• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI GUNA MENENTUKAN PERUNTUKAN DITINJAU DARI ASPEK LINGKUNGAN DI SUNGAI KUPANG KOTA PEKALONGAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI GUNA MENENTUKAN PERUNTUKAN DITINJAU DARI ASPEK LINGKUNGAN DI SUNGAI KUPANG KOTA PEKALONGAN - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiah. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air, yaitu dengan upaya memelihara fungsi air sehingga kualitas air memenuhi baku mutu (Azwir, 2006)

Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya. Kualitas air ini didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Menurut Bahtiar (2007), Lingkungan dapat dikatakan tercemar jika dimasuki atau kemasukan bahan pencemar yang dapat mengakibatkan gangguan pada makhluk hidup yang ada didalamnya.

Sungai pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk membersihkan polutan yang masuk secara alamiah yang disebut dengan Kapasitas Asimilasi (assimilative cappacity). Kapasitas asimilasi setiap sungai tidak sama karena bergantung pada karakteristik hidrologi sungainya masing-masing dan aktifitas penggunaan lahan di sekitar sungai. Secara umum, kualitas air sungai sangat bergantung dengan kondisi vegetasi pada catchment area, besaran dan jenis kegiatan yang akan bermuara ke sumber air, serta kemampuan asimilasi sumber air terhadap input pencemar yang diterimanya (Bangyou, et al 2011).

(2)

makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Dan pada pasal 17 ayat 2 dijelaskan bahwa apabila daya dukung dan daya tampung lingkungan telah terlampaui maka kebijakan, rencana dan program yang memberikan tekanan terhadap lingkungan harus diperbaiki. Dengan demikian, jika beban limbah yang masuk ke sungai telah melampaui daya tampung sungai, maka pencegahan penurunan kualitas sungai harus dilakukan dengan strategi pengelolaan yang baik. Penilaian terhadap kualitas badan air untuk suatu peruntukan didasarkan kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman penentuan status mutu air.

Pengelolaan sungai dimulai dari identifikasi aktifitas yang berpotensi mencemari sungai, pengukuran kualitas air sungai, penetapan status mutu air sungai, penentuan beban cemar sungai sesuai baku mutu, penentuan titik kritis yang memiliki beban cemar tinggi, pengukuran kapasitas asimilasi sungai dan perumusan strategi penurunan beban cemar dan konservasi sungai.

Sungai Kupang adalah bagian dari Satuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai SWP DAS Pemali Comal. Luas wilayah Sungai Kupang seluas 18.022,193 Ha di Provinsi Jawa Tengah bagian utara yang melintasi 3 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu mulai dari yang terluas adalah Kabupaten Pekalongan sebesar 53,88 % (9.708,13 ha), Kabupaten Batang 32,04 % (5.774,51 ha), Kota Pekalongan 14,06 % (2.533,221 ha), dan yang terkecil adalah Kabupaten Banjarnegara sebesar 0,04 % (6,332 ha) (BPDAS Pemali-Jratun, 2013).

(3)

Tata guna lahan merupakan bagian penting yang mempunyai pengaruh pada kualitas air sungai. Kemampuan daya tampung air sungai yang telah ada secara alamiah terhadap pencemaran perlu dipertahankan untuk meminimalkan terjadinya penurunan kualitas air sungai (Marfai Aris, 2004). Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai kualitas air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian dan pemukiman (Supangat, 2008).

Penggunaan lahan di sepanjang Sungai Kupang yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai Kupang meliputi pertanian, permukiman dan industri. Kegiatan pertanian tanaman semusim yang menggunakan pupuk dan pestisida diperkirakan akan mempengaruhi kualitas air sungai melalui buangan dari lahan pertanian yang masuk ke badan air. Disamping itu, kegiatan masyarakat yang menghasilkan buangan air limbah domestik serta keberadaan industri tekstil dan batik yang membuang air limbahnya ke sungai Kupang akan berpengaruh terhadap kualitas air.

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut di atas maka permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini adalah :

1. Apakah pengaruh sumber pencemar terhadap kualitas air Sungai Kupang Pekalongan?

2. Bagaimana beban pencemaran dan status mutu air Sungai Kupang Pekalongan?

(4)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kualitas air Sungai Kupang Pekalongan

2. Menghitung beban pencemar Sungai Kupang dan menentukan Status Mutu Air Sungai Kupang Pekalongan

3. Merekomendasi peruntukan kelas Sugai Kupang Kota Pekalongan 4. Menentukan upaya pengelolaan kualitas air Sungai Kupang Pekalongan

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan informasi tentang kondisi dari Sungai Kupang Pekalongan b. Dapat menjadi referensi bagi penelitian sejenis tentang kualitas air sungai.

1.5 Orisinalitas Penelitian

(5)

No Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Metode Kesimpulan

1. Mengidentifikasi daya tampung beban cemaran BOD dengan menggunakan metode Qual2e. 2. Merekomendasikan kelas sungai

Babon untuk pengendalian 3. Membuat simulasi model

untuk kualitas mutu air sungai Babon

1. Daya tampung beban cemaran Sungai Babon : Km 0-5 melampaui kelas 1, Km 6-40 sudah melampaui standar kelas 1, 2, 3, dan 4. 2. Merekomendasikan klasifikasi kelas untuk

sungai Babon pada Km 0-5 dapat dimasukan ke kelas 2, Km 6-26 kelas 3 (dengan penurunan cemaran), dan Km 27-40 ke kelas 4 (dengan penurunan cemaran).

1. Mengetahui tingkat beban pencemaran Sungai Ngringo Kabupaten Karanganyar

2. Mengkaji upaya pengendalian pencemaran air Kabupaten

1. Kondisi kualitas air Sungai Ngringo dari hulu ke hilir mengalami penurunan kualitas air, di daerah hilir telah tercemar ringan.

