1
PENINGKATAN REMEDIASI Cu MENGGUNAKAN METODE EAPR DENGAN
TANAMAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes)
Desi Novarita, Fachri Cahyana, Rudy Syah Putra*
Laboratorium Riset Kimia, Program Studi Kimia, FMIPA Universitas Islam Indonesia Jl. Kaliurang km 14, Yogyakarta 55584
*Corresponding author: E-mail: rudy.syahputra@uii.ac.id (Rudy Syah Putra) Telp.: +62-274-895920 ext. 3001, Fax.: +62-274-895920 ext. 3020
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas remidiasi logam Cu antara metode electro-assisted phytoremediation (EAPR) dan proses fitoremediasi dengan menggunakan tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai tanaman pengumpul. Waktu remidiasi berlangsung selama 7 hari dengan tegangan sebesar 2 volt untuk 15 liter larutan. Penelitian ini juga mengkaji konfigurasi elektroda 2D pada metode EAPR dengan menggunakan modifikasi katoda berbentuk pot. Akumulasi konsentrasi logam Cu pada tanaman eceng gondok dianalisis dengan menggunakan spektroskopi serapan atom-nyala, sedangkan konsentrasi klorofil dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri UV-Visible. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remidiasi logam Cu dengan metode EAPR sebesar 58 %, sedangkan pada proses fitoremediasi sebesar 39%. Hasil ini menyimpulkan bahwa remidiasi logam Cu lebih efektif dengan menggunakan metode EAPR dibandingkan proses fitoremediasi.
Kata kunci : Eceng gondok (Eichornia crassipes), EAPR, fitoremediasi,klorofil
THE ENHANCEMENT OF Cu REMOVAL BY USING EAPR METHOD WITH
WATER HYACINTH (Eichornia crassipes)
ABSTRACT
The research aimedto comparethe effectiviness of Cu removal by Electro-Assisted Phytoremediation (EAPR) and phytoremediation process and absorption by using water hyacinth (Eichornia crassipes) as an accumulator plant. The remediation process was 7 d with constant voltage of 2 V in 15 L solution . The application of designed cathode pot in 2D of electrode configuration was also evaluated for EAPR process. The concentrations of Cu in the water hyacinth were measured by flame-AAS and the chlorophil concentration was determined by UV-Visible spectrophotometry. The results showed that the absorption of Cu by water hyacinth on EAPR method was 58 %, while on the phytoremediation method was 39 %. Those result has concluded that the EAPR method was high effective to remidiate of Cu by water hyacinth compared with phytoremediation process.
2 1. PENDAHULUAN
Fitoremediasi merupakan teknik pemanfaatan tumbuhan untuk mengurangi dan menurunkan ketersediaan kontaminan dalam tanah atau air. Beberapa keunggulan dari metode fitoremediasi ini antara lain tanaman memiliki kemampuan untuk mengurangi konsentrasi logam berat. Logam berat tersebut akan terakumulasi pada akar kemudian mengalami translokasi ke bagian batang dan daun tanaman. Proses translokasi di dalam tubuh tanaman dimulai melalui sel akar kemudian ke jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem. Akumulasi konsentrasi logam yang berlebih pada jaringan menyebabkan tanaman akan melakukan proses detoksifikasi, misalnya menimbun logam pada organ bagian akar.[1] Akan tetapi proses fitoremediasi dengan memanfaatkan tanaman juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya akar tanaman yang pendek serta pertumbuhan biomassa yang lambat. Selain itu, pada fitoremediasi proses pembersihan berlangsung relatif lama dan logam yang terakumulasi dapat memasuki rantai makanan apabila termakan oleh makhluk hidup. Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah jika konsentrasi kontaminan sangat tinggi dalam tanaman, maka proses fitotoksisitas akan terjadi sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.[2]
Beberapa kelemahan yang dimiliki oleh proses fitoremediasi tersebut kemudian diatasi melalui gabungan proses fitoremediasi dengan elektrokimia yang selanjutnya dikenalkan dengan istilah electro-assisted phytoremediation (EAPR). Dalam sistem EAPR, elektroda yang digunakan akan berfungsi untuk mobilisasi ion logam melalui proses elektromigrasi sehingga ion logam akan terdorong dan terakumulasi pada daerah akar tanaman yang selanjutnya diikuti dengan proses absorpsi oleh akar tanaman. Keunggulan metode EAPR adalah di mungkinkannya untuk menggunakan tanaman yang memiliki akar pendek sehingga akan mengatasi kekurangan yang tedapat pada proses fitoremediasi.[3]
Pada penelitian ini akan dilakukan kajian tentang peningkatan kemampuan absorpsi logam Cu oleh tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan menggunakan metode EAPR. Aplikasi katoda berbentuk pot pada konfigurasi elektroda dua dimensi (2D) dengan metode EAPR juga akan di evaluasi. Selain itu, keadaan stres yang terjadi pada tanaman akan diamati melalui pengukuran konsentrasi klorofil. Tanaman air eceng gondok (Eichornia crassipes) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanaman tropis yang dapat ditemukan dimana saja dan bukan merupakan tanaman konsumsi sehingga tergolong aman untuk digunakan bagi proses EAPR.
2. METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu 2 (dua) set reaktor EAPR (Panjang = 40 cm, Lebar = 25 cm, Tinggi = 35 cm), DC Power Supply (30 V; 1,5 A; AND, Japan), elektroda anoda titanium (Ø 6 mm, panjang 25 cm, Nilaco, Japan) dan katoda stainless steel (netwire: 10 mesh, panjang 30 cm, lebar 20 cm; bar: tebal 3 mm, panjang 30 cm, lebar 1 cm), lampu fluorescence (20 watt, Osram Duluxstar PAR
3
38, China), spektroskopi serapan atom-nyala (Perkin Elmer 5100 PC, USA). Selain itu digunakan pula larutan Hoagland yang berfungsi sebagai larutan hidroponik untuk tanaman air eceng gondok (Eichornia crassipes). Larutan ini dibuat dari campuran garam-garam KH2PO4, KNO3, Ca (NO3)2. 4H2O, MgCl2. 6H2O. Pb(NO3)2, dan CuSO4.5 H2O (pro-analyte, E-Merck, Germany).
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Pemilihan sampel tanaman
Tanaman eceng gondok yang digunakan dalam percobaan diambil dari kolam air di sekitar Kab. Sleman, Yogyakarta. Tanaman dipilih berdasarkan perkiraan umur yang sama melalui ciri morfologi tanaman seperti jumlah daun, besar tanaman dan berat rata-rata tanaman yang digunakan sebesar 70-80 gram.
2.2.2 Pembuatan larutan Hoagland
Larutan Hoagland adalah larutan yang mengandung unsur-unsur esensial yang diperlukan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan. Untuk 1 (satu) liter larutan Hoagland dibuat dengan mencampurkan 0,00676 g KH2PO4, 0,252 g KNO3, 0,59 g Ca(NO3)2. 4H2O, 0,20 g MgCl2.6H2O.[4]
2.2.3 Pembuatan larutan logam pencemar
Pada penelitian ini larutan pencemar dibuat dengan logam Cu dengan konsentrasi 100 mg/L. Larutan 100 mg/L Cu dibuat dari CuSO4.5H2O, yaitu dengan menimbang 4,426 gram kristal CuSO4.5H2O kemudian dilarutkan dalam 15 liter larutan Hoagland.
2.2.4 Proses aklimasi
Sebelum digunakan dalam proses EAPR, tanaman eceng gondok terlebih dahulu mengalami proses aklimasi yang bertujuan untuk proses adaptasi terhadap lingkungan percobaan. Aklimasi dilakukan dalam 2 (dua) tahap, tahap pertama aklimasi dengan menanam tanaman eceng gondok dalam air segara selama 3 (tiga) hari yang kemudian dilanjutkan pada tahap kedua yaitu aklimasi dengan larutan Hoagland selama 3 (tiga) hari.
2.2.5 Proses EAPR dan fitoremediasi
Tanaman eceng gondok diletakkan dalam reaktor EAPR (40 (P) x 25 (L) x 35 (T) cm) yang telah diisi dengan 15 liter larutan Hoagland yang telah mengandung logam pencemar Cu. Digunakan elektroda anoda Titanium (Ø 6 mm x 25 (P) cm, Nilaco, Japan) dan katoda Stainless Steel U316 (netwire: 10 mesh, 30 (P) x 20 (L) cm; dan bar: tebal 3 mm, 30 (P) x 1 (L) cm). Tegangan yang digunakan pada reaktor EAPR sebesar 2 Volt (DC power supply, 30 V and 1,5 A, AND, Japan), siklus cahaya/gelap selama 18/6 jam diatur dengan lampu fluorescence (20 watt, Osram Duluxstar PAR 38, China) dan pH awal larutan diatur pada 6,5 dengan menggunakan 0,1 M NaOH. Semua konsentrasi logam Cu pada sampel air dan tanaman ditentukan dengan spektroskopi serapan atom-nyala (Perkin Elmer 5100 PC, USA).
