 dari ordo Mysida dan Calanoida, serta makanan tambahan (<4%) berasal dari ordo Harpacticoida, Isopoda dan Euphausiacea.

Jika melihat secara detail pada setiap stasiun (Gambar 7), terlihat bahwa secara umum jenis makanan yang dimangsa oleh kuda laut H. barbouri sama pada semua stasiun. Jenis makanan Calanoida, Amphipoda dan Mysidiacea ditemukan pada semua stasiun, dan diduga bahwa jenis makanan tersebut adalah makanan dari kuda laut H. barbouri. Hal ini sesuai dengan penelitian Teixiera dan Musick (2001), bahwa Amphipoda ditemukan sebagai makanan utama pada kuda laut bergaris H. erectus, dan Copepoda sebagai makanan pelengkap.

Dari jumlah makanan, terdapat perbedaan jumlah makanan tiap stasiun, dimana jenis makanan Calanoida memiliki jumlah tertinggi pada stasiun 1, sedangkan pada stasiun 2 hingga 6 pada umumnya sama. Jumlah makanan Amphipoda pada umumnya tidak terdapat perbedaan antar stasiun. Jumlah makanan Mysidiacea pada stasiun1, 2 dan 3 pada umumnya sama, sedangkan pada stasiun 3, 4 dan 5 mengalami penurunan jumlah. Hal ini diduga karena ketersediaan jumlah makanan dari setiap stasiun yang berbeda.

B. Perbandingan antara jenis makanan

Dari 6 jenis makanan yang ditemukan, terdapat 3 jenis makanan yang paling sering muncul, yakni Calanoida, Amphipoda, dan Mysida. Perbandingan ketiga jenis makanan disajikan pada Gambar 8.

(34)

21

Gambar 8. Perbandingan jumlah jenis makanan kuda laut Hippocampus barbouri

Hasil uji statistik one way anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara ketiga jenis makanan. Hal ini diduga karena ukuran dari ketiga jenis makanan yang pada umumnya sama. Selain itu, sampel kuda laut yang diamati pada umumnya berukuran sama, dan berada dalam fase dewasa muda.

Calanoida terbesar panjangnya mencapai 18 mm (0,71 inci), namun sebagian besar panjangnya 0,5-2,0 mm (0,02-0,08) (Mauchline, 1998). Pada umumnya amphipoda berukuran panjang kurang dari 10 mm (0,39 inci) (Laurens et al. 1980). Sedangkan Mysidiacea mayoritas berukuran panjang 5-25 mm (0,2-1,0 inci) (Mauchline, 1980).

(35)

22 C. Persentase jenis makanan berdasarkan jenis kelamin

Gambar 9. Persentasi jenis makanan Hippocampus barbouri berdasarkan jenis kelamin

Dari grafik secara umum terlihat bahwa tidak ada perbedaan makanan antara kuda laut jantan dan betina. Tidak adanya perbedaan makanan kemungkinan besar disebabkan karena ketersediaan jenis makanan pada lokasi penelitian yang pada umumnya sama.

D. Parameter Lingkungan

Pertumbuhan kuda laut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, seperti suhu, salinitas, arus dan dissolved oxygen (DO). Adapun data hasil pengukuran parameter lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2. Nilai rata-rata Suhu, Salinitas, Kecepatan arus, dan DO

Stasiun Suhu (0C) Salinitas (‰) Dissolved Oxygen (DO) (mg/l) Kecepatan Arus (m/det) 1 (La'bo Lambere) 30 34 5,70 0,02 2 (Butung) 30 34 5,84 0,05 3 (La'bo Tallua) 31 33 6,23 0,13 4 (Cambang-cambangan) 32 32 5,34 0,05

(36)

23

5 (Ta' kalabbua) 30 34 6,11 0,04

6 (Batu Laccu) 31 33 5,87 0,07

Kisaran 30 – 32 32 – 34 5,34 – 6,23 0,02 – 0,13

Suhu perairan yang diperoleh berkisar antara 30–32 0C. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa suhu perairan masih menunjukkan kondisi yang baik. Terdapat kondisi yang berada di atas 30 0C, namun kondisi ini masih dapat ditolerir. Al Qodri dkk (1998) menyatakan bahwa kisaran suhu optimum untuk kehidupan kuda laut adalah 200 C – 300 C.