2. Beban pencemaran terbesar yaitu TSS sebesar 388,41 kg/hari yang dipengaruhi oleh 13

1. Menentukan perkiraan daya tampung sungai.

2. Menentukan Indeks Pencemaran dan status mutu air sungai akibat pengaruh limbah industri kelapa sawit

Metode pengambilan sampel pada 7 titik.

1. Daya tampung sungai adalah BOD 17,13 dan COD 94,54 mg/L.

2. Beban yang dibuang ke sungai melewati kriteria mutu air kelas I dan II.

3. Indeks Pencemaran Sungai Tapung Kiri termasuk kriteria cemar ringan

1. Menganalisis kualitas air Sungai Diwak dengan indikator BOD, kuantitatif dari kondisi kualitas air sungai dan analisis rekomendasi upaya pengendalian pencemaran air dengan metode SWOT.

1. Daya Tampung Beban Pencemaran dalam kaitannya dengan daya pulih sungai pada musim penghujan.

2. Status Mutu Air Sungai Diwak di lokasi penelitian tergolong tercemar ringan hingga sedang. 2. Mengkaji kondisi kualitas Sungai

Sengkarang.

3. Mengkaji pola pengelolaan DAS Sengkarang

Metode pengambilan sampel dengan membagi menjadi 3 segmen,

1. Stasiun I terletak di daerah hulu sungai,

2. Stasiun II terletak di tengah sungai

3. Stasiun III terletak di hilir

1. Industri berpotensi mencemari Sungai Sengkarang adalah: washing, tenun, konveksi, tekstil, pembatikan,bordir, printing sejumlah 110 buah, dengan limbah 304,469 m /hari. 2. Kondisi Sungai Sengkarang dikategorikan

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sungai

Sungai merupakan tempat berkumpulnya air dari lingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang lebih rendah. Daerah sekitar sungai yang mensuplai air ke sungai dikenal dengan daerah tangkapan air atau daerah penyangga sungai. Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kondisi sungai dan kondisi suplai air dari daerah penyangga. Kondisi suplai air dari daerah penyangga dipengaruhi aktivitas dan perilaku penghuninya. Pada umumnya daerah hulu mempunyai kualitas air yang lebih baik daripada daerah hilir. Dari sudut pemanfaatan lahan, daerah hulu relatif sederhana dan bersifat alami seperti hutan dan perkampungan kecil. Semakin ke arah hilir keragaman pemanfaatan lahan menjadi meningkat. Sejalan dengan hal tersebut suplai limbah cair dari daerah hulu yang menuju daerah hilirpun menjadi meningkat. Pada akhirnya daerah hilir merupakan tempat akumulasi dari proses pembuangan limbah cair yang di mulai dari hulu (wiwoho, 2005)

(7)

dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan.

Salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yaitu sungai. Sungai merupakan ekosistem yang sangat penting bagi manusia, sungai juga menyediakan air bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, industri, maupun domestik (Siahaan dkk, 2010). Air sungai yang keluar dari mata air biasanya mempunyai kualitas yang sangat baik. Namun dalam proses pengalirannya air tersebut akan menerima berbagai macam bahan pencemar, baik berupa bahan alamiah maupun bahan-bahan hasil buangan kegiatan manusia (Sofia dkk, 2010).

Jenis-jenis sungai berdasarkan debit airnya (Mulyanto, 2007) diklasifikasikan menjadi :

1. Sungai permanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap.

2. Sungai Periodik, yaitu sungai yang pada waktu musim penghujan debit airnya besar, sedangkan pada musim kemarau debitnya kecil.

3. Sungai Episodik, yaitu sungai yang pada musim kemarau kering dan pada waktu musim penghujan airnya banyak.

4. Sungai Ephemeral, yaitu sungai yang hanya ada airnya saat musim hujan dan airnya belum tentu banyak.

2.2. Kualitas Air

(8)

terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke badan sungai (priyambada, 2008).

Daerah hulu dengan pola pemanfaatan lahan yang relatif seragam, mempunyai kualitas air yang lebih baik dari daerah hilir dengan pola penggunaan lahan yang beragam. Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS serta semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam sub DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian dan pemukiman (Supangat, 2008).

Menurut Effendi (2003), Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi mahluk hidup, sehingga komunitas tempat tinggal dimanapun baik di desa maupun kota selalu ditemukan dekat dengan sumber air yaitu sungai, danau dan pantai. Semakin bertambah jumlah penduduk, kebutuhan air menjadi semakin banyak. Dari seluruh air yang berada dipermukaan bumi, 97,3% adalah air laut dan sisanya 2.7% adalah air tawar dan dari komposisi wujud air tawar tersebut hanya kurang dari 1% yang dapat dimanfaatkan langsung oleh manusia. Dilain pihak jumlah penduduk dimuka bumi semakin bertambah, sehingga kebutuhan air menjadi semakin banyak. Bersamaan dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan bertambah pula kegiatan pembangunan yang akan mempunyai dampak terhadap keberadaan air yang ada, sehingga kuantitas dan kualitas semakin menurun, yaitu masuknya bahan organik dan anorganik ke dalam air.

Agar perairan dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya maka diperlukan batas atau kadar maksimum pencemar yang dapat ditenggang keberadaannya dalam perairan tersebut. Batas atau kadar maksimum itu disebut baku mutu air. Baku mutu air dibedakan menjadi 2 jenis dimana dapat menentukan tindakan pengendalian yang berbeda Effendi (2003):

(9)

 Baku mutu limbah cair : untuk membatasi beban limbah dari sumber pencemar

Menurut Effendi (2003), karakteristik limbah cair sangat dipengaruhi oleh sifat substansinya yang terbagi menjadi 2 golongan berdasarkan sifatnya:

- Sifat konservatif : substansi yang relatif tidak berubah di alam, mis: logam berat, pestisida yang waktu tinggal di alam sangat lama.

