• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut, listrik mempunyai peran penting dalam proses produksi dalam rangka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut, listrik mempunyai peran penting dalam proses produksi dalam rangka"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Firdaus dan Rindang (2009) dalam penelitiannya menggunakan model analisis FEM (Fix Effect Model) dengan hasil penelitian bahwa infrastruktur tenaga kerja, modal, listrik, jalan maupun air bersih mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik terhadap perekonomian Indonesia. Diantara variabel tersebut, listrik mempunyai peran penting dalam proses produksi dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi, dan infrastruktur panjang jalan mempunyai peran penting dalam distribusi barang dan jasa hasil produksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Hapsari (2011) dengan menggunakan model analisis yang digunakan adalah FEM (Fix Effect Model) mejelaskan bahwa variabel panjang jalan dan jumlah listrik memiliki pengaruh signifikan terhadap PDRB, sedangkan variabel jumlah listrik dan air tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini berbeda dengan teori Solow dan penelitian sebelumnya yang menyatakan variabel listrik dan air memiliki pengaruh yang signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Winanda (2016) dengan menggunakan model anlisis regresi berganda dan teknik Ordinary Least Square (OLS) menjelaskan dari hasil penelitian, bahwa variabel jalan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Bandarlampung, sementara listrik dan air berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini juga

(2)

menunjukkan bahwa infrastruktur listrik yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perumbuhan ekonomi Kota Bandarlampung.

Selanjutnya Zamzami (2016) melakukan penelitian dengan menggunakan model analisis regresi panel FEM {Fixed Effect Model) dan menjelaskan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel panjang jalan, irigasi, dan pendidikan berpengaruh signifikan terhadap PDRB di Jawa Tengah. Sedangkan untuk variabel air, listrik, kesehatan (tempat tidur rumah sakit) dan perumahan berpengaruh positif namun tidaksignifikan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa infrastruktur irigasi yang memiliki pengaruh paling besar terhadap PDRB Jawa Tengah.

Wibowo (2016) dalam melakukan penelitiannya dengan menggunakan model analisis regresi panel REM {Random Effect Model) dan menjelaskan hasil penelitian menunjukkan bahwa Secara simultan infrastruktur jalan, infrastruktur listrik, infrastruktur kesehatan dan infrastruktur pendidikan bersama-sama mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara parsial, infrastruktur yang memiliki pengaruh terbesar yaitu infrastruktur listrik, kesehatan dan pendidikan. Infrastruktur jalan dianggap tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara statistik.

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan beberapa penelitian sebelumnya. Perbedaannya adalah pengambilan variabel dalam penelitian, wilayah objek penelitian, dan tahun periode penelitian.

1.2 Tinjauan Pustaka 1.2.1 Pendapatan Nasional

Menurut Arsyad (1999:13-16) pendapatan nasional merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu perekonomian (negara) dalam waktu

(3)

satu tahun. Terdapat 3 metode perhitungan pendapatan nasional yaitu metode produksi (nilai tambah), metode pendapatan, dan metode pengeluaran.

Menurut metode produksi, pendapatan nasional dihitung dengan cara menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh setiap sektor produktif dalam suatu negara selama periode tertentu yang disebut dengan Gross Domestic Product (GDP) dan Gross National Product (GNP) dimana GNP menunjukkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di dalam negeri maupun luar negeri. Sedangkan GDP yang termasuk didalamnya orang-orang dan perusahaan asing dalam wilayah suatu negara.

Metode kedua yaitu metode pendapatan dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi seperti tanah, modal, tenaga, dan wiraswasta yang digunakan dalam memproduksi barang dan jasa yang disebut dengan Gross National Income (GNI). Selanjutnya metode ketiga yaitu metode pengeluaran dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran dari lapisan masyarakat. Pengeluaran tersebut terdiri dari pengeluaran konsumsi (C), investasi domestik bruto (I) yang terdiri dari bangunan baru, alat produksi yang tahan lama dan persediaan barang-barang oleh perusahaan-perusahaan, pengeluaran konsumsi pemerintah (G) dan Ekspor (X) dikurangi Impor (M).

Pendapatan nasional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai pada suatu tahun tertentu. Sedangkan pertumbuhan ekonomi menunjukkan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Menurut (Priyantoro, 2012) secara umum pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa dan bisanya dihitung dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai

(4)

akhir pasar (total market value) dari barang akhir dan jasa (final goods and service) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu.

Apabila ingin mengetahui pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah, indikator umum yang dapat digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB merupakan catatan tentang jumlah nilai rupiah dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam suatu negara untuk waktu satu tahun (Nurrochmat et al, 2007 dalam Priyantoro, 2012).

Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan PDRB riil di negara tersebut, dimana hal ini dapat dijadikan sebagai indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi (Wikipedia, 2010). Menurut BPS (2002) nilai PDRB suatu negara sebenarnya sama dengan nilai tambah produksi yang diciptakan oleh semua sektor kegiatan ekonomi (lapangan usaha) di negara tersebut. Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung PDRB suatu negara, yaitu melalui pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran dan pendekatan produksi.