Salinitas perairan yang diperoleh dalam kisaran 32 – 34 ‰, nilai tersebut menunjukkan kondisi yang sesuai bagi biota laut untuk hidup. Menurut Supriharyono (2009), biota air laut umumnya mampu beradaptasi terhadap kisaran salinitas yang tidak melebihi 34 ppt.

Data Dissolved oxygen (DO) yang diperoleh berkisar antara 5,34–6,23 mg/l. Nilai ini menunjukkan kondisi yang baik bagi pertumbuhan kuda laut. Menurut Boyd (1979) apabila oksigen terlarut kurang dari 3 mg/l dan berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berkurangnya nafsu makan ikan. Selain itu kurangnya oksigen terlarut menyebabkan aktifitas kuda laut menjadi menurun (Syafiuddin, 2010).

Nilai kecepatan arus perairan berada pada kisaran 0,02–0,13 m/s. Nilai ini menunjukkan kondisi yang baik terhadap keberadaan lamun. Umumnya lamun dapat tumbuh dengan baik pada perairan yang berarus tenang (kecepatannya sampai 1,8 m/s) (Philips & Menez, 1988).

(37)

24 V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Jenis makanan kuda laut H. barbouri di perairan kepulauan Tanakeke pada umumnya adalah crustacea dari 2 class, yaitu Malacostraca yang terdiri dari ordo Mysidiacea, Amphipoda, Euphausiacaea, dan Isopoda, serta class maxillopoda, subclass copepoda yang terdiri dari ordo Harpacticoida, dan Calanoida. H. barbouri tergolong hewan karnivora.

2. Makanan utama kuda laut H. barbouri berasal dari ordo Amphipoda, makanan pelengkap berasal dari ordo Mysida, dan Calanoida, serta makanan tambahan berasal dari ordo Harpacticoida, Isopoda dan Euphausiacea.

3. Tidak ada perbedaan preferensi makan antara jantan dan betina.

B. Saran

1. Karena kurangnya data kualitas perairan dan karakteristik stasiun yang mendukung, diharapkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor penyebab perbedaan jenis dan jumlah makanan dari masing-masing stasiun.

2. Untuk memperoleh hasil lebih maksimal, maka digunakan metode Indeks Bagian Terbesar (IBT) untuk penelitian lanjutan.

(38)

25 DAFTAR PUSTAKA

Al-Baharna W.S. 1986. Fishes of Bahrain. Ministry of Commerce and Agriculture, Directorate of Fisheries, State of Bahrain. Gov’t Press, Ministry of Information, Bahrain, 244 pp.

Al Qodri, A. H., Sudjiharno., A. Hermawan., 1998. Pemeliharaan Induk dan Pematangan Gonad. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Laut. Lampung.

Andy Omar, S. Bin. 2005. Modul Praktikum Biologi Perikanan. Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Makassar. 168 hal.

Ari, K.W., Anindiastuti dan S. Antoro 2005. Pemeliharaan Benih Kuda Laut. dalam: Sudjiharno, Anindiastuti, S. Antoro, K. W. Ari., D. H. Putro Dan T. Widiaditya (Eds). Pembenihan Kuda Laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya: 42-49

Azkab, MH. 1998. Pertumbuhan dan Produksi Lamun, Enhalus acoroides Di Rataan Terumbu Di Pari Pulau Seribu. Dalam P3O-LIPI, Teluk Jakarta; Biologi, Budidaya, Oseanografi, Geologi dan Perairan. Balai Penelitian laut, Pusat penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Boyd, C.F. 1979. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University. Alabama.

Burton, R. dan Maurice. 1983. Sea Horse. Departemen of Icthyology American Museum of Natural History American.

Effendie, M.I. 1992. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Foster S.J. & Vincent A.C.J. 2004. Life history and ecology of seahorses: implications for conservation and management. Journal of Fish Biology 65, 1–61.

Ghufran,M., & K. Kordi. 2010. Panduan Lengkap Budidaya Kuda Laut. Ikan Unik Yang Berpotensi Obat. Lily Publisher. Yogyakarta.

Ginsburg, R. and H.A. lowestan 1958. The influence of marine bottom communities on the depositional environments of sediment. J. Geol. 66 (3): 310-318.

Kanou K. & Kohno H. 2001. Early life history of a seahorse, Hippocampus mohnikei, in Tokyo Bay, Japan. Ichthyological Research 48, 361–368.