- Sifat non konservatif : substansi yang dapat berubah di alam, mis: bahan-bahan organik yang mudah terurai, nitrogen dll.

Parameter-parameter kualitas air sungai dapat berubah berdasarkan kondisi alami maupun adanya aktivitas antropogenik. Aktivitas antropogenik yang mempengaruhi kualitas air sungai berasal dari perubahan pola pemanfaatan lahan, kegiatan pertanian, permukiman serta industri. Kegiatan pertanian dan permukiman pada dasarnya merubah bentang alam melalui pengolahan tanah, sehingga akan mempengaruhi kualitas air sungai (Asdak, 2010).

2.3. Pencemaran Air

Menurut Wardhana (2001) dalam Agus (2011), Pencemaran air diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam air yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) air dari keadaan normalnya.

Pencemaran air dapat merupakan masalah, regional maupun lingkungan global, dan sangat berhubungan dengan pencemaran udara serta penggunaan lahan tanah atau daratan. Pada saat udara yang tercemar jatuh ke bumi bersama air hujan, maka air tersebut sudah tercemar. Pengolahan tanah yang kurang baik akan dapat menyebabkan erosi sehingga air permukaan tercemar dengan tanah endapan (Darmono, 2001).

(10)

1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.

2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen. Menurut Solihin dan Darsati (1993) pencemaran air dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu;

1. Pencemaran kimia berupa senyawa karbon dan senyawa anorganik.

2. Pencemaran fisika yang dapat berupa materi terapung dan materi tersuspensi, 3. Pencemaran biologi yang dapat berupa mikroba phatogen, lumut dan

tumbuh-tumbuhan air.

2.3.1. Sumber Pencemar

Menurut Davis and Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan;

1. Point source discharges (Sumber titik), yaitu sumber titik atau sumber pencemar yang dapat diketahui secara pasti dapat berupa suatu lokasi seperti air limbah industri maupun domestik serta saluran drainase.

2. Non point source (sebaran menyebar), berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti, pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan) dari wilayah pertanian, pemukiman dan perkotaan.

(11)

2.3.2. Beban Pencemar

Beban pencemar (polutan) adalah bahan – bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut (Effendi, 2003). Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (polutan alamiah) dan pencemaran karena kegiatan manusia (polutan antropogenik). Air buangan industri adalah air buangan dari kegiatan industri yang dapat diolah dan digunakan kembali dalam proses atau dibuang ke badan air setelah diolah terlebih dahulu sehingga polutan tidak melebihi ambang batas yang diijinkan. Menurut Sugiharto (1987) Air limbah didefinisikan sebagai kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Pencemaran dan kerusakan lingkungan dapat disebabkan karena kegiatan industri (Gunalan, 1993).

Limbah dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam–tanaman dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya, dan dapat merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi (Sugiharto, 1987). Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup dilokasi tersebut juga pada lingkungan perairan itu sendiri yaitu berupa faktor fisika dan kimianya (Suin, 1994).

2.3.3. Self Purifikasi

(12)

adalah sesuai kaidah alam ada keterbatasan self purifikasi di dalam sungai sehingga apabila masuk sejumlah bahan pencemar dalam jumlah banyak maka kemampuan tersebut menjadi tidak terlalu berarti mengembalikan sungai dalam kondisi yang lebih baik. Kemampuan alamiah sungai inilah yang membatasi daya tampung sungai terhadap pencemar. Proses biologi dapat terjadi secara bakterial dimana bakteri membantu merubah senyawa beracun menjadi senyawa tidak beracun. Keberadaan tanaman air, perakaran tanaman yang berada di sekitar badan air, hewan perairan memberi sumbangan dalam memperbaiki kualitas air sungai (Wiwoho, 2005).

Secara alamiah sistem perairan mampu melakukan proses self purification, namun apabila kandungan senyawa organik sudah melampaui batas kemampuan self purification, maka akumulasi bahan organik dan pembentukan senyawa-senyawa toksik di perairan tidak dapat dikendalikan, sehingga menyebabkan menurunnya kondisi kualitas air (Garno, 2004).

Menurut Ifabiyi (2008), kemampuan air sungai untuk membersihkan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; Temperatur, kecepatan aliran, kandungan bahan-bahan organik dalam air dan juga jenis tumbuhan yang ada di sungai tersebut.

2.3.4. Limbah

Yang dimaksud dengan limbah atau benda/zat buangan yang kotor adalah benda/zat yang mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk dari industrialisasi (Daryanto, 1995).

(13)

Menurut Daryanto (1995), biasanya air limbah dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain :

1. Air limbah rumah tangga

Sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan dan daerah perdagangan, sumber lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah daerah perkantoran atau lembaga serta fasilitas rekreasi. Air limbah rumah tangga dapat dibedakan atas air limbah rumah tangga dari :

a) Daerah pemukiman penduduk

b) Daerah perdagangan/pasar/tempat usaha/hotel dan lain- lain c) Daerah kelembagaan (kantor-kantor pemerintahan dan swasta) d) Daerah rekreasi

2. Air limbah industri

Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada.

3. Air limbah rembesan dan tambahan

Apabila turun hujan di suatu daerah, maka air yang turun secara cepat akan mengalir masuk ke dalam saluran pengering atau saluran air hujan. Apabila saluran ini tidak mampu menampungnya, maka limpahan air hujan akan digabung dengan saluran air limbah, dengan demikian akan merupakan tambahan yang sangat besar.

