• Tidak ada hasil yang ditemukan

APSIFOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APSIFOR"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MAKALAH

ASOSIASI PSIKOLOGI FORENSIK

ASOSIASI PSIKOLOGI FORENSIK

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode

(Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kode Etik Psikologi)

Etik Psikologi)

Dosen Pengampu Dosen Pengampu Dr. Retno Mangestuti, M.Si Dr. Retno Mangestuti, M.Si

Disusun Oleh : Disusun Oleh : Ainun

Ainun Lina Lina Soraya Soraya (15410030)(15410030) Rif’atul Maghfuroh

Rif’atul Maghfuroh   (15410153)(15410153) Madinah

Madinah Laudatul Laudatul Utma Utma (15410154)(15410154) Rizqi

Rizqi Hernanda Hernanda (15410177)(15410177) Ahmad

Ahmad Syarif Syarif Assegaf Assegaf (15410233)(15410233)

FAKULTAS PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR)

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari  berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam  pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih a da kekurangan  baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan

terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 17 April 2018

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2 DAFTAR ISI ... 3 BAB I PENDAHULUAN ... 4 A. LATAR BELAKANG ... 4 B. RUMUSAN MASALAH ... 5 C. TUJUAN ... 5 BAB II PEMBAHASAN A. SEJARAH PSIKOLOGI FORENSIK ... 6

B. DEFINISI PSIKOLOGI FORENSIK ... 8

C. PROFIL APSIFOR ... 8

D. VISI DAN MISI APSIFOR ... 9

E. KEANGGOTAAN APSIFOR ... 10

F. TUJUAN APSIFOR ... 11

G. PENGURUS APSIFOR ... 12

H. CONTOH KASUS ... 13

BAB III PENUTUP ... 15

A. KESIMPULAN ... 15

(4)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Psikologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Ahli dalam ilmu psikologi dibedakan menjadi dua kelompok yaitu profesi atau yang berkaitan dengan praktik psikologi dan ilmu terapan atau yang  berkaitan dengan keilmuan psikologi. Maka dari itu, dalam profesi psikologi diperlukan adanya seperangkat aturan atau nilai-nilai yang harus ditaati dalam menjalankan tugasnya,  baik sebagai psikolog maupun ilmuan psikologi. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam

kode etik.

Maraknya kasus kriminalitas dalam ranah hukum juga ikut menyeret keilmuan  psikologi dalam menyelesaikan kasus demi kasus, terkhusus dalam bidang forensik. Secara umum psikologi forensik dibangun oleh dua disiplin ilmu yang beririsan yakni psikologi dan hukum, yang melahirkan psikologi forensik. Psikologi yang merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental manusia dalam setiap kehidupan yang berusaha untuk menjelaskan setiap masalah yang dihadapi. Tak terkecuali dalam permasalahan hukum. Pengertian forensik berasal dari bahasa Yunani, yaitu  forensis  yang bermakna debat atau perdebatan. Forensik disini adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu atau sains (Wikipedia, 2011).

Dalam hal ini psikologi membantu proses penyelidikan terhadap korban maupun tersangka suatu peristiwa. Psikolog juga berperan sebagai saksi ahli dalam jalannya  persidangan guna menyelidiki kebenaran ucapan dan bukti dari saksi dan terdakwa. Kompleksnya permasalahan hukum tidak hanya semata permasalahan hukum saja, melainkan masalah perilaku manusia (Rahardjo, 2006). Hukum dijadikan alat untuk mencapai sebuah tujuan. Pemaknaan hukum berdasarkan tujuan dan kepentingan masing-masing menjadi suatu dilema tersendiri dalam dunia peradilan. Manusia menjadi aktor utama dalam proses penegakan hukum. Maka pada 3 November 2007 dibentuklah ikatan

(5)

atau Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), karena adanya berbagai permasalahan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah dan definisi psikologi forensik? 2. Apa yang dimaksud dengan APSIFOR?

3. Apa visi dan misi APSIFOR?

4. Bagaimana keanggotaan dalam APSIFOR? 5. Apa saja kegiatan APSIFOR?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Memahami sejarah dan definisi psikologi forensik. 2. Memahami apa itu APSIFOR.