PDRB dari sisi produksi merupakan penjumlahan seluruh nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya. Sedangkan dari sisi penggunaan menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut. Selanjutnya dari sisi pendapatan, nilai tambah merupakan jumlah dari upah/gaji surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung neto yang diperoleh. PDRB disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu “atas dasar harga berlaku” yakni menggunakan harga tahu berjalan serta “atas dasar harga konstan” yaitu menggunakan data harga tahun tertentu (tahun dasar) (Hapsari, 2011).

(5)

1.2.2 Teori Pembangunan Adam Smith

Adam Smith pada dasarnya menentang setiap campur tangan pemerintah dalam industri dan perniagaan. Ia adalah penganut paham perdagangan bebas dan penganjur kebijaksanaan pasar bebas dalam ekonomi. Kekuatan yang tidak terlihat yaitu pasar persaingan sempurna yang merupakan mekanisme menuju 13 keseimbangan secara otomatis, cenderung untuk memaksimumkan kesejahteraan sosial.

Smith juga menekankan pentingnya pembagian kerja yang meningkatkan daya produktivitas tenaga kerja dan proses pemupukan modal. Menurutnya pemupukan modal harus dilakukan terlebih dahulu daripada pembagian kerja agar pekerjaan dapat dibagi lebih lanjut secara seimbang jika stok lebih dulu diperbesar setelah itu diikuti dengan naiknya produktivitas. Pengaruh langsung terjadi karena pertambahan stok kapital yang diikuti pertambahan tenaga kerja akan meningkatkan tingkat output total. Makin banyak input maka akan banyak output (Jhingan, 2000: 81-82)

Sistem produksi suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok; a) sumber daya alam yang tersedia, b) jumlah penduduk, c) stok kapital yang ada. Sumber daya alam merupakan sesuatu yang mendasar dalam kegiatan produksi masyarakat. Ini dikarenakan sumber daya alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian tersebut. Unsur yang kedua adalah jumlah penduduk, dalam proses pertumbuhan output unsur ini dianggap mempunyai peranan yang pasif. Maksudnya adalah jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut.

(6)

Penduduk meningkat bila tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari pada tingkat upah subsisten dan begitu juga sebaliknya. Upah tenaga kerja ditentukan oleh tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran. Lalu untuk stok kapital sendiri memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung. Kapital mempengaruhi output secara langsung karena pertambahan kapital yang diikuti oleh pertambahan tenaga kerja akan meningkatkan output. Secara tidak langsung kapital mempengaruhi output melalui peningkatan produktivitas per kapital melalui spesialisasi dan pembagian kerja (Boediono, 1999 dalam Wibowo, 2016).

Menurut Smith proses pertumbuhan bersifat kumulatif, jika timbul kemakmuran sebagai akibat kemajuan di bidang pertanian, industri manufaktur, dan pertambangan maka kemakmuran itu akan menarik ke pemupukan modal, kemajuan teknik, meningkatnya penduduk, perluasan pasar, pembagian kerja dan kenaikan keuntungan secara terus-menerus. Pada akhirnya proses pertumbuhan ini akan mencapai posisi stasioner sampai “batas atas” yang dimungkinkan sumber-sumber alam yang tersedia dicapai.

Apabila hal tersebut terjadi, maka pemupukan modal berhenti, penduduk menjadi stasioner, keuntungan minimum, upah berada pada tingkat kehidupan minimal, tidak ada perubahan pendapatan per kapita, serta produksi dan perekonomian menjadi macet. Hal ini terjadi dalam perekonomian pasar bebas (Jhingan, 2000:85).

1.2.3 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Harrod-Domar memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya watak ganda yang dimiliki investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan, dan kedua memperbesar kapasitas produksi

(7)

perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Selama investasi netto tetap berlangsung, pendapatan nyata dan output akan senantiasa membesar. Namun demikian, untuk mempertahankan tingkat ekuilibrium pendapatan pada pekerjaan penuh dari tahun ke tahun, baik pendapatan nyata maupun output tersebut keduanya harus meningkat dalam laju yang sama pada saat kapasitas produktif modal meningkat. Jika tidak, setiap perbedaan antara keduanya akan menimbulkan kelebihan kapasitas atau kapasitas nganggur.

Asumsi dalam model ini yaitu: tidak ada campur tangan pemerintah, model ini bekerja pada perekonomian tertutup tanpa perdagangan luar negeri, koefisien modal yaitu rasio stok modal terhadap pendapatan diasumsikan tetap, tidak ada penyusutan barang modal yang diasumsikan memiliki daya pakai seumur hidup, tidak ada perubahan tingkat sukubunga, ada proporsi yang tetap antara modal dan buruh dalam proses produksi, modal tetap dan modal lancar disatukan menjadi modal (Jhingan, 2000:229-230).

Sedangkan teori Harrod-Domar menurut Todaro (2006 dalam Wibowo, 2016) menganggap bahwa dalam perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan atau menyisihkan sebagian dari pendapatan nasionalnya untuk menambah atau mengganti barang-barang modal yang telah susut. Namun untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan netto terhadap stok modal maka dengan begitu setiap tambahan netto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru akan menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GDP.