2.4. Kriteria Baku Mutu Air

(14)

kondisi alamiahnya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, klasifikasi mutu air digolongkan menjadi 4 (empat) kelas dimana pembagian kelas ini didasarkan pada tingkatan baiknya mutu air dan kemungkinan kegunaannya bagi suatu peruntukkan (designated beneficial water uses). Klasifikasi mutu air tersebut yaitu:

1. Kelas Satu : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2. Kelas Dua : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas Tiga : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas Empat : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukkan lain yang sama dengan kegunaan tersebut

2.5. Parameter Kualitas Air

 Temperatur

Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitute), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman. Kenaikan temperature atau suhu di dalam badan air, dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO atau Dissolved Oxygen) air. (Suriawira, 2005).

(15)

kecepatan reaksi kimia, (3) Mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, (4) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.

 Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid merupakan zat-zat padat yang ada dalam suspensi, dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloid (partikel koloid), partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Total Suspended Solid (TSS) yaitu jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang berada dalam air limbah setelah mengalami proses penyaringan dengan membrane ukuran 0,45 µm. adanya padatan-padatan ini menyebabkan kekeruhan air, padatan-padatan ini tidak terlarut dan tidak dapat mengendap secara langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang berat dan ukurannya yang lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat, kikisan tanah yang ditimbulkan oleh erosi tanah (Agus, 2011). Padatan tersuspensi bisa berasal dari aliran air atau masukan kedalam massa air oleh sedimen didasar dengan pelarutan kembali (Connell, 1995).

Banyaknya padatan tersuspensi dalam perairan dapat menghalangi cahaya matahari yang mencapai dasar perairan yang menyebabkan turunnya laju fotosintesa. Menurunnya fotosintesa akan berdampak pada turunnya jumlah oksigen terlarut yang diproduksi tanaman dalam air (Nasution, 2008).

 pH atau Derajat keasaman

(16)

 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Oksigen terlarut Dalam air sangat penting agar mikroorganisme dapat hidup. Oksigen ini dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa oleh algae. Kelarutan Oksigen jenuh dalam air pada 25oC dan tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L. Menurut Yang Hon Jung (2007) konsentrasi DO yang rendah akan menurunkan tingkat nitrifikasi sehingga nilai NO 3 - N pada air sungai menjadi rendah dengan TN dan NH4+-N yang tinggi. Hal ini dapat menghalangi self purifikasi (pemurnian diri) pada permukaan air, dengan mengurangi laju proses transformasi nitrifikasi– denitrifikasi pada air. Menurut Holdgate (1979), DO merupakan gas yang tercampur dengan air sedemikian rupa sehingga bagian yang terkecil molekuler. Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar, daya larut O2 dalam air limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya

larut dalam air tawar (Setiaji, 1995).

 Biochemiycal Oxygen Demand (BOD)

BOD5 Adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam

lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Proses oksidasi bio-kimia ini berjalan sangat lambat dan dianggap lengkap (95-96%) selama 20 hari. Tetapi penentuan BOD5 selama 20 hari dianggap masih cukup lama sehingga penentuan BOD5

ditetapkan selama 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Dengan mengukur

BOD5 akan memperpendek waktu dan meminimumkan pengaruh oksidasi ammonia

yang juga menggunakan oksigen. Selama 5 hari masa inkubasi, diperkirakan 70%-80% bahan organik telah mengalami oksidasi (Effendi, 2003).

BOD5 tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya

mengukur secara relatif jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan

buangan tersebut. Jika konsumsi O2 tinggi yang ditunjukkan dengan semakin

kecilnya O2 terlarut, maka berarti kandungan bahan–bahan buangan yang

membutuhkan O2 tinggi (Fardiaz, 1992). Semakin besar kadar BOD5, maka

(17)

yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0–6,0 mg/L.

 Chemical Oxygen Demand (COD).

COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. COD dinyatakan sebagai mg O2/1000 mL

larutan sampel. Bahan buangan organik tersebut dioksidasi oleh kalium bichromat dalam suasana asam yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion chrom.

Reaksi yang terjadi pada metoda refluks sebagai berikut :

CaH bOc + Cr2 O7 2-+ H + → CO2 + H2O + Cr 3+

Bahan organik katalisator

Dalam pengukuran, nilai COD selalu lebih besar dari BOD karena senyawa anorganik juga bisa ikut teroksidasi selama proses. Kenyataannya hampir semua zat organik (95-100%) dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam suasana asam. Makin tinggi nilai COD berarti makin banyak O2 dibutuhkan

untuk mengoksidasi senyawa organik pencemar. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya <20 mg/L. Kelebihan pengukuran COD dibandingkan dengan BOD adalah dapat menguji air limbah yang beracun, yang tidak dapat diuji oleh BOD karena bakteri akan mati serta membutuhkan waktu pengujian lebih singkat yaitu 3 jam (Yuliastuti, 2011).

 Fosfor (P)

(18)

dan organisme lainnya atau yang dikenal dengan eutrofikasi. Kesuburan tanaman air akan menghalangi kelancaran arus air dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut (Ginting, 2007).

 Chromium (Cr)

Chromium (Cr) merupakan salah satu logam berat yang beracun. Jika keberadaannya melebihi ambang batas yang diperbolehkan dapat membahayakan lingkungan, termasuk manusia. Akumulasi Chromium dapat menyebabkan kerusakan terhadap organ respirasi, dan dapat juga menyebabkan timbulnya kanker pada manusia (Suprapti, 2008 dalam Agus 2011).

Menurut Halija (2012), logam Cr dapat masuk ke dalam semua strata lingkungan, apakah itu pada strata perairan, tanah ataupun udara (lapisan atmosfer). Kromium yang masuk kedalam strata lingkungan dapat datang dari bermacam-macam sumber. Tetapi sumber–sumber masukan logam Cr kedalam strata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar.