4
Proses EAPR berlangsung selama 7 hari. Akumulasi logam pada akar tanaman ditentukan dengan nilai koefisien bioakumulasi (KB), sedangkan proses translokasi logam dari akar ke daun tanaman dapat ditentukan dengan nilai faktor translokasi (FT).[4] Gambar 1 menunjukkan reaktor EAPR dan titik sampling air serta bentuk pot katoda. Hal yang sama di reaktor yang berbeda juga dilakukan untuk proses fitoremediasi. Tanaman eceng gondok yang terdapat pada pot kontrol diberi perlakuan yang sama dengan tanaman percobaan akan tetapi tanpa diberi logam pencemar.
Gambar 1. Reaktor proses EAPR (A) dan titk sampling air pada reaktor (B) dan pot katoda (C).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Efektifitas Konfigurasi Elektroda 2D dengan Bantuan Pot Katoda
Proses elektromigrasi ion adalah proses transportasi ion bermuatan (positif/negatif) dalam larutan menuju elektroda dengan muatan yang berlawanan. Pada penelitian ini elektroda katoda yang digunakan adalah stainless still dan titanium sebagai elektroda anoda. Untuk mengetahui efektifitas elektromigrasi ion logam Cu maka dilakukan pengambilan sampel air dari reaktor EAPR dan fitoremediasi pada 3 (tiga) titik dengan ketinggian yang berbeda yaitu pada titik bawah dekat dasar reaktor, titik tengah yang berada ditengah reaktor dan titik atas yang dekat dengan permukaan katoda (Gambar 1B). Pengambilan sampel air dilkaukan setiap hari selama 7 hari waktu percobaan. Profil elektromigrasi logam Cu ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2A menunjukkan elektromigrasi ion logam Cu pada metode EAPR terjadi secara maksimal pada 3 hari pertama yang terlihat pada setiap titik pada hari pengamatan. Pada titik bawah konsentrasi logam Cu berkurang sebesar 97 % (2,15 mg/l) dari konsentrasi semula (90 mg/l), sedangkan pada titik tengah (18 mg/l) dan titik atas (37,6 mg/l) konsentasi logam Cu meningkat. Hasil ini menunjukkan indikasi elektromigrasi ion logam Cu menuju titik atas yang dekat dengan daerah akar tanaman. Sedangkan pada hari-hari berikutnya dari setiap titik konsentrasi ion logam Cu cenderung konstan.
5
Gambar 2. Elektromigrasi ion logam Cu pada proses EAPR (A) dan fitoremediasi (B).
Gambar 2B menunjukkan elektromigrasi ion logam Cu pada proses fitoremediasi tidak terlihat penurunan secara signifikan pada setiap titik pada hari pengamatan. Penurunan konsentrasi ion logam Cu secara umum terjadi maksimal pada 48 jam pertama yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi ion logam Cu pada titik bawah sebesar 72 % dari konsentrasi semula. Sedangkan pada hari-hari berikutnya, penurunan konsentrasi ion logam Cu cenderung konstan. Penurunan konsentrasi tersebut terjadi dari konsentrasi awal setiap titikmya sebesar 95 mg/L setelah 48 jam pertama menjadi 26 mg/L pada titik bawah, sedangkan pada titik tengah dan titik atas memiliki konsentrasi yang hampir sama yaitu sekitar 16 mg/L. Hasil ini menunjukkan bahwa pada proses fitoremediasi hanya terjadi penurunan konsentrasi ion logam Cu dan tidak mengalami proses elektromigrasi. Pada proses fitoremediasi elektromigrasi ion logam tidak terlihat karena pergerakan ion hanya bergantung pada panjangnya akar tanaman eceng gondok yang digunakan sehingga penyerapan ion logam oleh tanaman tidak berlangsung dengan maksimal.[5] Penggunaan arus listrik pada metode EAPR akan mampu untuk meningkatkan transportasi zat-zat hara dan air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman[6], sehingga arus listrik akan meningkatkan penyerapan unsur hara oleh tanaman air.
3.2 Konsentrasi Logam Cu pada Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)
Akumulasi logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambung, yaitu penyerapan oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Akumulasi konsentrasi logam Cu pada tanaman eceng gondok ditunjukkan pada Gambar 3.
6
Gambar 3. Akumulasi konsentrasi logam Cu pada akar dan daun tanaman eceng gondok.