Kitsos M.S., Tzomos T.H., Anagnospoulou L. & Koukouras A. 2008. Diet composition of the seahorses, Hippocampus guttulatus Cuvier, 1829 and Hippocampus hippocampus (L., 1758) (Teleostei, Syngnathidae) in the Aegean Sea. Journal of Fish Biology 72, 1259–1267.

(39)

26 Kikuchi, T. and J. M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds. Pages 147-193 in C. P. McRoy and C. Helfferich, eds. Seagrass ecosystems. Marcel Dekker, Inc., N.Y.

Kikuchi, T. 1980. Japanese contribution on the consumer ecology in eelgrass (Zostera marina) beds with special reference to trophic relationship and resources in inshore fisheries. Aquaculture 4 (2) : 161 – 176.

Kusnendar, S., B.S. Umiyati dan Mintoharjo, 1987. Teknik Budidaya Artemia. Jaringan Informasi Perikanan Indonesia.

Laurens J.B; Bowers, Darl E.; Haderlie, Eugene C. 1980. Amphipoda: The Amphipods and Allies. dalam Morris, R.H; Abbott, Donald Putnam; Haderlie, Eugene Clinton. Intertidal Invertebrates of California. Stanford University Press. pp. 559–566. ISBN 0-8047-1045-7

Lunn KE, & Hall HJ, 1998. Breeding and management of seahorses in aquaria. In: Briefing Documents for the First International Aquarium Workshop on Seahorse Husbandry, Management and Conservation. Project Seahorse, Chicago.

Lourie, S. A, et al. 1999. Seahorse: An identification guide to the world’s

species and their conservation, Project Seahorse, London: 214 pp. Lourie, S. A. et al. 2004. A Guide to the Identification of Seahorses. Project

Seahorse and TRAFFIC North America. Washington D.C.: University of British Columbia and World Wildlife Fund.

Lyla, P.S., Velvizhi, S. and Ajmal Khan, S. (1998). Brackishwater Amphipods of Parangipettai coast. CAS in Marine Biology, Parangipettai, 79 pp. Mauchline, J. Blaxter, J. H. S.; Russell, F. S.; Yonge, M., 1980. Advances in

Marine Biology: Volume 18. Academic Press. ISBN 978-0-08-057941-2. Mauchline, J. 1998. The Biology of Calanoid Copepods. Advances in Marine

Biology 33. Elsevier. pp. 1–15.

Mira, S. dan Yulianto K. 2007. Durasi Hidup Hippocampus Kuda Bleeker, 1852 Pada Percobaan Pemeliharaan Kuda Laut Secara Indoor Maupun Outdoor. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2007) 33: 281 – 293

Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academy Press. New York. 352 p Nontji, 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Nontji, 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia. Jakarta.

Philips,C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smith Sonian. Institutions Press. Washington D.C.

(40)

27 Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah

Pesisir dan Laut Tropik. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Syafiuddin. 2004. Pembenihan dan Penangkaran Sebagai Alternatif Pelestarian Populasi Kuda Laut (Hippocampus spp.)

Syafiuddin. 2010. Studi Aspek Fisiologi Reproduksi : Perkembangan Ovari dan Pemijahan Kuda Laut (Hippocampus barbouri) Dalam Wadah Budidaya. Disertasi. Program Studi Ilmu Perairan Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Teixeira, R. L. and Musick, J. A. 2001. Reproduction And Food Habits Of The Lined Seahorse, Hippocampus erectus (Teleostei: Syngnathidae) Of Chesapeake Bay, Virginia. Rev. Brasil. Biol., 61(1): 79-90

Thayer, G.W., S.M. Adams And M.W. La Croix. 1975. Structural and fluctuation aspects of a recently established Zostera marina community Estuarine Res. 1 : 518-540.

Tipton K. & Bell S.S. 1988. Foraging patterns of two syngnathid fishes: importance of harpacticoid copepods. Marine Ecology Progress Series 47, 31–43.