3. Mengetahui visi dan misi APSIFOR.

4. Mendeskripsikan keanggotaan dalam APSIFOR. 5. Memahami kegiatan APSIFOR.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. SEJARAH PSIKOLOGI FORENSIK

James McKeen Cattell mengadakan eksperimen tentang psikologi saksi mata terhadap beberapa mahasiswa di Universitas Columbia untuk mengukur tingkat keyakinan pribadi akan kesaksian dari setiap mahasiswa. Hasil penelitiannya cukup mengejutkan karena tingkat inakurasi yang tinggi dari jawaban-jawaban yang

didapatnya. Timbul pertanyaan, bagaimana kesaksian ses eorang dapat digunakan di  pengadilan, jika orang itu sendiri tidak yakin akan kesaksiannya. Hal ini memancing  para psikolog lainnya untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang psikologi

saksi mata.

Terinspirasi oleh eksperimen Cattell, Alfred Binet mengadakan eksperimen yang serupa dan meneliti hasil-hasil dari eksperimen-eksperimen lainnya yang terkait dengan bidang hukum dan peradilan pidana. Hasil karya Binet tentang pengujian tingkat kecerdasan juga memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu  psikologi forensik, karena banyak alat penelitian kejiwaan yang digunakan sekarang

diambil atau bersumber dari karyanya itu.

Psikolog William Stern pada tahun 1901 juga mengadakan penelit ian tentang kemampuan seseorang dalam mengingat informasi. Dalam suatu eksperimen, ia

menanyakan kepada para mahasiswanya tentang apa yang mereka saksikan dari suatu  peristiwa pertengkaran antara dua teman sekelas mereka. Ia menemukan adanya  beberapa kesalahan yang umum dilakukan di antara mereka, dan menyimpulkan  bahwa emosi turut berperan dalam menurunkan tingkat keakuratan informasi yang

diingat. Oleh karena itu Stern mengadakan penelitian-penelitian lanjutan tentang kesaksian atau testimoni, dan menghasilkan jurnal akademik pertama di bidang  psikologi terapan.

Pada tahun 1896, psikolog Albert von Schrenck-Notzing memberi kesaksia n di sebuah pengadilan kasus pembunuhan, bahwa sifat mudah dipengaruhi

(suggestibility) turut berperan dalam kesaksian seorang saksi di pengadilan.

Kontribusi lainnya di dunia psikologi forensik diberikan oleh Hugo Munsterberg. Dalam karyanya On The Witness Stand yang terbit pada tahun 1908 ia menganjurkan  penerapan prinsip-prinsip ilmu psikologi di bidang hukum.

(7)

Selanjutnya pada tahun 1916, Lewis Sterman merevisi dan menyempurnakan tes kecerdasan yang dilakukan Binet dan menerapkannya pada rekrutmen calon-calon anggota penegak hukum. Kemudian. pada tahun 1917 psikolog William Marston menemukan keterkaitan yang erat antara tekanan darah sistolik dan tindakan

 berbohong. Penemuan ini menjadi dasar dikembangkannya detector poligraf modern, yang lebih dikenal sebagai alat pendeteksi kebohongan (lie detector).

Pada perkembangan selanjutnya, kesaksian Marston dalam sidang sebuah kasus pada tahun 1923 menjadi preseden awal diterapkannya penggunaan kesaksian saksi ahli di dalam suatu sidang pengadilan. Dalam kait an dengan hal itu, Pengadilan Banding Federal di Amerika Serikat menetapkan bahwa suatu prosedur, teknik, atau  penilaian, untuk dapat dijadikan bukti di sidang pengadilan, harus lebih dahulu

diterima secara umum oleh para ahli di bidang disiplin ilmu yang bersangkutan. Tidak banyak terjadi perkembangan yang berarti dalam dunia psikologi forensik di Amerika Serikat hingga berakhirnya Perang Dunia II. Psikolog hanya diterima kesaksiannya di dalam persidangan, selama dinilai t idak melanggar

kredibilitas para ahli medis, yang dianggap lebih dapat dipercaya sebagai sa ksi ahli. Dalam kasus Hawthorne pada tahun 1940 pengadilan menetapkan bahwa yang menjadi standar seorang saksi ahli adalah tingkat pengetahuannya dalam bidang tertentu, bukan ada tidaknya gelar medis yang dimilikinya. Dalam kasus Brown pada tahun 1954 ada beberapa psikolog yang memberi kesaksia n, sekaligus baik di pihak  penggugat maupun tergugat.