2.6. Status Mutu Air

Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, penentuan status mutu air dengan menggunakan Metoda Indeks Pencemaran.

2.6.1. Metode Indeks Pencemaran

(19)

pencemaran terhadap parameter kualitas air yang diizinkan.

Perhitungan tingkat pencemaran menggunakan Metode Indeks Pencemaran seperti pada Kep-MENLH N0.115 tahun 2003. Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh badan air atau sebagaian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberikan masukan pada pengambilan keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Indeks pencemaran mencakup berbagai parameter kualitas yang independen dan bermakna.

(20)

Pij(Ci / Lij ) 2 M (Ci / Lij ) 2 R ... (2.1) 2

Keterangan;

Lij = Kosentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (J)

Ci = Kosentrasi parameter kualitas air dilapangan Pij = Indeks pencemaran bagi peruntukan (J) Ci/Lij)M = Nilai, Ci/Lij maksimum

(Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata

Metode ini menghubungkan tingkat pencemaran suatu perairan yang dipakai untuk peruntukan tertentu dengan nilai parameter – parameter tertentu, seperti ditunjukkan pada Tabel. Berikut ini.

Tabel 2.1. Hubungan nilai IP dengan status mutu air

Nilai IP Mutu Perairan

0 – 1,0 Kondisi baik

1,1 – 5, 0 Cemar Ringan

5,0 - 10,0 Cemar sedang

>10,0 Cemar berat

Sumber : Kep-MENLH N0.115 tahun 2003

2.7. Daya Tampung Beban Pencemaran

Daya Tampung Beban Pencemaran Air Menurut KLH, (2003) daya tampung beban pencemaran air adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar.

(21)

2.7.1. Metode Neraca Massa

Penentuan daya tampung beban pencemaran dapat ditentukan dengan cara sederhana yaitu dengan menggunakan metoda neraca massa. Model matematika yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan.

Jika beberapa aliran bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas air dan massa konstituen dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca massa untuk menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan;

ΣCi Qi Σ Mi CR = =

ΣQi ΣQi ... (2.2) Keterangan;

CR : konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke-i

Qi : laju alir aliran ke-i

Mi : massa konstituen pada aliran ke-i

(22)

2.7.2. Metoda Streeter – Phelps

Pemodelan kualitas air sungai mengalami perkembangan yang berarti sejak diperkenalkannya perangkat lunak DOSAG1 pada tahun 1970. Prinsip dasar dari pemodelan tersebut adalah penerapan neraca massa pada sungai dengan asumsi dimensi 1 dan kondisi tunak. Pertimbangan yang dipakai pada pemodelan tersebut adalah kebutuhan oksigen pada kehidupan air tersebut (BOD) untuk mengukur terjadinya pencemaran di badan air. Pemodelan sungai diperkenalkan oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925 menggunakan persamaan kurva penurunan oksigen (oxygen sag curve) di mana metoda pengelolaan kualitas air ditentukan atas dasar defisit oksigen kritik Dc.

Pemodelan Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai.

dL/dt = - K’.L…………..…………..(2.3)

Keterangan;

L : konsentrasi senyawa organik (mg/L) t : waktu (hari)

K’ : konstanta reaksi orde satu (hari-1)

Jika konsentrasi awal senyawa organik sebagai BOD adalah Lo yang dinyatakan sebagai BOD ultimate dan Lt adalah BOD pada saat t, maka persamaan (2.3)dinyatakan sebagai

dL/dt = - K’.L………...……….(2.4)

Hasil integrasi persamaan (2-2) selama masa deoksigenasi adalah :

Lt = Lo.e (K’.t) ...(2.5) Laju deoksigenasi akibat senyawa organik dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :

(23)

Keterangan;

K’ : konstanta laju reaksi orde pertama, hari -1

L : BOD ultimat pada titik yang diminta, mg/L

2.7.3. Metode Qual2E/Qual2Kw

Menurut Kep-menLH No.110 tahun (2003), QUAL2E merupakan program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan yang paling banyak digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental Protecion Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E ini dapat diketahui kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD5), dengan begitu dapat dilakukan

tindakan selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu.

Manfaat yang dapat diambil dari pemodelan QUAL2E adalah mengetahui karakteristik sungai yang akan dimodelkan dengan;

1. Membandingkan data yang telah diambil langsung dari sungai tersebut.

2. Mengetahui kelakuan aliran sepanjang sungai bila terdapat penambahan beban dari sumber-sumber pencemar baik yang tidak terdeteksi maupun yang terdeteksi,

3. Dapat memperkirakan pada beban berapa limbah suatu industri dapat dibuang ke sungai tersebut agar tidak membahayakan makhluk lainnya sesuai baku mutu minimum

(24)

Pemodelan Qual2Kw mengaplikasikan proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegrasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi), Chapra (1997). Dalam penelitian ini digunakan model Qual2KW versi 5.1. Model ini mampu mensimulasi parameter kualitas air antara lain Temperatur, Conductivity, Inorganic Solids, Dissolved Oxygen, CBODslow, CBODfast, Organic Nitrogen, NH4-Nitrogen, NO3-Nitrogen, Organic Phosporus, Inorganic Phosporus (SRP), Phytoplankton, Detritus (POM), Pathogen, Generic constituent, Alkalinity, pH. (Fatmawati, 2012)

Model kualitas air adalah alat yang efektif untuk menginvestigasi dan menggambarkan status ekologis pada sistem sungai dan memudahkan kita untuk meprediksi perubahan pada suatu daerah atau sejauh mana perubahn terjadi dari kondisi awal. Dalam upaya untuk mengupayakan strategi konservasi dan pengambalian kualitas sungai berdasarkan model yang baik, maka dibutuhkan pemahaman mengenai hubungan antara kondisi lingkungan seperti fisik kimia, hidromorfologi dan kehidupan organisme bakteriologis sungai (Holguin,et al 2013)

Metode komputerisasi merupakan metode simulasi dengan bantuan program komputer. Metode ini lebih komprehensif dalam pemodelan kualitas air sungai. Pada dasarnya model ini menerapkan teori streeter-phelps dengan mengakomodasi banyaknya sumber pencemar yang masuk ke dalam sistem sungai, karakteristik hidrolik sungai, dan kondisi klimatologi. Dijelaskan secara ringkas tentang model Qual2E dan Model Qual2KW (Fatmawati, 2012).