Whitfield A. 1995. Threatened fishes of the world: Hippocampus capensis Bouleger, 1900 (Syngnathidae). Environmental Biology of Fishes 44, 362. Wong JM., Benzie JAH. 2003. The Effects Of Themperature, Artemia Enrichment, Stocking Density And Light On The Growth Of Juvenile Seahorse, Hippocampus whitei (Bleeker, 1985), from Australia. Aquaculture 228:107-121

(41)

28

(42)

29 Lampiran 1. Data jenis makanan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada

stasiun 1 (Lambo’ lambere)

No No. Urut pengam atan Ukuran Kuda Laut (cm)

Jenis Kelamin No Jenis makanan Ul 1 Ul 2 Ul 3 Ul 4 Ul 5 Jumlah 1 Calanoida 12 13 12 15 3 55 2 Harpacticoida 1 1 3 Amphipoda 3 4 5 3 5 20 4 Mysidiacea 1 6 4 3 3 17 1 Calanoida 12 8 19 20 4 63 2 Mysidiacea 5 8 6 5 6 30 3 Amphipoda 6 8 4 2 1 21 4 Harpacticoida 1 1 2 1 Calanoida 1 1 2 2 Mysidiacea 2 2 1 Amphipoda 2 2 2 1 7 2 Harpacticoida 1 1 3 Calanoida 1 1 1 Mysidiacea 1 1 2 Harpacticoida 1 1 3 Amphipoda 1 1 1 3 4 Calanoida 1 1 1 Calanoida 18 21 9 12 7 67 2 Amphipoda 4 6 9 12 9 40 3 Mysidiacea 2 4 7 3 2 18 1 Calanoida 11 15 9 10 12 57 2 Amphipoda 7 6 2 3 2 20 3 Mysidiacea 10 7 6 7 4 34 4 Harpacticoida 2 3 1 2 8 1 Calanoida 6 7 5 2 2 22 2 Amphipoda 2 5 6 7 2 22 3 Mysidiacea 1 3 7 3 2 16 4 Harpacticoida 1 1 1 Mysidiacea 4 2 5 3 1 15 2 Amphipoda 7 5 2 1 15 3 Calanoida 1 1 2 1 Mysidiacea 2 2 2 Amphipoda 2 1 3 3 Calanoida 1 1 1 Amphipoda 1 2 3 6 2 Mysidiacea 2 1 3 12 9 11,3 betina 1 Amphipoda 2 2 4 1 Calanoida 4 11 9 8 6 38 2 Amphipoda 2 3 3 1 1 10 3 Mysidiacea 3 8 7 5 2 25 1 Ephausiacaea 1 1 2 2 Mysidiacea 1 1 2 4 1 Calanoida 23 18 16 5 3 65 2 Amphipoda 5 8 3 4 5 25 3 Mysidiacea 7 4 6 3 7 27 9 15 5 betina 9 5 1 jantan 9 betina 2 10 betina 3 jantan 9 8 12 9,5 4 jantan betina betina jantan jantan 8 9 11 11 jantan betina 10,8 3 6 7 6 10,8 10 7 14 10 14 10 11 13 13,5 15 2 12,2 jantan 11,5 4 13 betina 11,5 1

(43)

30 Lampiran 2. Data jenis makanan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada

stasiun 2 (Butung) No Ukuran Kuda Laut (cm) Jenis

Kelamin No Jenis makanan Ul 1 Ul 2 Ul 3 Ul 4 Ul 5 Jumlah

1 Amphipoda 1 3 1 5 2 Calanoida 2 2 1 5 1 Mysidiacea 7 6 2 4 2 21 2 Amphipoda 3 3 1 7 3 Calanoida 1 1 3 2 7 3 9,5 betina 1 Amphipoda 4 4 2 10 4 9,5 jantan 1 Amphipoda 2 3 1 6 5 9,5 betina 1 Amphipoda 1 1 1 Amphipoda 1 5 5 6 4 21 2 Calanoida 4 2 1 1 8 1 Amphipoda 4 10 5 6 25 2 Mysidiacea 5 1 1 7 3 Calanoida 1 1 1 1 4 1 Mysidiacea 3 2 2 3 4 14 2 Calanoida 1 2 3 1 Mysidiacea 1 1 1 3 2 Amphipoda 2 2 4 8 3 Calanoida 1 1 1 Calanoida 2 4 2 8 2 Harpacticoida 1 1 3 Amphipoda 9 6 3 6 4 28 1 Amphipoda 3 2 5 2 Mysidiacea 1 1 3 5 1 Mysidiacea 15 7 5 3 30 2 Amphipoda 10 5 5 2 2 24 3 Calanoida 3 6 2 1 12 1 Mysidiacea 9 15 12 14 7 57 2 Harpacticoida 1 1 3 Isopoda 1 1 4 Amphipoda 2 3 4 1 10 5 Calanoida 2 1 2 5 1 Mysidiacea 6 3 3 3 6 21 2 Calanoida 1 1 1 3 3 Amphipoda 4 5 3 7 8 27 1 Mysidiacea 2 1 2 5 2 Amphipoda 2 2 1 Calanoida 1 1 2 2 Amphipoda 1 1 2 1 Amphipoda 1 1 2 Calanoida 1 1 betina 11 11 jantan 15 11,5 jantan betina 11,2 13 9,5 1 jantan 9,3 2 6 jantan 11 jantan 10,6 9 betina betina 10,2 7 jantan 11,3 17 16 12 betina 14 13 betina betina 12,5 11,5 betina 10,9 8 11 10