Dalam perkembangannya, masuknya psikologi ke dalam proses hukum belum sepenuhnya diterima dan masih menuai pro dan kontra. Sebagian kalangan masih cenderung mrnggunakan pendekatan ilmu sosial dalam penyelesaian kasus-kasus hukum. Namun seiring perkembangan zaman di mana semakin banyak kasus kriminal yang didapati melibatkan pelaku-pelaku yang mengalami tekanan atau gangguan mental yang melatarbelakangi tindakan mereka, maka semakin intensif juga peran  psikolog dilibatkan secara aktif dalam mengusut dan memperjelas berbagai kasus

hukum yang terjadi.

Psikologi forensik terus mengalami perkembangan selama tiga dekade

terakhir. Ada beberapa program pascasarjana yang menawarkan gelar ganda di bidang  psikologi dan hukum, dan ada pula yang menawarkan spesialisasi khusus di bidang  psikologi forensik. Pada tahun 2001 Asosiasi Psikologi Amerika secara resmi

(8)

mengakui psikologi forensik sebagai salah satu bidang spesialisasi dalam ilmu  psikologi.

B. DEFINISI PSIKOLOGI FORENSIK

Psikologi forensik  adalah penelitian dan teori psikologi yang berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap proses hukum. Beberapa akibat dari kekhilafan manusia yang mempengaruhi berbagai aspek dalam  bidang hukum adalah penilaian yang bias, ketergantungan pada stereotip, ingatan

yang keliru, dan keputusan yang salah atau tidak adil. Karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum, para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang sidang. Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal sehingga dapat dimengerti. Maka dari itu, ahli psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi psikologis ke dalam kerangka legal.

C. ASOSIASI PSIKOLOGI FORENSIK (APSIFOR)

Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) berdiri pada tanggal 3 November 2007 di Jakarta atas kepedulian ilmuwan dan praktisi yang berminat terhadap psikologi forensik. APSIFOR merupakan asosiasi ke 13 dari HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia). Dalam 7 tahun berdirinya Asosiasi Psikologi Forensik, minat komunitas  psikologi terhadap psikologi forensik semakin besar. Ini terlihat dari banyaknya  permintaan sharing tentang psikologi forensik dari kalangan praktisi maupun

akademisi.

APSIFOR juga menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga seperti Kepolisian, BNN, KPK, LPSK. Dan diminta untuk membantu kepolisian, KPK, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, dalam melakukan pemeriksaan psikologis  pada beberapa kasus besar yang membutuhkan. Semua ini membuktikan bahwa  psikologi forensik memang dibutuhkan dalam membantu permasalahan yang terkait

dengan hukum di tanah air.

Anggota Psikologi forensik (APSIFOR) saat ini berkisar 180 anggota dan tersebar di Indonesia. Komunitas Psikologi yang menjadi anggota terdiri dari ilmuwan dan profesi psikologi. Ilmuwan ini kebanyakan dosen dalam bidang psikologi maupun

(9)

non psikologi. Profesi psikologi ini banyak bekerja di polisi, RS, dosen, LSM. Anggota non psikologi juga ada yang tertarik bergabung, misal dari hukum.

Dan ternyata peminat psikologi forensik di kalangan mahasiswa S1, S2 dan S3 makin meningkat dari waktu ke waktu. Sharing di Universitas yang pernah dilakukan antara lain di Himpsi Jatim, fakultas psikologi di Universitas Semarang, Universitas Hang Tuah Surabaya, Universitas Gadjah Mada di S1 dan S2, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Universitas negeri Surabaya, Universitas Negeri Surakarta, Universitas Muhamadiyah Bandar Lampung, Universitas Teknologi Yogyakarta, UIN Malang.

Kegiatan APSIFOR selain sharing juga melakukan temu ilmiah APSIFOR, dan sudah dilakukan sebanyak 5 kali. Pertemuan pertama APSIFOR di Universitas Surabaya di Surabaya pada tahun 2008, tahun 2009 diadakan Temu Ilmiah APSIFOR di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta, Pertemuan Ilmiah III APSIFOR diadakan di AKPOL Semarang tahun 2011. Pertemuan IV di UPI Bandung tahun 2012. Dan pertemuan V APSIFOR di Bali tahun 2014. Temu Ilmiah selalu membahas topik topik psikologi forensik dalam bentuk seminar dan workshop  tentang psikologi forensik. Topik yang diangkat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan dibutuhkan masyarakat. Workshop juga diberikan sebagai upaya komunitas psikologi forensik dapat memahami dan menerapkan secara langsung psikologi forensik.