(8)

Di bawah ini merupakan versi sederhana dari persamaan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar. Dimana tingkat pertumbuhan GDP (ΔY/Y) ditentukan secara bersama-sama oleh rasio tabungan nasional, yaitu s serta rasio modal output nasional k. Persamaan di bawah menyatakan bahwa tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional akan secara langsung atau secara positif berbanding lurus dengan rasio tabungan (semakin banyak bagian GDP yang ditabung dan diinvestasikan maka akan lebih besar lagi pertumbuhan GDP yang dihasilkannya).

Secara negatif atau berbanding terbalik terhadap rasio modal output dari suatu perekonomian (semakin besar rasio modal output nasional maka tingkat pertumbuhan GDP akan semakin rendah). Supaya bisa tumbuh dengan pesat, setiap perekonomian harus menabung dan menginvestasikan sebanyak mungkin bagian dari GDP-nya. Semakin banyak yang dapat ditabung dan kemudian diinvestasikan maka laju pertumbuhan perekonomian akan semakin cepat.

𝛥𝑌

𝑌

=

𝑠

𝑘

(2.1)

1.2.4 Teori Pertumbuhan Solow-Swan

Solow membangun model pertumbuhan ekonominya sebagai alternatif terhadap pemikiran Harrod-Domar dengan menambahkan faktor kedua yaitu tenaga kerja serta memperkenalkan variabel independen ketiga yakni teknologi ke dalam persamaan pertumbuhan (Wibowo, 2016).

Menurut Teori pertumbuhan Neo-Klasik, pertumbuhan ekonomi tergantung pada penambahan persediaan faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini didasarkan pada anggapan yang di peroleh dari Mazhab

(9)

Klasik yang menyatakan bahwa perekonomian berada pada kondisi full employment sehingga faktor-faktor produksi sudah digunakan secara penuh. Penambahan output menurut Kaum Klasik hanya akan terjadi apabila ada penambahan dari faktor-faktor produksi tersebut (Sukirno, 2004 dalam Zamzami, 2014).

Asumsi yang digunakan dalam teori Solow-Swan adalah sebagai berikut (Situmorang, 2011 dalam Zamzami, 2014) :

1. Full employment, karena bekerjanya mekanisme pasar.

Dalam teori yang dikembangkan Solow-Swan, diasumsikan bahwa perekonomian adalah tertutup. Dalam perekonomian, perusahaan memproduksi barang dengan kombinasi tenaga kerja dan modal. Dalam perekonomian juga tidak ada intervensi pemerintah, sehingga perhitungan pendapatan nasional berdasarkan pengeluaran agregat.

Y = C+I (2.2)

S = I (2.3)

Dalam persamaan (2.3), pengumpulan saving tersebut seluruhnya digunakan untuk investasi yang nantinya akan menyebabkan peningkatan pendapatan nasional.

2. Teknologi dan populasi merupakan faktor eksogen.

Dalam teori Solow-Swan, capital output ratio (COR) memiliki sifat yang dinamis, artinya dalam menghasilkan tingkat output tertentu dibutuhkan kombinasi yang seimbang antara kapital dan tenaga kerja. Jika penggunaan kapital tinggi maka penggunaan tenaga kerja akan rendah, sebaliknya jika penggunaan kapital rendah maka penggunaan tenaga kerja akan tinggi. Pokok pemikiran lainya adalah dalam

(10)

fungsi produksinya adanya teknologi yang teraugmentasi pada faktor-faktor produksi seperti kapital dan labor, sebagaimana terlihat pada model di bawah:

Y = F(K, AL) (2.4)

Y = F(AK, L) (2.5)

Pada persamaan (2.4) terlihat bahwa teknologi melekat pada variabel labor, yang nantinya akan berdampak pada penerapan pola produksi yang di suatu negara yang lebih labor intensive dan di sebut sebagai purely labor augmenting, sedangkan pada persamaan (2.5) terlihat bahwa teknologi melekat pada kapital, yang nantinya berdampak pada pola produksi yang cenderung lebih capital intensive dan ini disebut sebagai purely capital augmenting.

Teori pertumbuhan Neo Klasik pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas yang sekarang di kenal dengan sebutan fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut bisa dituliskan dengan cara berikut:

𝑸𝒕 = 𝑨𝒕 . 𝑲𝒕𝜶 . 𝑳β (2.6)

Dimana,

𝑸𝒕 = Tingkat produksi 𝑨𝒕 = Tingkat teknologi

𝑲𝒕= Jumlah stok barang

𝑳𝒕 = Jumlah tenaga kerja

α = Pertambahan output oleh pertambahan satu unit modal β = Pertambahan output oleh pertambahan satu unit tenaga kerja

(11)

1.2.5 Teori Pertumbuhan Endogen

Arsyad (2010:91-93 dalam Setiawan, 2015) menjelaskan teori pertumbuhan endogen yang dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988). Bidang kajian yang menarik perhatian Romer adalah pertumbuhan ekonomi memiliki persepektif yang lebih lebih luas dengan memasukan komponen teknologi endogen hasil dari penelitian dan pengembangan (research development) dan ilmu pengetahunan ke dalam model pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan teori-teori pertumbuhan sebelumnya.