(44)

31 Lampiran 3. Data jenis makanan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada

stasiun 3 (La’bo tallua)

No

No. Urut pengamata

n

Jenis

Kelamin No Jenis makanan Ul 1 Ul 2 Ul 3 Ul 4 Ul 5 Jumlah

1 Amphipoda 2 1 5 4 1 13 2 Calanoida 3 3 1 Amphipoda 3 1 3 1 1 9 2 Calanoida 1 1 3 12 jantan 0 4 14 jantan 0 5 15 jantan 0 6 1 jantan 0 7 4 jantan 1 Amphipoda 1 1 2 2 6 1 Calanoida 7 1 3 6 4 21 2 Amphipoda 3 6 4 3 16 1 Amphipoda 3 3 5 2 2 15 2 Mysidiacea 1 3 3 2 1 10 1 Mysidiacea 1 2 1 4 2 Calanoida 1 1 11 16 jantan 1 Calanoida 1 1 1 Mysidiacea 1 3 1 3 8 2 Amphipoda 1 2 2 3 3 11 1 Calanoida 1 1 1 3 2 Amphipoda 2 2 3 Mysidiacea 1 1 1 Mysidiacea 1 2 3 2 Amphipoda 2 1 3 3 Calanoida 6 7 9 10 8 40 15 13 jantan 0 1 Harpacticoida 1 1 2 2 Amphipoda 1 1 2 3 Calanoida 7 8 4 8 12 39 4 Mysidiacea 1 2 3 betina 6 1 betina betina 9 2 7 8 9 8 5 13 14 10 12 2 jantan 3 betina betina 16 11 10 jantan betina betina

(45)

32 Lampiran 4. Data jenis makanan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada

stasiun 4 (Cambang-cambangan) No Ukuran Kuda Laut (cm) Jenis

Kelamin No Jenis makanan Ul 1 Ul 2 Ul 3 Ul 4 Ul 5 Jumlah 1 Mysidiacea 2 1 2 2 3 10 2 Amphipoda 2 3 2 4 1 12 3 Calanoida 2 2 1 3 8 1 Mysidiacea 2 1 1 4 2 Amphipoda 2 3 3 1 3 12 3 Calanoida 1 2 3 1 Calanoida 3 1 1 5 2 Amphipoda 5 3 2 4 2 16 1 Amphipoda 3 2 2 2 9 2 Calanoida 1 1 2 5 8,5 betina 0 1 Calanoida 2 1 1 4 2 Mysidiacea 4 1 1 6 1 Mysidiacea 2 2 2 Amphipoda 2 2 2 3 9 3 Calanoida 1 1 2 1 Amphipoda 4 2 1 1 8 2 Calanoida 2 1 3 9 9,8 betina 1 Amphipoda 1 2 1 3 7 10 10,5 betina 1 Amphipoda 1 1 1 Amphipoda 2 1 1 4 2 10 2 Mysidiacea 2 1 2 1 6 1 Amphipoda 4 3 3 7 4 21 2 Mysidiacea 4 1 1 3 2 11 1 Calanoida 4 2 3 6 1 16 2 Amphipoda 2 3 5 3 Harpacticoida 1 1 14 12,5 betina 1 Amphipoda 1 1 1 3 15 12 betina 1 Amphipoda 1 1 1 Amphipoda 1 1 2 Mysidiacea 1 2 3 16 12 jantan 11 12 13 8 jantan 13 4 9,5 betina 7 11 betina 2 9,5 betina 6 1 jantan 3 betina jantan 10,5 jantan 10,2 8 11,5 betina 9,5 11,6 betina

(46)

33 Lampiran 5. Data jenis makanan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada

stasiun 5 (Taka Labbua)