Perwakilan APSIFOR juga sudah dibentuk di Jateng, Jabar dan Bali. Diharapkan dengan dibentuknya perwakilan APSIFOR di daerah perkembangan  psikologi forensik semakin berkembang pesat.Workshop bersertifikasi dilakukan sesuai

dengan kompetensi psikologi forensik. Workshop  bersertifikat ini baru pertama kali dilakukan di Jakarta tentang Criminal Profiling  dan Pendampingan pada kasus anak Berhadapan dengan Hukum.

D. VISI dan MISI VISI

Menjadi organisasi kepeminatan Psikologi Forensik yang handal dan mampu memberi kontribusi yang nyata dalam pembangunan hukum dan pemecahan  permasalahan dalam bidang Psikologi Forensik secara profesional.

(10)

MISI

A) Mengembangkan keilmuan dan penerapan profesi psikologi dalam bidang forensik agar eksistensi Psikologi di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang lebih kompetitif.

B) Meningkatkan dan menetapkan pengakuan terhadap kompetensi keilmuan dan kehalian profesional di bidang Psikologi Forensik, untuk mampu menjalankan  peran yang lebih aktif di masyarakat, esuai kode etik Psikologi Indonesia dan

umpah janji profesi.

C) Memberikan perlindungan kepada anggota, masyarakat dan sistem peradilan di Indonesiauntuk memperoleh pelayanan profesional sesuai dengan hak-hak sebagai  pengguna jasa Psikologi dan kode etik Psikologi Indonesia.

E. KEANGGOTAAN APSIFOR

1. Anggota APSIFOR dibentuk dengan keanggotaan berdasarkan:

a) Anggota Biasa, merupakan Psikolog, Sarjana S1, Magiter S2, dan Doktor S3 dalam bidang Psikologi, yang mendalami dan memiliki kepeminatan dalam  bidang forensik dan Psikologi hukum.

 b) Anggota Luar Biasa, merupakan Sarjana S1, Magister S2, dan Doktor S3 dari disiplin ilmu di luar pikologi, yang memiliki minat di biang yang berhubungan dengan masalah forensikatau pemerhati psikologi forensik dan Psikolog WNA (warga negara asing).

c) Anggota Kehormatan, merupakan individu yang memiliki jasa yang luar biasa dalam pengembangan ilmu dan profesi terkait psikologi forensik dalam l ingkup  Nasional Maupun Internasional.

d) Anggota Luar Biasa dan anggota kehormatan didiskusikan dalam rapat penguru atau konferensi APSIFOR sesudah melalui kajian yang cermat, dan kemudian dilaporkan kepada PP HIMPSI.

e) Kriteria dan prosedur untuk menjadi Anggota luar Biasa dan Anggota Kehormatan diatur dalam aturan tersendiri.

2. Tata Cara Penerimaan dan Pemberhentian Anggota

a) Keanggotaan APSIFOR adalah perorangan, terbuka dan suka rela.

 b) Penerimaan Anggota biasa dilaksanakan setiap waktu melalui pengurus pusat ataupun perwakilan,

(11)

c) Penerimaan Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diusulkan oleh anggota, yang akan dibicarakan dalam Rapat Pengurus Induk atau konferensi, yang kemudian dilaporkan kepada PP HIMPSI.

d) Pemberhentian Anggota APSIFOR dapat dilakukan berdasarkan surat keputuan Pengurus Pusat dengan ketentuan, (1) mengundurkan diri, (2) sebagai anggota atas permintaan sendiri, (3) meninggal, (4) melakukan tindakan yang  bertentangan dengan Tata Laksana APSIFOR dan Kode Etik Psikologi

Indonesia.

e) Segala hal tentang penerimaan dan pemberhentian anggota APSIFOR yang  belum termuat dalam Tata Laksana Organiasi ini akan ditetapkan dalam

ketentuan terpisah.

3. Hak dan Kewajiban serta kedudukan Anggota

a) anggota mempunyai hak perlindungan dan pembelaan dalam melaksanakan kegiatan keilmuan dan profesi dalam bidang psikologi forensik.

 b) Anggota dalam melaksanakan tugas keorganisasian dan kegiatan profesi wajib mematuhi Kode Etik Psikologi Indonesia.

c) Anggota Biasa emiliki hak bicara atau mengeluarkan pendapat, hak suara serta hak untuk dipilih sebagai pengurus APSIFOR.

d) Anggota Luar Biasa dan Kehormatan memiliki hak bicara atau mengeluarkan  pendapat. Anggota APSIFOR diharuskan menjadi anggota HIMPSI.

e) Keanggotaan di APSIFOR akan diinformasikan kepada PP HIMPSI secara  periodik.