Pada teori sebelumnya hanya menekankan pentingnya proses akumulasi modal dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan endogen mengkajikan sebuah teoritis yang lebih luas dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi. Teori ini menganalisis faktor-faktor pertumbuhan ekonomi berasal dari dari dalam (endogenous) sistem ekonomi itu sendiri. Kemajuan teknologi dianggap hal yang bersifat endogen, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan hasil dari keputusan para pelaku ekonomi berinvestasi dalam bidang ilmu pengetahuan.

Pengertian modal dalam teori ini bersifat lebih luas, bukan hanya sekedar modal fisik tetapi juga mencakup modal insani (human capital). Menurut teori pertumbuhan ini faktor-faktor utama penyebab terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar negara adalah karena adanya mekanisme ahli pengetahuan, kapasitas investasi modal fisikal, modal insani dan infrastruktur. Romer memandang pertumbuhan ekonomi merupakan hasil yang nyata dari adanya akumulasi dibidang ilmu pengetahuan.

Dalam teori yang digunakan Setiawan (2015) menjelaskan menurut Romer dalam (Todaro dan Smith, 2009:174), cadangan modal (K) dalam keseluruhan

(12)

perekonomian secara positif mempengaruhi output pada perusahaan, sehingga terdapat kemungkinan hasil skala produksi yang semakin meningkat (increasing return to scale-IRS). Cadangan modal juga meliputi pengetahuan yang dimiliki. Bagian pengetahuan yang terdapat cadangan modal setiap perusahaan secara esensial adalah sebuah barang publik (public good), seperti produktivitas tenaga kerja dalam model solow, yang merembes ke perusahaan lain di dalam perekonomian secara instan.

Hasilnya model ini memperlakukan belajar dari pengalaman (earning by doing), belajar dari investasi (earning by investmen). Teori ini menjelaskan tentang bagaimana akumulasi modal tidak mengalami diminishing returns, namun justru akan mengalami increasing returns dengan adanya investasi dibidang SDM dengan ilmu pengetahuan. Romer mengasumsikan teori pertumbuhan endogen mempunyai tiga elemen dasar, yaitu: 1) Adanya perubahan yang bersifat endogen melalui sebuah proses akumulasi pengetahuan. 2) Adanya penciptaan ide-ide baru oleh perusahaan sebagai akibat dari mekanisme luberan pengetahuan (knowledge spillover). 3) Produksi barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh faktor produksi ilmu pengetahuan akan tumbuh tanpa batas.

Dalam prakteknya, formula fungsi produksi tersebut seringkali digambarkan oleh fungsi produksi “AK”, yang di tunjukkan oleh persamaan:

Y = AK (2.7)

Dimana: Y= total output, K= persediaan modal, A= teknologi

Fungsi produksi dalam model pertumbuhan endogen ditunjukkan dalam persamaan:

Y = F(A, K, L, H) (2.8)

(13)

Y = output

A = perkembangan teknologi K = modal fisik

L = tenaga kerja

H = akumulasi modal insani

Investasi dalam modal fisik dan modal insani (salah satunya mealalui sarana pendidikan) akan meningkatkan produktivitas. Ilmu pengetahuan dan teknologi dinilai mampu meningkatkan produktivitas persatuan input. Dalam model pertumbuhan endogen, tabungan dan investasi mampu mendorong pertumbuhan yang berkesinambungan.

Model pertumbuhan endogen menurut Romer menjelaskan bahwa tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita dalam perekonomian adalah :

𝑔 − 𝑛 = 𝛽/[1 − 𝑎 + 𝛽] (2.9)

Dimana: g = output

n = pertumbuhan populasi 𝛽 = perubahan teknologi

a = elastisitas output terhadap modal

Dalam model Solow dengan skala hasil konstan β = 0, maka pertumbuhan pendapatan per kapita akan menjadi nol (tanpa adanya kemajuan teknologi). Romer mengasumsikan bahwa dengan mengumpulkan ketiga faktor produksi termasuk eksternalitas modal, maka β > 0 sehingga g – n > 0 dan Y/L (pendapatan per kapita) akan mengalami pertumbuhan. Hal yang menarik dalam model Romer adalah adanya imbasan investasi atau teknologi yang semakin meningkat, sehingga

(14)

menghilangkan asumsi hasil yang semakin menurun (diminishing marginal product of capital).

Dalam model Solow, capital hanya mencakup persediaan pabrik dan peralatan perekonomian sehingga wajar mengasumsikan pengembalian modal yang kian menurun. Investasi dalam modal fisik dan tenaga kerja tidak dapat dilaksanakan sendiri secara penuh oleh investor, sedangkan dalam teori pertumbuhan endogen adanya eksternalitas dapat menciptakan increasing return to scale, sehingga memperbaiki asumsi constant return to scale yang digunakan oleh model neo-klasik (Arsyad, 2010: 95 dalam Setiawan, 2015).