Untuk menjalankan simulasi secara lengkap, model Qual2Kw memerlukan data sebagai berikut :

1. Temperatur udara; 2. Tutupan awan; 3. Kecepatan angin;

4. Elevasi dan koordinat setiap ujung ruas sungai (reach);

(25)

7. Zona waktu (be rkaitan denngan lamanya penyinaran matahari) 8. Panjang dan debit aliran sungai utama;

9. Lokasi pemantauan kualitas air sungai (kilometer);

10. Rincian aliran sungai yang masuk dan keluar sungai utama beserta debit aliran dan lokasi (kilometer)

11. Lokasi (kilometer) setiap sumber pencemaran beserta debit aliran dan kualitas limbahnya;

12. Pemantauan kualitas air sungai dengan parameter : pH, temperatur, konduktifitas, padatan inorganik, organik nitrogen, NH4-N, NO3-N, BOD5, COD, DO, organik phosphor, inorganik phosphor, phytoplankton,

detritus, pathogen, dan alkalinitas. Selain itu dapat ditambahkan parameter lain yang spesifik di tiap sungai;

13. Pemantauan kualitas air limbah dengan parameter yang sama dengan parameter kualitas air namun pada tahap input data disesuaikan dengan jenis sumber pencemarnya;

14. Nilai parameter-parameter global seperti kebutuhan O2 untuk oksidasi

karbon, kebutuhan O2 untuk nitrifikasi NH4, dan faktor koreksi

temperatur.

Model Qual2Kw dioperasikan dengan menggunakan MS–Excell (minimal MS – Excell 2000), dimana terdiri atas beberapa sheet utama yang harus diisi oleh pengguna, yaitu :

1. QUAL2K 2. Headwater 3. Reach

4. Air Temperature

5. Dew Point Temperature 6. Wind Speed

(26)

8. Shade

9. Point Source (jika perlu) 10.Diffuse Source (jika perlu) 11.Hydraulics Data

12.Temperature Data 13.WQ Data

Fasilitas lain yang disediakan untuk menjalankan model ini adalah tombol Run yang ada di bagian atas pada 13 sheet tersebut. Tombol yang digunakan adalah [Run VBA] yang di klik setelah semua data pada 13 sheet tersebut diisi. Karena pengoperasian tombol [Run VBA] menggunakan Visual Basic, maka fasilitas macro dari MS – Excell harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum tombol ini dapat

digunakan (Wulandari,2013).

2.8. Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan Menteri Lingkungan hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air disebutkan definisi pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air.

Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air; penetapan daya tampung beban pencemaran air; penetapan baku mutu air limbah; penetapan kebijakan pengendalian pencemaran air; perizinan; pemantauan kualitas air; pembinaan dan pengawasan; dan penyediaan informasi.

(27)

penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas lingkungan.

Menurut Ginting (1992) pengendalian pencemaran adalah setiap usaha pengelolaan limbah yang meliputi identifikasi sumber-sumber limbah, pemeriksaan konsentrasi bahan pencemar yang terkandung didalamnya serta jenis-jenis bahan pencemaran dan jangkauan serta tingkat bahaya pencemaran yang mungkin ditimbulkan. Usaha pengendalian dan pencegahan pencemaran lingkungan dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti teknologi pencegahan dan penanggulangan, pendekatan institusional, pendekatan ekonomi, pengelolaan lingkungan.

(28)

2.9.KERANGKA BERPIKIR

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian Penggunaan Lahan Sekitar

Sungai Kupang

Buangan Air Limbah

Penurunan kualitas air Sungai Kupang Kota Pekalongan

Pengukuran parameter kualitas air

Mengkaji dan Merekomendasi Kelas Sungai Kupang

Pekalongan

Upaya pengelolaan Sungai Kupang Pekalongan

Evaluasi dan Analisa Data

- Metode Indeks Pencemaran - Beban Cemaran - Metode Qual2Kw - Daya Tampung Beban

Pencemaran Insitu dan analisa

(29)

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Materi dan Metode Penelitian

Materi yang digunakan pada penelitian ini meliputi air Sungai Kupang Pekalongan, sampel air digunakan untuk melihat konsentrasi kualitas air, sedangkan parameter kualitas air yang diukur adalah Temperatur, TSS, pH, DO, BOD5, COD,

Kromium dan Phosphat. Pengukuran parameter TSS, BOD5, COD Phosphat dan

Kromium dilakukan di Laboratorium Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Provinsi Jawa Tengah, sedangkan pengukuran suhu, DO, pH dan debit dilakukan in situ, dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

3.1.1. Alat dan Bahan

Peralatan yang diperlukan antara lain adalah alat pengambil sampel, alat ukur parameter lapangan, dan alat penyimpan sampel air, antara lain; Water sampel, Stopwatch, GPS, Cool box, Botol Sample, Aquadest, termometer, DO meter, pH paper dll. Alat dan bahan untuk pemrosesan dan analisa data yaitu perangkat analisis air di laboratorium, laptop, software Qual2Kw versi 5.1, software Microsoft Office, dan Microsoft Excel.