F. TUJUAN APSIFOR

Para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan raung sidang karena adanya keterkaitan antara psikologi dan hukum. Beberapa aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes dipengadilan, reformulasi penemuan psikologi kedalam bahasa legal dalam pengadilan dan menyediakan informasi kepada personel legal. Ambil contoh handwriting forensic. Ketika menganalisa tulisan, dipakai pendekatan ilmu kimia untuk mengetahui jenis tintanya. Lalu dipakai juga ilmu psikologi untuk mengetahui kestabilan bentuk grafis yang dibuat oleh penulisnya. Begitu pula dalam bidang kriminalitas bukti-bukti fisik ini tentnya tidak akan dengan sendirinya menceritakan apa yang mereka alami layaknya

(12)

tersembunyi di dalam bukti-bukti fisik ini dan membuat laporan analisa demi mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk membantu mengungkapkan  peristiwa kejahatan. Maka dari itu kesimpulan dari tujuan APSIFOR adalah dapat menerjemahkan informasi psikologis dari berbagai kejadian kepada pihak-pihak yang terkait sehingga dapat mudah dimengerti. Dengan adanya ilmu forensik ini dapat membantu bagi lingkungan penegak hukum dalam membantu mengungkapkan serta menyimpulkan kemungkinan-kemungkinan dari berbagai peristiwa misalnya peristiwa kriminalitas.

G. KEPENGURUSAN APSIFOR

SUSUNAN PENGURUS

Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia Periode 2011-2015

Dewan Pakar/Penasihat : Prof. Koentjoro, Ph, Psikolog Drs. Untung Leksono, M.Si, Psikolog Ketua Umum : Prof. Dr. Yusti Probowati, psikolog Sekretaris : Irma Vania, S.Psi

Bendahara : Dra. Ayuni, psikolog Bidang organisasi

Ketua : Dr. Andik Matulessy, Psikolog Horas Silaen, S.Psi, M.Psi, Psikolog Bidang profesi

Ketua : Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi, Psikolog Dra. N.K.E. Trijiwati, MA

A.Kasandra Putranto, M.Si, Psikolog Bidang pengembangan keilmuwan dan riset

Ketua : Prof. Dr. Adrianus E. Meliala, Ph.D Drs. Adi Suhariyono, Psikolog

 Nathanael E.J Sumampouw, M.Psi, Psikolog Bidang Kerjasama dan humas

Ketua :Drs. Arif Nurcahyo, M.Si, Psikolog Rinny Wowor, M.Psi, Psikolog

(13)

2016 –  Sekarang

Ketua : Dra. Reni Kusumowardhani, M.Psi, Psikolog

Sekretaris : Perumahan Yakta Pena A1 No. 15 Jl. MT. Haryono Cilacap

HP : 0815 8752 204

Email : kusumowardhani@gmail.com

Web : http://apsifor.com

H. CONTOH KASUS

Mr. Bro adalah seorang psikolog yang bertugas di Ternate, Maluku Utara. Suatu ketika, Mr. bro dipercayakan oleh kepolisian untuk menangani kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan oleh Ms. Sis terhadap sepupunya, Ms. Sos. Mr. Bro menyanggupi  permintaan tersebut dan memulai investigasinya untuk membantu menyelesaikan kasus ini.

Ms. Sis diketahui adalah pribadi yang kaya raya. Suami Ms. Sis mengabarkan  bahwa ms. Sis adalah seorang istri yang sangat baik akan tetapi pencemburu. Disisi lain,

ms. Sos yang merupakan anak dari pamannya ms. Sis adalah seorang janda dengan  perawakan cantik dengan badan yang semampai. Diduga ms. Sis melakukan pembunuhan

tersebut dikarenakan cemburu dengan sepupunya sendiri karena suami dari ms. Sis pernah memuji ms. Sos yang memiliki paras yang menawan sehingga berpotensi untuk memikat suaminya.