1.3 Pembangunan Ekonomi dan Infrastruktur

Menurut Arsyad (1999:11-12) pembangunan ekonomi bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Ada beberapa definisi dari pembangunan ekonomi yaitu suatu proses yang berarti perubahan yang terjadi terus menerus, usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita, kenaikan pendapatan per kapita itu harus terus berlangsung dalam jangka panjang, serta perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (misalnya ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya).

Salah satu indikator dalam suatu pembangunan meliputi, 1) aspek pendidikan dengan indikator meliputi tingkat pendidikan, tingkat melek huruf, dan tingkat pasrtisipasi pendidikan. 2) Kesehatan dengan indikator rata-rata hari sakit, dan fasilitas kesehatan. 3) Perumahan dengan indikator sumber air bersih dan listrik, sanitasi, mutu rumah tinggal. 4) Keluarga berencana, 5) Ekonomi khususnya tingkat konsumsi perkapita.

(15)

Menurut Jhingan (2000:376-380) dalam pembangunan ekonomi sangat diperlukan suatu kebijaksanaan fiskal yang bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan laju investasi disektor swasta dan negara

Dalam rangka meningkatkan laju investasi, pemerintah pertama kali harus menerapkan kebijakan investasi berencana di sektor publik. Tindakan ini akan berdampak meningkatkan volume investasi di sektor swasta.

2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial

Kebijaksanaan fiskal harus mendorong arus investasi ke jalur-jalur yang dianggap diinginkan masyarakat. Ini berkaitan dengan pola optimum investasi dan menjadi tanggung jawab dari negara untuk mendorong investasi pada overhead sosial dan ekonomi seperti, investasi dibidang transportasi, perhubungan, pengembangan tenaga dan sungai, konservasi lahan untuk overhead ekonomi. Sedangkan investasi di bidang pendidikan, kesehatan masyarakat dan fasilitas latihan teknik untuk overhead sosial. Keduanya cenderung memperluas pasar, meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya produksi.

Investasi ini memerlukan dana yang besar, tidak mungkin datang dari perusahaan swasta yang miskin modal dan inisiatif. Apalagi pengembalian investasi tidak dapat diharapkan dalam waktu dekat dan cepat. Oleh karena itu beban pengeluaran overhead sosial dan ekonomi adalah tanggungan negara serentak dengan upaya memacu laju pembentukan modal.

Peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam rangka pengawasan dan pengaturan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan, salah satunya dalam penyediaan overhead sosial dan ekonomi. Kebutuhan bagi pelayanan dasar seperti

(16)

jalan kereta api, transportasi darat, telekomunikasi, gas, listrik, alat-alat irigasi dan sebagainya penting sekali bagi pembangunan masa depan serta untuk memaksimalkan pendapatan nasional.

Beberapa literatur pertumbuhan ekonomi baru (new growth theory) mencoba menjelaskan pentingnya infrastruktur dalam mendorong perekonomian. Teori ini memasukkan infastruktur sebagai input dalam mempengaruhi output agregat dan juga merupakan sumber yang mungkin dalam meningkatkan batas-batas kemajuan teknologi yang dapat memunculkan ekternalitas pada pembangunan infrastruktur (Hultren dan Schawb, 1991:9 dalam Tandung, 2015) infrastuktur mempunyai efek eksternalitas yang memberikan aksesibitas, kemudahan dan kemungkinan kegiatan produksi menjadi lebih produktif. Eskternalitas ini disebut eksternalitas positif. 2.3.1 Infrastruktur

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) infrastruktur dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana umum. Sarana umum diketahui sebagai fasilitas publik seperti rumah sakit, jalan, jembatan, sanitasi, telepon, dan sarana lainnya. Menurut Grigg (1988 dalam Wibowo, 2016) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain.

2.3.2 Bentuk-bentuk Infrastruktur

The Worl Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi 3 yaitu pertama, infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang menyediakan jasa dan digunakan

(17)

dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi, dan gas), public works (bendungan, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, kereta api, angkutan pelabuhan dan lapangan terbang).

Kedua, infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat meliputi pendidikan (sekolah, dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit, pusat kesehatan) serta untuk rekreasi (tanah, museum, dan lain-lain). Ketiga, infrastruktur administrasi/instansi, meliputi penegak hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Menurut APWA (American Public Works Association) komponen-komponen didalam infrastruktur yaitu a) sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas pengolahan air (water treatment). b) Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur ulang. c) fasilitas pengelolaan limbah padat, d) fasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi, d) fasilitas lintas air dan navigasi, e) Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandara udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas dan fasilitas pengontrol), f) sistem transit publik, g) sistem kelistrikan: produksi dan distribusi, h) fasilitas gas alam, i) gedung publik: sekolah, rumah sakit, j) fasilitas perumahan publik, k) taman kota sebagai daerah resapan, l) tempat bermain termasuk stadion, m) komunikasi.