3.2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang diambil dalam penelitian ini adalah Sungai Kupang di Kota Pekalongan yang merupakan bagian dari DAS Kupang.

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1. Lokasi Penelitian

(30)

3.3.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 18 Juni 2015, pengambilan sampel air sungai dilakukan satu kali pada 6 titik lokasi penelitian.

3.4. Penentuan Titik Pengambilan Sampel Air

Penentuan titik pengambilan sampel air menggunakan “sample survey

method”, yaitu metode pengambilan sampel dilakukan dengan membagi daerah

penelitian menjadi stasiun–stasiun yang diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Pembagian titik pengambilan sampel didasarkan pada pola penggunaan lahan yang ada dengan tetap memperhatikan kemudahan akses, biaya dan waktu sehingga ditentukan titik yang mewakili kualitas air sungai. Pembagian titik sampling sungai adalah sebagai berikut:

Berikut ini merupakan tabel titik lokasi pengambilan sampel air sungai Kupang yang dibagi menjadi 3 segmen berdasarkan penggunaan lahan, yaitu;

Tabel 3.1. Titik lokasi dan penggunaan lahan Sungai Kupang Kota Pekalongan Segmen

Penelitian

Titik Lokasi dan Koordinat Penggunaan Lahan

Segmen I Titik 1

(6o55’ 5.35” S – 109o40’

26.94” T)

Pada bagian Hulu Sungai di kelurahan Kuripan Lor (Daerah pertanian) dan sebelum daerah permukiman penduduk)

(31)

Segmen III

Titik 5

(6o52’ 46.18” S – 109o40’

48.20” T)

Di kelurahan Krapyak Kidul (daerah permukiman dan Industri Batik)

Titik 6

(6o 52’ 25.63” S – 109o40’

39.61” T)

Pada bagian hilir Sungai Kupang di kelurahan Panjang wetan (daerah industri)

Gambar 3.1. Peta titik lokasi sampling 3.5. Metode pengukuran fisika dan kimia

(32)

 Temperatur

SNI 06-6989.23-2005, yang digunakan dalam pengukuran suhu air dengan termometer air raksa.

 pH

SNI 06-6989.11-2004, Dalam pengukuran derajat keasaman (pH) dengan menggunakan pH meter.

 Total suspended solid (TSS)

SNI 06-6989.3-2004, Metode yang digunakan untuk menentukan residu tersuspensi dengan menggunakan gravimetri. Sampel air yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103oC sampai dengan 105oC. kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).

 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut dihitung menggunakan DO meter yaitu dengan cara menekan tombol on pada alat DO meter, lalu mencelupkan ujung DO meter pada perairan yang sebelumnya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu, setelah angka muncul pada alat lalu dicatat hasilnya.

 Chemical Oxygen Demand (COD)

SNI 6989.2:2009 Metode ini digunakan untuk pengujian kebutuhan oksigen kimiawi (COD) dalam air dan air limbah dengan reduksi Cr2O7 2- secara spektrofotometri pada kisaran nilai COD 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 600 nm dan nilai COD lebih kecil atau sama dengan 90 mg/L pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 420 nm.

 Biochemiycal Oxygen Demand (BOD5)

Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan Water sampler pada air permukaan, Setelah itu, sampel air untuk parameter BOD5 yang ada di dalam Water

(33)

analisis. Botol sampel kemudian dimasukkan ke dalam cool box yang berisi dry ice. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat laju reaksi yang terjadi dalam sampel air akibat aktivitas mikroorganisme maupun reaksi-reaksi kimia yang umumnya terjadi pada perairan alami, sehingga kandungan parameter yang akan diukur tidak berubah.

SNI 6989.72:2009, untuk menentukan jumlah oksIgen terlarut yang di butuhkan oleh mikroba aerobic untuk mengoksidasi bahan organik karbon dalam contoh uji air limbah, efluen atau air yang tercemar yang tidak mengandung atau yang telah di hilangkan zat-zat toksik dan zat-zat penggangu lainya. Pengujian dilakukan pada suhu 200 C ± 1 0C selama 5 hari ± 6 jam.

 Fosfor (P)

SNI 06-6989.31-2005, Untuk pengukuran kadar Posfat pada sampel air dengan menggunakan spektrofotometri. Dalam suasana asam, amonium molibdat dan kalium antimonil tartrat bereaksi dengan ortofosfat membentuk senyawa asam fosfomolibdat kemudian direduksi oleh asam askorbat menjadi kompleks biru molibden.

 Krom (Cr)

SNI 6989.65:2009, Untuk penentuan logam krom total, Cr-T dalam air dan air limbah dengan menggunakan alat spektrofotometri serapan atom (SSA) nyala pada kisaran kadar Cr 0,2 mg/L sampai dengan 5,0 mg/L dan panjang gelombang 357,9 nm.

3.6. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah;

 Data primer; Hasil pengujian kualitas air sungai Kupang dengan parameter BOD5, COD, TSS, Phosphat, Krom (Cr), DO, suhu, pH dan debit air

(34)

3.7. Pengumpulan Data

Data Primer diperoleh dengan Observasi lapangan dan pengukuran kualitas air sungai. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan meminta informasi berupa literatur, laporan, peta, dokumen lingkungan, dll dari studi pustaka, media internet maupun dari intansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jateng.

3.8. Analisis Data

Analisis data adalah proses telaah dan pencarian makna dari data yang diperoleh untuk menemukan jawaban dari masalah penelitian. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis kualitas air, analisis beban pencemaran dan identifikasi kualitas air. Data parameter kualitas air dari hasil pengamatan lapangan dan laboratorium, baik berupa parameter kimia dibandingkan terhadap baku mutu air yang telah ditetapkan. Baku mutu air sungai yang digunakan berdasarkan Kep-MENLH No.115/2003 Tentang Penentuan Status Mutu Air.