No No. Urut pengam atan Ukuran Kuda Laut (cm) Jenis

Kelamin No Jenis makanan Ul 1 Ul 2 Ul 3 Ul 4 Ul 5 Jumlah

1 Amphipoda 4 7 5 1 3 20 2 Calanoida 1 1 2 12 8,5 jantan 1 Amphipoda 2 2 3 2 9 3 14 9,5 betina 0 4 15 9 jantan 0 5 16 8,5 betina 0 1 Mysidiacea 2 1 3 2 Amphipoda 4 3 6 4 3 20 3 Harpacticoida 2 2 4 Calanoida 1 4 5 1 Calanoida 2 2 2 Amphipoda 9 4 3 2 1 19 8 13 10,3 jantan 0 9 8 10,2 betina 1 Amphipoda 1 1 2 1 Calanoida 2 1 3 2 Harpacticoida 1 1 3 Amphipoda 2 4 4 8 1 19 4 Mysidiacea 1 2 3 1 Calanoida 2 2 1 5 2 Amphipoda 1 1 3 5 1 Amphipoda 3 2 1 1 7 2 Calanoida 1 6 4 6 2 19 1 Amphipoda 2 1 1 2 6 2 Mysidiacea 1 1 2 4 1 Mysidiacea 1 1 2 2 Amphipoda 1 1 1 3 3 Harpacticoida 1 1 1 Amphipoda 2 4 3 4 1 14 2 Calanoida 1 1 1 Calanoida 1 2 3 2 Amphipoda 2 2 betina betina jantan 12 12,8 4 1 jantan 10 3 betina 10,7 10 6 jantan 9,3 9 10 7 10 2 11 1 12 7 5 12,9 13,4 11,5 12,5 14 jantan 16 13 11 6 15 jantan betina jantan

(47)

34 Lampiran 6. Data jenis makanan Kuda laut (Hippocampus barbouri) pada

stasiun 6 (Batu Laccu)

No

Ukuran Kuda

Laut (cm)

Jenis Kelamin No Jenis makanan Ul 1 Ul 2 Ul 3 Ul 4 Ul 5 Jumlah

1 Mysidiaceacea 2 2 3 2 1 10 2 Amphipoda 3 5 5 2 3 18 3 Calanoida 1 1 2 1 Amphipoda 2 3 3 2 1 11 2 Mysidiacea 1 2 1 2 2 8 1 Mysidiacea 3 2 1 2 3 11 2 Amphipoda 1 4 2 3 2 12 3 Calanoida 1 2 3 6 1 Mysidiacea 4 4 1 9 2 Amphipoda 3 4 7 3 17 3 Calanoida 1 1 1 Amphipoda 1 2 5 1 9 2 Mysidiacea 1 1 3 2 7 1 Amphipoda 7 7 5 7 4 30 2 Mysidiacea 1 1 2 7 10 betina 1 Amphipoda 6 4 6 4 7 27 8 11 betina 1 Amphipoda 5 3 3 5 4 20 1 Mysidiacea 2 1 2 5 2 Amphipoda 1 1 1 1 4 3 Calanoida 2 1 3 10 10,5 betina 1 Mysidiacea 3 3 2 2 3 13 11 10,3 jantan 1 Amphipoda 2 3 8 2 15 12 13,7 jantan 1 Amphipoda 3 6 6 5 2 22 1 Mysidiacea 4 2 1 2 9 2 Amphipoda 1 3 2 5 4 15 3 Calanoida 1 1 1 Mysidiacea 3 2 2 3 3 13 2 Amphipoda 2 1 3 2 1 8 3 Calanoida 1 1 1 Amphipoda 3 2 1 6 2 Mysidiacea 4 3 1 2 10 1 Amphipoda 1 1 2 2 Mysidiaceacea 1 1 2 12,3 jantan 12,5 jantan 6 11 betina betina 4 jantan 9 betina jantan 12,7 15 9 1 9,3 2 9 jantan 10,5 betina betina 16 3 8,5 13 5 9,5 jantan 14 12,2

(48)

35 Lampiran 7. Data rata-rata jenis makanan dari seluruh stasiun

No Jenis makanan Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Stasiun V Stasiun VI