Menurut Familoni (2004:20 dalam Hapsari 2011) menjelaskan bahwa infrastruktur dibedakan menjadi infrastruktur ekonomi dan sosial. Infrastruktur ekonomi memegang peranan penting dalam mendorong kinerja pertumbuhan

(18)

ekonomi di berbagai negara. Infrastruktur ekonomi diantaranya unilitas publik seperti tenaga listrik, telekomunikasi, suplai air bersih, sanitasi dan saluran pembuangan dan gas. Kemudian juga termasuk pula pekerjaan umum, seperti jalan kereta apai, angkutan kota, waterway, dan bandara. Sedangkan infrastruktur sosial dapat dibedakan mejadi infrastruktur pendidikan dan kesehatan.

2.3.3 Pentingnya Infrastruktur

Adanya infrastruktur dapat mempermudah kegiatan ekonomi disuatu negara yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Infrastruktur yang lebih baik dapat mengurangi biaya transaksi, memperluas akses pasar, dan dapat memperbaiki tingkat pendapatan penduduk. Ketersediaan infrastruktur merupakan elemen yang sangat penting dalam proses produksi dari sektor-sektor ekonomi seperti perdagangan, perindustrian, dan pertanian. Hal ini tentu saja akan meningkatkan efisiensi dalam proses produksi maupun dalam menunjang proses pendistribusian (Winanda, 2016, p.29-30).

Mankiw (2003:59) menyatakan pekerja akan lebih produktif jika mereka mempunyai alat-alat untuk bekerja. Peralatan dan infrastruktur yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa disebut modal fisik. Hal serupa juga dijelaskan Todaro (2006 dalam Zamzami, 2014) bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan ekonomi.

2.3.4 Manfaat / Dampak Infrastruktur

Menurut Nindy (2016) menjelaskan dengan adanya infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas hidup masyarakat serta mendorong produktivitas penduduk. Selain itu, infrastruktur telah berhasil

(19)

meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pemacu) yang pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas wilayah dan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Selain itu Nindy (2016) juga menjelaskan dampak dari infrastruktur yaitu sistem monopoli menyebabkan semakin terbatasnya akses masyarakat miskin terhadap infrastruktur, subsidi lebih banyak dinikmati masyarakat kaya, dan masyarakat miskin membayar biaya yang lebih mahal untuk mendapatkan layanan infrastruktur.

2.3.5 Infrastruktur Jalan

Jalan merupakan suatu lintasan prasarana transportasi darat yang menghubungan antara suatu tempat dengan tempat lainnya. Itulah sebabnya jalan juga merupakan kebutuhan utama bagi masyarakat untuk meningkatkan pembangunan diberbagai bidang yang meliputi bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan lain sebagainya. Jalan dalam hal ini sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntungkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel Sesuai PP Nomor 34 Tahun 2006 Pasal 1.

Adanya jalan yang baik merupakan persyaratan dasar yang harus dipenuhi untuk mendukung pertumbuhan suatu daerah perkotaan. Selain itu, jalan bertujuan untuk mendukung mobilitas barang dan penumpang antar pusat kota dengan kawasan industri dan jasa, perkantoran, dan kawasan perumahan dan pemukiman serta daerah pinggiran (hinterland). Jalan juga bertujuan untuk menunjang fungsi

(20)

kota sebagai pusat pertumbuhan dan mendorong pemerataan pembangunan di dalam kota serta kaitan dengan daerah belakangnya (hinterland) (Sjafrizal, 2012 dalam Winanda, 2016).

Menurut Winanda (2016) Jalan memiliki tujuan dan fungsi bagi perekonomian suatu wilayah, Tujuan dan fungsi tersebut antara lain dapat membuka akses atau jalan masuk dari suatu wilayah ke wilayah lain, yang disebut sebagai fungsi land acces. Fungsi ini sangat penting untuk meningkatkan PDRB dan mengurangi daerah yang tertinggal. Jalan berfungsi untuk pelayanan masyarakat setempat (community service function). Pada fungsi ini jalan dapat memberikan jasa – jasanya dalam proses pendistribusian produk, pemasaran ataupun kegiatan-kegiatan masyarakat dan ekonomi lainnya.

Jalan dapat memberikan pelayanan bagi angkutan masyarakat jarak jauh dan antar kota atau wilayah, yang berfungsi sebagai interchange community and long distance transportation. Fungsi jalan ini penting bagi wilayah negara yang luas karena semakin berkembangnya teknologi kendaraan bermotor khususnya angkutan jalan jauh.

Menurut Tandung (2015) klasifikasi jalan berdasarkan administrasi pemerintah terdiri dari jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar-ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar-ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan

(21)

primer yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar-ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.

Selanjutnya jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Dan jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

2.3.6 Infrastruktur Listrik

Jaringan listrik merupakan infrastruktur yang memegang peranan sangat penting bagi kebutuhan aktivitas manusia serta perekonomian wilayah. Semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi faktor utama yang harus dipenuhi baik untuk rumah tangga maupun kegiatan ekonomi terutama industri. Pada kehidupan masyarakat yang semakin modern, maka semakin banyak rumah tangga, industri, serta aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber energi listrik (Winanda, 2016). Oleh karenanya ketersediaan dan pendistribusian listrik akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu daerah.