3.8.1. Analisis Beban Pencemaran Sungai

Analisis ini dilakukan dengan menghitung debit air sungai dan memperkirakan beban pencemaran yang meliputi beban pencemaran sungai industri, domestik dan pertanian.

- Perhitungan Debit, dihitung dengan menggunakan rumus : Q = v x A... (3.1) Keterangan : Q = debit air (m3/detik)

V = kecepatan arus (m/detik) A = luas penampang sungai (m2)

(35)

Keterangan : BPS = Beban Pencemaran Sungai (kg/hr)

(Cs)j = kadar terukur sebenarnya unsur pencemar-j (mg/lt) Qs = Debit air sungai (m3/hari)

3.8.2. Penentuan Status Mutu Air

Penentuan status mutu air menggunakan metode Indeks Pencemaran sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pada metode Indeks Pencemaran digunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata dari keseluruhan nilai Ci/Lij sebagai tolak ukur pencemaran, tetapi nilai ini tidak akan bermakna jika salah satu nilai Ci/Lij bernilai >1. Jadi indeks ini harus mencakup nilai Ci/Lij yang maksimum. Sungai semakain tercemar untuk suatu peruntukan (J) jika nilai (Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M adalah lebih besar dari 1,0 jika nilai (Ci/Lij)R dan nilai (Ci/Lij)M makin besar , maka tingkat pencemaran suatu badan air akan semakin besar pula. Jadi rumus yang digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran pada sungai digunakan rumus dibawah ini :

Pij(Ci / Lij ) 2 M (Ci / Lij ) 2 R ... (3.3) 2

Keterangan;

Lij = Kosentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (J)

Ci = Kosentrasi parameter kualitas air dilapangan Pij = Indeks pencemaran bagi peruntukan (J) (Ci/Lij)M = Nilai, Ci/Lij maksimum

(Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata

Metode ini menghubungkan tingkat pencemaran suatu perairan yang dipakai untuk

peruntukan tertentu dengan nilai parameter – parameter tertentu, seperti ditunjukkan pada

(36)

Tabel 3.2 Hubungan nilai IP dengan status mutu air

Nilai IP Mutu Perairan

0 – 1,0 Kondisi baik

1,1 – 5, 0 Cemar Ringan

5,0 - 10,0 Cemar sedang

>10,0 Cemar berat

Sumber : Kep-MENLH N0.115 tahun 2003

3.8.3. Perhitungan Model Qual2E/Qual2Kw 1. Input Data

Dilakukan input data pada aplikasi QUAL2Kw untuk simulasi TSS, BOD5 dan

COD Sungai Kupang. Yaitu;

- Pembagian penggalan sungai (Reach), jarak, serta batas atas dan batas bawah pada setiap penggal .

- Letak geografis dan ketinggian point sources, withdrawal dan dam

- Klimatologis (temperatur udara, dew point, kecepatan angin, dan tutupan awan) - Hidrologis koefisien kekasaran manning, side slope 1, side slope 2, lebar dasar

sungai, debit di headwater.

- Konsetrasi TSS, BOD5, COD, DO, pH dan temperatur air pada tiap titik

sampling.

2. Menjalankan Program

(37)

3. Kalibrasi Model

Kalibrasi model dilakukan dengan kriteria statistik yaitu uji X2 (Kologorov-Smirnov) dimana kriteria kinerja model adalah rata-rata kuadrat simpangan dari residu (beda antara pengukuran lapangan dengan hasil model) yang dapat dijabarkan dengan persamaan :

n (nilai observasi – nilai model)2

X 2 =Σ ---... (3.4) r=1 nilai model

Keterangan;

X2 = Uji statistik rata-rata kuadrat dari simpangan N = Jumlah sample

r = Sample ke n

Hasil dari perhitungan X2 ini kemudian dibandingkan dengan X2 dari tabel pada α = 95, bila :

X2 hitung > X2 tabel, maka model ditolak X2 hitung < X2 tabel, maka model diterima

4. Simulasi Model

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang kualitas air
Tabel 2.1. Hubungan nilai IP dengan status mutu air
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
Tabel 3.1. Titik lokasi dan penggunaan lahan Sungai Kupang Kota Pekalongan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dibuat software dengan Delphi 7.0 yang dapat memonitoring volume air pada tandon dan bak air secara tepat waktu agar air tidak penuh di tandon dan bak

Perhitungan ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air sangat perlu dilakukan, hasil perhitungan tersebut akan menunjukkan bagaimana pengaruhnya terhadap daya dukung

Blok Diagram Sistem Keseluruhan Bagian pertama adalah Agent Telemetri Tinggi Muka Air yang berfungsi mengirimkan data hasil pencuplikan selama interval waktu tertentu ke bagian

Tahun 2009 untuk hasil analisa industri menunjukkan limbah yang dihasilkan. usaha pewarnaan jeans seluruhnya tidak memenuhi baku mutu untuk

Berdasarkan fluktuasi pemakaian air tesebut direncanakan sistem operasional PDAM Kota Pekalongan dengan mengatur pola pemompaan sumber air baku setiap

Untuk kondisi optimum didapat pada tanah campuran III (2%PC+6%FA) dengan waktu pemeraman 7 hari sebesar 5,58%, untuk selisih nilai kadar air dengan waktu pemeraman

Dengan mengetahui seberapa baik waktu reaksi yang dihasilkan dalam suatu kondisi lingkungan kerja, diharapkan dapat digunakan untuk evaluasi sehingga kondisi lingkungan kerja yang

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa kondisi optimum enzim β -galaktosidase isolat bakteri termofilik sumber air panas Gedong Songo dengan substrat ONPG adalah pada suhu 63 o C,