Dalam penyelidikannya, mr. Bro sangat sering meminta bertemu dengan tersangka dengan alasan wawancara. setelah melakukan berbagai pengamatan wawancara, mr. bro mengatakan bahwa ms. Sis ternyata mengalami gangguan kejiwaan dan menggunakan  pasal 44 ayat (1) KUHP untuk membuat hakim agar memasukkan ms. Sis kedalam ruma h

sakit jiwa dengan tenggang waktu paling lambat 1 tahun pemeriksaan.

Selang waktu 1 bulan dari masa pemeriksaanya, ms. Sis dikembalikan kepada hakim dan dinyatakan oleh pihak rumah sakit bahwa ms. Sis ternyata sehat dan meragukan kompetensi dari mr. bro.

Belakangan diketahui bahwa mr. bro ternyata merupakan saudara jauh dari ms. Sis sehingga membuat polisi curiga dengan tingkah laku dari mr. bro. setelah diselidiki ternyata terdapat kejanggalan di rekening tabungan mr. bro. nominal uang yang masuk pada

(14)

rekening mr. bro sangat tidak masuk akal sehingga membuat para polisi menindak lanjuti  perilaku mr. bro.

Akhirnya diketahui bahwa mr. bro ternyata menerima sejumlah uang lewat rekening melalui adik dari ms. Sis. Maka mr. bro pun menjalani persidangan dan akhirn ya dimasukkan kedalam penjara.

Analisis kasus

Dalam kasus ini, Mr. bro telah melakukan sejumlah pelanggaran diantaranya:

1. Pasal 13 dimana mr. bro ternyata memilih untuk berpihak pada saudara jauhnya dibanding jujur dalam menjalankan tugasnya.

2. Pasal 2 Prinsip B, C dan D dimana mr. tidak jujur dalam menjalankan tugasnya serta terlibat pemalsuan ( Fraud ) yang akhirnya di diketahui melalui pihak rumah sakit jiwa. 3. Pasal 4 dimana Mr. bro memanipulasi hasil data yang didapatnya untuk memasukkan Ms. Sis kedalam rumah sakit sehingga menunda jalannya persidangan yang menimbulkan kerugian bagi pengguna jasa layanan psikologi

4. Pasal 35 dimana data yang diberikan oleh Mr. bro kepada hakim tidak akurat sehingga membuat hakim mengambil tindakan yang membuat proses persid angan tertunda. 5. Pasal 57 dimana Mr. bro tidak menegakkan kebenaran dan keadilan.

(15)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Demi terjalinnya solidaritas serta keefektifan kerja pada suatu bidang ilmu tertentu, maka diperlukannya suatu ikatan atau asosiasi. Sebagaimana kajian keilmuwan lainnya, para pecinta psikologi forensik pun tak kalah berperan aktif dalam membantu menangani permasalahan negeri. Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR) merupakan badan yang tidak terpisahkan dari Himpunan Psikologi Indonesia (H IMPSI) oleh karenanya ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Tata Laksana organisasi APSIFOR berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga HIMPSI. APSIFOR merupakan Badan Otonom yangdibentuk berdasarkan kesamaan minat dalam bidang keilmuwan atau profesi psikologi forensik untuk peningkatan kompetensi  para anggota.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

www.himpsi.org www.apsifor.com

Referensi

Dokumen terkait

Jenis ektoparasit yang ditemukan menginfeksi ikan nila (Oreochromis niloticus) di Kolam Budidaya Kampung Hiung, Kecamatan Manganitu Kabupaten Kepulauan Sangihe, adalah

Dengan berdasarkan pada motif calon konsumen dalam membeli sesuatu, yaitu motif emosional dan motif rasional, maka bagian body hendaknya mengandung alasan objektif (rasional)

Dokumen akreditasi program studi diploma III Keperawatan yang dapat diproses harus telah memenuhi persyaratan awal (eligibilitas) yang ditandai dengan adanya izin

memiliki motivasi kerja yang tinggi maka karyawan akan terdorong untuk bekerja.. dengan baik dan terlibat dalam pencapaian tujuan organisasi sehingga

Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat

demikian , peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Electronic Word Of Mouth (e-wom) terhadap Keputusan Pembelian Produk Wardah” dengan

Sebagai tanaman sela dalam pola agroforestri, kacang tanah memberikan interaksi bagi tanah dan tanaman di sekitarnya.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui

Model pengembangan modal sosial komunitas petani kedelai berbasis Program UPSUS Pajale yang didapat pada penelitian ini diharapkan dapat pula digunakan dalam