Di Indonesia, ketersediaan dan pendistribusian listrik merupakan tanggung jawab dan wewenang PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN). PT PLN juga bertindak sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), yang menangani penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan rumah tangga, industri, usaha komersial dan kegiatan sosial di Indonesia (Afifuddin, 2009). Penggunaan

(22)

listrik merupakan suatu hal yang sangat penting dalam peningkatan Produk Domestik Regional Bruto yang juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, karena listrik sangat dibutuhkan sebagai faktor utama dalam menunjang kegiatan proses produksi di sektor manufaktur (Amalia, 2007).

2.3.7 Pendidikan

Pendidikan menjadi kunci dasar dari pembangunan sebuah negara itu sendiri. Masyarakat maupun pemerintah harus selalu memperhatikan dan mementingkan pendidikan di negaranya. Tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, akan tetapi harus memperhatikan kualitas pendidikan dan aspek lainnya seperti infrastruktur pendidikan. Pendidikan merupakan investasi bangsa di masa depan karena dengan pendidikan inilah para generasi penerus bangsa lahir, dengan pendidikan pula banyak orang-orang cerdas muncul dan menciptakan teknologi mutakhir untuk kesejahteraan umat manusia (Roadin, 2016).

Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 yang berisi: (1) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat

(23)

bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Dengan adanya undang-undang tersebut, kebutuhan sarana dan prasarana dapat terpenuhi dengan baik. Kualitas sekolah juga dapat dilihat dari kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah. Apabila sarana prasarana memadai maka outputnya juga akan bagus.

2.4 Hubungan/Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat 2.4.1 Hubungan Infrastruktur Jalan dengan PDRB

Penelitian Wibowo (2016) menjelaskan bahwa saat ini panjang jalan bukan lagi menjadi satu-satunya pendukung utama kelancaran perekonomian secara nasional. Hal ini disebabkan hampir semua kota-kota besar dengan arus ekonomi yang tinggi sudah memiliki akses jalan yang cukup sehingga tidak memerlukan penambahan panjang jalan lagi. Kualitas jalanlah yang selanjutnya memegang peranan penting terhadap kelancaran arus ekonomi antar wilayah-wilayah perekonomian besar tersebut.

Sebagai contoh, dengan jalan yang lebar dan permukaan jalan yang halus akan membuat distribusi barang ekonomi akan lebih cepat terkirim karena resiko macet dan lambatnya laju kendaraan akibat jalan rusak lebih kecil. Sebaliknya jalan sempit dengan banyaknya permukaan jalan yang rusak akan menimbulkan resiko terjadinya macet dan keterlambatan pengiriman lebih tinggi. Sehingga, saat ini walaupun pertumbuhan panjang jalan cenderung lambat, tetapi jika kualitas jalan semakin ditingkatkan maka kelancaran distribusi barang dan jasa ekonomi di jalur-jalur utama perdagangan nasional bisa terjaga mengimbangi meningkatnya arus ekonomi. Lancarnya distribusi barang dan jasa ekonomi ini nantinya yang akan

(24)

berkonstribusi besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi.

Dalam penelitian Hapsari (2011) menjelaskan jalan merupakan salah satu prasarana penting dalam transportasi darat. Hal ini karena fungsi strategis yang dimilikinya, yaitu sebagai penghubung antar satu daerah dengan daerah lain. Jalan sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dengan daerah pemasaran, sangat dirasakan sekali manfaatnya dalam rangka meningkatkan perekonomian suatu wilayah dan berkontribusi terhadap PDRB.

2.4.2 Hubungan Infrastruktur Listrik dengan PDRB

Penelitian Wibowo (2016) menjelaskan bahwa energi listrik adalah salah satu energi yang sangat penting untuk mendukung berbagai aktivitas kehidupan manusia modern. Hampir di semua bidang kegiatan manusia membutuhkan manfaat energi listrik, baik untuk kegiatan rumah tangga, pendidikan, kesehatan, industri dan hampir semua kegiatan lainnya. Kegiatan ekonomi juga tentunya sangat dibantu oleh kehadiran energi listrik.

Produksi barang dan jasa ekonomi akan lebih efektif dan efisien dengan hadirnya alat-alat modern yang tentunya menggunakan energi listrik. Efektif dan efisiennya produktivitas barang dan jasa ekonomi ini tentunya akan meningkatkan output perekonomian secara signifikan, sehingga pertumbuhan ekonomi secara nasional juga meningkat.