1 Calanoida 24,93 3,69 6,81 2,69 2,44 0,88 2 Amphipoda 13,07 11,38 4,81 7,19 7,88 13,50 3 Mysidiacea 12,93 10,19 1,81 3,06 0,75 6,19 4 Harpacticoida 0,93 0,13 0,13 0,06 0,25 0,00 5 Isopoda 0,00 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00 6 Ephausiacaea 0,13 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

No Jenis makanan Jumlah %

1 Calanoida 6,91 30,4937 2 Amphipoda 9,64 42,5514 3 Mysidiacea 5,82 25,7099 4 Harpacticoida 0,25 1,10089 5 Isopoda 0,01 0,046 6 Ephausiacaea 0,02 0,09813 22,65 Total

(49)

36 Lampiran 8. Uji One Way Anova terhadap jenis makanan kuda laut

Hippocampus barbouri

(50)

37 Lampiran 9. Data kemunculan jenis makanan antar jenis kelamin kuda laut

Hippocampus barbouri No Jenis Kelamin Individu Kuda Laut Calan oida Amphi poda Mysid a Harpa cticoid a Isopo da Ephau siida No Jenis Kelamin Individu Kuda Laut Calan oida Amphi poda Mysid a Harpa cticoid a Isopo da Ephau siida 1 9 1 1 1 1 0 0 1 9 1 0 1 0 0 0 2 9 1 1 1 1 0 0 2 9,5 1 1 0 1 0 0 3 10,8 1 1 1 0 0 0 3 9 1 1 1 1 0 0 4 10,8 1 1 1 1 0 0 4 10 1 1 1 1 0 0 5 13,5 0 1 1 0 0 0 5 11 1 1 1 0 0 0 6 11,3 0 1 0 0 0 0 6 10 1 1 1 0 0 0 7 11,5 1 1 1 0 0 0 7 12,2 1 1 1 0 0 0 8 11,5 0 0 1 0 0 1 8 9,5 1 1 0 0 0 0 9 9,5 0 1 0 0 0 0 9 9,3 1 1 1 0 0 0 10 9,5 0 1 0 0 0 0 10 9,5 0 1 0 0 0 0 11 11 1 1 0 0 0 0 11 10,6 1 1 1 0 0 0 12 10,2 1 1 1 0 0 0 12 11 0 1 1 0 0 0 13 10,9 1 0 1 0 0 0 13 11,5 0 1 1 0 0 0 14 11 1 1 0 1 0 0 14 11,3 1 1 0 0 0 0 15 11,2 1 1 1 0 0 0 15 9,2 0 0 0 0 0 0 16 13 1 1 1 1 1 0 16 8 0 0 0 0 0 0 17 11,5 1 1 1 0 0 0 17 8 0 0 0 0 0 0 18 12,5 1 1 0 0 0 0 18 10,2 0 0 0 0 0 0 19 9,5 1 1 0 0 0 0 19 11 0 1 0 0 0 0 20 9 1 1 0 0 0 0 20 11 1 1 0 0 0 0 21 11 0 1 1 0 0 0 21 13,5 1 1 1 0 0 0 22 11 1 0 1 0 0 0 22 13,2 0 0 0 0 0 0 23 9,7 1 0 0 0 0 0 23 9,5 1 1 0 0 0 0 24 13 0 1 1 0 0 0 24 10,5 1 0 1 0 0 0 25 11,5 1 1 1 0 0 0 25 10,2 1 1 0 0 0 0 26 13 1 1 1 1 0 0 26 13 1 1 0 1 0 0 27 9,5 1 1 1 0 0 0 27 12 0 1 1 0 0 0 28 8 1 1 1 0 0 0 28 9,3 1 1 0 0 0 0 29 9,5 1 1 0 0 0 0 29 8,5 0 1 0 0 0 0 30 8,5 0 0 0 0 0 0 30 9 0 0 0 0 0 0 31 11 1 1 1 0 0 0 31 10 1 1 0 0 0 0 32 9,8 0 1 0 0 0 0 32 10,3 0 0 0 0 0 0 33 10,5 0 1 0 0 0 0 33 12,8 1 1 0 0 0 0 34 11,6 0 1 1 0 0 0 34 13,4 0 1 1 1 0 0 35 11,5 0 1 1 0 0 0 35 12,9 1 1 0 0 0 0 36 12,5 0 1 0 0 0 0 36 12,5 1 1 0 0 0 0 37 12 0 1 0 0 0 0 37 9 1 1 1 0 0 0 38 9,5 0 0 0 0 0 0 38 9 1 0 1 0 0 0 39 8,5 0 0 0 0 0 0 39 9,3 1 1 1 0 0 0 40 10,7 1 1 1 1 0 0 40 10,5 1 1 1 0 0 0 41 10,2 1 0 0 0 0 0 41 10,3 0 1 0 0 0 0 42 10 1 1 1 1 0 0 42 13,7 0 1 0 0 0 0 43 12 1 1 0 0 0 0 43 12,7 1 1 1 0 0 0 44 11,5 0 1 1 0 0 0 44 12,5 0 1 1 0 0 0 45 8,5 1 1 1 0 0 0 27 34 20 5 0 0 46 9,5 0 1 1 0 0 0 47 11 0 1 1 0 0 0 48 10 0 1 0 0 0 0 49 11 0 1 0 0 0 0 50 10,5 0 0 1 0 0 0 51 12,3 1 1 1 0 0 0 52 12,2 0 1 1 0 0 0 29 43 31 8 1 1 Betina Jumlah Jantan Jumlah