Gambar 3 menunjukkan bahwa akumulasi konsentrasi logam Cu pada akar dan daun setiap tanaman berbeda-beda. Pada metode EAPR, logam Cu yang terakumulasi pada akar adalah sebesar 64,5 % lebih besar dibandingkan dengan proses fitoremediasi sebesar 27,07 %. Sedangkan pada daun tanaman, konsentrasi logam Cu yang terakumulasi sangat kecil yaitu sebesar 5,94 % pada metode EAPR dan 1,43 % dengan proses fitoremediasi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa koefisien bioakumulasi (KB) pada metode EAPR lebih besar dibandingkan dengan proses fitoremediasi, sehingga di simpulkan bahwa arus listrik melalui elektroda dapat meningkatkan akumulasi logam Cu pada akar tanaman dibandingkan pada daun yang ditunjukkan dengan rendahnya nilai faktor translokasi (FT) pada tanaman. Selain itu, logam Cu juga memiliki sifat konduktifitas yang tinggi sehingga elektromigrasi logam menuju akar dapat terjadi dengan cepat.
3.3 Toleransi Stress pada Tanaman Eceng Gondok (Eichornia crassipes)
Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Kandungan klorofil merupakan salah satu pendekatan untuk mempelajari pengaruh kekurangan air terhadap pertumbuhan tanaman. Kekurangan air dapat membuat tanaman mengalami stress abiotik (stress yang disebabkan oleh keadaan lingkungan atau media tanam), karena parameter ini berkaitan erat dengan laju fotosintesis. Konsentrasi klorofil pada tanaman eceng gondok yang mengalami proses EAPR dan fitoremidiasi ditunjukkan padaGambar 4.
7
Gambar 4. Konsentrasi klorofil pada tanaman eceng gondok
Gambar 4 menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil total pada tanaman eceng gondok dengan metode EAPR adalah sebesar 44 mg/mL dan proses fitoremediasi sebesar 31 mg/mL. Sedangkan pada tanaman kontrol adalah sebesar 45 mg/mL. Rasio klorofil a/b merupakan indikator untuk tingkat
stress pada tanaman dan dapat juga dijadikan sebagai indikator untuk mendeteksi pengaruh pertumbuhan tanaman terhadap lingkungan kontaminan[4]. Nilai rasio klorofil a/b pada proses fitoremediasi lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanaman pada proses fitoremediasi mengalami stress lebih tinggi dibandingkan dengan metode EAPR dengan rasio klorofil a/b yang hampir sama dengan tanaman kontrol.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada aplikasi metode EAPR untuk melakukan proses remediasi logam Cu oleh tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Konfigurasi elektroda 2D yang di bantu dengan katoda pot dapat meningkatkan elektromigrasi ion logam Cu pada metode EAPR.
2. Remidiasi logam Cu dengan metode EAPR lebih tinggi (58 %) dibandingkan dengan proses fitoremediasi (39 %).
3. Metode EAPR tidak menimbulkan stress pada tanaman pada proses remidiasi logam Cu pada tanaman air eceng gondok (Eichornia crassipes).
8 UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih pada DIKTI atas bantuan keuangan melalui program PKM–T tahun 2014. Selain itu ucapan terimkasih juga disampaikan untuk semua orang yang telah membantu dalam penyempurnaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Astuti, D.R., 2004, Fitoremediasi logam berat Cd oleh tanaman air kayu apu (Pistia stratiotes L.), Skripsi, Jurusan Ilmu Kimia, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
[2] Hodko, D., Hyfte, J. V., Denvir, A., Magnuson, J. W., 2000, Methods for enhancing phytoextraction of contaminants from porous media using electrokinetic phenomena, US Patent No. 6,145,244. [3] O’connor, C.S., Lepp, N.W., Edwards, R., Sunderland, G., 2003, The combined use of
electrokinetic remediation and phytoremediation to deconteminate metal polluted soils: a laboratory-scale feasibility study, Environ. Monit. Assess. 84, 141 – 158.
[4] Putra, R.S., Ohkawa, Y., and Tanaka, S., 2013, Application of EAPR system on the removal lead from sandy soil and uptake by Kentucky bluegrass (Poa pratensis L.), Separ. Pur. Tech.,102, 34 –
42.
[5] Acar, Y.B., dan Alshawabkeh, A.N., 1993, Principles of Elektrokinetic Remediation, Envir. Sci. Tech., 27 (13), 2638 – 2647.
[6] Bi, R., Schlaak, M., Siefert E., Lord, R., Connolly, H., 2010, Alternating current electric field effects on lecttuce (Lactuta sativa) growing in hydroponic culture with and without cadmium contamination, J. Appl. Electrochem., 40, pp. 1217 – 1223.