2.4.3 Hubungan Belanja Pendidikan dengan PDRB

Pamungkas (2009 dalam Zamzami, 2014) menjelaskan bahwa infrastruktur pendidikan membantu masyarakat untuk berketerampilan yang menjadi dasar untuk dapat bertahan hidup, karena sebagai pelaku ekonomi yang bekerja untuk

(25)

mendapatkan upah sehingga memenuhi kebutuhannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan meningkatkan pula produktivitas dari individu tersebut. Menurut Jhingan (2000:421-422) investasi di bidang pendidikan ditentukan oleh sumbangannya dalam menaikkan pendapatan nasional bruto atau pembentukan modal fisik dalam satu periode. Schultz menelaah sumbangan pendidikan pada pertumbuhan pendapatan nasional di Amerika Serikat dari 1900 sampai 1956 dan kesimpulannya, investasi di bidang pendidikan menyumbang 3,5 kali lebih banyak pada kenaikan pendapatan nasional bruto daripada investasi di bidang modal fisik.

2.5 Kerangka Pemikiran

Tidak dapat dipungkiri bahwa Infrastruktur mempunyai peran penting dalam mendorong pergerakan roda pembangunan. Infrastruktur yang memadai mampu sebagai penunjang kemajuan suatu daerah karena dapat mempengaruhi pertumbuhan sektor-sektor yang ada, sehingga dapat meningkatkan pembangunan ekonomi desertai pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Kualitas dan kuantitas infrastruktur akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya demografi.

Pengaruh infrastruktur terhadap PDRB ditunjukkan dengan peningkatan output. Berawal dari fungsi produksi dalam teori pertumbuhan endogen Romer, menyatakan bahwa produktivitas output terdiri dari perkembangan teknologi, modal fisik, tenaga kerja dan akumulasi modal insani. Bahwa dari input tersebut akan memengaruhi perubahan pada tingkat output yang dihasilkan. Dalam penelitian ini difokuskan pada infrastruktur jalan, listrik dan belanja pendidikan.

(26)

Kemudian peningkatan infrastruktur tersebut akan memberikan pengaruh terhadap PDRB Kabupatan/Kota yang terdapat di koridor utara selatan Jawa Timur.

Dari Gambar 2.1 tersedianya infrastruktur yang memadai mampu mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota koridor utara selatan Jawa Timur sehingga dapat meningkatkan besaran angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di daerah tersebut. Di dukung dengan adanya Infrastruktur ekonomi berupa jalan dan listrik serta investasi sosial berupa belanja pendidikan. Dengan tersedianya infrastruktur jalan dengan kondisi baik dapat mendorong kegiatan ekonomi suatu industri/perusahaan dalam efisiensi pendistribusian barang maupun jasa ke seluruh daerah maupun wilayah serta menyediakan kemudahan akses bagi masyarakat dalam kegiatan sosial maupun ekonominya. Selanjutnya yaitu dengan tersedianya infrastruktur listrik sebagai input yang mampu menghasilkan output sehingga semakin meningkatnya produksi/output suatu

Infrastruktur Jalan (X1) Infrastruktur Listrik (X2) Belanja Pendidikan (X3) PDRB (Y) Efisiensi Distribusi Peningkatan Produksi Peningkatan kualitas pendidikan dan SDM

Gambar 2.1. Kontribusi Infrastruktur Terhadap PDRB

(27)

perusahaan serta mendorong aktivitas sosial ekonomimasyarakat dalam kebutuhan sehari-hari. Selain itu dalam menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sangat dibutuhkannya suatu pendidikan. Belanja pendidikan oleh pemerintah berperan dalam pembentukan modal dibidang sarana prasarana maupun untuk investasi pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas pendidikan serta menciptakan SDM atau tenaga kerja yang berkualitas, terdidik, terampil dan berdaya saing. Adapun kerangka pemikiran dari penjelasan diatas dapat digambarkan sebagai berikut:

2.6 Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan sementara yang masih perlu diuji kebenarannya melalui data-data yang diperoleh, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu diduga variabel infrastruktur jalan, listrik dan belanja pendidikan berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten/Kota di koridor utara selatan Jawa Timur.

Infrastruktur Jalan (X1) Infrastruktur Listrik (X2) Belanja Pendidikan (X3) PDRB (Y) Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Gambar

Gambar 2.1. Kontribusi Infrastruktur  Terhadap PDRB

Referensi

Dokumen terkait

memerintahkan kepada Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan, Badan Usaha Angkutan Udara yang pesawat udaranya menjadi objek tindakan melawan hukum dan bandar udara

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Beberapa hal yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi masa kini telah ditambahkan dalam buku pedoman ini, serta dilengkapi dengan pedoman dan tips-tips penulisan

Majelis Jemaat GKI Gunung Sahari mengucapkan terima kasih atas partisipasi jemaat baik dalam bentuk doa, pemikiran, tenaga, dan dana yang disalurkan melalui

”Sebagai manusia, untuk itu mari kita berusaha menjadi khalifah terbaik di hadapan Allah,” demikian diserukan Ustadz Rifhan Halili dalam ceramahnya pada pengajian

Hasil analisis ragam pada Gambar 3b menunjukkan konsentrasi ekstrak biji pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang tidak

Program pembelajaran vokasional/ keterampilan SLB di Kabupaten Cianjur ini akan melibatkan banyak personil baik dari pihak sekolah maupun dari pihak yang membantu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara karakteristik penyuluh pertanian dengan kinerjanya dalam pelaksanaan tugas pokok, hal ini