(51)

38 Lampiran 10. Data parameter lingkungan

Stasiun Suhu (0C) Salinitas (‰) Dissolved Oxygen (DO) (mg/l) Kecepatan Arus (m/det) 1 (La'bo Lambere) 30 34 5,70 0,02 2 (Butung) 30 34 5,84 0,05 3 (La'bo Tallua) 31 33 6,23 0,13 4 (Cambang-cambangan) 32 32 5,34 0,05 5 (Ta' kalabbua) 30 34 6,11 0,04 6 (Batu Laccu) 31 33 5,87 0,07 Kisaran 30 – 32 32 - 34 5,34 – 6,23 0,02 – 0,13

(52)

39 Lampiran 11. Jenis makanan yang ditemukan pada usus kuda laut

Hippocampus barbouri

Calanoida

Sumber :

http://www.marinespecies.org/

Dokumentasi penelitian (perbesaran 100x mikroskop)

Harpacticoida

Sumber :

en.wikipedia.org/wiki/Harpacticoida

Dokumentasi penelitian (Perbesaran 100x mikroskop)

(53)

40

Amphipoda

Sumber : commons.wikimedia.org/wiki/ Amphipoda_Hyalellidae Dokumentasi penelitian (Perbesaran 40x mikroskop)

Mysida

Sumber : http://www.mblaquaculture.com/ content/organisms/ americamysis_bahia.php Dokumentasi penelitian (perbesaran 40x mikroskop)

(54)

41 Lampiran 12. Dokumentasi penelitian

Gambar 10. Dokumentasi penelitian (a) penangkapan kuda laut (b) pengukuran kuda laut dan pengelompokan berdasarkan ukuran (c) pembedahan kuda laut (d) memasukkan usus kuda laut ke dalam botol sampel yang telah diberi label (e) pengamatan isi usus kuda laut dengan menggunakan mikroskop

Gambar

Gambar 1. Morfologi kuda laut (Burton dan Maurice, 1983)
Gambar 2. Morfologi Hippocampus barbouri (Lourie et. al, 2004)
Gambar 3. Peta lokasi penelitian Kepulauan Tanakeke
Gambar 4. Pengambilan sampel menggunakan alat tangkap seser
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini telah dilakukan perancanagan desain web servives dengan XML dan telah dilakukan pengujian integrasi terhadap prototype data center epidemiologi

[r]

Gambar 4.9 System flow laporan penerimaan barang masuk Adapun penjelasan dari alir sistem staff gudang pada sistem baru yang sesuai dengan gambar 4.9 adalah dapat dilihat pada

Gelombang bunyi adalah getaran yang merambat dari suatu medium alastis seperti padat, cair atau gas yang dapat diserap, dipantulkan, atau diteruskan dengan

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan mengacu pada fokus serta tujuan penelitian di Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta, maka diperoleh kesimpulan bahwa

Formulasi strategi pemasaran berdasarkan perilaku pembelian keripik pisang menunjukkan bahwa industri keripik pisang perlu menjaga harga jual pada kisaran harga yang

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan hasil uji coba air rendaman kulit batang pepaya dengan formulasi yang sama, menyebabkan jumlah kematian jentik yang berbeda

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Gaya belajar siswa berprestasi mata pelajaran fisika di kelas XI MIA 1, 2 dan 3 SMA Al-Azhaar Palu lebih